JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA
Oleh : Ni Ketut Agusinta Dewi Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana Email:
[email protected]
ABSTRAK Saat ini, metode pembangunan perumahan telah bergeser dari metode konvensional ke metode industri.. Paradigma pembangunan perumahan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai menerapkan industrialisasi sebagai strategi pembangunan. Kondisi ini membutuhkan pemindahan teknologi dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. Tulisan ini mengupas lebih jauh mengenai pergeseran metode membangun tersebut dan alih teknologi dalam dunia industri konstruksi perumahan di Indonesia. Kata kunci: industri, industrialisasi, industri konstruksi, rumah susun ABSTRACT In this moment, the method of housing development were already friction between conventional method and industry method. Paradigm of housing development in developing countries, include Indonesia, make use of industrialization as development.strategy. This case needs the transfer technology from industry countries to developing countries. The paper discusses the friction of housing development method and the transfer technology in construction industry of Indonesia. Key words: industry, industrialization, construction industry, flat PRAWACANA Memperhatikan judul tulisan di atas, terbayang di angan kita, adanya tiga hal utama yang akan dikemukakan, yaitu industrialisasi perumahan, alih teknologi, dan industri konstruksi yang telah merambah negara-negara berkembang. Tak terkecuali Indonesia, industri konstruksi saat ini mulai mengeliat kembali di negara-negara Asia setelah sebelumnya sempat dihantam oleh badai krisis ekonomi beberapa tahun lalu. Pemerintah negara-negara berkembang pada umumnya bertekad untuk mendorong dan memajukan industrialisasi negaranya, karena dengan industrialisasi diyakini akan dapat menaikkan taraf hidup rakyatnya, seperti kemakmuran yang diperoleh masyarakat negara12
negara industri maju melalui industrialisasinya. Dapatlah dikatakan pembangunan ekonomi di negara berkembang menggunakan industrialisasi sebagai salah satu strategi pembangunan ekonominya. Sebagai unsur dalam proses industrialisasi, teknologi ditekankan dalam pengertian yang paling luas, dimaksudkan sebagai pengetahuan atau metode yang diperlukan untuk melanjutkan atau meningkatkan produksi dan distribusi barang dan jasa yang telah ada, dalam hal ini mencakup keahlian kewiraswastaan dan keprofesian. Dalam konteks alih teknologi, seorang wiraswasta yang baik akan terus menerus mencari sumber-sumber inovasi baru yang lebih baik.
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
Mingsaru Santikaru dalam Technology Transfer menyatakan “…peralatan dan mesinmesin betapapun kompleksnya atau sederhananya, bukanlah teknologi. Benda-benda tersebut adalah hasil teknologi …”. Beliau juga menyatakan teknologi adalah hasil penerapan sistematik dari ilmu yang merupakan himpunan rasionalitas insani kolektif untuk memanfaatkan hidup dan mengendalikan gejala-gejala di dalam proses-proses produktif yang ekonomis. Jadi, dapatlah dipahami bahwa pemindahan teknologi amatlah penting bagi negara-negara berkembang. Hendaknya dapatlah dipilih teknologi yang akan dialihkan dari suatu negara ke negara yang akan memakainya. Negara sedang berkembang menjalankan kebijakan penggunaan teknologi pemekerjaan (employment oriented) dalam bidang industri (termasuk industri konstruksi) dan pertanian, dan juga harus mengembangkan teknologi-teknologi menengah (intermediate technologies) yang sesuai dengan basis sumber mereka. Alih teknologi akan berhasil bila ada pasar (penawaran dan permintaan), khususnya untuk teknologi yang ditujukan untuk produksi massal (industri kendaraan, industri perumahan, industri komponen bangunan, dan sebagainya). Beberapa industri komponen bangunan dan industri perumahan (rumah susun) dengan teknologi impor telah didirikan/dicobakan di Indonesia. Namun produk-produknya, selain tidak/kurang diminati dan kurang terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat, sehingga akhirnya produk-produk tersebut tidak mendapat pasar yang cukup, akibatnya kegiatan produksi terpaksa dihentikan. Ini berarti alih teknologi tersebut tidak mencapai sasaran. Maka, tulisan ini akan mengulas sedikit tentang hal tersebut, di mana disadari bahwa sebenarnya alih teknologi industri konstruksi, dalam konteks industrialisasi pembangunan rumah susun, sebenarnya sangat penting selama dapat diintegrasikan dengan potensi sumber daya yang telah ada di lingkungan, sehingga dapat memberi manfaat yang optimal dan berkelanjutan.
