INTEGRAL Jika f(x) = F’(x) adalah turunan pertama dari fungsi F(x) maka F(x) adalah antiturunan dari f(x)dan ditulis dengan F(x) = terhadap x)
∫ = lambang integral , f(x) = integran.
Jika F’(x) = xn, maka F(x) = Dari F(x)
(dibaca integral f(x)
Xn+1 + C, untuk n
-1
F’(x) = f(x), bisa dicari turunan F(x)
Dari F’(x) = f(x)
F(x), bisa dicari turunan f(x)
Arti turunan fungsi f dirumuskan sebagai Jadi: ∫ Xn dn =
Xn+1 + C, n ≠ -1 disebut integral tak tentu dan f(x) disebut integran.
Sifat-sifat integral tak tentu: i. ii.
n
=
n
=
Xn+1 + C, a = konstanta
iii. iv. 1. Integral Tak Tentu F(x) disebut anti turunan dari f(x) pada selang I bila F ‘(x) = f(x) untuk x є I (bila x merupakan titik ujung dari I maka F ‘(x) cukup merupakan turunan sepihak). Proses mencari anti turunan disebut integrasi (integral). Notasi:
, disebut integral tak tentu.
Dari rumus untuk turunan fungsi yang diperoleh pada pembahasan bab sebelumnya dapat diturunkan beberapa rumus integral tak tentu sebagai berikut:
Contoh: Hitung integral tak tentu berikut ini:
Jawab:
Sifat dasar dari bentuk integral tak tentu adalah sifat linear, yaitu:
Contoh:
2. Integral Tentu Pengertian atau konsep integral tentu pertama kali dikenalkan oleh Newton dan Leibniz. Namun pengertian secara lebih modern dikenalkan oleh Riemann. Materi pembahasan terdahulu yakni tentang integral tak tentu dan notasi sigma
akan kita gunakan untuk mendefinisikan tentang integral tentu. Pandang suatu fungsi f(x) yang didefinisikan pada suatu selang tutup [a,b]. Pada tahap awal akan lebih mudah untuk dapat dimengerti bilamana f(x) diambil selalu bernilai positif, kontinu dan grafiknya sederhana. Misal f(x) kontinu pada [a,b], dan F(x) adalah anti turunan dari f(x). Maka
Contoh: Selesaikan integral tentu berikut. a. b.
dx
Jawab:
Dari rumus untuk turunan fungsi yang diperoleh pada pembahasan bab sebelumnya dapat diturunkan beberapa rumus integral tentu sebagai berikut:
3. Integral-integral Fungsi Erlementer Hasil-hasil berikut dapat diperlihatkan dengan mendiferensiasi kedua ruas sehingga
menghasilkan sebuah identitas.
Dalam setiap kasus harus
ditambahkan sebuah konstanta sebarang c (yang di sini telah dihilangkan).
