HUBUNGAN PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 35 TAHUN DI POS GIZI DESA TEGAL KUNIR LOR MAUK Zulia Putri Perdani1, Roswita Hasan2, Nurhasanah3 1). Program Studi S1 Keperawatan dan Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tangerang 2). Program Studi S1 Keperawatan dan Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tangerang 3). Mahasiswa program S-1 Keperawatan dan Ners
ABSTRAK Asupan nutrisi pada anak memegang peranan penting dalam tumbuh kembang pada anak, keadekuatan asupan nutrisi dapat dinilai dengan keadaan status gizi. Anak Usia 3-5 tahun merupakan tahapan dimana anak mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang pesat, serta masih bergantung pada orang tua dalam hal pemberian makan, anak sudah bisa memilih makanan yang disukainya. Peran orang tua sangat menentukan asupan nutrisi pada anak, asupan nutrisi yang tidak sesuai akan menyebabkan anak kekurangan gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Praktik Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak usia 3-5 Tahun. Jenis penelitian ini adalah dekriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Tegal Kunir Lor Mauk Kabupaten Tangerang pada bulan Agustus 2016, sampel dalam penelitian ini berjumlah 77 responden. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktik pemberian makan dengan status gizi dengan nilai (p= 0,000 < 0,05). Menurut hasil penelitian ini, disarankan bagi ibu-ibu selalu menerapkan praktik pemberian makan yang baik maksudnya dalam pemilihan makanannya dan gizi makanannya.
ABSTRACT Nutrition to children plays an important role in the growth and development in children, adequacy of nutrient intake can be judged by the state of nutritional status. Children Aged 3-5 years is a stage where children experience the growth and activity of rapid, and still rely on parents in terms of feeding, the child is able to choose the food that he liked. The role of parents is crucial nutrition to children, nutrition is not appropriate will lead to child malnutrition. The purpose of this study was to determine Feeding Practice Relationship with Nutritional Status of Children aged 3-5 years. This type of research is descriptive correlation with cross sectional approach. This research was conducted in the village of Tegal Kunir Lor Mauk Tangerang District in August 2016, the sample in this study amounted to 77 respondents. The analysis used in this study were univariate and bivariate analysis using chi-square test. The results showed that there was a relationship between feeding practices and nutrition status with the value (p = 0.000 <0.05). According to these results, it is advisable for mothers always apply a good feeding practices mean in the selection of food and nutritional food.
Keywords: Feeding Practice, Nutritional Status
JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 17
Pendahuluan Asupan nutrisi pada anak memegang peranan penting dalam optimalisasi tumbuh kembang pada anak (Sulistyoningsih, 2011). Keadekuatan asupan nutrisi pada anak dapat dinilai dengan keadaan status gizi yang ditandai dengan anak kurus, normal, dan gemuk (Sulistyoningsih, 2011; Supriasa, 2012). Asupan nutrisi yang kurang akan menyebabkan kondisi kesehatan anak menjadi kurang baik, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta dapat menyebabkan kematian (Barasi, E.M, 2009). Balita yang kekurangan nutrisi mudah terkena infeksi dan berpengaruh pada nafsu makan, jika pola makan tidak terpenuhi maka tumbuh kembang anak akan terganggu (Sulistyoningsih dalam Purwani, 2013). Data yang didapat dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), jumlah prevalensi balita kurus sebesar 12,1%. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus gizi kurang di Daerah Mauk pada tahun 2015 berada di peringkat ke-4 di Kabupaten Tangerang sebesar16,21% atau sebanyak 6.784 balita (Badan Penelitian Statistik Kab. Tangerang Tahun 2015). Data ini masih cukup tinggi dan hampir semua kelompok umur mengalami masalah kebutuhan pemenuhan nutrisi, terutama pada anak usia 3-5 tahun rentan mengalami gizi kurang (Marimbi, 2010). Anak Usia 3-5 tahun merupakan tahapan dimana anak mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang pesat sehingga asupan nutrisi akan meningkat. Anak di usia ini masih bergantung pada orang tua dalam hal pemberian makan, anak sudah bisa memilih makanan yang disukainya. Peran orang tua sangat menentukan asupan nutrisi pada anak, asupan nutrisi yang tidak sesuai