INDUSTRI KONSTRUKSI SEBAGAI LEADING SECTOR ECONOMY Berbeda dengan negara-negara maju, segala prasarana dan sarana untuk kegiatan produksi dalam rangka industrialisasi pada umumnya telah dibangun dan tinggal memacu kegiatan produksinya. Di negara-negara yang sedang berkembang, prasarana dan sarana untuk menunjang industrialisasi justru masih harus dibangun sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonominya. Dengan sendirinya kebutuhan akan sarana dan prasarana fisik tersebut akan menumbuhkan kegiatan industri konstruksi yang masih luas dan terbuka. Pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk menunjang industrialisasi dalam rangka pembangunan akan membawa peningkatan pada kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kemampuan menabung, meningkatkan dan melahirkan kebutuhan industri-industri baru yang semakin banyak. Keadaan ini akan semakin memperluas kegiatan industri konstruksi itu sendiri di mana sebagian besar tenaga pekerja dengan keterampilan yang agak kurang justru melimpah di negara-negara berkembang, sesuatu yang berbeda dengan industri produksi yang biasanya membutuhkan tenaga-tenaga yang lebih terampil. Pengalaman negara-negara industri maju menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur semakin mempunyai daya tarik lebih kuat terhadap tenaga pekerja daripada sektor industri konstruksi. Kecenderungan tersebut antara lain karena lebih terjaminnya kontinuitas penghasilan, lingkungan tempat kerja yang lebih bersih dan sehat, jaminan sosial yang lebih baik, dan bekerja di dalam ruangan, terhindar dari cuaca yang keras (panas, hujan, salju), walaupun rata-rata penghasilan para tenaga pekerja sektor industri manufaktur ini semakin jauh tertinggal dari rekan-rekannya di sektor industri konstruksi. Sebaliknya produktivitas para tenaga pekerja di sektor industri konstruksi ini tidak mengungguli rekan-rekannya dari sektor-sektor industri manufaktur. (Gambar 1)
13
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
Gambar 1. Kurva perbandingan penghasilan rata-rata per jam pekerja manufaktur dan pekerja konstruksi (atas) dan Kurva produktivitas pekerja manufaktur dan konstruksi di Amerika Serikat (bawah) (Sumber: World Bank, The Construction Industry: Issues and Strategies in Developing Countries, Washington D.C., 1984)
Keterbatasan ketersediaan tenaga pekerja terampil dan tingginya upah tenaga pekerja konstruksi merupakan dorongan bagi negaranegara industri maju untuk melangkah ke industrialisasi pembangunan perumahannya untuk mengatasi kebutuhan besar yang mendesak dalam kuantitas dengan keseragaman dan mutu yang baik.
14
Republik Singapura diawal pembangunan ekonominya, masih cukup banyak anggota masyarakatnya yang bekerja sebagai tenaga pekerja konstruksi. Setelah kesejahteraan masyarakatnya meningkat cukup tinggi seperti sekarang ini, maka sulit diperoleh tenaga pekerja di sektor industri konstruksi. Singapura terpaksa harus mengimpor tenaga-tenaga kontruksi dengan upah yang relatif murah daripada negara-
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
negara Asean. Situasi ketenagakerjaan seperti ini, memaksa Singapura untuk menggunakan metode konstruksi maju untuk membangun perumahan (sebagian besar rumah susun/apartemen) dan gedung-gedungnya.
pada proyek-proyek seperti ini lebih ditekankan pada efisiensi, pengorganisasian, dan perhitungan ekonomi yang merupakan aspekaspek teknologi maju.
