II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Restoran Menurut Peraturan Pemerintah RI No.65 tahun 2001 tanggal 13 September
2001, restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau cathering. Pengertian lain restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelenggarakan akan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Pasal 1.b tentang Usaha dan Penggolongan Restoran dan Surat Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi KM 95/HK 103/MPPT-87 menyebutkan bahwa: “Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini”. Berdasarkan UU tersebut, karakteristik restoran adalah: 1) Usaha restoran dapat berbentuk Badan Usaha atau Badan Perorangan (Pasal 2 Ayat 1). 2) Usaha restoran terbuka bagi modal asing (Pasal 2 Ayat 2). 3) Pengusaha restoran meliputi penyediaan jasa pelayanan makan dan minum kepada tamu restoran sebagai usaha pokok serta jasa hiburan di dalam bangunan restoran sebagai penunjang yang tidak terpisah dari usaha pokoknya (Pasal 3). Berikut adalah pernyataan Bartono (2005) tentang peranan restoran: 1) Sebagai barometer kesejahteraan dan keamanan wilayah. Semakin banyaknya restoran dan maraknya pembeli merupakan indikator bahwa tingkat ekonomi di wilayah tertentu cukup memadai, sehingga meningkatkan jumlah orang yang makan bersama dengan keluarga atau teman di restoran. Dengan adanya restoran yang buka sampai jauh malam, suatu pertanda keamanan yang baik, sehingga orang pun berani keluar malam atau pulang larut.
9
2) Sebagai petunjuk bahwa bisnis di wilayah tersebut berkembang baik karena restoran memerlukan hasil pertanian dan peternakan dalam jumlah signifikan (agribisnis dan industri). Disamping itu, restoran juga menjadi pelaku dalam perputaran uang bank dan potensial untuk jasa-jasa perbankan. 3) Sebagai penampung tenaga kerja setempat, sehingga ikut memberi andil dalam mengurangi angka pengangguran. 4) Sebagai petunjuk akan tingkat selera dan wawasan masyarakat tentang makanan asing dan daerah, yang terwakili dalam susunan menu-menu restoran. 5) Sebagai penunjang pariwisata yang sangat penting, sebagai restoran biasa atau restoran transit. 6) Restoran dapat berperan sebagai promosi bagi wilayah tersebut ke luar negeri, bila banyak turis yang banyak makan di tempat tersebut, sehingga membawa juga misi promosi bagi para calon turis di luar negeri yang merencanakan akan berkunjung. 7) Restoran juga berperan sebagai tempat rapat-rapat penting para pejabat birokrasi pemerintah, partai politik, dan lembaga organisasi massa yang memerlukan suasana ramah. Laba maksimal atas penjualan yang optimal merupakan salah satu tujuan restoran yang dapat didorong oleh kenaikan jumlah dan tipe penjualan. Menurut Bartono (2005), berikut adalah beberapa
faktor yang mempengaruhinya dan
memberikan pengaruh pada mekanisme pasar dan pengembangan konsumen secara kuantitatif sehingga restoran tidak akan khawatir kekurangan pembeli. 1) Kondisi pariwisata yang semakin membaik memungkinkan datangnya lebih banyak wisatawan asing atau domestik. 2) Tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin baik dan memungkinkan mereka untuk membeli makanan di restoran yang dianggap lebih bersih dan lebih sehat daripada warung makan di pinggir jalan. 3) Budaya masyarakat dan sistem nilai yang sudah jauh berubah, dimana makan di restoran bukan lagi sesuatu yang mewah tapi biasa-biasa saja. 4) Perubahan tingkat populasi akibat urbanisasi dan perpindahan penduduk dengan tujuan bekerja atau belajar.
