IMPLIKASI TAFSIR KLASIK TERHADAP SUBORDINASI GENDER: PEREMPUAN SEBAGAI MAKHLUK KEDUA Shinta Nurani Mahasiswi STAIN Pekalongan
[email protected]
Abstract: Discriminatory views about women in the classical interpretation of the Qur’an such as the Qur’anic interpretation ofal-Suyuti, al-Baidhawi, Ibn Kathir, al-Qurtubi, and each other,places womenas being the second creation and the second sex. The logical consequenceofthisQur’anic interpretations which is produce a stigma that women do not deserve to be a certain tasks because women are weak creatures who often relies on men and the second sex after male. The effect of this viewsettlesin the subconscious so that it becomespublic knowledge that the women is subordination ofmen. Therefore we need are contextualization visionary interpretation of gender to realize the mission of the Qur’an as anideal guidance in life, perfect religious, and rahmatan lil Alamin. Keyword: The classical Qur’anic interpretation, subordination gender, women as second sex. Abstrak: Pandangan diskriminatif terhadap perempuan dalam penafsiran tafsir klasik seperti penafsiran al-Suyuthi, al-Baidhawi, Ibn Kathir, al-Qurtubi, dan lainnya menempatkan perempuan sebagai makhluk kedua dan jenis kelamin kedua. Konsekuensi logis dari interpretasi yang bias gender ini menghasilkan satu stigma bahwa perempuan tidak pantas memikul tugas-tugas tertentu karena perempuan merupakan makhluk lemah yang selalu bergantung kepada laki-laki dan menjadi makhluk kedua setelah laki-laki. Pengaruh dari pandangan ini mengendap di alam bawah sadar perempuan sehingga menjadi pemahaman umum bahwa perempuan adalah subordinasi laki-laki. Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah rekontekstualisasi penafsiran gender untuk mewujudkan misi dari al-Quran sebagai petunjuk ideal dalam hidup, agama yang sempurna, dan rahmatan lil Alamin. Kata kunci: Tafsir Klasik, Subordinasi Gender, Perempuan sebagai Makhluk Kedua. kultural, struktural, serta ekologis. Begitu
PENDAHULUAN Diskursus mengenai gender tidak akan
pernah
usai
dan
akan
pula mengenai kajian seputar penafsiran al-
selalu
Quran yang tidak pernah usai dan selalu
mengalami perkembangan dari waktu ke
mengalami perkembangan yang cukup
waktu. Bakan, persoalan gender berpotensi
dinamis, seiring dengan perkembangan
untuk menimbulkan konflik dan perubahan
kondisi
sosial disebabkan karena sistem patriarki
masyarakat, dan peradaban manusia. Hal
yang berkembang luas dalam berbagai
ini
masyarakat dan menempatkan perempuan
sepakat bahwa al-Quran sebagai hudan
pada posisi yang tidak diuntungkan secara
linnas yang shalih li kulli zaman wa makan
zaman,
karena
sosial-budaya
masyarakat
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
muslim
global
telah
| 131
serta dinamis dalam menjawab proble-
Hal di atas diperkuat pula dengan
matika umat termasuk dalam membahas
penafsiran klasik yang telah berkembang
tentang posisi laki-laki dan perempuan.
dan cukup mengakar dalam konstruksi pola
Dalam budaya di berbagai tempat,
pemikiran dan kebudayaan masyarakat
hubungan-hubungan tertentu antara laki-
selama ini. Sebagaimana misalnya dalam
laki dan perempuan dikonstruksi oleh
menafsirkan ayat Surat al-Nisa’ ayat 1,
mitos seperti mitos tentang tulang rusuk
mayoritas
asal-usul
sampai
mengartikan kata nafs sebagai Nabi Adam
mitos-mitos lainnya. Mitos-mitos sekitar
yang kemudian Allah menciptakan untuk
perempuan
rumit
jiwa tersebut seorang istri yang diciptakan
dipecahkan karena bersinggungan dengan
dari dirinya sendiri yaitu berasal dari
persoalan agama melalui berbagai produk
tulang rusuk Nabi Adam bagian belakang
penafsiran para mufasir dan kemudian
yang sebelah kiri ketika sedang tidur dan
dianggap
diberi
kejadian
perempuan
memang
bersumber
agak
dari
Tuhan.
mufasir
nama
klasik
Hawa
atau
sepakat
perempuan.
Sehubungan dengan hal ini, D.L. Carmodi
(Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, 1999: 646-
mengungkapkan bahwa sejumlah mitos
647; Ahmad Musthafa al-Maraghi, 1985:
tidak dapat ditolak karena sudah menjadi
315). Penafsiran tersebut memunculkan
bagian dari kepercayaan berbagai agama.
pandangan
Pengaruh dari cerita-cerita dalam berbagai
mengakibatkan
kitab suci disebutnya sebagai unmytho-
perempuan merupakan makhluk kelas dua
logical
setelah laki-laki.
aspects
karena
menurutnya
superioritas
laki-laki
pemahaman
dan bahwa
mitologi yang disebutkan dalam sebuah
Berdasarkan dari uraian tersebut,
kitab suci meningkat statusnya menjadi
tulisan sederhana ini mencoba membahas
sebuah keyakinan (Denise Lardner, 1992:
tentang
154-155). Ironisnya, mitos-mitos tersebut
terhadap subordinasi gender dan upayanya
cenderung
untuk
mengesankan
perempuan
implikasi
tafsir
bias
mengharmonisasikan
gender
kembali
sebagai the second creation dan the second
penafsiran
sex. Pengaruh mitos-mitos ini mengendap
universal al-Quran yang menjunjung tinggi
di alam bawah sadar perempuan sekian
martabat perempuan tetap membumi dan
lama
aktual dalam praktik hidup masyarakat
sehingga
perempuan
menerima
kenyataan dirinya sebagai subordinasi laki-
tersebut
agar
nilai-nilai
yang dinamis.
laki dan tidak layak sejajar dengannya (Nasaruddin Umar, 1999: 88).
