PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PERJANJIAN BAKU PADA PERUSAHAAN ASURANSI ( STUDI KASUS PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE MEDAN )
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
O L E H
INDRI S PUTRI 050200141
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Program Kekhususan Perdata BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN PERJANJIAN BAKU PADA PERUSAHAAN ASURANSI ( STUDI KASUS PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE MEDAN ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH : INDRI S PUTRI 050200141 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Perdata BW Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H,M.S NIP : 1 3 1 7 6 4 5 5 6
Dosen Pembimbing I :
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H,M.S NIP : 1 3 1 7 6 4 5 5 6
Dosen Pembimbing II :
Dr. Dedi Harianto, S.H,M.Hum NIP : 1 3 2 1 3 4 7 0 0
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang sampai saat ini
masih melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada
Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi ini berjudul : ”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PEMANFAATAN
PERJANJIAN
BAKU
PADA
PERUSAHAAN
ASURANSI PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE MEDAN”. Yang bertujuan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Ucapan terima kasih terkhusus Penulis berikan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ichsan Nasution dan Sri Hartinah Saptorini, yang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, tenaga, nasehat dan bimbingan selama ini, serta atas kegigihannya dalam mencari rezeki untuk membiayai kuliah, sampai akhirnya Penulis dapat menyelesaikan masa studi dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM dan H, SP. A (k), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara; 2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara; 4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 5. Bapak Muhammad Husni, SH. M. Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS., selaku Guru Besar, Ketua Departemen Hukum Keperdataan, Dosen Hukum Perdata sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan masukan, nasehat kepada Penulis dalam penyusunan skripsi ini; 7. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M. Hum., selaku Dosen Hukum Dagang sekaligus Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, masukan, bantuan dan pengarahan yang besar kepada Penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Terima kasih banyak ya Pak; 8. Staf-staf pada perpustakaan judicium Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kemudahan dalam peminjaman buku-buku; 9. Untuk keluarga yang Penulis sayangi yang telah mendahului Penulis terutama untuk mami tercinta, Penulis persembahkan gelar Sarjana Hukum ini untuk beliau yang telah tiada. Terima kasih atas kasih sayang mu yang begitu besar dan tulus yang diberikan tanpa pamrih kepada Penulis; 10. Untuk
adik-adik
Penulis
tercinta
Riska,
Irma
dan
Dinda
untuk
pengorbanannya, untuk doa-doanya, untuk dukungannya, dan untuk
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
kesabarannya dalam mendukung Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, makasih ya; 11. Untuk Bu De-Bu De dan Pak De-Pak De yang selalu sabar dan mendukung Penulis dalam membuat skripsi ini. Terima kasih atas doa-doanya; 12. Untuk teman-teman Penulis tercinta Stambuk-05 terima kasih banyak atas dukungan kalian semua di saat suka dan dukanya yaitu antara lain Nisa, Priska, Ani, Elfrida, Lisma, Lila, Silvie (Cipi), Elvin, Lili, Kiki, Reza, Arki, Helena, my Bro Roky, Sadli, Amir, Risko, Reza Tata, Dian, Diana dan temanteman Stambuk 05 lainnya yang tidak bisa disebutkan semuanya, thank you ya guys.
Seperti kata pepatah, ”Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, oleh karena itu Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan yang tidak disengaja. Sehingga, Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar dapat menjadi bahan perbaikan. Dan semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Medan, Februari 2009 Penulis,
INDRI S PUTRI NIM : 050200141
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR............................................................................................ i DAFTAR ISI......................................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................ vi
BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang ..................................................................................1 Perumusan Masalah ..........................................................................9 Tujuan dan Manfaat Penulisan ..........................................................9 Keaslian Penulisan ...........................................................................11 Tinjauan Kepustakaan .....................................................................11 Metode Penelitian ...........................................................................18 Sistematika Penulisan .....................................................................20
BAB II JALINAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE SEBAGAI PENANGGUNG DENGAN KONSUMEN SEBAGAI PIHAK TERTANGGUNG A.