Aplikasi Integral Aplikasi integral sebagai limit jumlah membuat kita dapat menyelesaikan berbagai masalah fisik atau geometrik seperti penentuan luas, volume, panjang busur, momen inersia, sentroid, dan lain-lain. 1. Panjang Busur Ketika Anda menelusuri jalan setapak pegunungan yang berkelok-kelok, Anda dapat menentukan jarak yang ditempuh dengan menggunakan sebuah pedometer. Untuk membuat model geometric dari peristiwa ini, kita perlu menjelaskan mengenai jalur jalan setapak dan metode pengukuran jarak jalan setapak tersebut. Jalan setapak dapat diasumsikan sebagai lintasan, tetapi dalam istilah geometrik yang eksak, kata kurva lebih cocok digunakan. Segmen yang akan diukur adalah sebuah busur kurva, yang memiliki batasan-batasan berikut: a. Busur tersebut tidak memotong dirinya sendiri (busur adalah busur sederhana) b. Terdapat garis singgung pada setiap titik c. Garis singgung bervariasi secara kontinu di sepanjang garis busur
Ketentuan batasan ini dipenuhi oleh representasi parametrik x = f(t), y = g(t), z = h(t), a ≤ t ≤ b, di mana fungsi f, g, dan h memiliki turunan kontinu yang tidak secara simultan menghilang pada sebarang titik. 2. Luas Bidang Luas bidang telah lama digunakan dalam pengenalan konsep integral. Karena banyak aplikasi integral dapat diinterpretasikan secara geometrik dalam konteks luas, sebuah rumus yang diperluas tertulis dan dijelaskan di bawah ini. Misalkan f dan g adalah fungsi-fungsi kontinu yang grafiknya berpotongan pada titik x = a dan x = b, a < b, jika g(x) ≥ f(x) pada [a,b], maka luas yang dibatasi oleh f(x) dan g(x) adalah
Jika fungsi berpotongan dalam (a,b), maka integral menghasilkan sebuah jumlah aljabar. Sebagai contoh jika g(x) = sin x dan f(x) = 0, maka
3. Volume Benda Putar Metode Disket Asumsikan bahwa f adalah kontinu pada interval tertutup a ≤ x ≤ b, dan bahwa f(x) ≥ 0. Maka benda padat yang terbentuk melalui putaran bidang R (yang dibatasi oleh f(x), sumbu x, x = a dan x = b) mengelilingi sumbu x memiliki volume
Metode perhitungan volume ini disebut metode disket karena potongan melintang dari perputaran adalah lingkaran disket. (Gambar 5.5 (a))
Contoh. Sebuah kerucut padat terbentuk dengan memutar grafik y = kx, k > 0 dan 0 ≤ x ≤ b, mengelilingi sumbu x. volumenya adalah
Metode Selimut Misalkan f adalah sebuah fungsi kontinu pada [a,b], a ≥ 0, memenuhi syarat f(x) ≥ 0. Misalkan R adalah sebuah bidang yang dibatasi oleh f(x), x = a, x = b, dan sumbu x. volume yang diperoleh dengan memutar R mengelilingi sumbu y adalah
Metode perhitungan volume ini disebut metode selimut karena sifat silindris dari sumbu putar adalah vertikal. (Gambar 5.5 (b))
Contoh. Jika daerah yang dibatasi oleh y = kx, 0 ≤ x ≤ b, dan x = b, (dengan ketentuan yang sama dengan contoh sebelumnya) diputar mengelilingi sumbu y, maka volume yang diperoleh adalah
Dengan membandingkan contoh ini dengan contoh pada pembahasan sebelumnya mengenai metode disket, maka jelas bahwa untuk bidang yang sama, metode disket dan metode selimut menghasilkan benda padat yang berbeda dan karenanya menghasilkan volume yang berbeda. 4. Momen Inersia Momen inersia adalah sebuah konsep fisika yang dapat dipelajari berdasarkan bentuk geometriknya yang diidealisasi . rumus untuk momen inersia diturunkan dengan cara K = ½ mv2, dan kecepatan sudut, v = ωr. (m menyatakan massa dan v menyatakan kecepatan linier). Dengan mensubstitusi
Ketika bentuk ini dibandingkan dengan pernyataan energy kinetik aslinya, maka merupakan hal yang masuk akal untuk menyatakan mr2 sebagai massa perputaran. Besarannya I = mr2 kita sebut sebagai momen inersia. Kemudian dalam makna geometrik murni, kita menyatakan bidang datar R yang dijelaskan melalui fungsi-fungsi kontinu f dan g pada [a,b], di mana a > 0 dan f(x) dan g(x) berpotongan hanya pada a dan b. untuk menyederhanakan, asumsikan g(x) ≥ f(x) > 0. Maka:
Dengan mengidealisasi bidang, R, sebagai sebuah volume yang memiliki kerapatan yang seragam satu, pernyataan [f(x) – g(x)] dx berarti massa dan r2 memiliki representasi koordinat x2.
Sumber: Aning S, Floriberta. 2003. Buku Pintar Matematika. Jakarta: Pustaka Widyatama. Wrede, Robert. 2007. Kalkulus Lanjut: Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.