HIBAH AYAH KEPADA ANAK PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF FIQH GENDER
Fauzi Saleh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda Aceh
[email protected]
Abstract : Hibah is a present that given by someone to other for sake Allah swt. Nowadays, parents use the term (hibah) for avoiding the improper debate especially toward daughter. They distribute the property to their women children after evaluating how do it properly. The problem here is this kind of pure hibah or other name of heritage eventhough it is done before the death of parent. Some ulemas responded the issue, again, many intepretations related to hadith regarding the issue. Among the problem must be focused is the portion of daughter related the amount of property, also some of them have no portion of that. The writer also try to analyze the interpretation of ulemas related to nass on this issue. Through the research, the writer found the Islamic law never forbade hibah to be specialized to certain gender such daughter and mother. Concerning the daughter, the Syariah law pursue the justice among the children. So, it should be the same portion between male and female in relating to hibah.
Keywords : Grants, Hadith, The heritage Abstrak : Hibah adalah hadiah yang diberikan oleh seseorang dengan yang lain demi Allah swt. Saat ini, orang tua menggunakan istilah (hibah) untuk menghindari perdebatan yang tidak tepat terutama terhadap anak. Mereka mendistribusikan properti untuk anakanak perempuan mereka setelah mengevaluasi bagaimana melakukannya dengan benar. Masalahnya di sini adalah jenis hibah murni atau nama lain dari warisan walaupun hal itu dilakukan sebelum kematian orang tua. Beberapa ulama menanggapi masalah ini, sekali lagi, banyak intepretations terkait dengan hadits tentang masalah ini. Di antara masalah harus difokuskan adalah bagian putri terkait jumlah properti, juga beberapa dari mereka tidak memiliki bagian itu. Penulis juga mencoba untuk menganalisis interpretasi ulama yang berkaitan dengan nass tentang masalah ini. Melalui penelitian, penulis menemukan
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 147
hukum Islam tidak pernah melarang hibah untuk khusus jenis kelamin anak seperti tertentu dan ibu. Mengenai putri, hukum Syariah mengejar keadilan di antara anak-anak. Jadi, itu harus porsi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam berhubungan dengan hibah
Kata Kunci: Hibah, Hadits, Warisan Banyak cara yang tempuh agar apa
Pendahuluan Kematian adalah suatu keniscayaan
yang
diinginkan
dapat
terwujud.
yang tidak ada suatu makhluk yang dapat
Sejumlah
lari darinya. Manusia, beda dengan
pendidikan anak yang baik akan dapat
makhluk
menjadi solusi terhadap permasalahan ini.
yang
lain,
menghendaki
orang
meyakini
bahwa
ketenteraman pra dan pasca kematian.
Sementara
Banyak lembaga dan perangkat sosial
memahami memahami cara yang terbaik
secara
adalah
nasional
dan
internasional
di
pihak
membagikan
lain, sendiri
orang kepada
berusaha untuk mensosialisasikan betapa
anaknya
pentingnya kerukunan dan kedamaian
dengan
hidup manusia. Ketenteraman ini tentu
meninggal. Jalan yang terakhir ini sering
tidak bersifat individual, tetapi harus
disebut – dalam istilah agama itu –
universal. Manusia sebagai zoon politicon
dengan hibah.
(makhluk
selalu
jalan
anak
dialogis
perempuan semakin
ia
berinteraksi
Sunnah-sunnah Nabi SAW tidak
dengan pihak lain untuk keberlangsungan
menyebutkan secara eksplisit bahwa
hidupnya (sustainability of the life).
hibah orang tua kepada anak disebut
Pasca
social)
terutama
kematian,
orang
yang
dengan
warisan.
Dengan
demikian,
menghendaki agar anak – anaknya berada
pemberian hibah ini tentu mendapat
dalam
ada
perbedaan pendapat ulama baik dari segi
perselisihan terutama berkaitan dengan
nama hibah itu sendiri, ukuran yang
harta warisan. Apabila mereka yang
boleh dihibahkan, apakah semua atau
memiliki
maka
sebagian harta dan juga kuantitas yang
kemungkinan terjadi perselisihan sangat
boleh diterima oleh setiap anak. Ulama
besar, terutama dalam memperebutkan
sepakat agar diberikan secara adil, namun
harta yang berposisi strategis untuk
istilah ini juga muliti-interpretasi, apakah
kehidupan mereka.
dalam makna sama rata atau sesuai
keadaan
asset
nyaman,
tidak
banyak,
dengan
148 |
pembagian
warisan
pada
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
umumnya, yakni bagi laki-laki dua kali bagian perempuan.
ﻋﻄﻴﺔ اﻟﻮاﻟﺪ: وﻡﻦ ذﻟﻚ. ﻋﻄﻴﺔ-أیﻀﺎ ﻓﻌﻄﻴﺘﻚ ﻷﺧﻴﻚ هﺬﻩ.ﻷوﻻدﻩ ﺕﺴﻤﻰ ﻋﻄﻴﺔ
Pembahasan
وﻟﻮﻟﺪك، وﻟﺰﻡﻴﻠﻚ وﺹﺪیﻘﻚ ﻋﻄﻴﺔ،ﻋﻄﻴﺔ
A. Hibah Dan ’Athiyyah
وأﻡﺎ ﻟﻠﻔﻘﻴﺮ اﻟﺬي هﻮ أﻧﺰل ﻡﻨﻚ.ﻋﻄﻴﺔ
Sesuai dengan definisinya, hibah merupakan pemberian suka rela dalam
وأﻡﺎ ﻟﻸﻡﻴﺮ اﻟﺬي،ﻓﻬﺬﻩ ﺕﺴﻤﻰ ﺹﺪﻗﺔ
mendekatkan diri kepada Allah swt tanpa
واﻟﻐﺎﻟﺐ،ﻓﻮﻗﻚ ﻓﻬﺬﻩ ﺕﺴﻤﻰ هﺪیﺔ وهﺒﺔ
mengharapkan balasan apapun dalam
.أﻧﻚ ﺕﺆﻡﻞ أآﺜﺮ ﻡﻦ ﺛﻤﻨﻬﺎ
konteks
tolong
menolong
sesama
manusia dalam rangka kebajikan yang sangat
bernilai
positif
(Harun
dkk,
2003:540). Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Qs. Al-Nisa’ :4. Sebagian ulama mempersalahkan apakah pemberikan ayah kepada orang tua itu disebutkan ‘athiyyah ataupun hibah. Memang sekilas apalagi secara etimologi Arabnya seolah kedua terma tersebut tidak memiliki perbedaan yang menyolok, tetapi bila dilihat dalam konteks fiqh al-lughah, ada penekanan tertentu yang membedakannya. Hal ini penting terutama terkait dengan fahm alhukm (pemahaman hukum). Untuk yang
lebih
:
Athiyyah
:
seolah
menggambarkan (antara pemberi dan yang diberi) ada hubungan qarabah (kerabat).