132 |
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
PEMBAHASAN
sosial, politik, ekonomi, dan budaya
A.
Tafsir Klasik yang Bias Gender
tempat mufasir hidup sehingga dalam
Membicarakan mengenai tafsir dan
tataran
praktis
banyak
ditemukan
diskursusnya, akan semakin menemukan
penafsiran
signifikansinya tatkala dihadapkan dengan
dipengaruhi budaya patriarkhis dan telah
sejumlah fakta dalam kerja tafsir yang
mengakar
menghasilkan tafsir bias gender. Adapun
berabad-abad yang sulit untuk dihilangkan.
tafsir bias gender ialah tafsir yang secara
keagamaan
dalam
Pandangan
yang
masyarakat
diskriminatif
sangat
selama
terhadap
mutlak menempatkan dan mendudukkan
perempuan
perempuan sebagai makhluk yang lemah,
menempatkan
marjinal,
Laki-laki
kosmologis diposisikan sebagai makhluk
dipandang sebagai seorang yang memiliki
kelas dua. Stereotipe terhadap perempuan,
otoritas untuk mengatur, mendikte segala
misalnya
kiprah perempuan tanpa terkecuali.
pertama adalah Adam (laki-laki) dan Hawa
dan
subordinat.
Padahal secara substansi ajaran Islam menyatakan
bahwa
Allah
membedakan
antara
laki-laki
dalam
teks
perempuan
pandangan
(perempuan)
yang
tafsir
klasik
secara
bahwa
menjadi
teo-
manusia
istrinya
tidak
diciptakan dari Adam, menjadikan posisi
dan
perempuan tidak setara dengan laki-laki.
perempuan. Hal ini berarti sumber-sumber
Dalam hal ini berarti laki-laki lebih unggul
ketidakadilan terhadap perempuan dalam
dari perempuan, karena ia tidak otonom,
masyarakat
bukan
melainkan merupakan bagian dari laki-laki.
berasal dari ajaran dasar agama, tetapi
Di dalam agama Islam, pandangan seperti
lebih pada salah tafsir terhadap dogma
itu muncul dalam penafsiran Surat al-Nisa’
agama, seperti yang diperlihatkan sebagian
ayat 1:
Islam
sebenarnya
ulama Islam selama berabad-abad karena sebuah tafsir sangat dipengaruhi oleh faktor
budaya,
sosial,
kecenderungan
politik, dan faktor psikologis penafsir. Dalam hal budaya, mencakup cara berpikir dan sistem hidup masyarakat ketika tafsir tersebut ditulis. Sosial menyangkut polapola relasi manusia. Sedangkan politik mencakup kekuasaan (Badriyah Fayumi dkk, 2001: 86). Ini berarti, seorang mufasir akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan
َّ ُ ُ َّ ُ َّ َ ُّ َ َ ِّ ُ َ َ َ ﺎس اﻳﻘﻮا َر َّﺑﻜ ُﻢ ا ِ ي ﺧﻠﻘﻜﻢ ﻣ ْﻦ ﻳﺎﻛﻓﻬﺎ اﺠ َ َْ ْ َّ ْ َ َ َ اﺣﺪ ٍة َوﺧﻠ َﻖ ِﻣﻨ َﻬﺎ َز ْو َﺟ َﻬﺎ َو َﺑﺚ ِﻣﻨ ُﻬ َﻤﺎ ِ ﻏﻔ ٍﺲ و َّ َ ُ َّ ً َ َ ً َ ً َ َ َُ ََ ﺂءﻟﻮن ﺑِ ِﻪ اﷲ ا ِ ي ﺗﺴ ﺂء َواﻳﻘﻮا ِرﺟﺎﻻ ﻛ ِﺜﺮﻴا وﻧِﺴ ُ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ اﷲ ﺎﻛن َﻋﻠﻴﻜ ْﻢ َر ِﻗﻴﺒًﺎ واﻷرﺣﺎم ِإن “Hai sekalian manusia bertakwalah
kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang sama dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. Al-Nisa: 1).
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 133
Pemahaman yang bersifat dikotomis
atau muannas (Amina Wadud Muhsin,
itu disebabkan oleh perbedaan dalam
1992: 19). Interpretasi yang dibangun oleh
memahami lafadz nafs pada ayat tersebut.
mufasir kontemporer ini menunjukkan
Mufasir mutaqaddimin (terdahulu) seperti
bahwa Allah menciptakan perempuan dari
al-Suyuthi, al-Baidhawi, Ibnu Katsir, dan
sifat dan esensi yang sama dengan laki-laki
al-Qurthubi mengartikan nafs dalam ayat
(Murtadha Muththahari, 1997: 75) dan
ini dengan arti “Nabi Adam”, sehingga
menunjukkan bahwa seluruh manusia baik
mereka menyimpulkan bahwa istri Nabi
itu laki-laki maupun perempuan memiliki
Adam (Hawa) diciptakan dari Nabi Adam
asal usul yang sama karena diciptakan dari
itu sendiri yakni berasal dari tulang rusuk
jenis (bahan baku) yang sama, maka kedu-
sebelah
yang
dukan mereka pun setara, tidak ada
bengkok. Oleh karena itu, wanita bersifat
keunggulan apriori bagi laki-laki atas
bengkok atau tidak lurus (Lies M. Marcoes
perempuan, dan sebaliknya. Pandangan
dan Johan Hendrik Meuleman, 1991: 4-5).