akan menyebabkan anak kekurangan gizi (Sulistyoningsih dalam Purwani, 2013). Salah satu peran orang tua bertanggung jawab atas pemenuhan nutrisi pada anaknya, keinginan orang tua untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya sering kali melatarbelakangi praktik pemberian makan yang kurang tepat. Hal ini menimbulkan praktik yang berbedabeda dalam melakukan pemberian makan pada anak. Praktik pemberian makan yang kurang tepat antara lain selalu memenuhi kemauan anak untuk mengkonsumsi makanan yang ia inginkan, bahkan melakukan pemaksaan pada anak untuk mau mengkonsumsi makanan tertentu (Musher-Eizman & Holub, 2007). Berdasarkan hasil observasi tanggal 28 Juni 2016 pada 10 ibu di Pos Gizi Desa Tegal Kunir Lor daerah Mauk didapatkan jumlah prevalensi anak usia 3-5 tahun sebanyak 222 anak atau sebanyak 50 anak yang memiliki status gizi kurang. Hal ini karena orang tua banyak yang membiarkan apapun makanan yang dikonsumsi anaknya, banyak orangtua yang menyajikan makanan siap saji. Tiga ibu mengatakan tidak pernah melibatkan anak dalam menyiapkan makanan sehari-hari dengan alasan takut anaknya terkena api atau menghambat ibu memasak, namun jika ibu berbelanja untuk kebutuhan pangan anak selalu diajak. Lima orang ibu mengatakan sering memberikan pelukan, hadiah, dan ciuman jika anaknya menghabiskan makanan yang dimakan, ibu juga selalu memberikan contoh makanan sehat seperti lauk-pauk, buah-buahan serta sayur-sayuran maka anak akan mengikuti apa yang dimakan ibunya. Puskesmas Mauk menerapkan program Pos Gizi di beberapa desa untuk menanggulangi rawan gizi. Dengan pendekatan Pos Gizi dapat mendorong JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 18
terjadinya perubahan perilaku, selain itu di harapkan melalui program ini anak anak yang kurang gizi dapat berubah ke status gizi baik. Salah satu desa yang memiliki angka malnutrisi di kabupaten mauk yang menerapkan Pos Gizi yaitu Desa Tegal Kunir Lor. Penelitian Putri (2012) dengan judul hubungan praktik pemberian makan dengan kejadian sulit makan pada anak balita bahwa ada hubungan yang dipengaruhi oleh ibu dalam melakukan tekanan (memaksa, membentak, dan berkata kasar), diberikan hadiah, pemberian makanan manis ketika sedang memberikan asupan nutrisi dengan kejadian sulit makan pada populasi balita mayoritas ibu membiarkan anaknya mengkonsumsi makanan yang ia inginkan. Penelitin lain oleh Suciati Ningsih (2015) dengan hubungan perilaku ibu dengan status gizi kurang pada anak mengatakan ada hubungan perilaku pemberian makan yang diberikan orang tua dipengaruhi oleh pendidikan orang tua terhadap status gizi kurang, hal ini sesuai dengan hasil wawancara mayoritas ibu banyak yang beranggapan bahwa anaknya selalu sehat dengan keadaan status gizi yang kurus, ibu membiarkan anaknya mengkonsumsi makanan cepat saji dan mayoritas ibu banyak yang tidak mengontrok anaknya dalam hal pemberian makan. Namun dalam penelitian yang dilakukan Verdianawati (2014) dengan judul hubungan antara pola asuh ibu (praktik pemberian makan) dengan status gizi di Minahasa bahwa tidak ada hubungan pola pemberian makan dari orang tua dengan status gizi anak.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui Hubungan Praktik Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 Tahun di Pos Gizi Desa Tegal Kunir Lor Mauk. Tinjauan Teoritis Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Untuk menentukan klasifikasi status gizi harus memiliki ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia yaitu World Health Organization-National Centre for Health Statistik (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat yaitu, gizi lebih (over weight), gizi baik (well nourished), gizi kurang (under weight), dan gizi buruk (severe PCM) (Supariasa et al, 2013). Klasifikasi Penggunaan Tabel BB/TB (Direktorat Gizi Masyarakat 2002): a) Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak b) Lihat kolom tinggi/panjang badan anak sesuai dengan hasil pengukuran c) Pilih kolom berat badan untuk lakilaki (kiri) atau perempuan (kanan) sesuai jenis kelamin anak, cari angka berat badan yang terdekat dengan berat badan anak. d) angka berat badan tersebut, kolom atas berfungsi untuk mengetahui Standar Deviasi (Kementerian Kesehatan, 2014). e)
Interpretasi: Normal: -2 SD atau Gizi Baik
Berdasarkan hasil uraian diatas peneliti ingin mengkaji ulang terkait “hubungan praktik pemberian makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun“. JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 19
Kurus: < - 2 SD s/d – 3 SD atau kurang gizi Kurus sekali: < - 3 SD atau Gizi
Buruk Gemuk: > 2 SD atau Gizi lebih f) Intervensi: Lihat buku pedoman Tatalaksana Gizi Buruk, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Kementerian Kesehatan, 2014).
