Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
DAUN GLIRICIDIA SEBAGAI SUMBER PROTEIN PADA SAPI POTONG Zut.BARDi M.', KuswANDt 1 ,
Mucxn MARTAWIDJAJA',
CHALtDTHALM 1 ,
clan D[DI B. Wlvortoz
1 Balal Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 Instalasi Penelitian dan Pengkajian TeknologiPertanian Grati ABSTRAK
Rendahnya produktivitas ternak ruminansia sapi potong di Indonesia disebabkan karena rendahnya mutu rumput terutama pada musim kemarau. Rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan clan 8 ekor sapi Perankan Onggole (PO) sebsgai ulangan. Perlakuan adalah pemberian ransum hijauan dengan punberian kombinasi leguminosa clan pemberian konsentrat sebagai penambah/pencukupi kebutuhan protein dan energi dalam pakan. Sebagai perlakuan adalah sapi Pernakan Onggole jantan dan betina milik petemak di Desa Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo dengan bobot rata-rata 165 f 51 kg, berurnur sekitar 1, tshun. Untuk keperluan penggemukan dipakai maksimal 80°/a konsentrat clan hijauan 1,5-3 kg bahan kering setara dengan 7,5-15 kg hijsuan segar yang disesuaikan dengan bobot badannya. Jumlah hijauan ini dijadikan perlakuan melalui pemberian rumput alam dan glirisidia dimana akan diperoleh perlakuan (a) Rumput alam (. RA) dibandingkan dengan Glirisidia (GI) (0/100), (b) RA/GI (10/90), (c) RA/GI (20/80), (d) RAIGI (30/70) dan (e) RA/Gl (50/50). Pemberian pakan dilakukan prosedur pemberian menurut yang biasa dilakukan para perternak sehingga kondisi pernelitian merupakan kondisi petemak Parameter yang diukur berupa konsumsi hijuan pakan, konsumsi konsentrat, bobot badan, analisa zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan. Komsumsi pakan memperlihatkan hasil yang berbeda. nyata (P>0,05) antara PA clan PB, PC clan PD : Perlskuan PA memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata dengan PE, PB dan PC serta antara PC dan PD dari konsumsi bahan kering . Terlihat bahwa untuk semua perlakuan sudah melebihi target konsumsi bahaan kering yakni diatas 2,5% dsri bobot badan untuk bahan keringnya. Pertambahan bobot badan cliperoleh berturut-turut ratarata setiap hari untuk perlakuan A, B, C, D, dan E adalah 471, 408, 325, 359, dan 476 g dimana secara keseluruhan memberikan pertambahan bobot badan rata-rata 408 glekor/hari, maksimal sebesar 803 g per ekor perhari clan minimal 124 g/ekor/hari . Kata kunci: Glirisidia, bobot badan, nutrisi sapi potong PENDAHULUAN Rendahnya produktivitas temak ruminansia sapi potong di Indonesia disebabkan karena rendahnya mutu rumput terutama pada musim kemarau. Hal itu ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar sehingga zat-zat makanan essensial seperti protein, energi dan mineral menjadi kurang tersedia bagi proses pencernaan dan metabolisme (MOK 1974). Dengan hanya menggunakan jenis pakan tersebut maka akibat rendahnya kecernaan tersebut, temak tidak mampu mengkonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan. Disamping mutu yang rendah jumlah rumput dan jerami tanaman pun terbatas pada musim kemarau. Celakanya, kebanyakan saat ini para petani masih saja mengandalkan sumber makanan temak potong hanya dari pemberian hijauan berupa nimput lapangan oleh karena mereka masih bergelut diantara penggunaan uang untuk membeli makan ternak atau untuk kebutuhan keluarga . Rumput lapangan atau dikenal sebagai rumput alam umumnya mengandung bahan kering sekitar 20%. Kandungan protein kasar berkisar 8,4%, TDN 52% dan kandungan energi nettonya untuk hidup pokok (NE.) sekitsr 1.04 Mkal/kg bahan kering (SuTARDI, 1991).
