Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
E-ISSN:2302– 2663
DOI: https://doi.org/10.21009/JPEB.004.2.3
PERKEMBANGAN LIBERALISASI INVESTASI DARI ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (AFAS) PAKET 1 SAMPAI PAKET 8 DAN MASUKNYA FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) ASAL ASEAN PADA JASA TRANSPORTASI UDARA INDONESIA Herlitah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
[email protected] ABSTRACT This paper aims to explain how about the level of commitment of Indonesia in air transport services in cooperation AFAS Package 1- 8 and the development of investment in this sector since the signing of the cooperation AFAS Package 1 - 8. To map the position of Indonesia in the sector of air transport services in cooperation AFAS the method used were indexation and Hoekman index. To measure competitiveness using Data Envelopment Analysis (DEA) to measure the economic impact analysis of input-output model of regional ASEAN. Based on the analysis of AFAS 1-8 shows that the air transport services sector until now has not been opened. Domestic liberalization conditions under Regulation Updates (DNI 2016) FEP allowed on air transport services between 49 percent to 67 percent. One of the sub-sectors that have been opened with the majority shareholding for foreigners (67 per cent) is supporting air transport services subsector. When seen through the analysis of the competitiveness of efficient transport services based on the value of the Indonesia Air Transport efficient only remaining other services are still very much value for efficient. Keywords: Services, AFAS, Efficient ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana tingkat komitmen Indonesia dalam layanan transportasi udara bekerjasama AFAS Paket 1- 8 dan pengembangan investasi di sektor ini sejak penandatanganan kerjasama AFAS Paket 1 - 8. Untuk memetakan posisi Indonesia di sektor jasa angkutan udara bekerjasama metodeAFAS yang digunakan adalah indeksasi dan indeks Hoekman. Untuk mengukur daya saing menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur analisis dampak ekonomi model input-output regional ASEAN. Berdasarkan analisis AFAS 1-8 menunjukkan bahwa sektor jasa angkutan udara sampai saat ini belum dibuka. Kondisi liberalisasi domestik di bawah Update Peraturan (DNI 2016) FEP diperbolehkan untuk layanan transportasi udara antara 49 persen sampai 67 persen. Salah satu sub sektor yang dibuka dengan kepemilikan mayoritas untuk orang asing (67 persen)
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
117
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
E-ISSN:2302– 2663
mendukung subsektor jasa angkutan udara. Bila dilihat melalui analisis daya saing layanan transportasi yang efisien berdasarkan nilai Indonesia Air Transport yang efisien hanya tersisa layanan lainnya yang masih sangat bernilai efisien. Kata kunci: Layanan, AFAS, Efisien PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui perdagangan di bidang jasa, Negara-negara ASEAN telah menyepakati dan mengesahkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, telah dibentuk Coor-dinating Committee on Services (CCS) yang memiliki tugas menyusun modalitas untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam kerangka AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik. Hingga tahun ini, ASEAN telah menyepakati dan meratifikasi AFAS Paket 8 dengan target AFAS Paket 10 pada tahun 2015 (Budiman, 2008). Liberalisasi disektor jasa dilakukan dengan mengintegrasikan 128 sub-sektor dari 11 sektor jasa ditambah dengan 16 sub-sektor finansial dan 13 sub-sektor alat angkut udara (air transport). Adapun sektor-sektor tersebut adalah: Jasa Bisnis; Jasa Komunikasi; Jasa Konstruksi dan Teknik Terkait; Jasa Distribusi; Jasa Pendidikan; Jasa Lingkungan; Jasa Finansial; Jasa
