ILOKUSI DALAM DIALOG DRAMA RT NOL RW NOL KARYA IWAN SIMATUPANG DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMP
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Edah Azijah NIM 1110013000047
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK Edah Azijah, 1110013000047, 2014, “Ilokusi dalam Dialog Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP ”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing: Makyun Subuki, M. Hum. Penelitian ini mengkaji tindak tutur ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang. Drama berkaitan erat dengan dialog. Dalam dialog penutur berusaha menyampaikan informasi kepada lawan tuturnya sebagai alat komunikasi. Penutur sering menggunakan kalimat tersirat dalam menyampaikan tuturan. Hal tersebut menyebabkan hubungan antara bentuk kalimat dan fungsinya tidak selalu sesuai. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam makna kalimat tersirat yang ada dalam dialog drama tersebut maka dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi setiap tuturan menggunakan teori yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya yakni teori ilokusi Searle. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang serta implikasinya terhadap pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi. Dalam hal ini, teks atau data yang dianalisis adalah naskah drama yang berjudul Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang. Peneliti menggunakan langkah-langkah metode analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Usman dan akbar), yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; 3) menarik kesimpulan/ verifikasi. Dalam pandangan ini, tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri oleh Miles dan Huberman disebut model interaktif. Hasil penelitian dapat diketahui sebagai berikut: Dari 295 dialog tuturan yang ada dalam naskah tersebut, ilokusi yang muncul yakni: 1) ilokusi asertif sebanyak 179 tuturan. 2) Ilokusi direktif sebanyak 76 tuturan. 3) Ilokusi ekspresif sebanyak 14 tuturan. 4) Ilokusi komisif sebanyak 9 tuturan. Serta 5) ilokusi deklarasi sebanyak 17 tuturan.
Kata kunci: Pragmatik, tindak tutur, ilokusi
iii
ABSTRACT Edah Azijah, 1110013000047, 2014, “Illocutionary in Drama Dialogue of Rt Nol Rw Nol by Iwan Simatupang and The Implication in learning Indonesian Language and Literature in SMP ”, Indonesian Language and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Advisor: Makyun Subuki, M. Hum. This research is focusing in illocutionary speech act in drama dialogue of Rt Nol Rw Nol by Iwan Simatupang. As drama have a strong correlation with dialogue. In dialogue the speaker tries to give information to the listener as mean of communication. Therefore in every process of communication speech act always takes part. In this case in order to express a speech, speaker often uses implied meaning even without his knowing. That condition sometimes creates the form of sentence and the function lost their correlation. Because of it, in order to know the real meaning of implied sentences in drama dialogue a deeper identification based on experts’ theory is needed. One of theories is Searle illocution theory. The purpose of this research is to find out the use of illocutionary in drama dialogue in Rt Nol Rw Nol by Iwan Simatupang and the implication to the pedagogy. The method used in this research is a qualitative descriptive method with content analysis technique. In this case, texts or data that are going to analyze is taken from drama script of Rt Nol Rw Nol by Iwan Simatupang. The researcher uses qualitative analysis method that propose by Miles and Huberman (in Usman and Akbar), those are 1) data reduction; 2) data serving; 3) concluding or verification. In this view, three kind of analysis and data collection is called interactive method by Miles and Huberman. The result of the research can be described as follow: From 295 dialogue in the script the illocutionary found as:” 1) assertive illocutionary are 179 speeches. 2) Directive illocutionary are 76 speeches. 3) Expressive illocutionary are 14 speeches. 4) Comissive illocutionary are 9 speeches. Last 5) Declaration illocutionary are 17 speeches.
Keywords: Pragmatic, Speech Act, Illocutionary
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini. Skripsi berjudul “Ilokusi dalam Dialog Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”, disusun guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M. Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk seluruh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Makyun Subuki, M. Hum. Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
v
4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 5. Teristimewa untuk ayahanda H. Jojo Firmansyah dan Ibunda Hj. Titim Patimah yang tidak hanya mendukung secara moral dan material, namun juga secara spiritual melalui doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT demi keberkahan dan kesuksesan kepada ananda. 6. Teman-teman di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah bersama-sama berjuang demi meraih cita-cita yang mulia ini. Tanpa kalian hambar rasanya perjuangan ini. 7. Semua pihak yang berjasa dalam pembuatan skripsi ini terlebih bagi yang teristimewa dan yang tak bisa disebutkan satu per satu. Hal sekecil apapun yang kalian berikan kepadaku, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda. Ungkapan kata memang tak cukup untuk membalas kebaikan yang telah kalian berikan. Semoga Allah membalasnya dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat. Akhirnya penulis berharap semoga dengan hadirnya skripsi yang sekiranya jauh dari sempurna ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi penulis maupun pembaca, serta bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bagi dunia pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
i
SURAT PERNYATAAN ............................................................................
ii
ABSTRAK ..................................................................................................
iii
ABSTRACT .................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Pembatasan Masalah ..................................................................
5
C. Perumusan Masalah ....................................................................
5
D. Tujuan Penelitian .......................................................................
5
E. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
F. Metode Penelitian .......................................................................
6
G. Data dan Sumber Data .................................................................
7
H. Teknik Penenlitian .......................................................................
7
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
10
A. Pragmatik .......................................................... ........................
10
B. Konteks ......................................................................................
11
C. Tindak Tutur ..............................................................................
13
1. Pengertian Tindak Tututr ....................................................
15
2. Dimensi Tindak Tutur .........................................................
17
D. Jenis Ilokusi ......................................................................................
21
1. Teori J. L. Austin ............................................................ ....
21
vii
2. Teori John. R. Searle ...................................................... .....
23
3. Teori Geoffrey Leech ...................................................... ....
25
E. Pengertian Drama ..................................... .................................
26
F. Dialog dalam Drama .................................................................
27
G. Naskah Drama ...........................................................................
31
H. Penelitian yang Relevan .................................................. .........
32
BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................
36
A. Biografi Pengarang .....................................................................
36
B. Penyajian Data ............................................................................
37
C. Pembahasan Hasil Temuan ........................................................
38
1. Analisis Ilokusi .....................................................................
38
a. Analisis Asertif ..............................................................
39
b. Analisis Direktif .............................................................
55
c. Analisis Ekspresif ..........................................................
70
d. Analisis Komisif ............................................................
75
e. Analisis Deklarasi ..........................................................
80
D. Implikasi terhadap Pendidikan ...................................................
84
BAB IV PENUTUP ....................................................................................
88
A. Simpulan ....................................................................................
88
B. Saran ..........................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
90
UJI REFERENSI LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1
:
Teknik Analisis data Miles dan Huberman
ix
9
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 :
Perbedaan Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi
19
Tabel 3.1 :
Jenis Tindak Tutur Ilokusi dalam Naskah Drama
35
Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 2
: Klasifikasi Jenis Ilokusi dalam naskah Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang
Lampiran 3
: Rekapitulasi Jenis Ilokusi dalam naskah Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang
Lampiran 4
: Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 5
: Biodata Penulis
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok yang wajib dipelajari dan diajarkan di tiap sekolah yang ada di Indonesia. Pelaksanaan pembelajarannya dimulai dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi sebagai mata kuliah pembentukan karakter dasar bagi mahasiswa jurusan non bahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan keterampilan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut tidak terlepas dari pengetahuan tentang fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap. Wacana dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Wacana mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi transaksional dan fungsi interaksional.
Wacana
transaksional
mementingkan
isi
komunikasi,
sedangkan wacana interaksional lebih mementingkan hubungan sosial atau komunikasi timbal balik. Wacana yang sering digunakan dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah umumnya wacana yang berdasarkan pada isinya, seperti wacana narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi. Selain itu juga terdapat wacana sastra seperti dialog yang membahas tentang unsurunsur intrinsik seperti tokoh, latar, alur, dan penokohan dalam sebuah naskah drama atau film. Wacana-wacana yang ada dalam buku pelajaran kebanyakan bersumber dari surat kabar dan majalah. Padahal masih ada bahan belajar lainnya yang dapat dijadikan alternatif lain dalam proses belajar mengajar, salah satunya wacana transaksional lisan seperti pidato presiden. Kemudian dalam wacana transaksional tulisan seperti iklan-iklan yang ada di brosur penjualan barang.
1
2
Selain itu juga terdapat wacana interaksional lisan seperti dialog dalam naskah film atau drama. Mempelajari naskah drama, dalam bentuk wacana dialog dapat dijadikan bahan belajar dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Dalam sebuah pertunjukan drama para pemeran lakon merupakan manusia, manusia berinteraksi dengan manusia lainnya melakukan dialog atau percakapan. Percakapan yang terjadi antara dua orang atau lebih menyebabkan terjadinya komunikasi timbal balik. Komunikasi timbal balik digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, karena manusia merupakan mahluk sosial yang harus melakukan interaksi sosial dengan manusia lainnya. Interaksi sosial itu atau alat komunikasi manusia adalah bahasa, karena bahasa merupakan salah satu alat komunikasi, melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi) saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Di dalam komunikasi, dapat diasumsikan bahwa seorang
penutur
mengartikulasi
tuturan
dengan
maksud
untuk
menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturannya, dan mengharap mitra tuturnya (pendengar) dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan. Dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi secara langsung. Maka dalam setiap proses komunikasi ini terjadi hal yang disebut tindak tutur. Dengan bahasa manusia dapat mengekpresikan semua yang ada dalam pikiran karena dengan berpikir secara otomatis manusia menuturkan suatu bahasa di dalam pikirannya. Hal tersebut antara lain dapat dilihat pada seorang sastrawan karena ia dapat mengekspresikan perasaannya ada kalanya menggunakan bahasa yang berupa percakapan atau tuturan. Tataran bahasa yang berada di bawah wacana adalah kalimat. Dalam tata bahasa tradisional, kalimat dikatagorikan atas tiga bentuk, yaitu: kalimat pernyataan yang berfungsi untuk memberi informasi, kalimat pertanyaan
3
yang berfungsi untuk mengajukan pertanyaan, dan kalimat perintah yang berfungsi untuk menyuruh orang lain melakukan tindakan. Akan tetapi, dalam kenyataannya pada waktu berkomunikasi dengan orang lain, hubungan antara bentuk kalimat dan fungsinya tidak selalu sesuai. Dengan kata lain pernyataan tidak selalu berfungsi memberi informasi tetapi dapat berfungsi menyuruh orang lain. Begitu pula dengan kalimat pertanyaan dan perintah yang dapat berfungsi lain sesuai dengan maksud penutur. Dalam mengatakan sesuatu, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan mengucapkan kalimat itu, tetapi dalam kalimat itu juga menandakan
sesuatu.
Misalnya,
seorang
ibu
kontrakan
mahasiswa
mengatakan, “sudah jam sembilan malam” kepada orang yang bertamu di rumahnya. Pada tuturan tersebut ia tidak semata-mata memberitahu sudah jam sembilan malam, tetapi maksudnya menyuruh tamu tersebut agar segera pulang dan meninggalkan rumah kontrakan tersebut. Pernyataan di atas menunjukan bahwa di dalam mengatakan sesuatu, kita juga melakukan tindakan. Hal ini sesuai dengan teori Tindak Tutur (Speech Act Theory) yang dikemukakan oleh filsuf Inggris, Jhon Langshaw Austin. Tindak tutur (speech act) merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kemampuan bahasa dalam tuturan seseorang dapat dilihat dari sampainya pesan yang dituturkan kepada pendengar atau mitra tutur. Agar pesan tersebut sampai kependengar diperlukan pula konteks dalam tuturan. Ujaran yang memerlukan konteks ini terdapat dalam ilmu pragmatik. Pragmatik erat sekali hubungannya dengan tindak tutur. Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khususnya dalam situasi yang memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan aneka konteks sosial performasi bahasa mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Teori tersebut didasarkan atas hasil penelitian terhadap bahasa pergaulan sehari-hari. Austin mengemukakan bahwa di dalam berbicara, pembicara
4
melakukan tiga tindak tutur sekaligus, yaitu: tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi adalah tindakan mengatakan sesuatu dalam bentuk lingual, ilokusi adalah maksud penutur mengatakan sesuatu, dan perlokusi adalah efek atau akibat yang dihasilkan dari ucapan pembicara terhadap pendengar. Tindak tutur biasa terjadi dalam komunikasi sehari-hari, seperti dalam percakapan, dialog, diskusi, tanya jawab, wawancara, dan komunukasi lisan lainnya. Selan itu, kita juga dapat menemukan tindak tutur dalam komunikasi yang berbentuk tulisan, seperti pada kolom surat pembaca dalam majalah atau surat kabar, di dalam cerpen, novel, roman, naskah drama, ataupun wacana tulisan lainnya. Tindak tutur dalam wacana tulisan harus direncanakan terlebih dahulu dalam menuturkannya agar pembaca dapat memahami maksud penulis dengan mudah. Dalam hal ini penulis harus menguasai dan mampu menggunakan ejaan dan tanda baca untuk menggantikan beberapa unsur nonlinguistik yang diperlukan dalam memperjelas maksud penulis. Jadi, dalam wacana tulisan tindak tutur yang terjadi direncanakan terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku dalam wacana yang berbentuk karya sastra. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti karya sastra, khususnya drama. Hal ini dikarenakan drama merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Drama dapat dijadikan sebagai bahan ajar, sebab di dalamnya terdapat tindakan yang dapat dicontoh ataupun tidak, sehingga peserta didik dapat mengambil hikmah atau pelajaran yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun naskah drama yang diteliti adalah naskah drama karya Iwan Simatupang yang berjudul Rt Nol Rw Nol. Naskah tersebut dipilih karena dianggap mewakili kondisi sosial kekinian terkait kesenjangan sosial yang ada di kota-kota besar yang hingga kini belum bisa terpecahkan karena dibutuhkan kerjasama dari semua pihak. Untuk itu siswa diharapkan dapat mengambil pelajaran dari cerita tersebut sehingga kelak sebagai penerus bangsa mereka dapat menindak lanjuti dan mengubah kondisi tersebut ke arah yang lebih baik.
5
Pembelajaran drama di sekolah khususnya sekolah menengah pertama seringkali kurang diapresiasi karena siswa merasa kesulitan dalam mempelajari drama khususnya ketika sisiwa diminta untuk bermain peran atau akting dengan memerankan tokoh tertentu. Mendalami peran yang akan dimainkan dalam sebuah drama dapat dilakukan dengan cara memahami teks melalui identifikasi karakter tokoh yang akan diperankan. Namun sebelum hal tersebut dilakukan, siswa dapat memahami lebih dalam setiap tuturan yang ada pada dialog dengan cara mengidentifikasi setiap tindak tutur untuk memudahkan siswa dalam memahami maksud tuturan yang tersirat. Sehingga ketika bermain peran dalam sebuah drama, siswa diharapkan dapat menghayati karakter tokoh serta dapat menjiwai setiap tuturan yang diujarkan dengan baik. Pembahasan makna tersirat dalam setiap tuturan lebih lanjut akan dikaji dalam teori tindak tutur ilokusi. Terdapat beberapa tokoh terkemuka terkait teori tindak tutur, misanya J.L. Austin, J.R. Searle, G.N. Leech, dan H.P. Grice. Namun pada kesempatan kali ini, peneliti hanya akan membahas mengenai tindak tutur khususnya ilokusi dari teori J.R. Searle. Adapun judul yang peneliti buat adalah “Ilokusi dalam Dialog Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”.
B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1.
Ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang
2.
Implikasi hasil analisis ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.
6
C. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP?
D. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui adanya penggunaan ilokusi dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.
E. Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis 1. Guru; mendapatkan konsep atau cara baru untuk memahami dialog dalam sebuah naskah drama melalui dimensi tindak tutur khususnya ilokusi. 2. Mahasiswa; mendapatkan ilmu baru mengenai dimensi tindak tutur khususnya ilokusi dalam memahami wacana sastra seperti naskah drama. Manfaat Praktis 1. Guru; dapat digunakan sebagai bahan ajar di kelas untuk pengoptimalan pemahaman sebuah naskah drama agar siswa lebih mengetahui pola tindak tutur khususnya ilokusi dalam dialog langsung. 2. Mahasiswa; dapat dijadkan sebagai acuan penelitian lebih lanjut bagi peneliti yang akan datang. 3. Siswa; dapat dijadikan masukan untuk mengembangkan pemahaman setiap dialog dalam sebuah naskah drama.
7
F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi. Dalam hal ini, teks atau data yang dianalisis adalah naskah drama yang berjudul Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang. Peneliti menggunakan langkah-langkah metode analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Usman dan akbar), yaitu 1) reduksi data; 2) penyajian data; 3) menarik kesimpulan/ verifikasi.1 Dalam pandangan ini, tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri oleh Miles dan Huberman disebut model interaktif.
G. Data dan Sumber Data 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah dari media internet. . H. Teknik Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data Sebelum dilakukan teknik analisis data, diperlukan pengumpulan data berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Peneliti menelaah dan menentukan naskah drama yang sesuai dengan SK (Standar Komptensi) dan KD (Kompetensi Dasar) dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP agar tepat sasaran. 2) Peneliti mencari naskah drama keberbagai sumber, baik berupa studi pustaka untuk mendapatkan naskah asli dalam bentuk buku maupun studi internet yang datanya berupa data halus (soft file). 1
Husain Usman dan Purnomo Setiary Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 85-88.
8
Setelah melakukan kedua hal tersebut ternyata peneliti hanya menemukan naskah drama berupa data halus (soft file) yang berasal dari internet.
2. Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang diperlukan dalam menganalisis data yang diperoleh berdasarkan model penelitian Miles dan Huberman yakni dengan: 1) reduksi data; 2) penyajian data; 3) kesimpulan/ verifikasi.2 1) Reduksi Data Peneliti membaca secara kritis terhadap isi naskah drama dalam rangka memperoleh penghayatan dan pemahaman naskah secara keseluruhan. Kemudian peneliti menentukan tuturan yang mengandung ilokusi dengan cara memberi tanda pada naskah yang akan diteliti. Penandaan dicermati secara seksama agar tidak ada yang terlewatkan dalam menentukan data analisis. Metode analisis ilokusi meliputi 5 jenis tuturan yaitu, asertif (menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, dan
mengklaim),
Direktif
(memesan,
memerintah,
memohon,
menasehati, dan merekomendasi). Ekspresif (berterima kasih, memberi selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, berbelasungkawa), Komisif (berjanji, bersumpah, dan menawarkan sesuatu), Deklarasi (berpasrah,
memecat,
menbaptis,
memberi
nama,
mengangkat,
mengucilkan, dan menghukum). Dari aturan ilokusi tersebut, ujaran yang sudah ditandai, ditentukan sesuai dengan jenisnya. Selanjutnya, diklasifikasi ke dalam tabel untuk memudahkan penjabaran ketika melakukan analisis.
2) Penyajian Data Penyajian data analisis tuturan mengunakan tabel klasifikasi agar lebih sistematis dan lebih terstruktur, kemudian data temuan 2
Ibid.
9
dijabarkan secara detail di luar tabel agar lebih terperinci, untuk itu tabel hanya disajikan di dalam lampiran. 3) Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif dilakukan selama penelitian berlangsung. Peneliti menangani kesimpulan dengan longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah dirumuskan sejak awal. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk menemukan kepaduan dan kesatuan data. Pertama dengan cara menginterpretasikan hasil analisis, melakukan pembahasan dari analisis, dan menyimpulkan hasil analisis. Jika hasil penelitian dianggap kurang memadai, maka langkah kesatu, kedua, dan ketiga diatas harus diulang kembali. Dengan kata lain, jika hasilnya belum memadai, wajib diulang kembali proses pengumpulan data, reduksi data, dan analisis data. Teknik analisis data di atas merupakan penerapan dari metode analisis data model interaktif yang dipaparkan oleh Miles dan Huberman. Berikut merupakan gambaran proses/ komponen analisis data yang sudah dimodifikasi oleh peneliti: Pengumpulan data
Penyajian data
Reduksi data
Gambar 1.1 Teknik analisis data Miles dan Huberman
Menarik Kesimpulan/ verifikasi
10
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Pragmatik George Yule setidaknya memberikan empat definisi penting mengenai pragmatik. 1. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. 2. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, tipe studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang sesuai dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa. 3. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu intrepretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang tidak disampaikan 4. Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Pandangan ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa yang menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan. Jawaban yang mendasar terikat pada gagasan jarak keakraban. Keakraban baik secara fisik, sosial, dan konseptual,
10
11
menyiratkan adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang semakin dekat atau jauh jarak.1 Dari keempat definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan maksud ujuran penutur yang bergantung pada konteks situasi ujaran tersebut. Maksud konteks berarti halhal yang berada di luar bentuk ujaran. Dengan kata lain, pragmatik berusaha mencari makna yang terkandung di dalam ujaran (makna yang tersirat). Oleh karena itu, dalam memahami ujaran dibutuhkan pemahaman atau pengetahuan yang sama antara penutur dan petutur (lawan tutur). Definisi selanjutnya dipaparkan oleh Morris. Menurutnya, “pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara lambang dan penafsirannya.”2 Diperkuat oleh Verhaar yang mengatakan bahwa, pragmatik itu merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.3 Sedangkan Mey (dalam F. X Nadar) mendefinisikan pragmatik sebagai “the study of conditions of human language uses as these are determined by the context of society”4 (kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya). Namun menurut Levinson “Pragmatics is the study of those relation between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language”5 (pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa).
1
George Yule (Penerjemah Rombe Mustajab) , Pragmatik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 3-4 2
Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 15 3
J. W. M. Verhaar, ASAS-ASAS LINGUISTIK UMUM, (Yogyakarta: Gajah Mada University press, 1996), h. 14 4
F. X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 4
5
Ibid.
