I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Bela kang Penelitian
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 teIa11 membawa perubahan-perubahan dalarn negeri Indonesia di dalam ha1 kebijakan politik dan ekonomi. Kewenangan pemeri2ta.h pusat yang terlalu besar dan adanya ketirnpangan pembangunan ekonomi antar daerah dianggap sebagai penyebab lemahnya ketahanan ekonomi Indonesia. Tuntutan untuk mengurangi kewenangan
yang sentralistik semakin besar setel*
terjadinya pergantian kepemimpinan
nasional dengan mundurnya Soeharto. Akhirnya tuntutan desentralisasi inipun mulai diakomodasi setelah pelaksanaan pemilu era reformasi tahun 1999 yaitu dengan dikeluarkannya undang-undang mengenai otonomi daerah. Secara garis besar konsep desentralisasi dapat dibedakan atas tiga bagian besar, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Ketiganya saling terkait satu sama lain, dan seharusnya dilaksanakan secara bersama-sama agar berbagai tujuan otonomi daerah seperti misalnya penbgkatan kualitas pelayanan publik, tidak terbengkalai (Simanjuntak, 2001). Penelitian ini akan memfokuskan kepada salah satu bagian dari desentralisasi yaitu desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pem'3~taha.n daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun anggaran 2001. Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan serta kewenangan untuk pengambilan
keputusan di bidang fiskal, yang meliputi aspek penerimaan dan pengeluaran. Dalain ha1 ini desentraiisasi fiskal dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintahan daerah sebagai penyedia barang dan jasa pelayanan kepada masyarakat (publrc goods;). Penyerahan kewenangan dibidang fiskal pada dasarnya merupakan inti daripada desentralisasi. Melalui pemberlakuan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah kini memiliki kewenangan yang besar untuk merencanakan, merumuskan, dan melaksanakan kebijakan serta program pembangunan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Oleh karena itu menurut McCulloch dan Suharnoko (2003), salah satu kunci yang harus diperhatikan dalam desentralisasi adalah bahwa pemerintah daerah hams lebih responsif terhadap kebutuhan penduduknya. Pada banyak negara berkembang termasuk Indonesia, tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi dan oleh karenanya desentralisasi diharapkan akan menciptakan kebijakankebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan penduduk miskin. Jika kita secara khusus peduli dengan kerniskinan, maka hal terpenting dan menjadi kunci adalah melihat bagaimana dampak desentralisasi pada distribusi sumber daya di dalam wilayah tersebut (intra-regionzl), dan bukan pada efesiensi alokasi surnber daya antar wilayah (inter-regional). Bardhan (2002) dalam McCtdloch dan Suharnoko (2003) mengatakan kelemahan lain yang dimiliki negara-negara berkembang adalah mengenai mekanisme informasi dan pengawasan. Oleh karena itu perhatian lebih besar rnengenai mekanisme informasi dan pengawasan harus diarahkan pada pelayanan dan mekanisme akuntabilitas publik. Tanpa adanya mekanisme transparansi dan pengawasan maka desentralisasi tidak akan efektif memperbaiki keadaan ekonomi
d a d karena d i m u n m a n surnberdaya hanya terdistribusi pada segelintir orang saja yang dekat dengan kekuasaan. Terdapat keuntungan dan kerugian dari desentralisasi baik dalarn jangka pendek maupun dalarn jangka panjang. Dalam jangka pendek, menurut Bardhan dan Mookhorjee (2000) desentralisasi dapat menolong orang miskin melalui mekanisme keputusan pengeluaran publik (publik expenditure) karena menjadi lebih dekat antara pengambil keputusan dengan objek. Sedangkan dari sisi kerugiannya adalah pada saat keberadaan orang miskin tidak diakomodir dalam kebijakan pemerintah daerah. Padahal salah satu karakter di banyak negara berkembang adalah para pejabatnya memiliki orientasi kebijakan yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Dalam jangka panjang, desentralisasi akan membuat isu akuntabilitas menjadi sebuah kompetisi dimana setiap wilayah akan saling membandingkan satu terhadap yang lain. Artinya desentralisasi akan menciptakan atau memajukan kompetisi kebijakan melalui atwan hukum yang lebih transparan untuk mengatur pergerakan kapital ataupun orang. Sementara itu kerugiannya adalah desentralisasi berpotensi msnghambat pembangunan jangka panjang karena eksploitasi terhadap sumberdaya yang tidak disertai konsep pembangunan berkelanjutan. Desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2001, yang berarti hingga saat ini desentralisasi fiskal sudah berjalan selama leblh dari tiga tahun. Meskipun masih berumur muda dan secara pelaksanaannya desentralisasi fiskal ini masih mengalami berbagai kendala di lapangan, namun waktu selama tiga tahun sudah memungkmkan bagi kita untuk melakukan evaluasi jangka pendek yaitu sejauhmana dampak desentralisasi fiskal terhadap kemajuan daerah
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang masih tergolong tniskin.
1.2. Perurnusan Masalah
Kebijakan pemerintah daerah yang memihak masyarakat miskin adalah tergantung pada praktek bagaimana penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang anggaran yang memasukkan suara dari kepentingan masyarakat miskin. Berdasarkan definisi ini, menurut BPK dan SMERU (2001) dalam Jasmina (2001) setidaknya ada tiga a s ~ e kyang harm diperhatikan daerah dalam menyusun anggaran, yaitu: 1.