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
Terkait Kesehatan dan Sosial; Jasa Pariwisata dan terkait Perjalanan; Jasa Rekreasi, Budaya dan Olahraga; Jasa Transportasi; dan Jasa lainnya. Sampai dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN diresmikan pada akhir tahun 2015, informasi terkait dengan liberalisasi jasa khususnya jasa transportasi belum banyak tersedia terutama di lingkungan akademisi. Selain itu informasi mengenai masuknya Foreign Direct Investment (FDI) sebagai pemanfaatan baik dari regulasi domestik maupun liberalisasi pasar juga belum banyak dipublikasikan. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai, “Perkembangan Liberalisasi Investasi dari ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Paket 1 Sampai Paket 8 dan Masuknya Foreign Direct Investment (FDI) Asal ASEAN Pada Jasa Transportasi Udara Indonesia” Liberalisasi pasar jasa transportasi di ASEAN telah dilakukan sejak tahun 1996 dan saat ini tahun 2016 belum ada informasi mengenai perkembangan liberalisasi disektor jasa transportasi khususnya transportasi udara, begitu pula FDI. Padahal informasi mengenai perkembangan posisi liberalisasi dan FDI di sektor jasa transportasi udara ini akan bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam hal ini negosiasi
118
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
perdagangan, penelitian di sektor jasa transportasi serta bagi masyarakat. KAJIAN TEORITIK PengertianJasa Perdaganganinternasional merupakan kegiatan yang dilaksanakan antar negara yang berbeda serta mengakibatkan timbulnya pertukaran akan valuta asing yang mempengaruhi neraca perdagangan negara yang bersangkutan (Simorangkir, 1985). Perdagangan internasional merupakan suatu cerminan dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (Payne, 2001) . Pada zaman globalisasi ini hampir tidak ada negara yang menganut sistem ekonomi tertutup (Munandar, 2010). Menurut Kotler dan Keller (Kotler, 2009)mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ A service is any act performance that one perti can offer yhat is essentially intangibles and does not result in the ownership of anything, its production may or may be tied to a physical product“ ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS) Di area Jasa, deklarasi Konvensi Bangkok menyepakati untuk meningkatkan kerjasama dan kebebasan perdagangan dibidang jasa melalui pengimplementasian ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Perjanjian ini khususnya berusaha meningkatkan efisiensi dan tingkat kompetitif dari anggota ASEAN sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang Jasa antar anggota ASEAN, dan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
E-ISSN:2302– 2663
meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan dan scope dari liberalisasi melampaui yang telah ada di dalam GATS (General Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan bebas di bidang jasa (Soesanto, 2000). Mekanisme AFAS Aida S Budiman (2008) menjelaskan bahwa dalam perundingan liberalisasi bidang jasa, AFAS menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang diterapkan dalam WTO. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: (1) Most Favoured Nation (MFN) Treatmentkemudahan yang diberikan kepada suatu negara berlaku juga untuk semua negara lain; (2) Non discriminative, pemberlakuan hambatan perdagangan diterapkan untuk semua negara, tanpa pengecualian; (3) Transparancy, setiap negara wajib mempubli-kasikan semua peraturan, perundangundangan, pedoman pelaksanaan dan semua keputusan/ ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah, dan (4) Progressive liberalization, liberalisasi secara bertahap sesuai dengan tinggat perkembangan ekonomi setiap negara anggota. Kemudian dalam komitmen liberalisasi perdagangan jasa dilakukan dalam empat derajat liberalisasi yang berbeda-beda, yaitu: (1) None, artinya terbuka penuh atau tidak ada hambatan dan pembatasan pada sektor jasa tersebut; (2) Bound with limitations; artinya liberalisasi dengan
