Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya. Vol. 1 No. 1 (September 2016): 62-51 Website: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious ISSN: 2528-7249 (online) 2528-7230 (print)
ISLAM DAN STUDI AGAMA-AGAMA DI INDONESIA Roro Sri Rejeki Waluyajati Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru, Bandung 40614, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Herlina Nurani Alumni Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Mahasiswa Religious Studies UIN Sunan Gunung Djati Bandung E-mail:
[email protected]
__________________________ Abstract The purpose of this study was to determine the problems faced by the Department of Comparative Religion in Indonesia especially in UIN, Bandung, Jakarta, and Yogyakarta. The problems could be experienced by the students or by the department, in both academic field and student affairs, besides among academic authors also wish to express how the perspective of rural communities, in the village area of West Bandung Cibenda about majoring in comparative religion, is it true this course can not be accepted by society, especially rural areas? The results showed that there was the strong relationship between exclusive religious attitudes and religious conflict in society. The exclusive attitude could trigger conflict easily. In this situation, the existence of the Department of Comparative Religion is needed, as an academic medium which task is to produce mediators, who can reduce or reconcile religious conflicts through mainstreaming inclusive and pluralist religious attitudes in society. Unfortunately, the existence of this Department has not been promoted well. So that, people have not perceived this department well. Keywords: Religious Studies; Pluralism; Tolerance.
__________________________ Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika apa saja yang di hadapi oleh Jurusan Perbandingan Agama di Indonesia secara umum dan ketiga UIN yaitu Bandung, Jakarta dan Yogyakarta secara khusus, baik persoalan yang dialami oleh pihak mahasiswa dan Jurusan dalam bidang akademik ataupun kemahasiswaan, selain dikalangan akademik, penulis juga ingin mengungkapkan bagaimana persfektif masyarakat pedesaan tepatnya di Desa Cibenda daerah Bandung Barat tentang jurusan perbandingan agama, benarkah jurusan ini tidak bisa diterima oleh masyarakat khususnya pedesaan? Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan sikap keberagamaan yang ekslusif di masyarakat menjadi pemicu konflik agama mudah terjadi. Keberadaan Jurusan Perbandingan Agama sangat dibutuhkan sebagai media akademik yang mampu mencetak mediator pendamai konflik agama, melalui penanaman sikap keagamaan yang inklusif dan pluralis di masyarakat, tetapi keberadaan Jurusan ini belum terpromosikan dengan baik sehingga eksistensinya belum dapat dirasakan oleh masyarakat. Kata Kunci: Religious Studies; Pluralisme; Toleransi.
__________________________ A. PENDAHULUAN Pluralisme agama merupakan kondisi masyarakat Indonesia yang tidak dapat di pungkiri, dan kondisi ini bisa sebagai pemicu konflik, bila agama dipahami hanya terbatas pada persoalan pribadi. Agama tidak lagi merupakan kekuatan social dan tidak lagi mempengaruhi serta membentuk persepsi dunia, atau dapat mengatasi segala macam persoalan social, tetapi dilema bagi masyarakat
Indonesia ada di sini. Bagaimana mungkin dapat memisahkan masalah ras, agama dan juga daerah dari kehidupan bangsa. Yang harus kita pahami sekarang adalah bagaimana menghadapi tangtangan pluralitas keagamaan seperti itu. Dalam kondisi masyarakat seperti ini keberadaan Studi Perbandingan Agama sangat penting untuk di kembangkan, tetapi sudah lebih dari empat puluh tahun Ilmu
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
Perbandingan Agama berdiri di berbagai UIN di Indonesia, tetapi pada kenyataannya eksistensi keberadaan Jurusan ini kurang berkembang, baik secara akademik ataupun masyarakat. Penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui segala problematika yang dihadapi oleh Jurusan Perbandingan Agama baik secara akademik ataupun secara kemahasiswaan agar didapatkan solusi yang efektif untuk mengembangkan Jurusan ini di masa depan. Untuk lokasi penelitian dilakukan pada tiga Jurusan Perbandingan Agama di tiga UIN yaitu: UIN Bandung, Jakarta dan Jogjakarta dengan alasan bahwa Jurusan Perbandingan Agama di ketiga UIN tersebut dipandang dapat merepresentasikan kondisi Studi agama-agama di Indonesia baik secara Historis, Cultur Akademic hingga pupulasi untuk sampel penelitian, selain dilakukan di tiga Universitas, penulis juga meneliti di kalangan masyarakat Pedesaan dalam memandang jurusan ini, berangkat dari pengalaman penulis bahwa jangankan dikalangan masyarakat awam, dikalangan akademikpun jurusan ini masih asing dan terdengar ekstrim padahal memiliki tujuan yang luar biasa. Namun benarkah semua anggapan masyarakat khususnya Pedesaan memandang jelek terhadap jurusan perbandingan agama? B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ilmu Perbandingan Agama Sebagai Sebuah Ilmu da Pengembangannya Ilmu Perbandingan Agama mulai diperkenalkan ketika Friedrich Max Muller menyampaikan sebuah ceramah di Royal Institute London, adapun isi pernyataan tersebut telah dikutip oleh Djam’anuri sebagai berikut: Sebuah ilmu agama, yang didasarkan pada suatu perbandingan ilmiah yang jujur dan tidak memihak terhadap semua agama, sekarang hanya tinggal masalah waktu saja. ilmu tadi dituntut oleh orang-orang yang suaranya tidak dapat diabaikan masalahmasalahnya yang besar telah menarik perhatian banyak peneliti. Dan hasilnya diantisipasi dengan harapan maupun
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
kekhawatiran. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi mereka yang telah mengabdikan diri untuk mempelajari agamaagama besar dunia dari menghargai agama apapun bentuknya, untuk menekuni kawasan baru ini atas nama ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.1 Sejak ceramah Muller di atas, studi agamaagama lambat laun mulai menarik minat para sarjana dan semakin popular. Para sarjana menyebut “kawasan baru” tadi dengan berbagai nama, namun substansinya pada dasarnya tetap sama yaitu mempelajari agamaagama, terutama yang berbeda dengan agama sendiri dengan menggunakan metode dan pendekatan ilmiah akademik. Di Indonesia, khususnya di lingkungan (UIN). Nama yang umum dipakai adalah “Perbandingan Agama”. Hal ini dapat dimaklumi karena tokoh yang mula-mula memperkenalkan dan mengembangkan istilah tersebut di UIN adalah H.A Mukti Ali. Pada masa Mukti Ali, studi agama adalah kajian yang bersifat ilmiah dan objektif. Ilmu Perbandingan Agama didefinisikan sebagai berikut: “Sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama-agama lain, pemahaman ini meliputi persamaan juga perbedaan. Dari pembahasan yang demikian, maka struktur yang asasi dari pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan orang itu akan dipelajari dan dimulai.2 Walaupun berbagai definisi dari Ilmu Perbandingan Agama telah diuraikan di atas tetapi kenyataannya berbagai definisi itu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan studi agama sehingga definisi tersebut dirasakan
