INTERNALISASI NILAI KARAKTER DISIPLIN MELALUI PENCIPTAAN IKLIM KELAS YANG KONDUSIF DI SD MUHAMMADIYAH SAPEN YOGYAKARTA Wuri Wuryandani1), Bunyamin Maftuh, Sapriya, Dasim Budimansyah2) Negeri Yogyakarta dan 2)Universitas Pendidikan Bandung email:
[email protected]
1)Universitas
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menemukan berbagai upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam proses internalisasi nilai karakter disiplin di sekolah dasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta, dengan subjek guru dan siswa. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim kelas yang kondusif merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses internalisasi nilai karakter disiplin di sekolah, khususnya sekolah dasar. Beberapa kegiatan yang dilakukan guru pada tahap perencanaan adalah mempersiapakan sarana dan prasarana kelas, meliputi wastafel di dekat kelas, rak sepatu, tempat sampah, tempat mengumpulkan tugas siswa, tata tertib kelas, pesan-pesan afektif, daftar piket, dan sebagainya. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan pembelajaran, guru perlu melakukan proses pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan, dan menjaga konsistensi dalam penerapan aturan sekolah maupun aturan kelas. Pada tahap akhir yaitu evaluasi terhadap proses belajar mengajar guru perlu melakuukan refleksi tentang perilaku disiplin siswa pada hari itu. Dalam upaya menciptakan iklim kelas yang kondusif tidak terlepas dari keteladanan kepala sekolah. Kata Kunci: internalisasi, karakter disiplin, iklim kelas
INTERNALIZATION OF THE CHARACTER OF DISCIPLINE THROUGH THE CREATION OF CONDUCIVE CLASSROOM ATMOSPHERE AT MUHAMMADIYAH SAPEN ELEMENTARY SCHOOL IN YOGYAKARTA Abstract: This study aims to find the various effortsmade by the teachersto create a conducive classroom atmosphere for the internalization process of the character of discipline in elementary school. This was a descriptive study using a qualitative approach conducted at Muhammadiyah Sapen Elementary School in Yogyakarta, with the subjects consisting of teachers and students. The data were collected through observation, interview, and documentation. Data validity was achieved throughatriangulation technique. The results show that the conducive classroom is an important aspect that must be considered in the internalization process of the character of discipline in schools, particularly in primary schools. Some of the activities carried out at the planning stage were: teachers prepared class infrastructure, covering the washbasin near the classroom, shoe racks, rubbish bins, the box for submitting students’ assignments, classroom rules, affective messages, picket list, and so on. Then, in the implementation phase of learning, teachers needed to run the teaching and learning process as planned, and maintain consistency in the application of the school rules and the classroom rules. At the final stage, evaluation of the teaching and learning process, the teachers needed to reflect on the behavior of the students’ discipline on the day. The effort to create a conduciveclassroom atmospherecould not be separated from the principal’s role model. Keywords : internalization, character of discipline, classroom atmosphere
PENDAHULUAN Pendidikan karakter merupakan hal penting yang harus mendapat perhatian dalam proses pendidikan. Pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter disebabkan
banyaknya peristiwa yang menunjukkan terjadinya krisis moral baik di kalangan anak-anak, remaja, maupun orang tua. Nilai karakter yang perlu dikembangkan adalah kedisiplinan. Berbekal karakter disiplin
175
