*Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
PERAN PENASIHAT HUKUM PADA PENGAJUAN EKSEPSI DAN PLEIDOI DI PERADILAN PIDANA
Irlan Puluhulawa Fence M. Wantu Suwitno Y. Imran Jurusan Ilmu Hukum
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peran penasihat hukum pada pengajuan eksepsi dan pledoi di peradilan pidana serta upaya oleh penasihat hukum untuk mendorong terciptanya putusan hakim yang tepat.Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah empiris/sosiologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur serta dengan melakukan wawancara dan observasi. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa untuk mewujudkan peran penasihat hukum dalam sidang pengadilan perkara pidana, penasihat hukum cenderung mengajukan eksepsi dan pleidoi namun pengajuan tersebut pada eksepsi sering mendapat penolakan dari majelis hakim dan pleidoi tidak dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu sehingga mencerminkan peran penasihat hukum pada pengajuan eksepsi dan pleidoi yang tidak ideal. Kemudian upaya-upaya penasehat hukum dalam mendorong terciptanya putusan hakim yang tepat adalah mengajukan eksepsi atas surat dakwaan yang tidak benar, mengajukan pleidoi atas tuntutan yang tidak sesuai fakta, memperkuat bukti-bukti yang diajukan berdasarkan fakta dan kebenaran materil, mendorong terdakwa mengakui kesalahan apabila memang bersalah. Kata Kunci: Peran, Penasihat Hukum, Eksepsi, Pledoi, Peradilan Pidana
*Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
Penegakan hukum merupakan salah satu persoalan serius bagi bangsa Indonesia. Penegakan hukum sabagai usaha semua kekuatan bangsa, menjadi kewajiban kolektif semua komponen. Lembaga pengadilan sebagai salah satu bagian dari sistem peradilan pidana, yang memainkan peranan yang sangat penting. Lembaga pengadilan dalam hal ini diberi tugas untuk mengelola segala permasalahan hukum dari setiap warga negara dalam mencari keadilan. Selain itu, lembaga ini juga menjadi andalan masyarakat dan bahkan menjadi tumpuan dan harapan terakhir bagi mereka yang mencari keadilan melalui jalur hukum. Dari proses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tahap pemeriksaan yang terakhir adalah pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Secara normatif pemeriksaan di muka sidang ini, telah dijelaskan dalam setiap pasalnya yaitu Pasal 145 sampai dengan Pasal 232 KUHAP. Pada hakikatnya penasihat hukum memiliki kedudukan sebagai penegak hukum. Penegakan hukum dalam hal ini adalah usaha untuk melindungi klien yang tersangkut perkara pidana dari praktik hukum yang tidak sesuai dengan hukum itu sendiri. Pada perkara pidana, panasihat hukum cenderung mendampingi klien dari pihak terdakwa dan memiliki kesempatan untuk mengeluarkan pendapat disaat kesempatan itu telah diberikan oleh hakim untuk mengajukan eksepsi (keberatan) terhadap dakwaan penuntut umum dan pleidoi (pembelaan) setelah tuntutan pidana (requisitoir) dibacakan oleh penuntun umum. “Fran Hendra Winarta berpendapat bahwa profesi advokat sesungguhnya sangat sarat dengan idealisme. Sejak profesi ini dikenakan secara universal sekitar 2000 tahun yang lalu, ia sudah dijuluki sebagai Officium Nobile (profesi mulia). Profesi advokat itu mulia karena ia mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan bukan kepada dirinya sendiri, serta berkewajiban menegakkan hak-hak asasi manusia”. Mengenai cara advokat bertindak dalam menangani perkara, kode etik telah mengaturnya dalam kode etik advokat yaitu advokat/penasehat hukum bebas
mengeluarkan
pernyataan-pernyataan
atau
pendapatnya
yang
*Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
