p-ISSN 2355-5343 http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar
Article Received: 08/12/2014; Accepted: 27/02/2015 Mimbar Sekolah Dasar, Vol 2(1) 2015, 1-20 DOI: 10.17509/mimbar-sd.v2i1.1318
INTERAKSI PBL-MURDER, MINAT PENJURUSAN, DAN KEMAMPUAN DASAR MATEMATIS TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN DISPOSISI KRITIS Maulana PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang Jalan Mayor Abdurrahman No. 211 Sumedang 45322 Email:
[email protected] ABSTRACT Selection of appropriate learning approaches and strategies will facilitate the achievement of these learning activities. Similarly, in mathematics learning activities in PGSD (department of preservice elementary school teacher), which is demanding the development of a high level of mathematical ability as well as critical thinking skills. However, not many people are trying to look for other factors in addition to the approach/learning strategy, which is possible to contribute to the development of critical thinking abilities, such as students’ major interest factor (IPA [science] and non-IPA [non-science]) as well as mathematical prior knowledge which has been owned previously. In addition, affective aspects that accompany any critical thinking abilities (called critical thinking disposition) is a study that is still rare. This paper briefly present to peel the election factor of approaches and learning strategies, ie., problem-based learning with "MURDER" strategy, shared interests and their interaction majors and mathematical prior knowledge of the result of performance of critical thinking skills and dispositions of PGSD students. Keywords: problem-based learning, the "MURDER" strategy, the interest of majors, mathematical prior knowledge, critical thinking skills, critical thinking disposition.
ABSTRAK Pemilihan pendekatan dan strategi yang tepat, tentu akan memudahkan tercapainya tujuan kegiatan pembelajaran tersebut. Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran matematika di PGSD, yang memang menuntut pengembangan kemampuan matematis tingkat tinggi seperti halnya kemampuan berpikir kritis. Akan tetapi, tidak banyak orang yang mencoba melihat adanya faktor lain di samping pendekatan/strategi pembelajaran, yang dimungkinkan ikut berkontribusi dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis tersebut, misalnya saja faktor minat penjurusan mahasiswa (IPA dan Non-IPA) serta kemampuan dasar matematis yang telah dimiliki sebelumnya. Selain itu, aspek afektif yang mengiringi kemampuan berpikir kritis pun (disposisi kritis) merupakan kajian yang masih jarang ditemui. Tulisan ini hadir untuk mengupas secara singkat mengenai faktor pemilihan jenis pendekatan dan strategi pembelajaran, yakni problem-based learning berstrategi “MURDER” dan interaksinya bersama minat penjurusan serta kemampuan dasar matematis terhadap hasil capaian kemampuan berpikir dan disposisi kritis matematis mahasiswa PGSD. Kata kunci: problem-based learning, strategi “MURDER”, minat penjurusan, kemampuan dasar matematis, kemampuan berpikir kritis matematis, disposisi berpikir kritis matematis.
How to Cite: Maulana, M. (2015). INTERAKSI PBL-MURDER, MINAT PENJURUSAN, DAN KEMAMPUAN DASAR MATEMATIS TERHADAP PENCAPAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN DISPOSISI KRITIS. Mimbar Sekolah Dasar, 2(1), 1-20. doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v2i1.1318.
PENDAHULUAN
~
Isu
dalam
menjadikannya sebagai tujuan penting
pembelajaran matematika saat ini adalah
yang harus dicapai dalam pembelajaran
bagaimana
matematika.
upaya
aktual
mengembangkan
Kemampuan
berpikir
kemampuan berpikir tingkat tinggi (high
matematis tingkat tinggi bersifat non-
order
algoritmik,
thinking
skills—HOTS),
serta [1]
kompleks,
melibatkan
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
kemandirian
kemampuan
memandang
melibatkan suatu ketidakpastian sehingga
dengan
yang
membutuhkan
memecahkan masalah, dan (4) berpikir
interpretasi, beragam
dalam
berpikir,
seringkali
pertimbangan
melibatkan dan
dan
kriteria
terkadang
yang
kritis
memicu
cara
merupakan
memecahkan
sesuatu
berbeda
dalam
aspek
dalam
permasalahan
secara
timbulnya konflik, menghasilkan solusi yang
kreatif agar peserta didik dapat bersaing
terbuka, juga membutuhkan upaya yang
secara adil dan mampu bekerja sama
sungguh-sungguh dalam melakukannya
dengan
(Resnick, 1987; Arends, 2004).
Maulana, 2007).
Sehubungan dengan kegiatan berpikir
Berpikir kritis merupakan suatu proses yang
matematis
Schoenfeld
berujung pada pembuatan kesimpulan
(1992) membaginya menjadi beberapa
atau keputusan yang logis tentang apa
hal
dan
yang harus diyakini dan tindakan apa
mengeksplorasi pola, memahami struktur
yang harus dilakukan. Berpikir kritis bukan
dan
hanya
tingkat
yang
tinggi,
meliputi:
mencari
hubungan-hubungan
matematis,
bangsa
untuk
lain
mencari
1996;
jawaban
melainkan
memecahkan masalah, bernalar analogis,
menanyakan kebenaran jawaban, fakta,
melakukan
alasan
atau informasi yang ada, sehingga bisa
menggeneralisasi,
ditemukan alternatif solusi yang terbaik
yang
menyusun
rasional,
mengomunikasikan
ide-ide
penting
saja,
menggunakan data, merumuskan dan estimasi,
lebih
(Wahab,
untuk
matematis,
(Ennis, 2000). Kemampuan berpikir kritis
serta bagaimana memeriksa kebenaran
tentunya dapat dikembangkan melalui
suatu jawaban.
pembelajaran ataupun
matematika
perguruan
sekolah
tinggi,
yang
sistem,
struktur,
Salah satu kemampuan berpikir yang
menitikberatkan
termasuk ke dalam kemampuan berpikir
konsep, prinsip, serta kaitan yang ketat
tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir
antara suatu unsur dan unsur lainnya.
kritis.
Matematika dengan hakikatnya sebagai
Ada
perlunya
empat
desakan
dibiasakan
mengenai
mengembangkan
ilmu
kritis,
(1)
sebagai suatu kegiatan manusia melalui
menghendaki
proses yang aktif, dinamis, dan generatif,
warga negara dapat mencari, memilih,
serta sebagai ilmu yang mengembangkan
dan
untuk
sikap berpikir kritis, objektif, dan terbuka,
dan
menjadi sangat penting dikuasai oleh
negara
peserta didik dalam menghadapi laju
kemampuan tuntutan
berpikir
zaman
yang
menggunakan
kehidupan bernegara,
yakni:
informasi
bermasyarakat (2)
setiap
warga
yang
pada
di
terstruktur
senantiasa berhadapan dengan berbagai
perubahan
masalah dan pilihan sehingga dituntut
teknologi yang begitu pesat.
mampu
berpikir
kritis
dan
kreatif,
(3) [2]
ilmu
dan
sistematis,
pengetahuan
dan
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
Kenyataannya, seperti yang diungkapkan
tidak
oleh Maier (1985) dan Begle (dalam
senang
Darhim, 2004), tidak dapat dimungkiri
matematika, pendekatan yang dilakukan
bahwa
guru matematika pada umumnya kurang
anggapan
yang
saat
ini
berkembang pada sebagian peserta didik
membuat
peserta
dan
didik
simpatik
merasa terhadap
bervariasi.
