JUTI: Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi - Volume 15, Nomor 2, Juli 2017: 238 – 247
FITUR BERBASIS FRAKTAL DARI KOEFISIEN WAVELET UNTUK KLASIFIKASI CITRA DAUN Ardhon Rakhmadi1), Nanik Suciati2), dan Dini Adni Navastara3) 1, 2, 3)
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya
e-mail:
[email protected]),
[email protected]),
[email protected])
ABSTRAK Semakin banyak dan beragamnya jenis tanaman di dunia mengakibatkan semakin sulit untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi tanaman secara manual. Daun merupakan bagian dari tanaman yang sering dipakai untuk identifikasi dan klasifikasi tanaman. Metode klasifikasi daun secara automatis telah banyak dikembangkan oleh para peneliti. Pada penelitian sebelumnya sistem klasifikasi daun otomatis dibangun menggunakan fitur berbasis fraktal yaitu dimensi fraktal dan lacunarity. Sistem klasifikasi daun otomatis berbasis dimensi fraktal dan lacunarity dapat mengklasifikasi daun dengan akurasi tinggi namun memerlukan banyak langkah preprocessing sehingga mengakibatkan komputasi sistem meningkat. Pada penelitian ini diusulkan penggunaan metode praproses dan ekstraksi wavelet pada ekstraksi fitur citra daun. Ekstraksi fitur menggunakan teknik perhitungan statistika sederhana pada koefisien wavelet sehingga komputasi menjadi lebih ringan. Hasil ekstraksi fitur citra daun akan menjadi data masukan untuk sistem klasifikasi Support Vector Machine (SVM). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa metode ekstraksi fitur statistik pada dekomposisi wavelet lebih unggul dibandingkan dengan metode ekstraksi fitur berbasis fraktal (dimensi fraktal dan lacunarity) dari penelitian sebelumnya dengan akurasi 96.66% dan waktu komputasi 329.33 detik. Kata Kunci: klasifikasi daun, fraktal, wavelet. ABSTRACT The more numbers and various types of plants in the world make it more difficult to identify and classify plants manually. Leaves are part of a plant that is often used for plant identification and classification. Automatic leaf classification method has been developed by many researchers. In previous research the automatic leaf classification system was built using fractal-based features of fractal dimension and lacunarity. Automatic leaf classification system based on fractal dimensions and lacunarity can classify leaves with high accuracy but require many preprocessing steps resulting in increased system computation. In this study we proposed the use of preprocess and wavelet extraction methods on feature extraction of leaf image. Feature extraction uses a simple statistical calculation technique on the wavelet coefficient so computing becomes lighter. The leaf image feature extraction results will be the input data for the Support Vector Machine (SVM) classification system. The experimental results show that the statistical feature extraction method on wavelet decomposition is superior in the accuracy and computation time compared with the fractal-based feature extraction method (fractal and lacunarity dimension) from the previous research with 96.66% accuracy and 329.33 second computation time. Keywords: leaf classification, fractal, wavelet.
I. PENDAHULUAN aun memiliki banyak ciri khusus yang bisa digunakan sebagai fitur dalam proses klasifikasi, antara lain yaitu fitur warna, bentuk, tekstur, urat daun, atau kombinasi dari fitur-fitur tersebut [1-2]. Penelitian berbasis warna daun masih memiliki kendala, sebab sebagian besar daun memiliki warna yang sama dan beberapa jenis daun mengalami perubahan warna pada musim tertentu. Oleh karena itu, tekstur dan bentuk merupakan fitur daun yang paling sering diteliti. Contoh fitur bentuk daun telah dianalisis pada beberapa penelitian adalah seperti deskriptor fitur geometrik [3] dan fitur dimensi fraktal [4-5]. Contoh penelitian yang terkait dengan pengenalan daun berbasis tekstur adalah penelitian dengan metode Gray Level Co-Occurence Matrix (GLCM) dan Local Binary Pattern (LBP) [6], Gabor [7] dan juga Fraktal [8]. Identifikasi fitur bentuk daun dapat dilakukan dengan melakukan observasi pada urat atau tulang daun serta pada bagian pinggiran daun. Pola urat daun yang terlihat jelas akan dapat digunakan untuk mengindentifikasi ciri dari suatu tanaman. Pola urat daun dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu urat primer dan urat sekunder. Urat primer merupakan urat terbesar pada daun dan terdapat pada bagian bawah daun dan dianalogikan sebagai batang pada pohon. Sedangkan urat sekunder berbentuk lebih kecil daripada urat primer dan dianalogikan sebagai ranting utama pada pohon [9]. Tekstur juga sering dipakai untuk menentukan ciri khusus pada tanaman selain melalui bentuk daun. Tekstur daun dapat diidentifikasi dari sifat permukaan daun yang bermacam-macam seperti licin, halus, kasar dan lain sebagainya. Analisa tekstur dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan teknologi pengolahan citra digital. Walaupun belum ada definisi yang pasti dan jelas mengenai tekstur pada citra digital [10]. Tekstur pada citra digital umumnya dikaitkan pada pengukuran sifat-sifat citra seperti tingkat kekasaran (coarseness),