Aspek Penyusunan Anggaran. Dalam
aspek
penyusunan
anggaran,
mekanisme
yang
dapat
dipertimbangkan adalah sistem "anggaran partisipatif' atau "anggaran yang berorientasi pada kepentingan rakyat miskin" . Sistem ini dapat &lakukan dengan membuka akses politik terhadap keikutsertaan semua kelompok masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan. Dengan melibatkan masyarakat miskin secara langsung, pemda dapat mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Untuk menjalankan sistem ini pemda dan DPRD perlu melakukan dialog dan konsultasi dengan berbagai
kelompok masyarakat, terutama kelompok masyarakat miskin. 2.
Aspek Penerimaan Daerah. Aspek ini melihat sisi penerimaan anggaran yang memihak kepada orang miskin. Bagian penerimaan daerah yang dapat disusun tanpa merugikan masyarakat miskin adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengingat sumber PAD bersentuhan langsung dengan masyarakat terutarna pajak dan
retribusi daerah. Ciri kebijakan anggaran ymg memihak orang miskin antara lain: a. Pemda tidak memungut pajak dan retribusi yang secara langsung membebani orang m i s w misalnya dibebaskan membayar biaya pengobatan di puskesmas, bebas pemungutan biaya KTP, dan lain-lain. b. Hasil produksi pertanian, perikanan, peternakan, industri rurnah tangga dan industri kecil yang diproduksi kelompok masyarakat miskin sebaiknya tidak dikenakan pajak d m retribusi.
c. Pemda metnbuat kebijakan pmgutan daerah yang bersifat progresif, yakni membebankan tarif khusus (lebih murah) terhadap masyarakat miskln. 3.
Aspek Pembelanjaan Daerah. Dengan jurnlah anggaran pembangunan pemerintah daerah umumnya relatif terbatas. Pengeluaran pembangunan yang memihak orang rniskin adalah anggaran yang manfaatnya diberikan pada bidang-bidang yang pro miskin, seperti peildidikan dasar, kesehatan, sanitasi, air berslh, dan infi-astruktur. Anggaran yang dialokasikan dalarn bidang ini seharusnya berbanding lwus dengan jurnlah orang rniskin atau bobot pennasalahan kerniskinan yang dihadapi daerah.
Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan dibatasi hanya pada aspek ke dua dan ke tiga. Aspek pembelanjaan daerah digunakan untuk melihat efektivitas anggaran dalam menanggulangi kerniskinan. Program atau kebijakan pemerintah daerah dapat dikatakan berorientasi kepada masyarakat mislun jika program-
program tersebut memprioritaskan sektor-sektor yang mernang sesuai dengan faktor-faktor yang meccermlnkan kondisi masyarakat miskin. Selain dari itu aspek penerimaan dan aspek pengeluaran secara bersama-sama akan digmakan untuk melihat pennasalahan utama dalam penelitian ini yaitu mengevaluasi sejauhmana dampak desentralisasi fiskal pada perubahan jumlah kemiskinan dan distribusi pendapatan. Dalam menjawab permasalahan utama di atas maka fokus penelitian ini diamhkan pada beberapa pertanyaan mendmr yaitu : (1) bagaimana menentukan faktor-faktor penentu (determinan) kemiskinan, (2) seberapa besar pertumbuhan ekonomi masyarakat miskin dibandingkan masyarakat tidak miskin sebelum dilakukan desentralisasi dan sesudah desentralisasi diterapkan, dan (3) apakah desentralisasi fiskal cukup berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan dan distribusi pendapatan.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah : 1
Menganalisis pertumbuhan ekonomi masyarakat ekonomi bawah (miskin) dibandingkan masyarakat ekonomi atas (tidak miskin) sebelurn dan sesudah desentrahsasi fiskal diterapkan.
2
Menentukan faktor-faktor penentu atau determinan kemislunan sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal diterapkan.
3
Mempelajari dampak desentralisasi fiskal terhadap perubahan disbibusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peinerintah baik
pusat maupun daerah dalam rangka mengevaluasi dampak desentralisasi fiskal
yang selama tiga tahun sudah berjalan khususnya dalam hubungannya dengan upaya meningkatkan kesejallteraan masyarakat rniskin dan distribusi pendapatan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Lingicup penelitian adalah sebagai berrkut : 1
Pemerintah daerah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemerintahan daerah pada tingkat kota atau kabupaten di seluruh Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 308 kotahbupaten (berdasarkan kategori tahun 1996), yang selanjutnya diagregasikan pada tingkat provinsi.
2
Analisis terhadap provinsi dan kabupatenkota yang baru terbentuk masih digabungkan dengan penmaan daerah sebelumnya. Dengan dernikian daerah yang menjadi unit observasi dalam penelitian ini terdiri dari 26 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalarn, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalitnantan Selatan, Kalimantan Tirnur, Sulawei Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selitan, Sulawesi Tengggara, Maluku, dan Papua.
3
Kerniskinan dalam studi ini didefinisikan sebagai keiidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar 2 100 kalloranghari.