adalah matematika merupakan bidang studi yang sulit dan tidak disenangi, hanya
Jenning & Dunne (1998) mengatakan
sedikit
dan
bahwa
ilmu
mengalami
yang
memahami
mampu
menyelami
matematika
sebagai
kebanyakan
peserta
kesulitan
didik dalam
yang dapat melatih kemampuan berpikir
mengaplikasikan
kritis. Padahal, mereka sendiri tahu bahwa
kehidupan sehari-harinya, karena pada
matematika
bagi
pembelajaran matematika, dunia nyata
kehidupannya. Selain anggapan buruk
hanya dijadikan tempat mengaplikasikan
peserta
konsep.
itu
didik
Slettenhaar bahwa
terhadap
(2000)
pada
sekarang peserta
ini,
matematika,
berpendapat
model secara
didik
menonton
penting
hanya
Hal
matematika
lain
yang
dalam
menyebabkan
pula
sulitnya matematika bagi peserta didik
pembelajaran
adalah karena pembelajaran matematika
umum
aktivitas
mendengar
pengajarnya
dirasakan kurang bermakna. Guru dalam
dan
pembelajarannya
melakukan
mengaitkan
di
kelas
dengan
tidak
pengetahuan
kegiatan matematis, lalu pengajar itu
sebelumnya (prior-knowledge) yang telah
menyelesaikan
dimiliki oleh peserta didik dan mereka
masalah
dengan
satu
solusi, diakhiri pemberian soal latihan untuk
kurang
diselesaikan sendiri oleh peserta didik.
menemukan kembali (reinvention) dan
Kegiatan
mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
pembelajaran
seperti
itu,
diberikan
kesempatan
menurut Rif’at (2001) disebut sebagai rote
Wahyudin
learning, yakni kegiatan belajar yang
salah satu penyebab peserta didik lemah
hanya membuat peserta didik cenderung
dalam
matematika
menghafal dan tanpa memahami atau
memiliki
kemampuan untuk memahami
tanpa
(pemahaman), untuk mengenali konsep-
mengerti
sementara
si
menyadarinya.
apa
yang
pengajar Hal
diajarkan,
sering senada
peserta
didik
kesulitan
dalam
menyerap
mengatakan adalah
bahwa kurang
tidak
konsep dasar matematika yang berkaitan
juga
dengan pokok bahasan yang sedang
diungkapkan oleh Abdi (2004), bahwa sebagian
(1999)
untuk
dibicarakan.
merasakan dan
Bersandar
pada
memahami pelajaran matematika, tetapi
dikemukakan
di
sulitnya memahami pelajaran matematika
kemampuan berpikir kritis peserta didik
yang diajarkan itu diperkirakan berkaitan
sangat
dengan cara mengajar guru di kelas yang
Oleh [3]
penting karena
alasan
atas, jelaslah untuk
itu,
guru
yang bahwa
dikembangkan. atau
dosen
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
hendaknya mengkaji dan memperbaiki
melakukan
pencarian
kembali praktik-praktik pengajaran yang
relevan,
selama ini dilaksanakan, yang mungkin
mengacu pada rasa percaya diri siswa
hanya sekadar rutinitas belaka.
atas
(5)
informasi
kepercayaan
kemampuannya
yang
diri,
yang
sendiri
untuk
memberikan alasan/penalaran; (6) rasa Memang
benar
bahwa
saat
ini
ingin
tahu,
pembelajaran matematika sudah cukup
bagaimana
banyak
memiliki
yang
menekankan
pada
siswa
terhadap
dan mengenalkan pentingnya pelibatan
kedewasaan,
peserta
kehati-hatian
dalam
memanfaatkan
matematika melalui suatu proses aktif.
menunjukkan
yang
perhatian
pendekatan yang berorientasi perubahan didik
dengan
bersangkutan
untuk
informasi
terus
peka
(well-informed);
dengan dalam
(7)
menunjukkan
membuat
atau
mengubah keputusan.
Dalam proses pembelajaran matematika, sudah cukup banyak guru/dosen yang
Terlepas dari masalah itu, semua kajian
menciptakan situasi dan kondisi yang
mengenai
memungkinkan peserta didiknya (siswa/
disposisi kritis yang sudah dilakukan di
mahasiswa)
untuk
jenjang
kemampuan
berpikir
mengembangkan kritis
matematis
kemampuan sekolah
perguruan
tinggi,
berpikir
menengah
dan dan
belum
menunjukkan
keberhasilan
kemampuan
(Gokhale (1995), Oleinik (2002), Mǎrcuṱ
bagaimana
(2005), Jacob & Sam (2007), Aizikovitsh &
berpikir kritis, kreatif, dan investigatif pada
Amit (2009).
mahasiswa
calon
(mahasiswa
guru
PGSD).
sekolah
Jika
dasar
kemampuan
Beberapa studi mengenai disposisi berpikir
berpikir kritis, kreatif, dan investigatif para
kritis, pernah juga dilakukan oleh Leader &
mahasiswa
Middleton (2004), Yesildere & Turnuklu
dikembangkan
(2006), serta Aizikovitsh & Amit (2010) yang
pendidikan kesarjanaannya, maka bukan
mengungkap indikator disposisi berpikir
mustahil setelah mereka lulus dan menjadi
kritis
guru SD, mereka kesulitan pula untuk
di
antaranya:
kebenaran, fleksibilitas
(1)
dengan dalam
pencarian menunjukkan
calon
selama
mengembangkan
mempertimbangkan
dan
disposisi
guru
SD
mengenyam
kemampuan
kritis
siswanya.
berpikir Padahal,
beragam alternatif dan pendapat; (2)
mahasiswa
keterbukaan pikiran, yang menunjukkan
Dasar (PGSD) adalah mahasiswa yang
pemahaman
disiapkan untuk menjadi guru kelas yang
pendapat
dan
orang
dengan
rasa lain;
menghargai
(3)
analitisitas,
profesional
menunjukkan
mampu
Pendidikan
tidak
di
SD,
Guru
yang
Sekolah
seharusnya
menumbuhkembangkan
kegigihan/ketabahan saat menghadapi
kemampuan berpikir dan disposisi kritis
kesulitan;
siswanya seperti yang diamanahkan oleh
(4)
menunjukkan
sistematisitas, sikap
rajin/tekun
dengan dalam
kurikulum di Indonesia. [4]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
Keadaan yang ironis terjadi, karena di satu
hal
sisi kemampuan berpikir kritis peserta didik
menyarankan agar sebaiknya digunakan
sangat
dan
pendekatan yang menggunakan metode
dikembangkan, akan tetapi di sisi lain
pemecahan masalah, inkuiri, dan metode
ternyata kemampuan berpikir kritis peserta
belajar
didik tersebut masih kurang. Hal ini dapat
kemampuan berpikir kritis.
penting
untuk
dimiliki
ini
Ausubel
yang
(Ruseffendi,
1992)
menumbuhkembangkan
dilihat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Maulana (2007) selama
Seiring dengan kemampuan berpikir kritis
beberapa semester terhadap mahasiswa
yang harus dikembangkan, maka tak
program D-2 dan S-1 PGSD yang memiliki
lepas dari ketiga kemampuan tersebut
background pendidikan terakhir sangat
ada disposisi matematis yang harus turut
beragam. Mahasiswa tersebut berasal dari
ditumbuhkembangkan secara bersamaan
SMA, SMK, MA, dan SPG (khusus pada
pula. Dalam pembelajaran matematika,
kelas lanjutan dan dualmodes). Adapun
pembinaan
program studi yang mereka ambil adalah
semacam
IPA, Bahasa, IPS, Manajemen, dan Teknik.
