I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya suatu tujuan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan kepolisian dalam menegakkan hukum ialah melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka, namun harus ikut aturan main yang berlaku seperti yang tercantum dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian terkadang dalam pelaksanaannya ada kemungkinan terjadi kesalahan, kelalaian dan hal tidak terduga sehingga menyebabkan pengunaan tindakan tembak di tempat
bagi
tersangka ini diluar aturan atau prosedur-prosedur yang sudah ditentukan. Pada dasarnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian memang memperbolehkan adanya tembak di tempat bagi tersangka namun adanya syaratsyarat dan kondisi tertentu sehingga tindakan itu baru bisa dilakukan.
2
Tersangka Arie Gozhali alias AG bin Agus Salim pada Hari Selasa Tanggal 19 April 2011 pada pukul 22:30 dimana anggota Polsek Tulang bawang berinisial AG sedang melakukan pengamanan dari penyerangan massa kepada kantor Polsek Tulang bawang dikarenakan ada informasi akan ada kedatangan massa dari kampung Gunung Batin. Kemudian muncul mobil yang dikendarai Anton Saputra beserta iring-iringan massa mengunakan mobil truck dan sepeda motor. Kemudian massa berteriak “serbu, serang” sambil melemparkan batu dan botol kearah AG dan beserta anggota Polsek Tulang bawang lainnya. untuk menghalau massa, maka anggota Polsek Tulang bawang maju kearah massa diiringi letusan senjata api, lalu massa berhamburan kearah pasar Dayamurni dan sebagian mendatangi mobil yang dikendarai Anton Saputra, lalu anggota Kepolisian Polsek Tulang bawang menghampiri Anton Saputra dan memukuli, menendangnya. kemudian AG menghampiri kerumunan tersebut dan ikut menarik kaos singlet korban. Menembakan senjata api ketubuh Anton Saputra yang akhirnya menyebabkan korban meninggal dunia. Lalu pada proses hukumnya tersangka AG dipidana dengan dakwaan pembunuhan oleh Jaksa penuntut umum dengan pidana penjara 7 tahun penjara pada Pengadilan Mengala dan divonis oleh majelis Hakim dengan pidana penjara 7 tahun penjara, namun tersangka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TanjungKarang dan divonis oleh majelis Hakim dengan putusan bebas karena bukti dari uji lab tentang peluru yang bersarang ditubuh korban berbeda sehingga dakwaan Jaksa tidak terpenuhi. 1
11
Putusan Banding Pengadilan Tinggi TanjungKarang Nomor 166/Pid./2012/PT TK
3
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
penggunaan
Kekuatan
Dalam
Tindakan
Kepolisian
memang
memperbolehkan adanya pengambilan tindakan tembak di tempat bagi tersangka. Namun anggota polisi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus Berpikir secara jernih, tenang, tidak terburu-buru agar didapat tindakan yang benar sesuai aturan hukum yang berlaku, sesuai dengan prosedur yang berlaku. Polisi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya melakukukan tindakan yang diluar prosedur peraturan hukum yang berlaku sungguh disayangkan jika ini terjadi. Seharusnya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya polisi tidak hanya dituntut untuk tercipta tegaknya hukum juga harus mementingkan sisi kemanusiaannya. Prinsip-prinsip prosedur kepolisian terlihat adanya tahapantahapan tertentu sehingga kepolisian baru dapat mengunakan senjata api, apalagi sampai tembak di tempat
bagi tersangka juga pengetahuan dasar yg harus
diketahui anggota kepolisi tentang pengunakan senjata api. fakta di lapangan berkata lain ini bisa dilihat dimana polisi bisa mengunakan senjata api dengan mudahnya. Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian membatasi pengunaan senjata api tapi. Kesenjangan lainnya bisa terlihat pada pengambilan keputusan anggota polisi dalam melakukan tembak di tempat
pada tersangka ialah dimana seorang
anggota kepolisian diberikan kewenangan penuh.