D
238
Rakhmadi, Suciati, dan Navastara — Fitur Berbasis Fraktal dari Koefisien Wavelet untuk Klasifikasi Citra Daun
kehalusan (smoothness) dan keteraturan (regularity). Sehingga tekstur dari citra digital daun dapat dianalisa sebagai keteraturan (regularity) dari pola-pola tertentu tekstur daun [11-12]. Pada penelitian ini, analisa tekstur daun dilakukan pada area permukaan daun yang bukan bagian dari urat daun utama. Klasifikasi tanaman berdasarkan bentuk daun yang memiliki kemiripan tinggi tentunya sangat sulit apabila dilakukan secara manual. Jumlah aneka flora dan variasinya yang semakin banyak menyebabkan kemiripan bentuk yang tinggi antara daun yang satu dengan daun yang lainnya. Oleh karena itu tekstur juga dibutuhkan untuk membantu proses klasifikasi daun terutama untuk daun yang memiliki kemiripan yang tinggi. Klasifikasi otomatis menggunakan sistem komputerisasi tentunya dapat sangat membantu masyarakat luas terutama peneliti di bidang ahli tanaman herbal, pertanian, perkebunan, dokter dan lain sebagainya. Sifat fraktal memiliki kemiripan karakteristik dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh ciri daun [3-5]. Konsep geometri fraktal dapat dipertimbangkan sebagai metode analisa bentuk dan tekstur citra daun. Sehingga sistem klasifikasi daun dapat menggunakan konsep fraktal untuk ekstraksi fitur tekstur dan bentuk daun. Penelitian sebelumnya menggabungkan fitur bentuk dan tekstur untuk dianalisa [9][13]. Penggabungan fitur bentuk dan tekstur menghasilkan akurasi yang lebih baik daripada penggunaan fitur bentuk dan tekstur yang terpisah. Namun penggabungan bentuk dan tekstur pada penelitian [9][13] memerlukan banyak langkah preprocessing dan perhitungan fitur yang kompleks sehingga waktu komputasi meningkat. Sehingga penelitian ini berfokus pada mengurangi banyak langkah preprocessing dengan teknik dekomposisi wavelet supaya akurasi klasifikasi meningkat dan waktu komputasi sistem dapat dikurangi. Penggunaan teknik dekomposisi wavelet bertujuan untuk menghasilkan sub citra yang memiliki fitur yang diskriminan dengan waktu komputasi yang rendah disebabkan oleh perhitungan dekomposisi wavelet yang relatif sederhana.
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: praproses (preprocessing), ekstraksi fitur dan klasifikasi. Bagan sistem ditunjukkan pada Gambar 4. Praproses bertujuan untuk menghasilkan citra pinggiran, urat dan tekstur daun. Konfigurasi variasi citra menggunakan citra pinggiran, urat dan tekstur daun diadopsi dari penelitian sebelumnya [9]. Penelitian ini memodifikasi praproses pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan teknik dekomposisi wavelet untuk menghasilkan beberapa variasi sub citra. Penelitian sebelumnya menggunakan teknik ekstraksi fitur dimensi fraktal dan lacunarity untuk mendapatkan fitur dari variasi sub citra yang dihasilkan [9]. Sedangkan penelitian ini menggunakan teknik ekstraksi fitur statistik (mean, standard deviasi dan entropy) untuk mendapatkan fitur dari variasi sub citra yang dihasilkan oleh teknik praproses. Setelah fitur didapatkan maka fitur dimasukkan kedalam klasifier SVM untuk selanjutnya diukur performa akurasi dan waktu komputasinya. A. Praproses Pada proses ekstraksi fitur bentuk dari pinggiran dan tekstur daun, terlebih dahulu dilakukan preprocessing agar menghasilkan fitur yang bersifat translation dan rotation invariant. Fitur yang bersifat translation invariant adalah fitur dimensi fraktal yang dihasilkan tetap sama atau tidak berubah dengan sangat signifikan jika citra mengalami pergeseran atau pergerakan dengan besar tertentu. Fitur yang bersifat rotation invariant adalah fitur dimensi fraktal yang bernilai tetap atau tidak berubah dengan signifikan jika citra masukan mengalami variasi rotasi atau perputaran yang beragam. Awalnya, citra akan dikonversi ke citra grayscale dan kemudian dikonversi lagi menjadi citra biner. Citra biner yang dihasilkan tidak sepenuhnya tersegmentasi dengan benar sehingga kemudian perlu dilakukan proses erosi dan dilasi dengan menerapkan structuring element “disk”. Proses erosi dan dilasi dilakukan untuk mengisi area pada citra. Agar fitur yang dihasilkan juga bersifat rotation invariant, perlu dilakukan proses perhitungan nilai panjang dari major axis dari citra biner [14]. Nilai orientasi dari citra atau besar sudut θ antara major axis terhadap sumbu x (sumbu horizontal) kemudian dihitung. Besar sudut θ yang diperoleh sama dengan sudut