Pembangunan infrastruktur dan pembangunan gedung yang semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat, akan meningkatkan pula kebutuhan akan bahan-bahan dan alat-alat bangunan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang pada mulanya masih harus diimpor. Hal ini dapat mendorong upaya untuk memenuhi sendiri bahan-bahan dan peralatan bangunan dengan membangun industri substitusi impor yang dapat menghemat pengeluaran devisa untuk dimanfaatkan pada sektor-sektor lain yang lebih penting. Pembangunan prasarana dan sarana ini kemudian dapat menjadi modal untuk pembangunan industri lebih lanjut.
ALIH TEKNOLOGI DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI
Dari uraian di atas, dapatlah diperoleh gambaran betapa strategisnya pemilihan teknologi di sektor industri konstruksi, karena di sektor inilah diharapkan dapat diciptakan kesempatan kerja yang akan menyerap potensi tenaga kerja dengan keterampilan yang tidak begitu tinggi yang umumnya melimpah di negara-negara berkembang. Dengan demikian, pemilihan teknologi untuk sektor industri konstruksi sangatlah penting, terutama diarahkan pada “teknologi menengah” yang dapat memberi peluang kesempatan kerja bagi banyak tenaga pekerja. Keadaan ini tidak berarti bahwa teknologi tinggi di sektor industri konstruksi kurang penting atau tidak dibutuhkan. Di negaranegara berkembang pada umumnya kedua macam teknologi tersebut dapat dilihat kehadirannya, namun secara nasional proporsinya masih berat pada teknologi menengah. Sebagai negara yang memperjuangkan kemajuan, negara-negara berkembang memerlukan pembangunan saranasarana tertentu dengan teknologi maju. Kegiatankegiatan ini lebih memerlukan proses alih teknologi dari negara-negara maju, misalnya dalam teknologi membangun bangunan tinggi, rumah susun massal, dan sebagainya. Karena
Kehadiran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang merdeka pada abad 20 ini, mengharuskan negara-negara berkembang tersebut ikut berlomba dalam membangun dan melakukan proses peningkatan teknologi agar negara-negara tersebut dapat menghadapi tantangan-tantangan abad ini, mempertahankan kemerdekaannya, menanggu-langi masalah pertambahan penduduk, kemiskinan, kekurangan bahan pangan dan sandang, kekurangan perumahan, dan lain-lain. Dengan demikian barulah negara-negara berkembang tersebut dapat mengatasi masalah pembangunan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Sejak itu, kemajuan teknik telah menjadi unsur kunci dalam analisis pertumbuhan ekonomi modern. (Gambar 2). Walaupun kaitan penyebab antara pertumbuhan dan kemajuan teknik tetap merupakan keraguan, banyak pakar ekonomi pembangunan maupun para pengambil keputusan di negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa alih teknologi dari negaranegara maju sebagai unsur penting untuk pertumbuhan dan kemakmuran. Dalam usaha membangun, negaranegara berkembang seyogyanya tidak membiarkan saja berlangsungnya perubahan teknologi hanya oleh penyebaran teknologi (diffusion of technology). Yang dimaksud dengan penyebaran adalah pergerakan spontan, tetapi lamban dari unsur-unsur budaya (di mana teknologi masuk di dalamnya) dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya. Proses demikian akan memakan waktu lama, berlangsung sendiri (spontan) dan apabila tidak didorong dengan usaha yang sengaja untuk memindahkan teknologi, akan membuat negaranegara berkembang tidak mampu mengatasi masalah pembangunannya.