4
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 18 mengatur bahwa Kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Melaksanakan tugasnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. karena penilaiannya sendiri bisa berbagai hal prinsip reasonable masuk akal yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat. Anggota kepolisian memang diberikan kewenangan penuh dalam melakukan tembak di tempat
bagi tersangka namun harus sesuai antara ancaman yang
diterima dengan tindakan yang dilakukan tindakan tembak di tempat
adalah
tindakan terakhir yang diperbolehkan saat nyawa anggota kepolisian tersebut terancam atau demi melindungi masyarakat banyak pada saat itulah tindakan tersebut sah untuk dilakukan, tetapi pada kasus pengamanan Kantor Polsek Tulang bawang dari kerusuhan massa anggota kepolisian tidak menerima ancaman. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yaitu “Pertanggungjawaban Pidana Anggota Kepolisian Sebagai Penyebab Matinya Pelaku Amuk Massa”.
5
B. Permassalahan dan Ruang Lingkup a.
Permassalahan diatas perumusan oleh judul ialah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang menyebabkan matinya pelaku amuk massa? 2. Apakah putusan banding di Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tersebut telah mencerminkan keadilan ?
b. Ruang Lingkup Hukum Pidana Ruang lingkup penelitian yang akan membahas permassalahan tersebut penulis membatasi tulisan ini sepanjang mengenai pertanggungjawaban pidana sebagai penyebab matinya pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHP pasal 52. C. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan skripsi adalah : a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang menyebabkan matinya pelaku tindak pidana; b. Untuk mengetahui status hukum putusan Pengadilan Tinggi TanjungKarang Nomor 166/Pid./2012/PT TK yang dijatuhkan kepada bagi anggota kepolisian yang lalai dalam menjalankan tugas sekaligus kewenangannya dalam hal melakukan tembak di tempat bagi tersangka.
6
2. Kegunaan Penulisan a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis untuk memperluas dan memperdalam pemahaman penulis tentang prosedur standar minimal yang dilakukan kepolisian dalam melakukan tembak di tempat
bagi tersangka untuk mengetahui pertimbangan anggota
kepolisian dalam melakukan tembak di tempat
bagi tersangka, serta dasar
hukum, serta menganalisanya dengan fakta di lapangan juga dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tembak di tempat bagi tersangka. b. Kegunaan Praktis Secara praktis menjadi bahan bagi kalangan praktisi hukum khususnya yang bergerak dalam bidang penyelengaraan penegakkan hukum yang dilakukan kepolisian dan kemasyarakatan serta memberi gambaran tentang proses hukum dan pelaksanaannya. Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan serta kesadaran hukum bagi aparat penegak hukum, masyarakat luas untuk melaksanakan cita-cita hukum yang sesuai dengan keadilan, kesejahteraan dimana yang sesuai dengan ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia.
7
D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh penelitian. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. Berhubungan dengan keadaan batin orang yang berbuat dengan sengaja, yang berisi mengehendaki dan mengetahui itu, maka dalam hukum pidana terdapat dua teori kesengajaan sebagai berikut : (1) Teori Kehendak Inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. 2 2
Muhammad Kadir, Pengantar Ilmu Teoritis, Jakarta Raya, Jakarta, 2001, hlm 34. Anwar Nasution, Teori Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta Raya, 2002, hlm 45.
8
(2) Teori Pengetahuan Sengaja berarti membahayakan akan akibat timbulnya akibat perbuatannya; orang tak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya membayangkan. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui atau yang dibayangkan oleh sipelaku ialah akan terjadi pada waktu ia akan berbuat. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus didasarkan pada nilai kepatian. Walau konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana bertdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pidana pengganti dan pertanggungjawaban yang ketat. Masalah kesesatan baik kesesatan mengenai keadaan maupun kesesatan hukum sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak pidana kecuali kesesatan itu patut dipermasalahkan. Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, maka perbuatan harus mengandung kesalahan. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis kesengajaan dan kelalaain. (1) Kesengajaan Sesuai teori hukum pidana indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga
macam,
yaitu sebagai berikut : a. Kesengajaan bersifat tujuan bahwa dengan kesengajaan dengan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh masyarakat. 3
3
Barda Nawawi Arief, Teori Pertanggungjawaban Pidana Pada Kesalahan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 13.