Yakni
apabila
engkau
memberikan kepada kepada saudara atau tetanggamu, disebut ‘athiyyah. Demikian pemberian engkau kepada orang yang lebih rendah daripadamu – bila tidak dimaksudkan ajr (pahala) – juga disebut dengan ‘atiyyah. Contohnya: pemberian orang tua kepada anak, disebut pula dengan
‘atiyyah,
demikian
pula
pemberianmu kepada saudaramu, teman, anakmu.
Adapun
pemberian
kepada
orang fakir yang lebih rendah daripadamu maka disebut dengan sedekah. Adapun
memberikan
keterangan
dalam,
Taimiyyah
Ibn
Artinya
menjelaskan bahwa sebagai berikut:
.ﺛﻢ اﻟﻌﻄﻴﺔ آﺄﻧﻬﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺘﻘﺎرﺑﻴﻦ ﻓﻲ اﻟﺤﺎل ﻷﺧﻴﻚ-إذا ﺳﻠﻤﺖ- إذا أﻋﻄﻴﺖ:یﻌﻨﻲ وآﺬﻟﻚ، ﺕﺴﻤﻲ ﻋﻄﻴﺔ،ﺷﻴﺌﺎ أو ﻟﺠﺎرك - ﺕﺴﻤﻲ-إذا ﻟﻢ ﺕﻘﺼﺪ اﻷﺝﺮ- ﻟﻤﻦ ﺕﺤﺘﻚ
pemberian kepada orang yang lebih tinggi daripadamu seumpama kepada pimpinan disebut hadiah atau hibah. Biasanya dihargai pada nilai barangnya. Dari penjelaskan di atas dapat ditarik benang merah bahwa ’atiyyah dan hibah memiliki maknya yang berbeda baik dari segi objek penerimanya atau
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 149
maghza (maksud) dari pemberian itu. Ibn
pengertian
khusus.
Taimiyyah memahami bahwa hubungan
pengertia
umum,
pemberi dengan penerima dalam konteks
mengandung hukum hadiah atau sedekah
’atiyyah adalah relasi atas – bawah, atau
Catatan penting di sini proses hibah
paling kurang setingkat. Sedangkan segi
terjadi secara sempurna ketika pihak –
makna substantifnya bisa menunjukkan
pihak
kasih sayang, motivasi, bantuan dan
Seandainya penghibah dalam keadaan
seterusnya. Sementara hibah dipahami
sakit parah, maka dimasukan kepada
bahwa hubungan antara pemberi dengan
kataegori wasiat.
penerima sebagai relasi bawah – atas.
dihibahkan itubaru bias berpindah tangan
Segi filosofi pemberian ini mungkin
kepada orang yang dihibahkan setelah
menunjukkan pada penghargaan atau rasa
penghibah
terima kasih dan seterusnya. Secara
sifatnya
pemahaman leksikal, penerima lebih
menjadi wasiat (Azra, 2005).
yang
Karena
terlibat
hibah
dapat
masih
hidup.
Artinya, harta yang
meninggal sudah
menurut
dunia.
berubah
Karena
dari
hibah
mampu dibandingkan dengan pemberi. Namun perbedaan ini tentu hanya berkisar dari beberapa sudut pandang, karena
banyak
pula
Setiap Anak
yang
Bagian yang menjadi perselisihan
menyamakan penggunaan istilah tersebut,
pendapat dalam masalah ini adalah porsi
sehingga tidak terlihat begitu terikat
yang
pemakaiannya.
bolehkah sebagian mereka mendapatkan
Penulis
ulama
B. Nass Tentang Porsi Harta Diterima
cenderung
boleh
diterima
setiap
anak,
menggunakan sebagai istilah yang lebih
lebih
bebas dalam penggunaan sehingga akan
sebagian yang lain. Ini menjadi diskusi
lafaz tersebut memiliki makna yang lebih
panjang para ulama dengan berbagai
komprehensif.
argumentasi terutama dalam memahami
banyak
dibandingkan
dengan
Menurut sebagian pendapat, hibah
hadits yang berkaitan dengan itu, khusus
juga dapat lebih spesifik dan memiliki
sebuah kasus yang terjadi dan kemudian
makna yang lebih khas. Jika seseorang
disampaikan kepada Rasulullah saw.
menghibahkan hartanya yang ia syaratkan
Hadits yang dimaksud adalah
baru berlaku setelah ia meninggal dunia,
ucapan Rasulullah saw dalam kaitannya
hal ini tidak dinamakan hibah, tetapi
dengan kasus Nu’man.
dihukumkan sebagai “wasiat”. Hibah seperti itu diartikan sebagaih hibah dalam
150 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
، ﺑﺸﻴﺮ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ:ﺡﺪیﺚ اﻟﻨﻌﻤﺎن ﺑﻦ ﺑﺸﻴﺮ
(Basyir)
أﻧﻪ: ﻗﻴﻞ-اﻟﻨﻌﻤﺎن- أﻋﻄﻰ وﻟﺪﻩ ﻋﻄﻴﺔ
mempersaksikan
mengatakan: (pemberian
ini)
kepadamu. Beliau menjawab: Saya tidak
: ﻓﻘﺎﻟﺖ أﻡﻪ-ﻧﺤﻠﻪ ﻏﻼﻡﺎ- أﻋﻄﺎﻩ ﻏﻼﻡﺎ
akan
- أﺡﺐ أن ﺕﺸﻬﺪ ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ رﺳﻮل اﷲ
kejahatan.”
ﻓﺠﺎء ﻟﻴﺸﻬﺪﻩ.-ﺹﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
aku
mempersaksikan
terhadap
Dalam konteks ini, ulama – dalam
. ﻻ: أآﻞ وﻟﺪك ﻧﺤﻠﺘﻪ ﻡﺜﻠﻪ؟ ﻗﺎل:)ﻓﻘﺎل
memahami hadits ini – terbagi kepada
أﺕﺤﺐ أن یﻜﻮﻧﻮا: أو ﻗﺎل، ﻓﺎرﺝﻌﻪ:ﻓﻘﺎل
dua pendapat:
، ﻓﻼ إذًا: ﻗﺎل. ﻧﻌﻢ:ﻟﻚ ﻓﻲ اﻟﺒﺮ ﺳﻮاء؟ ﻗﺎل اﺕﻘﻮا اﷲ واﻋﺪﻟﻮا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ:وﻗﺎل : )ﻗﺎل-ﻟﻤﺎ ﻗﺎل أﺷﻬﺪك ﻋﻠﻰ هﺬا- :(وﻗﺎل .(ﻻ أﺷﻬﺪ ﻋﻠﻰ ﺝﻮر Hadits Nu’man ibn Basyir: ’atiyyah kepada anaknya – Nu’man. (dalam
haruslah sama. Artinya
tidak
riwayat):
Dia
boleh
orang
tua
melebihkan kepada sebagian tanpa sebagian yang lain. Namun lebih detail lagi, kelompok pertama ini kemudian
Artinya : ”Basyir ibn Sa’d memberikan Disebutkan
1. Pembagian orang tua kepada anak
dapat
diklasifikasikan
kepada dua perspektif: a. mereka yang berpendapat bahwa mereka
mesti
memberikan ’atiyyah kepada anaknya.