10
5) Kemajuan cara berpikir dan meluasnya wawasan konsumen sehingga dapat menerima adanya beragam makanan asing dari luar daerah dan disertai munculnya beragam jenis restoran dan warung yang menjualnya. Restoran termasuk dalam kategori jasa, walaupun prosesnya terkait dengan produk fisik, pada dasarnya kinerja restoran tidak berwujud (intangible) dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi. Sedangkan menurut Kotler (2002) restoran terkait dengan orang, bukti fisik, dan proses, karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, seleksi pelatihan, dan motivasi pegawai dapat membuat perbedaan yang besar dalam kepuasan pelanggan. Atas dasar inilah yang menjadikan bisnis bidang pangan restoran ini unik, karena bisnis restoran adalah usaha yang menggabungkan antara penjualan produk berupa barang (makanan dan minuman) dengan jasa (usaha memberikan pelayanan) kepada konsumennya. Penguat lainnya adalah menurut Sugiarto (1998) diacu dalam Siahaan (2008) yang menyatakan bahwa kebutuhan masyarakat akan jasa boga restoran berkaitan dengan tiga hal pokok, yaitu: 1) Physical product, yaitu kebutuhan akan makanan dan minuman. 2) Psychological product, mencakup sense of benefit (cuci mata dan suasana nyaman), sense of side (kebersihan, kerapian, dan kesopanan), sense of listening (musik). 3) Customer service product, mencakup kecepatan, reservasi dan kemudahan transaksi. Restoran yang baik harus memiliki proporsi yang seimbang dalam makanan dan minuman, suasana, pelayanan, restoran, dan harga. Menurut Mukhtar (2004), keberhasilan operasional restoran dapat dilihat dari lima hal yang disebut G-factor, yaitu: 1) Good Food (G-1) Makanan yang disajikan kepada tamu dalam keadaan segar dan sistem pengelolaan yang baik, penyimpanan bahan baik, peralatan dan perlengkapan berkualitas tinggi dan higienis, cita rasa makanan baik dan sesuai dengan selera konsumen.
11
2) Good Location and Parking Fasilities (G-2) Lokasi restoran yang harus strategis, dimana lokasi merupakan pedoman dalam
mendirikan
restoran.
Luas
tempat
parker juga menentukan
kenyamanan konsumen. Oleh sebab itu, restoran harus mudah dilihat dan terlihat, mudah dijumpai, memiliki daya tarik dengan pemilikan warna atau ornamen khusus serta letaknya tidak jauh dari pusat keramaian. 3) Good Atmosphere (G-3) Suasana yang nyaman dan menyenangkan perlu diciptakan melalui penampilan interior dan eksterior yang seimbang, dekorasi yang digunakan, pemilihan warna dan fasilitas yang lengkap, seperti toilet, kursi dan meja yang berkualitas baik, dan table set up yang lengkap. 4) Good Reputation (G-4) Restoran harus memiliki reputasi yang baik yang meliputi pelayanan, pengelolaan dan prestasi yang mempengaruhi pendapat masyarakat. 5) Good Pleasant and Courteous Service (G-5) Tata saji dilakukan dengan begitu mengesankan, menyenangkan dan memuaskan. Pramusaji harus mampu memberikan masukan bagi tamu mereka yang kurang memahami keinginannya dan menyajikan makanan dengan tata saji yang berkualitas, sopan, dan ramah. 2.2.
Pelayanan Restoran Restoran merupakan industri jasa boga yang mengutamakan pelayanan
yang baik dan memuaskan konsumennya. Pelayanan restoran menggambarkan bagaimana sebuah sistem dan cara penyajian makanan dan minuman pada konsumen. Modal layanan yang diterapkan oleh setiap restoran berbeda-beda tergantung pada: 1) Kelompok tamu yang diharapkan akan datang ke restoran, baik kelompok kebangsaannya, profesi ataupun status sosialnya. 2) Jenis makanan yang akan ditawarkan serta harga yang akan diterapkan. 3) Spesifikasi jenis restoran yang akan dioperasikan. Mukhtar (2004), mengklasifikasikan sistematika pelayanan di sebuah restoran dapat dibedakan dalam tiga kategori penyajian, yaitu:
12
1) Table Service, merupakan sebuah sistem penyajian pelayanan makanan diatas meja yang disajikan oleh waiter atau waitress. Penyajian Table Service dapat dibedakan atas empat jenis, yaitu American Service, English Service (Family Style Service), Russian Service (Platter Service), French Service (Gueridon Service), Counter Service. 2) Self Service (Buffet Service), yaitu suatu sistem pelayanan dimana pengunjung dapat mengambil langsung makanan yang diinginkannya yang telah tersedia di atas meja buffet, sedangkan untuk minuman panas biasanya disajikan oleh pelayan. 3) Carry Out Service (Take Out Service), suatu sistem pelayanan dimana pengunjung datang untuk membeli makanan yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dibungkus dalam kotak dan dibawa pulang oleh pengunjung untuk dimakan di luar restoran. Pengunjung tidak makan di tempat atau dalam ruang restoran. 2.3.
Dimensi Kualitas Produk Menurut Umar (2008), kualitas produk merupakan bagian dari produk.