12
Dari definisi yang diberikan oleh keempat orang yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa pragmatik mencari hubungan antara bahasa dan maksud yang terkandung didalamnya. Hubungan keduanya dimaksudkan untuk menemukan tafsiran yang sesuai dengan konteksnya. Di samping definisi tersebut, sejumlah definisi lain juga dicatat oleh Levinson dari berbagai sumber, antara lain: 1) Pragmatics is one of thoese words that gives the impression that something quite specific and technical is being talked about when often infact is has no clear meaning (Pragmatik merupakan salah satu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas). 2) Pragmatics has as its topic those aspect of the meaning of uterances which cannot be accounted for by straightforward reference to the truth conditions of the sentences uttered (Topik pragmatik adalah beberapa aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan acuan langsung pada kondisi sebenarnya dari kalimat yang dituturkan). 3) Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts and aspects of discourse structure (Pragmatik adalah kajian antara lan mengenai deiksis, impikasi, presuposisi, tindak tutur dan aspek-aspek tuturan wacana. 4) Pragmatics theories, in contrast, do nothing to explicate the stucture if linguistic contructions or grammatical properties and relations. They explicate the reasoning of speakers and hearers in working out the correlations in a context of a sentence token with a preposition, in this respect, a pragmatic theory is a part of performance (kebalikannya, teori-teori pragmatik tidak menjelaskan struktur kontruksi bahasa atau bentuk dan relasi gramatikal. Teori-teori tersebut mengkaji alasan penutur dan pendengar yang membuat korelasi wujud kalimat dengan
13
preposisi. Dalam hal ini, teori pragmatik merupakan bagian dari tindakan).6 Firth (dalam Djajasudarma) menyatakan bahwa hubungan pragmatik dengan tindak tutur (speech acts), sangat erat, karena tindak tutur merupkan pusat dari pragmatik. Firth sebagai ahli bahasa yang pertama kali menganjurkan studi wacana (discourse) melihat gagasannya bahwa konteks situasi perlu diteliti para linguis, karena studi bahasa dan kerja bahasa ada pada konteks atau kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi.7 Konteks adalah unsur bahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran sedangkan situasi adalah unsur nonbahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran.8 Brown dan Yule (dalam Elizabeth Black) menyatakan bahwa konteks biasanya dipahami sebagai sesuatu yang sudah ada sebelum wacana dan situasi dari para partisipan. Sedangkan Sperber dan Wilson (dalam Elizabeth Black) menyatakan, bahwa konteks adalah tanggung jawab dari pendengar, yang akan mengakses informasi apapun yang diperlukan agar bisa mengolah sebuah ucapan, dengan didasarkan pada asumsi bahwa penutur dari ucapan itu telah berusaha sedapat mungkin untuk membuat ucapan iti menjadi relevan.9 Dapat disimpulkan, konteks adalah adanya kesamaan pengetahuan antara penutur dan petutur agar tujuan ujaran yang ingin diucapkan tersampaikan dengan baik.
B. Konteks Istilah konteks didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar) sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Di dalam tata 6
Ibid., h. 5.
7
T Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 60. 8
Abdul Rani, dkk, Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian, (Malang: Bayu Media Publishing, 2004), h. 6. 9
Elizabeth (penerjemah: Ardianto, dkk.), Stilistika Pragmatik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 4.
14
bahasa, konteks tuturan mencakup semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresikan. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.10 Petada mengatakan konteks adalah seperangkat asumsi yang dibangun secara psikologis oleh penutur dan pendengar sesuai dengan pengetahuannya tentang dunia. Konteks ini tidak hanya terbatas pada ujaran saat ini dan ujaran sebelumya, tetapi menyangkut semua yang dapat terlibat dalam interpretasi, seperti harapan masa depan, hipotesis ilmiah, kepercayaan terhadap keagamaan, kenangan lucu, asumsi tentang kebudayaan (faktor sosial, norma sosial, dan sebagainya) dan kepercayaan terhadap penutur atau sebaliknya konteks ini mempengaruhi interpretasi pendengar terhadap ujaran (wacana). Konsep teori konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislow Malinowski. Ia berpendapat bahwa untuk memahami ujaran harus diperhatikan konteks situasi. Berdasarkan analisis konteks situasi dapat dipecahkan aspekaspek
bermakna
bahasa
sehingga
aspek-aspek
linguistic
dan
aspek
nonlinguistik dapat dikorelasikan. Selanjutnya Pateda mengatakan pada intinya teori konteks adalah (1) makna tidak terdapat pada unsur-unsur lepas yang berwujud kata. Tetapi terpadu pada ujaran secara keseluruhan dan (2) makna tidak boleh ditafsirkan secara dualis (kata dan acuan) atau secara trialis (kata, acuan dan tafsiran) tetapi merupakan satu fungsi atau tugas dalam tutur yang dipengaruhi oleh situasi.11 Kontek Situasi Ujaran (Komponen Tindak Tutur)
10
Nadar, op. cit., h. 3
11
Mansoer Pateda, Sosiolinguistik. (Bandung: Angkasa, 1992), h. 67
15
Dell Hymes seorang pakar sosiolinguistik terkenal menyatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila hurufhuruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah (diangkat dari Wardhaugh 1990): S = Setting and Scene (setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung; scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicara); P = Participants (pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan); E = Ends : purpose and goal (maksud dan tujuan penuturan); A = Act sequence (mengacu pada bentuk dan isi ujaran, misalnya bentuk ujaran dalam kuliah umum dan percakapan biasa) K = Key: tone or spirit of act (nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan) I = Instrumentalities (jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, atau telepon) N = Norms of Interaction Interpretation (aturan dalam berinteraksi) G= Genres (mengacu pada jenis bentuk penyampaian, misalnya, doa, puisi, mendongeng dan sebagainya).12 Berkaitan dengan kedelapan komponen di atas, Hymes dalam Gillian Brown dan George Yule memerinci ciri-ciri konteks itu menjadi: 1. pembicara (advesser); 2. kawan bicara (advessee); 3. topik (topic) 4. waktu, tempat (setting); 12
Ronald Wardhaugh, An Introduction to Sosiolinguistics (third edition), (Massachusetts: Balackwell Publishers, 1998), h. 232
16
5. saluran (chanel) bisa berupa media yang digunakan; bahasa lisan, tulisan; langsung tak langsung, dan sebagainya; 6. kode (code) bahasa, dialek, atau gaya bahasa yang digunakan; 7. bentuk pesan (message form) debat, diskusi, khotbah, dongeng, surat cinta dll.); 8. peristiwa (event), dalam konteks peristiwa apa seseorang melakukan tindak tutur.13
C. Tindak Tutur 1. Pengertian Tindak Tutur Tindak tutur adalah suatu ujaran sebagai satuan fungsional dalam komunikasi. Di dalam teori tindak tutur, ujaran itu mempunyai dua jenis makna: 1) Makna proposisional (disebut juga makna lokusioner). Makna ini merupakan makna harafiah dasar dari ujaran yang disampaikan (dibawa) oleh kata atau struktur tertentu yang dikandung oleh ujaran itu. 2) Makna ilokusioner (disebut juga daya ilokusioner). Makna ini merupakan efek yang dipunyai oleh teks tertulis atau ujaran terhadap pembaca atau pendengar. Misalnya, dalam kalimat “Saya haus.” Makna proposisionalnya adalah apa yang dikatakan tentang keadaan fisik penutur.14 Teori tindak tutur „speech act‟ berawal dari ceramah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L. Austin, pada
13
Gillian Brown and George Yule, Discourse Analysis. (London: Cambridge University Press, 1983), h. 89 14
Soemarsono, Buku Ajar Filsafat Bahasa, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 36.
17
tahun 1955 di universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul “How to Do Things with Words”. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Austin menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan kata-kata kerja promise „berjanji‟, apologize „meminta maaf‟, name „menamakan‟, pronounce „menyatakan‟ misalnya dalam tuturan I promise I will come on time (“Saya berjanji saya akan datang tepat waktu”), I apologize for coming late (“Saya minta maaf karena datang terlambat”), dan I name this ship Elizabeth (“Saya menamakan kapal ini Elizabeth”) maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan tindakan berjanji, meminta maaf, dan
menamakan.
performatif, perfomatif.
Tuturan-tuturan
sedangkan
kata
tersebut
kerjanya
juga
dinamakan disebut
tuturan
kata
kerja
15
Austin (1962) membedakan kalimat performatif menjadi lima kategori, yaitu: 1) Kalimat verdiktif (verdictives), kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian, misalnya, “Kami nyatakan terdakwa bersalah,” 2) Kalimat
Eksersitif
(exercitives),
kalimat
perlakuan
yang
menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya, misalnya “Kami harap kalian setuju dengan keputusan ini,” 3) Komisif (commissives), kalimat perlakuan yang menyatakan perjanjian; pembicaraan berjanji dengan anda untuk melakukan sesuatu, misalnya “besok kita menonton sepak bola.” 4) Behatitif (behatitives), kalimat perlakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seseorang mendapatkan keberuntungan atau kemalangan, misalnya, “Saya mengucapkan selamat atas pelantikan anda menjadi mahasiswa teladan,” dan 15
Nadar, op. cit., h. 11.
18
5) Ekspositif
(expositives),
kalimat
perlakuan
yang
memberi
penjelasan, keterangan, dan perincian kepada seseorang, misalnya “saya jelaskan kepada anda bahwa dia tidak bersalah.”16
2. Dimensi Tindak Tutur Austin mengemukakan tindak tutur menjadi tiga kesatuan, yakni lokusi, ilokusi dan perlokusi.17 Lokusi adalah “what is said; the form of the words uttered.” Hal ini berarti lokusi merupakan apa yang dikatakan atau bentuk dari kata-kata yang diucapkan. Ilokusi adalah “the act of saying something.” Hal ini berarti tindakan dalam suatu ujaran. Semetara itu, perlokusi adalah “what is done in uttering the words.” Ini berarti apa yang dilakukan ketika mengujarkan perkataan. Pada dasarnya memang terdapat perbedaan antara tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi akan tetapi, perbedaan kekuatan antara perlokusi dan ilokusi tidak selalu jelas. Misalnya, suruhan (request) memiliki kekuatan esensial untuk membuat pendengar melakukan sesuatu. Kesulitan dalam definisi ini muncul dari urutan tindakan yang banyak diabaikan oleh teori tindak tutur. Kesulitan itu juga muncul dari dasar definisi maksud penutur, yang merupakan keadaan psikologis yang tidak bisa diobservasi.18 Begitu pula jika mengidentifikasi sebuah
kalimat, akan sedikit
kesulitan dalam mengenali apakah kalimat tersebut berupa lokusi, ilokusi maupun perlokusi jika tidak berhadapan langsung dengan seorang penutur yang menuturkan kalimat tersebut dan juga keadaan / suasana 16
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.52-53. 17
John R Searle, Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language, (Oxford: Basil Blacwell, 1969), h. 16. 18
Abd Syukur Ibrahim, Kajian Tindak Tutur, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), h.115.
19
pada saat kalimat itu dituturkan. Misalnya dalam sebuah kata “tempat itu jauh” Kalimat tersebut bias saja berupa lolusi, ilokusi maupun perlokusi. Tabel 2.1 ( Perbedaan lokusi, ilokusi dan perlokusi ) Tempat itu jauh Lokusi
Ilokusi
Perlokusi
Mengandung pesan.
Metapesan
Metapesan
„Jangan pergi ke
(Dalam pikiran
sana!‟
mitratutur ada keputusan) “Saya tidak akan pergi ke sana.”
Dari tabel jelaslah bahwa perbedaan antara tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi cenderung lemah jika diuraikan dalam sebuah kalimat saja tanpa mendengar ucapan lingual dari seorang penutur dan juga setting pada saat penutur menuturkan tuturanya. Namun hal ini bukan berarti tidak adanya perbedaan antara tuturan lokusi, ilokusi dan perlokusi. Perbedaan tetap saja ada tetapi perlu juga pemahaman yang mendalam untuk mengkaji jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin tersebut. Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary acts), tindak tutur ilokusi (ilocutionary acts), dan tindak tutur perlokusi (perlocutionary act). 1) Tindak lokusi (locutionary acts) adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur itu disebut The Act of Saying Something. Sebagai contoh dalam kalimat berikut:
20
(01) Sapi adalah binatang menyusui (02) Motor termasuk kendaraan beroda dua Kalimat (01) dan (02) diuraikan penuturnya semata mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang dituturkan adalah termasuk jenis binatang apa saja itu, dan motor termasuk jenis kendaraan beroda berapa. Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan preposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri dari dua unsur yaitu subjek/ objek dan predikat. 2) Tindak ilokusi (ilocutionary act) adalah sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi tersebut sebagai The Act of Doing Something. Terlihat pada kalimat berikut: (03) Saya tidak dapat datang (04) Ada anjing gila Kalimat (03) bila diujarkan seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu yakni meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang penting karena besar kemungkinan lawan tutur sudah mengetahui hal itu. Kalimat (04) yang biasa ditemui di depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi tetapi memberi peringatan. Akan tetapi, bila diajukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin pula diutarakan untuk menakut-nakuti. 3) Tindak perlokusi (perlocutionary act) adalah sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh itu dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak perlokusi disebut juga The Act of Affecting Someone. Perhatikan kalimat dibawah ini:
21
(05) Rumahnya jauh (06) Kemarin saya sangat sibuk Kalimat (05) diutarakan oleh sesorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya. Bila kalimat (06) diutarakan seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundangnya dapat memakluminya.19 Dari semua penjelasan mengenai dimensi tindak tutur ini, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi merupakan ujaran yang keluar dari mulut seseorang. Tuturan ini hanya memberika informasi atau pernyataan tanpa ada maksud lain. Jadi, lokusi itu hanya berupa bentuk dari ujaran tersebut. Berbeda dengan tindak tutur ilokusi yang tidak hanya berupa bentuk dari ujaran tersebut, melainkan adanya maksud atau tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah tuturan. Ini mengindikasikan bahwa dalam ujaran yang dibuat oleh penutur terkandung arti dan maksud
yang
ingin
disampaikan
kepada
lawan
tutur
dalam
berkomunikasi. Sementara itu, tindak tutur perlokusi tidak hanya berupa bentuk ujaran dan maksud ujaran itu sendiri, melainkan adanya pengaruh terhadap lawan tuturnya. Pengaruh tersebut secara tidak langsung menimbulkan suatu tindakan. Oleh sebab itu tindak tutur perlokusi ini sering juga disebut dengan the act off affecting someone. Dari penjelasan mengenai lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang telah dipaparkan diatas, peneliti akan menganalisis mengenai ilokusi dalam sebuah naskah drama. Guna mengetahui lebih lanjut mengenai materi 19
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis, (Surakarta: Yuna Pustaka, 2009), h.21-25.
22
tersebut, maka berikut ini akan dipaparkan mengenai jenis ilokusi dari beberapa ahli.
D. Jenis Ilokusi 1.
Teori J.L Austin Ilokusi dibagi menjadi lima bagian. The first, verdictives, are typified by the giving of a verdict, as the name implies, by a jury, arbitrator, or umpire. But they need not be final; they may be, for example, an estimate, reckoning, or appraisal. It is essentially giving a finding as to something – fact, or value – which is for different reasons hard to be certain about. Pertama adalah verdiktif, merupakan jenis tindak tutur yang
memberikan sebuah keputusan seperti oleh seorang juri atau wasit. Keputusan tersebut bukan keputusan final seperti memperkirakan, memperhitungkan dan menilai, serta yang paling utama bahwa verdiktif ini memberikan sebuah penemuan berupa suatu fakta atau nilai yang pada suatu kondisi sulit untuk dipercaya atau diterima. The second, exercitives, are the exercising of powers, right, or influence. Examples are appointing, voting, ordering, urging, advising, warning, etc. Kedua adalah eksersitif, merupakan jenis tindak tutur yang menggunakan wewenang, hak, atau pengaruh. Contohnya adalah menentukan, memilih, menyuruh, mendesak,, menasehati, mengingatkan, dan lain sebagainya. The third, commissives, are typified by promising or otherwise undertaking; they commit you to doing something, but include also declarations or announcements of intention, which are not promise, and also rather vague things which we may call
23
espousals, as for example, siding with. They have obvious connexions with verdictives and exercities. Ketiga adalah komisif, merupakan jenis tindak tutur dengan menjanjikan atau mengusahakan yang sebaliknya; sesuatu yang mengikat si pembicara untuk melakukan sesuatu, di dalamnya juga terdapat pernyataan atau pemberitahuan dari sebuah tujuan yang tidak menjanjikan dan tidak jelas atau disebut dengan keikutsertaan seperti berpihak kepada sesuatu/ seseorang. Semua ini memiliki hubungan yang jelas dengan verdiktif dan eksersitif. The fourth, behabities, are a very miscellaneous group, and have to do with attitudes and social behaviour. Examples are apologizing, congratulating, commending, condoling, cursing, and chaleanging. Keempat adalah behabitis, merupakan jenis tindak tutur yang beraneka ragam dan mengerjakannya dengan sikap dan perilaku sosial. Contohnya seperti meminta maaf, mengucapkan selamat, memuji, berduka cita, mengutuk, dan menantang. The fifth, expositives, are difficult to define. They make plain how our utterences fit into the course of an argument or conversation, how we are using word, or in general, are expository. Examples are „I reply‟, „I argue‟, „I concede‟, „I illustrate‟, „I assume‟, „I postulate‟. We should be clear from the start that there are still wide possibilities of marginal or awkward cases, or of overlaps.20 Kelima adalah ekspositif, merupakan jenis tindak tutur yang sangat sulit untuk didefinisikan. Jenis ini menjelaskan bagaiman sebuah ujaran dapat cocok dengan rangkaian penjelasan atau percakapan (bagaimana menggunakan kata-kata) atau secara umum kita sebut sebagai pemberi 20
J. L. Austin, HOW TO DO THINGS WITH WORD: The William Fames Lectures delivered at Harvard University in 1955, (NEW YORK: OXPORD UNIVERSITY PRESS, 1962), h. 150-151.
24
penjelasan. Contohnya seperti Saya menjawab, Saya menganjurkan, Saya menyerah, Saya menjelaskan, Saya menganggap, Saya mendalilkan. Ini semua harus jelas dari awal bahwa besar kemungkinannya masih ada kejanggalan. 2.
Teori John R. Searle Selanjutnya, Searle (dalam Rahardi) menggolongkan ilokusi itu ke
dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Asertif (Assertives) Yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (starting), menyarankan
(suggesting),
membual
(boasting),
mengeluh
(complaining), dan mengklaim (claiming). 2) Direktif (Directives) Yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (requesting),
(orderin),
memerintah
menasehati
(commanding),
(advising),
dan
memohon
merekomendasi
(recommending). 3) Ekspresif (Expressives) Adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya
berterima
(congratulating),
kasih
meminta
(thanking), maaf
memberi
(pardoning),
selamat
menyalahkan
(blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling).
25
4) Komisif (Commissives) Yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering), menolak (rejecting), dan mengancam (threatening). 5) Deklarasi (Declarations) Yakni bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), (sentencing).
mengucilkan
(excommicating),
dan
menghukum
21
Crystal (dalam Ihsan) mendukung ide Searle membagi speech acts dalam lima kategori yang ditunjukan oleh kata kerja tertentu: a) Representative: pembicara bertekad untuk menyatakan keyakinan terhadap sesuatu dengan berbagai cara. b) Directives: pembicara berusaha untuk membuat pendengar melakukan sesuatu. c) Commissive: pembicara bertikad dalam beberapa hal untuk melakukan sesuatu. d) Expressives: pembicara menyatakan sikapnya terhadap situasi tertentu. e) Declarations: pembicara mengubah sesuatu dengan membuat suatu pertanyaan.22
21
R Kunjana Rahardi, PRAGMATIK: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 35-36. 22
Diemroh Ihsan, PRAGMATIK, ANALISIS WACANA, DAN GURU BAHASA (Pragmatics, Discourse Analysis, and Language Teachers), (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011), h.104-105.
26
3.
Teori Geoffrey Leech Seperti halnya Searle, Leech juga mengkritisi tindak tutur yang
disampaikan Austin. Dia mempersoalkan penggunaan kata kerja tindak tutur Austin yang cenderung hanya melihat kata kerja dalam bahasa Inggris berhubungan satu lawan satu dengan kategori tindak tutur. Leech menyatakan dalam klasifikasi Austin ke dalam verdikatif, eksersitif, komisif, behabit, dan ekspositif mengandung kesalahan kata kerja ilokusi. Menurut Leech, situasi berbeda menuntut adanya jenis-jenis kata kerja berbeda dan derajat sopan santun yang berbeda juga. Pada tingkat yang paling umum fungsi ilokusi dapat dibagi menjadi empat jenis. Klasifikasi fungsi ilokusi Leech adalah sebagai berikut : 1) Kompetitif (Competitif), tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya:
memerintah, meminta, menuntut, mengemis.
2) Menyenangkan (Convivial), tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya:
menawarkan/mengajak/mengundang, menyapa,
mengucapkan terima kasih,
mengucapkan selamat.
3) Bekerja sama (Collaborative), tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya: menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan. 4) Bertentangan (Conflictive), tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya: mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.23 Setelah beberapa paparan mengenai pengklasifikasian ilokusi dari para ahli dikemukakan di atas. Peneliti memutuskan untuk menggunakan jenis ilokusi yang dikemukakan oleh Searle dalam menganalisis objek sebuah naskah drama. Hal tersebut dikarenakan pembagian ilokusi oleh Searle dinilai lebih sesuai dalam menganalisis objek tuturan yang ada di naskah drama jika ditinjau dari segi pengklasifikasian fungsi tuturan . 23
Geoffrey Leech (penerjemah Oka), Prinsip-prinsip Pragmatik, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h. 176-178.
27
Selain itu teori Searle juga dianggap lebih dapat melengkapi teori tindak tutur pendahulunya yang juga gurunya yakni J. L. Austin.
E. Pengertian Drama Kata drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya. Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen menyatakan drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sementara itu Moulton berpendapat drama merupakan hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.24 Lain halnya dengan Budianta berpendapat bahwa, drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokohtokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh.25 Kemudian hendaknya selalu diingat bahwa drama bukan hanya pemaparan atau diskusi tentang peristiwa kehidupan yang nyata; drama sebenarnya lebih merupakan „penciptaan kembali‟ kehidupan nyata.26 Jadi dapat simpulkan bahwa drama merupakan cerminan kehidupan masyarakat yang berusaha memotret kehidupan sehari-hari dengan dikemas secara imajinatif melalui sebuah karya sastra baik yang berupa naskah maupun pertunjukan drama.
F. Dialog dalam Drama 24
Hasanuddin WS, DRAMA, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis, (Bandung: ANGKASA, 1996), h. 2. 25
Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 95. 26
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), Cet. 1, h. 90.