176 diharapkan akan muncul karakter-karakter yang baik lainnya dalam diri manusia. Pentingnya penguatan nilai karakter disiplin didasarkan pada alasan banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan baik oleh anak-anak, remaja, maupun orang tua. Contoh perilaku tidak disiplin yang ditemui dalam kehidupan masyarakat adalah pelanggaran terhadap tata tertib lalu lintas. Pelanggaran tersebut terjadi baik di kotakota besar maupun di daerah-daerah lain di Indonesia yang lingkupnya lebih kecil. Perilaku tidak disiplin juga terjadi di lingkungan sekolah. Perilaku tidak disiplin yang dilakukan siswa di lingkungan sekolah antara lain datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang lengkap sesuai dengan yang tercantum dalam tata tertib sekolah, membuang sampah sembarangan, mencorat-coret dinding sekolah, membolos sekolah, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak menggunakan seragam sesuai aturan, dan lain-lain. Perilaku tidak disiplin yang dilakukan oleh siswa akan mempengaruhi perilaku menyimpang lainnya yang dapat mengganggu ketenteraman dan keamanan baik di lingkungan sekolah maupun meluas ke dalam lingkungan masyarakat. Munculnya masalah tidak disiplin menunjukkan bahwa pengetahuan yang terkait dengan karakter yang didapatkan siswa di sekolah tidak membawa dampak positif terhadap perubahan perilaku siswa sehari-hari. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada evaluasi aspek kognitif dan psikomotor, tetapi melalaikan aspek afektif. Proses pembelajaran lebih banyak mengajarkan siswa pengetahuan verbalistik yang kurang mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi kehidupan sosial yang akan mereka temui. Hal ini senada dengan yang dituliskan Suparno (2012:8) bahwa pendidikan kita masih terlalu mene-
kankan segi kognitif. Ini pun masih terbatas pada mencari angka, bukan kemampuan analisis kritis siswa terhadap peristiwa yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Suryadi (2012:96) menjelaskan bahwa penyebab utama terjadinya krisis moral dan karakter di kalangan peserta didik, lulusan, pendidik, bahkan pengelola pendidikan, adalah terjadinya dikotomisasi, yaitu pemisahan secara tegas antara pendidikan intelektual di satu pihak dan pendidikan nilai di lain pihak. Padahal, jika mendasarkan pada pendapat Bloom (1979: 7) ada tiga domain dalam pembelajaran yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga domain tersebut harus dikembangkan secara komprehensif dalam pembelajaran. Demikian pula dalam hal pendidikan karakter, untuk dapat membentuk karakter yang baik dalam diri peserta didik, maka sekolah hendaknya mengembangkan tiga aspek penting yaitu moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action (perilaku moral) (Lickona, 1991:53). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penting kiranya bagi sekolah untuk memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan karakter. Hal ini sesuai dengan pendapat Johanson dkk. (2011:109) bahwa sekolah merupakan lembaga yang telah lama dipandang sebagai lembaga untuk mempersiapkan siswa untuk hidup, baik secara akademis dan sebagai agen moral dalam masyarakat. Dalam penjelasan tersebut ditegaskan bahwa sekolah tidak hanya fokus pada pengembangan kemampuan akademik saja, tetapi juga perlu memperhatikan pengembangan moral peserta didik agar kelak dapat dengan mudah diterima oleh lingkungan sosial tempat mereka hidup dan mampu menjadi agen moral di masyarakat.
Internalisasi Nilai Karakter Disiplin melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD Muhammadiyah Sapen
177 Pada level sekolah dasar proses internalisasi nilai karakter disiplin dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-hari yang berupa pembiasaan kepada peserta didik untuk berperilaku disiplin. Hal ini senada dengan yang dituliskan Benninga (1991: 3) bahwa semua sekolah dasar menawarkan kepada siswa kurikulum formal, yang mencakup pengajaran berbagai mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Tetapi, banyak juga sekolah yang memiliki kurikulum informal, dan tidak tertulis yang berfokus untuk mensosialisasikan kewarganegaraan kepada siswanya. Proses ini biasanya dilakukan melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Karakter disiplin merupakan sistem nilai terpola yang dimiliki oleh sekolah. Untuk memelihara agar pola nilai kedisiplinan tetap terpelihara dalam diri setiap anggota komunitas sekolah perlu dilakukan sosialisasi dan internalisasi. Hal ini senada dengan pendapat Parsons seperti yang dituliskan Ritzer & Goodman (2010: 125), bahwa persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai di dalam sistem adalah melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma atau nilai itu diinternalisasikan sehingga norma dan nilai itu menjadi bagian ”kesadaran aktor”. Apabila proses internalisasi dan sosialisasi berhasil, maka pola nilai kedisiplinan yang dimiliki sekolah akan terpelihara dengan baik dalam perilaku setiap warga sekolah, sehingga akan tercipta suasana sekolah yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Salah satu faktor penting yang memiliki pengaruh pada proses internalisasi nilai karakter disiplin di sekolah adalah melalui penciptaan iklim kelas yang kondusif. Pentingnya iklim kelas yang kondusif untuk siswa dalam berlatih berperi-
Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014
laku disiplin disampaikan oleh Gump bahwa perilaku anak menyesuaikan dengan bentuk pengaturan tempat tinggal mereka (Osher, 2010:49). Dengan istilah lain, “tempat akan memaksa siswa”. Dengan demikian apabila lingkungan sekolah mengharuskan siswa berperilaku disiplin, dengan sendiri secara bertahap nilai-nilai karakter disiplin akan terinternalisasi dalam diri siswa. Penciptaan iklim kelas yang kondusif menuntut guru agar mampu mengelola kelas secara baik, sehingga nilai-nilai kedisiplinan yang dimaksudkan oleh guru akan sampai ke dalam diri siswa melalui pembiasaan dan suasana yang diciptakan di dalam kelas. Berry (1994: 5) menjelaskan bahwa disiplin yang paling baik adalah dapat "tertangkap" dan bukan "mengajarkan". Peserta didik akan mengamati bagaimana perilaku guru di dalam kelas terkait dengan bagimana guru mengelola pembelajaran, mengelola kelas, mengatasi tekanan, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menunjukkan temperamen yang stabil, dan memberikan reaksi yang baik terhadap masalah yang timbul. Dalam hal ini suasana kelas diciptakan sedemikian rupa untuk dapat dimanfaatkan siswa sebagai laboratorium eksperimental (Kessler, 2001: 7). Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini hendak dikaji masalah bagaimana guru menciptakan lingkungan kelas yang kondusif bagi siswa agar nilai-nilai karakter disiplin dapat secara optimal terinternalisasi dalam diri siswa. Untuk mendukung dan membahas masalah ini perlu diungkap dan dikaji beberapa ide atau teori dari para ahli. Internalisasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan diharapkan akan memiliki dampak masuknya sebuah nilai ke dalam diri
178 seseorang. Nilai yang masuk melalui proses internalisasi diharapkan akan mampu menjadi pedoman bagi individu dalam berperilaku. Definisi internalisasi yang lain seperti yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007) berarti penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya. Melalui pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa internalisasi adalah suatu proses yang tidak dapat datang secara tibatiba, melainkan memerlukan waktu yang panjang untuk sampai tercapainya tujuan internalisasi tersebut. Dalam proses internalisasi diperlukan adanya bimbingan dan arahan baik dari guru, orang tua, masyarakat, maupun teman sebaya. Dengan demikian, banyak faktor atau komponen yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses internalisasi. Sekolah merupakan salah satu institusi formal yang mengemban tugas untuk menumbuhkan karakter peserta didik. Untuk dapat melaksanakan tugasnya tersebut sekolah perlu menciptakan budaya moral yang positif. Menurut Lickona (1991:325) ada 6 elemen yang harus dipenuhi oleh sebuah sekolah untuk dapat membudayakan moral di dalamnya, yaitu: (1) kepemimpinan dari kepala sekolah; (2) kebijakan untuk menegakkan disiplin; (3) membangun rasa kekeluargaan di sekolah; (4) pengelolaan kelas yang demokratis; (5) menciptakan kerjasama yang erat antar rang dewasa; dan (6) menyisihkan waktu untuk menangani masalah-masalah moral yang timbul dalam lingkungan kehidupan sekolah baik yang kecil maupun besar. Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa disiplin sekolah merupakan hal penting yang perlu dikembangkan untuk mendukung keberhasilan pendidikan karakter di sekolah. Penegakkan disiplin di