Perjanjian Asuransi Sebagai Upaya Peralihan Risiko dan Keterkaitannya Dengan Ketentuan Perjanjian Sebagaimana Diatur Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ..............................................................................23 B. Para Pihak Dalam Perjanjian Asuransi .........................................35 C. Pemanfaatan Polis Asuransi Dalam Mengatur Hubungan Hukum Antara Pihak Penanggung Dengan Pihak Tertanggung ...38 1. Pengertian Polis Asuransi dan Bentuk-Bentuk Polis Asuransi . ..........................................................................39 2. Hak dan Kewajiban Penanggung dan Tertanggung Dalam Polis Asuransi ...........................................................................50 3. Klausul-Klausul Dalam Perjanjian Asuransi ............................56
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB III DAMPAK PENGGUNAAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI TERHADAP KONSUMEN SERTA PERLINDUNGAN YANG DAPAT DIBERIKAN KEPADA KONSUMEN A. Penggunaan Perjanjian Baku Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ...............................................................................59 1. Pengertian Perjanjian Baku dan Unsur-Unsur Yang Terdapat Dalam Perjanjian Baku ............................................63 2. Asas Kebebasan Berkontrak Sebagai Dasar Pemanfaatan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi ..............65 3. Pengaturan Perjanjian Baku Dalam Hukum Perlindungan Konsumen .........................................................70 B. Dampak Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi Terhadap Kedudukan Serta Hak dan Kewajiban Penanggung dan Tertanggung ...................................... 74 1. Lemahnya Kedudukan Konsumen Dalam Polis Asuransi ......78 2. Ketimpangan Hak dan Kewajiban Penanggung Serta Tertanggung Dalam Polis Asuransi ...............................80 C. Upaya Perlindungan Terhadap Konsumen Asuransi Sebagai Akibat Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi ...........88 BAB IV BENTUK-BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN ASURANSI PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE TERHADAP KLAIM YANG DIAJUKAN KONSUMEN A. B.
C.
D.
Terjadinya Evenement Sebagai Dasar Pengajuan Klaim Konsumen Asuransi ........................................................................94 Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pihak Penanggung Terhadap Klaim Yang Diajukan Konsumen Asuransi (Tertanggung) ................................................................................101 Pembatasan Pertanggungjawaban Pihak Penanggung (Eksonerasi) Terhadap Klaim Yang Diajukan Konsumen Asuransi (Tertanggung) .................................................................104 Penyelesaian Sengketa Asuransi ...................................................114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. B.
Kesimpulan ...................................................................................126 Saran ..............................................................................................129
DAFTAR PUSTAKA
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK
Pemakaian perjanjian baku telah meluas di kalangan para pelaku usaha dan masyarakat. Termasuk diantaranya perjanjian baku dimanfaatkan dalam pembuatan polis asuransi. Latar belakang permasalahan ini adalah bahwa dalam perjanjian baku mempunyai sifat yang sepihak untuk melindungi kepentingan sendiri melalui klausul eksonerasi. Kondisi masyarakat Indonesia dengan pendidikan yang umumnya masih rendah mengakibatkan masyarakat sering menjadi obyek tanpa mengetahui haknya. Sehingga perlu bagi masyarakat mengetahui aspek yang mendasari terjadinya perjanjian asuransi itu, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : Pertama, Bagaimana jalinan hubungan hukum antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung. Kedua, Bagaimana dampak penggunaan perjanjian baku pada polis asuransi terhadap konsumen serta perlindungan yang dapat diberikan kepada konsumen. Ketiga, Bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban perusahaan asuransi PT American International Group LIFE terhadap klaim yang diajukan konsumen. Untuk menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif yang dipergunakan untuk melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam Perlindungan Konsumen yang berlaku, serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur perpustakaan, jurnal hasil penelitian, dan sebagainya. Di samping itu, untuk memperoleh data pendukung akan digunakan data-data yang terdapat di dalam polis asuransi PT American International Group LIFE. Dari penulisan skripsi ini maka dapat diketahui bahwa : Pertama, jalinan hubungan hukum yang terjadi antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung adalah berdasarkan adanya kesepakatan yang dituangkan dalam polis asuransi. Kedua, Perjanjian baku yang dimanfaatkan dalam polis asuransi memberi dampak negatif dan memberi dampak positif. Ketiga, perjanjian asuransi merupakan perjanjian bersyarat, selain itu dikenal pula adanya klausul eksonerasi yang dapat digunakan oleh PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung. Berkenaan dengan penelitian ini dapat diajukan saran sebagai berikut : Pertama, perlu ditinjau kembali keseimbangan kedudukan antara konsumen asuransi dengan PT American International Group LIFE sebagai pelaku usaha yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Kedua, perlu dilakukan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen oleh pemerintah dan pihak terkait baik secara langsung ataupun tidak secara langsung. Ketiga, perlu ditingkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan PT American International Group LIFE sebagai pelaku usaha.