Djam’anuri, Ilmu Perbandingan Agama, Pengertian dan Objek kajian (Kurnia Kalam Semesta: 1998), 2. 2 Ahmad Norman permata Ed, Metodologi Studi agama, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000, 25. 1
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
63
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
kurang relevan untuk melukiskan Ilmu Perbandingan Agama di masa sekarang. Objek kajian Ilmu Perbandingan Agama menurut H.A Mukti Ali adalah pengalaman agama yang bertitik tolak pada pengalaman agama yang subjektif kemudian diobjektifkan dalam berbagai macam ekspresi dan bahwa ekspresi-ekspresi itu mempunyai struktur yang pasif dan dapat dipelajari. Pengalaman keagamaan diekspresikan dalam tiga bentuk yaitu: 1. Teoritis atau intelektualistis yaitu termasuk di dalamnya teologi, kosmologi, dan antropologi. 2. Praktis atau amalan yaitu ibadah 3. Sosiologis yaitu ekspresi dalam pergaulan di masyarakat. Banyak metode yang ditawarkan oleh para ahli Ilmu Perbandingan Agama tetapi yang paling kondusif untuk masyarakat Indonesia adalah metode yang dikemukakan oleh W. C Smith yang telah dikutip oleh Ahmad Norman permata dalam bukunya yang berjudul Metodologi Studi Agama yang isinya seperti di bawah ini : Bentuk tadisional barat dalam mengkaji agama-agama lain diawali dari pengcairan impersonal dari sebuah itu. tetapi era sekarang berubah menjadi personalisasi keimanan yang diamati, sehingga mereka mulai menemukan pembicaraan tentang mereka, kemudian pengamatan menjadi terlibat secara personal, sehingga situasinya adalah kami berbicara tentang mereka, tahap selanjutnya adalah dialog dimana kami berbicara kepada engkau. Jika ada aktivitas mendengarkan secara timbal balik, akan menjadi kami berbicara dengan engkau, adapun puncak dari kemajuan ini adalah engkau dan aku berbicara bersama tentang kita.3 1. Studi Perbandingan Agama Di Tiga Lembaga UIN Bandung, Yogyakarta, Dan Jakarta. a. Agama dan Kehidupan Beragama di Indonesia
Untuk mengetahui kondisi kehidupan beragama di Indonesia bisa di lihat dari 3
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
bagaimana mereka memahami kebebasan beragama, karena kebebasan beragama ini erat sekali hubungannya dengan pemahaman konsep pluralisme di masyarakat. Penjelasan TAP MPR tentang P4 menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak asasi dari manusia, ia berasal dari tuhan dan sama sekali bukan pemberian Negara apalagi golongan. 4 Walaupun di dalam penjelasan diatas mengisyaratkan bahwa di negeri ini tidak akan ada lagi persoalan mengenai hak asasi beragama, bahkan sebagai Negara yang tidak berdasarkan agama dan tidak pula sekuler. Berarti Negara wajib memberikan pelayanan kepada semua agama dan tidak terlalu jauh mencampuri keberagamaan umat. Tetapi sayang sekali jaminan tersebut bila ditarik pada tataran realitas jauh dari kenyataan, karena ternyata persepsi masyarakat tentang kemerdekaan beragama belum menjamin sepenuhnya pelaksanaan implementasi hak asasi beragama. Contohnya, anggapan sementara orang bahwa dalam Negara ini yang diakui secara resmi hanya enam agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan khonghucu). Lalu bagaimana dengan kedudukan agama-agama pribumi, seperti Kaharingan di Kalimantan, Badui di Banten dan lain-lain. Yang merupakan agama asli Indonesia yang telah dianut ratusan tahun oleh penduduknya. Salah persepsi di masyarakat yang menganggap hanya agama resmi yang boleh hidup telah memakan korban pada agama-agama lokal, seperti peng-Hinduan penganut agama Kaharingan yang merupakan agama ke dua terbesar di Kalimantan tengah.5 Kasus terbaru yang senter dibicarakan oleh media adalah kasus Ahmadiah lawan Islam radikal, dimana puncak semua konflik ketika kerusuhan berdarah di Cikeusik terjadi, hal itu menandakan bahwa konflik agama tidak 4
Lihat Ketetapan MPR no 11, tentang penghayatan dan pengamalan pancasila. 1978. 5 Ketetapan MPR no 11, tentang penghayatan dan pengamalan pancasila, 1978, 113.
Permata, Metodologi Studi agama, 76.
64
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
hanya terjadi pada wilayah ekternal agama saja tetapi juga dapat terjadi secara internal dalam satu wilayah agama yang sama. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa keberadaan jamaah Ahmadiyah sudah ada di Indonesia ini sejak zaman penjajahan belanda tetapi kenapa konflik secara keras baru terjadi sekarangsekarang ini. Apa yang menyebabkan perubahan pandangan yang terjadi dimasyarakat Indonesia sekarang ini akan makna sebuah toleransi. Berbagai persoalan yang dipaparkan di atas berkorelasi erat dengan kondisi pluralisme yang sekarang berkembang di masyarakat, dimana masyarakat Indonesia telah terdoktrin oleh teologi-teologi lama yang mengklaim bahwa hanya agamanyalah yang paling benar. Teologi yang ekslusif ini berkembang baik dalam agama-agama monoteisme. Klaimklaim kebenaran melahirkan fenomena suatu agama menjadi ancaman bagi agama lain. Tetapi teologi inklusif pun tidak menjadi cukup, karena cenderung masih menempatkan agama sendiri lebih tinggi dibandingkan agama lain, maka yang cocok dikembangkan dalam kondisi masyarakat seperti ini adalah teologi pluralistik, yang mengakui eksistensi kebenaran agama lain. Seperti mengutip pernyataan dari Budhi Munawwar Rahman: Masyarakat Madani (civil society) tidak mungkin terwujud apabila orang masih memahami agama secara eksklusif dan menganggap agamanya sendiri yang paling benar; seorang penganut agama perlu mentransendenkan agamanya, menjadikan nilai agamanya lebih luas dan universal, serta mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dalam agamanya. 6 Selain mengembangkan konsep teologi pluralistik, juga harus ditanamkan pada masyarakat, bahwa manusia itu memiliki keunikan dan ciri khas, tingkah laku, sikap. Dan bahwa kita harus bisa mengakui berbagai perbedaan. Karena sikap menghargai inlah yang mendorong terbentuknya orientasi berfikir terbuka karena antara kontradiksi
sistem nilai yang diyakini dan sistem nilai yang diyakini orang lain masih bisa dilihat persamaannya. Sikap bijaksana ini merupakan kunci dalam mendamaikan kemajemukan.7
Lihat kompas, “Teologi Pluralsitik Diperlukan dalam Dialog Agama-agama”, senin 16 Oktober 2000,9.
