HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENCEGAHAN RESIKO JATUH PASIEN DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA Hesti Oktaviani1), S. Dwi Sulisetyawati2), Rufaida Nur Fitriana3)
ABSTRAK Salah satu upaya mencegah pasien jatuh adalah melalui penilaian MFS (Morse Fall Scale), dan ini dapat dilakukan dengan baik apabila perawat mempunyai pengetahuan dan kepatuhan yang baik. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) pencegahan resiko jatuh pasien. Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 65 perawat dan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Alat analisis yang digunakan dengan korelasi rank spearman. Hasil penelitian sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan tentang SPO pencegahan resiko jatuh tergolong cukup baik (69,2%), perawat mempunyai kepatuhan dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh tergolong cukup patuh (55,4%), dan terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (p-value = 0,001, rxy = 0,391), dan nilai hubungan tergolong sedang. Kesimpulan : terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien. Kata kunci: Pengetahuan, kepatuhan perawat, SPO pencegahan resiko jatuh.
ABSTRACT One effort to prevent patient falls is done through Morse Fall Scaleassessmentand it can be done well if the nurses have good knowledge and obedience.The objective of this research is to investigate the correlation betweenthe nurses’ knowledge and the nurses’ obedience to the implementation of the standard operating procedure (SOP) of patient fall risk prevention. This research used the descriptive correlational method with the cross-sectional approach. The samples of research were 65 nurses and were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Spearman’s Rank Correlation. The result of research shows that 48 nurses (69.2%) had good knowledge of the SOP of patient fall risk prevention; 36 nurses (55.4%) had good obedience to the implementation of the SOP of patient fall risk prevention; and there was a significant positive correlation between the nurses’ knowledge and the nurses’ obedienceto theimplementation of the SOP of patient falling risk prevention at PantiWaluyo of Surakarta (p-value = 0.001, rxy = 0.391), and the correlation value was moderate. Thus, there was a significant positive correlation between the nurses’ knowledge and nurses’ obedience to theimplementation of the SOP of patient fall risk prevention. Therefore, further researches are suggested to investigate the factors influencing the nurses’ obedience to the implementation of the SOP of patient fall risk prevention, such as work attitude and environment with wider coverage of samples. Keywords: knowledge, nurses’obedience, the SOP ofpatient fall risk prevention .
PENDAHULUAN Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes, 2011). Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah selayaknya merupakan pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang, melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang, akan tetapi beberapa kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat jalan maupun sebagai pasien rawat inap (Sanjoto, 2014). Sarana pelayanan kesehatan rumah sakit dalam hal ini terdapat berbagai pasien dengan berbagai keadaan dan berbagai macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik dengan berbagai kelainan dan kekhasan masingmasing. Dalam hal kasus penyakit terdapat juga berbagai macam kondisi pasien yang akan berpengaruh terhadap cara pemberian pelayanan dan perawatan yang diberikan karena kondisi pasien yang sarat risiko. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh (fall) (Setyarini, 2013). Pelaksanaan program patient safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator berjalan
tidaknya pelaksanaan program ini. Menurut Miake-Lye at al. (2013) dalam National Database of Nursing Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai "an unplanned descent to the floor with or without injury", sedangkan World Health Organization (WHO) mendefinisikan jatuh sebagai "an event which results in a person coming to rest inadvertently on the ground or floor or some lower level", yaitu sebuah aktivitas yang mengakibatkan seseorang terjatuh secara tidak sengaja di tanah atau lantai atau tingkat yang lebih rendah. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi atau mencegah kejadian pasien jatuh diantaranya melakukan evaluasi risiko pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko cedera akibat jatuh. Pencegahan pasien jatuh merupakan masalah yang kompleks, yang melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care" (2013), menyebutkan bahwa di Inggris dan Wales, sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar ± 15 juta per tahun (Sanjoto, 2014). International Joint Commission International (JCI), upaya penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian khusus. Hal ini seperti disebutkan dalan section 1, chapter 1 yaitu International Patient Safety Goals (IPSG), khususnya Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk of Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan tujuan dari sasaran ke 6 dari akreditasi JCI ini adalah sebagian besar cedera pada pasien