dikemukakan dalam persidangan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggungjawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan ataupun tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara proforsional dan tidak berlebihan dengan perkara yang ditanganinya. Dari kenyataan yang ada khususnya di Pengadilan Negeri Gorontalo bahwa banyak terdapat eksepsi yang mendapatkan penolakan dari majelis hakim dan pengajuan pleidoi yang tidak kontributif terhadap putusan hakim yang justru merugikan terdakwa. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut (1) bagaimana peran penasihat hukum pada pengajuan eksepsi dan di peradilan pidana (2) apa upaya-upaya penasihat hukum dalam mendorong terciptanya putusan hakim yang tepat. A. Metode Penulisan Penelitian yang diteliti berdasarkan permasalahan diatas yaitu penelitian secara empiris/sosiologis. Menurut Soerjono Soekanto bahwa penelitian sosiologi atau empiris yang mencakup penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Ronny Hanitijo Soemitro mengemukakan bahwa penelitian hukum empiris atau sosiologis yaitu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Dalam materi penelitian ini, menggunakan jenis data primer dan sekunder (Library Research). Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Peneliti akan melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Gorontalo dengan populasi diantaranya penasehat hukum di Pengadilan Negeri Gorontalo dan hakim Pengadilan Negeri Gorontalo dan sampel yang terdiri dari 5 (lima) penasihat hukum dan 3 (tiga) hakim. teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumentasi atau melalui penelusuran literature serta dengan melakukan wawancara atau observasi. Adapun analisis data dalam penelitian hukum memiliki sifat deskriptif. sifat analisis deskriptif maksudnya adalah bahwa penelitian dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
objek
penelitian
sebagaimana
hasil
penelitian
yang
dilakukannya
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. B. Hasil dan Pembahasan. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pengadilan Negeri Gorontalo terletak di jalan Achmad Nadjamuddin Kec. Kota Tengah, Kota Gorontalo. Wilayah hukum Pengadilan Negeri Gorontalo meliputi Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Saat ini Pengadilan Negeri Gorontalo mempunyai 2 (dua) tempat sidang (Zittingplas) yang terletak di Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD
NRI 1945, pengadilan di
Indonesia adalah sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Sejalan dengan tugas tersebut di atas, Pengadilan Negeri Gorontalo yang merupakan Pengadilan Negeri tingkat pertama dalam lingkungan Badan Peradilan Umum
melaksanakan tugas
yaitu
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata. Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut di atas, secara umum di Pengadilan Negeri terdapat bagian kepaniteraan dan kesekretariatan. Bagian kepaniteraan melaksanakan administrasi perkara sedangkan
kesekretariatan
melaksanakan
tugas-tugas
administrasi
lainnya. Bagian kepaniteraan Pengadilan Negeri Gorontalo terbagi atas 4 subbagian yaitu: a. Kepaniteraan Perdata b. Kepaniteraan Pidana c. Kepaniteraan Hukum d. Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
Bagian Kesekretariatan Pengadilan Negeri Gorontalo terbagi atas 3 sub bagian yaitu: a. Urusan Umum b. Urusan Keuangan c. Urusan Kepegawaian Pada tanggal 18 Juli 2003 status Pengadilan Negeri Gorontalo telah ditingkatkan dari pengadilan negeri kelas II menjadi Pengadilan Negeri kelas IB, sesuai surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M. 01. AT. 05 Tahun 2003 tanggal 18 Juli 2003. Dalam upaya meningkatkan pelayanan hukum kapada masyarakat maka Pengadilan Negeri Gorontalo mempunyai visi dan misi sebagai berikut: 1. Visi yaitu menciptakan, membagun paradigma baru untuk mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman mandiri. 