Lihat Media Indonesia, “Pluralisme memang masih Problematis”, Jum’at 12 Desember 1997, 6. kolom 1-5.
6
b. Jurusan Perbandingan Agama di Tiga UIN (Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta)
Jurusan Perbandingan Agama di UIN Bandung mempunyai Visi “Unggul dan berkompeten dalam Studi Agama-agama” untuk Misinya yaitu: 1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berorientasi kepada pengkajian, penguasaan dan pengembangan dalam bidang studi agama-agama untuk menghasilkan sarjana yang religious, cakap dalam pengkajian agama-agama dan peka terhadap persoalan-persoalan social keagamaan. 2. Menyelenggarakan penelitian serta menerapkan dalam rangka mengatasi dan menyelesaikan problematika masyarakat beragama dan persoalan kemanusiaan dalam krangka teori studi agama. 3. Membangun kepercayaan bagi terciptanya kerjasama dengan berbagai pihak yang saling member manfaat untuk mewujudkan jaringan kerja di tingkat local, nasional dan internasional. Tujuannya adalah: mencetak sarjana yang professional dalam Ilmu Perbandingan Agama yang berparadigma Islam dan semangat keindonesiaan. Sedangkan Jurusan Perbandingan Agama di Yogyakarta memiliki Visi “Unggul dan terkemuka dalam studi Agama-agama sebagai pemaduan dan pengembangan keushuluddinan dengan Ilmu-ilmu Sosial-Humaniora” untuk Misi yaitu: Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dalam bidang studi agama-agama untuk menghasilkan sarjana yang relijius, cakap dalam pengkajian agama-agama dan peka terhadap persoalan-persoalan sosial keagamaan, dan Menyelenggarakan penelitian dalam rangka menerapkan dan membangun teori-teori tentang studi agama-agama, Juga Meningkatkan peran serta studi agama-agama 7
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
65
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusian bagi perdamaian. Dan Membangun kepercayaan bagi terciptanya kerjasama dengan berbagai pihak yang saling memberi manfaat untuk mewujudkan jaringan kerja di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Tujuan: Mencetak sarjana yang profesional dalam Ilmu Perbandingan Agama yang berparadigma Islam dan semangat keIndonesiaan. Jurusan Perbandingan Agama UIN Jakarta bertujuan menghasilkan sarjana Muslim yang memiliki keahlian dalam bidang perbandingan agama, cakap dalam penelitian fenomenafenomena keagamaan, mampu mengantisipasi dan memecahkan persoalan-persoalann yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama, serta mendorong lahirnya kehidupan yang damai dalam komunitas yang plural. Untuk kegiatan akademik pada Jurusan Perbandingan Agama di UIN Bandung setiap mahasiswa terbebani 144 sks, di Yogyakarta sebanyak 154 sks sedangkan di Jakarta sebanyak 144 sks, berdasarkan catatan kurikulum yang harus diselesaikan dalam 8 semester atau paling lambat 7 tahun. c. Probematika Jurusan Perbandingan Agama di UIN Bandung, Jakarta dan Jogyakarta. Untuk menggambarkan Jurusan Perbandingan Agama di ketiga UIN tersebut penulis mencoba mendeskripsikannya melalui penyebaran angket kepada 300 orang mahasiwa yang penyebarannya 100 mahasiswa di setiap Jurusan Perbandingan Agama. Selain angket penulis juga melakukan wawancara langsung kepada sejumlah praktisi dan tokohtokoh pemerhati Jurusan Perbandingan Agama, yang sekaligus berkedudukan sebagai dosen atau pemegang kebijakan di fakultas dan institutnya masingmasing. Untuk hasilnya saya terangkan sebagai berikut: Hasil Penyebaran Angket Pertama, Jurusan Perbandingan Agama masih menjadi Jurusan dengan prioritas kedua di mata mahasiswa baru, hal ini dapat 66
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
dibuktikan oleh hasil penyebaran angket yang menyatakan 112 orang (49%) menempatkan Jurusan ini pada pilihan kedua dan sebanyak 25,4% atau 58 orang yang memilih Jurusan Perbandingan Agama sebagai pilihan ke 1 dan yang menyatakan bahwa Jurusan Perbandingan Agama sebagai pilihan ketiga sebanyak 53 orang atau 23,4%. hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Jurusan ini tidak sepenuhnya menjadi Jurusan buangan dan masih cukup diperhitungkan. Kedua, ketika ditanyakan tujuan kuliah di perbandingan kedua, agama yang menjawab untuk meyakinkan kebenaran agama sendiri dengan membandingkannya dengan agama lain sebanyak 48 orang atau 21, 1%. Sedangkan yang menjawab untuk membela agama Islam sebanyak 45 orang atau 19, 7% dan terakhir yang menjawab untuk memahami ajaran agama lain sebanyak 115 orang atau sekitar 59, 2%. Hal itu menunjukkan bahwa modal untuk membentuk sikap terbuka sudah dimiliki oleh mahasiswa sudah baik sesuai dengan tujuan dari Ilmu Perbandingan Agama itu sendiri, jadi dalam hal ini tidak ada masalah. Ketiga, ketika ditanyakan apa penyebab Ilmu Perbandingan Agama kurang diminati oleh masyarakat, yang menjawab karena nama ilmu tersebut yang memberikan kesan kurang baik dengan asumsi untuk membandingkan agamaagama sebanyak 58 orang (25,4%), yang menjawab karena Ilmu Perbandingan Agama tidak menjanjikan lahan pekerjaan yang jelas sebanyak 21 orang (9,2%) dan yang menjawab karena informasi yang dimiliki oleh masyarakat tentang Ilmu Perbandingan Agama kurang sebanyak 34 orang (14,9%) dan terakhir yang menjawab bahwa semua permasalahan di atas betul semua sebanyak 115 orang (50,4%) semua pertanyaan di atas menunjukkan masih banyak asumsiasumsi yang beredar di masyarakat mengandung pengertian yang harus diluruskan. Pertanyaan keempat, menanyakan bagaimana bila nama perbandingan agama dirubah, yang menjawab setuju sebanyak 174 orang (76,3%) dan yang menjawab tidak
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
setuju sebanyak 54 orang (24,1%) hal itu memberikan kesimpulan bahwa sebagian besar mahasiswa menginginkan nama Jurusan Perbandingan Agama dirubah. Kelima, ketika ditanyakan nama apa yang cocok untuk perbandingan agama, yang menjawab studi agamaagama sebanyak 143 orang (62,7%) dan yang menjawab Sejarah agamaagama sebanyak 30 orang (13,2%) dan yang terakhir yang menjawab fenomenologi agama sebanyak 55 orang (24,1%). Hal ini memberikan kesimpulan bahwa sebagian mahasiswa atau kurang lebih setengah dari mahasiswa menginginkan perubahan nama perbandingan agama dirubah menjadi studi agamaagama. Selain itu penulis juga melakukan wawancara kepada beberapa pihak yang terkait di ketiga perguruan tinggi ini. Diamana wawancara ini dilakukan kepada pihak-pihak yang bertugas di Jurusan dan hasilnya sebagai berikut: Animo penerimaan mahasiswa baru dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang fluktuatif, tetapi cenderung masih kurang dengan kapasitas yang disediakan. Untuk beberapa UIN, hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu: Karena Nama Jurusan Perbandingan Agama yang masih sangat problematik, asumsi masyarakat dengan nama itu berarti, adanya suatu proses perbandingan antar agama. Dimana akan dimunculkan kesan agama diperbandingkan, sehingga menunjukkan agama mana yang paling benar. Padahal asumsi untuk masyarakat, buat apa agama dibandingbandingkan lagi, karena agama yang telah dianut akan dianggap yang paling benar, tanpa perlu membandingkannya lagi dengan agama lain, hal seperti itu sering disebut sebagai klaim kebenaran agama. Pola pikir masyarakat Indonesia yang masih pragmatis akan menganggap Jurusan Perbandingan Agama tidak akan menjanjikan lahan pekerjaan yang jelas.Sehingga membuat animo masyarakat menjadi kecil. Dilihat dari visi, misi dan paradigma, Jurusan Perbandingan Agama di ketiga UIN tersebut masih menggunakan paradigm dakwah dengan pendekatan perbandingan.