(mathematical
Jika mahasiswa tersebut dikelompokkan
membentuk
menjadi kelompok besar, maka terdapat
dedikasi dan kecenderungan yang kuat
dua kelompok besar yakni mahasiswa
pada diri peserta didik untuk berpikir dan
yang berlatar belakang IPA dan NON-IPA.
berbuat secara matematis dengan cara
Dalam studi pendahuluan yang telah
yang positif dan didasari dengan iman,
dilakukan,
kemampuan
taqwa, dan ahlak mulia (Sumarmo, 2011).
berpikir kritis dengan hasilnya bernilai rata-
Pengertian disposisi matematis seperti di
rata kurang dari 50% dari skor maksimal
atas
untuk kedua kelompok tersebut (Maulana,
makna
2007; Maulana, 2011).
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
diberikan
tes
Semua
informasi
yang
ditemukan
di
budaya
ranah
disposisi
pada
Dengan
komponen
matematis
disposition) keinginan,
dasarnya
yang
akan
kesadaran,
sejalan
dengan
terkandung
dalam
demikian dan
afektif
pengembangan
karakter,
kemampuan
lapangan tersebut—mengenai rendahnya
berpikir dan disposisi matematis pada
kemampuan
dasarnya dapat ditumbuhkan pada diri
berpikir
kritis
matematis
mahasiswa calon guru, khususnya PGSD—
peserta
tidak selayaknya dibiarkan begitu saja.
Disposisi
Akan
dengan kemampuan berpikir kritis, dalam
tetapi,
perlu
kiranya
dilakukan
sebuah upaya untuk menindaklanjutinya dalam
rangka
perbaikan,
salah
didik
secara
matematis
bersama-sama. yang
berkaitan
hal ini diistilahkan sebagai disposisi kritis.
satu
alternatifnya adalah dengan menerapkan
Ketika
suatu
pendekatan
aktivtas berpikir kritis, maka “aku” atau
pembelajaran yang lebih inovatif. Dalam
pribadi orang itu memegang peranan
strategi
dan
[5]
seseorang
sedang
melakukan
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
penting. Si “aku” bukanlah faktor yang
Menyadari pentingnya suatu strategi dan
pasif,
pendekatan
melainkan
faktor
yang
pembelajaran
untuk
mengemudikan perbuatan standar (Kulpe
mengembangkan
dalam Permana, 2010). Apalagi pribadi
mahasiswa,
tersebut masih berusia remaja yang masih
adanya pembelajaran matematika yang
cenderung labil dalam tingkat emosinya.
lebih
Pada
kondisi
secara aktif dalam proses pembelajaran
pembelajaran yang tidak kondusif serta
itu sendiri. Hal ini dapat terwujud melalui
kurangnya
penguasaan
kemampuan
suatu
dasar
bermatematika
akan
yang
didik
sehingga
usia
remaja
mempengaruhi
seperti
disposisi
ini,
peserta
dalam belajar matematika.
kemampuan
maka
banyak
mutlak
diperlukan
melibatkan
bentuk
mahasiswa
pembelajaran
dirancang
berpikir
alternatif
sedemikian
mencerminkan
rupa
keterlibatan
mahasiswa secara aktif dan konstruktif. Mahasiswa sebagai peserta didik perlu
Hasil penelitian Sumarmo, dkk. (dalam
dibiasakan untuk mampu mengkonstruksi
Hulukati, 2005) memberikan gambaran
sendiri
bahwa
mentransformasikan
pembelajaran
matematika
pengetahuannya
dan
mampu
pengetahuannya
dewasa ini antara lain memiliki karakteristik
tersebut ke dalam situasi lain yang lebih
sebagai
lebih
kompleks sehingga pengetahuan tersebut
berpusat pada guru, pendekatan yang
akan menjadi milik peserta didik itu sendiri,
digunakan lebih bersifat ekspositoris, guru
yang
lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan
berikut:
pembelajaran
yang
diberikan
lebih
melekat
selamanya.
Proses
mengkonstruksi
pengetahuan
dapat
dilakukan
peserta
sendiri
oleh
didik
banyak yang sifatnya rutin. Sementara itu
berdasarkan
kurikulum menuntut suatu suatu proses
dimiliki
pembelajaran
berupa hasil penemuan yang melibatkan
yang
mengembangkan
student-centered, kreativitas
siswa,
pengalaman
yang
sebelumnya, atau dapat
telah pula
faktor lingkungan.
menciptakan kondisi yang menyenangkan tetapi
menantang,
kemampuan
yang
mengembangkan
Berdasarkan pandangan konstruktivisme,
bermuatan
suatu
nilai,
strategi
pembelajaran
haruslah
menyediakan pengalaman belajar yang
memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
beragam serta belajar melalui perbuatan
penggunaan waktu yang lebih banyak
(learning by doing). Oleh karena itu, perlu
untuk
ada upaya yang ekstra keras dari semua
yang dapat meningkatkan kemampuan
pihak
peserta
yang
terkait
dengan
proses
mengembangkan didik
untuk
pemahaman
mengalihgunakan
pendidikan untuk secara bersama-sama
pengetahuan, melibatkan peserta didik
berusaha
dalam proses belajar sehingga konsep
memperbaiki
proses
pembelajaran yang terjadi saat ini.
yang
abstrak
disajikan
lebih
konkret,
penerapan diskusi dalam kelompok kecil, [6]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
serta penyajian masalah-masalah yang
menggali,
mengadaptasi,
mengubah
bersifat tidak rutin.
prosedur penyelesaian, juga memverifikasi solusi yang sesuai dengan situasi masalah
Salah
satu
pendekatan
pembelajaran
matematika
yang
didasari
pandangan
konstruktivisme
baru yang diperoleh.
oleh adalah
pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran
(PBM)
sangat
berbasis
kental
masalah
dengan
juga
nuansa
atau sering pula disebut dengan istilah
metakognitif, yang menitikberatkan pada
problem-based
aktivitas
prosesnya,
learning
(PBL).
pembelajaran
menyuguhkan
Dalam
seperti
suatu
ini
belajar,
membantu
dan
membimbing peserta didik jika menemui
lingkungan
kesulitan
(learning
obstacles),
dan
pembelajaran dengan masalah sebagai
membantu mengembangkan kesadaran
basisnya.
metakognisinya, baik dalam hal memilih,
Masalah
dimunculkan
sedemikian rupa sehingga peserta didik
mengingat,
perlu
mengorganisasi
menginterpretasi
mengumpulkan dibutuhkan, memilih
kembali,
suatu
masalah,
informasi
yang
dihadapinya, sampai kepada bagaimana
solusi,
menyelesaikan masalah (Suzana, 2003).
solusi
Pembelajaran
menilai
dan
mengenali
alternatif
mempresentasikan
informasi
berbasis
yang
masalah
yang
yang telah dipilihnya. Ketika peserta didik
berdasarkan pandangan konstruktivisme
mencoba
mengembangkan
suatu
ini dapat memicu tumbuh kembangnya
prosedur
dalam
menyelesaikan
keterampilan metakognitif peserta didik,
permasalahan, maka sebenarnya mereka
karena proses belajar diawali dengan
sedang mengintegrasikan pengetahuan
konflik kognitif dan diatasi oleh peserta
konseptual dengan keterampilan yang
didik itu sendiri melalui pengaturan diri
dimilikinya. Oleh karena itu, dalam hal ini
(self–regulation),
secara keseluruhan para peserta didiklah
proses
yang
membangun
dengan
membangun ditopang
pengetahuannya, oleh
keberadaan
yang
akhirnya
dalam
itu
peserta
didik
belajar
sendiri
pengetahuannya
melalui pengalaman dari hasil interaksi
pengajar yang berperan besar sebagai
dengan lingkungannya.
fasilitator pembelajaran. Salah satu strategi yang digunakan dalam Pembelajaran
berbasis
masalah
menerapkan
pembelajaran
menyediakan suatu lingkungan belajar
masalah
yang memberikan banyak kesempatan
“MURDER”.
