1
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan. Pola konsumsi suatu masyarakat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut, terutama bidang perekonomian yang mengakibatkan perbedaan pola konsumsi antar masyarakat secara umum dan tingkat rumahtangga secara khusus. Perbedaan kuantitas dan kualitas konsumsi antar rumahtangga dikarenakan berbedanya pendapatan, jumlah tanggungan, jabatan, kebutuhan tiap-tiap rumahtangga.
Konsumsi rumahtangga yang besar sejalan dengan pendapatan tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi tersebut, bila kebutuhan rumahtangga dalam hal ini konsumsi tidak didukung dengan pendapatan , maka akan terjadi kemunduran ekonomi dan penurunan konsumsi suatu rumahtangga. Tingkat pendapatan yang tinggi mempengaruhi keragaman bahan pangani, semakin beragam susunannya serta proporsi pangan hewani yang lebih tinggi.
2
Persediaan bahan pangan akan mempengaruhi perubahan konsumsi yang ditentukan oleh faktor demografi dan sosial ekonomi, ketersediaan yang sesuai dengan permintaan akan membuat pilihan pangan yang utuh untuk masyarakat atau rumah tangga dalam membeli dan mengkonsumsi. Faktor sosial ekonomi akan menekan distribusi dari sentra produksi saat konsumsi menjadi budaya dan secara ekonomi tingkat rumah tangga mampu untuk membeli (Suhardjo, 2003).
Rumahtangga secara alami akan memilih dan mengkonsumi jenis pangan sebagai respon dari proses pemenuhan kebutuhan. Memilih dan mengkonsumsi jenis pangan dengan melalui berbagai proses menentukan pilihan adalah kegiatan individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan pangannya yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya (Guthe dan Mead, 1945 dalam Sayuti dan Efendi 2004).
Mengkonsumsi daging dan ikan dalam upaya mencukupi kebutuhan protein hewani dalam tubuh manusia secara tidak langsung akan membentuk pola konsumsi, oleh karena kegemaran atau sadar gizi. Kebiasaan mengkonsumsi daging dapat terbentuk oleh gaya hidup yang berkaitan dengan pembentukan kebiasaan makan. Beberapa faktor yang menyusun gaya hidup yang berkaitan dengan pembentukaan kebiasaan makanan dan pola konsumsi adalah : (1) Pendapatan, (2) Pendidikan Lingkungan hidup Perkotaan atau Perdesaan, (3) Susunan keluarga, (4) Pekerjaan, (5) Suku Bangsa, (6) Kepercayaan dan Agama, (7) Pengetahuan tentang kesehatan, (8) Pengetahuan akan Gizi, (9) Produksi pangan (10) Sistem distribusi, (11) Sosial dan Politik (Suhardjo, 1989).
3
Menurut Harper dkk, (1986) proses pemenuhan kebutuhan protein hewani erat kaitannya dengan pola konsumsi pangan, dimana pola konsumsi pangan adalah upaya seseorang atau sekelompok manusia memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. (Sayuti dan Efendi 2004 ).
Jenis dan jumlah pangan secara mikro dipengaruhi produksi, ketersediaan pangan secara nasional dan domestik, ketersediaan pasar, alur distribusi yang memadai, kesukaan, pendidikan, nilai sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat. Secara riil pendapatan rumahtangga adalah salah satu faktor yang menentukan konsumsi tiap-tiap rumahtangga. Bahan pangan yang akan dikonsumsi juga dipengaruhi oleh harga, karena fluktuatif harga pangan yang terjadi akan mempengaruhi perilaku konsumsi tiap-tiap rumahtangga, terutama masyarakat miskin (Soekirno,1991 dalam Ariani 1993).
Masyarakat dalam hal ini rumahtangga memilih pangan terlebih dahulu mempertimbangkan salah satu atau lebih diantara aspek berikut ini : aspek teknis, aspek ekonomis, aspek gizi dan kesehatan, aspek sosial budaya, dan aspek agama. Berbagai aspek tersebut bisa dikombinasi berdasarkan hal-hal yang mendukung dan menjadi acuan dalam memilih pangan (Aritonang, 2000 dalam Nairah 2007).
4
Pencapaian konsumsi protein hewani secara nasional masih jauh dari standar yang ditetapkan, untuk protein hewani perhari yaitu sebanyak 6,5 gram. Ratarata tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia hanya mencapai 4,7 gram/ orang/hari, sedangkan di Malaysia, Thailand dan Philipina rata-rata telah di atas 10 gram/orang/hari, sementara di negara maju seperti Jepang, Australia, dan New Zealand konsumsi rata-rata telah mencapai di atas 20 gram/kapita/hari. (LIPI, 2004)
Tabel 1. Rata-rata konsumsi ikan, daging dan telur perkapita sehari di Indonesia (gram) Tahun 2009-2012. Tahun Komoditi Ikan Daging Telur dan susu Jumlah
2009 7.28 2.22 2.96 12.46
2010 7.63 2.55 3.27 13.45
2011 8.02 2.75 3.25 14.02
2012 Rata-rata 8.12 7.76 2.64 2.54 3.22 3.17 13.98 13.47
Sumber : Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012.