15
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
PRODUCT TECHNOLOGY
M A N U F A C T U R I N G P R O C E S
mobile home
habitat’67
PARTIALLY INDUSTRIALIZED
AREA NEEDED
conventional construction
TRADITIONAL
spacecraft
INTERMEDIATE
FULLY INDUSTRIALIZED MASS PRODUCTION
HAND CRAFTED
HIGH TECHNOLOGY
PARTIALLY INDUSTRIALIZED INTERMEDIATE TECHNOLOGY Gambar 2. Perbandingan proses industri dengan produk teknologi (Sumber: Terner, Ian Donald.; John F.C. Turner. Industrialized Housing. Washington D.C., 1972)
Bersama dengan timbulnya teori-teori baru mengenai pembangunan ekonomi sejak akhir Perang Dunia II, mulai pula dikenal istilah alih teknologi (transfer of technology) yang harus dibedakan dengan penyebaran teknologi (diffusion of technology), karena alih teknologi merupakan kegiatan yang disengaja, direncanakan, dan mempunyai tujuan untuk memindahkan teknologi dari negara yang satu ke negara yang lainnya atau dari pemanfaatan yang satu ke pemanfaatan yang lain. Karena alih teknologi itu adalah suatu kegiatan yang disengaja dan direncanakan untuk mencapai tujuan, dalam hal ini tujuan pembangunan, maka kegiatan tersebut memerlukan kesadaran, pengarahan, dan upaya-upaya yang melibatkan semua sumber daya yang ada untuk mengalihkan teknologi tersebut. Pengalihan teknologi ke suatu negara itu direncanakan secara hati-hati dan tertib agar sesuai dengan kemampuan negara 16
penerima untuk mengintegrasikannya dengan proses-proses yang telah ada dalam masyarakat negara tersebut. Pengertian pengalihan teknologi dengan sendirinya berkaitan pula dengan pengertian pemilihan teknologi, yaitu dalam pengertian teknologi yang tepat bagi suatu negara pada suatu tahapan jangka waktu. Seiring dengan keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kemakmuran masyarakat, akan meningkatkan juga kebutuhan-kebutuhan baru dalam jumlah yang lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik. Kebutuhan-kebutuhan baru tidak hanya berupa sandang dan pangan, tetapi juga papan dalam bentuk rumah, termasuk rumah-rumah susun yang harga atau sewanya perlu dipertimbangkan agar terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat yang semakin berkembang.
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
Teknologi membangun secara tradisional sering tidak lagi cocok digunakan karena teknologi tersebut kurang efisien, kurang cepat, dan kurang mampu memberikan kualitas produksi yang seragam dalam jumlah besar. Sedangkan bangunan sarana dan prasarana ada yang perlu dibangun berkali-kali, bahkan dalam jumlah besar/massal seperti rumah susun. Untuk pembangunan yang bersifat massal (jalan raya, perumahan, gedung), teknologi canggih dapat pula diterapkan seperti di negara-negara maju yang umumnya jumlah penduduknya sedikit dan upah tenaga kerja untuk sektor industri konstruksi cukup tinggi. Namun kebijakan seperti itu tentunya tidak akan menolong negara-negara berkembang yang umumnya mempunyai jumlah penduduk besar, yang membutuhkan kesempatan kerja. Oleh karena itu, pengalihan teknologi membangun haruslah selektif, perlu pemilihan teknologi yang tepat, mendatangkan manfaat bagi sumber daya yang luas yang ada di negara-negara berkembang. Jika peran utama industri manufaktur skala besar dalam alih teknologi adalah cenderung menumbuhkan/menciptakan keterampilan (skill generation), maka peran alih teknologi dalam industri konstruksi, seperti yang disebutkan terakhir, hendaknya dititikberatkan pada penciptaan kesempatan kerja (employment generation). INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN Industrialisasi telah memungkinkan peningkatan yang besar sekali dalam produksi dan konsumsi hampir semua barang, seperti pakaian, kendaraan, buku, obat-obatan, alat-alat rumah tangga, bahkan makanan. Dan karena industrialisasi merupakan suatu sarana utama dimana negara-negara maju mencapai kemakmuran, maka tidak mengherankan bahwa negara-negara sedang berkembang pun menginginkan industrialisasi, termasuk untuk pembangunan perumahan. Industrilisasi sendiri memiliki empat prasyarat penting, yaitu: 1) standardisasi; 2) spesialisasi tenaga; 3) konsentrasi pekerjaan dan pemasaran; 4) dan mekanisasi. (Gambar 3)
Gambar 3. Hubungan antara risiko dengan pembangunan ekonomi terhadap empat elemen industrialisasi (Sumber: Terner, Ian Donald.; John F.C. Turner. Industrialized Housing. Washington D.C., 1972)