kepada
untuk
memberikan penekanan bahwa interaksi
berpikir
dan kolaborasi dengan orang lain adalah
pembelajaran
bagian penting dalam belajar (Santyasa,
peserta
mengembangkan matematisnya. berbasis
didik
kemampuan
Dengan
masalah,
mereka
mencoba
adalah Strategi
dengan
berbasis strategi
“MURDER”
ini
2008). Istilah “MURDER” ini merupakan [7]
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
akronim dari kata Mood – Understand –
learning
Recall – Detect – Elaborate – Review.
meningkatkan kemampuan berpikir dan
Dalam fase Mood, pembelajaran lebih
disposisi kritis matematis mahasiswa PGSD
diarahkan untuk mengatur suasana hati
yang
(mood) yang tepat dengan cara relaksasi
kebutuhan
dan berfokus pada tugas belajar. Fase
mengembangkan
kedua, Understand, peserta didik diajak
dan
untuk memahami bagian materi tertentu
belakang berbeda (dalam hal ini tingkat
dari naskah tanpa menghafalkan. Pada
kemampuan
fase Recall, salah satu anggota kelompok
sekolah/minat penjurusannya).
memberikan
sajian
lisan
berstrategi
“MURDER”
diperkirakan
sesuai
disposisi
dalam
kemampuan
kritis dari dasar,
yang
Desain dan Prosedur Penelitian
mencermati
munculnya catatan,
pandangan.
atau
Fase
pasangan
dan
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap,
perbedaan
yaitu: 1) tahap persiapan, dan 2) tahap
kelima,
sesama
pelaksanaan.
langkah-
dilakukan
Pada
(developmental
bagian materi selanjutnya. Terakhir, pada
pembelajaran
fase
berstrategi
kembali
hasil
mengulas
pekerjaannya
mentransmisikan dalam
didik
pada
pasangan
kelompoknya.
pembelajaran berstrategi
“MURDER”
pengembangan
research)
bahan
ajar
berbasis
masalah
“MURDER”
dengan
menggunakan penelitian desain didaktis
lain
(Didactical
Design
Sebagaimana
masalah
ini,
persiapan
dan Melalui
berbasis
tahap
penelitian
langkah 2, 3, 4, dan 5, diulang untuk peserta
asal
kesalahan,
meng-Elaborate
Review,
berlatar
dengan
Detect, kealpaan
berpikir
maupun
METODE
mengkritisi
dengan
mahasiswa
mengulang materi yang dibaca. Lalu fase anggota
untuk
(2010),
diharapkan
Research—DDR).
dikatakan
DDR
oleh
merupakan
metodologi
penelitian
Suryadi sebuah yang
peserta didik (mahasiswa PGSD) dapat
dikembangkan dari tacit didactical dan
mengembangkan
pedagogical knowledge.
kemampuan
berpikir
dan disposisi matematisnya. Suryadi (2010) menjelaskan bahwa DDR ini Berdasarkan dikemukakan kiranya
uraian di
atas,
dilakukan
mengenai matematika
telah
maka
perlulah
1. Analisis situasi didaktis (ASD) dilakukan
penelitian
oleh dosen dalam pengembangan
suatu
alternatif yang
mengembangkan
yang
memliki tiga tahapan, yaitu:
pembelajaran diduga
kemampuan
bahan
ajar
sebelum
dapat
dalam peristiwa pembelajaran. ASD
berpikir
berupa sintesis hasil pemikiran dosen
dan disposisi kritis matematis. Dalam hal ini,
tentang
dilakukanlah
respons
mahasiswa
akan
muncul
penelitian
mengimplementasikan
diujicobakan
yang
problem-based [8]
berbagai
kemungkinan yang
pada
diprediksi peristiwa
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
pembelajaran dan langkah-langkah
seperangkat
antisipasinya.
matematis
2. Analisis
metapedadidaktik
tes
kemampuan
(TKDM),
tes
dasar
kemampuan
(AM)
berpikir kritis (TKBK) yang telah memenuhi
dilakukan dosen sebelum, pada saat,
persyaratan: validitas, reliabilitas, tingkat
dan setelah uji coba bahan ajar. AM
kesukaran, dan daya pembeda; dan (3)
berupa
skala disposisi berpikir kritis (SDBK).
kemampuan
dapat
dosen
memandang
pembelajaran
peristiwa komprehensif,
Jika tahap persiapan telah selesai, maka
mengidentifikasi dan menganalisis hal-
dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan
hal
penelitian yang menggunakan metode
penting
secara
untuk
yang
terjadi,
serta
melakukan tindakan cepat dan tepat
kuasi
(scaffolding)
kelompok kontrol non-ekuivalen (the non-
untuk
mengatasi
eksperimen
dengan
control
hambatan
pembelajaran
(learning
equivalent
obstacles)
sehingga
tahapan
Penggunaan metode kuasi eksperimen ini
design).
pembelajaran dapat berjalan lancar
karena
dan hasil belajar mahasiswa menjadi
melakukan pengontrolan secara penuh
optimal.
terhadap
3. Analisis
retrosfektif
sampel
dimungkinkan penelitian,
untuk sehingga
dilakukan
subjek tidak dikelompokkan secara acak,
dosen setelah uji coba bahan ajar.
dan keadaan subjek diterima apa adanya
Dari
(Ruseffendi, 2003).
AR
(AR),
tidak
group
desain
dilakukan
revisi
terhadap
bahan ajar yang telah dikembangkan sebelumnya sehingga akan dihasilkan
Berdasarkan hasil TKDM, mahasiswa pada
suatu bahan ajar yang ideal, yaitu
setiap kelas dikelompokkan menjadi tiga
bahan ajar yang sesuai kebutuhan
kategori,
mahasiswa, dapat memprediksi dan
rendah.
mengantisipasi
awal matematis mahasiswa ini ditentukan
setiap
hambatan
yaitu:
tinggi,
sedang,
Pengelompokan
dan
kemampuan
pembelajaran yang muncul, sehingga
berdasarkan
tahapan
dapat
kriteria pengelompokan berdasarkan rata-
belajar
rata skor gabungan seluruh mahasiswa
berjalan
pembelajaran lancar
dan
hasil
mahasiswa menjadi optimal.
dan
pengkategorian
simpangan
demikian,
bakunya.
penelitian
kuasi
dengan
Dengan eksperimen
Akhir dari tahap persiapan ini adalah
dengan the non-equivalent control group
dengan diperolehnya: (1) bahan ajar
design
untuk
sebagai berikut (Fraenkel & Wallen, 1993;
pembelajaran
berstrategi
“MURDER”
pembelajaran
berbasis
masalah
dengan
berbasis
DDR,
secara
konvensional;
digambarkan
Ruseffendi, 2003).
masalah
0 0 0
berstrategi “MURDER” tanpa DDR, dan pembelajaran
ringkas
(2)
Keterangan: [9]
X1 X2
0 0 0
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
X1
:
X1
:
0
:
Pembelajaran berbasis masalah berstrategi “MURDER” dengan bahan ajar hasil didactical design research. Pembelajaran berbasis masalah berstrategi “MURDER”. Pemberian tes dan non-tes di awal dan akhir pembelajaran.
IPA), serta tingkat kemampuan awal matematis mahasiswa, yang terdiri dari tiga kategori, yakni: tinggi, sedang, dan rendah. 3. Variabel terikat dinotasikan dengan Y. Variabel terikat dalam penelitian ini berupa kemampuan berpikir kritis dan
Populasi dan Sampel
disposisi kritis matematis.