tentang persamaan unsur kejadian manusia
Bahkan seorang mufasir dari kalangan
diperkuat oleh nash al-Quran dalam Surat
Syi’ah,
al-Hajj ayat 5 dan Surat al-Imran ayat 195.
kiri
bagian
belakang
al-Thabathaba’i
mengklaim
pendapat itu sebagai ijma’ seluruh ulama
Lebih lanjut, Husein menegaskan
mensub-
bahwa kata nafs wahidah (diri yang satu)
ordinasikan perempuan di bawah laki-laki
di dalam Surat al-Nisa ayat 1, tidak
menjadi kokoh.
menujukkan secara eksplisit bahwa diri
sehingga
pandangan
yang
Akan tetapi mufasir mutaakhirin
yang satu tersebut adalah Nabi Adam as
(kontemporer) seperti Muhammad Abduh,
ataupun Hawa, laki-laki atau perempuan.
al-Qasimi,
Shihab
Semangat substansi ayat tersebut adalah
berpendapat lain, bahwa yang dimaksud
keberpasangan dan kebersamaan sebagai
nafs dalam ayat di atas bukan berarti Nabi
dasar
Adam, melainkan berarti jenis (M. Quraish
ungkapan selanjutnya ayat itu sangat jelas
Shihab, 2002: 314). Lebih lanjut, Amina
bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan
Wadud menjelaskan kata nafs, menurut
dari dua pasangan itu. Kesimpulannya,
akar katanya berbentuk muannastetapi
penafsiran bahwa diri yang satu adalah
pada ayat ini lebih menerangkan tentang
Adam, kemudian penciptaan pasangan-
asal usul manusia yang sama-sama berasal
nya, Hawa dari Adam dan mengandung
dari nafs yang satu dan tidak spesifik
makna
gender yang menunjukkan esensi manusia
kurang tepat. Penafsiran ayat penciptaan
sebenarnya bukan bentuknya muzakkar
ini
134 |
dan
M.
Quraish
kehidupan.
Oleh
subordinasi
juga
harus
karena
perempuan
selaras
dengan
itu,
adalah
ayat
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
penciptaan yang lain yaitu Surat al-Tin
dalam
ayat 4, yang menyatakan bahwa penciptaan
tidak tercantum kisah kejadian Adam dan
laki-laki dan perempuan adalah penciptaan
Hawa
yang
(Kejadian II: 21), dengan redaksi yang
sangat
sempurna
(Husein
Muhammad, 2002: 25).
tafsirnya,al-Manar,
dalam
Kitab
“Seandainya
Perjanjian
Lama
mengarah pada pemahaman hadis secara
Di samping itu, terdapat hadis yang
harfiah, niscaya pendapat yang salah itu
menjelaskan bahwa perempuan diciptakan
tidak akan pernah terlintas dalam benak
dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok.
orang-orang Islam”.
Riwayat hadis tersebut terdapat dalam
Demikianlah
pandangan
Islam
kitab hadis seperti Shahih Bukhari dan
terhadap proses kejadian perempuan. Islam
Shahih Muslim yaitu:
tidak
mengajarkan
pandangan
yang
“Amru Naqid dan Ibn Abi Umar
dikotomis antara laki-laki dan perempuan
keduanya berkata dari Sufyan dari Abi
(M. Amin Abdullah dkk, 2000: 7).
Zinad dari A’raj dari Abu Hurairah,
Kalaupun ada perbedaan antara keduanya,
Rasulullah
‘Sesung-
maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas
guhnya perempuan itu telah diciptakan
utama yang dibebankan Allah kepada
dari tulang rusuk dan engkau tidak akan
masing-masing
bisa meluruskannya pada satu jalan. Jika
sehingga
engkau
seharusnya
SAW
ingin
bersabda,
mengambil
keuntungan
jenis
perbedaan
kelamin yang
tersebut
ada
mengakibatkan
tidak
pandangan
darinya, ambillah keuntungan darinya,
yang
ambillah
dan
perempuan sebagai manusia kelas dua
padanya masih tetap ada kebengkokan.
setelah laki-laki. Pada prinsipnya, Islam
Jika
keuntungan engkau
meluruskannya, mematahkannya
padanya,
dan
menganggap
berusaha
untuk
mengajarkan persamaan antara manusia.
engkau
akan
Perbedaan
dan
meretakkannya
berarti menceraikannya’”. Namun,
dikotomis
hadis-hadis
mendapat pengaruh dari tradisi agama
menggarisbawahi
seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya
tersebut
yang
sebagai
hamba
Allah
kepada sang Khalik, sebagaimana firman Allah Surat al-Hujurat ayat 13.
sebelumnya (Syafiq Hasyim, 2001: 72) yaitu Yahudi dan Kristen yang memang
B.
