I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan komoditas yang memiliki masa depan cerah dalam pemulihan perekonomian Indonesia di waktu mendatang.
Salah satu
tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah tanaman bunga (floriculture). Tanaman hias dan bunga potong yang diproduksi di Indonesia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, melainkan sebagai komoditas ekspor.
Tanaman hias yang dibudidayakan biasanya diperlukan
sebagai bunga potong untuk rangkaian bunga dan dekorasi ruangan. Terlebih dalam memenuhi kebutuhan bunga pada acara-acara khusus yang menjadikan bunga tersebut memiliki peran yang tidak dapat digantikan. Yogyakarta dengan keistimewaanya yang memiliki nuansa karajaan dan merupakan kota pelajar serta pariwisata yang tidak akan pernah terlepas dari kebutuhan bunga. Kebutuhan bunga dan tanaman hias melonjak ketika terdapat acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh masyarakat Yogyakarta. Misalnya saja perayaan yang diselenggarakan oleh pihak kesultanan. Selain itu, terdapat pula acara-acara yang diselenggarakan oleh intansi-intansi tertentu yang ada di Yogyakarta seperti pembukaan cabang suatu bank ataupun wisuda mahasiswa universitas. Kemudian diikuti dengan naiknya harga bunga di pasar. Bahkan petani bunga di Yogyakarta tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar Yogyakarta, sehingga harus mendatangkan bunga dari luar Yogyakarta (Masyhudi dalam Setyono et al, 2011).
1
2
Martini dalam Setyono et al (2011) menerangkan bahwa kebutuhan pasar bunga di Yogyakarta cukup tinggi. Misalnya kebutuhan bunga krisan di DIY mencapai ± 5.000 ikat per minggu (± 240.000 ikat pertahun) dengan kisaran harga Rp 10-15 ribu per ikat.
Dari kebutuhan tersebut petani lokal hanya dapat
memenuhi kebutuhan sekitar 30% sedangkan 70% masih dipasok dari luar Yogyakarta (Bandungan, Pasuruan dan Malang).
Jika dilihat dari potensi
wilayahnya, Yogyakarta memiliki wilayah-wilayah yang memungkinkan untuk diadakanya pengembangan budidaya tanaman bunga, seperti di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman yang sudah membudidayakan bunga krisan sejak tahun 2005. Bunga krisan pertama kali diperkenalkan kepada petani daerah Kabupaten Sleman oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta yang bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Cipanas pada Bulan Mei tahun 2005 (Setyono et al, 2011). Bunga krisan mampu ditanam sepanjang tahun selama ketersediaan air mencukupi untuk budidaya. Sehingga petani bunga krisan dapat memperoleh penghasilan sepanjang tahun. Walaupun tanaman bunga krisan relatif baru dibudidayakan namun perkembangan usahatani komoditas ini cukup pesat (tabel 1). Tercatat pada tahun 2013 luas lahan bunga krisan di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman mencapai lebih dari 7 hektar yang tersebar di kawasan dataran menengah hingga dataran tinggi kawasan wisata Kaliurang di kaki Gunung Merapi. Dengan demikian dapat membuktikan bahwa petani di Kecamatan Pakem merespon baik terhadap budidaya bunga krisan.
2
3
Tabel 1. Perkembangan Komoditas Hortikultura Unggulan Kabupaten Sleman 2012 2013 NO PRODUKSI Luas Produksi Luas Produksi Lahan (Ha) (Kwintal) Lahan (Ha) (Kwintal) 1 Salak - Salak Pondoh 2.190,98 493.764 2.431,71 703,766 - Salak Madu 15,97 2.910 15,97 3.218 - Salak Gading 11,98 2.653 11,991 2.733 - Salak Biasa 219,03 40.454 219,03 38.712 2 Jambu Air 90,84 14.743,00 103,47 19.28,29 3 Bunga Krisan *) 31.657 2.351.289 70.957 5.492.615 4 Jamur 6,52 1.496 109.111 7.034 *) Satuan produksi dalam tangkai & luas panen dalam m2
Sumber: Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Permintaan bunga krisan yang tinggi menjadikannya sebagai salah satu komoditas hortikultura unggulan dari Kabupaten Sleman. Dengan potensi pasar bunga yang cukup tinggi dapat menjadi pemicu pengembangan usahatani komoditas bunga, terutama bunga krisan di Yogyakarta.
