40
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN BENUA MELAYU LAUT KECAMATAN PONTIANAK SELATAN KOTA PONTIANAK
Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam penanganan masalah sosial. Pemetaan sosial (social mapping) adalah proses penggambaran masyarakat yang sistemik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profil dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta sosial yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan
suatu
image
mengenai
pemusatan
karakteristik
masyarakat atau masalah sosial.
4.1 Lokasi
Kelurahan Benua Melayu Laut merupakan kelurahan yang berada di tengah pusat perdagangan, yang memiliki luas 84,431 Ha. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan kelurahan) dapat dilihat tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Orbitasi, Jarak dan Waktu Tempuh Ke Kelurahan No. Orbitasi 1. Kelurahan yang terjauh 2. Pusat kedudukan wilayah kerja 3. Ibukota propinsi
Jarak (km) 7 3 2,5
Waktu (jam) ½ 1/6 1/6
Sumber: Monografi Kelurahan Benua Melayu Laut, 2007.
Kampung Kamboja berada di Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan dan memiliki beberapa RT yang salah satunya adalah RT 02 RW 07 yang berada di pinggir Sungai Kapuas. Posisi RT 02 RW 07 berada di tengah Kampung Kamboja. Secara geografi Kampung Kamboja berbatasan dengan beberapa wilayah, meliputi: Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Kapuas. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Tanjung Pura. Sebelah barat berbatasan dengan Gang Baru.
41
Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Perintis Kemerdekaan. Warga asli Kampung Kamboja merupakan suku melayu yang bertempat tinggal di pinggir sungai sedangkan masyarakat yang berada di darat merupakan warga pendatang di Kampung Kamboja dengan suku cina. Adanya perbedaan etnis di Kampung Kamboja tidak menimbulkan masalah. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh warga Kampung Kamboja, warga pendatang di Kampung Kamboja ikut berpartisipasi memberikan dana untuk kegiatan yang akan diadakan di Kampung Kamboja.
4.2 Struktur Penduduk
Untuk mengetahui suatu wilayah apakah struktur penduduknya merupakan beban pembangunan atau telah menjadi modal pembangunan yang produktif adalah sebagai berikut: a. Rasio jenis kelamin Diketahui jumlah penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut dengan jumlah laki-laki 5316 orang dan jumlah perempuan 5188 orang. Sehingga diperoleh rasio sebagai berikut: Rasio Jenis Kelamin =
Penduduk laki - laki xk Penduduk perempuan
Rasio Jenis Kelamin =
5316 x100 5188
Rasio jenis kelamin adalah 102,5 berarti jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan lebih banyak laki-laki sebesar 2,5 % dari perempuan. b. Struktur Umur Penduduk Struktur umur penduduk juga ditunjukkan oleh umur median. Umur median adalah umur yang membagi dua penduduk suatu wilayah. Semakin tinggi umur median merupakan indikasi penduduk yang semakin tua, sebaliknya semakin rendah umur median menunjukkan semakin muda penduduk suatu wilayah. Biasanya penduduk yang umur median kurang dari 20 tahun di
42
golongkan sebagai “penduduk muda”, dan yang umur median 30 tahun keatas di golongkan sebagai “penduduk tua”. Umur penduduk yang tua merupakan modal pembangunan sebagai sumberdaya manusia untuk masa yang akan datang. Penduduk yang tua akan lebih produktif untuk menanggung beban penduduk yang tidak produktif. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk menurut Kumulatif Umur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Usia (tahun)
Jumlah Penduduk (orang) 388 427 494 1114 1184 1189 1076 863 3768 10503
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 tahun ke atas Jumlah
Kumulatif Jumlah Penduduk (orang) 388 815 1309 2423 3607 4796 5872 6735 10503
Sumber: Monografi Kelurahan Benua Melayu Laut, 2007. Pr
Lk
40 keatas 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
1,000
0
1,000
2,000
3,000
Gambar 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut P − Fzm Um = Bum + ( 2 )k Fzm 10503 − 5872 Um = 34,5 + ( 2 )5 1184
4,000
43
Um = 34,5 – 2,6 Um = 37,1 Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut adalah penduduk tua karena umur mediumnya diatas 30 tahun. Warga RT 02 RW 07 memiliki banyak umur yang produktif sehingga memiliki banyak tenaga kerja. Dengan keterbatasan lapangan pekerjaan maka warga masih banyak yang belum bekerja. Oleh karena itu di wilayah ini perlu dibangun lapangan pekerjaan yang baru. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Komunitas RT 02 RW 07 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Usia (tahun) 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 + Jumlah
Laki-Laki (orang) 10 9 9 13 20 29 18 12 12 11 8 8 13 167
Perempuan (orang) 6 11 12 15 13 21 14 9 16 10 7 9 10 153
Sumber: Olahan Penulis dari Kartu Keluarga RT 02 RW 07 Lk
Pr
60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
40
30
20
10
0
10
20
30
Gambar 4.2 Komposisi Penduduk Komunitas RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut
44
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa struktur penduduk RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut merupakan penduduk tua sehingga banyak penduduk produktif yang bisa menjadi modal pembangunan. Hal ini menunjukkan adanya tenaga kerja untuk menjadi kelompok pengelola sampah. Untuk menjadi pengelola sampah tidak memerlukan pendidikan tinggi. Sedangkan jumlah penduduk menurut agama adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Jumlah Penduduk menurut Agama No 1. 2. 3. 4. 5.