secara
mutlak,
Ibu (si anak) berkata: saya ingin agar
pertimbangan-pertimbangan yang
engkau
men-takhsish
mempersaksikannya
kepada
keringanan
mempersaksikannya.
boleh dilebihkan.
saw
tidak
atau
Rasulullah saw. Dia pun datang untuk (Rasulullah
disamaratakan ada
memberi
sehingga
sebagian
bertanya: apakah setiap anak kamu
Sekelompok semacam Ahmad,
berikan sama? Ia menjawab: tidak. (Nabi
Al-Thawri, Thawus, Ishaq dan
saw) bersabda; ambil (kembali) atau
lainnya berkata: wajib hukumnya
(beliau) bersabda: apakah kamu ingin
persamaan pemberian atau hibah
bila
kepada
setiap
mereka
berbuat
baik
kepadamu. Ia menjawab: ya. (Nabi) bersabda:
jangan
kalau
begitu.
anak.
Pemberitan
itu
dianggap batal bila tidak ada musawah
Bertakwalah kepada Allah dan berlaku
tersebut
adillah kepada anak-anakmu). Tatkala
dari
(persamaan). sebagai
hadits-hadits
Hal
implementasi yang
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
ada.
| 151
Hadits
tersebut
memberikan
berpendapat
wajib
penegasan atas kewajiban hal itu,
diberikan dengan porsi yang sama
اﺕﻘﻮا اﷲ
bila dengan melebihkan sebagian
sebagai sabda nabi saw:
اﻋﺪوﻟﻮا ﻋﻠﻰ
Sabdanya pula:
أوﻻدآﻢ,
juga:
ﻓﻼ إذن.
Terkait
dengan pemberian porsi yang
ﻻ
tidak sama antara anak pula:
أﺷﻬﺪ ﻋﻠﻰ زور.
(al-Zuhayli,
2002:4014). perempuan
laki-laki itu
sama
dan secara
kuantitasnya juga sesuai dengan teks hadits yang diriwayatkan al-
أﻻ ﺳﻮیﺖ ﺑﻴﻨﻬﻢ.
Nasa’i:
atas
sebagian
Hibban meriwayatkan:
Ibn
ﺳﻮوا
.
bermaksudkan
lain
untuk
itu
idhrar
(memudharatkan salah satu pihak) (al-Syawkani, s.a:7). c. Mereka berpendapat taswiyah itu dianjurkan. Dalam hal ini, Jumhur Ulama. berpendapat: tidak mesti porsinya (as-San’ani, 1989:89). Andaikata
diberikan
kepada
sebagian waris itu lebih banyak daripada
yang
lain,
maka
hukumnya sah meskipun makruh. Perintah taswiyyah dalam hadits di atas dipahami anjuran sunat.
Dan hadtis Ibn ‘Abbas:
Karena
ﺳﻮوا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ ﻓﻲ اﻟﻌﻄﻴﺔ وﻟﻮ آﻨﺖ ﻡﺘﻔﻀﻼ أﺡﺪا ﻟﻔﻀﻠﺖ اﻟﻨﺴﺎء Samakan
yang
taswiyah, namun dianjurkan sama
Pemberian
(pemberian)
kebebasan transaksi
manusia
diberikan
untuk
melakukan
terhadap
hartanya,
memberikan kepada ahli waris
kepada
atau bukan. Demikian halnya
anak-anakmu. Seandainya (boleh)
larangan yang disebutkan dalam
aku melebihkan (sebagian anak),
hadits Muslim:
maka aku sungguh melebih anak-
أیﺴﺮك أن یﻜﻮﻧﻮا ﻟﻚ ﻓﻲ اﻟﺒﺮ
anak perempuan.
ﻓﻼ إذن، ﺑﻠﻰ:ﺳﻮاء؟ ﻗﺎل
b. Ulama yang berpendapat bahwa pemberian
harus
disamakan
dengan catatan bahwa dilebihkan akan
kondisi
yang
tidak
diinginkan. Dalam konteks yang lebih
152 |
bahwa
tegas,
Abu
Yusuf
Apakah kamu merasa senang bila mereka
bersikap
berbuat
baik
menjawab:
ya.
sama
dalam
(kepadamu). Kalau
Ia
begitu,
jangan (tidak sama).
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Hadits
ini
dipahami
sebagai
Tidak halal bagi seorang muslim
larangan tanzih. Keadilan yang
memberika
dimaksud adalah persamaan porsi
mengambil kembali (pemberian
antara
itu) kecuali (pemberian) ayah
anak-anak
dalam
pemberian harta. Artinya seorang ayah
sedapat
sesuatu
lalu
ia
kepada anaknya.
mungkin
d. Mereka yang berpendapat bahwa
anak-anaknya,
pembagian itu mesti disamakan
terutama dalam pembagian harta
dengan catatan bila ada sebab-
sebelumnya meninggalkan dengan
sebab lain yang krusial dapat
jumlah yang sama baik secara
dipertimbangkan untuk dilebihkan
kualitas maupun kuantitas.
sebagian
Atas dasar inilah, Jumhur selalu
sebagian yang lain.
rekomendasikan agar pemberian
Ibn Taimiyyah secara eksplisit
kepada anak dalam bentuk hibah
menulis
hendaknya
أﻧﻪ إذا أﻋﻄﻰ أوﻻدﻩ ﻋﻄﻴﺔ ﺑﺪون
memperlakukan
sama
(as-San’ani,
1989:111). Menurut pemahaman ini, orang tua juga memiliki otoritas
penuh
menghibahkan anaknya.
sesuatu
Karenanya,
dalam kepada ulama
membolehkan orang tua untuk menarik kembali barang yang dihibahkan kepada anaknya, tidak kepada orang lain (as-San’ani, 1989:112). Pendapat ini tentu merujuk kepada hadits:
ﻋﻦ،ﻋﻦ ﻋﻤﺮ رﺽﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ
dan
dikurangkan
. ﻓﺈﻧﻪ یﻠﺰﻡﻪ اﻟﺘﺴﻮیﺔ واﻟﻌﺪل،ﺳﺒﺐ Dalam konteks pemberian orang tua
kepada
anak,
apabila
pemberian itu tanpa ada sebab (yang melatarbelakanginya) maka mesti pemberian itu harus sama dan adil. Terhadap Hadits Nu’man ibn Basyir tersebut di atas telah terjadi beberapa interpretasi dan masing-masing menguatkan pendapat yang menjadikan keyakinannya. Namun demikian perlu
: ﻗﺎل،اﻟﻨﺒﻲ ﺹﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
didalami perlu interpretasi-interpretasi
ﻻ یﺤﻞ ﻟﺮﺝﻞ ﻡﺴﻠﻢ أن یﻌﻄﻲ
yang memang didukung oleh nash itu
اﻟﻌﻄﻴﺔ ﺛﻢ یﺮﺝﻊ ﻓﻴﻬﺎ إﻻ اﻟﻮاﻟﺪ
sendiri atau nash lain yang semakna dengannya.