28
Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta. Jalan cerita drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap halhal yang tersirat di balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama. Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan: 1. Dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. 2. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah. Dialog terikat pada pelaku. Unit-unit dialog yang juga disebut giliran bicara diucapkan oleh seorang pelaku yang mempunyai fungsi dalam alur.27 27
Jan Van Luxemburg, dkk (Penerjemah Dick Hatroko), Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), h. 160.
29
Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antartokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita. Ada dua macam teknik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapkan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk menyampaiakna atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.28
G. Naskah Drama Naskah drama adalah kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah atau teks drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) part text, artinya yang ditulis dalam teks hanya sebagian saja, berupa garis besar cerita. Naskah semacam ini biasanya diperuntukan bagi pemain yang sudah mahir, (2) full text, adalah teks drama dengan penggarapan komplet, meliputi dialog, monolog, karakter, iringan, dan sebagainya. Bagi pemain yang masih tahap berlatih, teks semacam ini patut dijadikan pegangan. Hal ini juga memudahkan pertunjukan. Hanya saja, sering membatasi kreativitas pentas. Naskah drama adalah karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Naskah yang lengkap, terdiri atas babak dan adegan-adegan. Ada beberapa macam kategori naskah pentas, yaitu: (a) naskah yasan, artinya teks drama yang sengaja diciptakan sejak awal sudah berupa naskah drama. naskah semacam 28
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 77.
30
ini biasanya ditulis oleh seorang sutradara, aktor, dan spesialis naskah, (b) naskah garapan, artinya teks drama yang berasal dari olahan cerita prosa atau puisi, diubah ke dunia drama. biasanya, penggarapan naskah terkait oleh jalan cerita sebelumnya, hingga bagian kecil saja yang diubah. Hal ini memang lebih mudah, sebab penggarapan tidak harus berimajinasi dari awal; (c) naskah terjemahan, artinya drama yang berasal dari bahasa lain, diperlukan adopsi dan penyesuaian dengan budayanya. Keunggulan naskah drama adalah pada konflik yang dibangun. Konplik menentukan penanjakan-penanjakan ke arah klimaks. Jawaban terhadapa konflik itu akan melahirkan suspense dan kejutan. Tingkat keterampilan penulis drama ditentukan oleh keterampilan menjalin konplik yang diwarnai oleh kejutan dan suspense yang belum pernah diciptakan oleh pengarang lain. Penulis naskah yang berjiwa estetis, biasanya banyak memberikan bungabunga dalam naskahnya. Di dalamnya penuh dengan foreshdowing (bayangan) kejadian yang memukau penonton. Naskah drama boleh saja dibumbui nuansa puitis dan atau prosa laris. Naskah drama dapat dikategorikan karya satra dan merupakan karya individual seorang penulis. Tugas pemain adalah mengkomunikasikan naskah itu kepada penonton. Semakin komunikatif pementasan, berarti semakin sukses pula drama itu. Pementasan drama merupakan kerja kolektif. Keberhasilan suatu pementasan tidak hanya ditentukan oleh sutradara, naskah, dan kualitas naskah, tetapi melibatkan banyak unsur yang secara serentak dan kompak harus mendukung pementasan itu.29
H. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai tindak tutur sudah dilakukan oleh banyak akedemisi dengan beragam media. Berikut akan ditampilkan beberapa penelitian
29
Suwardi Endaswara, METODE PEMBELAJARAN DRAMA: Apresiasi, Ekspresi, dan pengkajian, (Yogyakarta: CAP, 2011), Cet. 1, h.37-38
31
tersebut guna mengetahui perbedaan dari setiap penelitian yang telah ada sebelumnya. Aika Zanita (2011) dengan penelitiannya “Kajian Lokusi dan Ilokusi Pengumuman di Media Informasi Kampus Barat UNJ dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia.” Penelitian ini mengkaji lokusi dan ilokusi yang terdapat di papan pengumuman media informasi Kampus Barat UNJ. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa lokusi dan ilokusi yang paling banyak ditemukan yakni tuturan direktif memerintah dengan maksud menghendaki, mengkomando,mengarahkan, mengintruksikan atau mengatur lawan tutur. Namun dalam pengumuman di media informasi kampus tersebut masih ditemukan beberapa kesalahan ejaan, penulisan, dan penggunaan bahasa asing yang dicampuradukan ke dalam bahasa indonesia. Hal tersebut dianggap dapat menghambat efek yang diterima lawan tutur sehingga memungkinkan lawan tutur menerima pesan yang berbeda dengan maksud yang ingin disampaikan penutur. Septy Silvia Sari (2012) dengan penelitiannya “Analisis Tindak Tutur penjual dan pembeli di PASTY (Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta).” Penelitian ini mendeskripsikan bentuk tindak tutur dan jenis tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa 1) Bentuk tindak tutur yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. 2) Jenis tindak tutur lokusi yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di PASTY yaitu lokusi pernyataan, lokusi perintah dan lokusi pertanyaan. 3) Jenis tindak tutur ilokusi yang ditemukan dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY yaitu asertif, direktif, komisif dan ekspresif. Dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di PASTY tidak ditemukan jenis deklarasi. Hal tersebut disebabkan tidak ditemukan bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan. 4) Jenis tindak tutur
32
perlokusi yang terdapat dalam komunikasi penjual dan pembeli di PASTY yaitu perlokusi verbal dan perlokusi verbal nonverbal. Meri Kristina Gultom (2011) dengan penelitiannya “Tindak
Tutur
Ilokusi dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.” Penelitian ini mengkaji jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Tanah Tabu. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tindak tutur percakapan dalam novel Tanah Tabu terdapat empat jenis tindak tutur ilokusi, yaitu (1) ilokusi representatif, (2) ilokusi komisif, (3) ilokusi direktif, (4) ilokusi ekspresif. Selain tindak tutur ilokusi, ditemukan juga fungsi tindak ilokusi dalam novel Tanah Tabu, dan setelah dianalisis ditemukan empat fungsi tindak ilokusi yaitu, (1) fungsi tindak ilokusi kompetitif, (2) fungsi tindak ilokusi menyenangkan, (3) fungsi tindak ilokusi bekerjasama, (4) fungsi tindak ilokusi bertentangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa wacana percakapan dalam novel tersebut merupakan wacana yang padu sehingga setiap partisipan dapat saling memahami maksud tuturan tersebut. Jamilatun (2011) dengan penelitiannya “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif pada Rubik Kriiing Solopos (Sebuah Tinjauan Pragmatik). Penelitian ini mengkaji masalah tindak tutur direktif dan ekspresif yang terdapat dalam RKS. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1)Bagaimanakah wujud tindak tutur direktif dalam RKS? (2)Bagaimanakah wujud tindak tutur ekspresif dalam RKS?. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dalam RKS ditemukan 12
jenis tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif itu
meliputi tindak tutur mengajak, mengingatkan, melarang, menasihati, meminta, memohon, menyarankan, menyuruh,mengharap, mengusulkan, memperingatkan, dan mempertanyakan. Wujud tindak tutur direktif yang paling banyak ditemui adalah tindak tutur meminta, dan memohon. Dalam RKS ditemukan 43 jenis tindak tutur ekspresif. Tindak tutur ekspresif itu meliputi tindak tutur memprotes, mengkritik, mendukung, menyetujui,
33
menyindir, menyayangkan, berterima kasih, mengeluh, membenarkan, memuji, mencurigai, meminta maaf, mengklarifikasi, mengungkapkan rasa iba,mengungkapkan rasa bangga, mengungkapkan rasa salut, mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa kecewa,mengungkapkan rasa
jengkel,
mengungkapkan
rasa
prihatin,
mengungkapkan
ketidaksetujuan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa khawatir, mengungkapkan rasa ketidakpedulian, mengungkapkan rasa yakin, mengungkapkan rasa bingung, mengungkapkan rasa sakit hati, mengungkapkan rasa senang, rasa simpati, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa muak, mengungkapkan rasa resah.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Penulis Data penelitian ini berupa naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang, naskah drama tersebut dianalisis tindak tutur ilokusi. Hasil temuan yang berbentuk analisis pengklasifikasian ilokusi disajikan dalam tabel terlampir, namun ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai profil pengarang naskah drama yang akan dianalisis. Iwan Martua Dongan Simatupang, lebih umum dikenal sebagai "Iwan Simatupang" lahir di Sibolga, 18 Januari 1928 adalah seorang novelis, penyair, dan esais Indonesia. Ia belajar di HBS di Medan, lalu melanjutkan ke sekolah kedokteran (NIAS) di Surabaya tapi tidak selesai. Kemudian belajar antropologi di Universitas Leiden (1954-56), drama di Amsterdam, dan filsafat di Universitas Sorbonne, Paris, Perancis pada Prof. Jean Wahl pada 1958. Ia pernah menjadi Komandan Pasukan TRIP dan ditangkap pada penyerangan kedua polisi Belanda di Sumatera Utara (1949); setelah bebas, ia melanjutkan sekolahnya sehingga lulus SMA di Medan. Ia pernah menjadi guru SMA di Surabaya, redaktur Siasat, dan terakhir redaktur Warta Harian (1966-1970). Tulisan-tulisannya dimuat di majalah Siasat dan Mimbar Indonesia mulai tahun 1952. Pada mulanya ia menulis sajak, tapi kemudian terutama menulis esai, cerita pendek, drama dan roman. Sebagai pengarang prosa ia menampilkan gaya baru, baik dalam esainya, maupun dalam drama, cerita pendek dan terutama dalam romannya; dengan meninggalkan cara-cara konvensional dan alam pikiran lama. Jalan cerita dan penampilan watak dalam semua karangannya tidak lagi terikat oleh logika untuk sampai kepada nilai-nilai baru yang lebih mendasar.
34
35
Karya novel yang terkenal Merahnya Merah (1968) mendapat hadiah sastra Nasional 1970, dan Ziarah (1970) mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977. "Ziarah" merupakan novelnya yang pertama, ditulis dalam sebulan pada tahun 1960; diterbitkan di Indonesia pada 1969. Pada 1972, "Kering", novelnya yang ketiga diterbitkan. "Kooong" (1975) mendapatkan Hadiah Yayasan Buku Utama Department P Dan K 1975. Pada tahun 1963, ia mendapat hadiah kedua dari majalah Sastra untuk esainya "Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air". Karya dramanya antara lain Buah Delima dan Buah Bujur Sangkar (195), RT00/RW00 (1957), Petang di taman (1966),dan Kaktus dan Kemerdekaan (1969). Menurut Benedict Richard O'Gorman Anderson, Iwan Simatupang dan Putu Wijaya merupakan dua orang penulis fiksi yang berpengaruh dari Indonesia sejak kemerdekaan dan keduanya memiliki kelekatan yang kuat dengan realisme gaib ("magical realism").1 B. Penyajan Data Tabel 3.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi dalam Naskah Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang
No 1.
Jenis Ilokusi
Dialog truk
Penutur yang Pincang
Lawan
Gambaran
Tutur
Konteks
Asertif
“Itu,
(menyatakan)
pakai gandengan,
lawan
lewat.”
merupakan warga
Kakek
Penutur
dan tutur
yang tinggal di kolong jembatan, dari atas tempat tinggal sering
1
Pusat Bahasa, Wikipedia Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), h. 365-366
mereka terdengar
36
bunyi
suara
seperti
geledek
tanda turun hujan. Setelah diselidiki ternyata
bunyi
tersebut
berasal
dari truk gandeng yang melintas di atas jembatan. 2.
Asertif
“Hukum
(menyatakan)
masyarakat tetap
lawan
begitu. Kalau mau
sedang
duduk
melamar
santai.
Mereka
Kakek
Pincang
kerja,
Penutur
dan tutur
tampillah dengan
mempertanyakan
tampangmu yang
nasib
paling
sebagai
menguntungkan.”
gelandangan yang
mereka
sulit
mencari
pekerjaan
sebab
masyarakat sering menganggap remeh
kaum
gelandangan karena
dianggap
tidak
memiliki
keterampilan dalam bekerja. 3.
Asertif
“Sekedar pengisi Pincang
(menyarankan)
perut juga
saja.
Ini
hampir
Ani
Penutur
sedang
memasak sejumlah sayuran
37
masak.”
busuk yang biasa ia dapatkan dari hasil
memungut
di
pasar.
Kemudian masakan tersebut ia
tawarkan
kepada penghuni kolong jembatan lain
sebagai
pengganjal perut sebelum
mereka
mendapatkan uang
untuk
membeli makanan. 4.
Asertif
“Persis
(membual)
pandangan
Kakek
Bopeng
Penutur
sedang
duduk santai di
seorang
jagal
gubuknya sambil
sapi: ini daging ya
mendengarkan
masuk; ini lemak
penghuni kolong
dan
jembatan
tetelan,
masih
ya bisa
yakni
lain Bopeng,
masuk; tapi ini
Pincang dan Ati
apa?
yang
Daging
bukan,
lemak
bercerita
bukan,
tetelan
tengah
bukan?
Yah,
lempar
masuk
tong
sampah.
deras
sedang di hujan dan
keheningan malam membahas
38
Tidak ada tempat
mengenai
buat
kehidupan tukang
usus,
babat…”
becak kaya raya dari hasil menjual jasa becak plus wanita penghibur.
5.
Asertif
“Percuma
(mengeluh)
dandan!”
Ani
Ina
Penutur
dan
lawan
tuturnya
merupakan wanita tunasusila
yang
akan
pergi
menjajakkan jasanya di malam hari,
setelah
berdandan
Ani
pergi
ke
tepi
bawah
jembatan
sambil melihat ke langit
dan
mengepalkan tangannya kemudian berteriak
untuk
melampiaskan kekesalannya karena terdengar suara
geluduk
tanda hujan akan turun,
yang
itu
artinya pelanggan
39
jasa mereka akan berkurang. 6.
Asertif
“Ya,
tuan-tuan. Ani
(mengklaim)
Semuanya
itu
akan nikmati
kami
Kakek
Penutur
dan
merupakan wanita
Pincang
tunasusila,
malam
sebelum
pergi
ini. Cara apapun
dinas malam ia
akan kami jalani.
meyakinkan
Asal kami dapat
penghuni kolong
memakannya
jembatan
malam
ini.
Ya
lain
yang
malam ini juga!”
sedang
bersantai di gubuk yakni kakek dan pincang bahwa ia akan mendapatkan makan
malam
yang
telah
diidam-idamkan oleh mereka yakni berupa nasi putih hangat, teh
rendang,
manis
dan
pisang raja. 7.
Direktif
“Terus
(memerintah)
mundur!
pantang Ani Kita
Ina
Penutur lawan
dan tuturnya
bukan dari garam,
selesai berdandan
kan!”
kemudian bergegas
pergi
untuk menjajakan
40
jasa
sebagai
wanita penghibur, tak
lama
kemudian terdengar
suara
geluduk
yang
diiringin
hujan
lebat. 8.
Direktif
“Tidurlah
(memerintah)
Kau mengantuk.”
Kek. Pincang
Kakek
Penutur
sedang
mendengarkan kisah hidup masa lalu
penghuni
kolong jembatan lain yakni kakek. Mereka duduk di beton
semen,
salah satu pilar jembatan
di
dinginnya malam yang menyebabkan kakek
menguap
berkali-kali menahan kantuk. 9.
Direktif
“Sudah,
sudah. Kakek
(melarang)
Mana nasi rames
memisahkan
itu?”
penghuni kolong
Bopeng
Penutur berusaha
jembatan
lain
yakni Bopeng dan Pincang
yang
41
sedang
beradu
argumen
hingga
terjadi
kegiatan
cekik-mencekik. 10. Direktif (memohon)
“Bawalah
aku, Ati
Bopeng
ka!
Penutur
tidak
mempunyai tujuan
hidup
setelah ditinggalkan oleh suaminya
di
pelabuhan. Kemudian bertemu
ia kelasi
kapal
yang
bernama Bopeng yang
membantu
melakukan pencarian suaminya, namun tidak membuahkan hasil. Bopeng pun akhirnya memberi Ati
tempat
berteduh sementara gubuk
di kolong
jembatan. 11. Direktif (menasehati)
“Sedikit sejemput
cinta, Pincang
Ati
Pincang, Ati, dan penghuni kolong
42
bahagia..
jembatan
kesempatan untuk
sedang berkumpul
mengejar
di gubuk mereka.
itu
lain
semua setidaknya
Pembahasan
tidak di kolong
mengenai
jembatan
kelanjutan hidup
ini,
Dik.”
Ati
setelah
ditinggalkan suaminya membuat
semua
berpikir
dan
mencari
solusi
yang terbaik. 12. Direktif (menyetujui)
“Akur!”
Kakek
Ati
Penutur
sedang
berdiskusi sambil bersantai dengan penghuni kolong jembatan yakni
lain Pincang,
Ati, dan bopeng terkait kelanjutan hidup Ati pasca ditinggalkan oleh suaminya. Kakek pun
menyetujui
keputusan
Ati
untuk kembali k kampung halamannya dengan
diantar
43
Pincang. 13. Ekspresif
“Nasi rames lagi! Kakek
(berterima
Dan
kasih)
rendang.
Ina
daging
Penutur
sangat
terkejut,
Ya
dikeheningan
Allah, juga telor!
malam
Dan ini, pisang
penghuni kolong
raja sesisir! Ada-
jembatan
ada saja si Ani!”
yang Ina.
datang
lain bernama
Ia
dan
kakaknya
yang
bernama
Ani
(wanita tunasusila) memenuhi janjinya
bahwa
mereka
akan
membelikan makanan
yang
kakek
idam-
idamkan
yakni
nasi putih hangat beserta dan
rendang segala
pelengkapnya jika mereka mendapatkan uang malam itu. “Aku
sangat Ina
(memberi
gembira,
Bang.
selamat)
Untuk
14. Ekspresif
Abang,
Bopeng
Penutur
sangat
terkejut ketika ia pulang
kerja
44
untuk kita semua.
sebagai
Besok
benar-
penghibur,
benar
Abang
tiba ia mendengar
berlayar?”
wanita tiba-
cerita
bahwa
Bopeng salah satu penghuni kolong jembatan
yang
tinggal bersamanya telah diterima
sebagai
kelasi
kapal,
dengan
spontan
Ina pun memeluk Bopeng
sebagai
ucapan selamat. 15. Ekspresif
“Aku
berharap, Kakek
Ina
Penutur
terkejut
(memberi
suatu hari dapat
mendengar cerita
selamat)
melihat kau lewat,
Ina
naik
penghuni kolong
becak
salah
suamimu, kau dan
jembatan
anak-anakmu
sudah
sehat
dan
seperti
Selamat
sendiri
Nak.”
yang
dianggapnya
montok-montok. jalan,
satu
keluarga
mengambil keputusan menikah tukang yang
untuk dengan becak
biasanya
sebagai fasilitator
45
Ina
dalam
menjajakan sebagai
jasa wanita
penghibur. Ia pun berharap
semua
yang
terbaik
kepada Ina atas segala keputusan yang ia ambil. 16. Ekspresif
“Maaf,
Bopeng
Pincang
Penutur
terkejut
(meminta
maafkanlah kami.
ketika rekannya di
maaf)
Syukur, kalau kau
kolong jembatan
memang
yakni
benar-
Pincang
benar mau mulai
memutuskan
baik sekarang.”
untuk
tidak
melakukan tindakan senonoh demi mendapatkan restu orang tua Ati, wanita yang ditinggalkan suaminya. 17. Ekspresif
“... Aku harap, Ina
(meminta
kau
maaf)
memahami.”
dapat
Pincang
Penutur bercerita kepada lelaki
Pincang, yang
mencintainya dan pernah
hidup
bersama di kolong jembatan
bahwa
46
ia
akan
segera
menikah
dengan
tukang
becak
yang
sangat
Pincang
benci
karena
dia
merupakan fasilitator
Ina
dalam menjajakan jasanya
sebagai
wanita penghibur. 18. Ekspresif (menyalahkan)
“Semua persoalan Pincang
Kakek
Penutur
ini tak bakal ada,
lawan
bila kita bekerja,
berdiskusi
punya
bawah
cukup
kesibukan ... “
dan tutur di kolong
jembatan meratapi mereka
nasib sebagai
gelandangan yang tidak
punya
pekerjaan
tetap.
Mereka
pun
menyalahkan keadaan
dan
menyalahkan diri sendiri. 19. Komisif (menjanjikan)
“Kalau
rejeki Ani
Kakek
Penutur sebelum
kami baik malam
dan
pergi
ini,
Pincang
menjajakan
kami
pulang
akan bawa
sebagai
bekerja jasa wanita
47
oleh-oleh.”
penghibur
pamit
kepada penghuni kolong jembatan lain yakni Kakek dan
Pincang
seraya menjanjikan oleholeh
berupa
makan
malam
spesial yang telah mereka
idam-
idamkan
yakni
nasi putih hangat, rendang,
teh
manis dan pisang raja. 20. Komisif (bersumpah)
“ ... Ayo berkata Pincang terus
terang
kepadanya. Jangan
Bopeng
Penutur
dengan
nada
yang
menggebu-gebu dirikan
mengatakan
bangunan-
kepda
bangunan harapan
seperjuangannya
kosong
yakni
baginya,
rekan
Bopeng
sebab demi Allah!
(seorang
Tiada dosa yang
gelandangan yang
paling besar dari
diterima
itu yang dapat kau
kelasi
kapal)
lakukan
bahwa,
jangan
terhadapnya.”
memberikan harapan
sebagai
palsu
48
kepada
wanita
yang
baru
ia
temukan
di
pelabuhan karena ditinggal suaminya. 21. Komisif (bersumpah)
“Baik! benarlah
Bila Pincang kalian
menghendaki aku memulai
Kakek,
Dikeheningan
Bopeng,
malam
dan Ati
hangatnya diskusi
hidup
dalam
mencari
solusi
baru,
seperti
untuk Ati, penutur
anjuran
kalian
dengan
nada
tadi, demi Tuhan!
lantang
berkata
Mengapa
kepada
semua
kalian
tak
penghuni kolong
memperbolehkan
jembatan
aku memulainya
ia
dengan baik?”
keputusan
akan
memulai
hidup
bahwa
mengambi
baru seperti yang disarankan mereka
oleh di
kampung halaman Ati (wanita yang yang ditinggalkan oleh
suaminya)
dengan cara yang baik. 22. Komisif (menolak)
“Banyak-banyak terima
kasih,
Ani
Pincang
Penutur sebelum pergi
bekerja
49
Bang! Aku sudah
sebagai
bosan
penghibur
dengan
wanita
labu-siammu
mengutarakan
yang kau pungut
kebosanannya
tiap
memakan
hari
dari
tong-tong sampah
masakan
di tepi pasar sana,
ditawarkan
... “
Pincang,
yang
salah
satu warga kolong jembatan
yang
sedang memasak sayuran
busuk
hasil pungutannya di pasar sebagai penganjal sebelum
perut mereka
mendapatkan uang membeli
untuk makan
malam. 23. Komisif (menolak)
“Pekerjaan kelasi Bopeng kapal
tidak
Ati
Penutur menjelaskan
mungkin
kepada
berteman wanita.