sekolah perlu didukung dengan aturanaturan yang berfungsi untuk mencegah tindakan atau perilaku menyimpang warga sekolah. Tumbuhnya disiplin sekolah tentu dimulai dari lingkungan yang lebih kecil yaitu kelas. Disiplin di lingkungan kelas perlu ditumbuhkan demi tercapainya tujuan disiplin sekolah. Mengajarkan karakter kedisiplinan diperlukan strategi yang tepat agar tujuan dari pendidikan karakter kedisiplinan dapat dicapai secara optimal. Perlu diingat bahwa karakter kedisiplinan merupakan ranah afektif dalam pembelajaran, sehingga mengajarkannya tentu berbeda dengan ketika guru mengajarkan ranah kognitif. Osher, dkk. (2010:48) menjelaskan bahwa untuk menanamkan kesiplinan kepada siswa dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekologi untuk manajemen kelas, kebijakan sekolah untuk mendukung perilaku positif, dan pembelajaran sosial dan emosional. Iklim kelas yang memungkinkan siswa untuk selalu berperilaku disiplin sangat baik untuk mendukung keberhasilan internalisasi nilai karakter disiplin, terutama di sekolah dasar. Seperti dijelaskan oleh Wynne (1991:139) bahwa untuk di sekolah dasar pengembangan karakter lebih banyak didasarkan aktivitas kelas. Oleh karena itu, penciptaan lingkungan kelas yang kondusif untuk pengembangan karakter siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Penciptaan lingkungan kelas yang kondusif untuk mendukung terinternalisasinya karakter kedisiplinan kepada siswa dipertegas pula oleh pendapat Berry (1994:5). Dalam bukunya 100 Ideas That Work Discipline In The Classroom, Berry menuliskan bahwa kebanyakan disiplin yang baik adalah tertangkap oleh siswa bukan diajarkan. Artinya, siswa lebih banyak mencontoh segala hal yang dilihat pada
Internalisasi Nilai Karakter Disiplin melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD Muhammadiyah Sapen
179 gurunya dalam perilaku sehari-hari. Beberapa hal yang diamati siswa dalam diri gurunya tersebut antara lain bagaimana guru mengelola kelas, mengelola pembelajaran, mengatasi stres, membangun hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki temperamen yang stabil, dan bagaimana guru memberikan reaksi yang baik terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu, guru dituntut untuk bisa melakukan manajemen kelas yang baik, sehingga lingkungan kelas dapat dijadikan sebagai lingkungan yang kondusif dan dapat mendukung siswa untuk berperilaku disiplin sehari-hari. Secara filosofis guru sebagai pendidik moral memiliki peran yang penting dalam perkembangan moral siswa. Hal ini senada dengan penjelasan Nucci & Narvaez (2008:175) bahwa dari perspektif filosofis, pendidik moral dan karakter memiliki peran utama dalam perkembangan moral siswa melalui "hidden curriculum" yang dimanifestasikan dalam lingkungan interpersonal sekolah dan ruang kelas. Kurikulum pendidikan karakter tidak harus secara eksplisit tertulis, tetapi dapat diinternalisasikan melalui kegiatan-kegiatan di dalam kelas. Para siswa akan mengembangkan konsepsi mereka tentang perilaku yang baik dengan mengamati perilaku yang dilakukan guru di dalam kelas, dan melalui pembiasaan-pembiasaan yang mereka lakukan di kelas. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bermaksud untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, yaitu strategi yang dilakukan guru untuk menciptakan iklim kelas yang kondusif. Hal ini sejalan dengan pendapat Nazir (2005:55) bahwa penelitian
Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014
deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah guru dan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007:135). Wawancara digunakan untuk menjaring data atau informasi yang berkaitan dengan berbagai kebijakan yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan karakter disiplin. Observasi dilakukan untuk melihat implementasi pendidikan karakter disiplin melalui pembelajaran di kelas. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang tata tertib sekolah dan rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru. Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis induktif, yaitu analisis yang bertolak dari data dan bermuara pada simpulan-simpulan umum. Langkah-langkah analisis data tersebut meliputi: reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, dan penarikan kesimpulan.