rotasi citra. Supaya fitur yang dihasilkan nantinya juga bersifat translation invariant, maka dilakukan proses shrinking, yaitu citra akan secara otomatis di-crop sesuai dengan ukuran maksimum citra. Proses shrinking diterapkan pada citra biner dan citra grayscale yang telah dirotasi. Citra grayscale dan biner yang telah dirotasi pada proses sebelumnya kemudian dilakukan proses shrinking. Untuk mendapatkan citra urat daun, terlebih dahulu dilakukan praproses dengan menerapkan teknik preprocessing yang sama dengan proses untuk mendapatkan pinggiran daun. Mendapatkan urat daun dan memisahkannya dari daun merupakan proses yang cukup rumit disebabkan oleh perbedaan kontras yang sangat rendah antara urat daun dan objek daun [4-5]. Oleh karena itu, [4] menerapkan sebuah nilai threshold untuk melakukan segmentasi urat daun. Operasi dilasi dilakukan pada citra pinggiran daun dengan menggunakan structuring element “disk”. Citra hasil dilasi kemudian akan dijadikan mask pada citra segmentasi urat daun. [5] melakukan metode segmentasi yang bersifat multi-thresholding dalam memisahkan urat daun sehingga diperoleh 239
JUTI: Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi - Volume 15, Nomor 2, Juli 2017: 238 – 247
lebih dari satu citra urat daun. Sehingga pada penelitian [9] menggunakan penggabungan metode dari kedua penelitian tersebut. Dimana untuk memperoleh urat daun menggunakan ide dari [5] yang menggunakan lebih dari satu citra urat daun dengan nilai threshold yang berbeda, sedangkan untuk proses masking dilakukan dengan menggunakan metode dari [4]. Proses rotasi dan shrinking pada fase preprocessing memberikan hasil keluaran citra yang berukuran beragam. Citra dengan ukuran beragam akan mengakibatkan panjang fitur yang tidak sama, sehingga perlu dilakukan resize agar panjang atau lebar citra seragam. Citra yang sebelumnya telah melalui tahap shrinking kemudian diresize berdasarkan aspect ratio dari citra. Aspect ratio adalah perbandingan antara panjang dan lebar citra [14]. Citra selanjutnya di-resize dengan menggunakan aturan tersebut aspect ratio R dari citra daun dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: =
(1)
citra output dengan ukuran m × n yang dihasilkan sesuai dengan kriteria aspect ratio R yang telah ditentukan. Penetapan ukuran dengan aspect ratio ini adalah bertujuan agar fitur vektor yang dihasilkan memiliki panjang yang seragam dan bersifat scale invariant. Fitur scale invariant adalah fitur yang tidak berubah secara signifikan meskipun citra input mendapatkan perubahan skala dalam besaran tertentu Citra output dari proses resize baik grayscale maupun biner yang ditunjukkan pada Gambar 1 dilakukan proses deteksi tepi dengan menggunakan teknik Discrete Wavelet Transform (DWT). Deteksi tepi menggunakan teknik DWT dapat dilakukan dengan cara mendekomposisi citra menjadi empat sub citra. Empat sub citra yang didapatkan dari proses dekomposisi adalah HH, HL, LH, LL. Komponen sub citra yang tertentu dinolkan dan kemudian dilakukan proses Inverse Wavelet Transform [15-16]. Citra hasil deteksi tepi didapatkan dari proses Inverse Wavelet Transform yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3. Kemudian dilakukan operasi dilasi untuk mendapatkan masking yang nantinya digunakan pada praproses citra urat daun. Praproses untuk mendapatkan citra urat daun hampir mirip dengan praproses untuk mendapatkan citra pinggiran daun. Perbedaannya citra grayscale tidak dithresholding menjadi citra biner melainkan langsung dilakukan rotasi, shrinking dan resize agar citra yang dihasilkan rotation dan translation invariant. Kemudian setelah melewati fase deteksi tepi dengan DWT, akan dilakukan proses masking dengan mask yang diperoleh dari praproses citra pinggiran daun. Praproses diadopsi dari penelitian [9] dengan mengubah deteksi tepi menjadi berbasis dekomposisi wavelet. Praproses untuk mendapatkan citra tekstur daun seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pertama citra input dirubah kedalam bentuk grayscale. Citra grayscale kemudian di-crop kedalam ukuran 128x128 piksel. Citra grayscale telah di-crop kemudian didekomposisi menggunakan DWT menjadi beberapa sub citra. Beberapa sub citra tersebut nantinya diproses dengan ekstraksi fitur tekstur menggunakan lacunarity.
Gambar 1. Tahap praproses citra. (a): citra asli; (b): citra grayscale; (c): citra biner; (d): citra hasil dilasi dan erosi; (e): citra hasil rotasi; (f): citra biner hasil shrinking dan resize; (g): citra grayscale hasil shrinking dan resize [9].
Gambar 2. Tahapan praproses untuk mendapatkan tekstur daun.
240
Rakhmadi, Suciati, dan Navastara — Fitur Berbasis Fraktal dari Koefisien Wavelet untuk Klasifikasi Citra Daun
Gambar 3. Tahapan Deteksi Tepi Pinggiran dan Urat Daun.
Gambar 4. Bagan sistem klasifikasi daun.