(یﻌﻄﻲ وﻟﺪﻩ)رواﻩ أﺡﻤﺪ واﻷرﺑﻌﺔ
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 153
Ibn Taimiyyah memberikan suatu uraian yang agak panjang, namun secara
menyamakan hak mereka sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran al-Karim:
ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
ﻆ ا ْﻟُﺄ ْﻧ َﺜ َﻴﻴْﻦ ﺡﱢ َ ﻞ ُ ﻟِﻠ ﱠﺬ َآ ِﺮ ِﻡ ْﺜ
)اﻋﺪﻟﻮا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ:وﻗﻮﻟﻪ
Seandainya orang tua hendakkan
اﺧﺘﻠﻒ ﻓﻲ. هﻮ اﻟﺘﺴﻮیﺔ:(اﻟﻌﺪل : ﻓﺒﻌﻀﻬﻢ ﻗﺎل،ﻡﻔﻬﻮم هﺬﻩ اﻟﻜﻠﻤﺔ
mengutamakan sebagian anak daripada sebagian yang lain, maka dalam konteks sepert ini harus dibagikan kembali secara
: ﻗﻮﻟﻪ،یﺴﻮى ﺑﻴﻦ اﻟﺬآﺮ واﻷﻧﺜﻰ
merata. Dengan kata lain, mengambil
ﺳﻮوا:)اﻋﺪﻟﻮا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ( یﻌﻨﻲ
kembali bagian yang pernah diberikan
. ﻓﻴﻌﻄﻰ اﻟﺬآﺮ آﺎﻷﻧﺜﻰ.ﺑﻴﻨﻬﻢ Sabdanya saw: “berbuat adillah kepada
anak-anakmu”.
“Adil”
secara terminologi berarti sama. Mafhum kata terjadi perbedaan pendapat dalam memaknainya. Ada
sebagian
mengatakan:
disamakan antara laki-laki dan perempuan.
Lafaz
hadits
itu
bermakna persamaanya, artinya laki-laki diberi sebagai kepada kaum wanita.
kepada
anak-anaknya
“adil”
maksudnya
mengambil kembali harta yang pernah diberikan kepada anak-anaknya. Dari uraian di atas, Ibn Taimiyyah menjelaskan seandainya pemberian tanpa ada sebab atau faktor pendorng yang menajadi pertimbangan esensial, maka pemberian kepada anak harus didasarkan pada prinsip sama rata. Artinya tidak boleh dilebihkan sebagian atas sebagian yang lain. Sebagian ulama yang sealur dengan
yang
lain
dibagikan
adalah: sesuai
dengan pembagian dalam warisan, yakni: bagi laki-laki mendapatkan dua bagian dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut disebabkan kitab Allah swt menentukan seperti itu. Itulah – sudah pasti – (pembagian) yang sangat adil. AlQur’an adalah ucapan yang paling adil. Inilah
154 |
pendapat
yang
disebutkan dalam kasus Nu’man. Dia
pendapat ini Pemahaman
seperti
yang
benar
yakni
mengatakan bahwa tidak
ada beda pendapat ulama bahwa di sunatkan
persamaan
hak
dalam
pemberian hibah kepada anak si wahib. Bila dilebihkan porsi sebagian anak dibandingkan dengan anak yang lain maka hukumnya – menurut Jumhur Ulama – makruh (al-Zuhayli, 2002:4012). Abu Yusuf dari mahzab Hanafiyyah, alMalikiyyah dan al-Syafi’iyyah berkata: disunnatkan
bagi
ayah
untuk
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
menyamakan porsi al-mawhub kepada
sampaikan. Lafaz yang dimaksud adalah:
anak-anaknya
dan
sawwuu (samakan dan i’diluu (berlaku
perempuan – dalam pemberian tersebut.
adillah). Dengan demikian, lafaz i’dillu
Artinya si laki-laki mendapatkan bagian
menjadi
yang
pemaknaannya
sama
–
laki
seperti
–
laki
perempuan.
Hal
tersebut berdasarkan hadits Nabi saw:
Artinya:
samaratakan
(pemberian)
kepada
dengan
sawwuu
(samaratakan). Hadits tersebut mesti diaplikasikan
وﻟﻮ آﻨﺖ،ﺳﻮوا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ ﻓﻲ اﻟﻌﻄﻴﺔ ﻡﻌﻄﻴﺎ ﻵﺛﺮت اﻟﻨﺴﺎء ﻋﻠﻰ اﻟﺮﺝﺎل
(terikat)
muqayyad
– menurut sebagian ulama – meskipun orang tua ”terlanjur” membagikannya
‘atiyyah
secara tidak sama dan dalam interval
anak-anakmu,
waktu tertentu meninggal dunia, haruskan
seandainya aku (boleh) memberikan
harta
(tidak sama), sungguh aku melebih
disamaratakan atau tidak. Pendapat lain
perempuan dibandingkan laki-laki.
dari para ulama dalam konteks ini:
itu
ambil
Seandainya Diriwayatkan Sa’id ibn Mansur dalam sunannya dan al-Bayhaqi dengan isnad hasan. Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan:
meninggal bagian
kembali
seorang
sebelum
untuk
untuk
ayah
menyamaratakan
anak-anak-nya,
dalam
kondisi ini apakah hal itu menjadi hak anak
seperti
apa
adanya?
Ulama
اﺕﻘﻮا اﷲ واﻋﺪﻟﻮا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ
menyebutkan demikian. Ahli waris tidak
Artinya: bertakwalah kepada Allah dan
boleh meminta kembali, demikian fatwa
berbuat adillah kepada anak-anakmu.
yang dikeluarkan. Sebagian yang lain berpendapat bahwa ahli waris dapat
Dari dua hadits di atas secara
meminta kembali (bagian yang sudah
eksplisit menunjukkan bahwa pemberian
diberikan kepada sebagian). Umpama
kepada anak-anak tidak boleh dilebihkan.
mereka mengatakan: ayah melebihkan
Mereka
kamu.
mempunyai
hak
untuk
Ayah
memberikan
kepadamu
memperoleh kesamaan pemberian dari
(secara kuantitas) melebih kami tanpa ada
orang tuanya. Hal tersebut dipahami
alasan.
ulama seperti itu karena hadits-hadits
kewajibanmumengembalikan
tersebut menggunakan beberapa lafaz
menjadikannya sebagai harta warisan dan
yang
kita bagi secara merata. Inilah pendapat
menurut
maksud
mereka
sebagaimana
mengindikasi yang
mereka
sebagian
Kami
ulama.
tidak
Inilah
rela.
Maka dan
pandanga-
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 155
pandangan yang maksudnya tidak sampai
hendaklah ia mengawininya, apabila
menyakiti orang tua mereka (yang sudah
yang kedua juga sudah baligh maka
meninggal dunia).