Implikasi Tafsir Klasik terhadap
memiliki konsep bias gender sebagaimana
Subordinasi Perempuan
yang tercantum dalam Kitab Perjanjian
Satu diantara problem tafsir dalam
Lama
(Tutik
Hamidah,
2011:
35).
kajian keilmuan umat Islam yang hingga
Muhammad Rasyid Ridla menjelaskan
dewasa ini masih marak dan menggejala
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 135
adalah tafsir-tafsir yang terkesan bias
laki-laki
gender
terhadap
penciptaannya, kapasitas dan fungsinya
Muhammad
dalam masyarakat, serta ganjaran yang
berpendapat bahwa tafsir yang masih
harus diterima oleh perempuan di akhirat
dipercayai
nanti. Konsekuensi logis dari interpretasi
dan
diskriminatif
perempuan.
muslim
Husein
oleh
hingga
mayoritas saat
ialah
perempuan
dari
segi
tetap
yang bias gender ini menghasilkan satu
meletakkan laki-laki sebagai pusat dari
stigma bahwa perempuan tidak pantas
kehidupan
memikul
domestik
ini
masyarakat
dan
maupun
publik
tugas-tugas
tertentu
(Amina
(Husein Muhammad, 2009: 245). Ini
Wadud
menunjukkan
para
perempuan merupakan makhluk lemah
penafsir konservatif terhadap ide ketidak-
yang selalu bergantung kepada laki-laki
setaraan gender dalam al-Quran sudah
dan menjadi makhluk kedua setelah laki-
mengakar dalam pandangan masyarakat.
laki.
bahwa
pandangan
Cara pandang seperti ini jelas berlawanan
Muhsin,
Identitas
2003:
gender
193)
yang
karena
terbentuk
dengan prinsip kesetaraan dan keadilan
sangat dipengaruhi oleh konsep kodrat
universalitas Islam.
yang berlaku. Pada umumnya kodrat
Pernyataan senada diungkapkan oleh
memposisikan laki-laki sebagai pencari
Nasaruddin Umar, bahwa misi pokok al-
nafkah, terampil, kuat, dan berkompetensi
Quran
teknis,
diturunkan
adalah
untuk
sedangkan
perempuan
sebagai
membebaskan manusia dari segala bentuk
pekerja sekunder, tidak terampil, lemah,
diskriminasi dan penindasan, termasuk
dan tidak mempunyai kompetensi teknis (J.
diskriminasi seksual, warna kulit, etnis,
Humprey, 1985: 54). Dengan konsep
dan ikatan-ikatan primordial lainnya. Oleh
kodrat yang mensubordinasikan perem-
karena itu, jika terdapat penafsiran yang
puan, negara mengkonstruksikan ideologi
menghasilkan bentuk penindasan dan ke-
gender yang mendasarkan pada ibuisme,
tidakadilan, maka penafsiran tersebut perlu
sebuah paham yang melihat kegiatan
diteliti kembali (Nasaruddin Umar: 11).
perempuan sebagai bagian dari perannya
Citra diri perempuan dalam khazanah
sebagai ibu. Perempuan selalu dipojokkan
tafsir klasik dengan titik sentuh penafsiran
dengan
yang bias gender dan memposisikan
berhubungan dengan masalah keluarga dan
perempuan sebagai makhluk yang inferior,
kerumahtanggaan.
lemah, dan menjadi subordinat laki-laki.
lingkungan
Bahkan,
seorang
domestik
penulis
yang
abad
Dalam pandangan Amina Wadud, para
pertengahan menuliskan ciri-ciri yang
penafsir lebih melihat perbedaan esensial
harus dimiliki oleh seorang perempuan
136 |
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
yang saleh, sebagaimana dikutip Asghar
Kutipan di atas terlihat bagaimana
Ali Engineer dalam buku The Parfum
individualitas seorang perempuan diukur
Garden(Asghar Ali Engineer, 1994: 89),
dari posisinya sebagai pelengkap laki-laki
yaitu:
dan “Seorang
perempuan
yang
ideal
tidak
mungkin
mengaktualisasikan
perempuan
dirinya
melainkan
jarang berbicara dan tertawa tanpa sebab.
sebagai ibu dan istri yang baik dalam
Ia tidak pernah meninggalkan rumah
rumah
bahkan untuk menemui tetangga yang
mendapatkan pembenaran untuk tetap
dikenalnya.
Ia
perempuan,
tidak
tidak
tangganya.
Kaum
perempuan
punya
teman
berada dalam posisi subordinat. Akibatnya,
memberikan
keper-
laki-laki semakin mendominasi sementara
cayaan kepada siapapun, dan suaminya
otonomi perempuan semakin berkurang
adalah satu-satunya tempat bergantung.
dan
Dia tidak menerima apapun dari seseorang,
eksploitasi, dan kekerasan baik di ruang
kecuali ayah dan suaminya. Jika bertemu
publik maupun ruang domestik.
mengalami
proses
marginalisasi,
dengan karib kerabatnya, ia tidak ikut
Realitas ketimpangan gender yang
campur dalam urusan mereka. Ia tidak
terjadi ini bukanlah spirit dan harapan yang
berkhianat dan tidak mempunyai kesalahan
dicanangkan dalam ajaran-ajaran agama
yang disembunyikan. Ia tidak berusaha
seperti yang terdapat dalam nash al-Quran
memikat
dan hadis. Dzuhayatin misalnya, membaca
orang
lain.