B. Ekstraksi Fitur Untuk memperoleh fitur berbasis fraktal dan wavelet dari daun, dilakukan beberapa kali fase proses ekstraksi fitur. Pertama, untuk memperoleh fitur dimensi fraktal, ciri bentuk citra tepi dan urat daun dianalisis dengan menggunakan metode perhitungan dimensi fraktal yaitu box counting [4]. Metode ini membandingkan hasil perhitungan log jumlah kotak N(r) terhadap jumlah kotak ukuran r yang menutupi citra. Kemudian akan diperoleh fitur nilai dimensi fraktal D1 untuk citra pinggiran daun. Pada bagian urat daun dimensi fraktal D2 dari urat daun terdiri dari n fitur vektor citra hasil segmentasi. Citra tekstur daun dianalisa dengan menggunakan teknik gliding box [17-19] untuk mendapatkan fitur lacunarity. Teknik ini menggunakan kotak dengan ukuran r yang bergerak terhadap citra daun grayscale dan biner dimulai dari bagian kiri atas citra. Kemudian jumlah piksel bernilai 0 yang terdapat di dalam kotak akan dihitung. Setelah perhitungan di dalam kotak selesai dilakukan, distribusi frekuensi dari massa kotak tersebut kemudian dihitung sehingga dapat diperoleh nilai lacunarity. 241
JUTI: Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi - Volume 15, Nomor 2, Juli 2017: 238 – 247 TABEL I CONTOH HASIL EKSTRAKSI FITUR PADA C ITRA D AUN SETIAP KELAS Label Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
NAMA SPESIES pubescent bamboo Chinese horse chestnut Chinese redbud true indigo Japanese maple goldenrain tree Chinese cinnamon Japanese cheesewood Sweet osmanthus
Citra Input
Citra Hasil Praproses
Fitur 1
Fitur 2
Fitur 3
…
Fitur n
1.198192411
1.186278124
1.423794941
…
1.186278124
1.259398437
1.717764838
1.356342988
…
1.356342988
1.789111222
1.968365556
1.979228368
…
1.107290792
2.894534773
3.13242335
2.622958023
…
0
1.354228368
1.278288026
1.438550885
…
1.291317201
1.775355167
1.666642278
1.465492538
…
1.356779649
0.983355755
1.545193611
1.434560814
…
1.023899573
1.121987352
1.449460293
1.498689844
…
1.226000285
1.009186087
1.503432802
1.632861222
…
1.571339497
10
ginkgo
1.928230865
2.377953593
2.07087997
…
1.281897007
11
Crepe myrtle
1.706284851
2.365961448
1.857717469
…
0.870061935
12
Oleander
1.121640762
1.324460293
0.993392729
…
1.491314657
1.652050953
1.435350035
1.973050528
…
1.577924428
2.061278124
2
1.371640762
…
0.993392729
3.19492335
3.537811162
2.716708023
…
0
1.717764838
1.720175521
1.809822545
…
1.124185416
1.793751954
1.890397946
1.666642278
…
1.086658748
1.468174281
1.857717469
1.666642278
…
0.991138843
13 14 15 16 17 18
yew plum pine Ford Woodlotus Tangerine Japan Arrowwood Beales Barberry Glossy Privet
Metode untuk mendapatkan fitur statistik dari sub citra yang dihasilkan oleh dekomposisi wavelet diterapkan pada citra urat dan tekstur. Pada metode ini, perhitungan mean, standard deviasi dan entropy diterapkan pada citra urat dan tekstur daun. Untuk menghitung nilai statistik, awalnya citra didekomposisi menjadi beberapa sub citra. Masing-masing sub citra kemudian dihitung fitur statistiknya (mean, standard deviasi dan entropy) sehingga menghasilkan vektor fitur. Fitur statistik diperoleh dengan persamaan yang telah dijelaskan pada penelitian [18], sehingga pada citra ini diperoleh nilai statistik. Perlakuan yang sama diberikan kepada sub citra tekstur yang didekomposisi lagi pada konfigurasi dekomposisi lebih dari satu level. Fitur vektor yang terbentuk dari proses ini terdiri dari nilai statistika pada masing-masing sub citra. Contoh hasil ekstraksi fitur ditunjukkan pada Tabel I. C. Klasifikasi Proses klasifikasi selanjutnya dapat dilakukan dengan masukan berupa fitur dimensi fraktal dan lacunarity dilakukan dengan menggunakan metode SVM. Penggabungan fitur-fitur tersebut dilakukan dengan menambahkan satu vektor fitur dengan vektor fitur lainnya. Sehingga menghasilkan sebuah fitur vektor sepanjang 1 × n, dimana n terdiri atas kombinasi antara fitur D1, D2 dan W. Adapun D1 adalah dimensi fraktal dari bentuk pinggiran daun. D2 adalah dimensi fraktal dari bentuk urat daun, dan W adalah fitur tekstur daun. Panjang fitur akan dipengaruhi oleh banyaknya fitur vektor dimensi fraktal dan fitur vektor tekstur yang diterapkan serta jumlah citra masukan. Pada tahap klasifikasi, dataset dibagi ke dalam 10 partisi (10 K-fold Cross Validation) dan klasifikasi dilakukan dengan menggunakan klasifier support vector machine (SVM). Pengujian sistem klasifikasi daun dilakukan dengan melakukan metode k-fold cross validation [20]. Pada penelitian ini, pengujian sistem klasifikasi daun menggunakan nilai k=10. Sehingga apabila dilakukan 10-Fold Cross-Validation maka dataset eksperimen daun D dibagi menjadi ke dalam 10 subset yang dilabeli sebagai data D1, D2, D3, .., D10. Semua dataset dibagi menjadi 10 fold subset data. Satu subset digunakan sebagai data testing dan 9 subset lainnya digunakan sebagai data training. Prosedur ini dilakukan untuk masing-masing subset. Dengan kata lain dataset dibagi menjadi 90% untuk data training dan 10% untuk data testing untuk masing-masing subset. Untuk memperoleh nilai akurasi ataupun ukuran penilaian lainnya dari hasil pengujian yang dilakukan, maka diambil nilai pengukuran rata-rata dari seluruh pengujian tersebut. 242