118
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
pembatasan-pembatasan tertentu yang disebutkan dalam komitmen, dimasa yang akan dating, pembatasan ini dapat dibuka lebih lanjut; (3) Unbound, artinya tidak ada komitment, dikarenakan adanya aturan- aturan yang tidak sejalan dengan akses pasar atau perlakuan pasar, dan (3) No commitment, tidak ada komitmen karena memang secara teknis tidak dimungkinkan (Martin, 2000). Foreign Direct Investment (FDI) Investasi asing di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu : Portfolio, Foreign Direct Investment (FDI) dan kredit ekspor. Foreign Direct Investment (FDI) melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang dilaksanakan sehingga dinamika usaha yang menyangkut tujuan perusahaan tidak lepas dari pihak yang berkepentingan/ investor asing, Purnomo dan Ambarsari(Ambarsari, 2005). Portofolio merupakan investasi keuangan yang dilakukan di luar negeri dengan cara investor membeli utang atau sekuritas dengan harapan mendapat manfaat financial dari investasi tersebut. Foreign Direct Investment (FDI) dapat diartikan sejumlah penanaman modal dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Foreign Direct Investment (FDI) merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi yang mengglobal. Foreign Direct Investment (FDI) dianggap lebih berguna bagi negara dibandingkan investasi pada ekuitas perusahaan karena investasi ekuitas berpotensi
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
E-ISSN:2302– 2663
terjadinya capital outflow sebab investasi ekuitas ini lebih bersifat jangka pendek dan sewaktu-waktu dapat ditarik secara tiba-tiba dan menimbulkan kerentanan ekonomi (Resnia, 2012). Foreign Direct Investment (FDI) melibatkan pihak investor secara langsung dalam operasional usaha yang dilaksanakan sehingga dinamika usaha yang menyangkut tujuan perusahaan tidak lepas dari pihak yang berkepentingan/ investor asing, Purnomo dan Ambarsari (2005). METODOLOGI PENELITIAN Untuk memetakan posisi Indonesia di sektor jasa transportasi udara pada kerjasama AFAS maka metode yang digunakan adalah metode Indeksasi dan Indeks Hoekman. Indeks Hoekmen merupakan suatu metode indeksasi yang diusulkan oleh Hoekman pada tahun 1995 dalam Ishido (2011) dan digunakan untuk mengukur Agreement on Trade in Services (GATS-style) tingkat komitmen di sektor jasa. Bentuk indeksasi pada metode ini adalah sebagai berikut: jika suatu Negara memberikan komitmen pada SOC-nya berupa none (dibuka tanpa pembatasan) diberikan indeks 1, jika dibuka dengan pembatasan diberikan indeks 0,5 dan jika ditutup (unbound) diberikan indeks 0. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis DEA. dengan pengolahan menggunakan DEA maka akan dapat dilihat tingkat efisiensi pada sumber penerimaan negara di Indonesia.Secara sederhana suatu sektor disebut efisien apabila dengan output yang sama.
119
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
ia mempergunakan jumlah input yang lebih sedikit. Dalam kaitan ini rasio antara input dan output lazim dipergunakan sebagai indikator. DEA berasumsi bahwa setiap DMU (Dicision Making Unit) akan memiliki bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/totalweighted input).
E-ISSN:2302– 2663