Tahapan-tahapan tersebut sangat penting diperhatikan oleh negara-negara berkembang yang akan memanfaatkan industrialisasi agar terhindar dari pengadopsian industrialisasi yang prematur karena tidak disesuaikan dengan kondisi infrastruktur di negaranya. Banyak negara berkembang mengalami kegagalan dalam upaya industrialisasi pembangunan perumahan karena tidak memilih tahapan industrialisasi yang tepat yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuannya. Negara-negara Barat berhasil dalam industrialisasi pembangunan perumahan dan industrialisasinya bergerak cepat sejak akhir Perang Dunia II, karena: 1) kebutuhan mendesak akan rumah dalam jumlah besar dan dalam waktu sesingkat mungkin. Adapun biaya menjadi sub ordinat dari kedua tujuan di atas; 2) negaranegara itu menjadikan masalah tersebut sebagai prioritas nasional paling tinggi; 3) negaranegara itu dan tradisinya telah industrialized, tenaga terampil, dan modal investasi tersedia; 4) pasaran perumahan massal secara urban terpusat secara padat; 5) kemampuan dan kecerdikan tersedia dalam spesialisasi desain, rekayasa keteknikan, dan produksi; dan 6) harga tanah yang mahal dan kepadatannya yang dikembangkan secara vertikal, membutuhkan bangunan tinggi dalam bentuk apartemen atau flat. 17
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
Di Amerika Serikat, kehadiran industrialisasi pembangunan perumahan dilatarbelakangi oleh: 1) upah tenaga pekerja konstruksi semakin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rekannya di sektor manufaktur; dan 2) produktivitas tenaga pekerja konstruksi tidak lebih tinggi daripada rekannya di sektor manufaktur.
peningkatan risiko investasi suatu industrialisasi. Bagi Indonesia sebagai negara berkembang yang merencanakan akan memulai era industrialisasi, dapat berpengharapan bahwa penghasilan
Di kawasan negara-negara berkembang, di mana tenaga pekerja secara kuantitatif relatif lebih banyak dan dengan sendirinya upahnya juga relatif tidak tinggi, maka prospek industrialisasi penuh dalam pembangunan perumahan masih menjadi pertanyaan. Penerapan industrialisasi secara penuh (full industrialization) di negara berkembang akan mengandung risiko yang besar karena investasi yang tinggi. Bila tidak disertai jaminan kontinuitas kegiatan produksi dapat menimbulkan kerugian. Selain itu, industrialisasi penuh akan mengakibatkan efisiensi dalam penggunaan tenaga pekerja (mesin-mesin menggantikan tenaga manusia), dan menuntut tenaga spesialis yang terampil. Di sisi lain, industrialisasi penuh akan menjamin keseragaman dan mutu produk, harga produk cenderung akan menurun karena amortisasi dari peralatan dan pengalaman repetisi proses produksi. (Gambar 4) Bagi negara berkembang yang ekonominya sedang tumbuh, industrialisasi dalam kadar/derajat yang lebih rendah risikonya kemungkinan akan lebih cocok, seperti industrialisasi parsial (partial industrialization) dengan teknologi tepat guna (intermediate technology). Dengan strategi seperti itu, belum diperlukan investasi yang tinggi dan teknologi yang digunakan masih melibatkan tenaga pekerja yang relatif masih murah. Pilihan terhadap suatu strategi industrialisasi tertentu harus ditentukan oleh tingkat kemajuan dalam konteks ekonomi. Khususnya gerak maju dari keseluruhan tingkat kemajuan di masyarakat, sejalan dengan meningkatnya kemampuan untuk mengatasi
18
masyarakat akan meningkat di masa-masa yang akan datang, sehingga menumbuhkan kemampuan berinvestasi, termasuk dalam kebutuhan rumah. Gambar 4. Metode konstruksi secara industri penuh
Di Indonesia, hasil pembangunan melalui beberapa tahapan pembangunan selama ini telah menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat. Lebih nyata lagi, hal tersebut terlihat pada peningkatan pertumbuhan lingkungan-lingkungan perumahan baru, baik di dalam maupun di pinggiran kota, yang berdampak semakin meluasnya lahan kota. Di kota-kota besar dimana pertumbuhan ekonomi yang kuat serta kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan harga tanah kota semakin tinggi. Alternatif membangun secara horisontal dirasakan tidak lagi efisien. Alternatif membangun secara vertikal sudah menjadi suatu kecenderungan di kota-kota besar. Hal ini telah nampak dengan adanya kompleks-kompleks rumah susun di kota-kota besar.