Rakhmadi, Suciati, dan Navastara — Fitur Berbasis Fraktal dari Koefisien Wavelet untuk Klasifikasi Citra Daun
III. SKENARIO UJI COBA Uji coba bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa terdapat pengaruh pada waktu komputasi dan akurasi dengan menggunakan praproses dekomposisi wavelet pada dimensi fraktal pada analisis bentuk dengan lacunarity pada analisis tekstur pada kasus klasifikasi daun. Semua percobaan dilakukan dengan menerapkan pengklasikasi Support Vector Machine (SVM) yang bersifat multi-kelas. Performa dari sistem divalidasi dengan menggunakan k-Fold validation system dengan k = 10. Untuk memperoleh nilai akurasi klasifikasi, dilakukan perhitungan nilai rata-rata dari hasil klasifikasi dari tiap fold. Skenario yang diuji coba adalah pengaruh level dekomposisi wavelet terhadap fitur dimensi fraktal pada citra urat. Pada skenario ini citra urat daun yang telah dihasilkan oleh teknik praproses deteksi tepi wavelet dilakukan proses ekstraksi fitur dimensi fraktal. Kemudian fitur hasil dari ekstraksi fitur tersebut dimasukkan kedalam klasifier SVM untuk diukur performa akurasi dan waktu komputasinya pada setiap level dekomposisi wavelet. Skenario berikutnya adalah pengaruh level dekomposisi wavelet terhadap fitur lacunarity pada citra tekstur daun, Pada skenario ini citra tekstur daun yang telah dihasilkan oleh teknik praproses dekomposisi wavelet dilakukan proses ekstraksi fitur lacunarity. Kemudian fitur hasil dari ekstraksi fitur tersebut dimasukkan kedalam klasifier SVM untuk diukur performa akurasi dan waktu komputasinya pada setiap level dekomposisi wavelet. Skenario ketiga adalah pengaruh level dekomposisi wavelet terhadap fitur koefisien statistik wavelet pada citra ura. Pada skenario ini citra urat daun yang telah dihasilkan oleh teknik praproses deteksi tepi wavelet dilakukan proses ekstraksi fitur statistik (mean, standard deviasi dan entropy). Kemudian fitur hasil dari ekstraksi fitur tersebut dimasukkan kedalam klasifier SVM untuk diukur performa akurasi dan waktu komputasinya pada setiap level dekomposisi wavelet. Skenario selanjutnya adalah pengaruh level dekomposisi wavelet terhadap fitur koefisien statistik wavelet pada citra tekstur daun. Pada skenario ini citra tekstur daun yang telah dihasilkan oleh teknik praproses dekomposisi wavelet dilakukan proses ekstraksi fitur statistik (mean, standard deviasi dan entropy). Kemudian fitur hasil dari ekstraksi fitur tersebut dimasukkan kedalam klasifier SVM untuk diukur performa akurasi dan waktu komputasinya pada setiap level dekomposisi wavelet. Penggabungan kombinasi skenario ini selanjutnya diamati pengaruhnya terhadap hasil klasifikasi. Pengukuran performa dari kombinasi fitur dilakukan dengan menghitung akurasi dan waktu komputasi. dan dibandingkan dengan metode yang diusulkan oleh penelitian sebelumnya [9]. Percobaan menggunakan 626 citra daun dari 18 kelas berbeda untuk mengetahui apakah variasi dalam level dekomposisi dapat mempengaruhi akurasi dan waktu komputasi. Citra daun yang digunakan pada penelitian ini dari flavia dataset. Contoh dari dataset daun flavia ditunjukkan pada Gambar 5. Citra daun dengan background putih dicapture dengan menggunakan scanner. Citra tersebut berukuran 1600×1200 piksel dengan format JPEG. Dataset terdiri dari 18 kelas dengan jumlah data yang beragam untuk masing-masing kelas seperti ditunjukkan pada Tabel II. TABEL II DATASET FLAVIA No
Nama Spesies
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
pubescent bamboo Chinese horse chestnut Chinese redbud true indigo Japanese maple goldenrain tree Chinese cinnamon Japanese cheesewood Sweet osmanthus ginkgo Crepe myrtle Oleander yew plum pine Ford Woodlotus Tangerine Japan Arrowwood Beales Barberry Glossy Privet
Jumlah data setiap kelas 34 36 37 48 37 29 37 36 29 36 39 33 32 27 26 36 39 35
243
JUTI: Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi - Volume 15, Nomor 2, Juli 2017: 238 – 247