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
Padahal yang paling efektif untuk konteks keindonesiaan sekarang paradigm yang dipakai harusnya paradigm pluralistik dengan pendekatan studi agama-agama dengan melihat konteks kemajemukan sebagai suatu kenyataan yang harus dipahami dan dihargai. 2. Studi Jurusan Perbandingan Agama di Masyarakat Pedesaan
Berbicara pluralistik, penulis menemukan ada sebagaian masyarakat yang sangat peka terhadap konsep tersebut padahal masyarakat tersebut adalah masyarakat Pedesaan yang banyak teori yang berargumen bahwa masyarakat Pedesaan dari sisi paradigma masih terkukung oleh nilai yang diwariskan dari nenek moyang yang susah menerima sesuatu ideologi yang baru, namun berbeda dengan masyarakat di Desa Cibenda, yang berada di daerah Saguling,Bandung Barat, saat penulis datang ke Desa tersebut para tokoh dan masyarakatnya sangat ramah dan penulispun berbincang-bincang dengan tokoh masyarakat tersebut yaitu bapa E. Suhandi. Penulis penasaran dengan nama Desa tersebut, mengapa dinamakan Cibenda? Dan beliaupun menceritakannya kepada penulis bahwa Cibenda diambil dari kata Mena yang artinya mentok atau sama dengan tidak bisa kemana-mana. Masyarakat di sana mempercayai bahwa asal muasal kata tersebut diberikan kepada seorang pendatang dari banten ke kampung tersebut,yang bernama Uyut Amsar. Tujuan dari orang pendatang tersebut untuk mengadu ilmu dengan masyarakat pribumi, dan saat itu yang melawan Uyut Amsar tersebut yaitu Eyang Sumitra tidak lain masyarakat disana menyebutnya adu jajaten atau adu kanuragan, orang pendatang tersebut menetang orang pribumi untuk menunjukan siapa yang paling kuat diantara keduaanya. Adu jajaten tersebut berlangsung dari pagi hingga sore hari, Uyut Sumitra mempunyai di tongkat yang selalu ia bawa kemana-mana. Hingga suatu ketika Uyut Amsar menancapkan tongkatnya ke tanah, namun saat ingin diraihnya kembali tongkat tersebut tidak bisa diambilnya karena tiba-tiba
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
67
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
menyatu dengan tanah. Akhirnya dia tidak bisa keluar dari kampung tersebut dan tidak bisa kemana-mana lagi dan menetap di kampung tersebut, dan hidup seperti orang pribumi, memiliki istri dan anak dari kampung tersebut, hingga meninggalnyapun dimakamkan di tempat khusus orang yang berpengaruh di kampung tersebut. Dan tongkat Uyut Amsar tersebut menjadi pohon jati yang rindang, dan masih ada sampai saat ini dan menjadi pohon yang bersejarah dan disakralkan, karena tidak ada yang bisa merobohkan pohon jati tersebut. Dan saat itu mulailah ada kampung Jati di desa tersebut, kampung Jati merupakan kampung pertama di desa tersebut sebelum dijadikan desa. Dari kata mena berkembang menjadi benda, yang jelas nama dari desa Cibenda tersebut diambil dari peristiwa yang menimpa orang pendatang.8 Yang penulis temukan bahwa masyarakat disana adalah tipe masyarakat desa yang terbuka. Dan ciri-ciri masyarakat ini adalah masyarakat Pedesaan industri yang sedang berkembang. Menurut Elizabet K. Notingham, masyarakat tipe ini tidak begitu terisolasi karena perubahannya yang cepat, lebih luas daerahnya, tingkat perkembangan teknologi lebih tinggi dari pada masyakat Masyarakat yang terbelakang dan nilai sakral. Ciri-ciri umumnya adalah pembagian kerja yang luas, kelas-kelas sosial yang beraneka ragam serta adanya kemampuan baca tulis sampai tingkat tertentu. Pertanian dan industri tangan adalah sarana-sarana utama untuk menopang ekonomi pedesaan dengan beberapa pusat perdagangan kota. Lembaga-lembaga pemerintahan dan kehidupan ekonomi berkembang menuju spesialisasi dan jelas dapat dibedakan. Dari segi agama,dianggap memberikan arti dan ikatan terhadap sistem nilai, akan tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan sekuler itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Pola-pola yang berlaku bagi pelaku sosial yang penting pria, wanita, suami, istri, orang tua, anak, penguasa, rakyat, pembeli, 8
E. Suhandi (tokoh masyarakat ) wawancara oleh herlina, tanggal 20 September, 2015. 68
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
penjual, tuan tanah, penyewa, prajurit, tokoh agama, sarjana yaitu yang mendapat konsfirmasi agama. Di lain pihak agama tidak memberi dukungan, yang sempuna seperti itu terhadap aktivitas sehari-hari sebagaimana dalam masyarakat tipe petama. Lagi pula kepercayaan keagamaan itu sendiri pantas dikembangkan dengan agak baik sebagai suatu sitem yang serba lengkap seperti yang penulis temukan di Desa Cibenda tersebut. Oleh karena itu disinilah terdapat kemungkinan bagi timbulnya ketegangan antara sistem nilai keagamaan dan masyarakat secara keseluruhan meskipun kecenderungan bagi agama untuk tenggelam kedalam tradisi tetap ada. Akan tetapi dalam masyarakat tipe kedua, agama bisa merupakan fokus potensial bagi munculnya pembaharuan yang kretif dan juga kekacauan masyarakat. Perlu diketahui bahwa dalam hubungan ini agam-agama besar etik yang di dirikan di dunia- Budha, Yahudi, Kristen, Islam- muncul dan berkembang didalam masyarakat tipe ini membentuk sinkritisme dan merupakan cikal bakal terhadap pemahaman pluralisme. a. Ritual Keagamaan Sebelum Terjadinya Pergeseran Budaya.