Seminar Nasional Peternakan clan Yeteriner 2000
Pertumbuhan ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh tatalaksana pemberian pakan dengan memperhatikan protein energi dan mineral yang diperlukan dalam jumlah yang cukup clan seimbang . Dengan demikian ternak ruminansia terutama yang sedang bertumbuh ataupun yang dipersiapkan untuk bibit harus dapat mengkonsumsi pakan yang cukup disamping perlunya penambahan zat-zat makanan dari bahan yang murhah dicerna untuk mengkoreksi defisiensi zat-zat makanan tertentu dari pakan basal . Selanjutnya diharapkan batas optimal pemberian suplemen akan diperoleh melalui upaya mengetahui seberapa jauh kebut ihan optimal protein demi penyusunan ransum strategik didaerah yang mengalami krisis pakan. Dengan demikian perolehan penggunaan pakan dan kemungkinan menaikan proporsi pakan basal bermutu rendah pada ransum produksi disertai perolehan ransum murah berskala medium. Untuk perlu dijajagi kapasitas konsumsi dan proporsi pakan basal bermutu rendah dalam ransum melalui informasi tentang nisbah optimum rumput dan gliricidia untuk tingkat produksi medium tanpa penambahan konsentrat. Kiranya penelaahan lebih lanjut perlu dilaksanakan dalam upaya meningkatan penghasilan peternak yang selalu terpuruk dengan masalah pakan yang mutunya senantiasa terasa menjadi suatil kendala. MATERI DAN METODE Rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan clan 8 ekor sapi Perankan Onggole (PO) sebagai ulangan . Perlakuan adalah pemberian ransum hijauan dengan pemberian kombinasi leguminosa clan pemberian konsentrat sebagai penambah/pencukupi kebutuhan protein clan energi dalam pakan . Sebagai perlakuan adalah sapi Pernakan Onggole jantan dan betina milik peternak di Desa Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo dengan bobot rata-rata 165 f 51 kg, berumur sekitar 1,5 tahun. Untuk keperluan penggemukan dipakai maksimal 80% konsentrat clan hijauan 1,5-3 kg bahan kering setara dengan 7,5-15 kg hijauan segar yang disesuaikan dengan bobot badannya. Jumlah hijauan ini dijadikan perlakuan melalui pemberian rumput alam dan glirisidia dimana akan diperoleh perlakuan (a) Rumput alam (RA) dibandingkan dengan Glirisidia (GI) (0/100), (b) RA/Gl (10/90), (c) RA/Gl (20/80), (d) RA/Gl (30/70) clan (e) RA/Gl (50150) . Pemberian pakan dilakukan prosedur pemberian menurut yang biasa dilakukan para perternak sehingga kondisi pernelitian merupakan kondisi peternak. Parameter yang diukur berupa konsumsi hijuan pakan, konsumsi konsentrat, bobot badan, analisa zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan. Selanjutnya data diolah clan dianalisa berdasarkan petunjuk STEEL clan ToRRIE (1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Sewaktu pelaksanaan penelitian di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo mengalami kekurangan hijauan sehingga para peternak mencari hijauan dari berbagai tempat. Kesulitan hijauan pakan akibat musim kering terasa terhadap penyediaan hijauan yang beragam serta berbeda antar para peternak. Para peternak memberikan hijauan alam sepanjang yang dapat mereka peroleh walaupun dengan jumlah clan komposisi yang senantiasa berubah-rubah setiap hari. Keadaan ini akan dapat mempengaruhi pertambahan bobot ternak . Perolehan pemberian rumput alam berupa campuran dari hijauan yang diperoleh dilapangan seperti seperti diterakan pada Tabel 1 .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner2000
Tabel ll. Komposisi hijauan rumput alam yang diberikan pada berbagai perlakuan Sapi Peranakan Onggole di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo Hijauan Rumput alam Daun lamtoro Jerami padi Kacang tanah Klobotjagung Kangkung Jumlah
A
B
55,75
45,37
31,63
20,49 20,49 13,66
12,62
100
100
Percobaan C 36,36 63,64
100
D
77,78
E
37,93 41,38
22,22
20,69
100
100
Disatu sisi dikenal bahwa temak sapi yang sedang tumbuh, bunting dan berproduksi membutuhkan protein dalam makanan yang lebih besar dibandingkan engan ternak dewasa atau tidak berproduksi (ENsMINGER,1980). Kebutuhan protein pada temak dinyatakan dalam protein kasar (PK) dan protein protein kasar dapat dicema sedangkan protein dapat dicerna berhubungan erat sekali dengan kandungan protein kasar (SUTARDI, 1981) . Ruminansia dapat menggunakan senyawa nitrogen bukan protein (NBP) . Karena itu kebutuhan protein umumnya dinyatakan dalam nilai protein kasar (RANJHAN, 1977) . Penyediaan protein dalam ransum sangat penting untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh ternak untuk hidup pokok dan produksi (MAYNARD dan LOOsu, 1979; SUTARDI, 1981) .
