I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan, agroklimat, dan sumber daya manusia yang memadai. Salah satu komoditas perkebunan yang belakangan ini mulai disosialisasikan oleh pemerintah kepada petani untuk dijadikan sebagai usaha alternatif yaitu tanaman jarak pagar. Hal tersebut tidak terlepas dari sifat dan fungsi tanaman jarak yang mudah tumbuh di berbagai jenis lahan dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif.
Jarak pagar (Jatropha curcas L) berasal dari daerah tropis di bagian Amerika Tengah. Jarak pagar telah lama dikenal oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan. Oleh sebab itu, awalnya tanaman jarak lebih populer dikalangan masyarakat Indonesia untuk dijadikan sebagai tanaman pagar dari pada dijadikan bahan bakar alernatif (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan. Meski produktivitasnya kalah dari kelapa dan kelapa sawit, namun jarak pagar tetap memiliki keunggulan sebab budidaya dan pasca panennya amat sederhana hingga bisa dilakukan dalam skala rumah tangga. Produksi buah jarak per
hektar bervariasi, mulai dari 0,4 ton/ha/tahun sampai lebih dari 12,5 ton/ha/tahun. Faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas jarak pagar antara lain varietas, umur tanaman, pengairan, iklim, dan tanah. Curah hujan yang dikehendaki tanaman ini yakni 300-1000 mm per tahun dan suhu lebih dari 20o C. Jarak pagar sangat toleran terhadap berbagai jenis lahan termasuk lahan marginal yang miskin hara. Namun demikian untuk menunjang pertumbuhan optimal diperlukan pH tanah antara 5,5-6,5 (Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Selatan, 2007).
Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman jarak antara lain (1) menunjang usaha konservasi lahan, (2) memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meningkatkan penghasilan kepada petani dan (3) memberikan solusi pengadaan minyak nabati (biofuel). Secara ekonomis tanaman jarak pagar bisa dimanfaatkan hampir seluruh bagiannya mulai dari daun, buah, kulit batang, getah dan batangnya. Daun bisa diekstraksi menjadi bahan pakan ulat sutera dan obat-obatan herbal. Kulit batang bisa diekstraksi menjadi tannin atau dijadikan bahan bakar lokal untuk kemudian menghasilkan pupuk. Bagian getah bisa diekstraksi menjadi bahan bakar. Demikian juga bagian batang, bisa digunakan untuk kayu bakar (Brodjonegoro, 2006).
Potensi terbesar jarak pagar ada pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji inilah yang menjadi bahan dasar pembuatan biodiesel, sumber energi pengganti solar. Setelah melalui proses pemerahan, dari inti biji akan dihasilkan bungkil perahan, yang kemudian diekstraksi. Hasilnya berupa minyak jarak pagar dan bungkil ekstraksi. Minyak jarak pagar digunakan untuk penyabunan dengan hasil akhir berupa sabun dan metanolisis/etanolisis yang hasil akhirnya berupa biodiesel, sedangkan bungkil ekstraksi bisa dijadikan bahan baku pupuk
dan sebagai bahan dasar pembangkitan biogas yang produk akhirnya berupa biogas pengganti minyak tanah. Sementara itu, kulit biji jarak pagar bisa menghasilkan bahan bakar lokal dan pupuk (Brodjonegoro, 2006).
Propinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memilki potensi sumber daya lahan dan kesesuaian untuk pengembangan tanaman jarak. Sebaran luas lahan dan produksi jarak pagar di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran luas lahan dan produksi jarak pagar di Provinsi Lampung tahun 2008 Kabupaten Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Tanggamus Pesawaran Lampung Selatan
LuasAreal (Ha) 85 2.134 50 1.356 250 43 38 2.851
Produksi (ton) 148 2.333 81 1.768 275 49 46 2.935
Produktivitas (Kg/Ha) 1.741 1.093 1.620 1.303 1.100 1.139 1.210 1.029
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung 2009. Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah yang memiliki luas lahan tertinggi untuk tanaman jarak pagar, yaitu seluas 2.851 Ha. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif pemerintah daerah dalam mensosialisaikan budidaya jarak pagar yang berguna sebagai bahan bakar alternatif, guna menanggulangi kelangkaan BBM. Jarak pagar mulai ditanam di Kabupaten Lampung Selatan sejak tahun 2007. Hal ini menunjukan bahwa secara umum budidaya jarak pagar merupakan suatu inovasi baru di wilayah lampung selatan. Beberapa kecamatan di Lampung Selatan mulai menanam jarak meskipun pada tahun sebelumnya lahan didaerah tersebut belum digunakan untuk menanam jarak. Hal ini tentu membuat luas areal di Kabupaten Lampung Selatan
meningkat. Luas lahan jarak pagar di Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan kecamatan tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas lahan tanaman jarak pagar berdasarkan kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2006-2007 Kecamatan Kedondong Way Lima Natar Tanjung Bintang Sidomulyo Candipuro Rajabasa Sragi Panengahan Negeri Katon Katibung Tegineneng Ketapang Palas Kalianda Jumlah
Luas Areal (Ha) Tahun 2006 Tahun 2007 19 175 90 7 1.200 100 200 487 487 244 250 40 5 152 41 1.180
297,75 440 23 400 160 360 136 190 4.323,75
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Selatan, 2008 Tabel 2 memperlihatkan bahwa luas areal jarak pagar di Kecamatan Katibung merupakan salah satu yang tertinggi selain Kecamatan Natar. Namun petani jarak pagar di Kecamatan natar adalah petani yang bermitra dengan perusahaan atau pihak swasta, sedangkan petani di Kecamatan Katibung adalah petani mandiri. Hal ini menunjukan bahwa petani di Kecamatan Katibung memiliki minat yang tinggi terhadap budidaya tanaman jarak. Hal tersebut terlihat dari peningkatan luas lahan di Kecamatan katibung yang mencapai 400% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah di Propinsi Lampung termasuk di Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini juga berakibat pada terjadinya perubahan luas lahan jarak pagar yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Luas lahan per kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas lahan jarak pagar di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kecamatan Luas Areal (Ha) Natar 15,0 Jati Agung 0,0 Tanjung Bintang 23,0 Tanjung Sari 0,0 Merbau Mataram 120,0 Katibung 678,0 Way Sulan 135,0 Sidomulyo 620,0 Candipuro 150,0 Kalianda 330,0 Rajabasa 7,0 Palas 178,0 Sragi 325,0 Penengahan 26,0 Way Panji 201,0 Ketapang 39,0 Bakauheni 4,0 Jumlah 2.851,0 Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Selatan, 2009 Tabel 3 menunjukan bahwa secara keseluruhan telah terjadi peningkatan luas lahan jarak pagar di Kabupaten Lampung Selatan, begitu pula pada Kecamatan Katibung. Salah satu desa di Kecamatan Katibung yang sampai saat ini masih memiliki lahan perkebunan jarak pagar yaitu Desa Babatan. Di Desa Babatan terdapat populasi petani yang bergabung dalam kelompok tani dan membudidayakan jarak pagar. Jumlah petani yang menanam jarak pagar di Desa Babatan berjumlah 150 orang. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan Desa Babatan sebagai desa mandiri energi (DME). Desa mandiri energi (DME) merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan Lampung sebagai lumbung energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Sehingga meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahtraan masyarakat. Dengan pencanangan Lampung sebagai lumbung energi terbarukan dan Desa Babatan sebagai Desa Mandiri Energi (DME), setidaknya dapat lebih memotivasi petani setempat sehingga dapat meningkatkan produksi energi alternatif.
Penyebaran Budidaya tanaman jarak pagar di Desa Babatan sangat tergantung pada adopsi petani sebagai produsen utama yang menerima atau menolak inovasi tersebut. Adopsi merupakan proses perubahan prilaku, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi. Adopsi juga merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai menerapkan.
Menurut Roger dan Shoemaker (1981), tahapan adopsi ada lima yaitu tahap kesadara, tahap minat, tahap penilaian, tahap percobaan, dan tahap penerimaan. Dengan demikian sebelum orang melakukan suatu adopsi, maka kelima tahapan adopsi akan berjalan terlebih dahulu.
Mengingat pentingnya potensi jarak pagar, maka perlu diteliti bagaimana tingkat adopsi inovasi budidaya jarak pagar di Desa Babatan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1). Bagaimanakah tingkat adopsi inovasi budidaya jarak pagar oleh petani di Desa Babatan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan? 2). Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya jarak pagar oleh petani di Desa Babatan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan?
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Tingkat adopsi inovasi budidaya jarak pagar oleh petani di Desa Babatan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi budidaya jarak pagar oleh petani di Desa Babatan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. C. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diantaranya untuk 1) Bahan pertimbangan bagi Dinas Perkebunan dan dinas terkait lainnya dalam pembuatan kebijakan mengenai pengembangan komoditas jarak pagar di Propinsi Lampung. 2) Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi penelitian sejenis.