Kualitas suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk terdiri dari (1) produk berupa barang dan (2) produk berupa jasa. 1) Produk Berupa Barang Menurut Umar (2008), untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi seperti berikut: a) Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan dengan pelanggan dalam membeli barang tersebut. b) Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. c) Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan kondisi tertentu pula.
13
d) Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. e) Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai suatu barang. f)
Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan perbaikan barang.
g) Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subjektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual. h) Fit and Finish, sifat subjektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas. 2) Produk Berupa Jasa Umar (2008) mengemukakan bahwa ada lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu sebagai berikut : a) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. b) Responsiveness, yaitu respon karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan. c) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan
pelayanan,
keterampilan
dalam
memberikan
informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan
jasa
yang
ditawarkan,
dan
kemampuan
dalam
menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. d) Empathy, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan/kebutuhan pelanggannya.
14
e) Tangibles, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan, tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan. 2.4.
Elemen Produk Restoran Elemen-elemen yang menjadi bagian dari produk restoran yang juga
mempengaruhi pengalaman makan (meal experience) antara lain (Food and Beverage Management, 2002)3: 1) Food and Drink, elemen ini meliputi makanan dan minuman, pilihan, ketersediaan, dan fleksibilitas untuk permintaan menu khusus (special request) serta kualitas dari makanan dan minuman yang ditawarkan. Makanan dan minuman disediakan dalam bentuk menu atau daftar makanan yang harus terfokus pada kebutuhan dan permintaaan pengunjung. Banyak pengusaha rumah makan membedakan tipe makanan dan minuman yang disajikan untuk menawarkan sesuatu yang lain dari pesaingnya contoh menu tersebut seperti masakan Italy, makanan khas oriental, masakan khas Indonesia, dan lain-lain 2) Atmosphere,
faktor
atmosfir
ruangan
berpengaruh
pada
faktor
emosional/perasaan yang dapat muncul. Hal ini dibentuk dari kombinasi dari beberapa unsur seperti rancangan, tata ruang, dekorasi, suhu, perlengkapan dan tingkat suara ruangan. Dekorasi ruangan seharusnya lain dari yang ada pada umumnya, sehingga dapat menimbulkan perasaan menyenangkan dan rileksasi bagi pengunjung. Dekorasi dan tata ruang juga berperan penting dalam hal meal experience, sedangkan tata pencahayaan ruang berhubungan dan disesuaikan dengan dekorasi ruangan. Dengan banyaknya kemajuan saat ini, pengusaha restoran dapat menciptakan/menyesuaikan atmosfir ruangan restorannya sesuai dengan konsep makanan yang dijual. 3) Cleanliness, masalah kebersihan dan kehigienisan erat hubungannya dengan peralatan yang digunakan, karyawan, dan merupakan dasar dari kerapian, seragam yang sesuai, dan penggunaan sarung tangan contohnya yang dapat memberikan nilai positif dalam hal ini.
3
http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/mpar/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-35402011-4431restoran_javana-chapter2.pdf (diakses tanggal 22 Desember 2009)
15
4) Level of Service, pelayanan adalah bagian dari produk dan dianggap sebagai hubungan/interaksi langsung antara produk yang diberikan melalui pelayan dengan pelanggan. 5) Price, harga merupakan faktor yang mempengaruhi meal experience yang juga berhubungan pada nilai dan juga manfaat dan keuntungan setelah mengunjungi restoran tersebut. 2.5.
Definisi Seafood Berdasarkan kamus online terbuka, seafood didefinisikan sebagai kata
benda yang berarti makanan. Makna lain seafood adalah “food prepared from or consisting of saltwater fish or shellfish” makanan yang diolah dari atau terdiri dari ikan laut atau kerang-kerangan, atau dalam makna yang lebih general lagi yaitu “loosely food prepared from any fish” makanan yang diolah dari ikan apapun4. Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia, seafood (makanan laut atau hidangan laut) didefinisikan sebagai sebutan untuk makanan berupa hewan dan tumbuhan laut yang ditangkap, dipancing, dan atau diambil dari laut maupun hasil budidaya. Namun, burung air yang terdapat di laut tidak termasuk ke dalam makanan laut. Di beberapa negara, istilah "makanan laut" juga mencakup mamalia laut, ikan dan kerang yang ditangkap atau dikumpulkan nelayan dari air tawar (danau dan sungai). Makanan laut merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral (seng, zat besi, selenium, magnesium, dan iodium)5. Aneka jenis seafood yang dapat dijadikan makanan laut diantaranya adalah berbagai jenis ikan, Moluska (cumi-cumi, kerang, tiram, dan gurita), Crustacea (udang rebon, udang windu, udang putih, udang karang, dan kepiting), Echinodermata (teripang dan bulu babi), ubur-ubur, dan rumput laut. Namun tidak semua jenis makanan laut tersebut dikenal dan biasa dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. 2.6.