Rendahnya kandungan protein dan kandungan energi rumput bukan hanya terjadi pada rumput alam akan tetapi ditemui pula pada rumput kultur lainnya (SUTARDI, 1991) . Hijauan makanan ternak mutunya senantiasa dipengaruhi oleh iimur pemotongan dan lahan tempat tanaman tersebut ditanam dan menjadi masalah ini sering dikemukakan kandungan zat-zat makanan dari satu sumber nilainya sering berfariasi . Kandungan rumput-rumputan jika diberikan secara tunggal kepada ternak dengan dasar ssekitar 2,5% bobot badan untuk bahan keringnya hanya diperkirakan akan mencukupi kebutuhan energi (TDN) sebagai pemenuhi hidup pokok dan sedikit untuk pertumbuhan. Apalagi jika diperlukan untuk sapi yang masih muda yang masih dalam pertumbuhan sedangkan kapasitas tampung rumennya masih jauh untuk memenuhi kuantum kapasitan kecukupan rumput-rumputan sebagai makanannya disamping memang diharapkan memerlukan rumput-rumputan yang berkadar bahan kering yang mengandung TDN 55% dan kasar protein kasar sekitar 8% Jelas secara umum akan dipenuhi oleh leguminosa dimana kandungan TDNnya akan memadai untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan . Selanjutnya dari bahan hijauan yang diberikan tersebut dianalisa secara komposit untuk mengetahui kandungan zat-zat makananya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Berpatokan kepada hasil analisa kandungan zat makanan (Tabel 2) yang terdapat didalam bahan pakan percobaan diperoleh konsumsi zat makanan bagi masing-masing perlakuan sebagaimana diutarakan oada Tabel 3 berikut. Komsumsi pakan memperlihatkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) antara PA dan PB, PC dan PD: Perlakuan PA memperlihstkan perbedaan yang tidak nyata dengan PE, PB, dan PC serta antara PC dsn PD dari sudut konsumsi bahan kering yang berasal dari konsentrat . Perlakuan PA memperlihstkan perbedaan yang tidak nyata dengan PB, PC, dan PD namun memperlihatkan perbedaan nyata (P<0,05) serta antara PC dsn PD dari sudut konsumsi bahan kering yang berasal dari rumput alam serta terlihat bahwa konsumsi yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara PA dengsn PC dan PE serta PB dengan PD. Disamping terjadi perbedan nysta (P<0,05) antara perlakuan PA, PC, dan PE dengan PB dsn PD. 235
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
Tabel 2. Kcndungan zat-zat makanan dari berbagai bahan hijauan dan konsentrat di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo Bahan pakan Konsentrat Glirisidia Rumput alam Daun lamtoro Jerami padi Kacang tanah Klobot jagung KanBkung -
Bahan kering (%) 88,60 10,79 57,17 41,11 70,46 68,32 59,67 - 86,70
Protein 13,27 28,83 14,73 36,19 4,10 14,94 7,31 12,98
Persen dari bahan kering Lemak kasar Serat Kasar 1,91 18,40 3,16 21,45 3,63 24,71 4,59 8,73 1,54 24,03 2,87 30,57 3,23 26,43 2,85 30,50
Abu 14,56 8,73 19,91 8,58 23,22 11,52 6,37 15,47
BETH 51,86 37,93 37,02 41,92 47,12 40,11 56,65 38,20