(wanita yang ia
Jangankan
bantu
kemana-mana,
pelabuhan)
naik kekapal saja
berkeras
kau tidak boleh.”
ingin ikut Bopeng berlayar
Ati
di yang hati
karena
kebingungan
50
setelah ditingkalkan oleh suaminya
dan
tidak mau pulang ke
rumah.
Penghuni
yang
lain
pun
menegaskan
hal
yang sama bahwa ia
tidak
seharusnya
ikut
dengan Bopeng. 24. Komisif (mengancam)
“Kuperingatkan
Bopeng
Pincang
Penutur
tersulut
kau sekali lagi,
emosi
jangan
terlalu
sedang berdiskusi
mengada-
dengan penghuni
jauh
ngada ya Bung.”
ketika
kolong jembatan lain
mengenai
jalan keluar bagi Ati (wanita yang ditinggalkan oleh suaminya
di
pelabuhan).
Di
tengan
diskusi
Pincang mengambil kesimpulan bahwa
Ati
tinggal di kolong jembatan
hanya
51
semalam
saja.
Kemudian Bopeng
marah
karena akan
khawatir menyakiti
Ati
atas
pernyataan Picang yang seolah-olah tidak senang Ati tinggal
bersama
mereka. 25. Deklarasi (berpasrah)
“Masyarakat
Pincang
Kakek
Dalam heningnya
punya prasangka-
malam
prasangka tertentu
dan lawan tutur
terhadap
jenis
saling
manusia
seperti
kita ini.”
penutur
bercerita
duduk di bawah kolong jembatan mengenai
nasib
mereka
yang
sejak
menjadi
gelandangan sulit mendapatkan pekerjaan karena stigma
negatif
masyarakat terhadap
mereka
sudah
menjadi
pemakluman yang biasa terima
mereka tanpa
52
melakukan perlawanan apapun. 26. Deklarasi (berpasrah)
“Malu, Kami
Kek. Ati
Kakek
Penutur
setelah
berangkat
ditinggal
dari sana dengan
suaminya
di
pesta
doa
pelabuhan
dan
Dan
semua
koperku, dengan
benda
segala
punya
dan
segala.
dan
pakaian perhiasan
emasku dalamnya,
harta yang
diambil
oleh
di
ia
suaminya
tidak melaporkan
telah
hal
dia bawa kabur.”
tersebut
pihak
ke yang
berwajib karena ia tidak
mau
keluarganya mengetahui
hal
tersebut. 27. Deklarasi (berpasrah)
“Terserah Kakak. Ati
Bopeng
Dalam
keadaan karena
Pokoknya,
jadi
lemah
juga
aku
tidak
berlayar.”
tau
harus
berbuat
apa,
penutur
setelah
ditinggal suaminya
di
pelabuhan
dan
bertemu
seorang
kelasi kapal yang bernama Bopeng
53
tanpa
ragu
meminta
lelaki
tersebut
untuk
ikut pergi berlayar dengannya walau mereka baru kenal di
pelabuhan
tersebut. 28. Deklarasi (mengucilkan)
“Mana bisa. Laki- Pincang
Ani dan Di
laki mana yang
Ina
tengah
heningnya malam
mau sama kalian
dan hujan deras
kuyup-kuyup?”
serta
gemuruh
petir,
penutur
melontarkan pernyataan
yang
dapat menciutkan nyali
penghuni
kolong jembatan lain
yakni
Ani
dan Ina yang akan berangkat bekerja menjajakan jasanya
sebagai
wanita penghibur. 29. Deklarasi (mengucilkan)
“Kira-kira ya.
dikit, Ani
Kau
ini
Pincang
Penutur mengingatkan
sesungguhnya
lawan
tuturnya
apa,
yakni
pincang
siapa?
Berani-beraninya
seorang
cemburu.
gelandangan yang
Cih,
54
laki-laki tak tahu
tidak
punya
diuntung!”
penghasilan kemudian melarang
Ina
(wanita
yang
dikasihinya yang juga
merupakan
adik
dari
Ani)
untuk menggunakan jasa tukang becak sebagai
alat
transportasi mereka
dalam
menjajakan sebagai
jasa wanita
tunasusila. 30. Deklarasi (mengucilkan)
“Tidak
banyak, Pincang
Kakek
Perbincangan
kecuali barangkali
hangat di tengah
sekedar
dinginnya malam
mempertahankan
antara
hidup
taraf
dan kakek, sambil
sekedar tidak mati
duduk santai di
saja,
dengan
kolong jembatan
batok kotor kita
mereka meratapi
yang
nasib
kita
Pincang
sebagai
tengadahkan
gelandangan yang
kepada siapa saja,
hanya
kearah mana saja.
menengadahkan
Mereka
tangan
anggap
bisa
untuk
55
kita ini sebagai
menyambung
suatu
kasta
hidup
tersendiri,
kasta
harinya.
paling
hina,
setiap
paling rendah.”
C. Pembahasan Hasil Temuan 1. Analisis Ilokusi Ilokusi merupakan salah satu jenis tindak tutur yang menekankan pada maksud dari ujaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa, setiap ujaran yang dikeluarkan seseorang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Untuk mengetahui maksud yang diinginkan, maka dapat diperoleh dengan menganalisis ujaran tersebut ke dalam jenis ilokusi. Ilokusi menurut Searle terbagi menjadi lima jenis, yaitu asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang akan dikaji berdasarkan yang telah disebutkan di atas. Analisis dan paparannya sebagai berikut: 1.1 Analisis Asertif Asertif merupakan bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi. Proposisi merupakan “ekspresi verbal dari putusan yang berisi pengakuan atau pengingkaran mengenai sesuatu yang dapat dinilai benar atau salahnya.”2 Diantaranya: 1.1.1. Asertif
Menyatakan
(mengemukakan,
megutarakan,
menyampaikan, menjelaskan, menerangkan, mengatakan). Penutur 2
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2009), h. 139.
56
menyatakan isi pesan/ informasi apabila penutur mengekspresikan kepercayaan terhadap isi pesan dan bermaksud bahwa lawan tutur juga mempercayai informasi tersebut. Berikut Analisis dialog temuan: (1) Pincang:“Itu, truk yang pakai gandengan lewat.” Kakek: “Apa!” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek Konteks: Penutur dan lawan tutur merupakan warga yang tinggal di kolong jembatan, dari atas tempat tinggal mereka sering terdengar bunyi suara seperti geledek tanda turun hujan. Setelah diselidiki ternyata bunyi tersebut berasal dari truk gandeng yang melintas di atas jembatan. Tuturan (1) Penutur menjelaskan kepada lawan tutur bahwa suara gemuruh yang mereka dengar di bawah kolong jembatan itu berasal dari truk gandeng yang melintas di atas jembatan bukan suara geledek tanda hujan turun seperti yang dikatakan lawan tuturnya yakni si kakek. (2) Kakek: “Hukum masyarakat tetap begitu. Kalau mau melamar kerja, tampilah dengan tampangmu yang paling menguntungkan.” Pincang: “Kalau aku memiliki stelan gabardin, dengan sepatu dari kulit macan tutul, dengan dasi sutera, dan rambutku dibelur dengan minyak luar negeri, Kakekku yang terhormat: Apakah di kolong jembatan ini masih tempatku? Apakah masih manusia gelandangan namanya aku?”
57
Penutur: Kakek Lawan tutur: Pincang Konteks: Penutur dan lawan tutur sedang duduk santai. Mereka mempertanyakan nasib mereka sebagai gelandangan yang sulit mencari pekerjaan sebab masyarakat sering menganggap remeh kaum gelandangan karena dianggap tidak memiliki keterampilan dalam bekerja. Tuturan (2) disampaikan Kakek kepada Pincang dengan asumsi bahwa sudah menjadi pemakluman ketika melamar pekerjaan haruslah berpenampilan menarik agar dapat meyakinkan orang lain yang menerima pekerjaan kita. Penutur mempunyai maksud ingin mengemukakan hal yang sudah lumrah terjadi di masyarakat ketika ingin melamar pekerjaan. 1.2.2. Asertif Menyarankan: memberi pendapat (usul, ujaran) yang dikemukakan untuk dipertimbangkan (menerka, berhipotesis, berspekulasi). Penutur menyarankan sesuatu apabila penutur mengekspresikan alasan kepada lawan tutur, tetapi tidak cukup alasan untuk mempercayai tuturan tersebut. (3) Pincang: “Sekedar pengisi perut saja. Ini juga hampir masak.” Ani: “Banyak-banyak terimakasih bang! Aku sudah bosan dengan labu-siammu yang kaupungut tiap hari dari tong-tong sampah di tepi pasar sana. Labu-siam ½ busuk, campur bawang-prei ½ busuk, campur ubi dan jagung apek, -- bah! Aku bosan! Tidak, malam ini aku benar-benar ingin makan yang enak. Sepiring nasi putih panas, sepotong daging rendang dengan bumbunya kental berminyak-minyak, sebutir telur balado, dan segelas penuh teh manis panas. Dan sebagai penutup, sebuah pisang raja yang kuning emas.”
58
Penutur: Ani Lawan tutur: Pincang Konteks: Penutur sedang memasak sejumlah sayuran busuk yang biasa ia dapatkan dari hasil memungut di pasar. Kemudian masakan tersebut ia tawarkan kepada penghuni kolong jembatan lain sebagai pengganjal perut sebelum mereka mendapatkan uang untuk membeli makanan. Tuturan (3) disampaikan oleh Ani yang sudah bosan dengan masakan yang tidak layak konsumsi karena berasal dari sampah yang dipungut dari pasar. Penutur bermaksud menolak tawaran lawan tuturnya yang menyarankan Ani memakan masakannya sebagai penganjal perut sebelum mereka pergi menjajakan jasa sebagai wanita penghibur. 1.2.3. Asertif Membual (mengobrol, bercakap-cakap yang bukan-bukan). (4) Kakek: “Persis pandangan seorang jagal sapi: ini daging ya masuk; ini lemak dan tetelan, ya masih bisa masuk; tapi ini apa? Daging bukan, lemak bukan, tetelan bukan? Yah, lempar masuk tong sampah. Tidak ada tempat buat usus, babat…” Bopeng: “Ah, kita ini sudah lewat ngelantur. Ina, bagaimana ceritamu tadi tentang Ani seterusnya?” Penutur: Kakek Lawan tutur: Bopeng Konteks: Penutur sedang duduk santai di gubuknya sambil mendengarkan penghuni kolong jembatan lain yakni Bopeng, Pincang dan Ati yang sedang bercerita di tengah hujan deras dan keheningan malam membahas mengenai kehidupan tukang becak
59
yang kaya raya dari hasil menjual jasa becak plus wanita penghibur. Tuturan (4) terjadi karena penutur mengambil kesimpulan sendiri atas fenomena yang terjadi di masyarakat yakni terkait tukang becak yang kaya raya hingga bisa menunaikan ibadah haji dari hasil yang tidak halal yaitu menjajakan jasa becak plus wanita penghibur. Penutur bermaksud menambahkan tuturan lawan tuturnya yang sedang berkomentar bahwa kita tidak berhak menghakimi tukang becak tersebut. Ia pun seolah menyetujui pernyataan rekanya yang lain terkait hal tersebut dengan sedikit kata bualan. 1.1.4. Asertif
Mengeluh:
menyatakan
susah
(karena
penderitaan,
kesakitan, kekecewaan) (5) Ani: “Percuma dandan!” Ina: “Ah, belum tentu juga hujan turun.” Penutur: Ani Lawan tutur: Ina Konteks: Penutur dan lawan tuturnya merupakan wanita tunasusila yang akan pergi menjajakkan jasanya di malam hari, setelah berdandan Ani pergi ke tepi bawah jembatan sambil melihat ke langit dan mengepalkan tangannya kemudian berteriak untuk melampiaskan kekesalannya karena terdengar suara geluduk tanda hujan akan turun, yang itu artinya pelanggan jasa mereka akan berkurang. Tuturan (5) disampaikan tokoh Ani kepada Ina untuk menguatkan tuturan yang sebelumnya yakni “Sialan! Ina!”. Ani mengeluhkan hal yang sama yakni merasakan khawatir dengan nasib meraka
60
yang sudah dandan dari sore, tidak akan bisa “berdinas” malam ini jika hujan turun.
1.1.5. Mengklaim: meminta atau menuntut pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang (organisai, perkumpulan, negara dan sebagainya) berhak memiliki atau mempunyai hak atas sesuatu. (6) Ani: “Ya, tuan-tuan. Semuanya itu akan kami nikmati malam ini. Cara apapun akan kami jalani. Asal kami dapat memakannya malam ini. Ya malam ini juga!” Ina: “Mari, Kak.” Penutur: Ani Lawan tutur: Ina Konteks: Penutur merupakan wanita tunasusila, sebelum pergi dinas malam ia meyakinkan penghuni kolong jembatan lain yang sedang bersantai di gubuk yakni kakek dan pincang bahwa ia akan mendapatkan makan malam yang telah diidam-idamkan oleh mereka yakni berupa nasi putih hangat, rendang, teh manis dan pisang raja. Tuturan (6) bermaksud meyakinkan mereka yang berada di kolong jembatan tersebut yakni Kakek dan Pincang yang mencemooh mereka dengan acara berucap hal-hal yang mereka ingin dapatkan malam ini yaitu nasi putih sepiring dengan daging rendang, telor balado, teh manis panas, dan pisang raja yang warnanya keemasan. Penutur mengklaim bahwa ia akan mendapatkan apa ia inginkan malam ini juga tidak peduli dengan cara apapun itu.
61
1.2 Analisis Direktif Direktif, yakni bentuk tuturan yang berfungsi mendorong lawan tutur melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintahkan lawan tutur melakukan suatu tindakan baik verbal maupun nonverbal. Diantaranya: 1.2.1. Direktif Memerintah: (menghendaki, mengkomando, mendikte, mengarahkan, mengintruksikan, menuntut, mengatur). Penutur mengekspresikan maksudnya sehingga lawan tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh penutur sebagai alasan untuk bertindak. Dalam hal ini penutur memiliki kewenangan yang lebih tinggi dari lawan tutur. (1) Ani: “Terus pantang mundur! Kita bukan dari garam, kan?!” Kakek: “Selamat bertugas! Entah basah, entah kering. Semoga kalian menemukan apa yang kalian cari.” Penutur: Ani Lawan tutur: Kakek Konteks: Penutur dan lawan tuturnya selesai berdandan kemudian bergegas pergi untuk menjajakan jasa sebagai wanita penghibur, tak lama kemudian terdengar suara geluduk yang diiringin hujan lebat. Tuturan (1) terjadi karena hujan lebat turun ketika Ani dan Ina beranjak pergi “berdinas”. Ina pun mempertanyakan kepada kakanya apakah mereka tetap jadi “berdinas” walau hujan. Penutur mempunyai maksud bahwa tuturannya itu mengarahkan penutur untuk tetap pergi “berdinas” walaupun hujan, karena penutur beranggapan mereka bukan terbuat dari garam yang bisa larut
62
ketika terkena air dan bertekat untuk terus berjuang apapun yang terjadi. (2) Pincang: “Tidurlah, Kek. Kau mengantuk.” Kakek: “Ah, tidak. Aku seolah kembali merasakan kantukku yang dulu, ketika ibuku melenakan aku tidur itu. Kenangan, inilah sebenarnya
yang
membuat
kita
sengsara
berlarut-larut.
Kenanganlah yang senantiasa membuat kita menemukan diri kita dalam bentuk runtuhan-runtuhan. Kenanganlah yang jadi beton dari kecongkakan diri kita, yang sering salah diberi nama oleh masyarakat, dan oleh diri kita sendiri, sebagai: harga diri. Kini, aku bertanya kepadamu, nak: Di manakah lagi harga diri di kolong jembatan ini.” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek Konteks: Penutur sedang mendengarkan kisah hidup masa lalu penghuni kolong jembatan lain yakni kakek. Mereka duduk di beton semen, salah satu pilar jembatan di dinginnya malam yang menyebabkan kakek menguap berkali-kali menahan kantuk. Tuturan (2) disampaikan Pincang kepada Kakek ketika ia tidak berhenti mengoceh soal masa lalunya walaupun ia menguap berkali-kali tapi cerita tersebut tetap dilanjutkan. Penutur mengintrusikan kepada lawan tuturnya untuk segera lekas tidur karena penutur melihat lawan tuturnya tersebut sudah seharusnya beristirahat. 1.2.2. Direktif Melarang: (membatasi). Penutur melarang lawan tutur untuk melakukan sesuatu apabila penutur mengekspresikan kepercayaan terhadap tuturannya, dalam otoritasnya terhadap
63
lawan tutur, menunjukan alasan yang cukup bagi lawan tutur untuk tidak melakukan apa yang dilarang oleh penutur. (3) Kakek: “Sudah, sudah. Mana nasi rames itu?” Ati menyerahkan bungkusan. Penutur: Kakek Lawan tutur: Bopeng Konteks: Di dalam heningnya malam dan guyuran hujan, penutur berusaha memisahkan penghuni kolong jembatan lain yakni Bopeng dan Pincang yang sedang beradu argumen terkait persoalan kelasi kapal yang punya banyak simpanan wanita. Bopeng merasa tersinggung dengan ucapan Pincang yang menyudutkan profesi seorang kelasi karena Bopeng batu saja diterima sebagai kelasi kapal. Mereka pun bertikai hingga terjadi kegiatan cekik-mencekik. Tuturan (3) terjadi ketika Bopeng dan Pincang yang terus beradu argumen tentang kelasi. Pincang selalu beranggapan bahwa seorang kelasi itu suka kawin dan istrinya banyak. Sementara Bopeng tidak terima tentang hal itu, dan menyuruh Pincang untuk berhenti berbicara yang bukuan-bukan tentang kelasi dengan nada marah. Penutur bermaksud melarang Bopeng dan Pincang untuk mengakhiri semua pertikaian itu dan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan keberadaan nasi rames yang telah dibeli Bopeng. 1.2.3 Direktif Memohon: (meminta dengan hormat, mengundang, mengajak, mendorong) maksud yang diekspresikan penutur adalah bahwa lawan tutur menyikapi ujaran penutur sebagai alasan untuk bertindak. Ujaran penutur dijadikan alasan penuh untuk bertindak.
64
(4) Ati: “Bawalah aku, ka! Bopeng: “Kemana?” Penutur: Ati Lawan tutur: Bopeng Konteks:
Penutur
tidak
mempunyai
tujuan
hidup
setelah
ditinggalkan oleh suaminya di pelabuhan. Kemudian ia bertemu kelasi kapal yang bernama Bopeng yang membantu melakukan pencarian suaminya, namun tidak membuahkan hasil. Bopeng pun akhirnya memberi Ati tempat berteduh sementara di gubuk kolong jembatan. Tuturan (4) disampaikan Ati kepada Bopeng yang sudah diterima kerja sebagai kelasi kapal yang tak lama lagi akan segera berlayar. Ati merasa kebingungan karena tidak punya tujuan hidup setelah ditinggal suaminya. Penutur bermaksud meminta dan mendorong lawan tuturnya untuk mengizinkan ia pergi berlayar bersamanya. 1.2.4 Direktif
Menasehati:
(memperingatkan,
mengusulkan,
menyarankan, mendorong). Penutur menasehati lawan tutur apabila; penutur mengekspresikan kepercayaan bahwa terdapat alasan (yang cukup) bagi lawan tutur untuk melakukan sesuatu; mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan yang disarankan merupakan gagasan yang baik; penutur mempresumsi adanya suatu sumber bahaya/kesulitan bagi lawan tutur. (5) Pincang: “Sedikit cinta, sejemput bahagia.. kesempatan untuk mengejar itu semua setidaknya tidak di kolong jembatan ini, Dik.” Ati: “Kata siapa aku datang untuk itu kemari.” Penutur: Pincang
65
Lawan tutur: Ati Konteks: Pincang, Ati, dan penghuni kolong jembatan lain sedang berkumpul di gubuk mereka. Pembahasan mengenai kelanjutan hidup Ati setelah ditinggalkan suaminya membuat semua berpikir dan mencari solusi yang terbaik. Tuturan (5) disampaikan oleh seorang gelandangan penghuni kolong jembatan kepada wanita yang ditinggal suaminya. Wanita tersebut bingung harus pergi kemana dan memutuskan untuk tinggal bersama mereka di kolong jembatan. Penutur bermaksud menasehati lawan tuturnya bahwa masih ada tempat yang lebih layak untuk ditinggali selain kolong jembatan, wanita tersebut disarankan untuk mencari kebahagian fi tempat lain dengan tidak tinggal di kolong jembatan. 1.2.5
Direktif Menyetujui: (membolehkan, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan,
melepaskan,
memperkenalkan).