9
Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana karena dengan adanya yang bersifat tujuan ini, berarti pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini. b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian kesengajaan ini apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik. Tetapi ia tahu benar akibat pasti akan mengikuti perbuatan itu. c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan kesengakjaan ini terang-terangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi yang bersangkutan, melainkan
hanya dibayangkan suatu
kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnyamengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya. (2) Kelalaian Kelalaian terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga kelalaian dipandang lebih ringan dibandingkan dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, delik culpa merupakan delik semu sehingga diadakan pengurangan pidana Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik
kelalaian yang
menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan ancaman pidana
ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri,
perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptakan delik
10
kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam pidana. Seseorang yang melakukan tindak pidana harus dipertanggungjawabkan perbuatannya dengan dasar adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pemaaf dan alasan pembenar perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana terdiri dari tiga syarat yaitu : a. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat diperanggungjawabkab dari si pembuat b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu disengaja dan kurang hati-hati atau lalai c.
Tidak
ada
alasan
pembenar
atau
alasan
yang
menghapuskan
pertanggungjawaban pidanabagi si pembuat 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang mengambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti Adapun pengertian dasar dari istilah yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah meliputi : Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa untuk mengetahui sebabsebabnya bagaimana duduk perkaranya. 4
4
Moeljatno, Syarat Pertanggungjawaban Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1999, hlm 45. Ibid. hlm. 23 Ibid. hlm. 56
11
Prosedur standar minimal yang dilakukan kepolisian dalam melakukan tembak di tempat bagi tersangka adalah sebuah prosedur yang dilakukan kepolisian dalam menegakkan hukum demi mencegah tersangka. Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Tembak di tempat adalah tindakan yang dilakukan kepolisian dalam menegakkan hukum demi menjaga dan melindungi kepolisian dari segala macam hal yg mengancam nyawa anggota kepolisian tersebut. Tembak di tempat
adalah tindakan kepolisian dalam mencegah atau
menghentikan tersangka dalam melakukan tindak pidana juga dalam hal membela diri demi terciptanya tegaknya hukum Prosedur standar minimal tembak di tempat adalah segala tindakan kepolisian yang berdasarkan aturan yang berlaku melalui berbagai proses sampai tindakan tembak di tempat bisa diterapkan Tersangka adalah seseorang yang diduga melakukan tindak pidana Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum dimana disertai sanksi yang berupa tindak pidana tertentu, bagi yang melanggarnya Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang – undang5 pada dasarnya kesengajaan bisa dihindari jika para pelaku tindak pidananya bisa berpiki
5
Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Konseptual, PT Grafindo Jaya, Jakarta, 2009, hlm 35.
12
E. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan maka sistematika penulisan disusun oleh sebagai berikut ini: I.
PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, masalah, ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan kerangka konseptual, serta sistematika penulisan
II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab tinjauan yang menguraikan mengenai pengertian prosedur standar minimal yang dilakukan kepolisian dalam melakukan tembak di tempat bagi tersangka, pengertian kepolisian. III. METODE PENELITIAN Merupakan bab yang berisi uraian mengenai pendekatan massalah sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengolahan dan pengumpulan data, serta analisa data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uraian dalam bagian ini adalah tentang pokok-pokok pembahasan berdasarkan hasil penelitian yaitu bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang menyebabkan matinya pelaku amuk massa V. PENUTUP Merupakan bab penutup yang berisikan simpulan dan saran pada hasil pembahasan penelitian sesuai dengan permasalahan yang terkait penelitian.