Konsumsi protein hewani khususnya daging mengalami perubahan naik dan turun tiap tahun. Jumlah konsumsi rata-rata protein hewani yang berasal dari daging dalam 4 tahun sebanyak 2.54 gram dan jumlah rata-rata konsumsi protein hewani untuk keseluruhan dalam 4 tahun terakhir sebanyak 13.47 gram perhari. Konsumsi ini menunjukan rendahnya tingkat konsumsi terhadap daging dibandingkan telur, susu dan ikan. Ikan menempati konsumsi paling tinggi
5
dengan jumlah 7.76 gram perhari serta telur dan susu sebanyak 3.17 gram perhari. Ketersediaan daging sapi secara umum tidak ada masalah, untuk semua daerah kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Produksi daging sapi di Provinsi Lampung secara terperinci dijelaskan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Produksi daging sapi per kabupaten dan kota di Provinsi Lampung tahun 2010-2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kabupaten/Kota
Produksi Daging Sapi (kg)
Lampung Barat Tanggamus Lampung selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat Bandar Lampung Metro Jumlah
2010 2011 2012* 488.240 505.118 519.851 3.395.893 2.136.024 2.295.413 2.086.882 3.669.075 3.768.372 3.085.229 4.854.424 4.933.082 14.308.935 7.269.114 7.344.845 4.496.636 5.963.237 6.088.062 2.115.856 2.664.727 2.689.159 1.351.345 1.197.837 1.227.973 9.446.245 9.637.298 9.800.570 2.086.575 3.889.536 3.971.935 2.426.877 4.014.983 4.086.853 811.866 1.443.856 1.455.539 19.058.475 11.284.198 11.473.904 2.002.260 2.379.950 2.395.174 67.161.314 60.909.377 62.050.732
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kota Bandar Lampung memiliki produksi daging sapi tertinggi tahun 20102012, produksi mengalami penurunan pada tahun 2011 disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya pembatasan impor daging sapi dari Australia.
6
Konsumsi akan protein hewani khususnya daging di perkotaan dan perdesaan berbeda, dan untuk Provinsi Lampung masih tergolong rendah, Besaran konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung dapat di lihat di Tabel. 3
Tabel 3. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu perkapita sehari (gram) tahun 2010- 2011 di Provinsi Lampung. Jenis Makanan
1 Ikan 2 Daging 3 Telur dan Susu Jumlah
Perkotaan 2010 2011
Perdesaan 2010 2011
6.88 2.76 3.84 13.48
6.58 1.74 2.48 10.8
6.88 2.71 4.29 13.88
6.44 2.00 2.68 11.12
Perkotaan + Perdesaan
2010
2011
6.66 2.01 2.84 11.51
6.56 2.18 3.10 11.48
Sumber : Badan Pusat Statistik 2012
Konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung pada tahun 2010-2011 untuk wilayah perkotaan dan perdesaan mengalami perbuhan naik turun untuk kategori ikan, daging, telur dan susu. Berdasarakan Tabel.3 konsumsi daging pada perkotaan mengalami penurunan sebanyak 0.05 gram, sedangkan di perdesaan konsumsi daging mengalami kenaikan sebanyak 0.26 gram. Penurunan yang dialami tidak begitu besar sehingga diasumsikan masyarakat mengubah kuantitas konsumsi daging dengan bahan pangan subtitusi lainnya. Dengan berbagai faktor masyarakat Lampung akan memutuskan untuk memilih dan mengkonsumsi bahan pangan protein hewani berupa daging khususnya daging sapi.
7
Kemampuan membeli daging akan dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran yang dialokasikan terhadap bahan pangan. Rata-rata konsumsi pangan hewani berdasarkan golongan pengeluaran yang digunakan untuk membeli jenis pangan protein hewani dijelaskan pada Tabel.4 terhadap ikan, daging, telur dan susu.