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dewasa ini hubungan hukum yang terjadi dalam bentuk perjanjian terlihat adanya kecenderungan bahwa perjanjian-perjanjian itu selalu diadakan dalam bentuk tertulis. Hal mana dimaksudkan untuk suatu pembuktian bahwa diantara para pihak telah terikat suatu hubungan hukum perjanjian, tetapi ini bukan berarti bahwa bentuk perjanjian yang dibuat secara lisan menjadi terabaikan. Dari banyak perjanjian yang dibuat secara tertulis, sangat menarik bila melihat salah satu bentuk perjanjian yang sering digunakan oleh pelaku usaha dan masyarakat terutama mereka yang bergerak di bidang bisnis perjanjian yang disebut dengan “Standard Contract” atau yang biasa dikenal dengan sebutan “Perjanjian Baku”. Dalam praktiknya pemakaian perjanjian baku ini telah meluas di kalangan para pelaku usaha dan di kalangan masyarakat. Perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis berbentuk formulir, telah disediakan terlebih dahulu secara massal. Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya mengenai perjanjian baku menyatakan bahwa: ”Perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu, dan kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah banyak, sehingga mudah menyediakannya setiap saat jika masyarakat membutuhkannya. 1 1
Mariam Darus Badrulzaman, Pelangi Perdata II, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1980), hal. 7. (Selanjutnya disebut Mariam Darus 1).
1 Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Di sini terlihat sifat kolektif dan massal 2 dari perjanjian baku. Perjanjian massal ini diperuntukkan bagi setiap konsumen yang melibatkan diri dalam perjanjian sejenis itu, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi antara konsumen yang satu dengan yang lain. Sehingga sejak konsumen mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha tersebut, tidak ada kesempatan bagi konsumen untuk menegosiasikan isi perjanjian. Isi perjanjian telah ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha karena kedudukannya sebagai pihak yang kuat ekonominya. Seperti adanya hubungan hukum yang diwarnai oleh suasana “take-it-or-leave-it”
3
yang
banyak terjadi sekarang ini. Dalam perjanjian baku mempunyai sifat yang sepihak, di dalam kepustakaan barat dinamakan juga perjanjian adhesi 4 yaitu bahwa isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian tersebut, para konsumen tidak secara tegas menyatakan kesepakatan. Pihak pelaku usaha sendiri yang menetapkan syarat-syarat baku tersebut dalam perjanjian itu, yang tentunya bertujuan melindungi kepentingan sendiri dengan mengadakan pembatasan atau pengecualian tanggung jawab atau klausul eksonerasi. Klausul tersebut merupakan klausul yang sangat merugikan. Ahmadi Miru dalam pendapatnya mengenai sifat sepihak dari perjanjian baku menyatakan bahwa: “Karena sifat perjanjian itu datangnya dari sebelah pihak, maka hak dan kewajiban yang dituangkan dalam perjanjian akan merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan pelaku
2
Hondius, Standaardvoorwaarden, diss. (Leiden, 1978), hal. 230. Vera Bolger, “The Contract of Adhesion, a Comparison of Theory and Practises”, The American Journal of Comparative Law, (vol. 20, 1972), hal. 53. 4 Hondius, op. cit., hal. 258. 3
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
usaha karena beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha dengan adanya klausul tersebut menjadi beban konsumen. 5 Perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi yang lebih kuat. 6 Perjanjian selalu menguntungkan pihak-pihak pelaku usaha. Jadi konsumen hanya diberi pilihan menolak atau menerima perjanjian tersebut. Di antara banyak bidang perjanjian yang juga mencantumkan syarat-syarat baku yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah perjanjian asuransi yang terjadi dalam perusahaan asuransi, karena dalam perjanjian tersebut isinya sudah dibakukan dengan mencantumkan syarat-syarat tertentu dan materi perjanjian tersebut yang menentukan adalah salah satu pihak, dalam hal ini pihak perusahaan asuransi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dalam hal menimbang huruf c disebutkan bahwa: “Usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi anggota masyarakat dan sekaligus merupakan salah satu lembaga memajukan kesejahteraan umum”. Mengingat
begitu
pentingnya
peran
usaha
perasuransian
dalam
pembangunan, untuk memasyarakatkan asuransi, diperlukan suatu keterbukaan oleh para penyelenggara asuransi dalam hal memberikan informasi baik yang
5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 40. 6 Mariam Darus Badrulzaman , Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994). (Selanjutnya disebut Mariam Darus 2).