Nilai keagamaan dalam masyarakat ini menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian tingkah laku perorangan dan pembentukan citra pribadinya. Sebagian besar anggota masyarakat ini adalah anggotaanggota suatu organisasi agama yang berpengaruh, yang biasanya juga mengelola pemberantasan buta huruf dan pendidikan. konflik keagamaan disini hanya pertentangan batin karena di landasi oleh agama saja, oleh karena itu tidak terlalu terlihat karena tidak berbentuk kemuka atau aksi.9 Seperti yang telah peneliti paparkan sebelumnya bahwa sistem keagamaan masyarakat di Desa ini Mengalami sinkritisme yang berpengaruh terhadap ritual-ritual keagamaan yang terjadi di masyarakat ini, namun seiring berjalannya waktu, saat ini ritual-ritual tersebut sudah tidak di pakai lagi. 9
Elizabeth k. Notingham, Agama dan Masyarakat, Rajagrafindo Persada, Jakarta: 1996, 54-58
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
Salah satu contohnya masyarakat di desa ini dulu sangat mempercayai adanya roh gaib, tidak jarang setiap malam jum’at masyarakat ini membakar kemenyan dan kemenyan tersebut diletakan di belakang rumah mereka, hal ini dilakukan untuk mengusir roh,atau hantu yang datang di malam jumat tersebut. Masyarakat ini juga melakukan ritual ngaruat atau menaruh kepala kambing saat ada salah satu masyarakat yang ingin membangun rumah, hal ini di lakukan atas kepercayaan tentang roh jahat yang akan membuat si calon pemilik rumah tersebut merasa malas dan menyebabkan bangunan tersebut tersebut tidak jadi dibangun, dengan dilakukan nya ritual tersebut di harapkan bangunan tersebut cepat selesai karena semangat dari pegawai dan pemilk rumah. Selain itu ada ritual yang dilakukan oleh masyarakat ini seperti Marhabaan, marhabaan adalah syukuran 40 hari bayi setelah di lahirkan, berupa tahlil dan membaca ayat suci Al-Qur’an, namun marhabaan yang dilakukan oleh masyarakat ini tidak demikian, nama marhabaan di ganti dengan nama Mahinum, mahinum berasal dari kata Pahinuman yang berarti makanan yang terbuat dari kacangkacangan. Berupa kacang tanah lalu d campurkan dengan kayu muda, masyarakat di sana menyebutnya iwung. Saat hari perayaan marhabaan tersebut di iringi dengan ngahuripan dalam bahasa sunda kata ini sama dengan ngahirupan upacara ini dilakukan dengan cara simbol-simbol seperti bayi harus di pakaikan gelang dan kalung dari benang warna putih, dan menyiapkan telor ayam hitam dan ayamnya lalu menggunakan beras yang di berikan kepada ayam tersebut, putih teor tersebut di oleskan kepada alis bayi tersebut. hal tersebut memiliki makna tersendiri, dimana kalung dan gelang di harapkan bahwa bayi setelah dewasa akan mendapatkan gelang dan kalung yang terbuat dari emas berlian, lalu ayam hitam betina tujuan nya agar kelak si anak setelah dewasa bisa hidup mandiri dan mencari kesuksesan nya sendiri, dan beras tujuan nya agar kelak si anak setelah dewasa bisa berbagai atau memberi harta kepada orang yang membutuhkan( dermawan).
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
Namun ritual-ritual tersebut saat ini sudah tidak ditemukan dan tidak gunakan lagi oleh masyarakat di desa Cibenda tersebut. b. Sistem Keagamaan Masyarakat Desa Cibenda sebelum terjadinya perubahan Budaya.
Tradisi keagamaan di masyarakat desa Cibenda memiliki kegiatan keagamaan tertentu seperti yasinan, tahlilan, solawatan itulah ciri khas NU. Tradisi yang berkembang di masyarakat adalah karakter Islam Nusantara. Karakter dan praktik yang dilakukan umat Islam di Nusantara itulah ciri khas keagamaan NU Masyarakat misalnya tiap Kamis, mengadakan tradisi yasinan. Tradisi yasinan ini dihadiri oleh siapa saja. Mereka yang bisa membaca tulisan Arab atau tidak, tetap Menghindari upacara yasinan, mereka bisa membaca latinnya dulu. Salah atau benar bacaan mereka, tidak dipersoalkan. Tetapi lama-kelamaan, mereka akan hafal seiring berjalannya waktu, tambahnya. Warisan-warisan Walisongo seperti itu sampai kini masih mengisi praktik keagamaan masyarakat Islam Nusantara NU adalah organisasi keislaman yang berakar pada akidah Ahlussunnah wal Jama‘ah-nya Imam Asy‘ari dan Maturidi. Teologi bercorak Asy‘arian dan Maturidian ini cenderung mengakomodir tradisi keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi keagamaan yang antara lain upacara tahlilan, yasinan, kenduren, dan hadiyah doa, mendapat tempat tersendiri dalam teologi keduanya, Ia menegaskan bahwa banyak sekali orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan Arab surat Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal karena surat Yasin dibaca rutin di kampungkampung tiap Kamis. Mereka pada giliran tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin bahwa orang yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian alam. Selain itu kegiatan keagamaan yang sering dilakukan oleh masyarakat Desa Cibenda ini yaitu Maulid Nabi, tradisi keagamaan tersebut biasa dilakukan satu tahun sekali yaitu pada
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
69
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
bulan rabiul awal, dalam rangka memperingati hari kelahiran nabi Muhammad Saw. Kegiatan maulid nabi di masyarakat ini biasanya dilakukan dengan sangat meriah seperti mengundang tokoh agama sebagai penceramah, dan para seniman yang sengaja di datangkan dari luar ataupun seniman lokal, untuk membawakan solawat, dan masyarakat disanapun sangat antusias dalam acara tersebut, hal ini memberi pesan bahwa selain memiliki nilai kesakralan kegiatan tersebut juga memiliki nilai sosial yaitu menjalin kebersamaan dalam menjaga nilai persaudaraan khusunya di masyarakat desa Cibenda tersebut. Selain maulid nabi adapula kegiatan keagamaan yang bernama Rajaban atau memperingati hari Isra Miraj, Isra Miraj yaitu memperingati kenaikan nabi Muhammad dari mekah ke sujrotul muntaha. Acara peringatan Isra Mi’raj ini dilakukan dengan cara mengundang tokoh agama untuk jadi penceramah, dan masyarakat tersebut membawa makanan dari Rumah nya dan di bawa ke mesjid, untuk saling berbagi makanan kepada orang lain. Selain itu pula masyarakat memberikan makanan kepada tokoh agama untuk diberikan kepada para jamaah yang berada di mesjid. Selain itu pula ada tradisi keagamaan yang di sebut Tahlillan Tahlilan adalah ritual atau upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke 1000. Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis selama berada di Desa tersebut, bisa menimbulkan argumen bahwa mayarakat Desa Cibenda adalah masyarakat yang mengalami pergeseran budaya, dan pergeserannyapun cukup cepat, dan menurut Elizabet K. Notingham adalah masyarakat pra industri yang sedang berkembang, dan untuk 70
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
memperdalam pluralisme, masyarakat tipe inilah yang sesuai. Dan berdasarkan hasil wawancara penulis, masyarakat Desa Cibenda memandang keragaman adalah sebagai suatu yang wajar dan sah, khususnya di negara Indonesia yang terbentuk menjadi negra NKRI ini tidak terlepas dari bangsa yang berbeda- beda baik dari ras, suku, agama dan budaya. Selain itu Negara Indonsesia menjadi NKRI (negra kesatuan Republik Indonesia) memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda namun satu tujuan yaitu membangun perdamaian di Negara. Begitupun dengan konsep keragaman agama Negara telah mencantumkannya dalam falsafah Negara yaitu pancasila di sila pertama yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa, artinya di sininegaramemilikitujuan yang sangat mulia yaitu melihat keragaman agama yang ada di Indonesia harus tetap berdampingan tanpa adanya konflik. Berikut ungkapan dari tokoh masyarakat yang bernama, Jajang Suparman: “perbedaan agama merupakan suatu keanekaragaman ideologi yang tercantum dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan merupakan asas dasar dari pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi “ ketuhanan yang maha Esa.”10 c. Persfektif Masyarakat Desa Cibenda Terhadap Jurusan Perbandingan Agama.