180 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya untuk mendukung keberhasilan proses internalisasi nilai karakter disiplin guru melakukan berbagai upaya untuk membangun iklim kelas yang kondusif sehingga dapat digunakan siswa sebagai laboratorium eksperimental perilaku disiplin. Hal ini terlihat dari upaya guru sejak pada persiapan pembelajaran, pelaksanaan, hingga sampai pada evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan dimulai dengan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan di dalam ruang kelas agar siswa terbiasa berperilaku disiplin. Sarana dan prasarana yang dipersiapkan guru antara lain tersedianya wastafel di dekat kelas, rak sepatu, tempat sampah, tempat mengumpulkan tugas siswa, tata tertib kelas, pesan-pesan afektif, daftar piket, dan sebagainya. Semua fasilitas yang dipersiapkan guru tidaklah tanpa tujuan dalam upaya mendisiplinkan siswa. Fungsi dari masing-masing fasilitas yang ada di kelas adalah sebagai berikut. pertama, fasilitas wastafel berguna untuk mendidisplinkan siswa agar selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan dan minum. Kedua, rak sepatu berfungsi untuk membiasakan siswa meletakkan sepatu dengan rapi pada rak yang telah disiapkan. Ketiga, tempat sampah berfungsi untuk mendisiplinkan siswa agar membuang sampah sesuai dengan jenis sampahnya pada tempat yang telah disediakan. Keempat, tempat mengumpulkan tugas berguna untuk membiasakan siswa agara tertib mengumpulkan tugas di pagi hari pada tempat yang telah disediakan. Kelima, tata tertib kelas berfungsi sebagai standar peraturan yang harus ditaati siswa. Tata tertib kelas dilengkapi dengan kewajiban-kewajiban, larangan-larangan, serta sanksi bagi
siswa. Keenam, pesan-pesan afektif berfungsi untuk selalu memberi kesempatan kepada siswa agar selalu membaca beberapa pesan tentang kedisiplinan. Itulah beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru untuk menciptakan lingkungan kelas yang kondusif bagi siswa dalam berperilaku disiplin. Selanjutnya, dalam tahap pelaksanaan pembelajaran guru selalu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuatnya. Perencanaan pembelajaran dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Guru mengajar sesuai dengan jadwal yang telah disusun untuk hari itu. Tahap pelaksanaan ini dimulai dengan guru memasuki ruang kelas 10 menit sebelum bel berbunyi. Paling lambat pukul 06.45 WIB guru sudah siap di depan kelas untuk melakukan penyambutan kedatangan siswa bersama dengan siswa yang piket di hari itu. Pada saat penyambutan guru selalu berjabat tangan dan mengucapkan salam kepada siswanya. Tepat pada pukul 06.50 WIB guru bersamasama siswa melakukan tadarus bersamasama. Setelah selesai tadarus guru mulai memasuki proses belajar mengajar untuk kurikulum inti. Kegiatan ini diawali dengan guru mengucapkan salam, kemudian mengecek kehadiran siswa, memeriksa kesiapan siswa untuk belajar, mengecek kelengkapan belajar siswa, mengecek pekerjaan rumah siswa. Setelah itu, baru guru melakukan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru selalu memperhatikan perilaku siswa di kelas. Jika ada pelanggaran, maka saat itu juga sanksi diberikan kepada siswa yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya, bagi siswa yang menunjukkan perilaku disiplin secara terus menerus diberikan reward yang sesuai. Tidak terhenti sampai di tahap pelaksanaan pembelajaran, internalisasi nilai
Internalisasi Nilai Karakter Disiplin melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD Muhammadiyah Sapen