Gambar 5. Contoh Dataset Flavia.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ujicoba dilakukan untuk mengetahui pengaruh level dekomposisi terhadap fitur dimensi fraktal urat daun pada deteksi tepi wavelet. Dalam pengujian ini metode pengukuran yang dipakai adalah akurasi dan waktu komputasi. Semakin besar akurasi yang dihasilkan semakin baik dan semakin kecil waktu komputasi yang dibutuhkan juga semakin baik. Percobaan membuktikan bahwa adanya pengaruh level dekomposisi terhadap akurasi dan waktu komputasi menggunakan dimensi fraktal. Dengan menerapkan metode box counting pada citra tulang daun, Tabel III menunjukkan hasil klasifikasi pada uji coba ini. Hasil uji coba menunjukkan nilai akurasi sebesar 60.46% untuk dataset yang mengalami proses dekomposisi 1 level serta 84.66% untuk citra yang mengalami dekomposisi 7 level. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka hasil klasifikasi menjadi lebih tinggi karena semakin banyaknya variasi dalam citra yang dihasilkan. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka waktu komputasi menjadi lebih tinggi. Namun kenaikan akurasi berhenti di titik tertinggi pada 7 level dekomposisi. Pada dekomposisi wavelet lebih dari 7 level akurasi cenderung menurun. Selanjutnya dilakukan eksperimen untuk membuktikan bahwa adanya pengaruh level dekomposisi terhadap akurasi dan waktu komputasi menggunakan lacunarity. Tabel IV menunjukkan hasil klasifikasi pada uji coba ini. Hasil uji coba menunjukkan nilai akurasi sebesar 10.38% untuk dataset yang mengalami proses dekomposisi 1 level serta 24.44% untuk citra yang mengalami dekomposisi 7 level. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka hasil klasifikasi menjadi lebih tinggi karena semakin banyaknya variasi dalam citra yang dihasilkan. Namun kenaikan akurasi berhenti di titik tertinggi pada 7 level dekomposisi. Pada dekomposisi lebih dari 7 level akurasi cenderung menurun. Kemudian dilakukan percobaan membuktikan bahwa adanya pengaruh level dekomposisi terhadap akurasi dan waktu komputasi menggunakan fitur koefisien statistik. Dengan menerapkan metode perhitungan statistik pada citra urat daun, Tabel V menunjukkan hasil klasifikasi pada uji coba ini. Hasil uji coba menunjukkan nilai akurasi sebesar 75.71% untuk dataset yang mengalami proses dekomposisi 1 level serta 86.74% untuk citra yang mengalami dekomposisi 7 level. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka hasil klasifikasi menjadi lebih tinggi karena semakin banyaknya variasi dalam citra yang dihasilkan. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka waktu komputasi menjadi lebih tinggi. Namun kenaikan akurasi berhenti di titik tertinggi pada 6 level dekomposisi. Pada dekomposisi lebih dari 6 level akurasi cenderung menurun. Percobaan membuktikan bahwa adanya pengaruh level dekomposisi terhadap akurasi dan waktu komputasi menggunakan fitur koefisien statistik. Dengan menerapkan metode perhitungan statistik pada citra tekstur daun, Tabel VI menunjukkan hasil klasifikasi pada uji coba ini. Hasil uji coba menunjukkan nilai akurasi sebesar 40.25% untuk dataset yang mengalami proses dekomposisi 1 level serta 63.41% untuk citra yang mengalami dekomposisi 7 level. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka hasil klasifikasi menjadi lebih tinggi karena semakin banyaknya variasi dalam citra yang dihasilkan. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa dengan semakin banyak level dekomposisi, maka waktu komputasi menjadi lebih tinggi. Namun kenaikan akurasi berhenti di titik tertinggi pada 6 level dekomposisi. Pada dekomposisi lebih dari 6 level akurasi cenderung menurun. Hasil percobaan yang ditunjukkan oleh Tabel VII menunjukkan perbandingan akurasi untuk gabungan dari beberapa skenario uji coba yang telah dilakukan. Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa akurasi tertinggi dari fitur urat daun yang didapatkan dengan perhitungan dimensi fraktal dari deteksi tepi dekomposisi wavelet adalah 84.66% dan waktu komputasinya 505.50 detik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa akurasi tertinggi dari fitur tekstur daun yang didapatkan dengan perhitungan lacunarity dari dekomposisi wavelet adalah 21.08% dan waktu komputasinya 3216.23 detik. Penggabungan skenario dengan hasil akurasi tertinggi dari pinggiran daun serta cit244
Rakhmadi, Suciati, dan Navastara — Fitur Berbasis Fraktal dari Koefisien Wavelet untuk Klasifikasi Citra Daun
ra dan tekstur yang dihitung menggunakan perhitungan fitur berbasis fraktal (dimensi fraktal dan lacunarity) dari deteksi tepi DWT memiliki akurasi sebesar 87.85% dan waktu komputasinya 3721.73 detik. Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa akurasi tertinggi dari fitur urat daun yang didapatkan dengan perhitungan fitur statistik dari dekomposisi wavelet adalah 86.74% dan waktu komputasinya 329.33 detik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa akurasi tertinggi dari fitur tekstur daun yang didapatkan dengan perhitungan fitur statistik dari dekomposisi wavelet adalah 63.41% dan waktu komputasinya 9.90 detik. Penggabungan skenario dengan hasil akurasi tertinggi dari pinggiran daun serta urat dan tekstur daun yang dihitung menggunakan perhitungan fitur berbasis fraktal (dimensi fraktal dan lacunarity) dari deteksi tepi DWT memiliki akurasi sebesar 96.66% dan membutuhkan waktu 325.82 detik. Tabel VI juga menunjukkan bahwa metode referensi utama [9] yang juga menggunakan gabungan fitur pinggiran, urat dan tekstur daun memiliki akurasi sebesar 96.00% dan waktu komputasinya 2924.40 detik.
