Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 30 Nomor 2 tahun 2013
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI KARAKTER SISWA SMP
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email:
[email protected]
Abstract. This research aims to obtain data on innovative learning models implemented in science teaching by junior high school teacher, to describe the character development of students in learning science, and to formulate recommendation for innovative learning.The research method used a survey. Area purposive random sampling technique is used to determine the 30 science teachers in the Semarang city Central Java. The subjects were learning device developed by teachers of science. Data were collected by using a list of suitable instruments, assessment formats, questionnaires, and interview guides. Data were analyzed using descriptive-qualitative techniques and evaluative analysis. Results of this research are a) applied the innovative learning of cooperative, problem based learning, problem solving, and inquiry, b) the value of the character that was developed includes honesty, cooperation, respect their opinions, critical thinking, c) the value of learning through teacher developed characters group work, laboratory work, and make a report/portfolio. Conclusion of this research that the teacher has implemented several innovative learning but has not been systematically and effectively less, and the character development of students have done. Based on the results analysis of the research recommended that school administrators need training for principals and superintendents about visionary leadership and innovative learning and training needs for teachers of educational research related to effective implementation of innovative learning and character development as well as it’s measurement. Keywords: innovative learning, students character, science teaching PENDAHULUAN Kualitas pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah masih memerlukan peningkatan baik dari aspek akademik, sumber daya munusia maupun sarana/prasarana termasuk peralatan laboratorium. Pembelajaran IPA (Sains) sampai sekarang masih
memerlukan perhatian sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Pemenuhan persyaratan kualifikasi pendidikan minimal sarjana (S-1) untuk mengajar SMP atau pendidikan setingkat dan peningkatan kompetensi guru, terus diselenggarakan oleh pemerintah. Permasalahan kuali141
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
tas guru yang terkait dengan pengembangan profesional guru mendesak untuk diupayakan penyelesaiannya. Oleh karena itu, penelitian yang mengungkap mengenai masalah profesionalisasi guru mulai jenjang Pendidikan Dasar (SD dan SMP) sampai Pendidikan Menengah (SMA/SMK) khususnya perlu dilakukan. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains masih memiliki tugas berat, baik pada aspek proses pembelajaran maupun hasil belajar siswa. Masih rendahnya prestasi belajar siswa pada pelajaran Sains, dipandang sebagai salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan Sains di sekolah. Hal ini didukung data keikutsertaan siswa SMP Negara Indonesia pada kompetisi Sains tingkat internasional, yakni “IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011, pada bidang Sains menunjukkan bahwa peringkat pendidikan Sains di Indonesia untuk level VIII (usia SMP) menduduki posisi 40 dari 42 negara dengan skor 406 (Gonzales, et al., 2012). Sejumlah siswa yang mewakili kompetisi ini merupakan perwakilan kemampuan rata-rata siswa seluruh Indonesia. Hasil kompetisi tersebut perlu dijadikan pendorong para calon guru dan guru untuk meningkatkan profesionalitas dalam melaksanakan tugas profesi guru. Berdasarkan alasan yang diuraikan di atas, perlu dicari solusi yang difokuskan pada implementasi model pembelajaran inovatif IPA SMP yang berbasis pada dunia nyata siswa, sehingga pembelajaran akan efektif, interaktif, produktif, dan menyenangkan siswa. Studi kasus longitudinal mengenai pembelajaran Sains menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang difokuskan berpikir kritis telah dilakukan (Miri, et al., 2007). Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa kelompok eksperimen memiliki kemajuan keterampilan berpikir kritis yang berbeda secara signifikan terhadap kelompok kontrol. Berdasarkan hasil ini, peneliti menyarankan untuk mengkaitkan pembelajaran dengan dunia nya142
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
ta (real world learning), diskusi kelas terbuka (open-ended discussions), dan pe-nyelidikan eksperimen berbasis inkuiri; merupakan cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran Sains memerlukan strategi dan metode yang cocok untuk membelajarkan Sains kepada peserta didik. Menurut McDermott dalam National Science Education Standards (NRC, 1996) mengemukakan bahwa guru Sains perlu mempelajari konsep-konsep Sains yang esensial melalui kegiatan inkuiri, sedangkan komunitas inkuiri dapat dijadikan wahana mengembangkan aktivitas berpikir kritis. Pembelajaran Sains penelitian ini menggunakan strategi pembelajaran inovatif (contextual learning) dengan menghubungkaitkan antara materi pelajaran Sains dan gejala alam yang mengilustrasikan Sains yang dijumpai siswa sehari-hari (students’ in real world). Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih mengenal dan mudah memahami materi Sains yang sedang dipelajari. Pada kegiatan laboratorium dilakukan dengan menggunakan cara inkuiri terbimbing (guided inquiry). Cara ini digunakan karena tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih berada pada tingkat berpikir konkrit-abstrak. Dengan demikian aktivitas pembelajaran dirancang mencakup kompetensi untuk menguasai konsep konkrit dan sebagian konsep abstrak. Pengertian profesi guru adalah pekerjaan profesional, karena telah memenuhi persyaratan suatu profesi. Kita telah memahami bahwa guru adalah profesi. Profesi (pekerjaan) ini mensyaratkan perilaku profesional. Jika seorang guru membiasakan dan mengembangkan syarat profesinya dalam melaksanakan tugas/pekerjaan sehari-hari, dikatakan guru telah berbuat profesionalisasi. Selanjutnya, guru seharusnya memiliki komitmen profesionalisme, yakni berpandangan untuk memperkaya pengetahuan dan memperkokoh keterampilan pedagogi yang menyokong profesinya secara berkelanjutan (Buchori, 2007).
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
Sementara, Yamin dan Maisah (2010) mendefinisikan guru profesional adalah guru yang mengedepankan kualitas layanan dan produknya, memenuhi dan standar kebutuhan masyarakat pengguna (stakeholder), serta memaksimalkan potensi peserta didik. Untuk mewujudkan guru profesional terlebih dahulu seorang guru pemula harus memenuhi syarat untuk mencapai guru bermutu, dengan ciriciri utama yaitu: (1) merancang dan mengembangkan pembelajaran, (2) menguasai materi bidang studi, (3) melaksanakan dan berinovasi, (4) menerapkan pendekatan, metode, dan media, dan (5) melakukan penilaian proses dan hasil belajar (Yamin dan Maisah, 2010). Guru profesional selalu mengembangkan profesinya, yang berarti mengikuti perkembangan bidang pendidikan dan tuntutan masyarakat pengguna. Salah satu kompetensi pedagogi adalah penerapan pembelajaran inovatif yang telah teruji mampu mengatasi masalah dalam sistem instruksional. Masalahmasalah yang timbul dalam pembelajaran perlu dicarikan solusinya. Walaupun suatu model yang baru dikembangkan di daerah lain telah teruji berhasil mengatasi suatu masalah bila model itu diterapkan di daerah