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
rumah susun massal. Upaya tersebut tidak sedikit pula yang mengalami kegagalan dan kegagalan tersebut pada umumnya dikarenakan pada tahap pemilihan teknologi kurang dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya yang telah ada, seperti bahan baku, tingkat keterampilan tenaga pekerja, konsep perancangan, dan lain sebagainya. Metode produksi secara industri menuntut prakondisi agar teknologi membangun (dalam rangka alih teknologi) menghasilkan efisiensi yang diharapkan. (Gambar 6 dan Gambar 7)
Gambar 5. Membangun rumah dengan metode tradisional
Teknologi tradisional (Gambar 5) untuk membangun rumah secara individu selama ini tidak memberikan efisiensi yang diharapkan bila diterapkan pada pembangunan rumah-rumah massal, khususnya rumah-rumah susun untuk golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang mempunyai keterbatasan ekonomi, sehingga harga/sewa rumah dapat terjangkau oleh kemampuan mereka. Selain itu, pembangunan komponen-komponen bangunan secara cor in-situ atau dikerjakan di tempat seringkali tidak memberi efisiensi waktu, biaya, pengendalian mutu, dan pemakaian bahan. Di sini, efisiensi membangun menjadi penting dan perlu dicari suatu alternatif teknologi membangun. Teknologi membangun tersebut membutuhkan orientasi/pemikiran, mulai dari tahap pemrograman, perancangan, konstruksi, hingga tahap pemanfaatan bangunan. Membangun rumah susun massal pada umumnya masih merupakan hal baru di negaranegara berkembang. Tidak jarang dijumpai upaya untuk melakukan alih teknologi dari negara-negara maju yang sudah jauh berpengalaman dalam teknologi membangun
Gambar 6. Membangun dengan metode industri/mekanisasi
Dari uraian di atas, dapat dibedakan berbagai pendekatan metode produksi rumah adalah: 1) secara metode non industri: tradisional dan nontradisional (konvesional); dan 2) secara metode industri: rasionalisasi, prepabrikasi, mekanisasi. Pembangunan rumah-rumah tradisional, terutama di pelosok pedesaan dibangun oleh warga desa secara gotong royong. Hasil gotong royong warga desa yang kurang keterampilan ini, tidak ditekankan pada mutu hasil pekerjaan, tetapi lebih pada kontribusi sosialnya. Dalam pembangunan rumah-rumah di kota, sikap kegotongroyongan ini tidak mudah untuk dilakukan, sehingga diperlukan tenaga pekerja konstruksi khusus. Pembangunan secara 19
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
konvensional ini mengandung banyak ketidakefisienan, terutama dari segi penggunaan bahan bangunan, waktu, dan tenaga. (Gambar 8) Terlebih-lebih dalam jumlah banyak, ketidakseragaman dan mutu pada hasil pekerjaan akan mudah dikenali. Metode membangun
dengan cara ini masih mendominasi pembangunan, terutama rumah-rumah di kota. Karena dengan metode membangun ini banyak tenaga yang tidak/kurang terampil yang masih melimpah di negara berkembang ini dapat memperoleh peluang kerja.