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa
4. Problem-based learning (PBL) adalah
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD)
Negeri
yang
pada
Perguruan
mengontrak
pembelajaran yang dimulai dengan
Tinggi
persiapan menuju orientasi masalah
matakuliah
nyata
Pendidikan Matematika II, yang berada di
disimulasikan
lingkup Provinsi Jawa Barat dan Banten.
dan
dipilih 2 kelas sebagai kelas eksperimen
konsep,
relasi
aplikasi
konsep,
mempresentasikan
solusi
dari
masalah menurut penemuan sendiri.
dan 1 kelas lainnya sebagai kelas kontrol.
Secara umum, pembelajaran berbasis
Pada kelas eksperimen, diselenggarakan
masalah
kegiatan perkuliahan dengan pendekatan “MURDER”,
memperoleh
mencari, menentukan, mengevaluasi
menjadi 3 kelas. Dari ketiga kelas tersebut
berstrategi
yang
pengkomunikasian konsep, serta untuk
sebanyak 119 orang, yang terdistribusikan
masalah
untuk
antarkonsep,
sejumlah sampel dalam penelitian ini,
berbasis
masalah
pemahaman
Dari populasi tersebut, kemudian diambil
pembelajaran
atau
terdiri
dari
kegiatan, yakni:
(PBL)
(1)
lima
macam
orientasi
atau
persiapan, (2) organisasi, (3) eksplorasi,
sedangkan
(4)
mahasiswa di kelas kontrol memperoleh
negosiasi,
dan
(5)
integrasi
(dikembangkan dari Karlimah, 2010).
kegiatan pembelajaran konvensional.
5. Strategi
“MURDER”
Variabel dan Definisi Operasional
akronim
1. Variabel bebas dinotasikan dengan X.
Recall, Detect, Elaborate, dan Review
masalah
pembelajaran berstrategi
Mood,
Understand,
(diadopsi dari Santyasa, 2008).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
dari
merupakan
6. Kemampuan berpikir kritis matematis
berbasis
dalam
“MURDER”
penelitian
ini
dengan bahan ajar sesuai hasil DDR
kemampuan
(X1),
berbasis
tingkat tinggi yang meliputi aspek
masalah berstrategi “MURDER” biasa
kemampuan: (a) mengeksplorasi, (b)
(X2).
mengidentifikasi
dan
2. Variabel berupa
pembelajaran
kontrol minat
dalam
berpikir
adalah matematis
relevansi,
(c)
mengklarifikasi, dan (d) merekonstruksi
penelitian
argumen
penjurusan/latar
(dikembangkan
Maulana, 2007).
belakang pendidikan (IPA dan Non[10]
dari
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
7. Disposisi
berpikir
kecenderungan
kritis
HASIL DAN PEMBAHASAN
berpikir
dan
Analisis Kemampuan Dasar Matematis
yang
kritis
Berdasarkan hasil uji statistik One-Way
Indikator
Anova terhadap data TKDM, diperoleh
disposisi berpikir kritis ini meliputi: (a)
informasi bahwa pada taraf signifikansi 5%,
Bertanya secara jelas dan beralasan.
tidak ada perbedaan kemampuan dasar
(b)
memahami
matematis mahasiswa kelas eksperimen 1,
Menggunakan
eksperimen 2, dan kelas kontrol, sehingga
sumber yang terpercaya. (d) Bersikap
sebelum perlakuan berupa PBL-MURDER
atau berpandangan bahwa sesuatu
dilakukan, keadaan kemampuan dasar
adalah bagian dari keseluruhan yang
matematis
kompleks.
ke
secara signifikan adalah sama. Dari hasil
masalah pokok. (f) Mencoba berbagai
tes ini juga, seluruh kelompok sampel
strategi. (g) Bersifat terbuka, fleksibel
dibagi
dalam berpikir dan merespons, toleran
kategori
terhadap perbedaan pendapat. (h)
sedang/papak
Berani mengambil posisi. (i) Bertindak
rendah/asor
cepat. (j) Bersikap sensitif terhadap
eksperimen 1, dari 40 mahasiswa diketahui
perasaan
(k)
9 unggul, 22 papak, dan 9 asor. Pada
Memanfaatkan cara berpikir orang
kelas eksperimen 2, dari 40 mahasiswa
lain yang kritis (diadopsi dari Sumarmo,
terdapat 9 unggul, 22 papak, dan 9 asor.
2011).
Kemudian pada kelas kontrol, ada 7
bersikap
untuk
adalah
dengan
terhadap
cara
matematika.
Berusaha
dengan
baik.
(e)
untuk (c)
Kembali/relevan
orang
lain.
ketiga
menjadi KDM
kelompok
tiga
tersebut
kelompok,
tinggi/unggul (𝑥 − 𝑠 < 𝑥 (𝑥 ≤ 𝑥 − 𝑠).
yaitu
(𝑥 > 𝑥 + 𝑠),
≤ 𝑥 + 𝑠), Pada
dan kelas
unggul, 23 papak, dan 9 asor. Keseluruhan
data
perangkat
tes
yang
terjaring
kemampuan
dari dasar
Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis
matematis, tes kemampuan berpikir kritis
Matematis
matematis,
kritis
Statistika deskriptif memberikan penjelasan
matematis mahasiswa tersebut kemudian
bahwa pada kelas eksperimen 1, rata-rata
diolah
atau
pencapaian akhir kemampuan berpikir
dikuantitatifkan dengan harapan dapat
kritis matematis mahasiswa PGSD adalah
menjawab
68,75 dengan simpangan baku 11,62.
dan
secara
berkaitan
skala
disposisi
kuantitatif,
permasalahan dengan
interaksi
penelitian variabel-
Sementara
pada
variabel bebas, kontrol, dan terikat dalam
diperoleh
penelitian
kemampuan
ini.
Adapun
analisis
data
kelas eksperimen
rata-rata berpikir
pencapaian kritis
2,
akhir
matematis
dilakukan secara bertahap, dari mulai uji
sebesar 61,81 dengan simpangan baku
asumsi normalitas dan homogenitas, One-
11,56.
Way
diketahui
Anova,
Two-Way
Anova,
serta
beberapa uji post-hoc. [11]
Kemudian rata-rata
pada
kelas
pencapaian
kontrol akhir
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
kemampuan berpikir kritis matematisnya
= 0,000). Uji lanjutan Scheffe memberikan
53,08 dengan simpangan baku 9,48.
informasi
bahwa
pencapaian Pada
taraf
signifikansi
menggunakan
uji
5%,
Levene,
ternyata
kemampuan
dengan
matematis
ketiga
diketahui
seluruhnya
berbeda
berpikir
kritis
kelompok
tersebut
(semua
p-value
bahwa data pencapaian kemampuan
kurang
berpikir kritis matematis mahasiswa pada
berupa
ketiga kelompok adalah homogen (p-
menggunakan bahan ajar hasil kajian DDR
value = 0,342). Langkah berikutnya adalah
lebih baik daripada pembelajaran PBL-
menentukan apakah terdapat perbedaan
MURDER biasa dan konvensional, serta
rata-rata
pembelajaran
pancapaian
kemampuan
dari
rata-rata
0,05).
Artinya,
perlakuan
PBL-MURDER
dengan
PBL-MURDER
biasa
pun
berpikir kritis matematis dengan One-Way
lebih
baik
daripada
pembelajaran
Anova. Pada taraf signifikansi 5% diketahui
konvensional
dalam
pencapaian
bahwa
kemampuan
terdapat
perbedaan
yang
signifikan antara ketiga kelompok (p-value
berpikir
kritis
matematis
mahasiswa PGSD.
Tabel 1. Uji Lanjutan Scheffe terhadap Kemampuan Berpikir Kritis (I) Kelas
Mean Difference (I-J)
(J) Kelas
Eksperimen_1
Eksperimen_2
Eksperimen_2
Sig.