rawat inap terjadi karena jatuh, dalam konteks ini rumah sakit harus melakukan evaluasi risiko pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko cedera akibat jatuh. Rumah sakit menetapkan program mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan dan atau prosedur yang tepat. Program ini memantau baik konsekuensi yang diinginkan maupun tidak diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah sakit harus melaksanakan program ini, oleh karena itu standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan rumah sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cedera yang menimpa pasien akibat jatuh (Setyarini, 2013). Upaya mengantisipasi dan mencegah terjadinya pasien jatuh -dengan atau tanpa cidera perlu dilakukan pengkajian di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien jatuh, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim Keselamatan Pasien yang dibentuk oleh Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta telah menetapkan Morse Fall Scale (MFS) sebagai instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Menghitung MFS merupakan cara untuk menentukan risiko jatuh dari pasien dan manajemen pencegahan jatuh yang perlu dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional pencegahan jatuh yang telah ada dan berlaku di seluruh unit di rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap (Budiono, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Setyarini, dkk (2013) menyimpulkan bahwa
penulisan MFS di whiteboard sebagian patuh melaksanakan penulisan MFS di whiteboard 58% dan yang tidak patuh sebesar 42%. Berkaitan dengan kepatuhan perawat diketahui bahwa hampir seluruh perawat patuh dalam melaksanaan pemasangan pagar pengaman tempat tidur (96%) dan yang lain tidak patuh (4%). Ada suatu penelitian yang menyimpulkan bahwa sebagian besar perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi screening, pemasangan gelang identitas resiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang menggunakan leflet edukasi, pengelolaan pasien resiko jatuh, penanganan dan pelaporan insiden. Penetapan kebijakan dan implementasi prosedur yang diikuti supervisi dan monitoring lebih menjamin keterlaksanaan program (Budiono, dkk, 2014). Sejak diterapkannya Standar Prosedur Operasional (SPO) di RS. HM. Malik Medan dengan mengidentifikasi pasien dengan risiko jatuh pada bulan Agustus-Oktober 2014 ditemukan ada 3 orang pasien yang jatuh, hal ini disebabkan karena kesalahan dalam menghitung skore dari Instrumens Morse Fall Scale (Sanjoto, 2014). Salah satu upaya mencegah pasien jatuh adalah melalui penilaian MFS. Prinsip penilaian MFS adalah bagian dari kinerja dan perilaku perawat dalam bekerja sesuai tugas-tugasnya dalam organisasi, biasanya berkaitan dengan kepatuhan (Sanjoto, 2014). Patuh merupakan taat atau tidak taat terhadap perintah, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap dan perilaku individu (Sarwono, 2004). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2015, peneliti telah melakukan observasi terhadap 10 perawat dalam menerima pasien baru 15 orang yang dirawat di ruang rawat inap RS Panti Waluyo pada bulan September 2014, menunjukkan dari 15 pasien ada 3 pasien yang tempat tidurnya tidak di rendahkan, 5
pasien tidak diberi label segitiga, 2 pasien tidak dilakukan penilaian MFS, 2 pasien tidak diberi gelang resiko jatuh, 3 pasien pagar tempat tidur tidak terpasang, dan belum adanya peristiwa pasien jatuh namun demikian kalau kondisi tersebut terus dibiarkan suatu saat terjadi resiko pasien jatuh. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada patient safety belum optimal, hal ini disebabkan karena kekurangtahuan perawat dalam melaksanakan prosedur penanganan resiko jatuh dan juga perawat kurang patuh dalam melakukan SPO resiko jatuh yang disebabkan oleh prosedurnya terlalu lama, terlalu ribet dan juga kurang adanya kontrol dari atasan. Upaya pelaksanaan pencegahan pasien resiko jatuh masih perlu menjadi perhatian bagi perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan SPO Pencegahan Resiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta”.. Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO Pencegahan Resiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani perawatan di ruang perawatan Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta berjumlah 65 orang dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data terdiri dari analisis univariate dan bivariat. Analisis univariate menjelaskan masing-
masing variabel yang diteliti, adapun analisis bivariate dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 1 Distribusi Responden
Variabel Umur : Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan: D-3 Kep. S1-Kep Lama kerja: < 10 tahun 10 – 20 tahun > 20 tahun
Frekuensi
Karakteristik
f
%
34,18
22
8 57
12,3 87,7
59 6
90,8 9,2
28 25 12
43.1 38.5 18.5
N = 65 Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Penelitian menunjukkan bahwa ratarata umur responden 34,18 tahun dengan umur terendah 22 tahun dan umur tertinggi adalah 49 tahun dengan standar deviasi sebesar 8,07. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki usia yang matang dalam berfikir dan bekerja atau usia produktif. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional. Penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (90,8%). Tingkat pendidikan perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Hasil ini
diperkuat oleh Purwadi dan Sofiana (2006) yang membuktikan bahwa perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 43,1% dan sebagian kecil lama bekerja > dari 12 tahun yaitu sebesar 18,5%. Pada awal bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun, dengan semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaan (Hariandja, 2008). Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrohadiworjo (2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran pada seseorang perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, hal ini ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfianti (2010) yang menyatakan pengalaman merupakan salah satu faktor dari kepatuhan.