Jika
suaminya
mengajukan keinginan untuk berhubungan
adanya
badan, dia akan berkenan memuaskan
diinginkan
nafsu suaminya. Ia selalu membantu suami
Indonesia baik secara konteks keagamaan
dalam berbagai urusan, tidak banyak
maupun sosio-politik untuk mendapatkan
mengeluh dan mengeluarkan air mata. Ia
peran dan posisi yang setara dengan kaum
tak tertawa atau bergembira ketika melihat
laki-laki. Adapun peran yang dimainkan
suami
dan
perempuan Indonesia melalui konstruksi
kesulitan. Ia akan membantu memecahkan
budaya, politik, ekonomi, dan agama dapat
masalahnya sampai suami benar-benar
dilihat berdasarkan kondisi pembagian
terhibur. Ia tidak menyerahkan dirinya
kerja dalam masyarakat Indonesia (Siti
kepada orang lain, kecuali kepada suami,
Ruhaini Dzuhayatin, 2010: 4). Walaupun
walaupun suami tidak ada. Perempuan
dalam beberapa kasus di Indonesia, mereka
seperti itulah yang diidamkan oleh setiap
telah mendapatkan kesetaraan, bahkan
orang.”
berperan lebih penting namun secara
dalam
keadaan
murung
harapan
dan
oleh
aspirasi
kaum
yang
perempuan
umum masih tetap mengikuti aturan-aturan Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 137
yang
dipahami
untuk
umat manusia. Berbagai faktor tersebut
menempatkan perempuan di bawah posisi
seperti kebijakan pemerintah, tafsir agama,
laki-laki.
keyakinan,
Padahal,
secara
menurut
umum
hasil
disertasi
hukum,
dan
tradisi
atau
kebiasaan (Agnes Widanti, 2005: 171).
Nasaruddin Umar, Islam secara normatif
Subordinasi
memiliki
kesetaraan
berbagai bentuk yang berbeda-beda dari
gender, yaitu: (1) laki-laki dan perempuan
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat
sama-sama sebagai hamba; (2) laki-laki
yang lain (Fakih Mansour, 1996: 13-16).
dan
banyak
perempuan
prinsip
sama-sama
sebagai
perempuan
Adapun
salah
terjadi
satu
dalam
pangkal
khalifah; (3) laki-laki dan perempuan
ketidakadilan terhadap perempuan dalam
sama-sama menerima perjanjian primordial
tafsir klasik bermuara dari stereotip yang
yang sama; (4) Adam dan Hawa sama-
cenderung
sama terlibat secara aktif dalam drama
Pemahaman semacam ini telah menim-
kosmis; (5) laki-laki dan perempuan sama-
bulkan image yang negatif mengenai
sama
perempuan, bahwa perempuan itu serba
berpotensi
meraih
prestasi
(Nasaruddin Umar: 247-263). Dalam
merendahkan
perempuan.
kurang dibandingkan dengan laki-laki
perkembangan
penafsiran,
sehingga
memunculkan
pandangan
menurut Mansur Fakih, perbedaan dalam
inferioritas dan superioritas. Pandangan ini
menafsirkan
ayat-ayat
sering
melahirkan
manifestasi
gender
akan
ketidakadilan
berpangkal
pembenaran
dari
dan
tradisi
mendapat budaya
dan
antara lain terjadi marginalisasi terhadap
pemahaman keagamaan yang hidup dalam
kaum perempuan, terjadinya subordinasi
masyarakat.
pada salah satu jenis kelamin, pelabelan
merupakan ajaran yang menjunjung tinggi
negatif (stereotype), kekerasan (violence),
derajat
menanggung beban kerja domestik lebih
Sayangnya, ajaran yang luhur itu seringkali
banyak dan lebih lama (double burden),
ditafsirkan secara dangkal, sehingga tidak
sehingga pada umumnya yang menjadi
jarang ditemukan penafsiran keagamaan
korban adalah perempuan (Mansur Fakih,
yang
1996: 72-75).
(Badriyah Fayumi dkk: 82). Misalnya
Jika
ditinjau
secara
Islam
dan
justru
sesungguhnya
martabat
merendahkan
perempuan.
perempuan
kronologi,
tuntutan mengenai kesalehan perempuan
subordinasi terhadap perempuan yang
yang sering ditafsirkan dalam bentuk serba
menganggap posisi perempuan lemah di
membatasi gerak dan aktivitas perempuan
dalam masyarakat merupakan akumulasi
dalam masyarakat.
dari berbagai faktor dalam sejarah panjang 138 |
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
Kondisi perempuan Indonesia saat ini, secara umum mengalami perubahan.
dari laki-laki karena diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Pendidikan dan partisipasi perempuan dalam
sektor
peningkatan.
publik
Namun
mengalami demikian,
di
Berdasarkan dari itu, dalam bidang agama masalah utama yang dihadapi masyarakat
Pertama,
diantaranya.
Indonesia yang memiliki budaya dominan
rendahnya pengetahuan dan pemahaman
berdasarkan
patriarkhi,
masyarakat mengenai nilai-nilai agama
perubahan tersebut belum berbanding lurus
yang menjelaskan peranan dan fungsi
dengan perbaikan posisi perempuan di
perempuan.
masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain
penafsiran ajaran agama yang merugikan
karena dalam kenyataannya masih banyak
kedudukan
wanita
cukup
Diantara ajaran agama yang dipahami
memahami agama secara kontekstual (M.
secara keliru dan kemudian merugikan
Amin Abdullah dkk: 11-12). Oleh karena
perempuan adalah ajaran tentang asal usul
itu, diperlukan suatu konstruksi paradigma
penciptaan manusia. Dalam realitas di
pola penafsiran dan pola perilaku yang
masyarakat, ajaran-ajaran tersebut banyak
berwawasan gender.
digunakan
nilai-nilai
Muslim
yang
belum
Kedua,
dan
masih
peranan
untuk
banyak
perempuan.
menjustifikasi
(pembenaran) terhadap posisi perempuan C.