Agama Islam Khatolik Protestan Hindu Budha
Jumlah (orang) 5538 317 741 20 3888
Frekuensi (%) 53 3 7 0.1 37
Sumber: Monografi Kelurahan Benua Melayu Laut, 2007.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa 37 % jumlah penganut agama budha karena sebagian besar warga beretnis cina di Kelurahan Benua Melayu Laut. Kelurahan Benua Melayu Laut memiliki banyak warganya yang beretnis cina karena kelurahan ini merupakan pusat perdagangan. Mayoritas penduduk di Kota Pontianak beragama islam dengan 53% dari jumlah penduduk di kelurahan.
4.3 Mobilitas Penduduk Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Mobilitas penduduk akan berpengaruh kepada kepadatan penduduk pada suatu wilayah tertentu. Hal ini mengakibatkan kepadatan penduduk yang tidak sama antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Terjadinya mobilitas penduduk di Kelurahan Benua Melayu Laut karena pindah antar kelurahan, datang, lahir dan mati dengan data sebagai berikut: Tabel 4.5 Mutasi Penduduk No. 1. 2.
Penyebab Mutasi Penduduk Pindah antar kelurahan Datang
Laki-laki (orang) 71 53
Perempuan (orang) 76 47
Jumlah (orang) 147 100
45
3. 4. 5. 6.
Lahir Mati Mati < 5 tahun Mati > 5 tahun
43 51 51
93 35 35
136 86 86
Sumber: Monografi Kelurahan Benua Melayu Laut, 2007.
Terjadinya perpindahan penduduk antar kelurahan karena pernikahan warga dengan warga kelurahan lain. Disamping itu juga disebabkan warga mencari pekerjaan di daerah lain. Adanya perpindahan penduduk ke Kelurahan Benua Melayu Laut karena kelurahan merupakan pusat perdagangan sehingga orang mencari pekerjaan di tempat tersebut dan menetap di kelurahan.
4.4 Struktur Nafkah Struktur nafkah adalah mata pencaharian seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Struktur nafkah dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat tinggal warga apakah termasuk perkotaan atau pedesaan. Struktur nafkah di perkotaan akan lebih bervariasi dibandingkan dengan pedesaan. Untuk mata pencaharian di Kelurahan Benua Melayu Laut termasuk wilayah pusat perdagangan Kota Pontianak. Adapun mata pencaharian penduduk yang ada di Kelurahan Benua Melayu Laut adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Mata Pencaharian Penduduk No 1. 2. 3.
Mata Pencaharian Pegawai negeri Pengusaha Buruh
Jumlah Penduduk (orang) 383 1165 3658
Frekuensi(%) 8 22 70
Sumber: Monografi Kelurahan Benua Melayu Laut, 2007.
Berdasarkan data di atas menunjukkan 70% pekerjaan sebagai buruh karena sebagian besar pemilik toko adalah etnis Cina sehingga merekrut karyawan dari etnis yang sama untuk pekerjaan administrasi sedangkan untuk pekerjaan kasar ditempatkan orang-orang pribumi. Sebagian besar pemilik toko tidak tinggal di daerah tersebut sehingga data hanya menunjukkan 98 pengusaha yang berada di kelurahan. Pengusaha yang tinggal di wilayah kelurahan merupakan pengusaha
46
yang menengah. Bagi pemilik toko yang besar akan bertempat tinggal di kompleks perumahan elit Kota Pontianak.
4.5 Struktur Sosial
Interaksi dalam sistem sosial merupakan aspek fungsional manusia menempati posisi-posisi dan menjalankan peran-perannya. Implikasi dari proses diatas terwujud unsur-unsur sosial dalam sebuah jejaring yang dikonsepkan sebagai struktur sosial. Unsur memahami struktur sosial terdiri dari lembaga, kelompok dan pelapisan sosial. Ketiga unsur yang tidak lain bagian dari konsep masyarakat. Sedangkan dalam kerangka masyarakat sendiri tidak terpisahkan apa yang disebut dengan kebudayaan.