Nilai Gizi Seafood Menurut hasil pencarian dalam situs resmi Departemen Kelautan dan
Perikanan ada berbagai macam gizi yang terkandung dalam seafood dan tentunya
4 5
http://www.yourdictionary.com/seafood (diakses tanggal 3 April 2010) http://id.wikipedia.org/wiki/Seafood (diakses tanggal 3 April 2010)
16
sangat berguna bagi kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seafood mengandung protein yang berkualitas tinggi yang tersusun dari asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan serta sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tidak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat membantu menurunkan kolesterol darah tinggi. Vitamin yang larut dalam air terdapat didalam ikan tergolong dalam kelompok vitamin B (B6, B12, biotin, dan niacin). Kelompok vitamin ini banyak terdapat dalam tubuh ikan yang dagingnya berwarna gelap. Mineral pada ikan terdiri atas zat besi, seng, selenium, magnesium, yodium, serta kalsium dan flour. 2.7.
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian
terdahulu
yang
relevan
dengan
penelitian
Strategi
Pengembangan Usaha Restoran Pasir 7 Pasar Ikan Segar ini yaitu penelitian dengan tema mengenai strategi pengembangan usaha, restoran, komoditas seafood, atau Matriks SPACE. Adapun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan tema tersebut pada umumnya menggunakan alat analisis Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSP. Penelitian yang dilakukan Siahaan (2008) dengan judul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Restoran Rice Bowl Di Botani Square, Bogor” memiliki tujuan penelitian diantaranya adalah mengkaji strategi usaha yang telah dilakukan oleh Restoran Rice Bowl Di Botani Square, menganalisis faktor eksternal dan internal, serta mengkaji alternatif strategi yang paling sesuai dengan Restoran Rice Bowl Di Botani Square dalam mengembangkan usahanya. Metode analisis dan pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif berupa analisis lingkungan umum dan industri perusahaan. Selain itu dilakukan analisis formulasi strategi yaitu Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSP. Berdasarkan hasil analisis matriks IE diperoleh informasi bahwa posisi usaha Restoran Rice Bowl Di Botani Square ini dalam kuadran V yaitu “jaga dan pertahankan”, dengan alternatif strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Adapun prioritas utama yang direkomendasikan kepada perusahaan berdasarkan analisis matriks SWOT dan QSP adalah strategi menjaga kualitas produk makanan dan layanan konsumen.
17
Annisa (2008) dengan judul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Restoran Cibaru, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Jawa Barat” bertujuan untuk menganalisis faktor internal dan eksternal usaha Restoran Cibaru serta menyusun strategi pengembangan usaha yang sesuai dengan usaha Restoran Cibaru. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Matriks EFE, IFE, IE, SWOT, dan QSP. Berdasarkan Matriks IE, Restoran Cibaru berada dalam kuadran V yang menunjukkan bahwa posisi restoran adalah tetap dijaga dan dipertahankan. Sedangkan untuk strategi prioritas yang dihasilkan dari integrasi Matriks SWOT dan QSP adalah strategi menjalin kerja sama dengan biro perjalanan. Penelitian lainnya yang komprehensif dengan strategi pengembangan usaha adalah penelitian yang dilakukan oleh Maulina (2009) yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Pada Death By Chocolate (DBC) & Spageti Restaurant Kota Bogor Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi pemasaran yang sudah dijalankan di Death By Chocolate & Spageti Restaurant, mengidentifikasi faktor internal dan eksternal Death By Chocolate & Spageti Restaurant sehingga menjadi parameter dalam menetapkan strategi pengembangan usaha yang tepat, dan menyusun dan memberikan akternatifalternatif strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan di Death By Chocolate & Spageti Restaurant. Alat yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bantuan Matriks EFE, IFE, IE, SWOT, dan QSP. Usaha restoran Death By Chocolate & Spageti berada pada posisi kuadran IV yaitu daerah yang memiliki asumsi strategi tumbuh dan berkembang (grow and build). Adapun hasil prioritas strategi dari Matriks QSP adalah strategi dengan meningkatkan kegiatan pemasaran untuk meningkatkan penjualan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kusumawardani (1999) dengan judul “Perencanaan Strategis Bisnis Garden Furniture PT. PIB, Semarang, Jawa Tengah” posisi perusahaan berada pada kuadran I Matriks SPACE, dengan alternatif strategi agresif. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan, membuat alternatif-alternatif strategi bagi perusahaan, dan merekomendasikan strategi yang efektif dan kegiatan atau program implementasi jangka panjang. Implementasi strategi pada penelitian ini dijabarkan dalam bentuk rancana