Faktor-Faktor Status Gizi
yang
Mempengaruhi
Menurut UNICEF (1998) dalam Supariasa (2012), menggambarkan faktor yang berhubungan dengan status gizi,pertama penyebab langsung adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tidak langsung yaitu ketahanan keluarga yang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi,
sanitasi lingkungan, kelamin dan aktivitas.
umur,
jenis
Pos Gizi Pos Gizi adalah alat menggerakan masyarakat untuk bekerja dengan melibatkan berbagai lapisan sosial di masyarakat tersebut, agar bekerjasama mengatasi masalah dan menemukan solusi sari dalam masyarakat mereka sendiri. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya memaksimalkan sumber 25 daya, keterampilan dan startegi yang ada untuk mengatasi suatu permasalahan dan memanfaatkan metodologi partisipasi secara luas dan proses atau partisipatory learning and action (PD dan Heart USAID, 2004). Prinsip dari Pos Gizi adalah bahwa kemiskinan bukanlah penyebab utama kekurangan gizi, karena ditemukan beberapa keluarga miskin yang anaknya sehat (gizi baik) karena menerapkan pola asuh yang baik. Kekurangan gizi pada umumnya disebabkan oleh praktek pemberian makan atau pola asuh yang tidak benar, dengan adanya program Pos Gizi maka diharapkan kurang gizi bisa teratasi dengan perubahan perilaku. Pada saat kegiatan Pos Gizi orang tua belajar perilaku positif bersama-sama dan mempraktekannya dirumah (Core, 2003). Tujuan Pos Gizi Adapun tujuan dari Pos Gizi antara lain: Dengan cepat memulihkan anak-anak kurang gizi yang diidentifikasi di dalam masyarakat, Memungkinkan keluargakeluarga tersebut mempertahankan status gizi dari anak tersebut di rumah masingmasing secara mandiri, Mencegah kekurangan gizi pada anak-anak yang akan lahir kemudian dalam masyarakat mengenai perilaku-perilaku ibu balita, pengasuhan anak, pemberian makan, JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 20
kebersihan balita dan mencari pelayanan kesehatan (Core, 2003). Praktik Pemberian Makan Domain perilaku yaitu praktik (practice) yang artinya seseorang yang telah mengetahui stimulus/objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan/ mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Seta membutuhkan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007). Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungannya dan merupakan suatu perwujudan dari adanya kebutuhan. Mewujudkan sikap dalam pemberian makanan bergizi menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Tingkatan praktik adalah mulai dari persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adaptasi. Dalam perilaku pemberian makanan bergizi ini dapat terlihat dari ibu bisa memilih makanan yang bergizi bagi keluarganya terutama balita, serta ibu dapat pula memilih bahan makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan yang murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2002). Faktor –faktor yang mempengaruhi dalam pemberian makan Menurut Sulistyoningsih (2011), faktorfaktor yang mempengaruhi yaitu meliputi: 1) Faktor Ekonomi Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
2) Faktor Sosial Budaya Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan/adat. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. 3) Pendidikan Menurut Notoadmodjo dalam penelitian Ernawati (2014) pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turu pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap pengetahuan yang mereka peroleh. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikam. Pendidikan bagi seorang ibu sangat penting dan tepat terutama dalam merawat anak. 4) Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Kebiasaan makan pada keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 21
5) Usia ibu Menurut Notoadmodjo dalam penelitian Ernawati (2014), umur berpengaruh dalam proses belajar menyesuaikan diri, seiring dengan bertambahnya umur seseorang maka semakin banyak pengalaman yang akan didapat dari lingkungan dalam membentuk perilakunya. Semakin bertambah umur, ibu akan mempunyai pengalaman yang lebih banyak dari lingkungannya dalam pola asuh anak khususnya dalam perilaku pemberian makan bagi anaknya. Karakteristik Praktik Orang tua dalam Pemberian Makan Musher-Eizman dan Holub (2007) menjelaskan bahwa praktik pemberian makan pada anak dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: 1) Tekanan untuk makan (Pressure To Eat) Santoso et al dalam Putri (2012) mendefinisikan tekanan untuk makan sebagai tindakan mendorong anak untuk makan. Orang tua sering sekali melakukan tindakan tekanan pada anak dalam aktivitas makan untuk usaha meningkatkan berat badan anak. Bentuk lain dari tekanan yang seringkali dilakukan orangtua adalah dengan membentak, berkata kasar, memaksa anak untuk makan makanan yang disediakan. Tekanan yang dilakukan orangtua agar anak mau makan atau menghabiskan makanannya akan menggangu psikologis anak. Anak akan merasa bahwa aktivitas makan merupakan aktivitas yang tidak menyenangkan sehingga anak akan kehilangan nafsu makan yang akan berdampak pada pertumbuhannya.