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menyangkut teknis pelaksanaan maupun landasan yuridis yang menyangkut pelaksanaan asuransi itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang sedang membangun dengan latar belakang pendidikan yang umumnya masih rendah terutama di berbagai wilayah pedesaan mengakibatkan masyarakat sering hanya menjadi obyek tanpa mengetahui secara jelas hak-hak masyarakat sebagai pihak konsumen dalam membuat suatu perjanjian asuransi dengan perusahaan-perusahaan asuransi. Sehingga dipandang sangat perlu bagi masyarakat untuk mengetahui hal-hal dan aspek apa saja yang mendasari terjadinya perjanjian asuransi itu. Termasuk dalam hal ini tentang berlakunya asas consensus atau asas kesepakatan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang. Adanya kesepakatan diantara para pihak yang mengikat dirinya ialah merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kesepakatan merupakan unsur mutlak dalam suatu perjanjian. Kesepakatan ialah tercapainya penyesuaian kehendak artinya apa yang diinginkan pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yaang lain dalam kebalikannya, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. 7 Kedua kehendak ini bertemu dalam “sepakat” diantara mereka yang membuat suatu perjanjian. Dan inilah yang tidak terjadi dalam perjanjian baku.
7
Ahmadi Miru, op. cit., hal. 14.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dalam praktik, usaha perasuransian banyak ditemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan perjanjian asuransi sebagaimana tergambar dalam tabel berikut : TABEL I Daftar Pengaduan Konsumen Pada Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan No
Jenis Pengaduan
Frekuensi
1.
Jasa Perpakiran
0
2.
Jasa Perbankan/ Finance/ Koperasi
27
3.
Jasa Telekomunikasi
1
4.
Jasa Pelayanan Swalayan
1
5.
Jasa Otomotif
0
6.
Fasom/ Fasus
2
7.
Perangkat Elektronic
1
8.
Jasa Asuransi
7
9.
Undian
3
10.
Jasa Pelayanan Transportasi
2
11.
Perumahan
0
12.
Jasa Pelayanan Masyarakat (Kepolisian)
1
Sumber : Direktorat Perlindungan Konsumen - Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan.
Berdasarkan Tabel Daftar Pengaduan Konsumen pada Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan, bahwa di antara berbagai jenis pengaduan yang diajukan dibidang jasa diantaranya terdapat pengaduan
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
terhadap jasa asuransi sebanyak tujuh kasus. Jumlah kasus jasa asuransi bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah kasus dalam Daftar Pengaduan Konsumen pada Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan masih tergolong kecil. Padahal sebenarnya jumlah pengaduan konsumen yang tidak terdata masih cukup besar. Salah satunya sebagaimana dapat dilihat pada perkara PT. Asuransi Astra Buana dengan konsumen
yang bernama Billy Febrianto yaitu sebagai
berikut: Ketika Bily hendak melakukan transaksi jual beli sepeda motornya yang kemudian diketahui bahwa sepeda motornya itu telah lenyap dan ternyata jaminan asuransi motornya dinyatakan gugur seiring proses kehilangan tersebut. Kejadian apes itu bermula saat Billy hendak mengover kredit motornya. Untuk antisipasi keamanan, Billy meminjam tempat di kantor leasing ‘F’ di Kedoya, Jakbar. Transaksi ini sendiri juga disaksikan personel leasing F tersebut. Dengan kondisi itulah Billy tanpa ragu menyerahkan kunci dan STNK motor kepada calon pembeli. Dari situlah sepeda motor Billy dilarikan oleh calon pembelinya. Selanjutnya pihak PT. Asuransi Astra Buana yaitu asuransi yang menjadi penjamin kredit motornya selama ini, menyatakan bahwa Billy tidak mendapat ganti atas kerugian yang dialaminya. Alasan yang diperoleh, kasus yang menimpanya termasuk penipuan yang tidak ditanggung oleh pihak asuransi. Maka, Billy pun mencoba untuk menanyakan hal ini kepada pihak PT. Asuransi Astra Buana pusat. Dan memperoleh jawaban yang sama. Namun dari sumber lain dari perusahaan asuransi berbeda didapat keterangan, dalam kasus seperti ini
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