4.5.1 Organisasi Sosial
Terselenggaranya kegiatan bersama kelompok manusia dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama memerlukan sarana dan alat yang dapat dijadikan wadah atau tempat terselenggaranya kegiatan tersebut, adapun wadah atau tempat yang dimaksud yaitu organisasi. Organisasi sosial yang ada di RT 03 RW 07 yaitu : 1. Generasi Melayu Kampung Kamboja (GMKK) GMKK merupakan perkumpulan pemuda melayu yang ada di Kampung Kamboja dengan kegiatan sebagai berikut : a. Kerja bakti membersihkan kuburan dan sampah yang di parit. b. Pada saat idul fitri menyiapkan meriam karbit di tepi Sungai Kapuas. c. Pada saat 17 Agustus mengadakan kegiatan di kampung seperti panjat pinang dan mainan anak-anak. d. Pada saat Maulid mengadakan ceramah yang diurus oleh GMKK. e. Kegiatan olah raga yaitu sepak bola dan panjat tebing. Kegiatan olah raga tersebut biasa ikut dalam pertandingan di Kota Pontianak.
47
2. Posyandu Kegiatan posyandu dilaksanakan setiap bulan pada tanggal 18. Adapun kegiatan posyandu ini adalah pengukuran tensi ibu hamil dan penyuluhanpenyuluhan kesehatan seperti pencegahan DBD, pemakaian kontrasepsi dan lain-lain. Kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan pada saat posyandu masih sebatas bidang kesehatan belum mengarah kepada kebersihan lingkungan. Pelaksanaan posyandu ini telah berlangsung lama dan pernah mengalami perpindahan pada tahun 1992 di rumah Pak Tha sebagai tempat posyandu karena sedikit ibu-ibu yang membawa anaknya ke posyandu. 3. Adrasah Adrasah adalah kesenian adat melayu. Kesenian adrasah adalah nyanyian menggunakan gendang. Para pemain adrasah adalah pemuda Kampung Kamboja. Latihan adrasah dilakukan minimal sebulan sekali. Perkumpulan adrasah merupakan peninggalan dari nenek moyang dulu yang diwariskan kepada pemuda Kampung Kamboja. Perkumpulan ini telah mengikuti perlombaan tingkat nasional. Penampilan adrasah biasa digunakan pada saat ada panggilan nikahan atau acara-acara lain dari masyarakat. Kesenian adrasah ini dapat tampil dalam segala acara dengan nyanyian gendang yang disesuaikan dengan tema acara. Bagi penduduk adrasah merupakan kegiatan untuk mempererat persaudaraan pemuda Kampung Kamboja dan juga merupakan kebanggaan masyarakat Kampung Kamboja yang dahulu sering menang dalam kejuaraan nasional. 4. Posyandu Lansia Di Kampung Kamboja memiliki perkumpulan lansia dengan kegiatan pengecekan tensi dan memberikan vitamin kepada para lansia oleh bidan dari Dinas Kesehatan. Pengecekan tensi ini dilakukan sebulan sekali pada tanggal 20. Kegiatan lain yang dilakukan adalah senam lansia yang hanya berlangsung selama 4 bulan karena ketergantungan para lansia kepada ketua sehingga pada saat ketua tidak aktif dalam kegiatan senam maka para lansia tidak mengikuti senam tersebut. Kegiatan posyandu belum pernah menangani masalah kebersihan lingkungan.
48
5. Pengajian Pengajian dilakukan setiap hari Selasa pukul 13.00 – 15.00 Wib. Tujuan pengajian untuk memperdalam Alquran dengan peserta yang terdiri dari ibu rumah tangga berjumlah 50 orang. Pelaksanaan pengajian tidak pernah diikuti oleh penyuluhan atau sosialisasi tentang kebersihan lingkungan.