Jika rumput Raja yang digunakan masih muda umurnya, ternyata potensinya untuk memenuhi kebutuhan sapi cukup tinggi . Misalnya, SUPRIADI (1989) melaporkan bahwa pemberian rumput tersebut pada sapi perah jantan dengan pemerataan umur 10,9 bulan clan rataan bobot 250 kg menghasilkan TDN 66 t 0,6% clan DE 2,85 f 0,13 Mcal/kg. Nilai ini lebih kurang sama dengan silase jagung (corn silage) yang mehasilkan TDN 64 f 3% dan DE 2,78 t 0,35 Mcal /kg. Hal lain yang menarik dari percobaan tersebut ialah rumput raja muda ternyata mampu menghasilkan retensi Nitrogen lebih tinggi daripada silase jagung (rumput Raja : 13,68 g vs silase jagung : 0,24 g) . Pemakaian rumput yang sama dan silase jagung yang sama pada sapi perah laktasi berhasil meningkatkan produksi susu berkadar lemak 4% (12,2 vs 11,2 4% FCM) dan menurunkan biaya pakan (Rp. 199. vs Rp . 238.-) per kg air susu yang dihasilkan (YUL,IA, 1988). Tabel 3. Konsumsi zat makanan konsentrat, rumput alam, glirisidia dan total hijauan dari berbagai perlakuan Sapi Peranakan Onggole di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo Bahan pakan Konsentrat
Rumput alam
Glirisidia
Konsumsi
Keterangan :
23 6
Perlakuan
Bagian dari bahan kering (kg) keriring(kg)
Protein
A 1,87 a 0,25 B 1,52 c 0,20 1,38bc 0,18 C 1,27 b 0,17 D 0,27 E 2,03 a A 6,64 a 0,74 0,70 B 6,05 a 2,90 b 0,82 C D 2,47 b 0,32 E 4,28 c 0,38 0,22 a 0,06 A B 0,16 b 0,05 0,22 a 0,06 C 0,05 D 0,16 b 0,22 a 0,06 E A 8,73 a 1,05 B 7,72 a 0,95 4,50 b 1,07 C D 3,90b 0,54 6,53 a 0,71 E Transkrip yang berbeda pada kolom yang nyata (P <0,05)
R~
Abu BETH NDF kasaa r 0,04 0,34 0,27 0,97 1,00 0,03 0,28 0,22 0,79 0,81 0,03 0,25 0,20 0,72 0,74 0,02 0,23 0,18 0,66 0,68 0,37 1,05 1,09 0,04 0,30 0,19 1,68 1,35 2,68 0,44 1,57 1,03 2,57 0,47 0,18 0,12 0,42 0,37 1,17 0,38 0,09 0,62 0,42 1,02 0,21 1,93 0,27 0,11 1,06 0,79 0,01 0,05 0,02 0,08 0,09 0,01 0,06 0,07 0,01 0,03 0,01 0,05 0,02 0,08 0,09 0,01 0,03 0,06 0,01 0,07 0,01 0,05 0,02 0,08 0,09 0,23 2,07 1,65 3,73 1,54 1,88 1,26 3,42 1,35 0,21 0,16 0,72 0,59 1,96 1,21 0,12 0,89 0,62 1,74 0,96 0,16 1,48 1,10 3,07 1,45 sama dan bahan pakan yang sama menunjukkan perbedaan
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
Pakan hendakmya disediakan dalam jumlah cukup sepanjang hari dan ditaruh pada tempat pakan tertentu dalam kandang yang mudah dijangkau ternak. Untuk praktisnya dapat diberikan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari . Diusahakan agar tempat pakan terjamin kebersihannya, misalnya setiap pagi membuang sisa-sisa pakan sebelum pemberian pakan pagi hari . Air minum disediakan tiap hari dalamjumlah cukup dan bersih . Pakan penguat diberikan lebih awal clan terpisah hijauan tidak lebih dari pakan hijauan. Untuk mempercepat proses penggemukan, sebaiknya jumlah hari sekitar 2,5-3,0% dari 30% bahan kering campuran pakan. Jumlah pakan yang diberikan setiap bobot hidup sapi (di dasarkan atas bahan kering pakan) .