2. Misi yaitu bekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, juga sesuai dengan diagriskan dalam surat edaran peraturan Mahkamah Agung, agar tercapai rasa keadilan sesuai perturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Peran Penasihat Hukum Pada Pengajuan Eksepsi dan Pleidoi di Peradilan Pidana. Keseluruhan rangkaian pemeriksaan di peradilan pidana tentunya tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Rangkaian pemeriksaan diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang juga biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 54 KUHAP menjamin salah satu dari beberapa hak tersangka/terdakwa yaitu hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Pasal 54 KUHAP menyatakan bahwa “guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Wujud dari pendampingan hukum oleh penasihat hukum untuk terdakwa di saat pengajuan eksepsi untuk menyatakan keberatan terhadap dakwaan dan pleidoi untuk membela terdakwa. Eksepsi pada peradilan pidana adalah suatu surat yang diajukan oleh penasihat hukum kepada majelis hukum pada saat sidang setelah pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum untuk menyatakan keberatan terhadap surat dakwaan. hal ini dimungkinkan oleh karena sebelum persidangan dimulai, maka pada saat penyampaian surat panggilan juga dilampirkan surat dakwaan penuntut umum. Namun demikian, hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk membuat dan menyusun eksepsi atau tangkisan atas surat dakwaan penuntut umum, dan segera dibacakan pada sidang berikutnya. Sesuai dengan sistematika persidangan perkara pidana berdasarkan KUHAP, maka dikatakan sebelum terdakwa atau penasihat hukum mengajukan eksepsi terlebih dahulu pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum. Surat dakwaan disebut “surat tuduhan” atau disebut juga acte van beschuldinging, sedangkan KUHAP seperti yang ditegaskan pada Pasal 140 ayat (1) KUHAP, diberi nama “surat dakwaan”, atau dapat disebut akte van verwijzing atau dalam istilah hukum Inggris disebut imputation. Adapun syarat material menurut Pasal 143 (2) huruf b KUHAP, bahwa surat dakwaan harus memuat uraian “secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu (tempos delicti) dan tempat pidana itu dilakukan (locus delicti). Dalam hal eksepsi atau tangkisan tidak diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya, maka proses persidangan dilanjutkan dengan pembuktian, namun apabila eksepsi atau tangkisan diajukan oleh terdakwa atau pensihat hukumnya, maka proses persidangan dilanjutkan *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
sebaimana diatur dalam Pasal 156 KUHAP, kemudian diputus dengan putusan sela sebagaimana telah diuraikan di atas. Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo juga sering menemui pengajuan eksepsi oleh penasihat hukum untuk menyatakan keberatan terhadap dakwaan penuntut umum. Dari data yang ada bahwa dari seluruh perkara pidana yang telah diputus di Pengadilan Negeri Gorontalo menunjukkan ada sebanyak 79 eksepsi. Dari 79 eksepsi terdapat 61 eksepsi yang ditolak hakim. Kedenderungan pengajuan ini menunjukkan penasihat hukum menilai sering terdapat kekeliruan penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan walaupun pengajuan eksepsi tersebut sering mendapat penolakan dari majelis hakim. Untuk lebih jelas tentang data perkara pidana telah putus yang telah didapatkan hasil penelitian di Pengadilan Negeri gorontalo penulis mendeskripsikan data tersebut sebagai berikut: Tabel perkara pidana telah putus: Tahun Jenis perjara pidana Pidana Umum Pidana Lalu Lintas Pidana Korupsi
Jumlah
131 105
JanuariJuni 2014 81 24
5
2
11
2012
2013
135 76 4 Total perkara
347 205
563
Sumber: Pengadilan Negeri Gorontalo Data juga menunjukkan bahwa dari seluruh perkara pidana telah putus yang mengajukan eksepsi sejak tahun 2012 hingga Juni 2014 adalah sebagai berikut: 1. 2012: Eksepsi yang diajukan: 28 perkara, Eksepsi yang diterima: 7 perkara, Eksepsi yang ditolak: 21 perkara 2. 2013: Eksepsi yang diajukan: 34 perkara, Eksepsi yang diterima: 7 perkara, Eksepsi yang ditolak: 27 perkara
*Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