korban memang tidak bisa mendapatkan ganti rugi. Dalam hal ini wakil kepala cabang perusahaan asuransi di Arteri Pondok Indah, Jaksel menyatakan, “kejadian ini termasuk dalam risiko yang tidak dijamin sesuai Pasal BAB II, Pasal 3 ayat (4),” yang isinya berbunyi : “kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang diasuransikan sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan tertanggung, suami, istri atau anak tertanggung, orang yang disuruh tertanggung, bekerja pada tertanggung, orang yang sepengetahuan atau seizin tertanggung atau orang yang bekerja pada tertanggung atau orang yang tinggal bersama tertanggung. Jadi, menyerahkan kunci dan STNK kepada sopir, teman atau calon pembeli seperti pada kasus Billy, korban tidak mendapat ganti atas kehilangan yang diderita. Bahwa hal inipun sudah tercantum dalam Polis Standar Kendaraan Bermotor. 8 Lalu pada kasus kendaraan yang telah diasuransikan meskipun telah membayar premi Act Of God yang artinya kerusakan kendaraan yang diakibatkan karena bencana alam semisal gempa bumi dan banjir telah dibayarkan, tapi risiko penolakan klaim bisa saja terjadi. Dalam hal ini Al Azhar selaku deputy manager marketing AWT menyatakan : “Jangan nyalakan mesin sebelum mobil diderek untuk dicek karena bisa menggugurkan klaim”. Tidak hanya itu, Suryanda juga menambahkan, kalau hasil investigasi membuktikan bahwa banjir tersebut sengaja diterjang, sehingga sebabkan mesin mati maka klaim juga dinyatakan gugur. Namun, Suryanda bisa memaklumi kalau saat dicek, konsumen minta izin untuk
8
Iday, “Motor Dibawa Kabur Jaminan Gugur”, Otomotif, (Edisi. 38, 22 Januari 2007).
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
membersihkan interior guna terhindar dari rusak yang lebih parah. “Tapi harus izin dulu pada pihak asuransi”, paparnya. 9 Memperhatikan beberapa perkara asuransi sebagaimana tersebut di atas, maka dituntut kehati-hatian konsumen dalam mempelajari klausul-klausul maupun ketentuan-ketentuan dalam polis asuransi agar tidak menimbulkan kerugian di belakang hari. Demikian pula pada diri konsumen akan menimbulkan kekhawatiran akan pengajuan klaim atas polis tersebut, dimana pada banyak kasus terjadi klaim yang diajukan oleh konsumen asuransi ditolak oleh perusahaan asuransi berkaitan dengan tidak sesuai dengan isi polis maupun dengan alasan lainnya. Sehingga dalam perjanjian tersebut perlu mendapat perhatian, khususnya yang menyangkut keberadaan perjanjian tersebut apakah sekiranya sudah memenuhi ketentuan Undang-Undang. Demikian juga mengenai syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian tersebut, apakah telah memenuhi rasa keadilan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Karena suatu perjanjian dengan persyaratan yang hanya menguntungkan sepihak dapat diklasifikasikan sebagai suatu perjanjian yang tidak adil dan tidak seimbang. Berdasarkan beberapa contoh perkara pada jasa asuransi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat maka diangkatlah judul skripsi ini yaitu mengenai “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku pada Perusahaan Asuransi, PT American International Group LIFE (MEDAN)”. Yang selanjutnya PT American International Group LIFE
9
Julian Pi, ”Jangan Nyalakan Mesin”, Otomotif, (Edisi. 41, 12 Februari 2007).
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
selanjutnya disebut sebagai pihak penanggung dan konsumen selanjutnya disebut sebagai pihak tertanggung.
B. Perumusan Masalah Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu : “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku pada Perusahaan Asuransi, PT American International Group LIFE (MEDAN)”, maka akan dikemukakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut, antara lain : 1. Bagaimana jalinan hubungan hukum antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen sebagai pihak tertanggung? 2. Bagaimana dampak penggunaan perjanjian baku pada polis asuransi terhadap konsumen serta perlindungan yang dapat diberikan kepada konsumen? 3. Bagaimana bentuk-bentuk pertanggungjawaban Perusahaan Asuransi PT American International Group LIFE terhadap klaim yang diajukan konsumen?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penelitian ini bertujuan antara lain sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui jalinan hubungan hukum antara PT American International Group LIFE
sebagai penanggung dengan konsumen
sebagai pihak tertanggung.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2.