181 karakter disiplin tetap berlanjut pada tahap evaluasi terhadap proses pembelajaran. Di akhir pembelajaran guru selalu melakukan refleksi tentang perilaku disiplin siswa pada hari itu. Berbagai hal yang diungkap antara lain bagaimana perilaku disiplin siswa hari itu? Bagaimana dengan reward dan punishment? Bagaimana upaya siswa untuk memperbaiki perilaku disiplinnya? Bagaimana tanggapan siswa terhadap perilaku guru hari itu? Itulah beberapa hal yang dilakukan guru bersama-sama siswa di akhir pembelajaran. Beberapa data tersebut terkait dengan internalisasi nilai karakter disiplin yang dilakukan guru melalui penciptaan lingkungan kelas yang kondusif. Upaya yang dilakukan guru di dalam kelas tidak terlepas dari keteladanan kepala sekolah. Kepala sekolah setiap harinya sudah hadir di sekolah paling lambat pukul 05.40 WIB. Bersama dengan petugas keamanan, kepala sekolah melakukan penyambutan terhadap kedatangan siswa di sekolah di pintu gerbang sekolahh. Keteladanan kepala sekolah ini memegang peranan penting untuk mendukung keberhasilan proses internalisasi nilai karakter disiplin di sekolah. Hal ini senada dengan pendapat Lickona (1991: 325) bahwa ada 6 elemen yang harus dipenuhi oleh sebuah sekolah untuk dapat membudayakan moral di dalamnya, yaitu: (1) kepemimpinan dari kepala sekolah; (2) kebijakan untuk menegakkan disiplin; (3) membangun rasa kekeluargaan di sekolah; (4) pengelolaan kelas yang demokratis; (5) menciptakan kerjasama yang erat antar orang dewasa; dan (6) menyisihkan waktu untuk menangani masalah-masalah moral yang timbul dalam lingkungan kehidupan sekolah baik yang kecil maupun besar. Peranan lingkungan kelas yang kondusif untuk pengembangan karakter disiplin siswa ini penting diperhatikan di
Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014
sekolah dasar mengingat anak-anak usia sekolah dasar akan lebih mudah dikembangkan karakternya melalui berbagai kegiatan/aktivitas kelas. Hal ini senada dengan pendapat Wynne (1991:139) bahwa untuk di sekolah dasar pengembangan karakter lebih banyak didasarkan aktivitas kelas. Oleh karena itu, guru dalam mengorganisasikan berbagai kegiatan di kelas harus memuat nilai-nilai karakter disiplin di dalamnya. Berry (1994:5) juga menjelaskan bahwa pada tingkat sekolah dasar kedisiplinan akan lebih mudah jika “tertangkap” oleh siswa, daripada hanya diajarkan secara verbal semata. Tertangkap di sini diartikan bahwa berbagai aktivitas kelas sehari-hari diwarnai dengan perilaku-perilaku disiplin baik itu dari guru, staf sekolah, maupun siswa itu sendiri. Siswa akan memperhatikan segala hal yang terjadi di kelas dan mereka akan mencontohnya dan mengaplikasikannya dalam perilaku sehari-hari. Di sinilah pentingnya role model bagi siswa. Kebanyakan dari perilaku disiplin dalam aktivitas kelas sehari-hari tidak tertulis secara jelas dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru. Sebagian besar berbentuk hidden curriculum (kurikulum tersembunyi) yang diwujudkan dalam perilaku guru seharihari. Kedisiplinan guru dalam memasuki ruang kelas, mengucapkan salam, memakai pakaian seragam, menyampaikan pendapat, bertanya, kesemuanya diperhatikan oleh siswa. Guru tidak hanya diperhatikan, tetapi secara tidak langsung siswa akan meniru berbagai perilaku yang ditunjukkan guru. Oleh karena itu, penting kiranya guru memperhatikan perilakunya di dalam kelas. Nucci & Narvaez (2008: 175) menjelaskan bahwa pendidik moral dan karakter memiliki peran utama dalam perkembangan moral siswa melalui "hidden
182 curriculum" yang dimanifestasikan dalam lingkungan interpersonal sekolah dan ruang kelas. Berbagai kegiatan/aktivitas yang dilakukan guru di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta merupakan strategi untuk mencapai tujuan dari proses internalisasi nilai karakter disiplin. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan ekologi manajemen kelas. Hal ini senada dengan pendapat Osher, dkk. (2010:48) bahwa untuk menanamkan kesiplinan kepada siswa dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekologi untuk manajemen kelas, kebijakan sekolah untuk mendukung perilaku positif, dan pembelajaran sosial dan emosional. Iklim kelas yang memungkinkan siswa untuk selalu berperilaku disiplin sangat baik untuk mendukung keberhasilan internalisasi nilai karakter disiplin, terutama di sekolah dasar. Seperti dijelaskan oleh Wynne (1991: 139) bahwa untuk di sekolah dasar pengembangan karakter lebih banyak didasarkan aktivitas kelas. Oleh karena itu, penciptaan lingkungan kelas yang kondusif untuk pengembangan karakter siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Penciptaan lingkungan