tertentu, namun jika diterapkan di tempat lain tidak berhasil mengatasi masalah maka model tersebut bukan pembelajaran inovatif. Jadi faktor utama pembelajaran inovatif yaitu ada hal kebaruan dan dapat mengatasi masalah pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran inovatif juga mengkaitkan pengalaman siswa dengan melihat makna didalam materi yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek akademik dengan konteks kehidupan mereka, mencakup konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya (Johnson, 2002). Pembelajaran inovatif menekankan pada proses keaktifan belajar siswa, yang difokuskan pada penerapan pengetahuan dalam kehidupan siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi diri siswa. Karakteristik pembelajaran ini merepresentasikan
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
proses belajar melalui aktivitas mengidentifikasi masalah, merancang penyelesaian, dan menyelesaikan masalah serta mengevaluasi pemecahan yang dilakukan siswa. Siswa akan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya baik secara individual maupun kelompok untuk menemukan pengetahuan baru dan memperoleh penyelesaian terbaik. Selanjutnya, siswa memanfaatkan kembali dalam berbagai konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan masalah dunia nyata yang kompleks secara mandiri maupun kelompok. Pembelajaran inovatif didasarkan pada pendekatan pembelajaran konstruktivisme menekankan terbentuknya pemahaman sendiri secara aktif dan akomodatif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna. Model pembelajaran inovatif juga melibatkan siswa secara aktif melakukan sharing (berbagi) pengetahuan antar teman dalam kelompok dan pada saat diskusi tingkat kelas (Slavin, 2005). Sejumlah model pembelajaran telah dipublikasikan melalui media tulis, diantaranya: Pembelajaran siswa aktif, Multiple Intellegence, Holistic Education, Experiencial Learning, Problem Based Learning, Accelerated Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Mastery Learning, Contextual Learning, Inquiry Learning, dan Constructivism. Sementara menurut Muslich (2009) menyatakan bahwa kunci pembelajaran inovatif yaitu: (a) belajar dari kenyataan yang biasa diamati, dipraktikan, dan dialami dalam kehidupan siswa (real world learning), (b) belajar melalui pengalaman nyata yang dilakukan secara empiris, (c) menghasilkan pengetahuan yang bermakna pada diri siswa (meaningful), dan (d) menggunakan berbagai teknik penilaian (tidak hanya tes). Selain itu, Blanchard (2001) menegaskan bahwa pembelajaran inovatif mencakup enam unsur yaitu: pembelajaran bermakna, penerapan pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum berdasarkan 143
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
standar, responsif terhadap budaya, dan menggunakan penilaian autentik. Pembelajaran inovatif memerlukan rancangan materi yang menarik, menantang, dan problematik, dengan menerapkan model pembelajaran yang sedang berkembang dan memberi solusi masalah. Strategi pembelajaran yang digunakan hendaknya mengaktifkan siswa, sehingga siswa terlibat secara emosional dan intelektual termasuk didalamnya berpikir kritis. Guru diharapkan mampu mengadaptasi dan memodifikasi model pembelajaran sehingga siswa lebih tertarik dan merasa nyaman dalam belajrnya. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran IPA perlu dirancang secara inovatif dengan memasukkan sains yang bersumber budaya lokal (daerah) dan penerapan sains (misal pada alat musik dan gamelan) dalam kehidupan siswa sehari-hari. Melalui pembelajaran inovatif materi IPA SMP disusun secara integratif dengan harapan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui kerja ilmiah, bekerja sama dengan kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman. Konsekuensi logis pada pembelajaran Sains sebagai produk, sikap, proses, dan aplikasi teknologi; dapat diprediksi memberikan pemahaman Sains secara utuh bagi siswa, dan dapat memahami fenomena alam melalui kegiatan kerja ilmiah di laboratorium. Menurut Budiman, dkk (2008), melalui penggunaan model pembelajaran latihan inkuiri, prestasi siswa meningkat dalam penguasaan konsep dan berpikir kreatif pada topik energi rumah tangga. Penelitian lain yang juga mendukung, menyatakan ada perbedaan signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD dan pembelajaran konvensional dalam mengembangkan berpikir kreatif siswa SMP pada topik cahaya (Pramono, dkk., 2008). Pembelajaran inovatif sangat berhubun-
144
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
gan dengan budaya manusia, yang ditunjukkan pada perkembangan pembuatan dan pemanfaatan bahan alam untuk membuat alat rumah tangga atau alat musik. Aikenhead dan Jegede (1999) menyatakan bahwa keberhasilan proses pembelajaran Sains di sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang dimiliki siswa atau masyarakat tempat sekolah berada. Sementara, penemuan penelitian yang dilakukan Sarwi dan Khanafiyah (2010) menyatakan bahwa penggunaan open-inquiry dapat meningkatkan kemandirian, keberanian menyampaikan pendapat, dan berpikir kritis. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa latar belakang budaya yang dibawa oleh guru dan siswa ke kelas (saat belajar Sains) dapat menentukan kondisi suasana pembelajaran lebih bermakna dan sesuai dengan pengalaman nyata siswa. Penggunaan model pembelajaran inovatif memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan mengembangkan cara berpikir konseptual pada mata pelajaran yang sedang dipelajari. Strategi pembelajaran inovatif diterapkan dalam penyampaian materi dengan mengkaitkan penomena yang terjadi dan yang sering dijumpai atau dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang diungkap adalah bagaimana deskripsi tingkat implementasi model pembelajaran inovatif dan nilai karakter apa saja yang dapat ditampilkan selama proses pembelajaran IPA. Pentingnya penelitian adalah diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menyusun rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan profesionalitas guru IPA SMP, yang mencakup aspek pedagogi pembelajaran, penguasaan konten bidang keilmuan, dan pengembangan evaluasinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dengan meng-
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
gunakan metode survei-dokumentatif. Populasi penelitian adalah semua guru mata pelajaran IPA SMP se Kota Semarang. Sampel penelitian 30 guru ditentukan dengan menggunakan teknik porpusive area random sampling (Sugiyono, 2006; Gall, 2003). Lokasi penelitian adalah SMP Negeri dan Swasta di Kota Semarang. Subjek penelitian adalah perangkat pembelajaran (silabus, RPP, LKS, dan instrumen evaluasi). Kegiatan penelitian ini secara bertahap akan mencakup: a) melakukan studi pustaka secara komprehensif baik secara teoritis maupun hasil penelitian/jurnal yang mengungkap bidang IPA atau sains serta aplikasinya; dan b) melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang menghadirkan perwakilan Dinas Pendidikan Kota Semarang, perwakilan Kepala SMP Negeri dan Swasta, dan Tim Peneliti. Perangkat pembelajaran IPA SMP SMP meliputi analisis materi, panduan proses pembelajaran (model, metode, dan media CD simulasi), panduan kegiatan praktikum inkuiri terbimbing serta instrumen asesmen/evaluasi digunakan dalam implementasi model. Data, instrumen pengumpul data, teknik analisis data, serta tujuan analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang dikumpulkan dari penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu data mengenai perangkat pembelajaran dan pengembangan nilai karakter siswa SMP. Secara terinci hasil penelitian disajikan pada bagian berikut. 