I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius tentang kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih di derita oleh 90% penduduk Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat di Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan karies gigi (Anitasari dan Liliwati, 2005). Faktor kebersihan mulut merupakan salah satu faktor yang penting untuk mencegah penyakit gigi dan mulut. Hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 menunjukkan bahwa prevalensi periodontitis di daerah pedesaan adalah 2,5%, sedikit lebih tinggi daripada di daerah perkotaan (2,2%) dan meningkat sesuai dengan peningkatan usia (Depkes RI, 1999). Kebersihan mulut tidak lepas dari penilaian debris di dalam rongga mulut. Debris adalah makanan yang tersisa di dalam mulut. Debris dapat dibersihkan dengan aliran saliva dan pergerakan otot-otot rongga mulut, atau dengan berkumur dan menyikat gigi, kecuali debris terselip di antara gigi atau masuk ke dalam poket periodontal (Fedi dkk, 2000). Debris yang berada di dalam rongga mulut tanpa pembersihan akan membentuk plak. Menurut Rose dan Mealey (2004), plak gigi adalah komunitas mikroba kompleks yang terbentuk pada seluruh permukaan gigi yang terpapar produk bakteri dalam rongga mulut. Komunitas mikroba kompleks dapat terdiri dari bakteri hidup, bakteri yang telah mati, serta produk sintesis bakteri, maupun
1
2
saliva. Kebersihan mulut yang terpelihara dengan baik akan mencegah pembentukan plak. Beberapa cara dilakukan untuk mengurangi akumulasi debris dan plak di dalam rongga mulut, antara lain menyikat gigi dengan teratur, berkumur dengan larutan antiseptik, membersihkan interdental dengan dental floss, membersihkan lidah, mengunyah permen karet, dan menghindari makanan yang mengandung sukrosa
(Radian dkk., 2011). Makanan yang lembut dan lengket akan
meningkatkan akumulasi makanan yang akan meningkatkan pertumbuhan bakteri (Stegeman dan Davis, 2005). Kidd dan Joyston-Bechal (1991) menuturkan bahwa mengkonsumsi buah-buahan lebih aman dibandingkan dengan makan makanan yang manis. Mengunyah makanan keras, kasar, dan berserat, seperti buah-buahan dan sayuran akan merangsang aliran saliva. Peningkatan aliran saliva akan meningkatkan pembersihan rongga mulut dari makanan sehingga mengurangi makanan yang melekat pada rongga mulut. Dengan menurunkan jumlah sisa-sisa makanan, maka akumulasi debris di dalam rongga mulut akan berkurang (Stegeman dan Davis, 2005). Cara lain untuk menghilangkan debris adalah dengan berkumur. Dewasa ini, telah beredar berbagai obat kumur yang mengandung bahan antimikroba dan beberapa diantaranya mampu mengendalikan pertumbuhan plak supragingiva dan gingivitis (Fedi dkk, 200). Keunggulan obat kumur adalah dapat menyusup ke area subgingiva walaupun hanya beberapa milimeter saja (Mustaqimah, 2003). Akan tetapi beberapa obat kumur memiliki efek samping. Choo dkk. (2001)
3
menyebutkan bahwa efek samping dari obat kumur antara lain adalah sensasi terbakar, rasa pahit, menimbulkan pewarnaan, dan potensi iritasi jaringan lunak. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang aman untuk mengurangi akumulasi debris di dalam rongga mulut. Bengkuang (Pachyrhizus erosus) merupakan salah satu jenis buah yang belum banyak dimanfaatkan secara maksimal. Bengkuang mengandung serat, kalsium, fosfor, dan vitamin C (Apriadji, 2006). Bengkuang juga merupakan salah satu umbi yang banyak mengandung air dan kaya akan isoflavon yang berguna sebagai antioksidan dan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL). Penelitian menunjukkan bahwa isoflavon dapat menghambat aktivitas glucosyltransferase (GTFs) dan larut dalam sintesis glukan (Bowen, dkk. 2002). Enzim glucosyltransferase adalah produk yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans yang merupakan faktor kunci dalam proses karies (Devulapalle dan Mooser, 2001). Salah satu sentra produksi bengkuang di Indonesia adalah Kebumen. Menurut data produksi Kabupaten Kebumen tahun 2005-2007, ada 4 Kecamatan sentra produksi bengkuang yang total produksinya berkisar 5,020-7,030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowo, dan Padureso. Dari keempat kecamatan tersebut, Prembun sebagai produsen bengkuang tertinggi dengan luas lahan pada 2007 sekitar 72 Ha dengan produksi mencapai 3,278 ton per tahun, Mirit 18 Ha dengan produksi 838 Kuintal per tahun, Bonorowo 11 Ha dengan produksi 528 Kuintal per tahun, disusul Padureso 8 Ha dengan produksi 376 Kuintal per tahun (Winarto, 2009).
4
Secara umum bengkuang sudah terkenal digunakan sebagai bahan baku campuran berbagai produk baik kecantikan atau kosmetik, makanan seperti rujak dan sebagainya, namun kenyataannya di Kebumen sendiri belum terlihat nyata adanya langkah upaya pengembangan pemanfaatan bengkuang ini (Winarto, 2009). Buah bengkuang di Kecamatan Prembun sudah berkembang sejak puluhan tahun lalu, namun hingga saat ini tidak ada perkembangan. Rata-rata para petani setelah memanen dari ladangnya langsung dijual begitu saja (Anonima, 2013). Selain itu menurut pemerintah Kabupaten Kebumen, terjadi penurunan produksi bengkuang pada musim hujan bila dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini disebabkan tidak adanya peningkatan permintaan pasar dan penurunan minat pembeli (Anonimb, 2013). Berdasarkan uraian data diatas, penulis ingin mengetahui efektivitas antara mengunyah daging buah dan berkumur jus buah bengkuang terhadap perubahan angka debris index. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai petunjuk metode yang lebih efektif untuk menjaga kebersihan mulut.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan, yaitu apakah terdapat perbedaan efektivitas antara mengunyah buah dan berkumur jus buah bengkuang (Pachyrhizus erosus) terhadap penurunan debris?
5
C. Keaslian Penelitian Pada tahun 2003, Yovita Denti melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Status Kebersihan Mulut antara Mengunyah Apel dan Permen Karet yang Mengandung Sorbitol terhadap Akumulasi Debris”. Penelitian tersebut dilakukan di SD Kanisius Sang Timur Pakel Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara mengunyah apel dan permen karet terhadap akumulasi debris. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada subjek penelitian dan variabel pengaruh. Dan pada tahun 2012, Novita Setya Sandi telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Berkumur Jus Mentimun (Cucumis sativus L.) Terhadap Pembentukan Plak Gigi pada Anak Panti Asuhan Putri Nurul Yasmin Sleman Yogyakarta Usia 12-14 Tahun”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan plak indeks setelah berkumur jus mentimun kurang lebih sebesar 0,9230. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas terletak pada buah yang digunakan, subjek penelitian, variabel pengaruh, serta variabel terpengaruhnya. Kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa buah berserat dan berair dapat menurunkan angka debris index, sehingga pada penelitian ini diuji manakah yang lebih efektif antara mengunyah buah bengkuang dan berkumur buah bengkuang dalam menurunkan angka debris index karena buahnya mudah di dapat dan relatif murah.
6
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara mengunyah buah dan berkumur jus buah bengkuang (Pachyrhizus erosus) terhadap penurunan debris.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumbangan informasi dalam bidang kedokteran gigi. 2. Agar dapat memberikan alternatif bagi masyarakat untuk pencegahan penyakit gigi dan mulut.