2) Pembatasan untuk berat badan (Restriction For Weight) Menurut Corsini, dkk dalam Putri (2012) pembatasan makanan merupakan kontrol terlalu tinggi terhadap apa dan berapa banyak makanan yang anak makan. Orang tua sering kali berusaha membatasi konsumsi makanan tertentu pada anaknya dengan cara yang tidak tepat. Menurut Kurniasih dalam Putri (2012) orang tua berusaha membatasi makanan cepat saji bagi anak. Orang tua memiliki tujuan baik dengan melakukan tindakan tersebut, namun tindakan pembatasan terhadap konsumsi makanan tertentu akan semakin meningkatkan minat anak terhadap makanan tersebut (savage dalam Putri, 2012). 3) Makanan sebagai Reward Reward merupakan hal yang disuka anak. Namun reward juga bisa menimbulkan dampak buruk bagi perilaku makan pada anak. Bentuk reward yang tepat yang dapat dilakukan pada anak dengan memberikan pujian, pelukan, ciuman pada anak jika anak menunjukkan perilaku baik, misalnya jika anak mengkonsumsi makanan sehat. Menurut Judarwanto, orangtua yang selalu menunjukkan kasih sayangnya dengan memberikan pujian, ketika anak mengkonsumsi makanan sehat akan membuat anak berada dalam kondisi yang nyaman dan berimbas pada perkembangan perilaku makan yang baik pada anak (Lowe et al dalam Putri, 2012). 4) Regulasi Emosi Regulasi emosi menekankan pada bagaimana dan mengapa emosi itu sendiri mampu mengatur seperti memusatkan perhatian saat pemberian makan dan memusatkan anak ketika sedang makan (Erlina 2012). JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 22
5) Pembatasan untuk kesehatan (Restriction For Health) Menurut Corsini, dkk dalam Putri (2012) Pembatasan makanan merupakan kontrol terlalu tinggi terhadap apa dan berapa banyak makanan yang anak makan. Orang tua sering kali berusaha membatasi konsumsi makanan tertentu pada anaknya dengan cara yang tidak tepat. Menurut Kurniasih dalam Putri (2012) orang tua berusaha membatasi makanan cepat saji bagi anak. Orang tua memiliki tujuan baik dengan melakukan tindakan tersebut, namun tindakan pembatasan terhadap konsumsi makanan tertentu akan semakin meningkatkan minat anak terhadap makanan tersebut (savage dalam Putri, 2012). 6) Kontrol anak (Child Control) Kontrol makanan merupakan tindakan yang dilakukan orangtua terhadap makanan yang dikonsumsi oleh anak. Adapun bentuk kontrol yang dapat dilakukan meliputi tekanan pada anak untuk makan (pressure) dan pembatasan untuk makan (retriction). Santoso et al dalam putri (2012) mendefinisikan tekanan untuk makan sebagai tindakan mendorong anak untuk makan. Orang tua sering sekali melakukan tindakan tekanan pada anak dalam aktivitas makan untuk usaha meningkatkan berat badan anak. Bentuk tekanan yang dilakukan orang tua dapat berupa pemberian hadiah/reward pada anak. 7) Edukasi Makanan (Teaching Nutristion) Edukasi makanan sehat dapat dilakukan saat aktivitas pemberian makan pada anak. Orangtua dapat menyampaikan manfaat makan sayur ketika memberikan suapan sayur pada anak atau ketika anak menolak untuk makan sayur. Ibu merupakan pendidik keluarga, pengajaran tentang zat gizi dan makanan sehat pada anak diberikan