Implikasi dan pandangan masyarakat terhadap jurusan Perbandingan Agama dapatlah disimpulkan menjadi dua katagori yaitu katagori masyarakat yang terbuka atau yang sudah menerima keragamana agama yang ada di Indonesia, katagori ke dua yaitu masyarakat yang masih belum menerima keragaman agama, sekalipun menerima itu hanya tuntunan dia sebagai warga negara Indonesia. Dan hal tersebut digambarkan oleh tokoh yang penulis wawancarai yaitu pa jajang suparman, beliau menceritakan kepada penulis bahwa disana ada beberapa lulusan jurusan Perbandingan Agama, dan beliau merasa lulusan jurusan Perbandingan Agama 10
Jajang Suparman (Tokoh Masyarakat), wawancara oleh herlina, tanggal 27 November 2015.
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
manfaatnya banyak di rasakan. Selain aktip di beberapa kegitan di Desa seperti acara tujuh belas agustus yang sering mengadakan perlombaan MTQ tingkat Desa, juga aktip di organisasi desa seperti karang taruna yang mengadakan kegiatannya jumsih (jum’at bersih agar semua ikut terlibat atau gotong royong. Selain itu pa jajang juga memiliki putra yang beliau kuliahkan di jurusan perbandingan Agama. Dan menurut pa jaajng bahwa Jurusan Perbandingan Agama sangat berguna untuk pedoman kerukunan antar umat beragama yang ada di indonesia agar menjadi solid dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang multikultural seperti di indonesia untuk menanamkan sikap toleransi pada masa kini dan masa yang akan datang.11 Ketiga penulis memberikan pertanyaan kepada pa abdurohman yang merupakan kepala Desa tentang pandangan masyarakat Desa Cibenda tentang konsep kerukunan untuk Indonesia. Dan beliaupun mengungkapkan bahwa konsep toleransi harus dimiliki oleh setiap manusia, toleransi adalah sikap menghargai orang yang berbeda dengan kita, tujuannya untuk mendamaikan masyarakat khususnya indonesia yang berbeda-beda agama, suku, ras, dan budaya yang harus memahami satu sama lain dan mampu menghargai pendapat orang lain, khususnya dalam agama, saling tolong menolong dalam kebaikan karena Indonesia merupakan negara multikultural, maka dari itu akan terjadi kerukunan. Beliau juga mengungkapkan bahwa Jurusan Perbandingan Agama sangat berguna untuk pedoman kerukunan antar umat beragama yang ada di Indonesia agar menjadi upaya untuk menjaga kesatuan dan persatuan terhadap perbedaan antar umat beragama.12 Dan dari hasil penyebaran angket, penulsi menemukan : Masyarakat di Desa ini sudah banyak menerima konsep keragaman,hal ini dapat dibuktikan dari hasil penyebaran angket yang menyatakan 34 orang menempatkan 11
Jajang Suparman (tokoh masyarakat).wawancara oleh herlina, pada 27 November 2015. 12 Abdul, (Tokoh Desa), wawancara oleh herlina, di kantor desa Cibenda, pada tanggal 24 november 2015.
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
keragaman agama bukan lagi suatu hal yang asing di telinga masyarakat, artinya masyarakat terebut sudah bisa melihat adanya keragaman di Negara Indonesia. Ketika ditanyakan apa yang menyebabkan terjadinya kerukunan antar umat beragama yang menjawab sikap menghargai perbedaan jauh lebih banyak di bandingkan dengan yang menjawab mengakui perbedaan saja dan tidak mengakui perbedaan. Hal ini dibuktikan oleh hasil angket dimana yang menjawab sikap menghargai perbedaan sebanyak 21 orang, atau sedangkan yang menjawab mengakui perbedaan sebanyak 18 orang atau dan terakhir yang menjawab tidak menghargai perbedaan sebanyak 10 orang. Hal itu menunjukan bahwa ciri awal sikap terbuka yang dimiliki oleh masyarakat desa Cibenda. Ketika ditanyakan apakah masyarakat tersebut mengetahui tentang jurusan perbandingan agama, yang menjawab mengetahui sebanyak 12 orang dan yang tidak mengetahui 80 orang. Hasil angket tersebut menunjukan bahwa jurusan Perbandingan Agama belum terlalu dikenali oleh masyarakat terutama di desa Cibenda, namun ada beberapa orang yang sudah mngetahui jurusan tersebut dikarenakan ada alumni dari jurusan perbandingan agama dan ang kuliah di univesitas UIN Bandung. Pertanyaan keempat menanyakan tentang setuju atau tidak adanya jurusan Perbandingan Agama di UIN Bandung yang menyatakan setuju sebanyak 75 orang dan yang tidak setuju sebanyak 21 orang. Hal itu memberikan kesimpulan bahwa masyarakat desa Cibenda menginginkan keberadaan jurusan Perbandingan Agama. Pertanyaan selanjutnya penulis mengajukan pertanyaan tentang perlukah jurusan Perbandingan Agama untuk menyelesaikan konflik agama, dan yang menjawab perlu sebanyak 35 orang, yang meenjawab tidak perlu 22 dan yang menjawab sangat perlu 20. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat mayoritas sudah mengakui bahwa jurusan perbandingan agama mampu berkontribusi dalam menyelesaikan konflik keagamaan.