(ayah)
Hal
tersebut
merujuk
kepada
mengawininya.
Dalam
konteks ini, yang kecil tidak perlu
hadits Nabi saw. Nabi saw menyebutnya
disamakan
sebagai juur (perbuatan jahat. Sabdanya
yang besar yang hendak menikah.
saw: (ﺝﻮر
Seandainya ibu si anak itu berstatus
Ibn
)ﻻ أﺷﻬﺪ ﻋﻠﻰ
Taimiyyah
memahami,
dalam
apabila
konteks
mereka
ini
inging
membebas zimmah (tanggungan dosa) ayah mereka – maka mereka mesti menyamakan porsi pembagian. Bagi yang diberikan
lebih
hendaknya
mengembalikan lebihan tersebut kepada saudara-saudarinya
yang
lain
dibolehkan
di
sebab-sebab antaranya
yang
disebutkan
ulama. Untuk memudahkan pemahaman, ulama memberikan contoh kongkret yang dianggap
hajah
memungkinkan
dengan
talak, sementara mereka dibawah asuhannya,
maka
janganlah
ia
mengatakan kepada ibu mereka: kamu harus memberikan 50.000 dalam
perkawinan
anakmu.
Sementara anak-anakku, aku berikan mereka
50.000
masing-masing
(www.taimiah.org). Pemberian orang tua kepada anak
(www.taimiah.org) Adapun
pembagiannya
dharuriyyah bagi
ayah
yang untuk
melebihkan salah satu anaknya sebagai
menurut argumentasi terakhir ini boleh
dipertimbangkan
bagian
masing-masing bila di sana ada kebutuhan mendesak bagi si anak dan kebutuhan itu dianggap bagian dari tanggung jawab orang tuanya. Bila dalam kondisi demikian, maka diperbolehkan bagi orang tua untuk
berikut:
memberikan porsi yang lebih banyak
a. Perkawinan Kami
berpendapat:
boleh
dilebihkan pemberian anak kepada sebagian yang lain dengan beberapa sebab atau munasabah (momentum), seumpama perkawinan mereka yang sampai masanya. Karena perkawinan itu dianggap nafkah. Apabila salah
bagi mereka yang dalam keadaan dharurat al-hajah . Pemberian ini karenanya
dianggap
sudah
membantu prosesi pelaksanaan hajat penting
anaknya,
seperti
yang
dicontohkan di atas yang berkaitan dengan perkawinan.
seorang anak telah baligh maka 156 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
b. Kondisi mendesak, seumpama sakit
iri dan misundertanding. Banyak
atau buta yang menyebabkan anak
perselisihan dan pertengkaran terjadi
susah mencari rizeki.
karena
Sebagian
ulama
mereka
di”marginal”kan
merasa
dalam
konteks
membolehkan melebihkan sebagian
pembagian
dengan catatan ada hal-hal yang
preventifnya
sangat
memanggilkan semua anaknya, lalu
mendesak
dipertimbangkan. Ahmad:
untuk
Diriwayatkan
sesungguhnya
diboleh
harta. adalah
memberikan
untuk itu seumpama kebutuhan anak
sebagian yang lain.
kebutuhan
lainnya
(al-Syawkani,
s.a:6).
kepada
mereka termasuk kenapa melebihkan sebagian
membayar hutang, mencari ilmu atau
ayah
penjelasan
melebihkan bagian jika ada sebab untuk mengobati penyakit atau buta,
Tindakan
mereka
dibandingkan
c. Mencari Ilmu Mencari
ilmu
merupakan
suatu kewajiban orang tua kepada anaknya. Dengan kata, anak berhak
Pernyataan
yang
serupa
juga
mendapatkan
pendidikan
yang
disebutkan Ibn Taimiyyah bahwa
memadai dari orang tua, baik secara
boleh juga dilebihkan sebagian anak
langsung dalam arti orang tua yang
dengan sebab-sebab, di antaranya:
mengajarkan
apabila seseorang dalam keadaan
maupun secara tidak langsung, yakni
mendesak. Ayah dalam konteks ini
orang tua yang membiayai orang lain
boleh
atau lembaga untuk mengajarkan
melebihkan
(porsi)
dan
anak-anak
tersebut
bertabarru’ kepada anak tersebut,
anak-anaknya.
seperti (anak yang ) sakit, buta atau
anak-anak tersebut memiliki prospek
lainnya. Karena anak tersebut perlu
yang cerah dalam bertanding dan
tambahan harta (www.taimiah.org).
bersanding
Hal kondisional dan situasional dapat
Demikian
dijadikan alasan kenapa seorang ayah
menfokuskan diri untuk menuntut
melebihkan
seorang
anak
ilmu, sementara anak lain sibuk
dibandingkan
dengan
lainnya.
dengan dunia. Anak yang sibuk
perlu
dengan dunia, ia dapat menghasilkan
disosialisasikan kepada anak-anak
sendiri harta. Dengan demikian, ia
yang lain agar mereka tidak merasa
dapat membeli rumah untuk tinggal.
Pertimbangan
seperti
ini
Dengan
dalam halnya,
demikian,
kehidupan. anak
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
yang
| 157
Sementara anak yang menfokuskan
memberikan apapun untukmu. Kami
diri untuk mencari ilmu perlu dibantu
memberikan saudaramu yang fokus
untuk dibelikan rumah, juga dibantuk
(mencari ilmu).
untuk acara perkawinan dan mencari
Sebagian anak hidup bersama
rumah untuk keluarganya. Si ayah
ayahnya, sementara yang lain sudah
mengatakan
hidup
kepada
saudaranya
terpisah
dengan
ayahnya.
(yang tidak diberikan bagian lebih):
Ayah perlu memberikan kebutuhan
kalian tidak membutuhkan (lebih).
yang cukup kepada anak yang hidup
Setiap
bersamanya.
individu
memiliki
kalian
rumah
dan
sudah mampu
Banyak
anak
mengatakan: saya hidup bersama
menafkah diri kalian sendiri. Saya
ayah,
menafkahi saudara kalian yang masih
berdagang, menyiram tanaman, dan
kecil,tentu tidak perlu saya berikan
ikut dalam profesi orang tua dalam
harta dengan jumlah yang sama
bentuk-bentul yang lain seumpama
dengan apa yang kuberikan kepad
penjahat, penempel ban, penyuci dan
kalian. Demikian pula mereka yang
sebagainya. Sebagian anak sibuk
mengkhususkan diri untuk menuntut
dengan bisnisnya sementara yang
ilmu dan bertafaqquh
fi al-din,
lain ikut bersama ayahnya. Anak
pembagian kepada mereka tidak
yang hidup bersama ayahnya layak
mesti aku samakan dengan yang lain.
diberikan sesuai dengan usahanya itu
Bahkan si ayah dapat mengatakan:
seumpama
fokuslah kamu mencari ilmu, saya
mengawinina
akan membelikan untukmu mobil,
mobil.