2.44712
.021
Kontrol
15.67308*
2.46276
.000
Eksperimen_1
-6.93750*
2.44712
.021
8.73558*
2.46276
.003
Eksperimen_1
-15.67308*
2.46276
.000
Eksperimen_2
-8.73558*
2.46276
.003
Kontrol Kontrol
Std. Error
6.93750*
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Pencapaian
Disposisi
Berpikir
Kritis
matematisnya 84,49 dengan simpangan
Matematis
baku 6,02.
Statistika deskriptif memberikan penjelasan
Pada
bahwa pada kelas eksperimen 1, rata-rata
menggunakan
pencapaian akhir disposisi berpikir kritis
bahwa data pencapaian disposisi berpikir
matematis mahasiswa PGSD adalah 87,38
kritis matematis mahasiswa pada ketiga
dengan simpangan baku 7,38. Sementara
kelompok adalah homogen (p-value =
pada kelas eksperimen 2, diperoleh rata-
0,486).
rata pencapaian akhir disposisi berpikir
menentukan apakah terdapat perbedaan
kritis matematis sebesar 82,92 dengan
rata-rata pancapaian disposisi berpikir kritis
simpangan baku 7,68. Kemudian pada
matematis
kelas
Pada taraf signifikansi 5% diketahui bahwa
kontrol
diketahui
rata-rata
pencapaian akhir disposisi berpikir kritis
taraf
terdapat [12]
signifikansi uji
Langkah
5%,
Levene,
berikutnya
dengan perbedaan
One-Way yang
dengan diketahui
adalah
Anova. signifikan
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
antara ketiga kelompok (p-value = 0,019).
yang menggunakan pendekatan/strategi
Uji lanjutan Scheffe memberikan informasi
sama, akan terjadi perbedaan jika ditinjau
bahwa ternyata rata-rata pencapaian
dari penggunaan bahan ajarnya. Dalam
disposisi berpikir kritis matematis pada
hal ini, pembelajaran yang menggunakan
kelas eksperimen 1 berbeda dengan kelas
bahan ajar hasil kajian penelitian desain
eksperimen 2, sementara kelas kontrol
didaktis
memiliki
kelas
yang lebih baik daripada pembelajaran
eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2.
yang tidak menggunakan bahan ajar hasil
Temuan
kajian DDR.
kesamaan ini
dengan
memberikan
informasi
(DDR)
memberikan
pengaruh
berharga bahwa kegiatan pembelajaran Tabel 2. Uji Lanjutan Scheffe terhadap Kemampuan Berpikir Kritis (I) Kelas
Mean Difference (I-J)
(J) Kelas
Eksperimen_1
Eksperimen_2
Kontrol
Sig.
1.58140
.022
Kontrol Eksperimen_2
Std. Error
4.45000* 2.88782
1.59150
.197
Eksperimen_1
-4.45000*
1.58140
.022
Kontrol
-1.56218
1.59150
.619
Eksperimen_1
-2.88782
1.59150
.197
Eksperimen_2
1.56218
1.59150
.619
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Interaksi antara PBL-MURDER, Minat
berbasis
Penjurusan, dan Kemampuan Dasar
“MURDER”,
Matematis
kemampuan dimiliki
Dengan menggunakan Two-Way Anova pada
taraf
signifikansi
5%,
interaksi
antara
minat
(PBL)
hasil
berstrategi
penjurusan,
serta
matematis
yang
dasar
mahasiswa
mengenai
diperoleh
PGSD.
uji
Ringkasan
Two-Way
Anova
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
beberapa temuan menarik sehubungan dengan
masalah
pendekatan
Tabel 3. Interaksi antara PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis, terhadap Pencapaian Akhir Kemampuan Berpikir dan Disposisi Kritis Mahasiswa PGSD Tests of Between-Subjects Effects Source
Dependent Variable
Corrected Model
KB_Kritis
9816.021a
17
577.413
6.520
.000
D_Kritis
1836.762b
17
108.045
2.496
.003
KB_Kritis
332280.072
1
332280.072
3.752E3
.000
D_Kritis
625491.344
1
625491.344
1.445E4
.000
KB_Kritis
1582.959
2
791.480
8.937
.000
D_Kritis
259.119
2
129.559
2.993
.055
Intercept Kelompok_KDM
Type III Sum of Squares
[13]
df
Mean Square
F
Sig.
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
Minat_Jurusan
KB_Kritis
984.217
1
984.217
11.113
.001
D_Kritis
479.718
1
479.718
11.080
.001
KB_Kritis
3681.698
2
1840.849
20.786
.000
D_Kritis
204.824
2
102.412
2.365
.099
Kelompok_KDM * Minat_Jurusan
KB_Kritis
47.895
2
23.947
.270
.764
D_Kritis
101.811
2
50.905
1.176
.313
Kelompok_KDM * Kelas
KB_Kritis
371.455
4
92.864
1.049
.386
D_Kritis
242.999
4
60.750
1.403
.238
Minat_Jurusan * Kelas
KB_Kritis
608.363
2
304.182
3.435
.036
D_Kritis
116.032
2
58.016
1.340
.266
Kelompok_KDM * Minat_Jurusan * Kelas
KB_Kritis
295.406
4
73.852
.834
.507
D_Kritis
199.331
4
49.833
1.151
.337
Error
KB_Kritis
8944.798
101
88.562
D_Kritis
4372.700
101
43.294
KB_Kritis
465656.250
119
D_Kritis
864625.000
119
KB_Kritis
18760.819
118
D_Kritis
6209.462
118
Kelas
Total Corrected Total
a. R Squared = .523 (Adjusted R Squared = .443) b. R Squared = .296 (Adjusted R Squared = .177)
Tabel 3 di atas mengindikasikan beberapa
matematis mahasiswa PGSD (p-value =
hasil temuan sebagai berikut ini.
0,000).
1. Kemampuan dasar matematis sangat
perbedaan pendekatan tersebut tidak
berpengaruh terhadap pencapaian
berpengaruh terhadap pencapaian
akhir
kritis
akhir disposisi kritisnya (p-value = 0,099).
matematis mahasiswa PGSD (p-value =
4. Interaksi antara kemampuan dasar
0,000). Akan tetapi kemampuan dasar
dan minat penjurusan tidak memiliki
matematis tersebut tidak berpengaruh
pengaruh
terhadap pencapaian akhir disposisi
besarnya
kritisnya (p-value = 0,055).
pencapaian kemampuan berpikir dan
kemampuan
berpikir
2. Minat penjurusan memiliki pengaruh
Akan
gabungan perbedaan
masing-masing
pencapaian akhir, baik kemampuan
0,313).
disposisi
kritis
matematis
kritis
dalam
sebesar
0,764
dan
5. Interaksi antara kemampuan dasar
PGSD
dan jenis pendekatan pembelajaran
mahasiswa
pembelajaran
terhadap
maupun
(masing-masing p-value = 0,001). 3. Pendekatan
adanya
disposisi kritis mahasiswa PGSD (p-value
yang signifikan terhadap terhadap berpikir
tetapi
yang dipilih, ternyata tidak memiliki
memiliki
pengaruh
pengaruh yang signifikan terhadap
besarnya
pencapaian kemampuan berpikir kritis
pencapaian kemampuan berpikir dan [14]
gabungan perbedaan
terhadap dalam
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
disposisi kritis mahasiswa PGSD (p-value
proporsi
masing-masing
relatif merata.
sebesar
0,386
dan
ketiga
subkelompok
tersebut
0,238). 6. Interaksi antara minat penjurusan dan pendekatan
pembelajaran
Kemampuan
berpikir
kritis
matematis
memiliki
mahasiswa PGSD di akhir pembelajaran
pengaruh yang signifikan terhadap
ternyata memiliki perbedaan, ditinjau dari
pencapaian kemampuan berpikir kritis
sudut pandang kegiatan pembelajaran
matematis (p-value = 0,036), namun
yang digunakan. Dari hasil analisis data
tidak
dan
memiliki
besarnya
pengaruh
terhadap
perbedaan
dalam
uji
hipotesis
statistik,
diperoleh
informasi berharga bahwa pembelajaran
pencapaian disposisi kritis mahasiswa
PBL-MURDER
PGSD (p-value = 0,266).