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
71
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
Ketika ditanyakan arti jurusan perbandingan agama kepada masyarakat tersebut, yang menjawab membandingkan agamaagama sebanyak 33 orang, yang menjawab untuk mencari agama mana yang paling benar sebanyak 19 orang, dan yang menjawab untuk memahami agama lain sebanyak 41 orang. Hal ini memberi kesimpulan bahwa yang menjawab memahami agama lain itu lebih banyak, namun masih banyak asumsi-asumsi yang beredar di masyarakat mengandung arti yang harus di luruskan dan diberikan pengertian yang lebih jelas kepada masyarakat tersebut. Pertanyaan ketujuh menanyakan tentang apakah anda setuju perbandingan agama dirubah menjadi studi agama-agama, dan yang menjawab setuju sebanyak 70, yang kurang setuju 20, dan tidak setuju 10. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat di desa ini menginginkan nama dari jurusan perbandingan agama dirubah menjadi studi agama-agama itu jauh lebih banyak dibandingkan yang mengingkan tetap dengan nama jurusan perbandingan agama, karena dengan studi agama-agama itu akan merubah perspektif yang buruk tentang jurusan perbandingan agama. Pertanyaan selanjutnya apakah jurusan perbandingan agama memberi manfaat, dan yang menjawab memberi manfaat sebanyak 70 orang, yang menjawab tidak memberi manfaat sebanyak 6 orang. Hal ini menujukan bahwa masyarakat di desa tersebut mengakui adanya manfaat yang di berikan oleh jurusan Perbandingan Agama dikarenakan disediakan di perguruan tinggi dan pasti memberikan manfaat, namun ada pula yang menjawab memberi manfaat tersebut alasannya adalah karena lulusan dari jurusan tersebut yang mampu berkontribusi dalam kehidupan beragama di masyarakat. Pertanyaan kesembilan bagaimana cara untuk terjadinya kerukunan antar umat beragama yang menjawab sikap menghargai kepada orang yang berbeda agama sebanyak 71, yang menjawab menjalin kerjasama dengan orang yang berbeda agama sesuai selogan bhineka tunggal ika sebanyak 26 72
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
orang dan yang menjawab tidak menghargai orang yang berbeda agama sebnayak 10 orang. Hal ini menujukan bahwa masyarakat tersebut lebih banyak yang memiliki sikap terbuka dan tidak menutup diri terhadap orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Pertanyaan kesepuluh apa solusi agar jurusan perbandingan agama dikenali, yang menjawab sosialisasi kedesa-desa sebanyak 72, yang menjawab bekerjasama dengan kementrian agama untuk membuat kurikulum tingkat SD,SMP, SMA tentang kerukunan sebanyak 10 orang, dan yang menjawab sosialisasi ke media-media sosial, sebanyak 18 orang. Hal ini memberi pengertian bahwa masyarakat tersebut memberikan cara kepada Institusi agar mampu mensosialisasikan jurusan nya, khusunya dengan cara sosialisasi ke desa-desa. Dari penelitian diatas, penulis menyimpulkan bahwa untuk mengembangkan studi agama-agama atau perbandingan agama maka beberapa pihak harus bisa mengenali tipe kalangan baik akademik maupun masyarakat apakah inklusif atau eksklusif. Dan jika sudah mengetahui cirimasyarakatnya, maka akan memudahkan studi agama-agama untuk bisa eksis baik secara nasional maupun internasional tentunya dengan visi dari studi agama-agama atau perbandingan agama yaitu sadar akan keragaman untuk menciptakan kehidupan yang harmonis antar sesama manusia beragama. C. SIMPULAN Ilmu Perbandingan Agama untuk sebagian masyarakat Indonesia masih asing keberadaaanya selain itu masih adanya asumsi masyarakat yang terjebak pada symbol atau judul dari ilmu tersebut. Dimana dengan nama Perbandingan Agama member kesan yang kurang baik yaitu membanding-bandingkan agama. Padahal buat apa agama dibandingbandingkankan sudah pasti agama saya yang paling benar. Untuk itulah agar Ilmu Perbandingan Agama dapat diterima di masyarakat dan tidak adanya salah persepsi
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
sebaiknya nama diganti menjadi Studi AgamaAgama. Selain masalah nama, ada masalah lain yang harus dirubah oleh Jurusan Perbandingan Agama agar keberadaannya dapat sejalan dengan fenomena keberagaman masyarakat Indonesia yang plural, maka dari itu metode yang dipakai oleh Jurusan Perbandingan Agama harusnya menggunakan metode pluralistik atau holistik dengan pendekatan studi agama-agama dengan mengedepankan kemajemukan dan menerima perbedaanperbedaan, bukan dengan menggunakan metode perbandingan dengan pendekatan dakwah, walaupun perbandingan tidak sama sekali ditinggalkan tetapi pendekatannya haruslah akademis. Beberapa kekurangan lain dari Jurusan Perbandingan Agama di ketiga UIN tersebut adalah masih kacaunya system kurikulum yang diterapkan hal ini ditandai dengan seringnya kurikulum berubah-rubah pada waktu singkat, sehingga mahasiswa kesulitan dalam mengambil mata kuliah yang diinginkan. Tidak jelasnya paradigma yang digunakan dan masih cenderung mengunggulkan kedudukan satu agama tertentu. Tidak adanya keseragaman visi, misi, serta tujuan yang dipakai mengakibatkan paradigma yang dipakainya pun berbeda. Adapun bentuk implikasi dan implementasi keberadaan ilmu Perbandingan Agama terhadap terciptanya kerukunan hidup umat beragama pada masyarakat Indonesai sangat terlihat karena Ilmu Perbandingan Agama dapat menjembatani berbagai perbedaan keagamaan yang terjadi di masyarakat karena ilmu ini mengajak manusia untuk berfikir lebih positif dan terbuka dalam meliaht berbagai perbedan jalan keagamaan yang ditenpuh oleh manusia agar dapat dipahami dan kemudian timbul saling menghargai. Dan bentuk implementasi keberadaan Ilmu Perbandingan Agama dalam menciptakan kerukunan dapat dilakukan melalui para mahasiswa dan alumninya yang dengan keberadaannya di masyarakat dapat membentuk nuansa baru bagi pemahaman pluralism yang ada
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