Pengetahuan Perawat Tabel 2. Pengetahuan Perawat
Pengetahuan Perawat
F
Kurang 7 Cukup 45 13 Baik Jumlah 65 Sumber: Data yang diolah, 2015.
%
10,8 69,2 20,0 100,0
Hasil penelitian tentang pengetahuan perawat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 45 orang (69,2%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai tingkat pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). Pengetahuan responden tergolong cukup baik dan baik disebabkan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat. Dalam penelitian ini responden sebagian besar perawat berpendidikan D3-keperawatan. Kesehariannya, pendidikan seseorang berhubungan dengan kehidupan sosial dan perilakunya. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka perilaku seseorang itu akan semakin baik, oleh sebab itu perawat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Lama bekerja merupakan salah satu faktor juga yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat. Dalam penelitian ini responden sebagian besar perawat lama bekerja 5 tahun ke atas atau kurang dari 10 tahun dan ada sebagian yang lama bekerja lebih dari 20 tahun. Masa kerja adalah (lama kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya (Saragih, 2009).
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam seseorang mengambil keputusan namun tidak selamanya pengetahuan seseorang bisa menghindarkan dirinya dari kejadian yang tidak diinginkannya, misalnya perawat yang tingkat pengetahuannya baik tidak selamanya melaksanakan keselamatan pasien dengan baik karena segala tindakan yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi kesalahan (Notoatmodjo, 2010). Hasil pengisian kuesioner oleh perawat, menunjukkan bahwa sebagian besar perawat dapat menjawab pertanyaan terkait faktor resiko jatuh, mereka telah mengetahui tujuan dibuat SPO pencegahan resiko jatuh yaitu untuk menilai kembali secara berkala setiap pasien yang berisiko jatuh, mereka juga mengetahui tentang manajemen pencegahan jatuh dan penatalaksanaan pasien jatuh dengan baik dan hasil penilaian resiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale, telah didokumentasikan tidak hanya pada saat pasien masuk ruangan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cintya, dkk (2003) yang menghasilkan penelitian bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) sebagian kecil tergolong kurang baik, sedangkan lainnya tergolong baik dan cukup baik. Kepatuhan Perawat Tabel 3. Kepatuhan Perawat Kepatuhan Perawat F
Kurang patuh 7 Cukup patuh 36 Patuh 22 Jumlah 65 Sumber: Data yang diolah, 2015.
%
10,8 55,4 33,8 100,0
Hasil penelitian diketahui bahwa kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta mayoritas mempunyai kepatuhan cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai kepatuhan kurang patuh yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). Hal ini disebabkan sebagian besar perawat melakukan pengkajian resiko jatuh pada pasien hanya berdasarkan usia, keterbatasan mobilisasi dan terpasangnya infus/iv ataupun kateter. Kepatuhan merupakan ketaatan seseorang pada tujuan yang telah ditetapkan. Kepatuhan merupakan masalah utama kedisiplinan dalam pelayanan perawatan di rumah sakit. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Bart, 2004). Pada penelitian ini perawat di RS Panti Waluyo Surakarta dapat dikategorikan sebagian besar sudah cukup patuh terhadap SPO pengkajian resiko jatuh menggunakan skala Morse. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar perawat yang telah melakukan SPO yang terdapat pada skala Morse. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan, umur dan lamanya mereka bekerja. Menurut Setyarini, dkk (2013), bahwa perawat yang sudah mendapatkan sosialisasi atau memahami terkait dengan pengkajian resiko jatuh berdasarkan skala Morse cenderung lebih baik dalam melakukan pengkajian resiko jatuh dibandingkan dengan perawat yang belum memahami dan mendapat sosialisasi SPO resiko jatuh, selain itu umur juga mempengaruhi kepatuhan perawat dalam menerapkan skala Morse. Seseorang yang dikatakan senior lebih cenderung memiliki
sikap yang kurang dalam pengkajian resiko jatuh menggunakan skala Morse. Mereka lebih sering menggunakan penilaian berdasarkan ketergantungan pasien. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Setyarini, dkk (2013) yang meneliti tentang kepatuhan perawat melaksanakan standar prosedur operasional pencegahan pasien resiko jatuh, hasil penelitian menyebutkan bahwa kepatuhan perawat melaksanakan pencegahan pasien jatuh dengan hasil ratarata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Perawat Tabel 4. Hasil Analisis korelasi rank spearman Variabel Nilai Rank p-value Spearman Pengetahuan >< 0,391 0,001 Kepatuhan