Penggunaan bahan pakan selanjutnya diolah untuk memperoleh metabolisme energi melalui pendekatan formula MOIR (1974) yakni menggunakan formula ME=4 .718-(0.033 x NDF) sehingga diperoleh untuk masing-masing perlakuan sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi pakan dan ketersediaan metabolisme energi dari berbgai perlakuan pada Sapi Peranakan Onggole di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo Perlakuan
Konsentrat
Glirisidia
A
0,95
B C
0,83 0,90
0,11 0,09
D E
Metabolisme energi (Mkal)
Konsumsi baban kering (%)
0,83 0,90
0,14 0,11 0,10
Rumput alam
Total
Konsentrat
Glirisidia
3 .31 1,89
4,42 4,23
3,7176 3,9048
4,7150 4,7158
2,93
3,9797 4,0386
4,7150 4,7159 4,7150
3,36
1,61 1,90
2,55 2,90
3,6320
Rumput alam
Total
4,7033
4,6673 4,6735
4,7026 4,7055 4,7110 4,7091
4,6782 4,6864 4,6703
Keberadaan ternak ruminansia dalam penyediaan protein hewani tidak akan terlepas dari kemampuan ternak tersebut mengubah makanan berserat kasar tinggi atau bahan bukan mengandung protein menjadi protein hewani . Namun peran ternak ruminansia dalam aksinya tidak membuka peluang untuk bersaing dengan keperluan manusia bahkan memberi keuntungan meningkadcan sumber daya alam menjadi sumber yang bernilai jauh lebih tinggi dari bahan bakunya. Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa untuk semua perlakuan sudah melebihi target konsumsi bahaan kering yakni diatas 2,5% dari bobot badan untuk bahan keringnya sebagaimana yang direkomendasikan NRC (1984) . Konsumsi bahaan kering ini sejalan dengan estimasi MOIR (1974) melalui keuclungan metabolisme energinya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pertambahan bobot badan dari masing-masing perlakuan. Namun pertambahan bobot badan tersebut kurang sempurna oleh karena sebagian besar diperoleh dari bahan pakan yang berasal dari hijauan rumput alam (berturut-turut 76,04; 78,29; 64,51 ; 63,24; clan 65,46% untuk PA, PB, PC, PD, clan PE) mempunyai kadar zat-zat makanannya kurang baik. Berhubung defisiensi protein sering terjadi bersaman dengan defisiensi energi, amka kecukupan energi pakan perlu lebih diutamakan. Karena sapi yang digemukkan hampir sepanjang ahri dipelihara dalam kandang, maka kecukupan nutrien yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan mutu pakan yang disediakan setiap hari . Kandungan protein dan energi pakan penguat hendaknya disesuaikan berdasarkan umur clan kondisi sapi bakalan, rasio hijauan dan konsentrat yang diberikan, dan tingkat produksi yang diharapkan . Bangsa sapi juga perlu mendapat perhatian sebab masingmasing breed memiliki respon yang dapat berbeda terhadap pakan tertentu . Sebagai contoh, sapi FH memiliki respon lebih baik dari sapi PO terhaclap pakan bermutu baik . Sapi FH yang lebih unggul memanfaatkan pakan bermutu baik dari pada sapi Madura (SrroRus dan ZULBARDI, 1993), tetapi sapi FH tersebut kalah terhadap sapi PO pacla kondisi pakan bermutu kurang baik (tanpa penguat) (KUSNADI et al., 1992). Sapi Bali diperkirakan memiliki respon yang hampir sama dengan sapi 23 7
Seminar Masional Peternakan clan Veteriner 2000
Madura. Pakan penggemukan (campuran hijauan dan penguat) yang dianjurkan menagndung protein kasar sekitar 12% (bagi sapi muda diatas 13%) dan energi (TDN) sekitar 68%. Derajat ketahanan protein bahan makanan terhadap degradsi oleh mikroba rumen menurut SuTARDI (1979) amat beragam sehingga memebri peluang bagimkita untuk memilih bahan makanan berdasarkan daya bahan degradasi . HEMBRY et al. (1975) mengatakan bahwa nilai hayati protein yang lolos dari degradasi juga memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan ternak untuk mencapai prestasi produsi sesuai dengan mutu genetilrnya. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan jelas terlihat pada Tabel 5 dimsna secara keseluruhan diperoleh pertambahan bobot badan maksimal sebesar 803 g per ekor perhari clan minimal 124 g/ekorAhari . Diperinci diperoleh berturut-turut rata-rata setiap hari untuk perlakuan A, B, C, D, dan E aclalah 471, 408, 325, 359, dan 476 g. Tabel 5.