mengawinimu,
dan
nafkah
Lalu
kamu.
memberikan
membantunya
memberikan dan
dalam
rumah,
membelinya
Ikut Membantu Orang Tua.
anak
Kadang-kadang ada sebagian
menjawab: saya tidak mau belajar,
anak yang bersama orang tuanya
saya mau berusaha. Maka si ayah
sampai empat puluh tahun dalam
dapat menjawab: jika kamu berusaha
berdagang, sementara anak yang lain
kamu sudah dapat mandiri. Tidak
menjadi karyawan yang tidak ada
lagi
hubugan dengan kegiatan orang tua,
menjadi
terhadap
bila
d.
saya
kewajiban
untuk
memenuhi
kebanyakan kebutuhanmu. sudah
158 |
mandiri,
kami
kami
Kamu tidak
maka
boleh
melebihkan
bagi bagian
orang (anak
tua yang
bersamanya). Ia boleh berkata: anak
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
ini bersama saya 20, 30, atau 40
Maka si anak ini berhak mendapat
tahun. Dia menjadi mitra saya, maka
bagian
dagangan ini setengah untuknya dan
Ayah dapat berkata kepada anak-
setengah untukku. Atau anak ini
anaknya: kalian tidak lagi perlu
bersamaku
yang
kepada (harta) ayah, sementara yang
lahan,
ini membantu ayahnya, melayani dan
(tanaman),
memelihara keluarga dan hartanya.
menamam, memperbaiki saluran air,
Dalam kondisi ini, anak tersebut
dan seterusnya. Tentu, ia mengalami
layak diberikan lebih.
dalam
bertani,
menyiram,
memperbaiki
menggali
lobang
kelelahan bersamaku tahun.
Maka
ia
10 atau 20
Ayah
gembalaan
dapat
tersebut.
mengatakan:
memilih
barangsiapa di antara merema yang
apakah saya berikan gaji layakan
sudah sampai saatnya (kawin) saya
orang lain atau ia boleh mengambil
akan mengawinkannya, barangsiapa
bagian dari pertaian ini.
yang
Sebagian
boleh
dari
anak
memiliki
belum
waktunya,
belum
kewajibanku untuk itu. Seandainya
kegiatan sendiri, sementara yang lain
ayah
hidup memelihara ternahk ayahnya,
mengawinkan mereka, tidak boleh
ia mengembala onta atau kambing,
bagi
memberi air dan menjaganya. Ia
warisan untuk maksud kawin, namun
menjadi orang yang hanya bersama
mesti dibagikan dulu harta warisan
ternak
tersebut kemudian baru ia kawin
ayahnya.
Apakah
perlu
disamakan pemberian ia dengan saudara warisan?
lainnya
meninggal mereka
sebelum
mengambil
harta
dengan bagian yang diperolehnya.
terhadap
harta
Dalam konteks ini pula, bila
Saudara-saudara
yang
anak laki-laki umpamanya sudah
menjadi karyawan, mereka memiliki
mencapai
gaji sendiri, mereka dapat membeli
membutuhkan mobil, sementara itu,
rumah
ia juga memiliki saudara yang masih
dan
perhiasan,
sehingga
mereka sudah memiliki modal.
umur
18
tahun.
Ia
kecil. Ayah dalam hal ini boleh
Sementara yang ini sibuk
membelikan mobil untuknya karena
dengan ternak ayahnya, mengembala
hajat maka ayah membeli mobil
kambing atau onta, memelihara,
untuk
menjaga
dan
belajar. Mestikah yang kecil juga
membantu orang tua dalam hal ini.
dibelikan mobil sebagaimana yang
dan
mengobatinya
transport
dan
keperluan
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 159
besar? Ibu mereka berkata: belikan
perempuan lalu diberikan jumlah
ia. Engkau telah membelikan kepada
yang sama kepada anak laki-laki.
anak yang tertua mobil seharga
Karena kedua-duanya (baik untuk
50.000,- . Bagi anak-anakku yang
laki maupun perempuan) adalah
masih kecil, berikan uangnya, bila ia
pakaian.
dewasa
sepeda
mereka telah dipenuhi pakaian dan
untuknya. Kalau tidak, kamu telah
kebutuhannya. Keseragaman (harga
mengutamakan
ini) tetapi anggap taswiyyah (sama)
dapat
dibelikan sebagian
daripada
sebagian yang lain.” Dalam kasus
(Yang
penting)
setiap
dalam konteks ini.
ini, tidak perlu dibelikan mobil untuk
Sebagian
ayah
–
apabila
si kecil. Mobil itu tidak lain karena
hendak
menghajat kepadanya. Andain si
perempuannya – telah menyiapkan
kecil
baru
untuk sebagian anak perempuannya
dibelikannya mobil. Sama halnya
40.000 di saping mahar, sebagian
dengan persoalan kawin
yang
sudah
baligh,
maka
Demikian halnya, jika si ayah memiliki
anak-anak
Masing-masing
mengawini
lain
tidak
anak
disiapkannya.
Apakah sebagian yang lain itu juga
perempuan.
disipakan seperti itu karena sebagian
dibelikan
yang sudah disiapkan? Tidak harus.
mereka
seharga
Karena
persiapan
10.000,- haruskan kepada anak laki-
haknya.
Ayah
laki diberikan sejumlah itu? Tidak
pakaian, perhiasan atau hal lainnya.
harus.
bentuk
Apabila mahar yang diberikan pihak
perhiasan an-sich, maka tidak perlu
suami jumlahnya sedikit, maka ayat
diberikan laki-laki seperti itu. Dalam
boleh menambahkan, penambahan
pendapat kami – umpamanya –
ini tentu tidakmesti diberikan kepada
pakaian itu meragam.
anak perempuannya yang lain, baik
ayah
suatu
perhiasan
Karena
halitu
Bagi anak
laki-laki memadai bagi mereka 50 riyal dalam waktu dua bulan atau 4
itu
memang
membelikannya
sebelum atau waktu perkawinan. 2. Pemberian
kepada
bulan. Lain halnya dengan anak
dikembalikan
perempuan. Untuk keperluan pakaian
pembagian warisan.
anak
kepada
harus model
mereka mungkin membutuhkan 200
Hanbali dan Muhammad –
riyal. Maka tidak mesti 200 riyal
dari mazhab Hanafi berpendapat
yang
bahwa aya harus membagi kepada
160 |
diperuntukkan
untuk
anak
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
anak-anaknya
berdasarkan
menganggapnya sama. Sedangkan
yang
telah
berwasiat kepada ahli waris yang
ditetapkan Allah swt, yakni laki-laki
sudah jelas mendapatkan bagiannya,
mendapatkan dua bagian wanita.
sebagian ulama melarangnya. Yusuf
Karena
Allah
swt
membaginya
al-Qardhai mengatakan bahwa wasiat
seperti
itu
dan
sebaik-baik
ini bila tanpa ada izin ahli waris yang
pembagian
warisan
pembagian tersebut
merujuk yakni
kepada
qismat
hal Allah
lain maka tidak boleh dilaksanakan (al-Qardawi, 1999:550).