18
kegiatan (action plan) tahunan selama lima tahun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai meliputi masing-masing bagian fungsional perusahaan. Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan SPACE, dengan analisis pemetaan daya tarik industri dan kekuatan bisnis perusahaan sebagai tahap formulasi strategi. Purwoto (1996) melakukan kajian dalam bentuk studi kasus di PT. SAP yang memproduksi minyak goreng menggunakan alat bantu analisis berupa Matriks SWOT dan SPACE. Penelitian yang berjudul “Perencanaan Strategik PT. SAP Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan” mengambil responden sebagai sumber informasi (data primer) yang terdiri dari para manajer perusahaan melalui wawancara dengan daftar pertanyaan. Pernyataan misi pada perusahaan ini belum ditetapkan secara formal dan diidentifikasi dari salah satu Direksi PT. SAP melalui wawancara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi persaingan minyak
goreng, menganalisis faktor-faktor lingkungan
yang
mempengaruhi PT. SAP, mengembangkan alternatif strategi PT. SAP khususnya dalam industri minyak goreng sawit. Ruang lingkup pesaing yang dilihat pada penelitian ini adalah pesaing yang konsumen utamanya sama dengan PT. SAP yaitu industri minyak goreng sawit, perubahan lingkungan yang dimaksud adalah perubahan lingkungan internal dan eksternal. Alat analisis yang digunakan adalah Matriks SWOT dan SPACE, dan analisis keuangan. Hasil analisis situasi menunjukkan situasi persaingan dalam industri minyak goreng tergolong ketat dan biaya operasional terus meningkat sehingga keuntungan menurun. Alternatif strategi terpilih dari Matriks SPACE adalah strategi generik kompetitif, yang ditempuh adalah peningkatan produksi, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan integrasi ke belakang. 2.8.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Berdasarkan beberapa tinjauan penelitian terdahulu, hampir seluruh
penelitian mengenai strategi pengembangan usaha menggunakan alat analisis yang sama, yaitu Matriks IFE dan EFE sebagai Tahap Input (Input Stage), Matriks IE dan SWOT sebagai Tahap Pencocokan (Matching Stage), serta Matriks QSP sebagai Tahap Keputusan (Decision Stage). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada alat analisis yang digunakan pada Tahap Input (Input Stage) hanya 19
menggunakan Paired Comparison Matrix (Matriks Perbandingan Berpasangan) sebagai tahap evaluasi faktor lingkungan tanpa penentuan rating. Selain itu, Tahap Pencocokan (Matching Stage) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Matriks SPACE yang bertujuan untuk merumuskan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan, sekaligus menentukan rating. Penggunaan Matriks SPACE pada Tahap Pencocokan (Matching Stage) membuat adanya perbedaan sejak awal proses penelitian dilakukan. Pada tahap identifikasi dan analisis, variabel yang akan diteliti sudah dirumuskan dan terfokus. Variabel Financial Strength-FS (Kekuatan Keuangan) dan Competitive Advantage-CA (Keunggulan Kompetitif) merupakan variabel yang digunakan sebagai pembentuk faktor posisi strategis internal perusahaan. Sedangkan pada faktor eksternal perusahaan, variabelnya meliputi Environmental Stability-ES (Stabilitas Lingkungan) dan Industrial Strength-IS (Kekuatan Industri). Perbedaan lainnya dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah pada tujuan yang ingin dicapai. Mengkaji strategi usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan, Menganalisis faktor eksternal dan internal yang ada pada lingkungan usaha perusahaan, serta Mengkaji alternatif strategi yang paling sesuai dengan perusahaan dalam mengembangkan usahanya merupakan tujuan yang dirumuskan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Pada
penelitian
ini
tujuan
penelitian
yang
ditetapkan
adalah
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor internal (Financial Strength dan Competitive Advantage) serta eksternal (Environmental Stability dan Industrial Strength) yang ada dan dihadapi oleh restoran Pasir 7 Pasar Ikan Segar dalam menjalankan usahanya, Menganalisis dan merumuskan alternatif strategi yang sesuai dan dapat dilaksanakan oleh perusahaan, serta Merumuskan dan menentukan strategi apa yang diprioritaskan dan paling sesuai bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya.
20