1. Kelengkapan Perangkat Pembelajaran Kelengkapan pembelajaran dalam penelitian ini mencakup komponen silabus, RPP berdasarkan KTSP, RPP yang bercirikan inovatif, RPP yang memuat nilai karakter, media/alat peraga yang mengaktifkan siswa, buku pegangan guru dan atau siswa, lenbar kerja siswa atau petunjuk laboratorium, dan alat evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Data tentang perangkat pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Instrumen Pengumpul Data, Jenis Data, Teknik Analisis serta Tujuan Pengumpul Data
Data Penelitian
Teknik Analisis
Tujuan
Daftar cocok
silabus, tiga RPP, LKS, instrumen evaluasi
Deskriptif -kualitatif
Untuk mengetahui kelengkapan perangkat pembelajaran
Lembar penilaian
Sistematika, substansi/isi, cakupan dan kejelasan
Deskriptif-kualitatif
Untuk menentukan profesionalitas dari aspek penyusunan perangkat
Kuesioner
Tanggapan guru, tanggapan kepala sekolah
Deskriptif-kualitatif
Untuk mendeskripsikan tanggapan guru dan kepala sekolah
Wawancara
Faktor kesulitan dan kemudahan dalam menyusun perangkat
Deskriptif-kualitatif
Untuk menentukan faktor-faktor kesulitan dan kemudahan guru menyusun perangkat
145
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
Tabel 2. Kelengkapan Perangkat Pembelajaran Guru IPA Perangkat Pembelajaran
Jumlah Guru n
Rerata
%
Tidak ada
0
0,0
0
Kurang Lengkap
9
30,0
2,1
Lengkap
21
70,0
2,8
Jumlah
30
100,0
2,6
Tabel 3. Komponen Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran IPA SMP Jenis perangkat pembelajaran
Jumlah Guru (%)
Data dalam tabel 2 memuat delapan komponen yang diperlukan untuk pembelajaran agar proses belajar siswa menarik, aktif, menyenamgkan, dan efektif. 2. Data tentang Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Data tentang penilaian RPP dikelompokkan dalam tiga kategori ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Penilaian Pengalaman Guru dalam Penyusunan Tiga RPP dalam Tiga Kategori Jumlah Guru
Rerata
Tidak ada
Kurang lengkap
Lengkap
Silabus
0,0
30,0
70,0
Tidak baik
0
0,0
0
RPP RPP dg pembelajaran inovatif
0,0
30,0
70,0
Cukup baik
22
73,3
3,3
0,0
56,7
43,3
Baik
8
26,7
3,7
Jumlah
30
100,0
3,4
RPP dg nilai karakter
0,0
43,3
56,7
Media siswa aktif
0,0
36,7
63,3
Buku pegangan
0,0
30,0
70,0
LKS Evaluasi ranah kognitif, afektif & psikomotor
0,0
43,3
56,7
0,0
76,7
23,3
Jumlah guru yang memiliki kelengkapan perngkat pembelajaran dalam kategori lengkap kurang lebih 2 kali dibanding yang kurang lengkap. Komponen perangkat pembelajaran yang telah lengkap dimiliki oleh lebih dari 60 % guru SMP adalah silabus, RPP, media pembelajaran dan buku pegangan. Sedangkan komponen RPP yang dilengkapi dengan pembelajarn inovatif dan nilai-nilai karater, serta LKS dimiliki oleh 40 – 57 % guru. Evaluasi yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor 76,7 % belum lengkap, baru sekitar 23,3 % sudah lengkap.
146
Penilaian Pelaksanaan RPP
n
%
Hasil pemberian skor untuk RPP yang disusun guru-guru yang mengajar di 30 sekolah SMP Negeri dan Swasta, dapat dinyatakan bahwa 22 guru (73,3%) termasuk kategori cukup baik dan 8 guru (26,7%) termasuk kategori sangat baik. Selanjutnya data pada tabel 4 diilustrasikan dengan menggunakan histogram pada Gambar 1.
Gambar 1. Tiga Kategori Penilaian RPP yang disusun guru IPA
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
Tabel 5. Sembilan Komponen dalam Penyusunan RPP Mata Pelajaran IPA berbasis Pembelajaran Inovatif dan Berkarakter Jumlah Guru (%)
No
Komponen RPP Pembelajaran Inovatif berbasis Karakter
Tidak ada
Kurang lengkap
Lengkap
1
Sistematika dan komponen
0,0
46,7
53,3
2
Perumusan tujuan pembelajaran
6,7
56,7
36,7
3
Model/ multimetode pembelajaran inovatif