bahan ajar hasil kajian DDR lebih baik
7. Secara keseluruhan, interaksi antara pendekatan
pembelajaran
masalah,
kemampuan
matematis,
dan
mahasiswa,
ternyata
pengaruh
minat
berbasis
biasa
dasar
dan
PBL-MURDER
konvensional, PBL-MURDER
serta
biasa
pun
baik
daripada
pembelajaran
memiliki
konvensional
dalam
pencapaian
terhadap
kemampuan
tidak
perbedaan
lebih
menggunakan
pembelajaran
pembelajaran
penjurusan
gabungan
besarnya
daripada
dengan
berpikir
kritis
matematis
dalam
mahasiswa PGSD. Dari sini dapat diketahui
pencapaian kemampuan berpikir dan
dengan jelas bahwa hasil belajar peserta
disposisi kritis mahasiswa PGSD (p-value
didik akan lebih optimal jika bahan ajar
masing-masing
didesain
sebesar
0,507
dan
0,337).
dapat
subjek
kemampuan
awal
matematis
penelitian atau yang
afektif
sama.
informasi
Temuan
penting
ini
bahwa
(DDR) memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran yang tidak
sehingga kemampuan generik, khususnya
menggunakan bahan ajar hasil kajian
kemampuan dasar matematisnya tidak
DDR, dengan catatan pendekatan yang
berbeda. Begitu pula setelah dilakukan
digunakan adalah sama.
persebaran subkelompok unggul, papak, kelas
kritis).
ajar hasil kajian penelitian desain didaktis
memang melalui tahapan yang sama
ketiga
2010).
pembelajaran yang menggunakan bahan
seleksi masuk PGSD di lokasi penelitian
di
(disposisi
memberikan
seluruh mahasiswa baru yang lulus dalam
asor,
(Suryadi,
pula dengan temuan lain pada aspek
kemampuan relatif
diminimalisasi
berpikir kritis) tersebut nyatanya diperkuat
memiliki
Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa
dan
sehingga
Temuan pada aspek kognitif (kemampuan
bahwa raw input mahasiswa PGSD yang
dasar
rupa
hambatan belajar peserta didik tersebut
Melalui serangkaian uji hipotesis, diketahui menjadi
sedemikian
penelitian
[15]
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
Di samping optimalisasi bahan ajar melalui
pendekatan tersebut tidak berpengaruh
serangkaian kajian DDR, diketahui pula
terhadap
bahwa
matematis
pencapaian akhir disposisi kritisnya. Hal ini
terhadap
bisa saja dipahami, sebagaimana teori
pencapaian akhir kemampuan berpikir
conditioning dari Pavlov (Ruseffendi, 1992),
kritis
bahwa
kemampuan
sangat
dasar
berpengaruh
matematis
mahasiswa
PGSD.
Ini
perbedaan
untuk
rata-rata
menumbuhkembangkan
mengandung pengertian yang sejalan
aspek sikap (afektif) dalam diri peserta
dengan temuan Suryadi (2005), Maulana
didik, tidak bisa dilakukan secara instan,
(2007),
tetapi pembiasaan dalam waktu yang
dan
Ibrahim
mahasiswa
yang
berkemampuan
(2011), pada
dasar
bahwa awalnya
unggul
cukup lama.
akan
memiliki kecenderungan untuk mencapai
Paparan
kemampuan berpikir kritis yang tinggi pula.
memberikan gambaran, bahwa minat
Di
penjurusan
samping
memiliki
kemampuan
pengaruh
pencapaian
dasar
signifikan
kemampuan
mahasiswa, ternyata
yang
terhadap
berpikir
pembahasan
memberikan
kritis
dan
jenis
dampak
di
atas
pembelajaran yang
signifikan
terhadap perolehan kemampuan berpikir
minat penjurusan
kritis
matematis
mahasiswa.
pun memiliki pengaruh yang signifikan
setelah
terhadap terhadap pencapaian akhir,
keduanya, semakin kuat temuan tersebut
baik kemampuan berpikir kritis matematis
karena
maupun
pengaruh gabungan (interaksi) dari minat
disposisi
Mahasiswa kelompok
PGSD IPA
kritis
mahasiswa.
yang
berasal
memiliki
dari
dilakukan diketahui
penjurusan
kemampuan
uji
Kemudian
interaksi
bahwa
dan
antara terdapat
pendekatan
pembelajaran terhadap perbedaan rata-
berpikir dan disposisi kritis yang lebih baik
rata
daripada kelompok Non-IPA.
berpikir kritis matematis mahasiswa PGSD.
Dari sudut pandang pendekatan dan
SIMPULAN
strategi
diketahui
Beberapa simpulan dapat ditarik dari hasil
pengaruhnya yang signifikan terhadap
pembahasan di atas. Pertama, raw input
pencapaian
kritis
mahasiswa PGSD memiliki kemampuan
Artinya,
awal atau kemampuan dasar matematis
pembelajaran PBL-MURDER, memberikan
yang relatif sama. Kemampuan dasar
kesempatan kepada mahasiswa PGSD
matematis (unggul, papak, dan asor)
untuk
sangat
pembelajaran,
matematis
kemampuan mahasiswa
lebih
berpikir
PGSD.
mampu
mencapai
pencapaian
akhir
berpengaruh
kemampuan berpikir kritis matematis yang
achievement
atau
lebih
kemampuan
berpikir
tinggi
jika
dibandingkan
kemampuan
terhadap
pencapaian kritis
akhir
matematis
pembelajaran yang bersifat konvensional.
mahasiswa PGSD. Mahasiswa yang pada
Akan
awalnya berkemampuan dasar unggul
tetapi
di
sisi
lain,
perbedaan [16]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
akan
memiliki
kecenderungan
untuk
pendekatan
pembelajaran
mencapai kemampuan berpikir kritis yang
pengaruh
tinggi pula. Kedua, pencapaian akhir
perbedaan rata-rata kemampuan akhir
berupa
berpikir
kemampuan
matematis
berpikir
mahasiswa
kritis
PGSD
yang
yang
memiliki
kritis
memiliki
signifikan
matematis,
pengaruh
terhadap
namun
terhadap
tidak
besarnya
mengikuti pembelajaran berbasis masalah
perbedaan dalam pencapaian disposisi
(problem
kritis mahasiswa PGSD. Terakhir, interaksi
based
learning)
berstrategi
mood – understand – recall – detect –
antara
elaborate – review dengan menggunakan
kemampuan dasar matematis, dan minat
bahan ajar hasil kajian didactical design
penjurusan
research (PBL-MURDER dan DDR) lebih baik
memiliki pengaruh gabungan terhadap
daripada
besarnya
biasa
pembelajaran dan
pembelajaran lebih
PBL-MURDER
konvensional, PBL-MURDER
serta
biasa
daripada
pembelajaran
konvensional
dalam
pencapaian
kemampuan
tidak
perbedaan
rata-rata
kemampuan
berpikir dan
disposisi kritis mahasiswa PGSD. Di
bagian
penutup
tulisan
ini,
ada
beberapa saran yang bisa dikemukakan.
demikian,
Pertama, kajian mengenai interaksi antara
upaya untuk meminimalisasi hambatan
jenis pendekatan/strategi pembelajaran,
belajar
melalui
minat penjurusan, serta kemampuan dasar
perancangan bahan ajar yang baik dan
matematis mahasiswa PGSD tidak hanya
lebih sesuai dengan kebutuhan peserta
dilihat pengaruhnya pada kemampuan
didik, akan dapat mengoptimalkan hasil
berpikir dan disposisi kritis matematis saja,
belajar peserta didik tersebut. Ketiga,
tetapi
dengan
strategi
kemampuan berpikir dan disposisi kreatif
pembelajaran yang sama tetapi berbeda
maupun investigatif. Kedua, pembahasan
dalam penggunaan bahan ajarnya, akan
kali ini hanya dilakukan pada data hasil
memberikan
tes
PGSD.