kelas yang kondusif untuk mendukung terinternailsasinya karakter kedisiplinan kepada siswa dipertegas pula oleh pendapat Berry (1994: 5). Dalam bukunya 100 Ideas That Work Discipline In The Classroom, Berry menuliskan bahwa kebanyakan disiplin yang baik adalah tertangkap oleh siswa bukan diajarkan. Artinya, bahwa siswa lebih banyak mencontoh segala hal yang dilihat pada gurunya dalam perilaku sehari-hari. Beberapa hal yang diamati siswa dalam diri gurunya tersebut antara lain bagaimana guru mengelola kelas, mengelola pembelajaran, mengatasi stress, membangun hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki
temperamen yang stabil, dan bagaimana guru memberikan reaksi yang baik terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu, guru dituntut untuk bisa melakukan manajemen kelas yang baik, sehingga lingkungan kelas dapat dijadikan sebagai lingkungan yang kondusif dan dapat mendukung siswa untuk berperilaku disiplin sehari-hari. Iklim lingkungan sekolah yang yang positif perlu diciptakan dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut. (1) Keadaan fisik sekolah yang menarik. (2) Sekolah memiliki upaya untuk membangun, dan memelihara hubungan yang peduli, saling menghormati, mendukung, dan kolaboratif antara anggota staf sekolah, siswa, dan keluarga. (3) Siswa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. (4) Siswa menganggap aturan sebagai hal yang jelas, adil, dan tidak terlalu keras. (5) Sekolah aman bagi siswa, keluarga, dan guru. (6) Tersedia layanan belajar. (7) Sekolah memiliki tingkat akademik dan perilaku yang tinggi dan memberikan dukungan untuk pencapaian tujuan. (8) Memiliki upaya untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosional semua siswa. (9) Guru sebagai model dalam memelihara sikap. (10) Memandang orang tua dan anggota masyarakat sebagai sumber daya yang berharga, dan mereka didorong untuk terlibat aktif di sekolah (Dupper, 2010:28). Di dalam kelas juga perlu ditegakkan aturan yang diberlakukan bagi semua warga kelas. Aturan berfungsi sebagai standar perilaku yang harus ditaati oleh seluruh warga kelas. Berhubungan dengan peranan aturan atau norma di dalam kelas Nucci & Narvaez (2008:122) menjelaskan bahwa dalam pendidikan moral perlu melibatkan dukungan otoritatif norma. Dalam konteks ini pengertian "norma" dianggap bersinonim dengan "aturan," atau "standar
Internalisasi Nilai Karakter Disiplin melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD Muhammadiyah Sapen
183 perilaku”. Norma berfungsi untuk mengatur dan menilai perilaku. Dengan adanya norma manusia dapat menentukan tentang sesuatu yang harus dilakukan. Di samping itu, dengan norma kita mampu mengenali kesalahan, membedakan benar atau salah, membedakan yang indah atau buruk, dan juga membantu manusia untuk bisa memiliki argumen moral. Pernyataan senada disampaikan pula oleh Chiu & Chow (2011:517) bahwa budaya disiplin dari sekolah termasuk aturan sekolah dan normanorma yang dapat mempengaruhi disiplin kelas. Dalam membina disiplin peserta didik guru perlu mempertimbangkan berbagai situasi dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Mulyasa (2011: 28) menjelaskan bahwa untuk menerapkan disiplin di kelas guru disarankan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut. (1) Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan kumulatif. (2) Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas. (3) Mepertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik. (4) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana, dan tidak bertele-tele. (5) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan sehingga tidak banyak terjadi penyimpangan. (6) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. (7) Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton, sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik. (8) Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kempuan gurunya. (9) Membuat peraturan
Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014
yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya. Intinya, bahwa dalam proses internalisasi nilai karakter disiplin melalui lingkungan kelas yang kondusif, peran guru sebagai pemegang otoritas pembelajaran di kelas sangat besar. Guru perlu melakukan persiapan-persiapan yang memungkinkan untuk dapat melakukan pengelolaan kelas yang mampu memberi kemanfaatan bagi siswa untuk terbiasa berperilaku disiplin. Dalam hal ini guru perlu menciptakan suasana kelas yang mampu dijadikan laboratorium eksperimental siswa untuk berperilaku disiplin. PENUTUP Iklim kelas yang kondusif merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses internalisasi nilai karakter disiplin di sekolah, khususnya sekolah dasar. Hal ini mengingat bahwa proses internalisasi nilai karakter disiplin akan lebih mudah diterima oleh siswa manakala nilainilai karakter tersebut “tertangkap” melalui aktivitas kelas sehari-hari, bukan semata-mata diajarkan oleh guru. Oleh karena itu, guru harus mampu mengemas pembelajaran sejak mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung di dalam kelas. Beberapa kegiatan yang dilakukan guru pada tahap perencanaan adalah mempersiapakan sarana dan prasarana kelas, meliputi wastafel di dekat kelas, rak sepatu, tempat sampah, tempat mengumpulkan tugas siswa, tata tertib kelas, pesanpesan afektif, daftar piket, dan sebagainya. Selanjutnya, pada tahap pelaksanaan pembelajaran, guru perlu melakukan proses pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan, dan menjaga konsistensi
184 dalam penerapan aturan sekolah maupun aturan kelas. Pada tahap akhir yaitu evaluasi terhadap proses belajar mengajar guru perlu melakuukan refleksi tentang perilaku disiplin siswa pada hari itu. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS untuk menyelesaikan penelitian dan studi program doktor. Artikel ini merupakan bagian dari penelitian disertasi untuk menyelesaikan program doktor Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Beninga, J. S. 1991. “Moral And Character Education In The Elementary School: In Introduction”. Benninga, J.S. (Penyunting). Moral, Character, And Civic Education In The Elementary School. New York: Teachers College, Columbia University. Berry, R. S. 1994. 100 Ideas That Work Discipline In The Classroom. Philipines: ACSI Publications. Bloom, B.S. 1979. Taxonomy Of Educational Objectives Book 1: Cognitive Domain. London: Longman Group LTD. Chiu, M.M., & Chow, B.W.Y. 2011. “Classroom Discipline Across Forty-One Countries: School, Economic, And Cultural Differences”. Journal of Cross-Cultural Psychology, 42 (3), Hlm. 516– 533. Dupper, D. R. 2010. A New Model of School Discipline Engaging Students and Preventing Behavior Problems. New York: Oxford University Press. Johansson, E., dkk. 2011. “Practices For Teaching Moral Values in the Early Years: A Call for A Pedagogy of Par-
ticipation”. Education, Citizenship And Social Justice, 6 (2), Hlm. 109–124. Kessler, M.A. 2001. Managing Classroom Behavior and Discipline. U.S.A: Shell Education. Lickona, T. 1991. Educating for Character. New York: Bantam Books. Moleong, L. J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nucci, L. P., & Narvaez, D. 2008. Handbook Of Moral And Character Education. New York: Routledge. Osher, D., dkk. 2010. “How Can We Improve School Discipline?” Educational Researcher, 39 (1), Hlm. 48–58. Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ritzer, G. & Goodman, D. J. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Perdana Media Group. Suparno, P. 2012. Harapan Untuk Kurikulum Baru. Kompas, 29 September 2012. Suryadi, A. 2012. Outlook 2025 Pembangunan Pendidikan Indonesia: Menuju Kualitas yang Berdaya Saing Secara Global (The Indonesian Education Outlook 2025: Toward A Sustainable World Class Quality Level). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wynne, E. A. 1991. “Character And Academics In The Elementary School”. Dalam Benninga J.S. (Penyunting). Moral, Character, And Civic Education In The Elementary School. New York: Teachers College, Columbia University.
Internalisasi Nilai Karakter Disiplin melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD Muhammadiyah Sapen