Dari
Subordinasi
menuju
rangka membangun relasi gender yang adil
Emansipasi Dalam
yang subordinat. Oleh karena itu, dalam
ajaran
Islam,
al-Quran
dan
setara
diperlukan
upaya
merupakan kalam Allah yang dipercayai
merekonstruksi
harus merefleksikan keadilan. Penafsiran
pemahaman yang berseberangan dengan
nafs
tujuan
wahidah
sebagai
Nabi
Adam
pokok
kembali
syariat
pemahaman-
(maqashid
al-
mengimplikasikan adanya ketidakadilan
syari’ah) seperti keadilan, persamaan, dan
gender.
persaudaraan antarmanusia.
Bahkan
yang
lebih
mengkhawatirkan, ayat 1 Surat al-Nisa’
Dalam menanggapi hal di atas,
tersebut dijadikan sebagai tulang punggung
tantangan
setiap penafsiran terhadap ayat-ayat lain
penafsir agama saat ini ialah bagaimana
yang berkaitan dengan hubungan antara
memahami implikasi dari pernyataan al-
laki-laki dan perempuan (Syafiq Hasyim:
Quran sewaktu ayat al-Quran tersebut
69) sehingga menimbulkan pemahaman
diturunkan yakni menangkap substansi dari
bahwa perempuan merupakan subordinasi
setiap ayat-ayat al-Quran. Umat Islam
yang
harus
dihadapi
para
kemudian harus membuat aplikasi praktis Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 139
dari ayat-ayat tersebut sesuai dengan
setelahnya (Mamang M. Haerudin,
kondisi dan situasi kekinian mereka,
2012).
dengan
dimaknai
tetap
substansi
berpegang
ajarannya
teguh
(Amina
pada Wadud
Muhsin, 1994: 5).
kembali
itu,
bahwa
dapat tulang
juga rusuk
merupakan metafora, yang secara biologis dan psikologis laki-laki dan
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan
Selain
untuk
mengharmonisasikan
nilai-nilai
kemudian atas perbedaannya itu bisa
terhadap
saling mengerti, saling melengkapi,
pemahaman tentang perempuan sebagai
dan saling membutuhkan sedekat
makhluk
tulang rusuk yang melekat dalam
kelas
al-Quran
perempuan memiliki perbedaan yang
dua
setelah
laki-laki,
diantaranya sebagai berikut: 1.
140 |
Perlu
melakukan
tubuh tafsir
ulang
atas
kekurangan
serta
kelebihan yang dimilikinya masing-
terhadap teks-teks keagamaan yang
masing.
berkaitan dengan relasi gender
Kita
Para mufasir kontemporer hendaknya
tualisasi penafsiran yang bias gender.
melakukan
kembali
Adapun salah satu penghalang orang tidak berani melakukan penafsiran
penafsiran
terhadap
pemahaman
keagamaan
yang
diskriminatif
gender.
harus
berani
kembali
merekonteks-
terhadap
teks-teks
Pemahaman keagamaan yang bias
keagamaan adalah adanya anggapan
gender ini umumnya ditemukan pada
bahwa
kitab-kitab
tafsir
klasik.
dimiliki
Sebagaimana
misalnya
dalam
menjadi mufasir tidaklah mudah.
persyaratan seseorang
yang
harus
untuk
bisa
rekontekstualisasi terhadap ayat 1
Sebagian
Surat al-Nisa, bahwa konsep tulang
bahwa pintu ijtihad sudah tertutup
rusuk itu sudah tidak relevan lagi.
dan konsekuensinya kita harus me-
Hal ini karena proses penciptaan
nerima
manusia setelah Nabi Adam berasal
keagamaan yang dihasilkan oleh
dari perpaduan sperma dan ovum.
ulama terdahulu, meskipun sudah
Akan tetapi jika kemudian tetap
tidak relevan lagi dengan semangat
memaksakan
zaman yang sekarang. Oleh karena
menggunakan
yang
lain
segala
menyatakan
pemahaman
konstruksi Hawa tercipta dari tulang
itu,
rusuk Nabi Adam, ini hanya berlaku
reinterpretasi
bagi Nabi Adam dan Hawa saja dan
memperhatikan
tidak
zamannya adalah hal yang mutlak
berlaku
untuk
manusia
keharusan
untuk agama
melakukan yang
kontekstualitas
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
karena setiap zaman mempunyai
perempuan
problema dan ke-khasannya sendiri
kesempatan mereka untuk terlibat
sehingga agama akan selalu segar
lebih
dan menjadi efektif bagi setiap
memformulasikan
penganutnya.
pandangan
Dengan demikian, keberadaan tafsir
yang
yang ramah gender menjadi sangat
berhubungan
penting karena seringkali penafsiran
Diakui bahwa salah satu penyebab
terhadap al-Quran justru sebagai
menculnya tafsir agama yang bias
dasar untuk melegitimasi kekuasan
gender adalah karena karya-karya
mutlak laki-laki dan diskriminatif
keagamaan pada masa dahulu lebih
terhadap
Signifikansi
didominasi oleh ulama laki-laki.