Gambar 7. Membangun rumah susun dengan metode industri
Pendekatan produksi melalui proses industri adalah sesuatu yang lebih luas daripada proses nontradisional dan tidak senantiasa harus merupakan suatu metode yang sepenuhnya lain/baru. Metode ini berawal dari suatu pengkajian terhadap cara membangun secara nontradisional dan tidak senantiasa harus merupakan suatu tujuan untuk menekan biaya serta meningkatkan kecepatan membangun, efisiensi dalam penggunaan bahan dan tenaga kerja serta terjaminnya mutu produk. Hal ini juga menuntut pengorganisasian kegiatan konstruksi yang cermat untuk menghindari tertunda dan terputusnya kontinuitas kegiatan konstruksi. Upaya tersebut dapat dicapai melalui rasionalisasi organisasi, penggantian sebagian pekerjaan in-situ dengan unit-unit komponen prepabrikasi atau dengan penggunaan alat-alat
20
mekanik di pabrik atau di lokasi pekerjaan pembangunan.
Gambar 8. Metode konstruksi secara konvensional
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
Metode prepabrikasi ini menekankan pada pembuatan komponen-komponen/bagianbagian bangunan yang standar terlebih dahulu di pabrik atau tempat lain, kemudian siap dirakit dan dibangun dalam waktu cepat di lokasi pembangunan pekerjaan. Pembuatan komponenkomponen standar yang mengacu pada suatu sistem moduler yang tidak dapat dikombinasikan dengan sistem fungsional yang sama, tidak memungkinkan terbentuknya rakitan dari sistem campuran atau hibrid. Sistem ini disebut sistem tertutup. Sebaliknya, akan disebut sistem terbuka apabila komponen dari suatu sistem dapat ditukar dengan komponen fungsional dari sistem lain. (Gambar 9) 1. PENDIRIAN STRUKTUR RANGKA BAJA
2. PENUTUPAN STRUKTUR DENGAN CLADDING
3. PEMASANGAN PANIL DINDING DAN KUSEN
4. PEMASANGAN DAUN PINTU DAN JENDELA
Gambar 9. Metode konstruksi secara industri/prepabrikasi
Selain itu, efisiensi pembangunan perumahan perlu ditingkatkan dengan memilih teknologi yang tepat. Keserasian antara sistem perancangan bangunan dengan produksi bahan, ukuran, dan elemen bangunan perlu diciptakan. Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi pembangunan dapat dilakukan melalui penerapan koordinasi modular. Keberhasilan proses industrialisasi pembangunan perumahan tidak semata-mata terletak pada metode konstruksinya, tetapi aspek yang terkait perlu pula mendapat perhatian, seperti pengadaan lahan, infrastruktur, dan pembiayaan. Kadangkala lahan proyek, terutama di wilayah kota, sering tidak cukup luas untuk tempat menyimpan segala bentuk logistik bangunan dan tidak mempunyai cukup ruang untuk beroperasinya alat-alat bantu. Untuk memperoleh efisiensi (kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya) proyek pembangunan rumah susun-massal, diperlukan suatu teknologi baru. Teknologi baru ini sering merupakan teknologi impor dan teknologi menuntut suatu konsep perancangan yang berbeda dengan konsep perancangan tradisional. Konsep perancangan baru ini mencakup konsep pelaksanaan konstruksi, alat-alat angkat dan angkut yang digunakan, pengelolaan dan organisasi projek. Namun, teknologi impor (bukan alih teknologi secara geografi) tersebut harus diintegrasikan dengan potensi sumber daya yang telah ada di lingkungan yang baru agar dapat memberi manfaat optimal dan berkelanjutan. SIMPULAN Pergeseran metoda konstruksi pembangunan perumahan ke metode konstruksi secara industri penuh, seperti negara-negara maju, karena alasan: 1) upah yang tinggi untuk pekerja konstruksi; 2) produktivitas yang relatif rendah dari tenaga pekerja konstruksi dibandingkan produktivitas tenaga manufaktur; 3) langkanya tenaga terampil; 4) tradisi pendekatan industri telah dimiliki masyarakat; 5) kemampuan menabung yang tinggi dari masyarakat dan tersedianya modal (besar) untuk
21
JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 3 NO.1 PEBRUARI 2005 : 1 - 61
investasi; dan 6) potensi kebutuhan perumahan yang cukup tinggi.
melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan tangan manusia;
Dalam rangka menyongsong era industrialisasi, Indonesia dapatlah berharap bahwa penghasilan masyarakat akan meningkat di masa-masa yang akan datang, sehingga menumbuhkan kemampuan berinvestasi, termasuk kebutuhan akan perumahan.