TABEL III AKURASI DAN WAKTU KOMPUTASI MASING-MASING LEVEL DEKOMPOSISI PADA CITRA TULANG DAUN MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI DWT No 1
2
3
4
5
6
7
Skenario Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (1 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (2 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (3 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (4 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (5 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (6 level dekomposisi) Fitur Dimensi Fraktal (Urat Daun) dari deteksi tepi DWT (7 level dekomposisi)
Akurasi SVM (%)
Waktu (detik)
60.46
474.55
64.98
482.23
67.30
483.28
69.50
500.64
74.34
511.05
77.30
525.41
84.66
541.71
TABEL IV AKURASI DAN WAKTU KOMPUTASI MASING-MASING LEVEL DEKOMPOSISI PADA CITRA TEKSTUR DAUN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI DWT No
Skenario
Akurasi SVM (%)
Waktu (detik)
1
Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (1 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (2 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (3 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (4 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (5 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (6 level dekomposisi) Fitur Lacunarity dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (7 level dekomposisi)
10.38
2012.61
14.21
2118.37
17.73
2319.16
18.28
2620.92
20.76
2821.72
22.08
2923.16
24.44
3216.23
2
3
4
5
6
7
245
JUTI: Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi - Volume 15, Nomor 2, Juli 2017: 238 – 247
TABEL V AKURASI DAN WAKTU KOMPUTASI MASING-MASING LEVEL DEKOMPOSISI PADA CITRA TEKSTUR DAUN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI DWT No 1
Skenario Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (1 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (2 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (3 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (4 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (5 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (6 level dekomposisi) Fitur Statistik dari Dekomposisi Wavelet (Tekstur Daun) (7 level dekomposisi)
2
3
4
5
6
7
Akurasi SVM (%)
Waktu (detik)
40.25
8.63
48.08
8.97
56.23
9.44
61.34
9.67
63.73
9.76
64.73
9.90
63.41
11.52
TABEL VI AKURASI DAN WAKTU KOMPUTASI MASING-MASING LEVEL DEKOMPOSISI PADA CITRA URAT DAUN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI DWT No
Skenario
Akurasi SVM (%)
Waktu (detik)
1
Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (1 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (2 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (3 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (4 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (5 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (6 level dekomposisi) Fitur Statistik Dekomposisi Wavelet dari urat daun (7 level dekomposisi)
75.71
281.09
79.23
282.02
79.23
283.10
82.74
285.41
85.46
292.98
86.10
317.09
86.74
329.33
2 3 4 5 6 7
TABEL VII AKURASI DAN WAKTU KOMPUTASI MASING-MASING GABUNGAN SKENARIO No
Skenario
Akurasi SVM (%)
Waktu (detik)
1 2
Dimensi Fraktal Pinggiran Daun Dimensi Fraktal dengan praproses deteksi tepi canny (Urat Daun) Lacunarity dengan 6 Teknik Praproses (Tekstur) Dimensi Fraktal dengan praproses dekomposisi wavelet (Urat Daun) Lacunarity dengan praproses dekomposisi wavelet (Tekstur) Koefisien statistik dengan praproses dekomposisi wavelet (Urat Daun) Koefisien statistik dengan praproses dekomposisi wavelet (Tekstur)
63.35 85.78
200.00 353.44
72.68
2370.96
84.66
505.50
21.08
3216.23
86.74
329.33
63.41
9.90
Gabungan skenario 1, 2, 3 Gabungan skenario 1, 3 dan 4 Gabungan skenario 1, 6 dan 7 Gabungan skenario 1, 5 dan 6 Gabungan skenario 1, 4, 5, 6 dan 7
96.00 87.85 96.66 88.65 92.49
2924.40 3921.73 525.82 3745.56 4247.55
3 4 5 6
7
8 9 10 11 12
246
Rakhmadi, Suciati, dan Navastara — Fitur Berbasis Fraktal dari Koefisien Wavelet untuk Klasifikasi Citra Daun
V. KESIMPULAN Pada penelitian ini diusulkan penggunaan dekomposisi wavelet sebagai teknik praproses dan ekstraksi fitur statitistik dari citra daun. Metode penggabungan yang dibandingkan adalah gabungan fitur statistik dari urat dan tekstur daun dengan gabungan dari ekstraksi fitur berbasis fraktal [9] pada citra daun. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa gabungan fitur statistik dari urat dan tekstur daun mengungguli hasil gabungan dari ekstraksi fitur berbasis fraktal pada penelitian sebelumnya [9] di citra daun dari nilai akurasi dan waktu komputasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode gabungan fitur statistik dari urat dan tekstur daun sangat handal untuk digunakan sebagai metode ekstraksi fitur pada sistem klasifikasi citra daun. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16]
[17] [18] [19] [20]
T. Beghin, J. S. Cope, P. Remagnino, dan S. Barman. (2010, December). Shape and texture based plant leaf classification. In International Conference on Advanced Concepts for Intelligent Vision Systems hal. 345-353. A. Kadir, L. E. Nugroho, A. Susanto, dan P. I. Santosa. (2013). Leaf classification using shape, color, and texture features. arXiv preprint arXiv:1401.4447, 2013. J. X. Du, X. F. Wang, dan G. J. Zhang. (2007). Leaf shape based plant species recognition. Applied mathematics and computation, 185(2), hal. 883-893. O. M. Bruno, R. de Oliveira Plotze, M. Falvo, dan M. de Castro. (2008). Fractal dimension applied to plant identification. Information Sciences, 178(12), hal.2722-2733. J. X. Du, C. M. Zhai, dan Q. P. Wang. (2013). Recognition of plant leaf image based on fractal dimension features. Neurocomputing, 116, hal. 150156. C. H. Arun, W. S. Emmanuel, dan D. C. Durairaj. (2013). Texture feature extraction for identification of medicinal plants and comparison of different classifiers. International Journal of Computer Applications, 62(12). F. Y. Lin, C. H. Zheng, X. F. Wang, dan Q. K. Man. (2008). Multiple classification of plant leaves based on gabor transform and lbp operator. Advanced Intelligent Computing Theories and Applications. With Aspects of Contemporary Intelligent Computing Techniques, hal. 432-439. Y. Xu, Y. Quan, H. Ling, dan H. Ji. (2011). Dynamic texture classification using dynamic fractal analysis. In Computer Vision (ICCV), 2011 IEEE International Conference. Hal. 1219-1226. IEEE. M. Muchtar, N. Suciati, dan C. Fatichah. (2016). FRACTAL DIMENSION AND LACUNARITY COMBINATION FOR PLANT LEAF CLASSIFICATION. Jurnal Ilmu Komputer dan Informasi, 9(2), hal. 96-105. R. C. Gonzalez, dan R. E. Woods. (2002). Digital Image Processing, A. Dowrkin, Ed. Upper Saddle River, New Jersey 07458. A. R. Backes, D. Casanova, dan O. M. Bruno. (2009). Plant leaf identification based on volumetric fractal dimension. International Journal of Pattern Recognition and Artificial Intelligence, 23(06), hal. 1145-1160. D. Casanova, J. J. de Mesquita Sa Junior, dan O. M. Bruno. (2009). Plant leaf identification using Gabor wavelets. International Journal of Imaging Systems and Technology, 19(3), hal. 236-243. A. Kadir, L. E. Nugroho, A. Susanto, dan P. I. Santosa. (2013). Leaf classification using shape, color, and texture features. arXiv preprint arXiv:1401.4447. J. Chaki, R. Parekh, dan S. Bhattacharya. (2015). Plant leaf recognition using texture and shape features with neural classifiers. Pattern Recognition Letters, 58, hal. 61-68. W. Gonzalez, R. E. Woods, dan L. Steven. (2009). Eddins. Digital image processing using Matlab, 2. N. Suciati, A. B. Anugrah, C. Fatichah, H. Tjandrasa, A. Z. Arifin, D. Purwitasari, dan D. A. Navastara. (2016). Feature extraction using statistical moments of wavelet transform for iris recognition. In Information & Communication Technology and Systems (ICTS), 2016 International Conference on (hal. 193-198). IEEE. R. E. Plotnick, R. H. Gardner, dan R. V. O'Neill. (1993). Lacunarity indices as measures of landscape texture. Landscape ecology, 8(3), hal. 201-211. A. R. Backes. (2013). A new approach to estimate lacunarity of texture images. Pattern Recognition Letters, 34(13), hal. 1455-1461. D. A. Doshi, A. M. Kothari, dan D. G. Kamdar. (2013). Feature extraction for texture classification–An approach with discrete wavelet transform. Int. J. Darshan Inst. Eng. Res. Emerg. Technol, 2, hal. 6-10. R. Kohavi. (1995). A study of cross-validation and bootstrap for accuracy estimation and model selection. IJCAI (Vol. 14, No. 2, hal. 1137-1145).
247