Bobor badan dan pertambahan bobot badan Sapi Peranakan Onggole dari berbagai penimbangan di DesaTanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo Kriteria
PerlakuA
n
Penimbangan bobot badan (kg)
Pertambahan bobot pada bulan ke
Awal
1
II
Akhir
I
ii
iii
Rata-rata
Rata-rata Maksimal
180 244
214 280
216(5) 268
504 857
516 887
335 419
471` 598
Minimal Rata-rata
130 163
198 261 144 176
157 192
174 202(g)
171 383
323 519
290 325
345 408'°
Maksimal Minimal
231 101
246 112
272 125
279 134
479 214
839 226
694 32
505 227
Rata-rata
140
153
167(6)
379
313
329
325' °
Maksimal Minimal
157 96
194 121
514 271
355 258
710 48
469 253
D
Rata-rata Maksimal Minimal
136 178 88
166 111 154
163 176
E
Rata-rata Maksimal Minimal
B
C
Rata-rata Standar eviasi dMaksimal Minimal Keterangan :
Bobot (kg)
121 164
194 104
203 116
171(8) 204 126
513 600 443
337 403 290
208 323 32
359 423 273
205 271
224 298
237 324
245(8) 324
541 886
431 855
328 871
476' 803
111 165
128 181
139 194
153
129 423
32 298
124 408
51 271
52 298
55 324
201(35) 54 324(35)
114 . 464 183 886
208 887
218 871
148 803
88
104
116
121(35)
114
129
32
124
Transkrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) . Angka dalam kurung menyatakan jumlah temak pada saat penimbangan
Hijauan sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia mempunyai arti penting dalam menjaga kondisi rumen yang ideal. Kuantum minimal hijauan dalam pakan untuk menjaga rumen berfungsi secara normal sebesar 10-15%. Keberadaan hijauan tersebut berfungsi untuk mempertahankan proses fermentasi berjalan normal, memelihara epitel rumen, merangsang reaksi buffer dari saliva dan mengatur produksi asam lemak atsiri. Fermentasi menurut LENG (1969) merupakan serangkaian pencernaan pendahuluan yang membuat banyak bentuk proporsi makanan. Karbohidrat yang dapat dicerna di fermentasi menjadi asam lemak atsiri (VFA), metan (NH4) dan karbon dioksida (COZ) sedangkan protein di fermentasi menjadi bentuk yang sama dengan tambahan amonia. 23 8
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
Walaupun sebagian protein dipecah dalam rumen, sisanya yang meninggalkan rumen tidak mengalami perubahan yang berarti . Protein makanan yang lolos degradasi bersama protein mikroba yang tersalurkan kedalam usus dihidrolisis menjadi asam amino oleh peroses pencernaan, kemudian diserap clan didistribusikan ke dalam sel-sel tubuh sehingga terbentuk kembali protein tubuh dari asam amino tersebut.
Proses fermentasi dapat berlangsung dengan bantuan bakteri dalam lingkungan yang sesuai clan serasi . Namun kondisi rumen banyak dipengaruhi oleh keberaclaan pakan yang dikonsumsi. Untuk itu dirasa perlu untuk mengkaji sejauh mana peranan keberadaan mikroba di rumen ruminansia dalam upaya pemanfaatan pakan
Penyediaan air minum secara ad libitum (tidak terbatas) untuk membantu pencernaan pakan yang dimakannya. Air disediakan sepanjang hari siang clan malam . Pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB pemberian hijauan kepada ternak clan hijauan ini dibiarkan sampai keesokan harinya. Pemberian pakan penguat dengan protein kasar 21% dan energi tinggi (di atas 68% TDN) pada sapi Madura muda, dimana rasio rumput dan penguat sebagai 1 :3 (bahan kering), menghasilkan rataan pertambahan bobot 812 g/hari (SITORUS dan ZULBARDI, 1993). Pakan penguat dengan kandungan protein lebih rendah (15%), hanya dapat mengahsilkan pertambahan bobot 528 g/hari walaupun tingkat konsumsi bahan keringnya tidak berbeda . Jelas tampak bahwa kadar protein pakan sangat berpengaruh pada pertumbuhan sapi muda, meski kandungan energi pakan cukup. Dipihak lain mikroorganisme didalam rurnen mungkin mempunyai pengaruh buruk terhadap inangnya apabila diberi pakan bermutu tinggi untuk mendapatkan produksi maksimal, dimana mikroorganisme akan mendeaminasi asam-asam amino essensial clan menghidrolisa protein yang berasal dari pakan menjadi NH3, menfermentasikan karbohidrat yang sudah larut pada kondisi tertentu, mensintesa senyawa-senyawa yang beracun terhadap inangnya clan lainnya sehingga energi banyak terbuang berupa methan (6-8%) clan erbuang berupa panas fermentasi (4-6%) . Upaya memperkecil degradasi protein didalam rumen dapat dilakukan beebrapa hal yang elah dikem,ukakan SUTARDI (1978) yakni: o
Mempercepat laju pencernaan protein melalui pemberian air minum .