(pembagian Allah swt). Hal tersebut mengingat
pembagian
yang
C. Hibah
Hanya
dilakukan ketika si pemberi masih
Perempuan
hidup merupakan salah satu kondisi
Sebagian
Untuk
ulama
Anak
menganggap
pemberian, yang satu lagi setelah
makruh
mati. Alasan tersebut menekankan
sebagian
agar pemberian kepada laki-laki itu
peremuansaja. Fuqaha amsar berkata: hal
dua kali lipat dibandingkan dengan
tersebut makruh, namun bila terjadi itu
perempuan sebagaimana pembagian
dibolehkan. Dalil yang membolehkan
setelah si pemberi itu mati. Hokum
hibah kepada sebagian anak saja: ijmak
warisan berlaku dalam konteks ini.
menetapkan bahwa hibah merupakan
Dengan kata lain, pemberian ini
pemberian yang dilakukan ketika si
karena sebuah aktivitas pembagian
pemberi dalam keadaan sehat seluruh
warisan yang didahulukan sebelum
hartanya
waktunya, seharusnya setelah mati.
anaknya. Apabila untuk orang lain saja
Karena itu, aturannya tentu sama.
boleh, maka untuk anak seharusnya harus
Secara
eksplisit
juga
lebih
melakukan anak
kepada
hibah
saja
pihak
dipertimbangkan
seperti
lain,
kepada anak
tidak
kebolehannya.
disebutkan mazhab Hanbali. Hanbali
Dengan kata, dibolehkan menghibahkan
berpendapat: persamaan itu artinya
kepada anak perempuan pertimbangan
menjadikan bagian laki-laki dua kali
tertentu, walaupun frekuensi hukumnya
dibandingkan
dianggap kurang baik.
dengan
wanita
sebagaimana dalam warisan. Jadi,
Jumhur dalam hal ini merujuk
Samakah hibah ini dengan berwasiat
kepada hadits Abubakar dimana beliau
sebagian harta kepada ahli waris?
memberika ‘Aisyah dua puluh ekor
Sebagian
domba (jazuzah) dan wadah air dari kulit
orang
menganggap
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 161
(saqa) semua hartanya di hutan. Ketika
barang
tiba ajalnya, ia berkata: demi Allah,
dipulangkan kepada si wahib.
wahai anak perempuaku, tidak ada
atau
”Kepada
uang.
Itu
siapapun”
seluruhnya maksudnya
seorang pun yang paling aku cintai
hibah tidak terhalangi oleh batasan
daripada kamu, tidak ada mulia menjadi
nasabiyah atau nonsabiyah. Karenanya,
fakir setelah kematianku selebih daripada
si wahib dapat memberikan kepada
kamu. Sesungguhnya aku memberikanmu
orang-orang yang tidak hubungan sama
domba dulu dan wadah dari kulit.
sekali dengannya juga boleh memberikan
Seandainya
aku
punya
domba
kepada yang paling dekat dengannya
(juzazatiyah)
dan
ihtazatiyyah
(jenis
termasuk anak perempuannya. Juga si
tumbuh-tumbuhan), maka itu menjadi
wahib bisa saja memberikan kepada
milikmu. Itu semua hari ini merupakan
sebagian anak perempuan tanpa anak
milik waris (Rusyd, 1989:533).
laki-laki. Dalam konteks ini, si ayah
Ahl al-Dhahir berpendapat : tidak
punya otoritas penuh untuk memberi atau
boleh, apabila bila diwariskan semua
tidak memberi, hanya secara moral ada
hartanya. Malik berpendapat: tidak boleh
beberapa hal yang menjadi anjuran dan
menghibahkan seluruh hartanya (Rusyd,
saran
1989:533). Alasan Ahl al-Dhahir merujuk
ulama.
kepada hadits Nu’man yang disebutkan di atas.
sebagaimana
berseberangan,
kelihatannya
pendapat
para
Bila dilihat dalam banyak hadits, Rasul
Dari dua pendapat yang sangat
disebutkan
saw
memerintahkan
untuk
menerapkan prinsip keadilan kepada anak-anak
dalam
pemberian
hibah,
jumhur lebih tepat. Hal ini mengingat
termasuk kepada anak perempuan seperti
istilah
sebagai
dalam hadits berikut ini:
bentuk
وﻟﻮ آﻨﺖ,ﺳﻮوا ﺑﻴﻦ أوﻻدآﻢ ﻓﻲ اﻟﻌﻄﻴﺔ
hibah
pemberian
suka
itu rela
sendiri dalam
apapun kepada siapapun. Tidak ada orang yang berhak menghalanginya karena itu
ﻡﻔﻀﻼ أﺡﺪ اﻟﻔﻀﻠﺖ اﻟﻨﺴﺎء )رواﻩ
merupakan keputusan si pemberi. ”Dalam
(اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ واﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺳﻨﻨﻪ
bentuk apapun” bermakna bahwa si
Artinya : Samakanlah antara anakmu
pemberi – dalam konteks ini adalah ayah
dalam
– dapat memberikan hartanya dalam
melebihkan,
bentuk apa saja, mungkin dalam bentuk
melebihkan mereka perempuan.
162 |
pemberian,
andaikata
sungguh
aku
aku akan
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Penekanan menurut dalam
persamaan
sebagian
sini
lagi?
Beliau
menjawab:
ibumu.
Ia
khususnya
berkata: siapa lagi? Beliau menjawab:
hal harta, tidak pada hal yang
ibumu. Ia berkata: siapa lagi? Beliau
lainnya
seperti
berbicara
dan
ulama
di
kelembutan seterusnya
dalam
menjawab: bapakmu.
(al-Syafi’i Dari hadits di atas dipahami bahwa
s.a:308). Menurut pandangan Ibn Qudamah,
ibu
diperlakukan
lebih
istimewa
bila ayah melebihkan pemberian kepada
dibandingkan ayah. Ulama memahami
seorang anak seperti anak perempuan,
perlakuan
lalu ia mati sebelum menarik kembali,
memberikan harta anak kepada sang
maka pemberian itu menjadi hak anak
orang tua. Di samping pemberian kepada
perempuan
lah
orang tua, hibah dalam konteks keluarga
(Qudaman, 1985:394). Dalam prospektif
juga boleh diberikan kepada saudara.
gender, ibu juga berhak mendapatkan
Kepada mereka hendaknya disamakan
hibah. Tapi boleh melebihkan ibu pada
dalam pemberian, hibah dan hadiyah, jika
kondisi tertentu dan mentakhsis ibu
mereka berada tingkat / level yang sama.