6,7
76,7
16,6
4
Nilai-nilai karakter
3,3
60,0
36,7
5
Pemilihan bahan ajar
9,0
60,0
31,0
6
Pemilihan media/ sumber belajar
20,0
53,3
26,7
7
Kejelasan skenario pembelajaran
13,3
63,3
23,4
8
Kesesuaian evaluasi dan tujuan
13,3
73,3
13,4
9
Kelengkapan instrumen evaluasi
16,7
66,7
16,7
Perangkat RPP secara komprehensif memuat sembilan komponen ditunjukkan pada Tabel 5. Komponen dalam RPP mencakup sistematika dan kelengkapan, tujuan, model/multimetode, nilai karakter, bahan ajar, media, kejelasan skenario, kesesuaian alat evaluasi dengan tujuan, dan ketepatan evaluasi. Komponen RPP dengan pembelajaran inovatif dan berbasis karakter yang lengkap terutama dari komponen sistematika dan komponen, yang dimiliki lebih 50 %. Delapan komponen lainnya lebih dari 50 % sekolah baik negeri maupun swasta belum memiliki RPP secara lengkap atau kurang lengkap,bahkan delapan komponen tersebut tidak/ belum ada. 3. Pengalaman Penyusunan RPP yang efektif dengan memuat model Inovatif dan siswa aktif Pengalaman guru dalam menyusun perangkat pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran kondusif. Data pengalaman guru yang diungkap dalam penelitian ini mencakup tujuh komponen. Pengelompokkan pengalaman guru dalam tiga kategori ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengalaman Guru dalam Penyusunan RPP Mata Pelajaran IPA SMP dalam Persentase (dengan rentang skor 1-3) Jumlah Guru
Jumlah (%)
n
%
Tidak baik
0
0,0
0
Cukup baik
3
10,0
2,2
Baik
27
90,0
2,7
Jumlah
30
100,0
2,6
Pengalaman Penyusunan RPP
Skor Rerata
Pengalaman menyusun perangkat RPP mata pelajaran IPA oleh guru dalam kategori cukup baik dan baik. Jumlah guru yang memiliki pengalaman tidak baik (tidak berpengalaman) nol. Jumlah 3 guru termasuk kategori cukup dan 27 guru termasuk kategori baik. Dengan demikian pengalaman guru dalam menyusun kelengkapan perangkat sudah berpengalaman. Selanjutnya data pengalaman guru menyusun perangkat dijabarkan dalam 7 komponen seperti ditunjukkan pada Tabel 7.
147
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
Tabel 7. Tujuh Komponen dalam Penyusunan RPP yang Inovatif dan Berkarakter Mata Pelajaran IPA SMP Jumlah guru (%)
No
Jenis Pengalaman Penyusunan Perangkat Pembelajaran
Tidak baik
Kurang baik
Baik
1
Analisis kurikulum
10,0
0,0
90,0
2
RPP efektif memuat model inovatif dan siswa aktif
0,0
35,0
70,0
3
Aspek pengembangan pembelajaran
0,0
0,0
100,0
4
Aktivitas eksplorasi, elaborasi & konfirmasi
3,3
50,0
46,7
5
Media interaktif
0,0
50,0
50,0
6
Sumber belajar
3,3
30,0
66,7
7
Alat evaluasi
16,7
63,3
20,0
Pembahasan Delapan perangkat pembelajaran IPA mencakup delapan unsur, ada tiga unsur yang memperoleh pesentase skor dibawah 30% yaitu silabus, RPP, pengadaan buku pegangan. Selanjutnya, data yang perlu diperhatikan adalah RPP yang bercirikan karakter dan pengembangan media, serta pembelajaran bercirikan inovatif. Media pembelajaran hanya memperoleh skor 36%, oleh karena itu perlu motivasi dan peningkatan keterampilan serta kemampuan dalam merancang dan membuat serta memanfaatkan media pembelajaran. Media ini harus memenuhi syarat bila digunakan bekerja secara efektif, bercirikan komunikatif, dan memuat konsep yang benar. Sementara, buku pegangan guru dan siswa baru dimiliki 30% (10 guru) dari 30 guru yang menjadi responden. Dalam upaya mewujudkan guru profesional, pemerintah memberikan dana hibah untuk peningkatan kualitas profesi guru. Melalui lesson study, penelitian tindakan kelas (classroom action research), DBE (desentralized based education) pemerintah memberikan program-program yang bertujuan meningkatkan kompetensi guru. Untuk mewujudkan guru profesional terlebih dahulu seorang guru pemula mencapai guru bermutu, dengan ciriciri utama yaitu:1) merancang dan mengembangkan pembelajaran, 2) menguasai materi 148