o
Melalui pemberian garam yang berakibat ternak merasa haus lalu minum air yang telah disediakan .
o
Melakukan upaya penggumpalamprotein sehingga daya larutnya akan turun melalui pemasakan.
Menghaluskan ataupun melakukan pemeletan sehingga dapat mempercepat laju pengosongan rumen (menambah rumen ofpassage) . Keberadaan ternak ruminansia dalam penyediaan protein hewani tidak akan terlepas dari kemampuan ternak tersebut mengubah makanan berserat kasar tinggi atau bahan bukan mengandung protein menjadi protein hewani . Namun peran ternak ruminansia dalam aksinya tidak membuka peluang untuk bersaing dengan keperluan manusia bahkan memberi keuntungan meningkatkan sumber daya alam menjadi sumber yang bernilai jauh lebih tinggi dari bahan bakunya. Dari beberapa penelitian telah terbukti pakan berenergi atau berprotein rendah akan berakibat buruk pada ternak . Sesuatu pakan yang telah cukup mengandung zat-zat makanan yang diperlukan, tetapi defisiensi akan energi, maka perombakan bagian tubuh tertentu akan terjadi (MAYNARD dan LOSSLI, 1979). Pembatasan energi pakan akan meningkatkan katabolisme (perombakan) protein labil 239
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
tubuh untuk menutupi kebutuhan energinya (WHrrECHAIR, 1969) . Jika terjadi defisiensi energi yang berkelanjutan akan menimbulkan kelemahan, kemunduran pertumbuhan dan penurunan produksi (FLATr dan MOE, 1969). Tetapi pakan yang berenergi tinggi akan menaikkan konsumsi (CROUSE et al., 1978), meningkatkan penggunaan N-makanan untuk sintesis protein tubuh (SWANSON, 1959) . Aktivitas sapi akan mempengaruhi kebutuhan energi telah diperlihatkan pula melalaui kebutuhlm energi pada ternak sapi yang dilepas dilapangan membutuhkan 15% ME (Kkal) lebih banyak bila dibandingkan dengan ternak tersebut apabila berada di dalam kandang (BLAxmR, 1969) . Kebutuan energi untuk bergerak satu meter maju aau bangun, sapi membutuhkan 2,1 J/kg (RIBIERO, 1976 yang disitir ARC, 1980), sedangkan kebutuhan energi untuk berdiri lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan energi untuk berbaring sekitar 5,9-11,7 J/kg perhari (ARC, 1980) . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan o
Pemberian protein yang optimal dapat diberikan antara 710-1050 gram per ekor perhari dengan pertambahan bobot badan antara 476-471 glekor/hari . Komsusi protein ini berasal dari konsentrat 270-250 gram, glirisidia sekitar 60 gram dan rumput alam 280-740 gram per ekor perhari .
o
Pemberian hijauan glirisidia musim kering di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo sangat membanatu para peternak sapi.
o
Pertambahan bobot badan bagi semua perlakuaan cukup memberikan hampan baik bagi para petani terutama dimana pakan hijauan sulit diperoleh.
Saran o
Upaya melindungi ternak dari terpaan sinar matahari dan kebiaaan menjemur ternak secara bertahap harus dikurangi .
o
Jika memungkinkan ternak harus dimandikan minimal sekali seminggu diwaktu muusim kering DAFTAR PUSTAKA
ARC . 1980. The Nutrient Requirement of Ruminants Brothers The Greeham Press, Old Woking. Surrey . BLAXTER, K.L., 1969.