2016 ini, FEP yang diperbolehkan pada jasa transportasi udara antara 49 persen sampai 67 persen. Salah satu subsektor yang telah dibuka dengan kepemilikan saham mayoritas bagi asing (67 persen) adalah subsektor jasa penunjang angkutan udara (Jasa Penunjang Angkutan Udara (sistem reservasi melalui komputer, pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo/ ground handling, dan penyewaan pesawat udara/aircraft leasing), yang mana subsektor jasa tersebut sebelumnya telah dikomitmenkan pada AFAS Paket 2 namun belum dibuka untuk moda investasinya (Moda 3). Subsektor penting yang dibuka dengan FEP sebesar 67 persen lainnya adalah jasa ekspedisi muatan pesawat udara. Adapun investasi asing untuk jasa transportasi udara berpenumpang masih dibatasi dengan kepemilikan modal asing maksimum 49 persen (belum mayoritas). Adapun FEP setiap subsektor pada jasa transportasi udara disajikan pada Tabel 1. sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Liberalisasi Berdasarkan Peraturan Domestik Terbaru (DNI Tahun 2016) Liberalisasi jasa transportasi udara pada peraturan domestik Indonesia diatur melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Pengaturan ini juga dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI Tahun 2016). Salah satu bentuk pengaturan dari DNI adalah batas maksimum kepemilikan modal asing (Foreign Equity Participation /FEP). Berdasarkan DNI Tahun Tabel 1. Liberalisasi Jasa Transportasi Udara Indonesia Pada Peraturan Domestik (DNI Tahun 2016) No
Bidang Usaha
267 Jasa Kebandarudaraan Jasa Penunjang Angkutan Udara (sistem reservasi melalui komputer, 268 pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo/ ground handling, dan penyewaan pesawat udara/ aircraft leasing) 269 Pelayanan Jasa Terkait Bandar Udara 272 Jasa Ekspedisi Muatan Pesawat Udara 273 Agen Penjualan Umum (GSA) Perusahaan Angkutan Udara Asing 277 Angkutan Moda Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri
278 Angkutan Moda Udara Niaga Berjadwal Luar Negeri
279 Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal
280 Angkutan Udara Bukan Niaga
KBLI 52230 51102 51202 52240 77304 52230 52294 79112 51101
Persyaratan Penanaman Modal Asing Maksimal 49% Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67% Penanaman Modal Asing Maksimal 67% Penanaman Modal Asing Maksimal 67% a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari 51102 keseluruhan pemilik modal asing (single majority ) 51101 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari 51102 keseluruhan pemilik modal asing (single majority ) 51103 51104 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari 51105 keseluruhan pemilik modal asing (single majority ) a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 51109 b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority )
Sumber : Lampiran Perpres Nomor 44 Tahun 2016
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
120
E-ISSN:2302– 2663
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
Jika dibandingkan dengan liberalisasi di transportasi darat, jasa transportasi udara telah lebih liberal walaupun jasa transportasi darat telah lebih dulu diliberalisasi pada perundingan AFAS (Paket 7 dan 8). Namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan liberalsiasi di jasa transportasi laut. Jasa transportasi laut telah mencapai FEP sebesar 70 persen. Selain itu, kategori yang digunakan pada jasa transportasi laut di DNI Tahun 2016 ini telah menggunakan pendekatan Central Product Clasification (CPC) seperti yang digunkan pada General Agreement on Trade in Services (GATS) dan AFAS. Hal ini akan mempermudah negosiator untuk menyesuaikan antara komitmen di DNI tahun 2016 dengan komitmen di AFAS.
Perkembangan Investasi Jasa Transportasi Udara di Indonesia Investasi asing di jasa transportasi udara saat ini adalah pada jasa transportasi udara untuk penumpang dan barang. Total jumlah proyek dari tahun 2004 sampai kuartal 1 tahun 2016 telah mencapai 57 proyek yang terdiri dari 33 proyek untuk jasa transportasi udara untuk penumpang dan 24 proyek untuk barang. Proyek investasi untuk jasa transportasi udara ini sebagian besar berada di Provinsi DKI. Jakarta (Sarwedi, 2002). Jumlah proyek pada jasa transportasi udara untuk penumpang sebanyak 27 dari 33 proyek berada di Provinsi DKI Jakarta dan jasa transportasi udara untuk barang sebanyak 21 dari 24 proyek juga berada di provinsi ini. Jumlah proyek investasi di jasa transportasi udara disajikan pada Tabel 2. berikut ini:
Tabel 2. Data Investasi Asing Langsung untuk Jasa Transportasi Tahun 2004-Q1 2016 Berdasarkan Nilai Proyek (dalam USD ribu) (5110 - 2009) Angkutan Udara Untuk Penumpang
(5120 - 2009) Angkutan Udara Untuk Barang Total(Nama KBLI)
Riau DKI. Jakarta Bali Banten Kepulauan Riau Jawa Barat Total(Provinsi) DKI. Jakarta Kalimantan Timur Total(Provinsi)
2004 100 100 300 300 400
2005
18.575 18.575 2.300 2.300 20.875
2006 -
2007 7.473 7.473 96 96 7.569
31.001 31.001 99.629 99.629 130.631
Sumber: SOC Indonesia di AFAS 8 diolah
Dari tabel 4.3.2 dapat dilihat bahwa Investasi Asing di jasa transportasi pada tahun 2004-Q1 tahun 2016 berdasarkan nilai proyek pada 7 provinsi yang ada di Indonesia masih didominasi pada provinsi DKI Jakarta pada tiap
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
2008
2009 2.500 2.500 2.500
2010 1.111 1.111 1.111
2011 8.667 8.667 298 298 8.965
2012
19.751 19.751 501 501 20.252
2013 6.850 65.137 71.986 71.986
2014
6.899 17.143 24.042 19 19 24.061
2015 2016 389 54 350 272 1.011 54 1.011 54
tahunnya. Total nilai proyek Angkutan Udara untuk penumpang di DKI Jakarta 159.156 atau sebesar 87 persen dari total proyek secara keseluruhan. Diikuti oleh Banten dengan nilai 17.143 atau sebesar 9 persen, Riau dengan total
117
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
nilai 6.850 atau sebesar 4 persen, sisanya untuk Kepulauan Riau dan Jawa Barat. Jika dilihat dari total Angkutan Udara untuk barang DKI Jakarta masih menempati urutan pertama dengan total nilai investasi sebesar 102.845 atau sebesar 97 persen dan sisanya 3 persen ada pada Kalimantan Timur atau nilai totalnya sebesar 2.798. Berdasarkan tahun yang ada antara 2004 sampai 2016, total investasi yang terbesar itu ada pada tahun 2008 sebesar 130.631 dan semuanya berada di DKI Jakarta dan investasi asing terendah pada tahun 2004. Tahun 2008 menjadi tahun yang tertinggi investasi asingnya di bidang transportasi udara dan tahun 2004 menjadi tahun yang investasinya terendah karena pada tahun tersebut awal dibukanya perjanjian pada AFAS. Invetasi asing pada transportasi udara untuk penumpang pada awal dilakukan tahun 2004 sampai dengan tahun 2012 hanya terpusat di DKI Jakarta, barulah tahun 2013 ada investasi asing untuk provinsi Riau, tahun 2014 pada provinsi Banten, dan tahun 2015 pada provinsi Kepulauan Riau dan Jawa Barat. Sedangkan untuk transportasi angkutan barang 4 tahun pertama semenjak perjanjian ini ada pada
AFAS hanya dilakukan di DKI Jakarta, setelah tahun 2008 atau tepatnya tahun 2009 dilakukan investasi asing pada Kalimantan Timur. Alasan mengapa DKI Jakarta selama 12 tahun terakhir masih menjadi tempat strategis bagi investasi asing pada transportasi udara dikarenakan semua kegiatan perekonomian dan aktivitas pemerintahan masih terpusat di DKI Jakarta. Analisis Pangsa Pasar Jasa Transportasi Udara ASEAN Transportasi saat ini menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara, semakin maju dan berkembangnya suatu negara maka akan diikuti oleh berkembangnya transportasi yang ada baik transportasi darat, laut, maupun udara. Bukan hanya dari berkembangnya teknologi yang ada tetapi juga harus diikuti oleh perkembangan atau banyaknya pengguna transportasi tersebut. Apabila kita melihat dari sisi pengguna transportasi maka kita juga harus melihat dari sisi penyedia jasa transportasinya terlebih dahulu. Untuk itu perlu dilihat bagaimana pangsa pasar jasa transportasi yang ada di negara tersebut. Pada tabel 3. telah disajikan pangsa pasar untuk Jasa Transportasi di ASEAN.