oleh ibu karena ibu memiliki pengetahuan yang lebih baik terkait kandungan gizi makanan dibandingkan oleh ayah (Croll dalam Putri, 2012). 8) Mendorong keseimbangan (Encourage Balance) Santoso et al dalam putri (2012) mendefinisikan tekanan untuk makan sebagai tindakan mendorong anak untuk makan. Orang tua sering sekali melakukan tindakan tekanan pada anak dalam aktivitas makan untuk usaha meningkatkan berat badan anak. 9) Lingkungan sehat (Healthy Environment) Menurut Zainul (2015) faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Kebiasaan makan pada keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Santoso dalam Zainul (2009) menambahkan, anak usia 3-6 tahun mempunyai ciri khas yaitu sedang dalam proses tumbuh kembang, ia banyak melakukan kegiatan jasmani, dan mulai aktif berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun alam sekitarnya sehingga lupa untuk makan. 10) Keterlibatan anak (Involvement) Anak dapat dilibatkan dalam proses penyiapan dan pemilihan makan. Menurut Friedman dalam Putri (2012) penyiapan dan pemilihan makanan merupakan tanggung jawab ibu, namun secara perlahan anak harus mampu memilih dan menentukan makanan sehat bagi dirinya. Perkembangan kognitif dan motorik pada usia balita yang belum matang mengakibatkan anak belum mampu mempersiapkan dan memilih makanan JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 23
secara mandiri. namun orang tua perlu melibatkan anak dalam proses tersebut. 11) Pemantauan (Monioring) Pemantauan pola makan anak penting bagi pertumbuhan, anak seringkali makan apa saja yang mereka sukai, oleh karena itu penting orang tua untuk memantau nutrisi anak. Ketika pola makan anak teratur maka gizi anak tercukupi dan terhindar dari masalah kesehatan (Zainul, 2015). 12) Model Peran (Modeling) Menurut Center for Community Child Health dalam Putri (2012) model peran (Modeling) merupakan suatu perilaku pemberian contoh sehingga orang yang melihat akan mengikuti perilaku tersebut. Modeling dapat memberikan efek protektif terhadap kesehatan anak. Lingkungan keluarga merupakan tempat anak pertama kali belajar mengenai segala sesuatu melalu model peran. Menurut Almatsier dalam Putri (2011) model peran ditunjukkan orang tua dan orang lain yang memiliki kedekatan dengan anak akan mempengaruhi kebiasaan makan pada anak.
atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada satu satuan waktu (Dharma. 2011). Uji coba kuesioner dilakukan pada tanggal 20 juli 2016 terhadap 20 responden di Posyandu At-Taqwa Tangerang. Pada penelitian ini dilakukan uji instrument penelitian yaitu instrument Praktik Pemberian Makan. Instrument praktik pemberian makan berjumlah 38 pertanyaan. Cara pengukuran kuesioner praktik pemberian makan ini dengan membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Hasil uji validitas yang dilakukan di Posyandu At-Taqwa terhadap instrument praktik pemberian makan adalah valid dengan 38 pertanyaan dan hasil reliabilitas yang didapatkan dari hasil nilai Alpha Cronbach 0,975 hasil ini lebih dari nilai r product moment yaitu 0,444.