Penutur
menghendaki lawan tutur untuk melakukan sesuatu apabila penutur mengekspresikan
kepercayaan
terhadap
tuturannya,
dalam
hubungannya dengan posisinya di atas lawan tutur, membolehkan lawan tutur melakukan sesuatu. (6) Kakek: “Akur! Aku setuju banget, dia tinggal dulu sekedar istirahat di sana, asal saja orang tuamu setuju di sana, sudah tentu.” Ati: “Kukira orang tuaku setuju di sana.” Penutur: Kakek Lawan tutur: Ati Konteks: Penutur sedang berdiskusi sambil bersantai dengan penghuni kolong jembatan lain yakni Pincang, Ati, dan bopeng
66
terkait kelanjutan hidup Ati pasca ditinggalkan oleh suaminya. Kakek pun menyetujui keputusan Ati untuk kembali k kampung halamannya dengan diantar Pincang. Tuturan (6) disampaikan Kakek ketika Ati memberikan usul kepada Pincang yang berencana akan mengantarnya pulang ke kampung halamannya untuk beristirahat sejenak di sana. Penutur bermaksud menyetujui masukan tersebut dengan harapan orang tuanya Ati dapat memberika izin jikalau Pincang bermalam di sana. 1.3 Analisis Ekspresif Ekspresif adalah bentuk tuturan yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologus penutur terhadap lawan tutur mengenai keadaan yang tersirat dalam ilokusi. 1.3.2 Ekspresif Berterima kasih: (mengucap syukur, membalas budi setelah menerima kebaikan). Penutur mengekspresikan rasa terima kasihnya kepada lawan tutur karena sesuatu (mendapat bantuan, kebahagiaan, keinginan yang terpenuhi, dan sebagainya. (1)
Kakek: “Nasi rames lagi! Dan daging rendang. Ya Allah, juga telor! Dan ini, pisang raja sesisir! Ada-ada saja si Ani!” Ina: “Kak Ani Cuma mau penuhi janjinya saja pada kalian.” Penutur: Kakek Lawan tutur: Ina Konteks: Penutur sangat terkejut, dikeheningan malam datang penghuni kolong jembatan lain yang bernama Ina. Ia dan kakaknya yang bernama Ani (wanita tunasusila) memenuhi janjinya bahwa mereka akan membelikan makanan yang kakek idam-idamkan
67
yakni nasi putih hangat beserta rendang dan segala pelengkapnya jika mereka mendapatkan uang malam itu. Tuturan (1) disampaikan Kakek yang tidak menyangka untuk yang kedua kalinya di malam yang sama ia mendapatkan makanan berupa nasi rames lengkap dengan daging rendang, telor dan pisang raja sesisir. Tuturan yang diutarakan penutur melalui kata Ya Allah bermaksud mengucap rasa syukur dengan memuji nama-NYA bahwa dengan kemurahan hati-NYA lah Kakek mendapatkan rezeki yang melimpah malam itu. 1.3.2 Ekpresif Memberi selamat: penutur menyatakan perasaan tutur bergembira atas keberhasilan yang dicapai oleh lawan tutur. Penutur mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik. (2) Ina: “Aku sangat gembira, Bang. Untuk Abang, untuk kita semua. Besok benar-benar Abang berlayar?” Bopeng: “Kalau tak ada halangan apa-apa lagi. Sebelum tengah hari besok, aku sudah harus di kapal. Sore-sore, berlayar.” Penutur: Ina Lawan tutur: Bopeng Konteks: Penutur sangat terkejut ketika ia pulang kerja sebagai wanita penghibur, tiba-tiba ia mendengar cerita bahwa Bopeng salah satu penghuni kolong jembatan yang tinggal bersamanya telah diterima sebagai kelasi kapal, dengan spontan Ina pun memeluk Bopeng sebagai ucapan selamat. Tuturan (2) terjadi karena Ina terkejut ketika mendengar bahwa rekan seperjuanganya di kolong jembatan telah mendapat pekerjaan walaupun hanya sebagai seorang kelasi kapal. Tuturan yang disampaikan pernyataan bermaksud memberikan selamat kepada
68
Bopeng yang pada akhirnya bisa berlayar setelah beberapa kali gagal diterima sebagai kelasi. (3) Kakek: “Aku berharap, suatu hari dapat melihat kau lewat, naik becak suamimu, kau dan anak-anakmu sehat dan montok-montok. Selamat jalan, Nak.” Ina: “Dan kau, Bang. Selamat tinggal. Aku harap, kau dapat memahami dan memaafkanku.” Penutur: Kakek Lawan tutur: Ina Konteks: Penutur terkejut mendengar cerita Ina salah satu penghuni kolong jembatan yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri mengambil keputusan untuk menikah dengan tukang becak yang biasanya sebagai fasilitator Ina dalam menjajakan jasa sebagai wanita penghibur. Ia pun berharap semua yang terbaik kepada Ina atas segala keputusan yang ia ambil. Tuturan (3) di sampaikan oleh Kakek selesai Ina mengutarakan maksudnya bahwa ia akan menikah dengan tukang becak, itu artinya Ina tidak akan tinggal di gubuk itu lagi. Penutur bermaksud memberikan ucapan selamat tinggal kepada lawan tuturnya dengan mengutarakan beberapa harapan yang pada akhirnya kelak ia akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari pada sebelumnya. 1.3.3 Ekspresif Meminta maaf: penutur mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa diselesaikan dengan maksud bahwa lawan tutur menyikapi tuturan penutur sebagai pemenuhan harapan ini. (4) Ina: “... Aku harap, kau dapat memahami dan memaafkanku.”
69
Pincang mengangguk-ngangguk kecil. Ia tidak dapat berkata apaapa. Penutur: Ina Lawan tutur: Pincang Konteks:
Penutur
bercerita
kepada
Pincang,
lelaki
yang
mencintainya dan pernah hidup bersama di kolong jembatan bahwa ia akan segera menikah dengan tukang becak yang sangat Pincang benci karena dia merupakan fasilitator Ina dalam menjajakan jasanya sebagai wanita penghibur. Tuturan (4) disampakan oleh Ina kepada Pincang, sosok yang selama ini menganggapnya orang yang spesial di hatinya, namun sangat disayangkan lelaki tersebut tidak dapat berbuat menjamin masa depannya karena ia tidak berbuat sesuatu yang bisa mengubah nasib mereka ke arah yang lebih baik. Penutur bermaksud meminta maaf kepada lawan tuturnya karena ia telah mengambil keputusan untuk menikah dengan laki-laki lain yang lebih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, tak lupa ia pula berharap segala keputusannya tersebut dipahami oleh lawan tuturnya. (5) Bopeng: “Maaf, maafkanlah kami. Syukur, kalau kau memang benar-benar mau mulai baik sekarang.” Pincang: “Ya, “ Penutur: Bopeng Lawan tutur: Pincang Konteks: Penutur terkejut ketika rekannya di kolong jembatan yakni Pincang memutuskan untuk tidak melakukan tindakan senonoh demi mendapatkan restu orang tua Ati, wanita yang ditinggalkan suaminya.
70
Tuturan (5) disampaikan Bopeng karena melihat kesungguhan Pincang yang bertekad untuk memulai kehidupan baru yang diawali dengan kebaikan. Penutur bermaksud meminta maaf karena telah menganjurkan hal-hal tak senonoh agar Pincang bisa diterima sebagai suami Ati oleh kedua orang tua mereka. 1.3.4 Ekspresif Menyalahkan: menyatakan (menyalahkan, menganggap salah), melemparkan kesalahan kepada... , menyesali. (6) Pincang: “Semua persoalan ini tak bakal ada, bila kita bekerja, punya cukup kesibukan ... “ Kakek: “kalau aku tak salah, kau tak henti-hentinya cari kerja.” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek Konteks: Penutur dan lawan tutur berdiskusi di bawah kolong jembatan meratapi nasib mereka sebagai gelandangan yang tidak punya pekerjaan tetap. Mereka pun menyalahkan keadaan dan menyalahkan diri sendiri. Tuturan (6) diutarakan oleh seorang gelandangan yang hidup di kolong jembatan. Ia berpikir bahwa jika ia tidak memilih hidup di sini dan mencari perkerjaan di tempat lain mungkin keadaannya tidak akan seperti sekarang. Penutur bermaksud menyalahkan diri sendiri dengan keadaan yang telah terjadi dan yang dialaminya sekarang. 1.4 Analisis Komisif Komisif yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran terhadap kegiatan mendatang. Pada ilokusi ini, penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan. Diataranya:
71
1.4.1. Komisif Menjanjikan: menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu kepada orang lain. Bermaksud agar lawan tutur percaya bahwa tuturan dari penutur mewajibkan penutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dijanjikan. (1) Ani: “Kalau rejeki kami baik malam ini, kami akan pulang bawa oleh-oleh.” Ani dan Ina dengan sepotong tikar robek menutupi kepalanya, pergi. Hujan semakin lebat juga Penutur: Ani Lawan tutur: Kakek dan Pincang Konteks: Penutur sebelum pergi bekerja menjajakan jasa sebagai wanita penghibur pamit kepada penghuni kolong jembatan lain yakni Kakek dan Pincang seraya menjanjikan oleh-oleh berupa makan malam spesial yang telah mereka idam-idamkan yakni nasi putih hangat, rendang, teh manis dan pisang raja. Tutur (1) disampaikan oleh Ani kepada kakek dan pincang bahwa ia akan membawakan oleh-oleh yakni berupa makan malam yang telah mereka idamkan. Penutur bermaksud berjanji akan membeli makanan jika mereka mendapatkan uang dari hasil kerjanya malam ini. 1.4.2 Komisif Bersumpah: menyatakan kebenaran suatu hal/ kesetiaan dengan sumpah, berjanji dengan sungguh-sungguh, berikrar. (2) Pincang: “ ... Ayo berkata terus terang kepadanya. Jangan dirikan bangunan-bangunan harapan kosong baginya, sebab demi Allah! Tiada dosa yang paling besar dari itu yang dapat kau lakukan terhadapnya.”
72
Bopeng terpesona dan kagum atas laku yang tak terduga dari pincang ini. Ia terdiam dan terus saja duduk di tempatnya. Penutur: Pincang Lawan tutur: Bopeng Konteks: Penutur dengan nada yang menggebu-gebu mengatakan kepda rekan seperjuangannya yakni Bopeng (seorang gelandangan yang diterima sebagai kelasi kapal) bahwa, jangan memberikan harapan palsu kepada wanita yang baru ia temukan di pelabuhan karena ditinggal suaminya. Tuturan (2) disampaikan tokoh Pincang kepada Bopeng. Pincang geram akan tingkah kawannya itu yang tidak tegas dan terus terang kepada wanita yang ditemukannya di pelabuhan yang bernama Ati. Ia beranggapan bahwa Bopeng hanya memberikan harapan yang indah kepada Ati tanpa mengatakan yang sebenarnya hanya karena takut mengecewakan wanita tersebut. Tuturan yang diutarakan penutur melalui kata demi Allah bermaksud meyakinkan Bopeng bahwa perbuatan memberikan harapan palsunya kepada wanita tersebut adalah dosa besar. (3) Pincang: “Baik! Bila benarlah kalian menghendaki aku memula hidup baru, seperti anjuran kalian tadi, demi Tuhan! Mengapa kalian tak memperbolehkan aku memulainya dengan baik?” Kakek: “Siapa mau menyuruh kau memulai dengan tidak baik?” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek, Bopeng, Ati, Konteks: Dikeheningan malam dalam hangatnya diskusi mencari solusi untuk Ati, penutur dengan nada lantang berkata kepada
73
semua penghuni kolong jembatan bahwa ia mengambi keputusan akan memulai hidup baru seperti yang disarankan oleh mereka di kampung halaman Ati (wanita yang yang ditinggalkan oleh suaminya) dengan cara yang baik. Tuturan (3) disampaikan Pincang setelah mengetahui bahwa rekanrekannya di gubuk tersebut merencanakan hal buruk demi kebaikan hidupnya. Tuturan demi Tuhan diucapkan oleh Pincang dengan maksud bersumpah bahwa ia tidak akan melakukan suatu hal yang buruk guna memulai hidup yang baru tak lupa diakhir untuk meyakinkan rekan-rekannya tersebut ia menekankan kepada mereka untuk membiarkan ia memilihi jalan yang baik untuk memulai kehidupan yang baik pula. 1.4.3 Komisif
Menolak:
mencegah,
menangkal,
mengelakkan/
menangkis, tidak menerima, menampik, tidak membenarkan. (4) Ani: “Banyak-banyak terimakasih, bang! Aku sudah bosan dengan labu-siammu yang kaupungut tiap hari dari tong-tong sampah di tepi pasar sana. Labu-siam ½ busuk, campur bawang-prei ½ busuk, campur ubi dan jagung apek, -- bah! Aku bosan! Tidak, malam ini aku benar-benar ingin makan yang enak. Sepiring nasi putih panas, sepotong daging rendang dengan bumbunya kental berminyak-minyak, sebutir telur balado, dan segelas penuh teh manis panas. Dan sebagai penutup, sebuah pisang raja yang kuning emas.” Selama Ani mengoceh tentang makanan enak itu, yang lainnya mendengarkan dengan penuh sayu. Berkali-kali mereka menelan liurnya. Suara geluduk semuanya sayu melihat Ani. Penutur: Ani Lawan tutur: Pincang
74
Konteks: Penutur sebelum pergi bekerja sebagai wanita penghibur mengutarakan kebosanannya memakan masakan yang ditawarkan Pincang, salah satu warga kolong jembatan yang sedang memasak sayuran busuk hasil pungutannya di pasar sebagai penganjal perut sebelum mereka mendapatkan uang untuk membeli makan malam. Tuturan (4) disampaikan Ani kepada Pincang yang menyarankan untuk memakan masakannya sebagai pengganjal perut. Pernyataan tersebut bermaksud menolak tawaran yang diajukan oleh Pincang karena Ani sudah merasa bosan dengan makanan sisa yang biasa mereka makan setiap harinya jika tidak ada uang untuk membeli makanan. (5) Bopeng: “Pekerjaan kelasi kapal tidak mungkin berteman wanita. Jangankan kemana-mana, naik ke kapal saja kau tidak boleh.” Ati: “Sembunyikan aku dalam bilikmu.” Penutur: Bopeng Lawan tutur: Ati Konteks: Penutur menjelaskan kepada Ati (wanita yang ia bantu di pelabuhan) yang berkeras hati ingin ikut Bopeng berlayar karena kebingungan setelah ditingkalkan oleh suaminya dan tidak mau pulang ke rumah. Penghuni yang lain pun menegaskan hal yang sama bahwa ia tidak seharusnya ikut dengan Bopeng. Tuturan (5) disampaikan Pincang kepada Ati yang bersikukuh ingin ikut berlayar walaupun Bopeng sudah menjelaskan bahwa tidak memungkinkan ia berlayar membawa wanita. Penutur bermaksud mencegah Ati yang tetap ingin ikut berlayar bersama Bopeng walau keadaanya tidak memungkinkan.
75
1.4.4 Komisif Mengancam: menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan sesuatu yang merugikan,menyulitkan, menyusahkan, mencelakakan pihak lain. (6) Bopeng: “Kuperingatkan sekali lagi, jangan terlalu jauh mengada-ngada ya Bung!” Pincang: “Kalau maksudmu, bahwa gara-gara ucapanku yang barusan kita terpaksa berkelahi, ya apa boleh buat: Ayo berkelahi!... .” Penutur: Bopeng Lawan tutur: Pincang Konteks: Penutur tersulut emosi ketika sedang berdiskusi dengan penghuni kolong jembatan lain mengenai jalan keluar bagi Ati (wanita yang ditinggalkan oleh suaminya di pelabuhan). Di tengan diskusi Pincang mengambil kesimpulan bahwa Ati
tinggal di
kolong jembatan hanya semalam saja. Kemudian Bopeng marah karena khawatir akan menyakiti Ati atas pernyataan Picang yang seolah-olah tidak senang Ati tinggal bersama mereka. Tuturan (6) disampaikan oleh seorang tokoh Pincang yang geram akan tindakan kawannya
yang bernama Bopeng. Bopeng
memperingatkan Pincang dengan nada marah bahwa ia tidak berhak berkata yang menyakiti hati wanita yang ditemukannya di pelabuhan. Penutur bermaksud mengancam lawan tuturnya jika memang ia tidak suka dengan apa yang telah diperbuatnya maka berkelahilah bersamnya. Pincang merasa tidak takut dengan lawan tuturnya.
76
1.5 Analisis Deklarasi Deklarasi, yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk membenarkan atau memantapkan suatu tindak tutur lain atau tindak tutur sebelumnya. Berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Diantaranya: 1.5.1. Deklarasi Berpasrah: penutur berserah diri kepada Tuhan sambil berdoa. (1) Pincang: “Masyarakat punya prasangka-prasangka tertentu terhadap jenis manusia seperti kita ini.” Kakek: “Eh, bagaimana rupanya seperti jenis kita ini?” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek Konteks: Dalam heningnya malam penutur dan lawan tutur saling bercerita duduk di bawah kolong jembatan mengenai nasib mereka yang sejak menjadi gelandangan sulit mendapatkan pekerjaan karena stigma negatif masyarakat terhadap mereka sudah menjadi pemakluman
yang biasa mereka terima tanpa melakukan
perlawanan apapun. Tuturan (1) disampaikan oleh seorang gelandangan yang tinggal di kolong jembatan, ia beranggapan bahwa masyarakat kelas bawah seperti mereka sudah tidak asing lagi dikucilkan atau dianggap remeh oleh masyarakat kelas atas atau yang bukan dari golongannya. Penutur bermaksud berpasrah dengan keadaan yang ada bahwa mereka sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat lain yang berkecukupan dalam segi materi.
77
(2) Ati: “Malu, Kek. Kami berangkat dari sana dengan pesta dan doa segala. Dan koperku, dengan segala pakaian dan perhiasan emasku di dalamnya, telah dia bawa kabur.” Pincang: “Ck, ck, ck. Hebat benar orang seberang itu! Eh, tapi apa benar dia dari sana?” Penutur: Ati Lawan tutur: Kakek Konteks: Penutur setelah ditinggal suaminya di pelabuhan dan semua harta benda yang ia punya diambil oleh suaminya, ia tidak melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwajib karena ia tidak mau keluarganya mengetahui hal tersebut. Ia kemudian ikut dengan seorang kelasi kapal yang bernama Bopeng. Ati diajak oleh Bopeng ke gubuk tempat ia dan teman gelandangan lainnya tinggal yakni di bawah kolong jembatan. Tuturan (2) disampaikan oleh Ati seorang wanita yang tinggalkan oleh suaminya di pelabuhan. Penutur bermaksud pasrah dengan kenyataan bahwa seluruh harta benda yang ia miliki dibawa kabur oleh suaminya tanpa melaporkannya ke pihak yang berwajib. Kemudian ia pun menggantungkan hidupnya kepada orang yang baru ia kenal di pelabuhan yakni Bopeng untuk membawanya tinggal bersamanya sebab ia tidak punya arah dan tujuan lagi. (3) Ati: “Terserah Kakak. Pokoknya, jadi juga aku berlayar.” Bopeng: “Pekerjaan kelasi kapal tidak mungkin berteman wanita. Jangankan kemana-mana, naik kekapal saja kau tidak boleh.” Penutur: Ati Lawan tutur: Bopeng
78
Konteks: Dalam keadaan lemah karena tidak tau harus berbuat apa, penutur setelah ditinggal suaminya di pelabuhan dan bertemu seorang kelasi kapal yang bernama Bopeng tanpa ragu meminta lelaki tersebut untuk ikut pergi berlayar dengannya walau mereka baru kenal di pelabuhan tersebut. Tuturan (3) disampaikan Ati kepada Bopeng yang akan pergi berlayar. Ati meminta kepada Bopeng bahwa ia ingin ikut pergi bersama dalam pelayaran. Penutur bermaksud pasrah akan ikut kemana saja arah tujuan pelayaran tersebut, karena yang paling terpenting ia tidak sendiri lagi setelah ditinggal oleh suaminya. 1.5.2 Deklarasi Mengucilkan (4) Pincang: “Mana bisa. Laki-laki mana yang mau sama kalian kuyup-kuyup?” Ina: “Ah, abang seperti tahu segala. Lagi, kata siapa kami bakal basah kuyup?” Penutur: Pincang Lawan tutur: Ani dan Ina Konteks: Di tengah heningnya malam dan hujan deras serta gemuruh petir, penutur melontarkan pernyataan yang dapat menciutkan nyali penghuni kolong jembatan lain yakni Ani dan Ina yang akan berangkat bekerja menjajakan jasanya sebagai wanita penghibur. Tuturan (4) diutarakan Pincang dalam konteks menyindir Ani dan Ina
yang
berprofesi
sebagai
wanita
penghibur.
Penutur
beranggapan bahwa tidak akan ada laki-laki yang mau menyewa jasa mereka jika para penyedia jasa tersebut dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan ketika dalam berjalanan. Tuturan yang
79
berbentuk pertanyaan tersebut bermaksud mengucilkan mereka yang menjajakan jasa kepada para lelaki harus dalam keadaan bersih enak dipandang sehingga dapat memuaskan pelanggannya, bukan dalam keadaan lepek dan basah kuyup karena terkena air hujan. (5) Ani: “Kira-kira dikit, ya. Kau ini sesungguhnya apa, siapa? Berani-beraninya cemburu. Cih, laki-laki tak tahu diuntung!” Ina: “Ah sudahlah kak.” Penutur: Ani Lawan tutur: Pincang Konteks: Penutur mengingatkan lawan tuturnya yakni pincang seorang gelandangan yang tidak punya penghasilan kemudian melarang Ina (wanita yang dikasihinya yang juga merupakan adik dari Ani) untuk menggunakan jasa tukang becak sebagai alat transportasi mereka dalam menjajakan jasa sebagai wanita tunasusila. Tuturan (5) disampaikan Ani kepada Pincang yang jelas-jelas melarangnya untuk menggunakan jasa angkutan becak sebagai alat “dinas”, Pincang beranggapan abang becak tersebut hanya lelaki “hidung
belang”
yang
akan
memanfaatkan
Ani
sebagai
penumpangnya. Hal tersebut membuat Pincang dibakar api cemburu karena tidak rela dengan apa yang akan dilakukan abang becak tersebut kepada pujaan hatinya Ani kemuadian ia pun menunjukan kemarahan dihadapan Ani dengan cara menendang kaleng kosong
yang
ada
di
depannya.