4.5.2 Pelapisan Sosial
Pembedaan sosial dikenal dalam hubungan antar manusia. Pembedaan sosial individu ini kemudian mengenal kesamaan ciri dalam satuan kumpulan orang, yang secara sosiologis dikenal sebagai pelapisan sosial. Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat terjadi karena terdapat hal-hal tertentu yang dihargai di dalam masyarakat, seperti kekayaan yang dimiliki, kekuasaan, pendidikan formal yang ditempuh, keaktifan dalam kegiatan keagamaan/kemasyarakatan serta pekerjaan. Pelapisan sosial yang ada berdasarkan petuah atau orang yang dituakan, pekerjaan dan pendidikan. Adanya pelapisan sosial di kampung tersebut tidak menimbulkan konflik tetapi saling melengkapi antara yang kurang mampu dan mampu. Hal ini dapat dilihat pada saat kemarau masyarakat mengalami kesulitan air bersih untuk minum maka penduduk yang tidak memiliki air hujan sebagai persediaan air minum, mereka dapat meminta kepada warga yang memiliki PDAM. Setiap hari warga memiliki jatah satu ember air. 4.5.3 Jejaring Sosial
Jejaring sosial adalah adanya ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Jejaring yang terbentuk dapat bersifat horizontal dan vertikal. Sehingga jejaring sosial yang terjalin di komunitas RT 02 RW 07 adalah sebagai berikut: 1.
Ketua RT yang mengikuti pengarahan dari kepala kelurahan berupa sosialisasi maupun bantuan dana dari Pemerintah Kota Pontianak berupa bantuan gerobak, dana bergulir dan lain-lain. Ketua RT memiliki jaringan lebih luas karena ketua RT yang mengurus surat-menyurat dari warga untuk pembuatan KTP, KK dan lain-lain. Oleh karena itu, Ketua RT lebih banyak
49
kenalan dengan pegawai kecamatan/dinas/kantor dan badan Kota Pontianak. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Masyarakat Kampung Kamboja
Ketua RT
Kelurahan/Kecamatan/Dinas/Kan tor/Badan - Dalam pembuatan surat - Pemberian Bantuan - Musrenbang Kelurahan
Gambar 4.3 Jaringan Masyarakat terhadap Pemerintah 2.
Partai melakukan kampanye di Kampung Kamboja berupa ceramah dari Calon Walikota Pontianak, pelayanan kesehatan dengan pemeriksaan dari dokter dan bantuan obat secara gratis, pemberian bantuan mesin potong rumput yang diserahkan kepada Ketua RT untuk Kampung Kamboja membersihkan kuburan bagi kepentingan warganya. Partai Politik
Ketua RT
Komunitas RT 02 RW 07
Gambar 4.4 Jaringan Masyarakat dalam Partai Politik 3.
Komunitas RT 02 RW 07 mendapatkan bantuan dari NUSSP (Neighborhhod Upgrading and Shelter Sector Project) sebagai pencanangan “Gerakan Masyarakat Peningkatan Lingkungan Kumuh”, maka diperlukan penanganan lingkungan permukiman kumuh yang memiliki salah satu program persampahan. Tetapi peluang tersebut tidak digunakan oleh masyarakat karena belum mampu mengidentifikasi masalah persampahan dan masih sebatas pada penerangan jalan. Berikut ini adalah jaringan yang dilakukan komunitas.
50
Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak Konsultan Badan Keswadayaan Masyarakat Melaksanakan program NUSSP wujud partisipasi
Masyarakat Kampung Kamboja
Kelompok Keswadayaan Masyarakat
Gambar 4.5 Jaringan Masyarakat dalam Program NUSSP
4.6 Masalah sosial
Masalah pada hakekatnya merupakan kebutuhan, karena masalah mencerminkan adanya kebutuhan dan sebaliknya kebutuhan apabila tidak dipenuhi akan menimbulkan masalah. Masalah pada dasarnya merupakan pernyataan status kondisi secara ‘negatif’ sedangkan kebutuhan menyatakan secara ‘positif’. Menurut Horton dan Leslie dalam Suharto (2006) masalah sosial adalah status kondisi yang dirasakan banyak orang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan melalui aksi sosial secara kolektif. Masalah sosial yang belum dapat tertangani oleh komunitas RT 02 RW 07 adalah sebagai berikut: Banyaknya sampah di sekitar rumah penduduk yang berada di pinggir sungai. Hal ini terjadi karena warga membuang sampah ke sungai dan sampah yang berada di Sungai Kapuas menepi sehingga sampah memenuhi di bawah rumah penduduk. Sampah tersebut datang dari hulu dan hilir Sungai Kapuas yang menepi di bawah rumah penduduk. Secara kultur komunitas pinggir sungai menganggap sungai adalah tempat pembuangan. Selain itu, masyarakat yang berada di pinggir sungai tidak pernah mendapatkan pengangkutan sampah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan karena pengangkutan sampah hanya dilakukan di TPS yang tersedia pada wilayah kelurahan tersebut. Mengingat masyarakat yang berada di pinggir
51
sungai berada dalam gang maka pengangkutan sampah di daerah tersebut tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. Berikut ini adalah beberapa pandangan permasalahan sampah yang ada di komunitas: 1.