4. Organisasi dan survai: akan menjadi lebih efisien karena banyak proses yang dilakukan di dalam pabrik, sehingga produktivitas menjadi tinggi. Risiko kecelakaan menjadi berkurang dan tenaga pekerja tidak terlalu terganggu oleh cuaca, sehingga pekerjaan konstruksi dapat diproses secara industri.
Upah tenaga pekerja konstruksi yang kian meningkat dan kegiatan industri konstruksi yang kian meluas, kemungkinan akan mendorong Indonesia melangkah ke era industrialisasi yang berisiko ringan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan perumahan yang semakin meningkat dengan menggunakan pilihan teknologi tepat guna, seperti rumahrumah prepabrikasi. Bentuk industrialisasi ini terdiri atas pembuatan bagian/komponen rumah yang bila dirakit akan menghasilkan produk jadi (rumah). Apakah komponen-komponen tersebut dikerjakan di pabrik atau di lapangan terbuka, tidak akan mengurangi makna dari metode konstruksi tersebut, yang dimulai dengan membuat rancangan dari produk jadi, kemudian diurai menjadi komponen-komponen. Pada tahap lebih lanjut, masyarakat yang sudah terbiasa dengan rumah produk industri, kemungkinan akan dapat mulai diterima bangunan dengan sistem modular, dimulai dari merancang sejumlah komponen secara dimensi dan fungsi akan saling dapat digabungkan untuk menjadi produk akhir. Industrialisasi dalam sektor pembangunan perumahan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kecepatan konstruksi: waktu untuk konstruksi dapat dipercepat sehingga penghematan waktu ini dapat memungkinkan pengembalian modal lebih cepat dengan bunga yang lebih kecil; 2. Pengurangan biaya: dalam jangka panjang akan diperoleh penghematan bahan dan tenaga terampil, dan penghematan yang dihasilkan dari proses repetisi pekerjaan serta amortisasi secara berangsur-angsur dari investasi pabrik dan peralatan; 3. Kontrol mutu: mesin-mesin dapat menjamin keseragaman mutu produknya dan 22
Terakhir, semoga kondisi di atas dapat terwujud dalam era industrialisasi pada masamasa yang akan datang, sebelum Indonesia dapat memasuki era industrialisasi dalam pembangunan perumahan. Suatu keadaan dimana alih teknologi dari negara maju ke Indonesia dapat berintegrasi secara baik dengan potensi sumber daya yang telah ada di lingkungannya. DAFTAR PUSTAKA Aswito, Asmaningprodjo. 1999. Industrialisasi Pembangunan Perumahan, dalam Seminar Nasional Perumahan dan Permukiman dalam Era Industrialisasi di Indonesia, Tantangan dan Harapan, 19-20 Nopember 1993. Bandung: Jurusan Teknik Arsitektur FTSP ITB. Burgess, Roger A.; White, Gordon. 1979. Building Production and Project Management. London: The Construction Press Ltd. Hillebrandt, Patricia M, 1999. Economic Theory and the Construction Industry. London: The Macmillan Press Ltd. Komaruddin. 1989. Koordinasi Modular dalam Pembangunan Perumahan. Harian Kompas, 20 Desember 1989. Rowe, Peter G. 1995. Modernity and Housing. Massachussets: The MIT Press. Santikaru,
Mingsaru. 1981. Technology Transfer. Singapura: Singapore University Press.
Schultz, Eike Jakob. 1992. ‘A Case for Housing Prefabrication in Squatters
INDUSTRIALISASI PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN: PARADIGMA INDUSTRI KONSTRUKSI DI INDONESIA (NI KETUT AGUSINTA DEWI)
Settlements’, dalam Beyond SelfHelp Housing. Mathey, Kosta, Ed. London: Mansell Publishing Limited. Terner, Ian Donald.; John F.C. Turner. 1972. Industrialized Housing. Washington D.C.: Department of Housing and Urban Development, Office of International Affairs. World Bank. 1984. The Construction Industry: Issues and Strategies in Developing Countries. Washington D.C.
23