Pada tanggal 1
September 2010 di Dusun Wonokerso, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, dibentuk asosiasi bunga hias yang dikenal dengan ASTHA BUNDA. Asosiasi Tanaman Hias Bunga dan Daun (ASTHA BUNDA) merupakan suatu wadah bagi petani bunga krisan untuk dapat berkumpul dan saling berkomunikasi dalam menyelesaikan permasalahan (AD ART ASTHA BUNDA, 2012). Selain itu ASTHA BUNDA juga menjadi satu-satunya pintu pemasaran bagi setiap anggota kelompoknya. Sehingga petani tidak akan kesulitan untuk dapat memasarkan bunga hasil panennya karena memiliki jaminan pasar. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini akan mencoba untuk menggambarkan mengenai analisis usaha serta kelayakan finansial petani bunga krisan di Kabupaten Sleman.
3
4
B. Rumusan Masalah Bunga krisan (Dendrathema grandifora Tzvelev Syn) merupakan tanaman hias yang mempunyai peluang besar untuk dapat meningkatkan taraf hidup petani karena tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Kabupaten Sleman yang memiliki
wilayah
dengan
ketinggian
500-800
mdpl
berpotensi
untuk
pengembangan komoditas bunga krisan. Ketinggian tersebut sangat cocok untuk tanaman bunga krisan. Dengan prospek pasar yang masih sangat terbuka lebar terutama untuk toko bunga dan dekorator yang ada di Yogyakarta menjadikan pengembangan budidaya bunga krisan di Kabupaten Sleman masih dapat dikembangkan lebih besar lagi kedepannya. Sejak dikenalkannya budidaya bunga krisan kepada petani di Kecamatan Pakem pada tahun 2005, saat ini sudah terdapat asosiasi yang fokus terhadap tanaman hias khususnya bunga krisan.
Asosiasi tersebut bernama Asosiasi
Tanaman Hias Bunga dan Daun Yogyakarta yang dikenal dengan sebutan ASTHA BUNDA. Hingga saat ini tercatat sebanyak 20 orang petani bunga krisan aktif yang tergabung dalam asosiasi tersebut. Asosiasi tersebut sangat perperan penting bagi petani terutama pada pemasaran produk bunga potong krisan petani. ASTHA BUNDA menerapkan sistem pemasaran satu pintu, yaitu bunga krisan yang dipanen petani anggota asosiasi hanya diperbolehkan menjual hasil panennya kepada asosiasi tersebut. Bunga tersebut dibeli dari petani dengan kisaran harga per ikatnya (10 tangkai) sebesar Rp 4.000 sampai Rp 10.000 berdasarkan jenis dan grade dari bunga krisan yang dipanen petani. Dengan kemitraan usaha seperti ini, ASTHA BUNDA dapat menjamin pasar dan harga
4
5
bunga krisan yang dipanen sehingga petani akan memiliki pendapatan dari usahatani tersebut dengan pasti. Dari hasil observasi pada tanggal 15 Juni 2015, bunga krisan di toko bunga Kota Baru Yogyakarta mencapai harga Rp. 20.000 – Rp. 24.000 per ikatnya yang berisi sepuluh tangkai bunga.
Dengan adanya
kepastian pasar baik dari pihak petani maupun ASTHA BUNDA menjadikan kedua belah pihak tersebut saling menguntungkan. Jika dilihat dari biaya produksi, usaha budidaya bunga krisan tidaklah kecil. Modal untuk mendirikan bangunan berupa green house yang berukuran 200 m2 memerlukan biaya sekitar Rp. 9.000.000. Selain itu tanaman bunga krisan sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Sehingga memerlukan perlakuan yang intensif dengan cara penyemprotan pestisida dan fungisida. Berdasarkan hal inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai usahatani dan kelayakan finansial bunga krisan di Kabupaten Sleman. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: 1. Mengetahui profil petani bunga krisan dan Asosiasi Tanaman Hias Bunga dan Daun (ASTHA BUNDA) di Kabupaten Sleman. 2. Menganalisis biaya, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani petani bunga krisan anggota Asosiasi Tanaman Hias Bunga dan Daun (ASTHA BUNDA) di Kabupaten Sleman. 3. Menganalisis kelayakan usahatani petani bunga krisan anggota Asosiasi Tanaman Hias Bunga dan Daun (ASTHA BUNDA) di Kabupaten Sleman.
5
6
D. Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademisi, masyarakat dan pemerintah atau instansi terkait. Manfaat tersebut antara lain: 1. Bagi peneliti dan akademisi, penelitian ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan dan pemahaman mengenai usaha budidaya bunga krisan. 2. Bagi masyarakat petani, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat mengenai budidaya tanaman bunga krisan yang dilakukan oleh petani. 3. Bagi instansi terkait dan pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan petani yang membudidayakan tanaman krisan.
6