Tabel 3. Pangsa Pasar Jasa Transportasi ASEAN IND MAL PHI Inland Transport 15.760 960 6.042 Water Transport 5.761 904 897 Air Transport 2.734 1.464 3.340 Other Supporting and Auxiliary Transport 2.264 1.042 1.129 Activities; Activities of Travel Agencies Sumber : SOC Indonesia di AFAS 8 diolah
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
E-ISSN:2302– 2663
THA 11.088 1.853 3.262
VIE 1.064 938 287
2.891
340
118
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
Dari tabel di atas dapat dilihat pangsa pasarjasa transportasi terhadap 5 negara yaitu indonesia, malaysia, philipina, thailand, dan vietnam. Pada Inland Transport, pangsa pasar tertinggi ada pada Indonesia sebesar 15760 diikuti oleh Thailand sebesar 11088 dan philipina sebesar 6042, sedangkan terendah ada pada negara malaysia sebesar 960. Pada Water Transport, pangsa pasar tertinggi masih pada Indonesia sebesar 5761, dan urutan kedua ada pada Thailand, sedangkan yang terendah ada pada philipina sebesar 893. Pada Air Transport, pangsa pasar tertinggi ada pada negara philipina sebesar 3340 diikuti Thailand sebagai urutan kedua sebesar 3262. Sedangkan untuk Indonesia ada diurutan ketiga sebesar 2734 berada diatas Malaysia yang hanya mendapatkan setengah dari pangsa pasarnya Indonesia yaitu sebesar 1464, dan berada jauh diatas Vietnam yang hanya sebesar 287. Pada Other Supporting and Auxiliary Activities; Activities of Travel Agencies , Indonesia berada diurutan kedua setelah Thailand yaitu sebesar 2264
E-ISSN:2302– 2663
diikuti Philipina sebesar 1129 dan Malaysia 1042. Sedangkan urutan terakhir masih ada pada negara Vietnam. Secara Keseluruhan Indonesia berada pada posisi yang mempunya pangsa pasar yang besar karena menduduki urutan pertama untuk Inland Transport dan Water Transport, sedangkan diurutan kedua pada Air Transport dan Other Supporting and Auxiliary Activities. Dibandingkan dengan Malaysia, pangsa pasar di Indonesia jauh lebih besar maka investasi dalam sektor transportasi baik darat, udara maupun laut sangat menguntungkan (Purnomo, 2005).
Analisis Daya Saing Jasa Transportasi Udara Berdasar Nilai Efisien Daya saing jasa transportasi berdasarkan nilai efisien maksudnya disini adalah apabila ditunjukkan oleh angka 1 (satu) berarti negara tersebut telah efisien dalam sektor ini, dan dibawah atau < 1(satu) berarti negara tersebut belum efisien dalam daya saing.
Tabel 4. Perkembangan Daya Saing Jasa Transportasi Berdasar Nilai Efisien
INA MAL PHI THA inland Transport 0,1945 1 0,3974 Water Transport 0,2188 1 0,0367 Air Transport 1 0,7413 0,5544 Other Supporting and Auxiliary Transport Activities;0,212 Activities of Travel 1 Agencies 1
VIE 1 1 1 1
1 0,1221 0,4573 1
Sumber : SOC Indonesia di AFAS 8 diolah
Dari 4sektor yang ada (Inland Transport, Water Transport, Air
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
Transport, dan Other Supporting and Auxiliary Transport Activities)
119
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
dan berdasarkan 5 negara yang dibandingkan hanya Thailand yang efisien pada keempat sektor. Artinya dalamhalini menunjukkan bahwa Negara tersebut mampu efisien dalam sektor-sektor tersebut. Hal ini memberikan peluang bagi Negara tersebut untuk melakukan daya saing guna merebut pangsa pasar Negara diluar AFAS. Diikuti oleh Malaysia yang telah efisien pada 3 sektor yaitu inland transport, water transport dan Other Supporting and Auxiliary Transport Activities. Sedangkan Indonesia hanya Air Transport yang efisien selebihnya jasa-jasa lain masih sangat jauh nilainya untuk efisien. Hal tersebutmenandakanhanya Air Transport yang mempunyai daya saing dan mampu merebut pangsa pasar negara di luar AFAS. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkanhasilanalisisdari AFAS 1-8 terlihat bahwa sektor jasa transportasi udara sampai saat ini belum dibuka. Kondisi Liberalisasi berdasarkan Peraturan Domestik Terbaru (DNI Tahun 2016) FEP yang diperbolehkan pada jasa transportasi udara antara 49 persen sampai 67 persen. Salah satu subsektor yang telah dibuka dengan kepemilikan saham mayoritas bagi asing (67 persen) adalah subsektor jasa penunjang angkutan udara (Jasa Penunjang Angkutan Udara (sistem reservasi melalui komputer, pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo/ ground handling, dan penyewaan pesawat udara/aircraft leasing).