Tabel 4. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari (gram) menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan (Rupiah) tahun 2011 di Provinsi Lampung
Jenis 1 2 3
Ikan Daging Telur dan Susu Jumlah
<100 100 3.48 -
Golongan Pengeluaran perKapita Sebulan (Rp, 000) 100 150 200 300 500 750 1000 Rata-rata Perkapita 149 199 299 499 749 999 >1000 1.8 3.2 4.77 6.95 8.6 8.75 9.32 5.85875 0.11 0.72 1.55 4.02 5.64 5.96 2.25
3.48
0.31 1.06 1.74 2.99 4.34 5.52 2.11 4.37 7.23 11.49 16.96 19.91
6.51 21.79
2.80875 10.9175
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011 Pengeluaran tiap-tiap rumah tangga diasumsikan dipengaruhi oleh pendapatan dan banyaknya kebutuhan, banyaknya kebutuhan akan mempengaruhi besarnya pengeluaran. Berdasarkan Tabel.4 dijelaskan bahwa masyarakat di Provinsi Lampung akan mengkonsumsi daging bila pengeluaran diatas Rp 150.000.
Pengeluaran tiap-tiap rumahtangga terhadap daging juga dipengaruhi oleh ketersedian daging itu sendiri. Ketersediaan daging sapi pada kwartal pertama tahun 2013 mengalami mengalami penurunan. Pasokan daging sapi yang tersedia secara ideal seharusnya 300 kg per hari, namun di lapangan hanya tersedia 150 kg per hari menurut Menteri Perekonomian Hatta Rajasa (Kompas,
8
2013). Penurunan pasokan daging mengakibatkan kenaikan harga dasar daging segar di pasaran.
Bandar Lampung sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung merupakan pusat kegiatan bisnis dan aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk sekitar 881.801 jiwa pada Sensus Penduduk tahun 2010 ( BPS, 2012). Keadaan ekonomi dan taraf hidup yang lebih beragam dibandingkan kabupaten dan kota lainnya, menjadikan Kota Bandar Lampung sangat memadai untuk dikaji atau dipelajari dalam mejawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi daging sapi. Selain ekonomi, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan informasi yang begitu cepat, diduga masyarakat Kota Bandar Lampung akan memiliki lebih banyak faktor yang mempengaruhi dalam menkonsumsi daging sapi.
Berdasarkan capaian Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung tahun 2013, konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2009 sebesar 1,2 kg/perkapita, tahun 2010 sebesar 1.06 kg/perkapita, tahun 2011 sebesar 1,45 kg/perkapita dan pada tahun 2012 sebesar 1.66 kg/kapita. Kota Bandar Lampung mengalami konsumsi daging sapi tertinggi pada tahun 2012. (Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan, 2013)
9
Kota Bandar Lampung memiliki 13 kecamatan sebagai infrastruktur jalannya pemerintahan di Kota Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik mendata jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2011 (jiwa). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Teluk Betung Barat Teluk Betung Selatan Panjang Tanjung Karang Timur Teluk Betung Utara Tanjung Karang Pusat Tanjung Karang Barat Kemiling Kedaton Rajabasa Tanjung Seneng Sukarame Sukabumi Jumlah
60,041 93,156 64,194 90,295 63,342 73,169 64,439 72,248 89,273 43,727 41,672 71,530 64,288 881.801
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 Secara statistik penduduk terbanyak berada di Kecamatan Teluk Betung Selatan, yaitu sebanyak 93.156 jiwa, dan penduduk yang paling sedikit di Kota Bandar Lampung berada di Kecamatan Tanjung Seneng yaitu sebanyak 41.672 jiwa.
10
B. Perumusan Masalah
Ketersediaan daging sapi di Kota Bandar Lampung secara umum tidak ada masalah, namun tingkat konsumsi yang masih rendah secara garis besar dipengaruhi oleh harga sapi yang relatif mahal. Daging sapi segar menjadi alternatif yang paling baik dibanding daging sapi olahan, secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat pendidikan dan Informasi gizi yang berkembang di masyarakat secara umum dan ibu rumahtangga secara khusus. Besaran konsumsi yang dilakukan merupakan respon dari pendidikan gizi dan kemampuan untuk membeli masyarakat guna mengkonsumsi dalam jenis, frekuensi, jumlah dan tempat dimana daging sapi diperoleh.
Pola konsumsi adalah kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi dalam jenis, frekuensi, jumlah dan tempat dimana daging sapi diperoleh. Pola konsumsi yang akan di teliti adalah pola konsumsi daging sapi pada rumahtangga yang ada di Kota Bandar Lampung. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi dan elastisitas permintaan daging sapi. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai batasan permasalahan untuk mengetahui :
1) Bagaimana pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung ? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung?
11
3) Bagaimana elastisitas permintaan untuk daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan : 1) Menganalisis pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung 3) Mengetahui elastisitas permintaan daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan informasi sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan harga khususnya harga daging sapi bagi ibu rumahtangga
2) Peniliti lain, sebagai referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pola konsumsi dan permintaan daging sapi.