Hasil crostab diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup dengan kepatuan tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), dan hasil analisis korelasi Rank Spearman () diketahui nilai korelasi hitung sebesar 0,391 dengan nilai probabilitas 0,001 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, artinya bahwa semakin baik dan meningkat pengetahuan yang dimiliki perawat maka semakin patuh dan meningkat pula kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta tersebut. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien dapat diasumsikan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung lebih baik dalam melakukan pengkajian resiko jatuh lebih baik dibandingkan dengan perawat yang memiliki pengetahuan rendah. Pengetahuan yang baik sebagian besar dimiliki oleh perawat berpendidikan sarjana dibandingkan D3. Tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mempermudah seseorang dalam melakukan sesuatu. Dalam hal ini Depkes RI (2008) menjelaskan bahwa kepatuhan dalam melaksanakan SPO pengkajian resiko jatuh menggunakan skala Morse1. Pengetahuan perawat yang baik akan mempengaruhi tingkat kepatuhan perawat sehingga mengurangi resiko jatuh pada pasien. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Pengalaman, pengetahuan dan sumber informasi merupakan hal yang mempengaruhi kejelian perawat dalam melakukan pengkajian resiko jatuh. Sumber informasi di sini didapat dalam pelatihan– pelatihan, seminar ataupun workshop tentang resiko jatuh pasien. Dalam pelatihan-pelatihan perawat dibekali ilmu, skill dan pengalaman terkait pasien safety (Anwar, 2012). Pada penelitian ini terkait pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh memiliki hubungan yang bermakna. Dari hasil analisis peneliti hal tersebut disebabkan karena mayoritas perawat di RS Panti Waluyo Surakarta sudah melakukan pengkajian resiko jatuh menggunakan skala Morse. Perawat sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang resiko jatuh dalam dalam pengkajian resiko jatuh menggunakan skala Morse, namun di sisi lain masih juga didapatkan perawat masih memiliki pengetahuan yang kurang, sehingga pada pelaksanaan pengkajian
resiko jatuh menggunakan skala Morse masih ada beberapa poin yang tidak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena minimnya pelatihan dan evaluasi tentang resiko jatuh menggunakan skala Morse. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Citya dkk (2013) yang menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety). Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Budiono dkk (2014) yang meneliti tentang pelaksanaan program manajemen pasien dengan resiko jatuh di rumah sakit, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sebagian besar perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi: screening, pemasangan gelang identitas risiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang menggunakan leaflet edukasi, pengelolaan pasien risiko jatuh, penanganan pasien jatuh dan pelaporan insiden. SIMPULAN 1. Dilihat dari karakteristik responden diketahui : sebagian besar responden mempunyai umur antara 21-35 tahun (40%), jenis kelamin perempuan (87,7%), tingkat pendidikan D-3 Keperawatan (90,8%), dan lama bekerja kurang dari 10 tahun (43,1%). 2. Sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan tentang SPO pencegahan resiko jatuh tergolong cukup baik yaitu sebanyak 48 orang (69,2%). 3. Sebagian besar perawat mempunyai kepatuhan dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%).
4. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (pvalue = 0,001, rxy = 0,391), dan nilai hubungan tergolong sedang. SARAN 1.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan untuk dilakukannya sosialisasi kepada seluruh perawat yang berkaitan dengan pengkajian resiko jatuh pasien dengan skala Morse dan bagaimana cara pengisian menggunakan form pengkajian resiko jatuh skala Morse serta menetukan intepretasi secara benar. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat mempergunakan sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun panduan perkuliahan terutama yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan hubungannya dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh pasien di rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan resiko jatuh pasien misalnya sikap dan lingkungan kerja, serta meneliti cakupan sampel yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. Awaliya dkk. (2012). Hubungan Pengetahuan, Motivasi, dan Supervisi dalam melaksanakan patient safety di RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo. Universitas Hasanuddin. Bart, Smet. (2004). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Budiono, Sugeng, Arief Alamsyah dan Wahyu. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Resiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014. Cintya,
Bawelle. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Pelaksanaaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna. E-Jurnal Keperawatan. 2013.Vol 1, No 1 (1): 128-142
Joint Commission International Acreditation Standards for Hospitals. 4th Edition. (2011). KemenKes RI. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011. Miake-Lye IM Hempel S Ganz DA, and Shekelle PG. (2013) Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety Departemen Kesehatan RI; 2008. Strategy: A Systematic Review. Annals of Internal Medicine. 2013; 158(5 ); 390-396. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. _______. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
________. (2010). Sikap dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung : Rizqi Press Sanjoto, Hary Agus. (2014). Pencegahan Pasien Jatuh Sebagai Strategi Keselamatan Pasien: Sebuah Sistematik Review. Setiadi.
(2007). Perilaku Perawat Professional terhadap Suatu Anjuran, Prosedur atau Peraturan yang Harus Dilakukan atau Ditaati. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setyarini, Elizabeth Ari, dan Lusiana Lina Herlina. (2013). Kepatuhan Perawat Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosep 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus. Jurnal Kesehatan. STIKes Santo Borromeus.