dalam pemberian dan pemuliaan. Hal
Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi saw:
tersebut
ﺡﻖ آﺒﻴﺮ اﻹﺧﻮة ﻋﻠﻰ ﺹﻐﻴﺮهﻢ آﺤﻖ
sebagai
mawhub
berdasarkan
hadits
yang
ini
dikeluarkan Bukhari dan Musli dari Abu
Artinya : hak saudara tertua atas adikadik mereka itu laksana hak seorang
ﻡﻦ أﺡﻖ اﻟﻨﺎس، یﺎ رﺳﻮل اﷲ:ﻓﻘﺎل
ayah kepada anaknya
ﺛﻢ ﻡﻦ؟: ﻗﺎل، أﻡﻚ:ﺑﺤﺴﻦ ﺹﺤﺎﺑﺘﻲ؟ ﻗﺎل
Dalam riwayat lain:
: ﻗﺎل، أﻡﻚ: ﻗﺎل، ﺛﻢ ﻡﻦ: ﻗﺎل، أﻡﻚ:ﻗﺎل al-Zuhayli,
)
أﺑﻮك: ﻗﺎل،ﺛﻢ ﻡﻦ
dalam
اﻟﻮاﻟﺪ ﻋﻠﻰ وﻟﺪﻩ
Hurayrah ra. Ia berkata:
،ﺝﺎء رﺝﻞ إﻟﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺹﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
termasuk
اﻷآﺒﺮ ﻡﻦ اﻹﺧﻮة ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ اﻷب Saudara yang paling tua itu menduduki posisi ayah.
(2002:4015
Artinya
:
kepada
Nabi
Seorang saw,
laki-laki ia
datang
berkata:
ya
D. Analisis
Tentang Hibah Orang
Tua Kepada Anak Perempuan
Rasulullah, siapa orang yang paling
Bila uraian di atas dianalisis dengan
berhak aku bergaul dengan baik? Beliau
baik maka dapat dipahami bahwa hibah –
menjawab: ibumu. Ia berkata: siapa
bagaimana pun bentuk, subjek dan
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 163
objeknya – tidak sama dengan warisan.
tidak ada pengambilan kembali apa
Seorang ayah bisa saja menganggapnya
yang sudah dibagikan apabila hal
warisan tetapi konsekuensi hibah dari
terjadi ketika yang pemilik harta
suatu pemberian tetap berlaku. Apa yang
sudah meninggal dunia.
penulis maksud ketentuan hibah di sini
Dengan demikian, orang yang
adalah sebagai berikut:
mendapatkan hibah tidak menggugurkan
1. mawhub lah (objek yang menerima).
hak mendapatkan warisan. Sementara
Seorang ayah memiliki otoritas untuk
pemberian hibah kepada orang lain tidak
memilih maa anak yang menurut
boleh diambil kembali karena hibah itu
berhak diberikan dan yang tidak
telah melewati akad antara wahib dengan
berhak diberikan. Pilihan tersebut
mawhub lah (Qudaman, 1985:394).
tidak boleh diintervensi pihak lain, meskipun para ulama memberikan saran
dan
rekomendasi,
tetapi
Penutup Hibah
merupakan
bentuk
akhirnya terpulang kepada si wahib –
pemberian seseorang kepada orang lain
dalam konteks ini adalah ayah.
ketika masih dalam keadaan sehat.
2. Mawhub
(barang/harta
yang
Halnya pemberian seorang ayah kepada
diberikan). Si ayah dapat memberikan
anak, ada menganggapnya sama seperti
dengan
diinginkan
pemberian kepada orang lain, sehingga
kepada anaknya. Hanya sanya agama
masih dapat dianggap sebagai hibah
menganjurkan agar pemberian antara
murni ada pula yang menganggap itu
anaka-anak itu dengan jumlah yang
tidak lain makna lain dari pembagian
sama.
jumlah
yang
Tetapi
ayah
dapat
warisan. Dengan kata lain – menurut
mempertimbangkan
siapa
yang
pendapat ini – dianggap pembagian
berhak mendapatkan berapa. Dengan demikian,
setiap
anak
merasa
diperlakukan adil oleh ayahny
warisan yang dipercepat. Perbedaan cara pandang tersebut menimbulkan
beberapa
konsekuensi.
3. Perbedaan yang sangat signifikan
Bagi yang melihat bahwa itu adalah
anara wasiat dengan hibah adalah
hibah, maka otoritas pemberi lebih
hibah dalam kondisi tertentu dapat
dominan dalam menentukan. Hanya saja,
diambil kembali, bila mawhub lah
agama menganjurkan pemberian kepada
(orang yang diberikan itu) adalah
anak sebaiknya disamakan kecuali ada
anaknya, sementara warisan tentu
pertimbangan-pertimbangan lain. Bagi
164 |
MUWÂZÂH, Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
yang berpendapat bahwa itu adalah
http://www.hidayatullah.com
bentuk lain dari pembagian warisan,
http://www.taimiah.org
maka pemberian tersebut harus mengikuti
al-Syawkani, Muhammad ibn ‘Ali ibn
bagian-bagian
yang
telah
ditentukan
dalam ilmu Faraidh
Muhammad, t.th., Nayl Al-Awthar Sharh Muntaqa Al-Akhbar Min
Terkait dengan hibah kepada anak perempuan, Islam memberikan porsi
Ahadith Sayyid Al-Akhyar, Jilid.VI, Beirut: Dar al-Jayl.
yang sama dengan anak laki-laki. Agama
as-San’ani, Muhammad ibn ‘Ismail al-
melarang untuk melebihkan sebagian
Kahlani Thumma, 1989, Subul as-
anak tanpa sebagian yang lain, karena hal
Salam,
itu
Maktabat al-Hayat.
menyebabkan
pada
psikologi
Jilid.III,
Beirut:
Dar
perlakukan anak kepada orang tuanya dan
Rusyd, Muhammad ibn Ahmad ibn
efeknya lainnya yang muncul akibat
Muhammd ibn, 1989, Bidayat Al-
perbuatan tersebut.
Mujtahid Wa Nihayat Al-Muqtasid, Jilid.II,
DAFTAR PUSTAKA
Kairo:
Maktabah
al-
Kulliyyah al-Azhariyyah. Harun, Nasrun, dkk, 2003, Ensiklopedi
Qudaman, Abd Allah ibn Ahmad ibn, 1985, Al-Mughni, Juz.V, Kairo: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi. al-Syafi’i, Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Hajr al-Haytami, t.th., Tuhfat Al-Muhtaj, Juz.VI, Beirut: Dar Ihya al-Turath. Azra, Azyumardi, 2005, Ensiklopedi Islam, Jilid.III, Jakarta: Ichtiar Baru
Hukum
Islam,
Jilid.II,
Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve. al-Zuhayli, Wahbah, 2002, Al-Fiqh AlIslami
Wa
Adillatuh,
Jilid.V,
Beirut: Dar al-Fikr. al-Qardawi, Yusuf, 1999, Hady Al-Islam Fatawa Mu’asirah, diterjemahkan oleh As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press.
van Hoeve.
Hibah Ayah kepada Anak Perempuan dalam Perspektif Fiqh Gender (Fauzi Saleh)
| 165