Tuturan
tersebut
dimaksudkan untuk mengucilkan hati Pincang yang menaruh hati kepada Ani tapi tidak bisa berbuat apa-apa, Pincang hanyalah rekan seperjuangannya yang hidup di kolong jembatan seperti dirinya
80
dengan tidak mempunyai pekerjaan tetap dan hanya bisa menerima nasib hidup di kolong jembatan. Penutur berharap cemoohannya tersebut dapat menyadarkan Pincang bahwa ia tidak pantas cemburu kepadanya. (6) Pincang:
“Tidak
banyak,
kecuali
barangkali
sekedar
mempertahankan hidup taraf sekedar tidak mati saja, dengan batok kotor kita yang kita tengadahkan kepada siapa saja, kearah mana saja. Mereka anggap kita ini sebagai suatu kasta tersendiri, kasta paling hina, paling rendah.” Kakek: “Sekiranyalah mereka tahu apa-apa kemahiran.” Penutur: Pincang Lawan tutur: Kakek Konteks: Perbincangan hangat di tengah dinginnya malam antara Pincang dan kakek, sambil duduk santai di kolong jembatan mereka meratapi nasib sebagai gelandangan yang hanya bisa menengadahkan tangan untuk menyambung hidup setiap harinya. Tuturan (6) disampaikan oleh seorang gelandangan yang tinggal di kolong jembatan, ia berpikir bahwa golongan gelandangan seperti mereka adalah makhluk yang paling hina dan paling rendah. Penutur menyampaikan tuturannya dengan maksud mengucilkan diri sendiri dan kaumnya yang pantas untuk dianggap hina dan direndahkan karena berasal dari golongan masyarakat kelas bawah.
81
D. Implikasi terhadap Pembelajaran Pada kurikulum pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP kelas VIII semester ganjil dan kelas IX semester genap terdapat materi mengenai drama mulai dari keterampilan menyimak dengan cara mengapresiasi pementasan drama, keterampilan berbicara dengan cara mengungkapan pikiran dan perasaan dengan bermain peran, dan keterampilan membaca dengan cara memahami teks drama, hingga keterampilan menulis dengan cara mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis kreatif naskah. Drama sangat berkaitan erat dengan dialog sebab didalamnya berisi dialog-dialog percakapan yang menggambarkan secara jelas jalan cerita atau isi drama tersebut. Pembelajaran drama di sekolah khususnya sekolah menengah pertama seringkali kurang diapresiasi karena siswa merasa kesulitan dalam mempelajari drama khususnya ketika sisiwa diminta untuk bermain peran atau akting dengan memerankan tokoh tertentu. Mendalami peran yang akan dimainkan dalam sebuah drama dapat dilakukan dengan cara memahami teks melalui identifikasi karakter tokoh yang akan diperankan. Namun sebelum hal tersebut dilakukan, siswa dapat memahami lebih dalam setiap tuturan yang ada pada dialog dengan cara mengidentifikasi setiap tindak tutur untuk memudahkan siswa dalam memahami maksud tuturan yang tersirat. Sehingga ketika bermain peran dalam sebuah drama, siswa diharapkan dapat menghayati karakter tokoh serta dapat menjiwai setiap tuturan yang diujarkan dengan baik. Dialog atau percakapan erat sekali kaitannya dengan tindak tutur. Dalam dialog penutur berusaha menyampaikan informasi kepada lawan tuturnya sebagai alat komunikasi. Maka dalam setiap proses komunikasi ini terjadi hal yang disebut peristiwa tindak tutur. Namun untuk menyampaikan sebuah tuturan, tanpa disadari penutur sering menggunakan kalimat tersirat dalam menyampaikan tuturannya. Hal tersebut menyebabkan hubungan antara bentuk kalimat dan fungsinya tidak selalu sesuai, seperti kalimat pernyataan
82
tidak selalu berfungsi memberi informasi akan tetapi dapat berfungsi menyuruh orang lain dalam melakukan sesuatu. Begitu pula dengan kalimat pertanyaan dan perintah yang dapat berfungsi lain sesuai dengan maksud penutur. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam makna kalimat tersirat yang ada dalam dialog drama dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi setiap tuturan dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya yakni teori tindak tutur Searle. Menurut Searle tindak tutur terdiri dari lokusi, ilokusi dan perlokusi. Makna tersirat dalam sebuah kalimat sangat erat kaitannya dengan ilokusi. Lebih lanjut Searle mengemukakan bahwa ilokusi ini dikelompokkan kedalam lima jenis, yaitu ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Penelitian yang dilakukan penulis, mengidentifikasi ilokusi dan jenisnya yang terdapat dalam dialog drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang. Maka, penelitian yang penulis lakukan dapat digunakan sebagai bahan ajar atau dapat digunakan sebagai contoh naskah dalam proses pembelajaran terutama dalam materi menghayati karakter tokoh yang akan diperankan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar
dalam
memahami
makna
tersirat
teks
drama
dengan
cara
mengidentifikasi jenis tindak tutur yang ada dalam dialog drama tersebut. Naskah ini dapat diajarkan untuk kelas VIII semester ganjil pada kompetensi dasar bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa.
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa, terdapat 298 dialog dalam naskah tersebut, ilokusi yang muncul yakni: 1) ilokusi asertif; tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan dengan maksud menyatakan, menyarankan, membual, mengeluh, dan mengklaim sebanyak 179 tuturan; 2) Ilokusi direktif; tuturan yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud memerintah, melarang, memohon, menasehati, dan menyetujui sebanyak 76 tuturan; 3) Ilokusi ekspresif; bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan dengan maksud berterima kasih, memberi selamat, meminta maaf, dan menyalahkan sebanyak 14 tutura;. 4) Ilokusi komisif; bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran dengan maksud menjanjikan, bersumpah, menolak dan mengancam sebanyak 9 tuturan; dan 5) ilokusi deklarasi; bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan dengan maksud berpasrah dan mengucilkan sebanyak 17 tuturan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar dalam memahami makna tersirat teks drama dengan cara mengidentifikasi jenis tindak tutur yang ada dalam dialog drama tersebut. Naskah ini dapat diajarkan untuk kelas VIII semester ganjil pada kompetensi dasar bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa.
83
84
B. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal, baik untuk siswa, para guru, maupun untuk peneliti selanjutnya. Adapun saran peneliti sebaga berikut: 1. Drama tercipta dari cerminan kehidupan yang ada di masyarakat yang berusaha memotret kehidupan secara imajinatif. Oleh karena itu, drama layak untuk diajarkan, sebab di dalamnya terdapat tindakan positif yang dapat dicontoh dan tindakan negatif yang perlu dihindari oleh peserta didik sebagai pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan seharihari. Salah satunya naskah drama Rt Nol Rw Nol karya Iwan Simatupang ini, siswa dapat mengambil nilai moral dan sosial dalam kehidupan warga yang tinggal di kolong jembatan. 2. Di samping mengkhayati karakter tokoh dengan cara membaca teks drama, guru hendaknya memahami karya sastra khususnya drama berdasarkan teori tindak tutur yang sangat berkaitan erat dengan pemahaman sebuah dialog yakni tindak tutur khususnya ilokusi. 3. Bagi para peneliti selanjutnya disarankan meneliti aspek tindak tutur lain yang berbeda selain yang telah peneliti lakukan yakni terkait ilokusi dalam sebuah naskah drama. Sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang beragam bagi perkembangan ilmu pragmatik di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. Cermat Berbahasa Indonesia: untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo. 2009 Austin, J. L. HOW TO DO THINGS WITH WORD: The William Fames Lectures delivered at Harvard University in 1955. NEW YORK: OXPORD UNIVERSITY PRESS. 1962 Brown Gillian and George Yule. Discourse Analysis. London: Cambridge University Press. 1983 Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera. 2003 Chaer, Abdul dan Leonie, Agustina. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 2010 Djajasudarma, T Fatimah. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT Refika Aditama. 2012 Elizabeth (penerjemah: Ardianto, dkk.). Stilistika Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011 Endaswara, Suwardi. METODE PEMBELAJARAN DRAMA: Apresiasi, Ekspresi, dan pengkajian. Yogyakarta: CAP, Cet. 1, 2011 Ibrahim, Abd Syukur. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. 1993 Ihsan, Diemroh. PRAGMATIK, ANALISIS WACANA, DAN GURU BAHASA (Pragmatics, Discourse Analysis, and Language Teachers). Palembang: Universitas Sriwijaya. 2011 Leech, Geoffrey (Penerjemah Oka). Universitas Indonesia. 1993
85
Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta:
86
Luxemburg, Jan Van dkk (Penerjemah Dick Hatroko). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. 1986 Nadar, F. X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013 Pateda, Mansoer. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.1992 Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. 1990 Pusat Bahasa. Wikipedia Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2010 Rahardi, R Kunjana. PRAGMATIK: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius, Cet. 1, 1988 Rani, Abdul. Dkk. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayu Media Publishing. 2004 Searle. John R. Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language. Oxford: Basil Blacwell. 1969 Soemarsono. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta: PT Grasindo. 2004 Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. 1993 Usman, Husain dan Purnomo Setiary Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 2008 Verhaar, J. W. M. ASAS-ASAS LINGUISTIK UMUM. Yogyakarta: Gajah Mada University press. 1996 Wardhaugh, Ronald. An Introduction to Sosiolinguistics (third edition). Massachusetts: Balackwell Publishers. 1998 Wijana, I Dewa Putu. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta: Yuna Pustaka. 2009
87
WS, Hasanuddin. DRAMA, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: ANGKASA. 1996 Yule, George. Pragmatik (Diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006
Lampiran 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Sekolah
: MTs. Islamiyah Ciputat
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: VIII/1
Pertemuan Ke-
: 1
Alokasi Waktu
: 2 x 40 menit (2 x Pertemuan)
Aspek pembelajaran
: Berbicara:
Standar Kompetensi
: Mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain peran
Kompetensi Dasar
: Bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa
Indikator
:
1. Mampu menghayati karakter tokoh yang akan diperankan 2. Mampu mengungkapkan dialog tokoh yang
akan
diperankan
dengan
penghayatan yang tepat Tujuan Pembelajaran
:
1. siswa dapat menghayati karakter tokoh yang akan diperankan 2. siswa dapat mengungkapkan dialog tokoh yang
akan
diperankan
penghayatan yang tepat
Karakter siswa yang diharapkan: 1. Kerja keras 2. Kreatif 3. Mandiri 1
dengan
4. Tanggung jawab Materi pokok: Materi Ajar
1. Unsur pembangun karya sastra
:
2. Unsur intrinsik pada teks drama
Ceramah
Metode Pembelajaran
Diskusi Tanya jawab Inkuiri
Sumber Belajar :
Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawati. Bahasa dan Bersastra Indonesia 2: untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. 2008
Kutipan naskah drama
a. Pemilihan Media Pembelajaran Analisis tujuan
Aktivitas siswa
Jenis Media yang
Pembelajaran
Sifat Pengadaan
dipilih
1
2
3
4
Berdasarkan
Siswa membaca
Media visual dengan
Membaca kutipan
indikator-indikator
kutipan naskah
format kutipan
naskah drama
maka, tujuan
drama
naskah drama
melalui kertas yang
pembelajaran
menghayati karakter
merujuk pada ranah
tokoh yang akan
kognitif, afektif, dan
diperankan
telah disediakan
2
Psikomotorik
b. Isi Program Media Judul
Indikator keberhasilan
Rincian materi
Referensi
Durasi
3
4
5
melalui media 1
2
Judul
Siswa membaca
Siswa membaca
naskah
kutipan naskah drama
kutipan naskah drama
drama
yang telah disediakan
Joko Tarub dengan
oleh guru
cermat dan teliti
Kutipan naskah drama
Siswa dapat
Siswa memilih tokoh
menghayati karakter
yang akan diperankan
tokoh yang akan
kemudian menghayati
diperankan
Joko Tarub
karakter tokoh tersebut
Siswa mengungkapkan dialog tokoh yang akan diperankan dengan penghayatan yang tepat
Siswa berdiskusi dan mlakukan penilaian satu sama lain agar mendapatkan penghayatan tokoh yang tepat
c. Sifat Pemanfaatan Media yang dipergunakan bersifat sekunder karena hanya sebagai sumber belajar pendukung dalam proses belajar-mengajar. Langkah-langkah : Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
3
Waktu
Nilai
Karakter Kegiatan Awal: Guru
membuka
pelajaran
Siswa
bersama-sama
dengan mengucapkan salam
menjawab
salam
dan
dan berdoa.
berdoa dengan dipimpin
10
Bersahabat/
menit
komunikatif
oleh ketua kelas. Guru mengabsensi siswanya Setelah keadaan kelas kondusif, guru memulai
Siswa mendengarkan
pelajaran hari ini dengan
tujuan pembelajaran yang
menjelaskan tujuan
disampaikan guru
pembelajaran hari ini Guru mengaitkan pembelajaran hari ini dengan pelajaran pada pertemuan sebelumnya
Siswa mendengarkan dengan cermat
Kegiatan Inti:
Eksplorasi Guru menanyakan kepada siswa apa itu drama.
Siswa mengungkapkan pendapat mereka
10 menit
Guru menjelaskan materi mengenai unsur-unsur
Siswa memperhatikan dengan cermat
pembangun karya sastra khususnya drama dan menjelaskan pemahaman Demokratis/
dasar terkait tindak tutur
mandiri Guru memberikan kertas kutipan naskah drama
Siswa membaca kutipan drama dengan seksama
kepada setiap siswa
4
Elaborasi Guru meminta siswa
Siswa berdiskusi dengan
membentuk kelompok
kelompok yang telah
diskusi guna menentukan
ditentukan guna
masing-masing peran yang
menentukan masing-
akan dimainkan dalam
masing peran yang akan
drama
dimainkan dalam drama
25 menit
Guru meminta siswa untuk Setiap siswa membaca mengkayati karakter tokoh
sambil mengidentifikasi
melalui identifikasi tindak
kutipan drama sambil
tutur
menghayati karakter tokoh yang akan dimainkan 25
menit
Konfirmasi Bersama guru, siswa
Setiap siswa
mengidentifikasi
mengomentari atau
kesulitan-kesulitan yang
memberikan tanggapan
dialami saat
terhadap apa yang telah
mengidentifikasi tindak
mereka baca.
Demokratis Mandiri
tutur dalam dialog drama yang telah dibaca. Guru bertanya jawab dengan para siswa tentang hal-hal yang belum diketahui
Siswa menanyakan
Demokratis
kesulitan yang mereka
Mandiri
alami ketika
Kreatif
mengidentifikasi tindak tutur dalam dialog drama
Kegiatan Akhir: Guru bersama-sama
Siswa membuat 5
10
Demokratis
dengan siswa/ sendiri
rangkuman/kesimpulan
membuat
pelajaran hari ini
menit
rangkuman/kesimpulan pelajaran hari ini Guru membuat penilaian terhadap kegiatan belajar siswa
d. Penilaian
Pedoman penilaian Bermain peran berdasarkan naskah drama Nama kelompok
:
Anggota kelompok
: Skor
No.
Komponen 1
1.
Ucapan terdengar dengan jelas oleh penonton
2.
Intonasi bervariasi sesuai dengan tuntutan naskah
3.
Dapat mengatur jeda dengan tepat sehingga kalimat-kalimat yang diucapkan mudah ditangkap penonton
4.
Intensitas suara dan kelancaran berbicara tidak berkurang sampai akhir pementasan
5.
Pemunculan pertama mantap dan memberikan kesan yang menarik
6
2
3
4
5
6.
Ekspresi wajah sesuai dengan karakter tokoh
7.
Memanfaatkan ruang yang ada untuk memosisikan tubuh (blocking) pada saat pementasan
8.
Pandangan mata, ekspresi wajah, dan gerak anggota tubuh sesuai dengan karakter tokoh
9.
Gerakan bersifat alamiah dan tidak dibuat-buat
10.
Penghayatan yang mendalam sesuai dengan karakter tokoh Jumlah
Keterangan: Nilai: Jumlah skor x 2= ...
Mengetahui,
Ciputat, 04 Agustus 2014
Kepala Sekolah MTs Islamiyah
Guru Matpel Bhs Indonesia
( Hj. Yunelis, M. Pd )
( Tatang Sudrajat, S. Pd )
NIP : 19721220 1 00 756 1
NIP : 19910609 0 130 0047
7
Lampiran 2 Klasifikasi Jenis Ilokusi dalam Naskah Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
20. 21.
Dialog Kakek: “Rupa-rupanya, mau hujan lebat.” Pincang: “Itu kereta-gandengan lewat, kek!” Kakek: “Apa?” Pincang: “Itu, truk yang pakai gandengan, lewat.” Kakek: “Gandengan lagi! Nanti roboh jembatan ini. Bukankah dilarang gandengan lewat di sini.” Ani: “Lalu?” Kakek: “Hendaknya, peraturan itu diturutlah.” Kakek: “Kalau begitu apa guna larangan?” Ani: “Untuk dilanggar.” Kakek: “Dan kalau sudah dilanggar?” Ani: “Negara punya kesibukan. Kesibukan itu namanya: bernegara.” Pincang: “Kali ini suara itu adalah suara guruh.” Ani: “Apa?!” Pincang: “Itu neng, geluduk. Biasanya itu tanda tak lama lagi hujan turun.” Ani: “Sialan! Ina!” Ina: “Apa Kak?” Ani: “Percuma dandan!” Ina: “Ah, belum tentu juga hujan turun.” Ani: “Belum tentu, hah! Apa kau pawang hujan? Dengarkan baik-baik: Yang belum tentu adalah kalau hujan benar-benar turun kita bisa makan malam ini.” Pincang: “Sekedar pengisi perut saja. Ini juga hampir masak.” Ani: “Banyak-banyak terimakasih, bang! Aku sudah bosan dengan labu-siammu yang kaupungut tiap hari dari tong-tong sampah di tepi pasar sana. Labusiam ½ busuk, campur bawang-prei ½ busuk, campur ubi dan jagung apek, -- bah! Aku bosan! Tidak, malam ini aku benar-benar ingin makan yang 1
Jenis Ilokusi Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif Ilokusi Komisif
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
36. 37.
38. 39. 40.
enak. Sepiring nasi putih panas, sepotong daging rendang dengan bumbunya kental berminyakminyak, sebutir telur balado, dan segelas penuh teh manis panas. Dan sebagai penutup, sebuah pisang raja yang kuning emas.” Ani: “Oh, tidak. Tidak! Hujan tak boleh turun malam ini. Tidak boleh!” Ina: “Sudahlah, kak. Hujan atau tak hujan, kita tetap keluar.” Pincang: “Mana bisa. Laki-laki mana mau sama kalian kuyup-kuyup?” Ina: “Ah, abang seperti tahu segala. Lagi, kata siapa kami bakal basah kuyup?” Kakek: “Siapa jalan di hujan, basah. Biasanya begitulah.” Ina: “Kalau kami – oh, naik becak?” Pincang: “Ah, jadi kalian bakal operasi dengan becak? Uang untuk ongkos becaknya, gimana?” Pincang: “Oh, pakai kebijaksanaan dengan bang becaknya, hah?” Pincang: “Becak jahanam!” Ina: “Loh, kok jahanam?” Pincang: “Ahh, aku sudah tahu. Pasti bang becak yang hitam itu lagi, kan?!” Ina: “Hitam manis, dong. Oh, jadi kau kenal dia? (Tertawa) Kau cemburu apa?” Ani: “He, sabar dikit, bang! Apa-apaan nih?! Sejak bila si Ina ini hanya milikmu saja, hah?” Ani: “Kira-kira dikit, ya. Kau ini sesungguhnya apa, siapa? Berani-berani cemburu. Cih, Laki-laki tak tahu diuntung!” Ina: “Ah sudahlah kak.” Ani: “Apa yang sudah? Aku ingin tanya kau, hei Ina, Sejak bila kau ini tunangan resminya, atau isteri-isterinya, atau gundik-gundiknya, hah?” Ina: “Tak pernah.” Ani: “mentang-mentang semua main pordeo di sini.” Pincang: “Pordeo? Aku punya sahamku dalam 2
Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
41.
42.
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
51. 52. 53. 54.
55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62.
kehidupan di sini.” Ani: “Saham? Kau hingga kini kontan mencicipi hasil sahammu yang ½ busuk semua itu. Cih, labu siam, bawang prei, beras menir dan ubi yang semuanya ½ atau malah semua busuk. Dan itu kau anggap senilai dengan tubuh panas wanita semalam suntuk, hah?! Kau anggap apa si Ina ini? Kau anggap apa kami wanita ini, hah?” Kakek: “Sudahlah. Kalau kalian tak lekas berhenti cekcok, aku kuatir nama Raden Ajeng Kartini sebentar lagi bakal disebut-sebut nanti di sini.” Ani: “Ayo Ina lekas pakai baju. Kita lekas pergi.” Kakek: “(nada kelakar) Nasi putih sepiring... .” Pincang: “Sepotong daging rendang, bumbunya kental berminyak-minyak.” Kakek: “Telor balado.” Pincang: “Teh manis panas segelas penuh.” Kakek: “Dan sebagai penutup sebuah pisang raja.” Pincang: “Warnanya kuning keemas-emasan.” Ani: “Ya, tuan-tuan. Semuanya itu akan kami nikmati malam ini. Cara apapun akan kami jalani, asal kami dapat memakannya malam ini. Ya, malam ini juga!” Ina: “Mari Kak.” Ina: “Gimana nih Ka?” Ani: “Terus, pantang mundur! Kita bukan dari garam, kan?!” Kakek: “Selamat bertugas! Entah basah, entah kering. Semoga kalian menemukan apa yang kalian cari.” Ani: “Kalau rejeki kami baik malam ini, kami akan pulang bawa oleh-oleh.” Kakek: “Nasi putih panas... .” Pincang: “Rendang telor.. eh apalagi katanya tadi?” Kakek: “Teh manis panas, pisang raja.” Pincang: “Warnanya kuning emas. Bah!” Kakek: “Ah, sayang masih ada.” Pincang: “Aku heran, kok Kakek hafal semua itu.” Kakek: “Hafal apa?” 3
Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Komisif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Deklarasi Ilokusi Deklarasi Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif
63. 64. 65. 66. 67. 68. 69.
70. 71.
72.
73.
Pincang: “Rendang, telor, pisang raja segala.” Kakek: “Loh kenapa mesti lupa?” Pincang: “Setelah bertahun-tahun hidup begini!” Kakek: “Ada puntung?” Pincang: “Yang terakhir, Kakek sendiri yang menghisapnya.” Kakek: “Oooh yaa.” Kakek: “Kini, kau dengar baik-baik. Puntung rokokmu yang kuhisap tadi siang, itu bisa aku lupa. Tapi, bagaimana aku bisa melupakan nasi panas, daging rendang, telor, pisang raja? Tidak bisa, nak. Sama seperti tidak bisanya aku melupakan ranjang kanak-kanakku dulu; melupakan bubur merahputih yang sangat kusukai, bila ibuku menyuguhkannya padaku sehabis aku sakit parah; melupakan uap sanggul ibuku sehabis mandi, kemudian melenakan aku tidur dengan cerita-cerita wayang, tentang Gatotkaca yang perkasa, tentang Dewi Sinta, tentang... .” Pincang: “Tidurlah Kek!” Kakek: “Ah, tidak. Aku seolah kembali merasakan kantukku yang dulu, ketika ibuku melenakan aku tidur itu. Kenangan, inilah sebenarnya yang membuat kita sengsara berlarut-larut. Kenanganlah yang senantiasa membuat kita menemukan diri kita dalam bentuk runtuhan-runtuhan. Kenanganlah yang jadi beton dari kecongkakan diri kita, yang sering salah diberi nama oleh masyarakat, dan oleh diri kita sendiri, sebagai: harga diri. Kini, aku bertanya kepadamu, nak: Di manakah lagi harga diri di kolong jembatan ini?” Pincang: “Semua persoalan ini tak bakal ada, bila kita bekerja, punya cukup kesibukan. Semua kenangan, harga diri, yang Kakek sebutkan tadi, adalah justru masalah yang hanya ada bagi jenis manusia-manusia seperti kita ini: tubuh, yang kurang dapat kita manfaatkan sebagaimana mestinya, dan waktu lowong kita bergerobakgerobak.” Kakek: “kalau aku tak salah, kau tak henti-hentinya 4
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Asertif
74. 75. 76. 77. 78.
79. 80.
81. 82.
83. 84.
85.
cari kerja.” Pincang: “Ya, tapi tak pernah dapat.” Kakek: “Alasannya?” Pincang: “Masyarakat punya prasangka-prasangka tertentu terhadap jenis manusia seperti kita ini.” Kakek: “Eh, bagaimana rupanya seperti jenis kita ini?” Pincang: “Masyarakat telah mempunyai keyakinan yang berakar dalam, bahwa manusia-manusia gelandangan seperti kita ini sudah tak mungkin bisa bekerja lagi dalam arti yang sebenarnya.” Kakek: “Menurut mereka, kita cuma bisa apa saja lagi?” Pincang: “Tidak banyak, kecuali barangkali sekedar mempertahankan hidup taraf sekedar tidak mati saja, dengan batok kotor kita yang kita tengadahkan kepada siapa saja, kearah mana saja. Mereka anggap kita ini sebagai suatu kasta tersendiri, kasta paling hina, paling rendah.” Kakek: “Sekiranyalah mereka tahu apa-apa kemahiran.” Pincang: “Jangan kecualikan aku, Kek. Kakek dan aku sama-sama termasuk mereka yang setiap saat siap mempertaruhkan apa saja, asal dapat meninggalkan kedudukan sebagai manusia gelandangan ini.” Kakek: “Tampaknya mereka sama sekali tak sudi memberi kesempatan itu.” Pincang: “Tampang kita saja sudah cukup membuat mereka curiga. Habis, tampang bagaimana lagikah yang dapat kita perlihatkan kepada mereka, selain tampang kita yang ini-ini juga? Bahwa tampang kita tampaknya kurang menguntungkan, kurang segar, kurang berdarah, salah kitakah ini? Bahwa dari tubuh dan pakaian kita menyusup uap yang pesing, uap dari air kali yang butek di kolong jembatan ini, salah kitakah ini?” Kakek: “Hukum masyarakat tetap begitu. Kalau mau melamar kerja, tampillah dengan tampangmu 5
Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
86.
87. 88.
89.
90.
91.
92. 93. 94. 95.
96.
yang paling menguntungkan.” Pincang: “Kalau aku memiliki stelan gabardin, dengan sepatu dari kulit macan tutul, dengan dasi sutera, dan rambutku dibelur dengan minyak luar negeri, Kakekku yang terhormat: Apakah di kolong jembatan ini masih tempatku? Apakah masih manusia gelandangan namanya aku?” Kakek: “Ya, dimana mesti mulai, dimana mesti berakhir, bagi orang-orang seperti kita ini?” Pincang: “Dunia gelandangan adalah suatu lingkaran setan, Kek, yang tiap hari tampaknya kian keker, kian angker juga. Satu-satunya lagi yang masih bisa menolong kita, hanyalah kebetulan dan nasib baik saja.” Kakek: “Menanti-nantikan datangnya kebetulan bernasib baik itulah yang sebenarnya kita lakukan tiap hari di kolong jembatan ini.” Pincang: “Satu per satu kita – pungguk-pungguk kerinduan bulan – akhirnya berakhir dengan terapung di sungai butek ini. Mayat kita yang telah busuk, dibawa kuli-kuli kotapraja ke RSUP, lalu ditempeli dengan tulisan tercetak: Tak dikenal. Kita dikubur tanpa upacara, cukup oleh kuli-kuli RSUP. Atau, paling-paling mayat kita disediakan sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa-mahasiswa kedokteran.” Kakek: “Itu masih mendingan. Itu namanya, bahkan dengan mayat kita, kita masih bisa menjadi pahlawan-pahlawan tak dikenal bagi kemanusiaan, lewat ilmu urai untuk mahasiswa-mahasiswa kedokteran. Apa jadinya dengan kemanusiaan nantinya, tanpa kita?” Bopeng: “Belum tidur kalian.” Pincang: “Hmm Lambat juga kau pulang ke sini.” Kakek: “Ada puntung?” Bopeng: “Sabar. Rokok sungguhanpun ada. Malah sebungkus utuh. Juga aku bawa nasi rames empat bungkus.” Kakek: “Na… nasi rames? Kau kan tak merampok hari ini?” 6
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104.
105. 106. 107. 108. 109.
110. 111. 112. 113. 114.
115. 116.
117.
Bopeng: “Syukur, belum sejauh itu aku perlu merendahkan diriku, Kek.” Pincang: “Kata orang, tak ada yang lebih rendah lagi dari gelandangan.” Bopeng: “Siapa yang memompakan kepintaran itu dalam kepala kakek?” Kakek: “Sabar, sabar! Mana itu nasi rames? Katakan! empat bungkus.” Bopeng: “Yu, buat kalian saja. Aku, eh, kami sudah makan tadi.” Kakek: “Ooo! Kita kedatangan tamu nih.” Pincang: “Darimana kau petik dia? Lalu bagaimana dengan Ani? Ada kau pikirkan itu?” Bopeng: “Hati-hati dengan mulutmu, ya. Dia ini, Ati namanya. Dia ketemu tadi nangis-nangis di pintu pelabuhan, mencari suaminya. Setengah modar aku tadi mengitari pelabuhan bersama dia, tapi suaminya tetap tak ketemu.” Kakek: “Sudah naik kapal, barangkali.” Bopeng: ”Mungkin juga.” Pincang: “Apa dia kelasi?” Bopeng: “Bukan kelasi saja yang boleh naik kapal.” Kakek: “Dugaanku begini: Dia suruh anak ini menunggunya di pintu pelabuhan. Lantas dia sendiri masuk pelabuhan, kemudian dia keluar lagi dari pintu lainnya, terus kabur entah kemana.” Bopeng: “Terhadap dugaan Kakek itu, bisa saja kuhadapkan sekian dugaan lainnya.” Kakek: “Dugaan orangtua biasanya lebih berdasar.” Bopeng: “Firasat atau pengalaman nih, Kek?” Kakek: “Dua-duanya. Aku sendiri dulu eh, kelasi.” Pincang: “Ha, dimana-mana kawin, Kek ya? Dimana-mana meninggalkan pengantin baru, dengan jani-jani setinggi langit berbaku-bakul.” Bopeng: “Diam kau!!!” Ati: “Ya, dia berjanji mau bawa saya kekampungnya di seberang. Katanya, ayahnya raja kopra di sana. Dia mau beri saya... .” Kakek: “Sudahlah, nak. Aku sudah mengerti. Mari 7
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif
118.
119. 120. 121. 122. 123.
124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140.
kita lihat kini persoalan anak. Anak kini sudah di sini, dan kalau saya tak salah, anak tak ingin pulang kekampung dulu?” Ati: “Malu, Kek. Kami berangkat dari sana dengan pesta dan doa segala. Dan koperku, dengan segala pakaian dan perhiasan emasku di dalamnya, telah dia bawa kabur.” Pincang: “Ck, ck, ck. Hebat benar orang seberang itu! Eh, tapi apa benar dia dari sana?” Ati: “Kata dia begitu.” Kakek: “Apa-apaan nih? Haus darah apa?” Bopeng: “Dari tadi, dia cari fasal saja.” Pincang: “O, apa aku harus menutup mulutku terus? Mengapa setiap ucapanku kauanggap sebagai cari fasal saja?” Kakek: “Sudah, sudah. Mana nasi rames itu?” Bopeng: “Mana yang dua orang lagi?” Pincang: “Biasa dinas.” Bopeng: “Dinas? Dalam hujan selebat tadi?” Pincang: “Hidung belang ada di setiap musim.” Kakek: “Hah, ada telor.” Pincang: “Dan daging rendang! Rupa-rupanya pukulanmu hari ini besar juga.” Bopeng: “Tak ada pukulan apa-apa, selain bahwa aku telah dapat persekotku.” Kakek: “Persekot?!” Bopeng: “Ya, persekot.” Kakek: „Jadi akhirnya kau diterima juga?” Bopeng.”Ya.” Kakek: “Berarti, kau segera akan meninggalkan kami” Ati: “Apa sih artinya ini semua? Diterima gimana, dan siapa yang akan pergi?” Pincang: “Ah, jadi kau sendiripun belum diceritakannya apa-apa?” Ati: “Aku tak diberitahu apa-apa.” Kakek: “Dia ini tadi diterima sebagai kelasi kapal. Sudah lama dia melamar, tapi baru hari ini rupanya berhasil. Dan tadi, dia menerima persekot. Artinya, 8
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Direktif Ilokusi Ekspresif Ilokusi Komisif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Ekspresif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
141. 142. 143. 144. 145.
146. 147.
148.
149.
150. 151.
152. 153.
sebagian pembayaran dimuka. Itu lazim di kapal. Dan (Menelan Ludahnya) dari uang persekotnya itu, dibelikannya kami rames-rames ini. (Hampir Menangis) Jelaskah sudah soalnya bagi kau?” Bopeng: “Ini rokoknya, Kek.” Ati: “Bawalah aku, Kak!” Bopeng: “Kemana?” Ati: “Terserah Kakak. Pokoknya, jadi juga aku berlayar.” Bopeng: “Pekerjaan kelasi kapal tidak mungkin berteman wanita. Jangankan kemana-mana, naik kekapal saja kau tidak boleh.” Ati: “Sembunyikan aku dalam bilikmu.” Bopeng: “Orang yang dalam hidupnya telah sekian lama menjadi manusia gelandangan seperti aku ini, taklah semudah itu menginginkan kembalinya ia kedunia gelandangannya itu apabila ia sekali telah sempat berhasil meninggalkannya. Kau tak tahu, apa artinya gelandangan.” Ati: “Aku tahu. Dan aku memang tak mau tahu. Aku hanya tahu, aku masih muda, dan bahwa akupun berhak juga akan sedikit cinta… dan sejemput bahagia.” Pincang: “Sedikit cinta, sejemput bahagia… kesempatan untuk mengejar itu semua, setidaknya tidaklah di kolong jembatan ini, Dik.” Ati: “Kata siapa aku datang untuk itu kemari?” Pincang: “Ah, jadi kalau sekiranya aku disuruh menyimpulkannya kini, maka Adik kemari ini hanyalah sekedar untuk menumpang bermalam untuk satu malam ini saja? Lalu, bagaimana besok?” Bopeng: “Kuperingatkan kau sekali lagi, jangan terlalu jauh mengada-ngada, ya Bung.” Pincang: “Kalau maksudmu, bahwa gara-gara ucapanku yang barusan kita terpaksa berkelahi, ya apa boleh buat: Ayo berkelahi! Aku mungkin dapat kau kalahkan. Kau kekar, cocok memang untuk kelasi. Mungkin kau aka dapat membunuh aku, dan tubuhku nanti kau benamkan dalam lumpur sana. 9
Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Komisif Ilokusi Komisif
154.
155. 156. 157.
158.
159. 160. 161. 162.
Tapi, untuk kali yang paling terakhir, dan demi martabatmu sendiri sebagai seorang jantan, aku minta pada kau: (Berteriak) Berterusteranglah kepada wanita cilik yang sedang dirundung malang ini! Ayo ceritakan, dengan terbitnya matahari esok pagi, apa yang akan kau lakukan sesungguhnya? Apa rencanamu yang sebenarnya dengan dia ini? Ayo, berkatalah terus terang kepadanya. Jangan dirikan bangunan-bangunan harapan kosong baginya, sebab demi Allah! Tiada dosa yang paling besar dari itu yang dapat kau lakukan terhadapnya.” Pincang: “Barangkali ada baiknya, bila akulah yang menceritakannya kepada Adik. Dia telah terima uang persekotnya tadi. Berarti, dia segera bakal berlayar, mungkin sudah besok. Bukankah begitu? (Ia Berpaling Pada Bopeng. Bopeng Mengangguk) Nah, besok! Besok kita akan pamitan dari dia, mungkin untuk selama-lamanya tak bertemu lagi. Sehabis pamitan, dia menuju kelaut lepas, kami ini kembali kemari lagi, dan sisahlah lagi pertanyaan yang sangat penting artinya bagi Adik, bagi kita semuanya: Bagaimana dengan Adik sendiri?” Ati: “Aku mau ikut berlayar.” Pincang: “Tidak mungkin, sudah Adik dengar sendiri tadi dari dia.” Pincang: “Apakah Adik tak bisa berbuat apa-apa sedikit dengan rasa harga diri Adik yang luber itu, dan tidak begitu keberatan terhadap usul saya, agar sebaiknya Adik pulang saja kesaudara Adik di kampung?” Ati: “Kalaulah aku boleh bertanya: Abang sendiri, ya kalian semuanya yang di sini, mengapa kalian tak pulang saja kekampung kalian?” Bopeng: “Yah, mengapa kita sendiri tak pulang saja kekampung kita masing-masing?” Pincang: “Hai, Ina.” Bopeng: “Mana Ani?” Ina: “Kak Ani takkan datang kemari lagi. Dia telah bernasib baik. Babah gemuk yang selamanya ini jadi langganannya, tadi di Seksi Polisi berkata, 10
Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Komisif Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
163. 164.
165. 166. 167.
168. 169. 170. 171. 172. 173.
174.
175. 176.
177. 178.
179.
bakal mengawini Kak Ani. Dan Kak Ani setuju.” Bopeng: “Lho, kenapa di Seksi Polisi?” Ina: “Ah, ada penghuni baru? Seperti tahu saja, Kak Ani tak pulang lagi kemari. (Pada Bopeng) Punya Abang?” Pincang: “Dia tamu semalam kita di sini. Besok dia kembali kekampungnya.” Ina: “Sowan nih? Pada siapa? (Melihat Terus Pada Bopeng)” Kakek: “Nasi rames lagi! Dan daging rendang. Ya Allah, juga telor! Dan ini, pisang raja sesisir! Adaada saja si Ani!” Ina: “Kak Ani cuma mau penuhi janjinya saja pada kalian.” Kakek: “Nih, tadi juga sudah nasi rames. Juga rendang, telor… .” Ina: “Dari siapa?” Pincang: “Dia kawul tadi. Besok dia berlayar.” Ina: “Berlayar? Jadi, Abang telah diterima?” Ina: “Aku sangat gembira, Bang. Untuk Abang, untuk kita semuanya. Besok benar-benar Abang berlayar?” Bopeng: “Kalau tak ada halangan apa-apa lagi. Sebelum tengah hari besok, aku sudah harus di kapal. Sore-sore, berlayar.” Ina: “Kemana Bang?” Kakek: “Adakah pertanyaan itu masih penting lagi sekarang? Pokoknya, berlayar! Pergi, jauh-jauh dari sini. Tiap tempat lainnya, pastilah lebih baik dari kolong jembatan kita ini.” Bopeng: “Coba teruskan dulu ceritamu tentang Ani tadi.” Ina: “Oh, ya. Tapi, mengapa tak ada kalian yang tampaknya mau memakan oleh-oleh dari Kak Ani ini?” Kakek: “Entah apa rencananya Dewa-Dewa dengan mengirimkan dua kali dalam semalam ini makanan dari jenis yang sekian tahun belakangan ini memimpikannyapun kita, sebagai orang 11
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif
Ilokusi Komisif
180. 181.
182. 183. 184. 185.
186.
187. 188. 189. 190.
gelandangan, tak berani. Tiba-tiba, malam ini, bintang-bintang di langit, dan rupanya juga roh nenek moyang kita, ingin berseloro dengan kita. Dan sekedar untuk melengkapkan unsur bergurau itu pada pengalaman aneh kita malam ini, selera kita sedikitpun tidak terangsang! Sebab, berkah besar ini secara kontan harus kita bayar dengan berita akan berlayarnya dia (MELIHAT PADA BOPENG) besok sudah, dan dengan berita lainnya tentang Ani yang tak bakal kemari-kemari lagi. Perasaanku pribadi, entah bagaimana kalian, adalah persis seperti aku beroleh makanan enak-enak dulu sebelum aku digiring ke tiang gantungan.” Bopeng: “Ah, Kakek ada-ada saja. Apa ya separah itu?” Kakek: “Kelengangan disebabkan perpisahan, terkadang lebih parah dari kematian sendiri. Mengapa pula kita, manusia-manusia gelandangan, berbuat seolah tak mengerti hal itu?” Ina: “Sekeluar kami berdua tadi dari sini, kebetul;an bang becak, kenalan kami selama ini, lewat.” Pincang: “Hmm, kebetulan. Sudah tentu dia sudah sejak lama menantikan kalian.” Bopeng: “He, mengapa kamu ngos-ngosan begitu?” Pincang: “Apa kau tak tahu, bahwa mereka dengan bang becak itu selama ini membentuk suatu usaha, namanya “Becak Komplit”?” Kakek: “Seingatku, di restoran yang besaran dikit, kita bisa pesan apa yang disebut “Biefstuk Komplit”.” Bopeng: “Baru-baru ini ada ditulis di koran tentang “Patriot Komplit”.” Kakek: “Semuanya makin serba komplit, tapi rasanya kok seperti makin serba kurang saja!” Bopeng: “Becak komplit itu apa?” Pincang: “Becak, komplit dengan wanitanya, untuk plesir. Malah, bang becaknya telah komplit mengatur dimana tempat plesirnya, sewanya, ongkos angkutannya, dst, dst. Pokoknya, selesai semuanya, sang tamu membayar biaya komplit.” 12
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
191.
192. 193.
194. 195.
196. 197.
198. 199.
200. 201.
202.
Kakek: “Seingatku – dari masaku dulu sebagai kelasi – pembayaran serupa itu namanya “all in”. Semuanya sudah termasuk: ya ongkos hotelnya, ya ongkos makan-makan dan mabuk-mabuknya, ya ongkos plesirnya dengan wanitanya, ya ongkos taksi besok paginya yang harus mengantarkan kita pulang kekapal di pelabuhan – tidak terlambat!” Bopeng: “Siapa yang menerima semua pembayaran itu?” Pincang: “Kan sudah dikatakan tadi, bang becaknya. Saham dia yang terbesar. Oleh sebab itu, dia yang menentukan berapa yang boleh diterima siwanita.” Bopeng: “Adil nggak dia?” Pincang: “Bergantung bagaimana bang becaknya. Tapi, jangan lupa, kadang-kadang dagangannya tak laku. Walaupun dia sudah putar-putar kayu beberapa kali. Dalam hal yang demikian, bang becak sering beri pinjaman pada siwanita. Kalau dia sendiri tak punya, nah melarat.” Bopeng: “Itu lumrah.” Pincang: “Tapi, ada kukenal bang becak yang jadi kaya raya dengan usaha seperti itu. Dia punya hubungan sekaligus dengan sepuluh sampai duapuluh wanita. Dan dia punya hubungan rapat dengan pelayan-pelayan hotel. Dia jadi semacam loveransir plosiran. Dia sudah punya mobil, dirikan rumah gedung di kampungnya, malah baru-baru ini mendirikan lagi sebuah yang mentereng di kota ini. Kabarnya, bulan depan dia bakal naik haji.” Ati: “Wah, dari uang lendir.” Pincang: “Dari uang lendir atau bukan, pokoknya dia bisa naik haji. Pulang dia nanti dari sana, dia berhak pakai sorban – kalau dia mau. Nah, haji sungguhankah dia, atau tidak?” Ati: “Jijik aah.” Pincang: “Jijik atau tidak jijik, najis atau tidak najis, ya lendir atau tidak lendir, dia adalah Haji Anu, titik.” Ati: “Apa tidak ada peraturan yang bisa melarang orang seperti itu pergi ketanah suci?” 13
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
203.
204.
205. 206. 207.
208. 209.
210. 211.
Bopeng: “Kukira, tidak pantas melarang orang yang mau menunaikan ibadahnya. Soal najis atau lendir, itu semata-mata urusan lempeng antara dia dengan Tuhan sendiri. Bukan dengan panitia haji. Kukira, Tuhan memandang soalnya kira-kira begini: Untuk soal lendirnya, dia terang berdosa. Untuk naik hajinya, jelas dia berbuat kebaikan dan pahal. Mana yang lebih berat timbangannya, hanya Tuhan yang tahu. Jelas itu tak dikatakan-Nya pada kita. Nah, oleh sebab itu, mengapa pula kita mesti ikut-ikutan mengadili bang becak lihay yang jadi haji itu di dunia kita ini? Kalau kita bertemu dengan dia, apa salahnya kita bilang: Selamat sore, Pak Haji? Dan apakah rokok yang kemudian ditawarkannya padaku harus kutolak, hanya oleh karena hati kecilku mungkin pada saat itu berkata: Awas, rokok dibeli dari uang lendirnya? Tidak, rokoknya kuterima. Bila rokoknya memang enak, ia akan kunikmati. Dan bila tidak, rokok itu dilemparkan kejalan. Titik. Demikianlah aku memandang persoalannya.” Kakek: “Persis pandangan seorang jagal sapi: ini daging ya masuk; ini lemak dan tetelan, ya masih bisa masuk; tapi ini apa? Daging bukan, lemak bukan, tetelan bukan? Yah, lempar masuk tong sampah. Tidak ada tempat buat usus, babat…” Bopeng: “Ah, kita ini sudah lewat ngelantur. Ina, bagaimana ceritamu tadi tentang Ani seterusnya?” Kakek: “Hmm, apa masih ada lanjutannya? Kukira…” Ina: “Kak Ani tadi rupanya sudah ditunggu langganannya, itu babah gemuk yang punya pabrik mi.” Bopeng: “Langganan?” Ina: “Ya, sudah hampir tiga bulan mereka berkenalan dan terus langganan. Babah itu demen betul sama Kak Ani. Katanya, Kak Ani persis betul menyerupai isterinya almarhumah.” Bopeng: “Inna Lillah!” Ina: “Babah itu sudah lama minta Kak Ani supaya mau kerja padanya.” 14
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221.
222.
223. 224. 225. 226. 227. 228. 229. 230. 231. 232. 233.
Bopeng: “Loh, kok kerja?” Ina: “Ya, kerja. Katanya, sekedar mengurus dia dengan anak-anaknya saja.” Bopeng: “Berapa anaknya?” Ina: “Kalau tak salah, enambelas.” Bopeng: “Enambelas? Ampun, mati si Ani!” Ina: “Dan disamping itu, yah kerja rumah tangga biasa lainnya.” Kakek:“Babu komplit!” Kakek: “Dan itu namanya: sekedar. Wah, pintar juga si Babah.” Pincang: “Babah-babah biasanya memang pintarpintar.” Kakek: “Di koran, ini mah namanya: Eksi… eksle… apa sih namanya? Pokoknya, di belakang nyusul kata-kata: delomparlom.” Bopeng: “Gitulah, kalau hanya membaca sobekansobekan koran saja. Itupun, yang kebetulan diterbangkan angin saja kepinggir jalan-jalan, dan sambil lalu kita pungut dan baca. Kek, apa kira-kira arti kata-kata yang Kakek ucapkan tadi?” Kakek: “Kalau tak salah: Manusia dihisap manusia.” Pincang: “Jempol!” Kakek: “Eh, jangan anggap enteng seorang bekas kelasi, ya.” Pincang: “Calon kelasi gimana?‟ Kakek: “Dia adalah makhluk paling bahagia.” Bopeng: “Teruskan ceritamu Ina.” Ina: “Singkatnya: Ketika mereka sedang eh… .” Pincang: “ ... Pelesir ... .” Ina: “Ya, eh… di tempat mereka yang biasa, tibatiba ada razzia!” Pincang, Bopeng, dan Kakek: “Raziiiiaaaa!?” Ina: “Ya, razia oleh polisi. Kami yang sedang menanti di luar, sempat lari. Kak Ani dan si babah tertangkap basah. Mereka kami lihat digiring ketruk terbuka, bersama sekian banyaknya lagi, laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan yang sudah15
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
234. 235. 236. 237.
238. 239. 240. 241. 242. 243.
244.
245.
246. 247.
sudah, kami menduga mereka tentulah dibawa ke Seksi Polisi. Lalu kami kesana.” Bopeng: “Maksud kalian?” Ina: “Bang becak mau menerangkan pada polisi, dia adalah suami dari Kak Ani.” Bopeng: “Hah? Sejak bila?” Ina: “Hanya dengan jaminan dari seorang suami saja, wanita yang kena dirazia begitu bersedia polisi melepaskannya.” Bopeng: “Ya, tapi sejak bila bang becak itu suami si Ani?” Bopeng: “Bang becak komplit punya surat-surat kawinnya.” Pincang: “Itu termasuk servis dalam perseroan mereka “Becak Komplit” itu.” Bopeng: “Aha, suami sekedar buat keadaan darurat saja!” Kakek: “Suami razia!!” Ina: “Tapi, kali ini bang becak itu tidak perlu lagi menawarkan jasa-jasa baiknya. Di depan polisi, si babah meminang Kak Ani, dan di depan polisi, Kak Ani berkata iya.” Ina: “Dan aku sangat gembira atas putusan Kak Ani itu. Biar dengan babah gemuk gituan sekalipun, entah memang dia licik, entah Kak Ani yang kurang seksama dalam pertimbangannya, tapi setidaknya mulai sekarang Kak Ani mempunyai kedudukan tetap, punya alamat tetap, ya… (Menangis) punya kartu penduduk tetap!” Ina: “Dan aku sendiripun sekarang ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian. Akupun… (Terisak) akupun tadi telah mengambil keputusan buat diriku sendiri. Aku telah terima lamaran bang becak itu.” Pincang: “Bang Becak itu?” Ina: “Aku tahu, Abang (Melihat Pada Pincang) sudah lama tidak menyukai bang becak itu. Tapi Bang, sekiranyalah aku menyerahkan diriku dan nasibku seterusnya padamu, apakah yang dapat 16
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Deklarasi Ilokusi Asertif
248. 249.
kauberikan padaku, di luar kolong jembatan ini?” Pincang: “Kata siapa, aku terus-terusan akan begini, dan di sini ini?” Ina: “Abang selama ini telah banyak bercerita padaku tentang masa depan, tentang cita-cita dan bahagia. Tapi, aku sedikitpun tak ada melihat, bahwa Abang sungguh-sungguh ingin menebus kata-kata itu dengan perbuatan. Terus terang saja, Bang, aku memang selalu mengagumi ucapanucapan Abang. Sungguh dalam-dalam maknanya! Dan kata-kata, dengan mana Abang mengatakannya sungguh lain dari yang lain. Bermalam-malam aku, tergolek di samping Abang (Suara Batuk-Batuk Kakek), melanturkan angan-anganku menerawang entah kemana: Ah, sekiranya betullah semua yang diucapkan laki-laki pujaanku ini, aku pastilah jadi wanita yang paling bahagia di dunia ini. Tapi, dengan hati yang pedih aku dari hari kehari melihat, dan mengalami, bahwa semua ucapan Abang itu bakal tetap tinggal cuma kata-kata saja. Aku melihat pada diri Abang semacam kejanggalan laku dan sikap untuk berbuat, untuk bertindak. Abang gamang berbuat sesuatu. Abang adalah manusia khayal dan kata-kata semata, dan asing sekali di bumi dari otot-otot, debu, deru dan keringat berkucuran. Semula masih ada harapanku diam-diam, bahwa Abang pada suatu hari akan mengungkapkan diri Abang sebagai seorang pengarang. Tapi, alangkah kecewanya aku melihat, betapa Abang telah menghambur-hamburkan kerangka karangan-karangan Abang itu dalam percakapan-percakapan kecil tentang kisah-kisah kecil yang menjemukan di kolong jembatan ini. Ya, kolong jembatan ini telah membunuh dan mengubur tokoh pengarang pada diri Abang itu. Dan aku, gelandangan biasa saja, yang diburu oleh sekian kekurangan dan kenangan buruk di masa yang lampau, aku tak mampu lagi mencernakan kata-kata Abang itu sebagaimana mestinya. Walhasil, bagiku Abang adalah seorang aneh, tak lebih dan tak 17
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
250.
kurang dari seorang parasit... Dan bila aku tadi menerima lamaran bang becak itu, maka itu berarti, bahwa belum tentu aku mencintainya; itu berarti, bahwa pada hakekatnya aku masih tetap pengagum kata-katamu yang dalam-dalam maknanya itu. Tapi juga, Bang, bahwa aku lebih gandrung akan kepastian, kenyataan dan kejelasan. Bukannya aku tak sadar, apa dan bagaimana nasib seorang isteri dari seorang bang becak. Mungkin aku bukan isterinya satu-satunya. Mungkin aku akan berhari-hari tak melihat dia, tak menerima uang belanja. Mungkin tak lama lagi aku bakal jadi perawat dia yang sudah teruk dan tak kuat lagi menarik becaknya, batuk-batuk darah. Tapi, itu semuanya rela kuterima, Bang, demi – dapatnya aku memiliki sebuah kartu penduduk! (Menangis) Kartu penduduk, yang bagiku berarti: berakhirnya segala yang tak pasti. Berakhirnya rasa takut dan dikejarkejar seolah setiap saat polisi datang untuk merazia kita, membawa kita dengan truk-truk terbuka keneraka-neraka terbuka yang di koran-koran disebut sebagai “taman-taman latihan kerja untuk kaum tuna karya”. Gambar kita di atas truk terbuka itu dimuat besar-besar di koran. Tapi, kemudian koran-koran bungkem saja mengenai penghinaanpenghinaan yang kita terima di sana. Kemudian kita dengan sendirinya berusaha dapat lari dari sana, untuk kemudian terdampar lagi di tempat-tempat seperti ini. Tidak, Bang! Mulai sekarang, aku mengharapkan tidurku bisa nyenyak, tak lagi sebentar-sebentar terkejut bangun, basah kuyup oleh keringat dingin.” Ina: “Barang-barangku kutinggalkan semuanya di sini. Pakai, bila berguna bagi kalian. Buang, bila tidak. (Lonceng Becak Lagi. Dia Tersedu-Sedu. Dipeluknya Bopeng) Selamat tinggal, dan selamat belajar, Bang. Semoga… (Ia Tak Dapat Meneruskan) Maafkan, bila ada kata-kataku dan perbuatan-perbuatanku selama ini yang salah, Bang.” 18
Ilokusi Ekspresif
251. 252. 253. 254.
255. 256. 257.
258.
259.
260. 261.
Bopeng: “Akupun demikian terhadapmu, Ina.” Ina: “Kek! Ah, semoga kita tidak pernah bertemu lagi.” Kakek (tertawa): “Begitu bencinya kau padaku, Ina?” Kakek (serak): “Aku berharap, suatu hari dapat melihat kau lewat, naik becak suamimu, kau dan anak-anakmu sehat dan montok-montok. Selamat jalan, Nak.” Ina: “Dan kau, Bang. Selamat tinggal. Aku harap, kau dapat memahami dan memaafkanku.” Kakek: “Wah, laki-laki tak sabaran juga rupanya. (Pada Ina) Lekaslah, Nak. Nanti suamimu kabur!” Ina: “Dan akhirnya, kau Dik! Maafkan, bila aku tadi ada melukai hatimu. Kalaulah boleh aku memberi hanya satu nasehat saja padamu: Pandanglah kami satu persatu yang di sini ini. Kemudian, pandanglah keadaan yang dapat disajikan kolong jembatan ini. Dik, besok pagi, pulanglah lempang-lempang kekampungmu. (Dibukanya Sapu Tangannya) Nih, ambillah semua uangku ini. Kukira, sekedar untuk ongkos pulangmu dan bekal di jalan, cukup jugalah. (Ati Menerimanya) Pulanglah, dik, segera! Jangan sempat kau menghirup iklim gelandangan ini. Sekali kau menghirupnya, kau tak dapat lagi melepaskan dirimu dari lilitan-lilitan guritanya.” Bopeng: “Ya, dan agar benar-benar terjamin kau pulang menuju kampungmu, maka pada si Pincang kuminta supaya suka mengantarmu sampai di sana. Ongkos buat dia, pulang pergi, biarlah aku yang tanggung. (Mengambil Uang Dari Sakunya, Diberinya Pada Si Pincang) Nih, sisa persekotku tadi. (Tertawa) Biarlah, aku toh tak butuh apa-apa lagi. Di kapal, aku tak perlu uang.” Ina (Melihat Kearah Datangnya Bunyi Lonceng Becak): “Selamat tinggal, Erte-Nol/Erwe-Nol ku (Matanya Berlinang-Linang).” Ati (setelah lama hening): “Mengapa Abang ini harus pulang pergi mengantarkan aku?” Kakek (curiga): “Apa maksudmu?” 19
Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Ekspresif Ilokusi Direktif Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif
262.
263.
264. 265. 266. 267.
268. 269. 270. 271. 272.
273.
Ati: “Eh, apa salahnya dia tinggal sambil istirahat sebentar di kampungku. Siapa tahu, di sana ada kerja yang cocok untuknya.” Kakek (Setelah Menyenggol Pincang Keras-Keras Dengan Sikunya Di Samping): “Akur! Aku setuju banget, dia tinggal dulu sekedar istirahat di sana, asal saja orang tuamu setuju di sana, sudah tentu.” Ati: “Kukira orang tuaku setuju di sana.” Kakek (girang): “Hore! Dengan kaki pincangnya, setidaknya dia masih bisa kerja…” Ati: “Di sawah.” Bopeng: “Horee! Dan eh, siapa tahu, setelah orang tuamu melihat bakat-bakat petaninya, siapa tahu dia barangkali juga punya harapan untuk diangkat sebagai… eh, sebagai menantu!” Ati: “Siapa tahu.” Pincang: “Apa? Menantu?” Kakek: “Apa ya kau tak punya tenaga apa-apa lagi untuk menjadi seorang menantu, hah?” Pincang: “Menantu siapa?” Kakek: “Alaa, masih ingat kau kata-kata Ina tadi untuk kau? Nah, kukira sudah tiba saatnya bagimu kini, terlebih pada usiamu yang begini, untuk mencamkannya baik-baik. Jangan bingungkan dirimu lebih lama lagi dalam kerangka-kerangka kata-katamu yang mengawang itu. Mulai sekarang, rebut! Dan reguklah! Kesempatan segera ia nongol di hadapanmu. Berbuatlah! Bertindaklah! Bukankah begitu kata Ina tadi? Jadi, besok pagi, subuh, kau bersama dia ini kestasiun kereta api. Antar dia baikbaik sampai di rumah orang tuanya. Selebihnya, mainkanlah perananmu sebaik-baiknya, seperti yang telah kita goreskan tadi. Kalau kau belum apa-apa bakal ditendang oleh bakal mertuamu dari sana, maka benar-benar patokkanlah sejak itu dalam kepalamu: Nasibmu, kawan, untuk selama-lamanya bakal runyam! Dan ini adalah sebagian besar karena salahmu sendiri. Malaikat-malaikatpun kukira takkan dapat lagi menolongmu.” Kakek: “Kukira, malam ini kita semuanya terlalu 20
Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif
Ilokusi Komisif Ilokusi Ekspresif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif
Ilokusi Direktif
274. 275. 276. 277. 278. 279.
280. 281.
282. 283. 284. 285.
penuh dengan perasaan kita masing-masing, sehingga pastilah kita tidak mungkin akan dapat tidur. Tapi, baik jugalah bila kita namun bisa istirahat. Malam telah larut juga, sedang matahari besok pagi sudah mengantar beberapa dari kita ketempat yang jauh-jauh. Bahkan, ada yang harus berlayar. Mari kita mengumpul tenaga, agar langkah-langkah yang bakal kita ambil besok tidak terhuyung-huyung, tapi tegap-tegap dan tepat pada tempatnya (Menguap Panjang) Selamat beristirahat! (Menjentik Bopeng Di Lengannya) Sstt, biarkan mereka. Kita kesana saja… (Menunjuk Dengan Wajahnya Kepojok Kolong Jembatan Sebelah Sana)” Bopeng : ”Oh, ya. Eh, mengapa aku begitu bodoh.” Pincang: “Tunggu dulu! Kalian mau kemana, hah! Apa maksud-maksud gelap kalian?” Bopeng (tertawa): “Ah, cuma maksud baik saja.” Pincang (berteriak): “Tidak! Aku tidak mau!” Kakek: “Tidak mau apa?” Pincang: “Maksudku, aku tidak mau mulai dengan cara yang kalian anjurkan tadi secara diam-diam itu. Bila benarlah nasibku akan menempuh jalan seperti yang kalian reka-reka tadi, entah kalian sungguhsungguh tadi entah cuma ingin memperolok-olok aku saja untuk kesekian kalinya… .” Bopeng: “Ya Allah! Siapa yang berolok-olok?” Pincang: “Baik! Bila benarlah kalian mengkhendaki aku memulai hidup baru, seperti anjuran kalian tadi, demi Tuhan! Mengapa kalian tak memperbolehkan aku memulainya dengan baik?” Kakek: “Siapa mau menyuruh kau mulai dengan tidak baik?” Pincang (bernafsu): “Kalian! Barusan! Dengan anjuran kalian yang tidak senonoh tadi!” Bopeng: “Tidak senonoh?” Pincang: “Ah, pura-pura lagi. Apa maksud kalian berdua tadi dengan pindah kepojok sana, dan membiarkan kami berdua di sini?” 21
Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Komisif Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif Ilokusi Komisif
Ilokusi Asertif Ilokusi Ekspresif Ilokusi Ekspresif Ilokusi Ekspresif
286.
287.
288.
289.
Bopeng: “Maaf, maafkanlah kami. Syukur, kalau kau memang benar-benar mau mulai baik sekarang.” Pincang: “Ya, aku telah bertekad ingin memulai segala-galanya dengan benar-benar suci bersih. Aku besok mengantarnya kesana dengan tidak sedikitpun anggapan sebagai calon menantu seperti yang kalian gambarkan tadi. Apa alasanku untuk menganggap begitu saja, bahwa orang tuanya secara otomatis bakal menerima aku sebagai menantunya? Kemungkinan, bahkan hak penuh mereka untuk menolak aku, tetaplah ada dan ada baiknya sejak semula ikut diperhitungkan. Ya, aku ingin kesana, tapi dengan patokan bermula: aku benar-benar ingin kerja. Kembali kerja! Kembali merasakan keutuhan dan kedaulatan tubuhku di dalam teriknya matahari, dengan kesadaran bahwa butir-butir keringatku yang mengucur itu adalah taruhanku untuk sesuap nasi yang halal. Soal menantu, kawin, cinta… ah, hendaknya aku diperkenankan kiranya tidak dulu mempunyai urusan apa-apa dengan itu semuanya. Kerangka-kerangka yang disebut Ina tadi, ingin kukubur… setidaknya untuk sementara dulu. Aku ingin mengembalikan seluruh kedirianku kembali kekesegarannya semula, yang dulu… entah telah berapa puluh tahun yang lalu, telah hilang… oleh salahku sendiri. Aku harap, Ina, maupun orang tuanya, sudi memandang diriku dalam kerangka persoalan seperti ini, dan tidak menganggap aku di sana sebagai lebih dari itu. Aku datang sebagai pelamar kerja, pelamar keadaan dan kemungkinan hidup yang baik kembali. (Suaranya Turun, Nafasnya Satu-Satu) Sudah tentu, sudah tentu… kalian berhak menolak lamaranku… .” Kakek (menguap panjang): “Ah, benar-benar ngantuk aku nih. (Kepada Ati) Begini saja, Nak. Aku golek-golekan di sini, kau boleh duduk dekatku, eh… menjagai aku.” Kakek: “Dan kalian tak salahnya, jaga istirahat. Tidurlah, kalau memang betul bisa tidur. Ingat, 22
Ilokusi Ekspresif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Asertif
Ilokusi Direktif
290. 291. 292. 293.
294.
295.
acara kalian besok sungguh banyak… (Menguap Panjang Lagi)” Ati: “Kami besok berangkat semuanya, kecuali Kakek.” Kakek (Tetap Rebah, Suaranya Mengantuk): “Aku? Mau kemana aku?” Ati: “Ikutlah kami besok kekampungku, Kek.” Kakek: “Ikut? Aku sudah terlalu tua untuk ikut dengan siapa-siapapun. Lagipula, kalau kita semuanya pergi, bagaimana dengan kolong jembatan ini? Dengan Rt-Nol/Rw-Nol ini seperti kata Ina tadi?” Ati: “Justru oleh karena hal-hal itulah, Kek, bukankah dia tidak milik siapa-siapa? Kakekpun boleh saja meninggalkannya.” Kakek: “Ah, kau tak tahu apa arti kolong jembatan ini dalam hidupku. Sebagian dari hidupku, kuhabiskan di sini. Memang, dia milik siapa saja yang datang kemari karena rupa-rupanya memang tak dapat berbuat lain lagi. Ia milik manusiamanusia yang terpojok dalam hidupnya. Yang kenangannya berjungkiran, dan tak tahu akan berbuat apa dengan harapan-harapan dan citacitanya. Yang meleset menangkap irama dari kurun yang sedang berlaku. (kembali menguap) Pada diriku, semuanya yang kusebut tadi itu terdapat saling tindih menindih, berlapis-lapis, dan sebagai selaput luarnya yang makin keras: usiaku yang semakin tua! Semakin tua kita, semakin lamban kita, semakin keluar kita dari rel… dan akhirnya: dari tuna karya, kita jadi tuna hidup. Selanjutnya, tinggallah lagi kita jadi beban bagi kuli-kuli kotapraja yang membawa mayat kita ke RSUP. Apabila kita mujur sedikit, maka pada saat terakhir mayat dan tulang-tulang kita masih dapat berjasa bagi ilmu urai kedokteran, menjadi pahlawanpahlawan tak dikenal bagi kemanusiaan. (menguap) Ah, selamat malam… .”
23
Ilokusi Asertif Ilokusi Asertif Ilokusi Direktif Ilokusi Deklarasi
Ilokusi Direktif
Ilokusi Deklarasi
Lampiran 3 Rekapitulasi Jenis Ilokusi dalam Naskah Drama Rt Nol Rw Nol Karya Iwan Simatupang No.
Jenis tindak tutur ilokusi
Jumlah
1.
Ilokusi Asertif
179
2.
Ilokusi Direktif
76
3.
Ilokusi Ekspresif
14
4.
Ilokusi Komisif
9
5.
Ilokusi Deklarasi
17 Total
295
1
Lampiran 5 BIODATA PENULIS
Edah Azijah dilahirkan pada 09 Juni 1991 di Tangerang, Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan H. Jojo Firmansyah dan Hj. Titim Patimah. Pendidikan yang penulis tempuh pertama kali di SDN 5 Bojong Picung Cianjur tamat pada tahun 2003. Melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 17 Kota Tangerang tamat pada tahun 2006. Melajutkan sekolah tingkat atas di SMA Negeri 10 Kota Tangerang tamat pada tahun 2009. Kemudian penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta pada tahun 2010. Pengalaman bekerja yang pernah ia tempuh ialah sebagai staf pengajar di salah satu bimbingan belajar privat sebagai guru bahasa Indonesia, mengajar bahasa dan Sastra Indonesia di MTs Islamiyah Ciputat dan di SMP Muhammadiyah Parakan Tangerang Selatan, kemudian pernah menjadi asisten editor buku disebuah distributor pengelola naskah mentah yang bernama Mata Pena Writer Ciputat pada tahun 2013.