Livestock .
The Energy Metabolism ofRuminants .
Commonwealth Agric. Bureaux. Unwin
Hutchinson Scientific and Technical, London .
CRousE, J.D., R.A. FIELD, . .L CHANT JR ., C.L. FERREL, G.M. SMITH, and V.L. HARRisoN . 1978. The effect of J dietary energy intake on carcass composition and palatability of different weight carcass from ewe and ram. J. Anim . Sci. 47(6):1207-1218 . y Requirements. dalam Hafez, E.S.E. dan I.A. Dyer. Animal Growth FLATT, W.P. and P.W. MOE . 1969. Energ and Nutrition . Lea & Febiger, Philadelpia .
HEMBRY, F.G., W.H.PFANDER, and R.L.PRESTON.1975. Utilization ofNitrogen from soybean meal, asein, zein and urea by mature sheep. Nutr. 105:267-270.
Seminar Nasional Peternakan dan Veleriner 2000 KUSNADI, U., M. SABRANI, M. WINUGROHO, S. ISKANDAR, U. NUSCHATi, dan D. SUGANDI. 1992 . Usaha Penggemukan Sapi Potong di Dataran Tinggi Wonosobo. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Ruminansia Besar. Cisarua 20-22 Februari 1992 . Balai Penelitian Temak., Bogor. hal. 24-28. KUSWANDL 1993 . Kegiatan mikroba di rumen dan manipulasinya untuk menaikkan efisiensi produksi ternalc Buletin Peternakan 17 :68-76 . MAYNARD, L.A . and J.K. LOSSLI . 1979 . Animal Nutrition. 6th Ed. Tata McGraw-Hill Publishing Coy. Ltd. Bombay . MOiR, KW . 1974 . The Estimation of the Metabolizable Energy of Forage from Its Cell-wall Content and Digestible Cell Wall . J. Agric. Sci. Camb. 82 :423-426 NRC. 1984 . Nutrient Requirements of BeefCattle . 6th rev. ed . Washington, D.C . National Academi Press. RANJHAN, S.K. 1977 . Animal Nutrition and Feeding. Practices in India. Vikas Publ. House PVT. Ltd. New Delhi.. SrrORUS, M. dan M. ZULBARDI . 1993 . Pengaruh level protein konsentrat berenergi tinggi terhadap pertumbuhan sapi Madura. Prosidings Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura, Sumenep 11-12 Oktober 1992 . hal. 147-150 . STEEL, R.G.D . and J.M . TORRIE. 1980 . Priciple and Procedures of Statistics . 2nd Ed . McGraw-Hill Tosho Printing Co ., Ltd., London. SUPRIADI, A. W. 1989. Kecernaan Rumput Rajas (P . purpureum x P. thyphoides) dan Silase Jagung pada Sapi Perah Jantan . Karya Ilmiah Sarjana Peternakan, Fapet IPB, Bogor. SuTARDi, T 1981 . Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor. SuTARDI, T. 1978 . Ikhtisar Ruminologi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fak. Peternakan IPB, Bogor. SuTARDi, T. 1979 . Ketahanan Protein Bahan Makanan terhadap Degradasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Produktivitas Temak. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Petemakan Jilid 2. LPP. Bogor. hal. 91-103 . SuTARDI, T. 1988 . Hubungan konsumsi energi dan protein dengan bobot metabolik dan pertumbuhan pada sapi perah. Media Peternakan . Fapet IPB, Bogor 13 :51-58 . SwANsoN, P. 1959. Food Energy and the Metabolism of Nitrogen . dalam: Albanese, A.A. Protein and Amino Acid Nutrition. Lea Academic Press, New York. WHITECHAiR, C.K . 1969 . Diseases and Parsites. dalam: Hafez, E.S.E and I.A . Dyer. Animal Growth and Nutrition. Lea & Febiger., Philadelphia. YULIA, E. 1988 . Substitusi Ransum Silase Jagung (Corn Silage) dengan Rumput Raja (King Grass) pada Sapi Perah Laktasi. Karya Ilmiah Sarjana Petemakan, Fapet IPB, Bogor.