3. Janauari-Juni 2014: Eksepsi yang diajukan: 17 perkara, Eksepsi yang diterima: 4 perkara, Eksepsi yang ditolak: 13 perkara Dari di atas diatas penulis mendeskripsikan bahwa pengajuan eksepsi tidak berbanding lurus dengan jumlah eksepsi yang diterima oleh majelis hakim yang menunjukkan eksepsi yang ditolak mendominasi sehingga sangat mencerminkan bahwa kurangnya tingkat keakuratan isi eksepsi itu sendiri untuk meyakinkan hakim bahwa dakwaan penuntut umum memiliki kekeliruan dalam aspek formil. Eksepsi yang mendapat penolakan dari majelis hakim lebih banyak dari eksepsi yang diterima oleh majelis hakim. Menurut Noldy Surya Takasanakeng, selaku hakim Pengadilan Negeri Gorontalo bahwa pada asasnya eksepsi adalah suatu upaya hukum dari terdakwa atau penasihat hukumnya dengan tujuan untuk menghindarkan dari pemeriksaan pokok perkaranya, oleh karena apabila eksepsi tersebut dibenarkan dan diterima oleh majelis hakim, maka pemeriksaan tentang pokok perkaranya tidak perlu dilanjutkan lagi. Menurut Hakim PN Gorontalo Abdullah Mahrus, bahwa penolakan terhadap eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum dalam hal untuk menyatakan keberatan terhadap dakwaan penuntut umum disebabkan karena kebanyakan eksepsi sudah masuk membahas pokok perkara, padahal isi eksepsi yang benar adalah membahas tentang dakwaan penuntut umum dalam aspek formilnya. Selain daripada itu eksepsi mendapat penolakan diakibatkan karena surat dakwaan dari penuntut umum sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan berlaku sehingga pemeriksaan pokok perkara harus dilanjutkan. Berdasarkan tahapan pemeriksaan sesuai KUHAP bahwa setelah pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum maka diberi kesempatan kepada pihak terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan. Setelah pembahasan tentang eksepsi telah usai maka dilanjutkan dengan pemeriksaan alat bukti dan disusul dengan pembacaan tuntutan (requisitoir) oleh penuntut umum. Atas *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
tutntutan penuntut umum (requisitoir), pihak terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Menurut Darwan Prints, bahwa requisitoir adalah surat yang dibuat oleh penuntut umum setelah pemeriksaan selesai dan kemudian dibacakan dan diserahkan kepada hakim dan terdakwa atau pensihat hukum”, demikian pula menurut J.C.T Simongkir, bahwa Requisitoir ini bisa juga disebut dengan “surat tuntutan hukum”. Setelah pembacaan tuntutan oleh penuntut umum, maka proses selanjutnya (sidang keempat) segera terdakwa atau penasihat hukum dapat mengajukan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan penuntut umum. Adapun pleidoi atau nota pembelaan diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya sebagai tangkisan atau tanggapan atas tuntutan penuntut umum. Istilah pembelaan atau pleidoi menurut J.C.T Simorangkir, yaitu “pidato pembelaan yang diucapkan oleh terdakwa maupun penasihat hukumnya yang berisikan tangkisan terhadap tuntutan/tuduhan penuntut umum dan mengemukakan hal-hal yang meringankan dan kebenaran dirinya”. Dasar hukum pembelaan (pleidoi) sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP, bahwa “selanjutnya
terdakwa
dan/atau
pensihat
hukum
mengajukan
pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum...”. Di Pengadilan Negeri Gorontalo sesuai keterangan Abdullah Mahsur, menjelaskan bahwa tentunya semua perkara pidana baik itu perkara pidana umum maupun perkara korupsi yang terdakwanya didampingi oleh pensihat hukum mengajukan nota pembelaan (pleidoi) setelah penuntut umum membacakan tuntutan (requisitoir). Terkait pleidoi justru menurut Patah Agung, selaku advokat Gorontalo mengatakan suatu kemutlakan mengajukan pleidoi karena hak dari terdakwa atau penasihat hukum bahkan dinilai itu merupakan suatu tanggung jawab penasihat hukum kepada kliennya (terdakwa). Kasmun Gani, selaku advokat Gorontalo juga menyebutkan bahwa yang *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