tafsir ramah gender digunakan untuk
Oleh karena itu, subyektivitas laki-
membangun kembali sebuah relasi
laki menjadi sangat kental dalam
dalam masyarakat yang di dalamnya
karya-karya tersebut.
mengandung spirit kesetaraan dan
Perempuan pada zaman modern kini,
keadilan
dan
sebagaimana diakui oleh kalangan
perempuan. Hal ini sebagaimana Siti
ilmuan, terbukti memiliki kecerdasan
Musdah
dan kemampuan yang tak kalah
perempuan.
antara
Mulia
laki-laki
mengungkapkan
dan
memperluas
banyak
dalam pandangan-
keagamaan,
menyangkut
terutama
hal-hal
dengan
yang
perempuan.
bahwa Islam adalah agama yang
dengan
ideal dan sempurna. Ajarannya men-
bagaimana mengevaluasi anggapan
cakup semua tuntunan luhur dalam
yang berkembang dalam masyarakat
semua bidang kehidupan sehingga
bahwa otoritas keagamaan hanya
Islam paling vocal berbicara soal
bisa dimiliki laki-laki sebab pada
keadilan
masa Nabi SAW dan khulafa ar-
dan
persamaan
laki-laki.
Persoalannya,
antarmanusia (Siti Musdah Mulia,
Rasyidin,
2010: 153).
telah terlibat aktif memformulasikan
perempuan-perempuan
ajaran-ajaran agama, terutama yang 2.
Memperbanyak ulama perempuan
menyangkut persoalan perempuan.
Ulama
meng-
Sekarang telah banyak perempuan
khususkan diri mempelajari ilmu
yang memiliki tingkat pendidikan
pengetahuan agama (tafaqquh fi al-
dan pengetahuan agama yang tak
din) jumlahnya relatif sedikit, maka
kalah
perlu
Sayangnya, masyarakat tampaknya
perempuan
yang
memperbanyak
ulama
dibanding
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
laki-laki.
| 141
masih
sulit
untuk
mengakui
perempuan.
Dengan
keulamaan seorang perempuan. Hal
masyarakat
akan
ini berarti, anggapan tersebut perlu
alternatif bahan bacaan yang lebih
dirombak
beragam dalam berbagai persoalan
dengan
kesempatan
memperluas
perempuan
untuk
demikian, mempunyai
keagamaan.
mengaktualisasikan kemampuannya
Ditambah lagi dengan memberikan
dalam
bidang
banyaknya
agama.
Dengan
pendidikan kepada masyarakat awam
keterlibatan
mereka
tentang
pentingnya
memahami
dalam menghasilkan karya-karya ke-
prinsip kemitrasejajaran antara laki-
agamaan,
pandangan-pandangan
laki
yang
akomodatif
terhadap
mensosialisasikan dan memberikan
perempuan akan terwujud dan sesuai
pendidikan yang tetap berlandaskan
dengan semangat dasar Islam yang
pada al-Quran dan hadis.
lebih
dan
perempuan
dengan
hakiki. 4. 3.
Pendidikan, Penerbitan dan peman-
Banyak aturan dan ketentuan dalam
faatan media massa yang berwa-
perundang-undangan selama ini yang
wasan gender
ternyata bias gender. Berdasarkan hal
Saat ini sudah banyak ditemui buku-
ini, maka dipandang perlu melaku-
buku baik karya asli ulama Indonesia
kan peninjauan terhadap produk
atau
perundang-undangan
karya
berperspektif
terjemahan
yang
gender.
termasuk
di
Tetapi
dalamnya Kompilasi Hukum Islam
dibandingkan dengan karya-karya
(KHI) yang sekarang dipakai oleh
konservatif
gender),
Indonesia. KHI banyak merujuk pada
prosentasenya masih jauh tertinggal.
pendapat para ulama dan kitab-kitab
Kelompok atau perorangan yang
tafsir maupun fiqh klasik. Selain itu,
peduli dengan masalah kesetaraan
KHI juga sering hanya mencer-
dan keadilan gender harus lebih
minkan
gencar lagi memberikan stimulan
pemegang kekuasaan baik eksekutif
terhadap penulis dan ulama yang
maupun yudikatif. Masyarakat sering
berperspektif
tidak
penulis
142 |
Peninjauan terhadap produk hukum
(yang
bias
gender
perempuan
lahirkan
karya-karya
yang
berhubungan
terutama untuk
me-
keagamaan
keinginan
elit
dilibatkan
memformulasikan
suatu
politik
dalam produk
hukum dan biasanya mereka hanya
dengan MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
bersikap
pasif
jika
keputusan-
keputusan tersebut telah dihasilkan.
Selain itu, penjelasan mengenai asal usul penciptaan manusia yang ditemukan dalam Surat al-Nisa’ ayat 1 menjelaskan
5.