Dari sudut pandang penanganan sampah dari pemerintah Secara historis warga Kampung Kamboja merupakan -
Penduduk yang kurang pendidikan,
-
Sejarah tahun 70an ada warga Kampung Kamboja yang terkena tembak misterius karena melakukan kejahatan,
-
Pemuda yang banyak pengangguran.
Berdasarkan hal tersebut menimbulkan kesan terhadap warga Kampung Kamboja yang berada di tepi sungai -
Budaya yang turun temurun membuang sampah di tepi sungai,
-
Orang yang tidak peduli terhadap kebersihan.
Menurut pandangan pemerintah tidak adanya tempat sampah di Kampung Kamboja karena -
Kurangnya dana dari pemerintah,
-
Kebijakan pemda yang mengurangi jumlah TPS agar kota tanpa lebih bersih dengan pengurangan TPS,
-
Pemda yang menfokuskan penanganan sampah diperkotaan yang belum tertangani,
2.
Masyarakat yang tidak mau membuang sampah di TPS yang tersedia.
Dari sudut pandang penanganan sampah dari masyarakat Kampung Kamboja yang peduli sampah Menurut masyarakat Kampung Kamboja bahwa TPS dihilangkan dan tidak ada disediakan tempat sampah untuk pengangkutan bagi warga yang berada di pinggiran sungai. Dengan keadaan ini, masyarakat membuat tempat sampah tetapi tidak ada yang membakar dan petugas kebersihan tidak mengangkut sampah tersebut yang berada di dalam gang. Masyarakat merasa pelaksanaan pengangkutan adalah kewajiban pemda karena adanya pembayaran retribusi sampah. Karena masyarakat pinggir sungai tidak memiliki tempat sampah sehingga membuang sampah ke sungai.
52
3.
Dari sudut pandang masyarakat dalam penanganan sampah masyarakat Kampung Kamboja yang kurang peduli penanganan sampah. Masyarakat Kampung Kamboja telah turun temurun membuang sampah di sungai. Dulu sampah yang dibuang ke sungai terbuat dari dedaunan, belum berkembangnya plastik. Kebiasaan membuang sampah disungai tidak hilang sampai sekarang karena tidak mempunyai dampak langsung terhadap mereka. Masyarakat mengetahui dampak sampah yang akan mendangkalkan Sungai Kapuas karena selama turun temurun Sungai Kapuas tetap ada dan menjadi tempat sampah. Membuang sampah kesungai tidak akan berdampak apapun terhadap kebersihan sungai karena sampah rumah tangga sedikit dan sungai Kapuas besar kapasitas untuk menampung sampah.
4.7 Ikhtisar Pemetaan sosial diatas dapat ditelaah sebagai berikut: Matriks 4.1 Telahaan Pemetaan Sosial No. 1. 2.
Telaahan terhadap Struktur penduduk Mobilitas penduduk
3.
Struktur nafkah
4.
Struktur sosial
5.
Masalah sosial
Fakta Banyak penduduk yang produktif Mayoritas perpindahan penduduk karena adanya pernikahan dan pekerjaan di tempat yang berbeda Matapencaharian terbesar adalah buruh sehingga penduduk memiliki pendapatan rendah Organisasi sosial yang dimiliki masyarakat adalah GMKK, posyandu, adrasah, pengajian. Pelapisan sosial yang ada di komunitas berdasarkan tingkat pendidikan dan kekayaan. Sampah yang menumpuk di bawah rumah penduduk. Sampah tersebut dari hulu dan hilir sungai yang menei di bawah rumah penduduk.
Sedangkan pola pengelolaan sampah secara umum di Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan selama ini ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
53
a. Pelayanan pengangkutan sampah hanya dilakukan di TPS yang tersedia sehingga bagi masyarakat yang berada di dalam gang tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. b. Pengelolaan sampah yang ada di komunitas pinggir sungai masih berupa bakar dan buang sampah ke sungai. c. Komunitas pinggir sungai sudah lama membuang sampah ke sungai. d. Masyarakat sudah terbiasa hidup dengan sampah di bawah rumah mereka karena terbawa arus dari sungai ke pinggir sungai. Oleh karena itu sejumlah persoalan yang perlu diperhitungkan bila pengelolaan sampah berbasis masyarakat akan diterapkan, adalah: a. Kebijakan dari pemerintah untuk mendukung penerapan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi tempat yang tidak pernah mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. b. Kolaborasi dari stakeholder agar turut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. c. Masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. d. Teknologi merubah sampah menjadi nilai ekonomi yang mudah dilakukan masyarakat pada tingkat rumah tangga dan komunal.