mendorong untuk mengajukan pleidoi adalah tuntutan jaksa penuntut umum tidak terpenuhi pasalnya. Tidak terpenuhi pasalnya ini dalam kata lain perbuatan pidana yang telah didakwakan oleh jaksa penuntut umum kepada terdakwa yang dikaitkan dengan pasal yang dituduhkan tidak terpenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal tersebut. Mengenai pleidoi seyogyanya dapat mempengaruhi putusan majelis hakim yang tentunya dapat menguntungkan dari pihak terdakwa dimana pleidoi seharusnya sesuai dengan fakta persidangan demi menjunjung kepastian hukum berdasar kenyataan yang ada. Ketika penasihat hukum dalam pleidoi meminta kepada majelis hakim agar terdakwa dibebaskan padahal menurut fakta persidangan menunjukkan terdakwa terbukti bersalah, menurut Patah Agung, berpendapat bahwa tindakan penasihat hukum seperti itu adalah melanggar kode etik advokat karena dinilai berlebihan dan tidak menjunjung keadilan. Kode etik advokat melarang para advokat untuk berlebih-lebihan dalam menangani suatu perkara. Pasal 7 huruf g Kode Etik Advokat menyatakan “Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana. Terlebih pada Profesi advokat sudah dikenal sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Jifly Adam, selaku Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo menyatakan bahwa
agar
pleidoi
berpengaruh
pada
putusan
hakim
untuk
menguntungkan posisi terdakwa, pleidoi tersebut harus berkesesuaian dengan fakta persidangan. Akbiat dari pleidoi yang tidak berdasar pada fakta persidangan tentunya tidak dijadikan pertimbangan dan tidak berpengaruh pada putusan hakim. Kondisi pleidoi di sidang-sidang Pengadilan Negeri Gorontalo banyak ditemui pleidoi yang subjektif. Untuk kemenangan suatu perkara *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
penasihat hukum mengajukan pleidoi yang isinya meminta kepada majelis hakim untuk menghukum terdakwa dengan hukum yang sangat ringan bahkan meminta agar terdakwa dibebaskan tanpa melihat fakta persidangan. Menurut Abdullah Mahsur, selaku hakim Pengadilan Negeri Gorontalo dalam menyebutkan bahwa kondisi pledoi yang dapat mempengaruhi putusan hakim itu bervariatif, ada yang mempengaruhi dan ada yang tidak. Pleidoi yang mempengaruhi itu adalah pleidoi yang telah sesuai dengan fakta persidangan dan permintaan dalam isi pleidoi sudah sesuai dengan kebenaran yang ada dan mengandung nilai keadilan. Pleidoi yang tidak mempengaruhi putusan hakim yaitu pleidoi yang cenderung isinya menjelaskan berbeda dengan fakta persidangan dan permintaannyapun dalam pleidoi berlebihan sampai meminta terdakwa dibebaskan padahal jelas dalam fakta persidangan terdakwa terbukti bersalah. Untuk mewujudkan peran penasihat hukum dalam sidang pengadilan perkara pidana, penasihat hukum cenderung mengajukan eksepsi dan pleidoi namun pengajuan tersebut pada eksepsi sering mendapat penolakan dari majelis hakim dan pleidoi tidak dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu sehingga mencerminkan peran penasihat hukum pada pengajuan eksepsi dan pleidoi yang tidak ideal. 3. Upaya Penasihat Hukum Dalam Mendorong Terciptanya Putusan Hakim yang Tepat. Selaku penegak hukum, Penasihat Hukum dalam menangani suatu perkara seyogyanya senantiasa berusaha untuk mendorong terciptanya putusan hakim yang tepat. Walaupun hakim yang berwenang untuk menentukan putusan, namun penasihat hukum dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan agar tercipta putusan hakim yang tepat. Abdullah Mahsur, selaku hakim Pengadilan Negeri Gorontalo mengatakan bahwa putusan hakim yang tepat itu adalah putusan hakim *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
yang sebelumnya telah memiliki pertimbangan yang matang dan memiliki nilai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang merupakan cita hukum itu sendiri. Untuk mewujudkan putusan hakim yang memiliki unsur kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan tidak terlepas harapan agar penasihat hukum berkontribusi dalam hal itu, sehingga dibutuhkan upaya-upaya yang harus dilakukan oleh penasihat hukum sebagai salah satu penegak hukum. Patah Agung, selaku advokat Gorontalo menyatakan bahwa memang sebagai penegak hukum kita harus mendorong terciptanya putsan hakim yang tepat khususnya di peradilan pidana dengan cara: 1. Mengajukan eksepsi atas surat dakwaan yang tidak benar; 2. Mengajukan pleidoi atas tuntutan yang tidak sesuai fakta; 3. Memperkuat bukti-bukti yang diajukan berdasarkan fakta dan kebenaran materil. Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa. Untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seseorang tentunya harus dibuktikan dengan alat bukti sehingga dengan berdasarkan alat bukti hakim dalam menjatuhkan putusan berupa pidana adalah tindakan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Penasihat hukum dengan rasa tanggungjawab juga dituntut untuk berusaha menguperkuat bukti berdasarkan fakta yang ada saat menangani suatu perkara di sidang pengadilan dan juga berdasarkan kebenaran materil. Menurut Kasmun Gani, selaku penasihat hukum di Gorontalo juga menambahkan bahwa upaya yang dilakukan oleh penasihat hukum untuk *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
mendorong terciptanya putusan hakim yang tepat khususnya di peradilan pidana itu sendiri yakni: 1. Mengajukan eksepsi atas surat dakwaan yang tidak benar; 2. Mengajukan pleidoi atas tuntutan yang tidak sesuai fakta; 3. Mendorong terdakwa mengakui kesalahan apabila memang bersalah. Pengakuan seorang terdakwa dalam pemeriksaan juga dapat menjadikan sebagai faktor yang dapat meringankan hukum terdakwa karena dengan pengakuan tersebut cenderung terdapat penyesalan dan keinsyafan untuk tidak mengulangi perbuatan pidan lagi di kemudian hari. C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Untuk mewujudkan peran penasihat hukum dalam sidang pengadilan perkara pidana, penasihat hukum cenderung mengajukan eksepsi dan pleidoi namun pengajuan tersebut pada eksepsi sering mendapat penolakan dari majelis hakim dan pleidoi tidak dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu sehingga mencerminkan peran penasihat hukum pada pengajuan eksepsi dan pleidoi yang tidak ideal. Upaya-Upaya Penasehat Hukum Dalam Mendorong Terciptanya Putusan Hakim Yang Tepat adalah sebagai berikut: a. Mengajukan eksepsi atas surat dakwaan yang tidak benar. b. Mengajukan pleidoi atas tuntutan yang tidak sesuai fakta. c. Memperkuat bukti-bukti yang diajukan berdasarkan fakta dan kebenaran materil. d. Mendorong terdakwa mengakui kesalah apabila memang bersalah. 2. Saran Adapun saran yang hendak disampaikan antara lain: (1) Penasihat Hukum sebagai penegak hukum dan juga dikenal sebagai profesi mulia (Officium Nobile) sebaiknya terus meningkatkan kemampuannya dalam *Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.
menangani perkara khususnya pada pengajuan keberatan (eksepsi) atas dakwaan penuntut umum dan pada pengajuan pembelasaan (pleidoi) atas tuntutan (requisitoir) penuntut umum. (2) agar dapat lebih Teliti dalam penyusunan eksepsi dan pleidoi agar eksepsi tersebut diakabulkan oleh majelis hakim dan pleidoi berpengaruh pada putusan hakim sehingga eksepsi dan pleidoi berkonstribusi dalam terwujudnya putusan hakim yang tepat. (3) Penanganan perkara sebaiknya terus berpedoman pada koridor yang telah ditentukan oleh Kode Etik Advokat.
DAFTAR PUSTAKA Andi Sofyan, Abd. Asis, 2014, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Makassar. Hananta Yudha, 2007, Peran Advokat Dalam Memberikan Jasa Hukum Kepada Kliennya Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus di Kantor Advokat Semarang dan Blora), Tesis Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata. Ilhami Bisri, 2010. Sistem Hukum Indonesia Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta. Yesmil Anwar dan Adang, 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen & Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjadjaran, Bandung. Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat lawyersinbali.wordpress.com/2013/04/17/profesi-dan-kode-etik-profesi-advokatindonesia/, diakses pada tanggal 18 Juni 2014.
*Irlan Puluhulawa, NIM : 271409052 **Dr. Fence M. Wantu, SH, MH,*** Suwitno Y. Imran, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial.