GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
ISSN 2088 - 6594
IKLAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERSPEKTIF HUKUM BISNIS Budi Istiyanto A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa. Akibatnya, barang yang ditawarkan lebih bervariasi baik produksi luar negeri maupun produk dalam negeri. Kondisi seperti ini bisa memanjakan konsumen, karena kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Akan tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang. Permasalahan-permasalahan tentang konsumen memang menarik untuk diteliti karena lingkupnya sangatlah komplek. Dalam beberapa kasus-kasus tertentu yang sering kita jumpai, banyak hal yang dapat merugikan konsumen, antara lain masalah yang menyangkut kasus parkir, dimana banyak orang tidak mau menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut. Dalam kasus ini, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha. Kedua adalah mengenai promosi niaga. Promosi ini merupakan suatu proses komunikasi antara pengusaha/produsen dan konsumen tentang hal ikhwal yang dilempar di pasaran. Bagi produsen, promosi niaga merupakan sarana yang bertujuan untuk meningkatkan hasil penjualan, yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan. Salah satu contohnya adalah promosi melalui iklan. Isi iklan yang memuat pernyataan dan janji produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu iklan tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan konsumen. Suatu promosi itu harus jujur sehingga iklan yang tidak jujur dapat kita kategorikan sebagai iklan yang menyesatkan, yaitu iklan yang memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui, dan memberikan janji yang berlebihan. Terlalu banyaknya pelanggaranpelanggaran yang dilakukan para pelaku usaha kepada konsumen yang banyak kita temui dan alami baik secara sadar maupun tidak sadar. Dan jika hal tersebut terusmenerus berlanjut, maka lama kelamaan
akan mengakar dan menjadi suatu hal biasa dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang diakibatkan atas sikap diamnya para konsumen dalam menghadapi permasalahan tersebut. Ini mengakibatkan ke d ud u ka n p e la ku us ah a d e ng a n konsumen menjadi tidak seimbang, dimana konsumen berada pada posisi yang lemah. Menurut Ahmad M. Ramli, kerugian konsumen secara garis besar dapat dibagi dua: pertama, kerugian yang diakibatkan oleh perilaku penjual yang memang secara tidak bertanggung jawab merugikan konsumen dan kedua, kerugian konsumen yang terjadi karena tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga, sehingga konsumen disesatkan dan pada akhirnya dirugikan (Ramli, 2002) Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya p e m be r d a y aa n k o n su m e n m e l a l u i pembinaan dan pendidikan konsumen.
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis
75
GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
ISSN 2088 - 6594
B. Tinjauan Tentang Iklan Perkemba ngan tekn olo gi tela h membawa angin segar dalam perkembangan bisnis komunikasi, terutama industri periklanan saat ini. Menurut Uyung Sulaksana (2003), dalam bukunya yang bejudul Integrated Marketing Communication,2003 mengatakan bahwa iklan adalah semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan , barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Periklanan yang merupakan salah satu kegiatan dalam pemasaran produk dan jasa adalah bagian yang sangat penting di dunia industri. Maka dari itu, bidang periklanan ini berkembang sejalan dengan perkembangan industri di Indonesia. Setiap hari, secara tidak langsung, pikiran konsumen dijejali dengan puluhan iklan. Hal ini menjadi suatu keharusan dimana iklan merupakan nyawa dari televisi. Dan tanpa disadari oleh khalayak, bahwa iklan sebetulnya tidak hanya memperkenalkan produk yang ditawarkan, namun juga membawa nilai-nilai sosial dan budaya tertentu. Dengan semakin berkembangnya industri iklan di Indonesia, semakin banyak pula upaya-upaya untuk mengembangkan iklan. Iklan tidak mengklaim bahwa mereka menggambarkan realitas apa adanya, tapi realitas yang seharusnya dengan berusaha menyamai atau melebihi nilai kehidupan. Iklan menghadirkan karakter-karakter, hanya sebagai penjelmaan atau inkarnasi dari kategori sosial yang lebih besar. Adanya bentuk optimisme dari sebuah iklan yang menjadikan dirinya sebuah solusi dari permasalahan masyarakat yang ada. Berikut ini beberapa pengertian Iklan: 1. Menurut Dedi Sudiana, iklan diartikan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan yang baik (http://www.imlpc.or.id). 2. Periklanan adalah setiap bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi mengenai gagasan, barang, atau jasa yang dibayar oleh sebuah sponsor tertentu. (Kotler dan Amstrong, 1994: 106)
76
3. Periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, p e l a k sa n a a n , d a n p e ng a w a s a n penyampaian iklan. (Rhenald, 1995: 11). 4. Periklanan adalah komunikasi non personal melalui beragam media yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi-organisasi non profit dan individu-individu, yang dalam beberapa cara memperkenalkan dalam pesan periklanan dan berharap untuk memberitahu atau membujuk anggotaanggota dari penerima pesan tertentu (Dunn and Barban, 1996:7) 5. Masyarakat periklanan Indonesia memberikan definisi iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Rhenald, 1995: 11) 6. Menurut Semenik (2000: 9) periklanan cenderung bersifat menghabiskan dana paling banyak dibanding alat komunikasi yang lain. Periklanan didefinisikan sebagai sebuah usaha yang harus dibayar dan disebarluaskan dengan tujuan untuk membujuk. 7. Menurut Rhenald Khasali (2005: 9) iklan adalah bagian dari bauran promosi dan bauran promosi adalah bagian dari bauran Pemasaran. Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan salah satu penunjang dalam melakukan kegiatan pomosi. Segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui media dan ditujukan kepada masyarakat luas bisa dikatakan sebagai iklan sedangkan sasaran iklan adalah mengubah jalan pikiran konsumen untuk membeli, sedangkan sasaran promosi adalah merangsang pembelian setempat. C. Elemen-elemen Iklan Iklan yang baik diharapkan dapat mempengaruhi jalan pikiran konsumen dengan cara positioning yang menimbulkan image pada benak khalayak untuk mengenalkan produk pada calon konsumen yang lebih luas tetapi dalam batas-batas target konsumen yang telah ditentukan.