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
E-ISSN:2302– 2663
Berdasarkan hasil perkembangan Investasi jasa transportasi udara di Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa Proyek investasi untuk jasa transportasi udara ini sebagian besar berada di Provinsi DKI. Jakarta. Jumlah proyek pada jasa transportasi udara untuk penumpang sebanyak 27 dari 33 proyek berada di Provinsi DKI Jakarta dan jasa transportasi udara untuk barang sebanyak 21 dari 24 proyek juga berada di provinsi ini Berdasarkan analisis pangsa pasar di ASEAN, apabila Indonesia dibandingkan dengan Malaysia dan Negara ASEAN lainnya, pangsa pasar di Indonesia jauh lebih besar maka investasi dalam sektor transportasi baik darat, udara maupun laut sangat menguntungkan. Jika dilihat melalui analisis daya saing jasa transportasi berdasarkan nilai efisien maka Indonesia hanya Air Transport yang efisien selebihnya jasa-jasa lain masih sangat jauh nilainya untuk efisien. Hal tersebut menandakan hanya Air Transport yang mempunyai daya saing dan mampu merebut pangsa pasar Negara diluar AFAS. Adanya Gapantara peraturan domestik Indonesia dengan hasil perundingan di AFAS 8 merupakan ruang bagi Indonesia untuk meningkatkan komitmennya sesuai dengan Regulasi Domestik. Faktor lainnya adalah sektor jasa transportasi udara sudah Efisiendansiapbersaingbaikdidalam
120
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 2 Oktober 2016 http://doi.org/10.21009/JPEB
maupundiluarnegeri (ASEAN). Untuk itu mempertimbangkan tuntutan peningkatan liberalisasi sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia pada kerjasama AFAS serta mempertimbangkan bahwa sektor jasa perhubungan udara sudah mampu bersaing maka disarankan untuk meningkatkan tingkat liberalisasi dengan batas maksimum sama dengan tingkat liberalisasi pada Daftar Negatif Indonesia (DNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden No.44 Tahun 2014.
DAFTAR PUSTAKA Aida S Budiman, d. (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Ambarsari, I. d. (2005). Studi Tentang Penanaman Modal Asing diIndonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 6, No1,Juni 2005,, 26-27. Basri, Faisal dan Haris Munandar. (2010). Dasar-dasar Ekonomi Internasional (Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif), Edisi I. Jakarta: Kencana. Buchari Alma. (2007). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Revisi. Bandung: CV. Alfabeta Fawaiq. M. dan Resnia. R. (2012). Peluang dan Tantangan Sektor Jasa Konstruksi
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb
E-ISSN:2302– 2663
Indonesia dalam AFAS. Journal of World Trade Studies. Vol. III. No. 1. 10993. Feldstein, Martin. (2000). Aspect of Global Integration: Outlook of The Future. Cambridge: Working Paper No.7899 Kotler, P. d. (2009). Manajemen Pemasaran Jilid 2 (edisi Ketiga Belas ed.). (M. Bob Sabran, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga. Payne, Adrian. (2001). Pemasaran Jasa, Cetakan Kedua, Yogyakarta: Andi and Pearson Education. Sarwedi. (2002). Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.4, No.1, Mei. Simorangkir, D. (1985). DasarDasar dan Mekanisme Perbankan. Jakarta: Aksara Persada Press. Soesanto, H. (2000). A New ASEAN in a New Millenium, Centre for Strategic and International Student. Jakarta: Pustaka Mitra. World Trade Organization (WTO). Guidelines For The Scheduling Of Specific Commitments Under The General Agreement On Trade In Services (GATS) (Geneva: WTO Secretariat, 2001), 13-3
121