I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu sebesar 37% dan kandungan lemak sebesar 16% (Tatipata et. al. 2004). Kedelai sering dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai produk pangan, baik dalam bentuk kering, segar maupun dalam bentuk makanan fermentasi, seperti susu, tahu, tempe, kecap. Kedelai tidak hanya merupakan bahan pangan, tetapi juga berguna
untuk
obat
berbagai
penyakit
dan
gangguan
pada
tubuh
(Somaatmadja, 1993). Menurut Pitojo (2003) dalam Zahrok (2007), kedelai diyakini dapat mencegah penumpukan kolesterol di dalam tubuh, mencegah timbulnya penyakit jantung koroner dan kangker, serta menghindarkan gangguan kelenjar prostat. Kedelai juga dapat mengurangi resiko terjadinya osteoporosis dan kepikunan. Kebutuhan produksi kedelai nasional tahun 2010 masih defisit hingga 700 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya. Wakil Menteri Pertanian, Bayu Khrisnamurti menyatakan, produksi kedelai nasional tahun lalu turun menjadi 1 juta ton, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai tahun lalu, yang mencapai 1,7 juta ton (Anonim d, 2011). Hingga tahun 2012 produksi kedelai nasional lebih rendah (800.000 ton) dibanding produksi tahun 2010 yaitu 907.300 ton. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mempunyai target swasembada kedelai 2.7 juta ton pada tahun 2014 dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor yang lebih besar dari sekarang 70%
1
2
menjadi 30% (Sepudin Zuhri. 2012). Hasil rerata kedelai nasional 1,2 ton per hektar, sedangkan hasil rerata kedelai dunia saat ini sudah mencapai 1,9 ton per hektar. Peluang meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri masih ada dengan berbagai persyaratan seperti lahan baru, bantuan kepada petani dan lainnya, sehingga bisa menurunkan persentase ketergantungan impor kedelai. Hal ini merupakan peluang sekaligus sebagai tantangan bagi para petani Indonesia untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Menurut Purwanti (2004), salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah masih rendahnya pemakaian benih bermutu tinggi oleh petani. Hal tersebut antara lain disebabkan cepatnya
kemunduran benih selama penyimpanan, sehingga sulit untuk
menyediakan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan rendah. Pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai viabilitas yang tetap tinggi pada saat ditanam kembali. Benih bermutu tinggi mencakup mutu genetis, mutu fisis dan mutu fisiologis yang memerlukan penanganan serta terencana dengan baik dari mulai tanam sampai panen. Penyimpanan benih merupakan suatu usaha untuk mempertahankan mutu benih sampai benih tersebut ditanam oleh petani.
3
Penyimpanan benih di daerah tropis sering mengalami kendala terutama karena masalah kelembaban yang tinggi dan fluktuasi suhu. Benih bersifat higroskopis dan kadar airnya selalu berkeseimbangan dengan kelembaban nisbi di sekitarnya.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
viabilitas
benih
selama
penyimpanan meliputi faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal, dan faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang (Copeland dan Donald, l985) dalam Esti dan Eni (2007). Salah satu alternatif dalam penyimpanan benih, khususnya benih ortodok pemilihan materi kemasan sangat penting, agar kadar air benih tidak mengalami perubahan selama penyimpanan dan viabilitas benih dapat dipertahankan. Pemilihan jenis kemasan yang baik harus disesuaikan dengan tipe benih, suhu dan RH ruang simpan, kadar air awal, lama simpan dan tujuan akhir penyimpanan. Bila gudang penyimpanan tidak dilengkapi alat pendingin dan pengatur kelembaban, serta menggunakan kemasan yang sesuai maka penyimpanan benih kedelai paling lama 4 bulan (Suprapto, 1985). Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11% (Purwanti,2004). Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat sehingga menyebabkan penurunan perkecambahan benih. Benih kedelai yang akan ditanam harus
4
disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan (suhu rendah). Hukum ini berlaku apabila kelembaban relatif ruang penyimpanan berkisar antara 15%-70%, dengan suhu antara 0°C-30°C, dan kadar air benih antara 4%-14% (Kuswanto, 2003). Penelitian-penelitian terdahulu telah menguji pengaruh berbagai kadar air awal dan suhu penyimpanan terhadap umur simpan benih, tetapi masih banyak kondisi simpan lain yang belum diteliti (misalnya: freezer). Mengingat besarnya pengaruh kadar air awal dan suhu penyimpanan terhadap mutu fisiologi benih, maka penting untuk melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dengan kadar air standar benih lain untuk menentukan jenis kemasan yang efektif. Upaya untuk mempetahankan kualitas benih masih tinggi sampai akhir penyimpanan (Egli dan Krony, 1996 cit. Viera et. al., 2001) dalam Purwanti, (2004).
Benih
bersifat
higroskopis,
sehingga
benih
akan
mengalami
kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan. Salah satu faktor tersebut , menjadi pembatas dalam produksi kedelai di daerah tropis karena kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan peningkatan
benih
bermutu tinggi merupakan
unsure penting dalam upaya
produksi tanaman. (Purwanti.2004). Dalam penelitian ini akan
diketahui pengaruh suhu ruang simpan dan jenis kemasan terhadap kualitas benih kedelai.
5
B. Perumusan Masalah Benih kedelai bersifat higroskopis, dan salah satu faktor yang mempengaruhi umur simpan benih adalah kadar air. Agar kadar air benih tidak mengalami perubahan atau peningkatan selama penyimpanan dan viabilitas benih dapat dipertahankan, maka benih harus disimpan dalam suhu ruang simpan yang sesuai dan menggunakan jenis kemasan yang cocok untuk mempertahankan mutu benih kedelai tersebut. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan macam kemasan dan suhu ruang simpan yang tepat untuk benih kedelai.
D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para produsen benih dalam melakukan proses penyimpanan benih kedelai, dengan demikian penelitian ini tidak hanya sekedar penelitian saja, namun penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan ataupun pengetahuan tentang macam pengemas dan suhu ruang yang cocok dalam penyimpanan benih kedelai.