(learning
kritis
ternyata
matematis
mahasiswa
berpikir
pembelajaran,
mahasiswa,
pencapaian
pun
baik
pendekatan
Dengan obstacles)
pendekatan
dampak
atau
berbeda
pada
bisa
akhir
juga
diperluas
kemampuan
pada
berpikir
kritis
pencapaian disposisi kritis peserta didik.
matematis dan skala disposisi akhir saja,
Dalam hal ini, PBL-MURDER dengan DDR
tanpa
memberikan pengaruh yang lebih baik
kemampuan berpikir kritis awal, disposisi
daripada
kritis awal, serta normalized gain untuk
PBL-MURDER
biasa terhadap
melibatkan
hasil
perhitungan
disposisi kritis mahasiswa PGSD. Keempat,
mengukur
minat penjurusan memiliki pengaruh yang
peningkatannya.
signifikan terhadap terhadap pencapaian
pembahasan berikutnya lebih lengkap,
kemampuan berpikir kritis matematis dan
maka
disposisi kritis mahasiswa PGSD. Kelima,
terhadap data kemampuan berpikir dan
interaksi antara minat penjurusan dan
disposisi awal serta perkembangannya. [17]
perlu
seberapa Untuk
kiranya
tinggi itu,
dilakukan
agar analisis
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
REFERENSI
Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Abdi, A. (2004). Senyum guru matematika dan upaya bangkitkan gairah siswa. [Online]. Tersedia: http://www.waspada.co.id/serba_serbi /pendidikan/artikel.php?article_id=6722
Ibrahim. (2011). Peningkatan kemampuan komunikasi, penalaran, pemecahan matematis, serta kecerdasan emosional, melalui pembelajaran berbasis masalah pada siswa sekolah menengah atas. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Aizikovitsh, E. & Amit, M. (2009). Promoting critical thinking abilities via probability instruction. In M. Tzekaki, M. Kaldrimidou, & C. Sakonidis (Eds.). Proceedings of the 33rd Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. 2, pp. 17-24. Greece: PME.
Jacob, S. M. & Sam, H. K. (2008). Critical thinking in online mathematics discussion forums and mathematical achievement. Proceedings of the Thirteenth Asian Technology Conference in Mathematics. Suan Sunandha Rajabhat University, Bangkok, Thailand, 15 - 19 December, 2008. ISBN 978-0-9821164-1-8.
Aizikovitsh, E. & Amit, M. (2010). Evaluating an infusion approach to the teaching of critical thinking skills through mathematics. Procedia Social and Behavioral Sciences. 2, Year 2010, pp. 3818-3822.
Jennings, S. & Dunne, R. (1998). Discussion papers. Tersedia: http://www.ex.ac.uk/telematics/T3/mat hs/mathfram.htm
Arends, R. I. (2004). Learning to teach. New York: Mc Graww Hill, Co. Inc. Darhim. (2004). Pengaruh pembelajaran matematika kontekstual terhadap hasil belajar dan sikap siswa sekolah dasar kelas awal dalam matematika. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Karlimah (2010). Mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah serta disposisi matematis mahasiswa pgsd melalui pembelajaran berbasis masalah. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Ennis, R. H. (2000). A super-streamlined conception of critical thinking [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.net/SSConc CTApr3. html
Leader, L. F. & Middleton, J. A. (2004). Promoting critical thinking dispositions by using problem solving in middle school mathematics. RMLE Online (Research in Middle Level EducationOnline). 28(1), Year 2004, pp. 1-13. Tersedia: http://www.nmsa.org/portals/0/pdf/pu blications/RMLE/rmle_vol28_no1_article3 .pdf
Fraenkel, J. C. & Wallen, N. E. (1993), How to design and evaluate research in education. 2nd edition. New York: McGraw-Hill Inc. Gokhale, A. A. (1995). Collaborative learning enhances critical thinking. Journal of Technology Education (JTE). Fall 1995, 7(1), pp. 1-9.
Maier, H. (1985). Kompendium didaktik matematika. Bandung: CV. Remaja Rosdakarya.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siswa smp melalui pembelajaran generatif. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas
Mǎrcuṱ, I. (2005). Critical thinking—applied to the methodology of teaching mathematics. Journal Educaṱia Matematicǎ. 1(1), pp. 57-66. [18]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 2 Nomor 1 April 2015
Maulana. (2007). Alternatif pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Santyasa, I. W. (2008). Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif. Makalah pada Pelatihan tentang Pembelajaran dan Asesmen Inovatif bagi Guru-guru Sekolah Menengah di Kecamatan Nusa Penida, 22 - 24 Agustus 2008.
Maulana. (2011). Mathematical creative thinking which is necessary. Proceeding the 2nd International Conference on Basic Education, Indonesia University of Education, 28-29 October 2011.
Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to think mathematically: Problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics. In D. A. Grouws (Ed.). Handbook of research on mathematics teaching and learning. pp. 334-370. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.
Oleinik, T. (2002). Development of critical thinking in mathematics course. In P. Valero & O. Skovsmose (Eds.). Proceeding of the 3rd International Mathematics Education and Society Conference. Copenhagen: Center for Research in Learning Mathematics, pp. 1-3.
Slettenhaar (2000). Adapting realistic mathematics education in the indonesian context. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konferensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000).
Permana, Y. (2010). Mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa sekolah menengah atas melalui Model-Eliciting Activities. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Sumarmo, U. (2011). Pendidikan budaya dan karakter serta pengembangan berfikir dan disposisi matematik: pengertian dan implementasinya dalam pembelajaran. Makalah disajikan dalam seminar pendidikan matematika di Universitas Siliwangi Tasikmalaya, 15 Oktober 2011.
Resnick, L. B. (1987). Education and learning to think. CRMSTE. [Online] Tersedia: http://www.nap.edu/catalog/1032.html
Suryadi, D. (2005). Penggunaan pendekatan pembelajaran tidak langsung serta pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi siswa SLTP. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Rif’at, M. (2001). Pengaruh pola-pola pembelajaran visual dalam rangka meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah-masalah matematika. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Suryadi, D. (2010). Didactical design research (DDR) dalam pengembangan pembelajaran matematika. Makalah Seminar Nasional Pembelajaran MIPA di UM Malang, 13 November 2010.
Ruseffendi, E. T. (1992). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan cbsa. Bandung: Tarsito.
Suzana, Y. (2003). Meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa smu melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognitif. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ruseffendi, E. T. (2003). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang eksakta lainnya. Semarang: Unnes Press.
[19]
Maulana, Interaksi PBL-MURDER, Minat Penjurusan, dan Kemampuan Dasar Matematis…
Indonesia. dipublikasikan.
Bandung:
Wahab, A. A. (1996). kewarganegaraan. Depdikbud.
Tidak Pendidikan Jakarta:
Wahyudin (1999). Kemampuan guru matematika, calon guru matematika, dan siswa dalam mata pelajaran matematika. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan. Yesildere, S. & Turnuklu, E. B. (2006). The effect of project-based learning on preservice primary mathematics teachers’ critical thinking dispositions. International Journal of Science and Mathematics Education. 6(October 2006), pp. 1-11.
[20]