di masyarakat walaupun sifatnya masih individual ataupun kelompok. Dan bila dilihat dalam konteks kemasyarakatan keberadaan Ilmu Perbandingan Agama dapat membuka pintu komunikasi antara sesama pemeluk agama yang berbeda atau sama melalui forum dialog yang selama ini dirasakan terkesan beku, melalui forum dialog dan menciptakan komunitas bersama anatar iman yang selama ini mulai marak di Indonesia. Adapun bentuk kegiatan yang biasa dilakukan oleh mahasiswa di ketiga UIN tersebut baru sebatas mengadakan acara-acara social dan diskusi-diskusi dengan menjalin komunikasi dengan berbagai komunitas keagamaan baik yang bersifat formal ataupun informal. Untuk UIN Yogyakarta mereka aktif melakukan komunikasi dengan komunitas agama lain dan mereka membuat satu komunitas antar iman. Untuk Bandung hanya baru bekerja sama dengan mereka pada tarap acara-acara resmi saja begitu juga dengan Jakarta. Untuk prospek dan pengembangan ilmu dan Jurusan Perbandingan Agama di Indonesia dipandang cukup baik selama pluralism keagamaan dan budaya di Indonesia masih menjadi fenomena nyata yang belum terbina dengan baik, tetapi untuk Jurusan Perbandingan Agama khususnya masih harus memerlukan banyak rekonstruksi agar keberadaannya dapat diterima dan dirasakan oleh masyarakat luas. Adapun masalah-masalah yang harus direkonstruksi sudah di atas. Penulis membuat klasifikasi persyaratan yang jelas dan melakukan rekruitmen yang ketat bagi mahasiswa baru yang ingin masuk Jurusan Perbandingan Agama. Karena sebenarnya ilmu ini memerlukan kesiapan mental yang lebih dibandingkan ilmu lainnya. Ukuran kuantitas boleh sedikit atau satu kelas tetapi kualitas yang dihasilkan nantinya akan baik. Khususnya UIN Bandung sebaiknya tidak mengedepankan kuantitas dan menempatkan Jurusan Perbandingan Agama sebagai Jurusan yang ditawarkan. Karena hal itu berimbas pada mental mahasiswanya yang merasakan keberadaan Jurusan ini seperti buangan atau
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
73
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
terpinggirkan di antara Jurusan - Jurusan lainnya. Mencari dosen-dosen yang benar-benar lulusan dan ahli dari Ilmu Perbandingan Agama agar tidak terkesan subjektif dalam mengajar serta menyediakan perpustakaan khusus yang terdiri dari literature asli ilmuilmu Jurusan Perbandingan Agama. Melalui cara bekerjasama dengan para alumni dan dosen-dosen yang sedang studi di dalam atau di luar negeri. Hal itu dapat membantu para mahasiswa untuk terbiasa menggunakan bahasa asing dan menumbuhkan keberanian akademik dalam penelitian dengan mengangkat tema-tema pada fenomena keagamaan yang bersifat kontemporer. Hal ini juga baik untuk memberikan informasi bagi mahasiswa perbandingan agama terhadap perkembangan Ilmu Perbandingan Agama yang terbaru. Juga agar tidak terjadinya pemicu konflik batin khususnya di masyarakat pedesaan dalam menafsirkan yang menganggap Jurusan Perbandingan ini jelek, dikarenakan kurangnya upaya jurusan dalam memperkenalkan Jurusanya kepada Masyarakat Pedesaan. Oleh karena penulis berharap sosialisasi ke desadesa dan kerja sama dengan media-media, adalah cara yang tepat agar masyarakat mengetahui tujuan dari Jurusan Perbandingan Agama yaitu menanamkan sikap toleransi untuk kerukunan hidup beragama. Sementara saran Bagi Mahasiswa Perbandingan Agama adalah : Mereka harus meningkatkan pemaamannya tentang Ilmu Perbandingan Agama dan metodologi ilmu-ilmu bantunya, agar dapat mengkombinasikan anatara keduanya dalam melihat setiap fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat. Dan mereka juga harus meningkatkan pemahamaan tentang ajaran agama yang diperlukanya, agar tidak terjebak pada pemikiran-pemikiran radikal yang dapat mengkikis keamanannya. Mahasiswa juga di tuntut untuk berfikir kritis, terbuka serta memiliki sikap keagamaan yang pluralistik agar dapat membantu memecahkan kebekuan-kebekuan hubungan antara umat beragama dimasyarakat yang diakibatkan oleh truth claim kebenaran, dan sikap keberagaman yang ekslusif serta 74
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
merubah sistem berfikir taklid yang sekarang beredar di masyarakat. Melalui pembentukan forum komunikasi dialog antar umat beragama yang kondusif dan tidak terkesan kaku dan beku antara iman yang berbeda. Agar mereka tidak hanya berkutat pada tarap wacana tetapi mempunyai pengalaman pada tataran realitas dimasyarakat. adapun bentuk kegiatan ini bisa berupa forum komunikasi formal ataupun informal. Penulis juga mempunyai saran untu pemerintah yaitu: Sebaiknya pemerintah mulai lebih melibatkan bantuan Jurusan Perbandingan Agama dalam menghadapi persoalan-persoalan konflik yang sekarang terjadi serta memberikan perhatian khusus pada Jurusan ini, dengan memberikan bidang tersendiri di departemen agama bagi alumnialumni Jurusan ini. Yang bertugas sebagai media komunikator bagi masyakat dalam menghadapi persoalan dan fenomena keagamaan yang terjadi dimasyarakat dan memberikan penerangan tentang pemahaman keberagamaan yang pluralistik.
DAFTAR PUSTAKA Anuri, Djam’. Ilmu Perbandingan Agama, Pengertian dan Objek kajian, Kurnia Kalam Semesta, 1998. Norman permata Ed, Ahmad. Metodologi Studi agama, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2000. Ketetapan MPR no 11/1978 tentang penghayatan dan pengamalan pancasila. Kompas, “Teologi Pluralsitik Diperlukan dalam Dialog Agama-agama”, senin 16 Oktober 2000. Indonesia, Media. “Pluralisme memang masih Problematis”, Jum’at 12 Desember 1997. Ed, Andito. Atas Nama Agama: wacana Agama Dalam Dialog “bebas” Konflik, Bandung: Pustaka Hidayah, 1998. Abdullah, Amin Studi Agama-Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Syamsul, Arifin. dan Tobroni, Islam pluralisme budaya dan politik-repleksi
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
Roro Sri Rejeki Waluyajati dan Herlina Nurani
teologi untuk aksi dalam keberagamaan dan pendidikan, Yogyakarta: 1994. Arikunto, Suharsimi. Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 1996. Norman, ed, Ahmad. Metodologi studi agama, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2000. Sabri, Muhammad, Keberagaan yang Saling Menyapa pesfektif Filsafat Perenial, ITTAQA Pers. 1999. Saifudin, Fedyani, Achmad M.A. Konflik dan Integrasi-Perbedaan Faham dalam agama Islam. Jakarta: CV. Rajawali, 1986.
Islam dan Studi Agama-Agama di Indonesia
Schuon, Frithjof, Mencari Titik Temu AgamaAgama. Jakarta: Pustaka. 1987. Firdaus, Seri INIS Jilid VII Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia , Jakarta: INIS. 1990. SIhab, DR Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan. 1999. Suara, Hidayatulloh. Edisi: No 09/XI/Januari 1999. Rumadi, “Menyoal Loyalitas Keagamaan”. 1999. Subantari, H. A dkk. Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati. 1997. Elizabeth k. Notingham, Agama dan Masyarakat, Jakarta: Rajagrafindo Persada,1996, 54-58.
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 62-75
75