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis
GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
Suatu iklan yang baik menggunakan elemen-elemen yang dikenal seagai AIDCA Agus S. Majadikara (2004: 13): 1. Perhatian (attention) Attention dapat diartikan menarik perhatian khalayak sasaran, baik pembaca, pendengar maupun pemirsa 2. Minat (Interest) I n t e re st me ru p a ka n b a ga i ma n a membangkitkan rasa keingintahuan yang jauh lagi terhadap produk yang ditawarkan. Agar rasa ingin tahu lebih jauh dari calon konsumen dapat dibangkitkan, maka penyampaian pesan harus menggunakan kata-kata yang memikat dan penuh teka-teki serta diimabngi dengan ilustrasi yang memukau 3. Kebutuhan (desire) Merupakan kebuuhan atau keinginan calon konsumen untuk memiliki atau memakai produk yang ditawarkan 4. Rasa Percaya (conviction) Yaitu mebangkitkan kepastian rasa percaya ketika memilih sesuatu yang ditawarkan untuk dieli, dipakai atau dilakukan 5. Tindakan (action) Membujuk calon konsumen agar secepatnya segera mengambil tindakan pembelian pemakaian dan sebagainya. Manfaat iklan antara lain (Gito Sudarmo, 1994: 115): 1) Memperluas alternative bagi konsumen dengan adanya iklan, konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk, yang pada gilirannya menimbulkan adanya pilihan. 2) Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya. Iklanilan yang secara gagah tampil dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yag cantik menimbulkan kepercayaan tinggi bahwa perusahaan ya n g me mb u a t n ya b o n af it d a n produksinya bermutu. 3) Iklan membuat orang terkenal, ingat dan percaya. D. Konsumen Masyarakat kita pada umumnya telah mengerti atau memahami siapa yang di maksud dengan konsumen. Istilah konsumen sendiri berasal dari alih bahasa
ISSN 2088 - 6594
"co st umer" (I ng gri s, Ameri ka) at a u "consument" (Belanda) yang artinya pihak pemakai barang dan jasa (Van Pramudya Puspa, 1977). Sedangkan di Spanyol pengertian konsumen didefiniskan lebih luas, yaitu "konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir, akan tetapi di sini konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual-belli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli (Tim FH UI, 1992). Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia istilah "konsumen" sebagai definisi formal di temukan pada undangundang sebagai berikut : 1. Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 1 angka 2 "Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan" 2. Undang-Undang No 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 1 angka 2 "Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan" 3. Undang-Undang No 59 tahun 2001 t e nt a ng L em ba ga P erl i nd un ga n Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 1 angka 2 "Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan" Didalam penjelasan pasal diatas, disebut : a. Konsumen Akhir / sempit Konsumen akhir / sempit dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (AZ Nasution, 1999) : 1) Konsumen yang menggunakan barang dan jasa untuk kepentingan komersial (intermediate costumer)
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis
77
GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
ISSN 2088 - 6594
2) Konsumen yang menggunakan barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri (ultimate costumer) b. Konsumen Antara / luas Konsumen antara / luas adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai dari proses produk lainnya untuk diperdagangkan. Berdasarkan pengertian konsumen yang terdapat dalam pasal diatas tersebut ditemukan sejumlah catatan yang dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen, yaitu: 1). Setiap Orang Yang dimaksud dengan "setiap orang" disini adalah subyek yang disebut sebagai konsumen, yang berarti adalah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Penggunaan istilah orang tersebut menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang biasanya sering disebut dengan "Natuurlijke Person" yang dapat disebut sebagai konsumen/termasuk juga badan hukum. Hal ini berbeda dengan pengertian "pelaku usaha" dalam pasal 1 angka 3 yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian "person" diatas dengan menyebutkan kata-kata orang perseorangan/badan usaha. Dengan demikian tentunya yang paling tepat, pengertian sestiap orang disitu, tidak hanya terbatas pada orang perseorangan saja, akan tetapi juga meliputi badan hukum (Sidharta, 1998) 2). Pemakai Rumusan ini ingin menegaskan b ah w a y an g di ma ks u d d e ng a n konsumen baik di dalam undang-undang perlindungan konsumen, undangundang Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan undang-undang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat hanyalah terbatas pada konsumen akhir (ultimate costumer). Hal ini ditegaskan di dalam penjelasan pasal 1 angka 2 undang-undang diatas, yang menyebutkan bahwa : "Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedang
78
konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir. Bagi konsumen antara barang dan/atau jasa itu adalah barang dan/atau jasa kapital, berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Kalau ia distributor atau pedagang, berupa barang setengah jadi atau barang jadi yang menjadi mata dagangannya. Konsumen antara ini biasanya mendapatkan barang dan/atau jasa konsumen, itu di pasar industri atau pasar produsen. Bagi konsumen akhir barang dan/atau jasa itu adalah barang dan/atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah-rumah tangga masyarakat (Marian Darus Badrulzaman, 1986) 3). Barang dan Jasa Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang dan/atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Undangundang perlindungan konsumen di dalam pasal 1angka 4 mengartikan barang sebagai "setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu jasa diartikan sebagai "layanan yang berbentuk pekerjaan atau p re s t a si ya n g di s e di a k a n b a g i masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagi masyarakat, artinya harus lebih dari satu orang. 4). Yang Tersedia Dalam Masyarakat Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin komplek dewasa, syarat ini sudah tidak mutlak untuk digunakan dalam perjanjian
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis
GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
konsumen. 5). Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain Maupun Mahluk Hidup Lain Unsur yang diletakkan dalam definisi ini mencoba untuk memperluas pengertian konsumen. Kepentingan di sini tidak sekedar di tujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain, bahkan juga untuk makhluk hidup lain (jadi pengertian konsumen diperluas tidak hanya terbatas pada konsumen yang berwujud manusia, melainkan juga meliputi makhluk hidup lain yang merupakan binatang peliharaan, seperti : ikan, ayam, bebek, kucing, burung dan sebagainya). Barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan Pengertian konsumen dalam undangundang perlindungan konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan ini sudah bisa dipakai dalam pe rat ura n perl in dun gan ko nsume n diberbagai negara, tetapi secara teoritis untuk menetapkan batas-batasnya. Batasan konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen dan hak-hak konsumen yang diadopsi didalamnya masih memerlukan pengujian di lapangan, khususnya melalui peristiwa-peristiwa konkret yang diajukan ke pengadilan. E. Perlindungan Konsumen Istilah perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar di dalam masyarakat Indonesia, sedangkan untuk ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undangundang seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat "konsumen" (Shidarta, 2000). Diharapkan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenangwenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perl indung an ko nsume n. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az.
ISSN 2088 - 6594
Nasution secara definisi mengatakan : "Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas/ kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga memandang sifat melindungi kepentingan konsumen (AZ Nasution, 1995) Sedangkan rumusan pengerti an perlindungan konsumen diatur dalam perundang-undangan sebagai berikut : a. Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 1 angka 1 "Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen" b. Undang-Undang No 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional Pasal 1 angka 1 "Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen". c. Undang-Undang No 59 tahun 2001 t e nt a ng Le mba ga P erl i nd un ga n Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 1 angka 1 "Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen". Dengan demikian, sebaiknya dikatakan bahwa hukum perlindungan konsumen berskala luas karena meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini sangat bergantung pada kemauan kita mengartikan hukum termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma.
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis
79
GRADUASI Vol. 26 Edisi November 2011
ISSN 2088 - 6594
DAFTAR PUSTAKA Az. Nasution, 1995. Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada perlindungan konsumen, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan Az Nasution, 1999. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Daya Widya Direktorat Perlindungan Konsumen, http//www.solusi.hukum.com. Diakses tanggal 7 Pebruari 2011 Kartika. Media Konsmen, www.jurnalnajmu.wordpress.com. Diakses tanggal 7 Januari 2011 Ramli, Ahmad M. 2002. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi ecommerce. Dalam jurnal Hukum Bisnis volume 18/maret 2002. Rhenald, Kasali, 1995, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Graffiti, Jakarta Shidarta, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia di ambil dari buku Edmond Chan dengan judul “Law in the Consumer Perpective, University of Pennsylvania Law Review, No 112, 1963, hal 1-27, Jakarta, PT. Grasindo. Shidharta, 1998. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo. Tim FH UI dan Depdagri, 1992. Rancangan Akademik Undang - Undang tentang Perlindungan Konsumen”, Jakarta, tidak dipublikasikan Van Pramudya Puspa. 1977. Kamus Hukum, Edisi Lengkap Bahasa Inggris. Semarang, CV.Aneka,
80
Iklan Dan Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Bisnis