Menurut Scaglioni, dkk dalam Putri, 2012 perilaku orang tua khususnya ibu dalam konsumsi makanan sehat memiliki peran penting dalam membentuk perilaku makan sehat pada anak, ibu memberikan pengaruh lebih kuat, namun pemberian contoh orang tua terhadap anak akan semakin menurun seiring semakin meningkat usia anak hal ini dikarenakan semakin meningkat usia anak maka semakin berkembang kemampuannya untuk memilih makanan yang sehat bagi dirinya. Metode Penelitian Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitianyang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 24
Hasil Penelitian Menurut Data Demografi di Pos Gizi Desa Tegal Kunir Lor Mauk 2016 (n=77). Variabel Karakreristik Anak Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan Usia anak - 3 tahun - 4 tahun - 5 tahun BBL Anak - < 2,5 Kg - >2,5 Kg Karakteristik Ibu Usia Ibu - Remaja akhir (12-25 tahun) - Dewasa awal (26-31 tahun) - Dewasa akhir (36-50 tahun) Pendidikan - Rendah - Tinggi Pendapatan -
Rp .3.100.000
Frekuensi
Presentase
30 47
39,0 61,0
43 26 8
55,8 33,8 10,4
7 70
9,1 90,9
29
37,7
38
49,4
10
13
65 12
84,4 15,6
53 24
56,8 31,2
Berdasarkan tabel 4.11 hasil analisis hubungan praktik pemberian makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun diperoleh bahwa mayoritas orang tua kurang optimal dalam pemberian makan untuk anaknya, orang tua yang optimal dalam pemberian makan pada anak mempunyai hubungan dengan status gizi dengan P-value = 0,000. Orang tua yang memberikan praktik makan yang optimal seperti mengontrol anak, berperan dalam pemberian makan, melibatkan anak dalam pemilihan dan penyediaan makanan serta memberikan edukasi makanan kepada anaknya. Orang tua yang memberikan praktik makan yang optimal mempunyai peluang sebanyak 8 kali untuk memiliki anak dengan status gizi normal dibandingkan dengan orang tua yang kurang optimal dalam pemberian makan.
Hubungan Praktik Pemberian Makan dengan Status Gizi anak usia 3-5 Tahun di Pos Gizi Desa Tegal Kunir Lor Mauk 2016 Praktik Pemberian Makanan
Status Gizi Kurus Normal n % n %
Optimal
27 35,1 17 21,1 44 57,1
Kurang Optimal Total
Total
OR
Pvalue
5 6,5
n % 32 41,6
8,894
0,000
28 36,4
45 58,4
33 42,9
77 100
Pembahasan Berdasarkan tabel 4.1 distribusi jenis kelamin anak dari total 77 responden menunjukkan jenis kelamin
terbanyak perempuan sebanyak 47 responden (61,0%), usia anak terbanyak 3 tahun sebanyak 43 responden (55,8 %), BBL anak terbanyak >2,5 Kg sebanyak 70 responden (90,9 %), usia orang tua yang paling terbanyak yaitu dewasa awal sebanyak 38 responden (49,4%) tingkat pendidikan terbanyak pendidikan rendah sebanyak 65 responden (84,4%) pendapatan orang tua terbanyak yaitu < Rp. 3.100.000 sebanyak 53 responden (56,8%).
Hal ini dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan, pendidikan, dan tingkat ekonomi yang baik. Dalam penelitian ini sebagian besar responden berpendidikan rendah dan berada ditingkat ekonomi yang rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin tinggi pula pengetahuan dan pengalamannya dalam merawat anaknya khusunya dalam praktik pemberian makannya. Hal ini diperkuat oleh Suhardjo dalam Zainul (2015) bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik maka ibu akan mampu untuk memilih makananJKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 25
makanan yang bergizi untuk di konsumsi. Orang tua yang mengontrol asupan makanan pada anak seperti memperbolehkan anak berhenti makan jika sudah kenyang, menyuruh makan dengan berkata halus, merayu anak jika anak makan dengan jumlah sedikit, memberikan pujian dan pelukan jika anak menghabiskan makanan serta melarang anak makan selingan jika mendekati waktu makan. Hal ini diperkuat oleh Suharjo dalam Zainul (2015) menyatakan bahwa pada masa bayi dan balita, orang tua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh anak dengan membiasakan pola makan yang seimbang dan teratur setiap hari, sesuai dengan tingkat kecukupannya. Dalam penelitian ini kontrol makan anak merupakan praktik orang tua yang membiarkan anak mengontrol sendiri pilihan dan asupan makanan yang mempengaruhi seberapa banyak anak makan makanan yang sehat (Musher- Eizenman & Holub, 2007). Hal ini diperkuat oleh menurut Scaglioni dkk dalam Putri (2012) perilaku orang tua khususnya ibu dalam konsumsi makanan sehat memiliki peran penting dalam membentuk perilaku makan sehat pada anak, ibu memberikan pengaruh lebih kuat, namun pemberian contoh orang tua terhadap anak akan semakin menurun seiring semakin meningkat usia anak hal ini dikarenakan semakin meningkat usia anak maka semakin berkembang kemampuannya untuk memilih makanan yang sehat bagi dirinya. Menurut Sunardi dalam Purwani (2013) mengatakan bahwa peran ibu dalam membina makan sehat sangat dituntut demi mempertahankan pola pemberian makan yang benar pada anak, perilaku orang tua merupakan cermin bagi anak untuk diikuti karena itu sebagai orang tua haruslah menyadari