bidang studi, 3) melaksanakan dan berinovasi, 4) menerapkan pendekatan, metode, dan media, dan 5) melakukan penilaian proses dan hasil belajar (Yamin dan Maisah, 2010). Model pembelajaran inovatif baru dipenuhi 36% dari jumlah guru yang menjadi subjek penelitian. Sebagian guru masih mengalami kesulitan untuk menentukan ciri inovatif dalam pembelajaran. Ciri pembelajaran inovatif diantaranya program yang dikembangkan mampu menyelesaikan masalah, dapat melibatkan siswa secara aktif, serta ada unsur kebaruan. Pembelajaran inovatif memuat modelmodel pembelajaran yang mengaktifkan siswa secara efektif. Pengetahuan para guru tentang inovatif masih mengalami kerancuan dan kebingungan. Selain itu, sebagian guru belum memahami model-model pembelajaran yang inovatif. Berdasarkan data dan analisisnya, kompetensi pedagogik guru masih sangat perlu ditingkatkan baik dalam menyusun perangkat pembelajaran terutama silabus, RPP yang menampilkan pembelajaran efektif, dan penggunaan berbagai metode mengajar dan media yang berbasis teknologi. Dalam kompetensi profesional, guru disyaratkan dapat memiliki penguasaan konsep mata pelajaran IPA dan menghubungkan dengan konsep mata pelajaran lain yang serumpun. Sementara itu, berdasarkan UU RI nomor 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen dinyatakan bahwa profesi
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
guru disyaratkan diantaranya memiliki kompetensi pedagogi. Pada komponen ini diharapkan guru mampu menerapkan teknologi pembelajaran. Pengertian lain yang searah (Mishra dan Koehler, 2006) menyatakan pengetahuan konten pedagogi sebagai pengetahuan seorang guru dalam menyediakan situasi belajar untuk membantu pebelajar dalam memahami konten ilmu pengetahuan. Kedua peneliti tersebut menegaskan bahwa seorang guru seharusnya menampilkan model penalaran secara pedagogi sehingga mengkondisikan pebelajar lebih mudah menguasai konten materi subjek dan mengatasi kesulitan siswa dalam belajar. Pada tabel 4 memuat sembilan komponen dalam RPP yang bercirikan inovatif. Sembilan komponen termasuk dalam kategori kurang baik dengan rincian empat komponen hanya memperoleh skor dibawah 10%, dan lima komponen memperoleh skor antara 10% sampai 20%. Dalam kategori cukup baik dicapai oleh guru-guru skor antara 50% sampai 60%. Kategori menjadi baik hanya dicapai sekitar 15% dari jumlah guru yang bersedia informan. Dalam tabel 6 memuat tujuh komponen dengan tiga kategori kurang baik, cukup, dan kategori baik. Guru-guru yang telah menyusun RPP dengan lengkap hanya sekitar 16%, sedangkan sekitar lebih dari 50% telah mencapai hasil dalam kategori cukup baik. Pemenuhan syarat RPP yang memuat komponen secara cukup lengkap dengan skor sekitar 60% hanya diperoleh sekitar 5 komponen. Dengan demikian, guru belum dapat membuat rancangan pembelajaran secara sempurna, dan selanjutnya diperlukan peningkatan kemampuan dalam menyusun RPP yang inovatif. Terkait dengan inovasi pembelajaran, Mishra dan Koehler (2006) menemukan bahwa pengaruh sangat positif pengetahuan PCK pada program persiapan guru, pandangan dan keterampilan calon guru yang diintegrasikan pada ICT dalam pembelajaran sains. Penelitian lanjutan yang memasukkan kompo-
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