Kerjasama antar lembaga
bahwa manusia diciptakan dari jenis yang berbagai
satu yang disebut nafs wahidah dan ayat
lembaga yang peduli pada persoalan-
itu tidak menyinggung penciptaan Hawa,
persoalan perempuan dalam Islam
istri Nabi Adam as. Apalagi cerita tentang
perlu diperkuat demi merancang
penciptaannya dari tulang rusuk yang
gerakan yang lebih strategis dalam
bengkok. Tidak ada ayat yang menjelaskan
menuntut
masyarakat
arah
soal tulang rusuk. Penjelasan tentang
kesetaraan
dan
gender
tulang rusuk hanya ditemukan dalam hadis,
Kerjasama
diantara
ke
keadilan
(Badriyah Fayumi dkk: 102-106).
itu pun tidak berbicara dalam konteks penciptaan
Hawa
dan
hadis
tersebut
dipengaruhi oleh cerita-cerita yang berasal
PENUTUP Ajaran tentang asal usul penciptaan
dari agama sebelumnya seperti Yahudi dan
manusia ada umumnya dijelaskan oleh
Kristen. Semangat makna yang ingin
penafsiran klasik yang telah mengakar
diungkapkan ayat tersebut ialah tentang
dalam pola hidup masyarakat bahwa
persamaan derajat antara laki-laki maupun
manusia pertama yang diciptakan Tuhan
perempuan karena mereka memiliki asal
adalah Nabi Adam as. Selanjutnya, Hawa,
usul yang sama dan diciptakan dari jenis
istrinya diciptakan dari tulang rusuk Nabi
(bahan baku) yang sama yaitu berasal dari
Adam as. Pemahaman ini diambil dari ayat
saripati tanah.
1 Surat al-Nisa’. Hal ini karena Hawa selaku perempuan pertama tercipta dari
DAFTAR PUSTAKA
bagian tubuh laki-laki, yaitu Nabi Adam
Abdullah, M. Amin dkk. 2000. Islam dan
as, maka perempuan posisinya subordinat
Problem
dari laki-laki. Perempuan hanyalah the
Aditya Media.
second human being, manusia kelas dua,
Al-Maraghi,
Gender.
Ahmad
Yogyakarta:
Musthafa.
1985.
posisinya berada di bawah laki-laki.
Tafsir al-Maraghi. Diterjemahkan
Perempuan
Oleh Bahrun Abu Bakar. Semarang:
penting
dan
bukanlah hanya
makhluk sebagai
yang
makhluk
pelengkap yang diciptakan untuk melayani laki-laki.
PT. Karya Toha Putra Semarang. Ar-Rifa’i,
Muhammad
Nasib.
1999.
Taisiru al-Aliyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir. Diterjemahkan
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 143
Oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema
Denise.
Mythological
1992.
Woman, Contemporary Reflections
Insani Press. Dzuhayatin, Siti Ruhaini. 2010. “The Role Expectation and The Aspirations of Indonesian
Lardner,
Womens
in
Socio-
on Ancient Religious Stories. New York: Crossroad. Mansour, Fakih. 1996. Analisis Gender
Political, and Religioun Contexts”
dan
dalam Syarif Hidayatullah. Teologi
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Feminisme
Islam.
Yogyakarta:
Engineer, Asghar Ali. 1994. Hak-Hak Perempuan dalam Islam. Jakarta: Fakih, Mansur. 1996. Analisis Gender dan Sosial.
Yogyakarta:
Fayumi, Badriyah dkk. 2001. Keadilan dan Jender
(Perspektif
Islam). Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan
Bidang
Agama
Mamang
M.
Bias
“Menghindari Jurnal
Gender”.
Equalita. Edisi juli 2012. Keadilan
Gender.
dan
atas
Gender.
Yogyakarta: LKiS. Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren. Yogyakarta: LKiS.
Hasyim, Syafiq. 2001. Hal-hal yang Tak Terpikirkan
tentang
Keperempuanan
Isu-isu
dalam
Islam.
al-Qur’an.
Humprey, J. 1985. Gender, Pay, and Skill: in
Diterjemahkan
Oleh Yaziar Radianti. Bandung: Pustaka. ____________________. 1992. Qur’an
Bakati. ____________________. “Al-Qur’an dan (Ed.). 2003. Wacana Islam Liberal Pemikiran
Islam
Isu-Isu
Brazilian
Industry. London: Travistock.
Kontemporer
Global.
Jakarta:
Paramadina. Mulia, Siti Musdah. 2010. Islam dan Hak Asasi
Manusia:
Implementasinya.
Bandung: Mizan. Workers
dalam
tentang
Malang: UIN Maliki Press.
Manual
Agama
Kiai
Perempuan” dalam Charles Kurzman
Hamidah, Tutik. 2011. Fiqh Perempuan Berwawasan
Refleksi
and Woman. Kuala Lumpur: Fajar
Departemen Agama RI.
Tafsir
Wacana
Fiqh
2002.
Muhsin, Amina Wadud. 1994. Wanita
Pustaka Pelajar.
Haerudin,
Husein.
Sosial.
_________________. 2009. Islam Agama
LSPPA, Yayasan Perkasa.
Kesetaraan
Muhammad,
Perempuan,
Pustaka Pelajar.
Transformasi
Transformasi
Konsep
dan
Yogyakarta:
Naufan Pustaka. Muththahari, Murtadha. 1997. Hak-Hak Wanita
dalam
Islam.
Jakarta:
Lentera. 144 |
MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015
Nefzawi,
Syekh.
1964.
The
Parfum
Umar,
Nasaruddin.
1999.
Argumen
Garden. Tanpa Kota Terbit: New
Kesetaraan Jender Perspektif Al-
York.
Qur’an. Jakarta: Paramadina.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir alMishbah:
Pesan,
Kesan,
dan
Widanti, Agnes. 2005. Hukum Berkeadilan Jender. Jakarta: Kompas.
Keserasian al-Qur’an Vol. 4. Jakarta: Lentera Hati.
Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinasi Gender … (Shinta Nurani)
| 145