apa yang dilakukan tentu akan diikuti oleh anaknya. Orang tua yang terlibat dalam penyediaan makanan pada anak seperti melibatkan anak dalam merencanakan makanan, memberikan kesempatan pada anak untuk memilih makanan, membiarkan memotong sayuran, mengajak anak memasak, mengajak anak belanja, membuat bentuk makanan menarik, memasak sayur, dan membuat makanan selingan pada anak. Hal ini dibuktikan banyak ibu yang kurang melibatkan anaknya dalam hal praktik pemberian makan seperti memilih bahan dan ikut memasak. Hal ini diperkuat oleh Menurut Friedman dalam Putri (2012) anak dapat dilibatkan dalam proses penyiapan dan pemilihan makan, penyiapan dan pemilihan makanan merupakan tanggung jawab ibu, namun secara perlahan anak harus mampu memilih dan menentukan makanan sehat bagi dirinya. Orang tua yang memberikan edukasi makanan pada anak seperti memberi tahu anak tentang makanan sehat dan tidak sehat, memberi tahu tentang kandungan gizi apa yang dikonsumsi anak, memberi tahu manfaat dan bahaya makan yang dikonsumsi, memberi tahu manfaat makan sayur, dan memberi tahu manfaat memakan lauk pauk. Hal ini diperkuat oleh menurut Sunardi (2000) yang mengatakan bahwa pengetahuan dan peran ibu dalam membina makan sehat sangat dituntut demi mempertahankan praktik pemberian makan yang benar pada anak. Makanan selingan anak perlu diperkenalkan sejak anak masuk kemakanan keluarga. Tentunya yang dipilih yang sesuai dengan usianya yaitu konsistensinya dan porsi. Kesehatan anak merupakan hal yang perlu diupayakan secara serius oleh orang tua. Untuk itu diupayakan praktik pemberian makan yang tepat seimbang JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 26
agar anak tetap sehat. Kesehatan anak dapat dicapai melalui upaya pemberian makan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan gizinya. Kesimpulan Hasil analisis bivariat dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistic nilai p = 000 < 0,05 berarti ada hubungan antara praktik pemberian makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 8,89 artinya anak yang kurang optimal dalam pemberian makan mempunyai peluang 8 kali untuk mempunyai status gizi kurus di bandingkan orang tua yang optimal dalam pemberian makan. Saran 1. Bagi Ibu a. Bagi ibu hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang Praktik Pemberian Makan, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki dapat memberikan sikap yang baik agar senantiasa diikuti oleh anaknya, peran orang tua sangat mempengaruhi status gizi anaknya. b. Orang tua dapat melibatkan anak dalam perencanaan dan persiapan makan serta memberikan kebebasan kepada anak untuk mengontrol sendiri pilihan dan asupannya dengan demikian anak dapat memilih menu keluarga berdasarkan pilihannya. c. Orang tua sebaiknya tidak memberikan tekanan anak untuk makan misalnya dengan memaksa atau harus menghabiskan makanan yang ada di piringnya atau membujuk anak untuk makan lebih banyak padahal anak mengatakan sudah kenyang karena hal ini dapat memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga mempengaruhi asupan gizi anak menjadi kurang. 2. Bagi Puskesmas Melakukan survey secara berkala di setiap wilayah kerja agar diperoleh data
yang akurat mengenai jumlah Status Gizi pada balita dan dapat dilakukan tindakantindakan untuk mengurangi ataupun menurunkan angka gizi buruk pada balita. 3. Bagi Pendidikan Keparawatan a. Diharapkan dapat menambah jurnal online mengenai praktik pemberian makan pada anak. b. Diharapkan dapat menjadi evidence based bagi perkembangan ilmu keperawatan, khususnya mengenai pentingnya praktik pemberian makan pada anak. 4. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut pada penelitian sejenis, mengenai praktik pemberian makan, status gizi dan faktor yang mempengaruhi dari keduanya sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih variatif. Kepustakaan Apriadji, W. H. (1996). Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadana Arifin, Z. (2015). Gambaran Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun Dengan Gizi Kurang Di Pondok Bersalin Tri Sakti Balong Tani Kecamatan Jabon– Sidoarjo.Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Arisman, M.B. (2010). Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi-2. Jakarta: EGC Barasi, E.,M. (2009). At a Glace Ilmu Gizi. Erlangga : PT. Glora Aksara Pratama Budiman, A.R. 2013. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.1 Februari 2011: hlm. 36–41. Diakses tanngal 7 mei 2016 Dharma, K.K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 27
Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.http:///www.depkes.go.idDiaks es Tanggal 6 Mei 2016 Departemen Kesehatan RI. (2009). Buku saku gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dinas Kesehatan Kab Tangerang. (2015)Sasaran Dan Target ProgramProgram Per Puskesmas.Dinkes Kab Tangerang, Banten Dinkes Prov Banten. (2011). Status Gizi di Banten. http://www.berita8.comDiakses Tanggal 8 Maret 2016 Dahlan, S. (2006). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji Hipotesis dengan menggunakan SPSS. Jakarta : PT. Arkans Ernawati. (2014). Karakteristik Perilaku Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun di Posyandu Kucup. Yogyakarta Hastono, P. (2007). Analisa Data Kesehatan. Depok :Fakultas Kesehatan Masyarakat Hurlock, E. (2004). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Kementerian Kesehatan RI. (2011). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktoral Jendral Bina gizi kesehatan ibu dan anak Kosim, MS.dkk. (2008). Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan dan Perawat di Rumahsakit. Jakarta: IDAI Marimbi, H. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi & Imunisasi
Dasar Pada Yogyakarta:
Balita. Nuha Medika
Muharyani, WP., (2012).Hubungan Praktik Pemberian Makan dalam Keluarga dengan kejadian sulit makan pada populasi Balita Di Kelurahan Kuto Batu Kota Palembang. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan program Magister Keperawatan Universitas Indonesia Musher-Eizenman, D. & Holub, S. (2007). Comprehensive feeding practices questionnaire: validation of a new measure parental feeding practices. Journal of Pediatric Psychology, 32, 960- 972. Nadeak, M. (2011). Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga Di Kelurahan Pekan Dolok Marsihul Tahun 2011. Skripsi. USU Ningsih , S. Dkk. (2015). Hubungan Perilaku Ibu Dengan Status Gizi Kurang Anak Usia Toddler.Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta . (2002). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta . (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta PD dan Heart USAID. (2004). Suatu pendektan perubahan perilaku dan Pos Gizi. buku panduan pemulihan yang berkesinmabungan bagi anak malnutrisi. Chile survival collaborations and resources group nutrisin working. February 2003. Diterjemahkan oleh PCI – Indonesia dan diperbanyak oleh jejaring PD JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 28
Indonesia atas dukungan USAID, Juni Purwani, E. (2013). Pola mberian Makan dengan Staus Gizi Anak Usia 1 sampai 5 Tahun dikabunan Taman Pemalang. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Sabri Luknis, S.P. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers Setiadi. 2013. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sulistiyawati. (2011). Tesis: Pengaruh pemberian diet formula 75 dan 100 terhadap berat badan balita gizi buruk rawat jalan di wilayah kerja puskesmas Pancoran Mas Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia. Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak . Yogyakarta : Graha Ilmu Sulistyoningsih. (2011). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : TIM
World Health Organization. (2015). Data and Statistics. (online) http://www.who.int/gho/child_hea lth /en/index.html Diakses 4 Mei 2016 UNICEF. (1998). Program Perbaikan Gizi Makro. UNICEF
Sunardi, Tuti. (2000). Makanan Sehat Penggunggah Selera makan Balita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Supriasa, dkk. (2012). Penilain Status Gizi. Jakarta : EGC Supriasa, et al. (2013). Penilain Status Gizi. Jakarta : EGC The CORE, Nutrition Working Group. (2003). Positive deviance/ hearth Consultant’s Guide, Guidance For The Effetive Use Of Consultants To Start Up PD/ Heart Initiatives. Verdianawati.2014. Hubungan Antara Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa JKFT, Edisi Nomor 2, Januari 2016 | 29