nen teknologi dalam PCK, sehingga menjadi TPCK telah dilakukan Koehler et al. (2007). Mereka membagi komponen-komponen yaitu kompetensi konten pedagogi, kompetensi konten teknologi, dan kompetensi pedagogi teknologi. Kompetensi konten pedagogi mencakup pengetahuan ilmiah, kurikulum sains/ fisika, kesulitan belajar siswa, strategi belajar. Kompetensi konten teknologi mencakup sumber belajar dan alat untuk subjek fisika, keterampilan teknis dan operasional ilmiah, transformasi ilmiah. Dan komponen ketiga yakni kompetensi teknologi pedagogi yang mencakup ICT berbasis strategi belajar, peningkatan kemampuan inkuiri dengan ICT, kesulitan teknik pebelajar dalam menyelesaikan tugas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pada pembahasan hasil penelitian disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) Guru mata pelajaran IPA menggunakan model-model pembelajaran inovatif yakni kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah, pemecahan masalah, serta pembelajaran inkuiri, (2) RPP yang disusun guru dapat mengembangkan nilai karakter siswa, yaitu kejujuran, menghargai pendapat, bekerjasama, berkerja keras, dan berpikir kritis, (3) Aktivitas belajar yang dapat mengembangkan nilai karakter yaitu bekerja kelompok, diskusi, mengerjakan tugas laboratorium secara kelompok, dan membuat laporan/portofolio. Saran Berdasarkan analisis hasil penelitian disarankan bahwa: (1) perlu diadakan diklat kepala sekolah dan pengawas sekolah tentang kepemimpinan yang visioner dan penerapan model pembelajaran inovatif; (2) bagi guru pelatihan tentang pelatihan penelitian pembelajaran dan pengembangan karakter siswa serta pengukurannya. 149
Sarwi, Supriyadi, dan Sudarmin
DAFTAR PUSTAKA Aikenhead, G.S., & Jegede, O.J. 1999. “Crosscultural Science Education: a Cognitive Explanation of a Cultural Phenomenon”. Journal of Research in Science Teaching. Blanchard, E.J. 2001. Contextual of Teaching and Learning. New Jersey: Englewood Cliff.Inc. Bukhori, M. 2007. Evaluasi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: INSIST Press. Budiman, I., Tjiang, P. C., & D. Rusdiana. 2008. Model pembelajaran latihan inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep energi rumah tangga dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, vol. 2 (2), h. 134 – 142. Gall, M.D., Gall, J.P. & Borg, W.R. 2003. Educational Research: An Introduction (7th Ed.). Boston: Allynn and Bacon. Gonzales, P., Williams, T., Jocelyn, L., Roey, S., Kastberg, D., & Brenwald, S. 2008. Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth-and Eighth –Grade Students in an International Context.Washington: ies National Center for Education Statistics, Institut of Education Sciences. Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning: What is and Why it’s here to stay. USA: Corwin Press. Inc. Koehler, M.J., Mishra, P. & Yahya, K. 2007. Tracing the development of teacher knowledge in a design seminar: Integrating content, pedagogy and technology. Computers and Education, 49:740762
150
Implementasi Model Pembelajaran Inovatif
Miri, B. David, B.C. & Uri, Z. 2007. Purposely Teaching for the Promotion of Higher-order Thinking Skills: A Case of Critical Thinking. Research Science Education. The Department of Education in Technology and Science. Technion-Israel Institute Technology. Mishra, P & Koehler, M.J. 2006. Technological Pedagogical Content Knowledge: A Framework for Teacher Knowledge. Teacher College Record, 108 (6):10171054. Muslich, M. 2007. KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Inovatif. Jakarta: Bumi Aksara. NRC. 1996. National Science Education Standards. Washington: National Academy Press. Pramono, T., P C Tjiang, & I Hamidah. 2008. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan konsep cahaya dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 2(2): 203 – 212. Sarwi & Khanafiyah, S. 2010. Pengembangan Keterampilan Komunikasi Ilmiah Calon Guru Fisika melalui Eksperimen Gelombang Open-inquiry. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(2): 153-160 Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. (Terjemah oleh Nurulita). Bandung: Nusa Media. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Yamin, M. & Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.