Untuk mengetahui dampak penggunaan perjanjian baku pada polis asuransi terhadap konsumen serta perlindungan yang dapat diberikan kepada konsumen.
3.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk pertanggungjawaban Perusahaan Asuransi PT American International Group LIFE terhadap klaim yang diajukan konsumen.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan
konsumen,
khususnya
berkaitan
dengan
perjanjian baku. Selain itu, hasil penelitian ini juga akan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang perlindungan konsumen pada umumnya, dan pemanfaatan perjanjian baku pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI), Badan Legislatif dan Pemerintah dalam menata Peraturan Perlindungan Konsumen, juga bagi para pelaku usaha, serta masyarakat umum, mengenai
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak konsumen mengenai perusahaan asuransi.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, belum ditemukan penulisan skripsi yang membahas tentang “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku pada Perusahaan Asuransi, PT American International Group LIFE (MEDAN)” sampai dengan penulisan skripsi ini dilakukan. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada kepustakaan keperdataan khususnya Perdata BW (Burgerlijk Wetboek), sehingga dapat dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli, dan dapat di pertanggung jawabkan. Skripsi ini disusun berdasarkan referensi buku-buku, majalah-majalah hukum, media cetak, maupun elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak.
E. Tinjauan Kepustakaan Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 10 Menurut Van Dunne, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Atau dapat diartikan sebagai persetujuan adalah 10
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2001), hal.338. (Selanjutnya disebut Subekti 1). Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
perbuatan yang di dalamnya masing-masing pihak mengikatkan diri terhadap pihak yang lain dengan kata lain para pihak mengikatkan diri dengan dua perbuatan hukum secara terpisah (sepihak), yang dapat disebut dengan julukan penawaran dan penerimaan. 11 Secara harfiah kata konsumen diartikan sebagai seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa, atau seseorang yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, juga seseorang atau sesuatu yang menggunakan suatu persediaankah atau sejumlah barang. 12 Menurut Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya mengenai sifat perjanjian baku menyatakan bahwa: “Istilah perjanjian baku, dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda, yaitu “standaard contract” atau “standaard voorwaarden” . Jadi, perjanjian baku dapat diartikan sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Formulir itu bermacam-macam bentuknya, ada yang panjang terdiri dari beberapa lembar folio, ada yang terdiri dari satu lembar folio dan ada pula yang lebih kecil dari itu”. 13 Hondius memberi definisi mengenai perjanjian baku adalah konsep janjijanji tertulis, disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu. 14 Penggunaan perjanjian baku dalam kontrak-kontrak yang biasanya dilakukan oleh pihak yang banyak melakukan kontrak yang sama terhadap pihak lain, didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
11
Van Der Burght, Perikatan dalam Teori dan Yurisprudensi, 1999. John Sinclair (ed), Collins Cobuild English Language Dictionary, (Glasgow : William Collins Sons & Co, 1998), hal. 303. 13 Mariam Darus 1, Op. cit., hal. 4-5. 14 Hondius, op. cit., hal. 230. 12
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. 15 Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain. 16 Dalam perjanjian baku, khususnya dalam perjanjian-perjanjian baku yang bersifat sepihak yaitu perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian tersebut, pihak konsumen tidak secara tegas menyatakan kesepakatan. Pihak pelaku usaha sendiri yang menetapkan syaratsyarat baku dalam perjanjian itu, yang tentunya ia melindungi kepentingan sendiri dengan mengadakan pembatasan atau pengecualian tanggung jawab. Jadi konsumen hanya diberi pilihan menolak atau menerima perjanjian tersebut. 17 Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam perjanjian baku, sehingga tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat. Sehingga dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausul-klausul yang menguntungkan baginya, atau meringankan atau menghapuskan beban-beban atau kewajiban-kewajiban tertentu
15
Subekti 1, op. cit., hal. 342. Ahmadi Miru, op. cit., hal. 39. 17 Idris Zainal, “Segi Positif dan Negatif Perjanjian Baku”, Majalah Hukum, (Vol. 8, 1 Februari 2003), hal. 96. 16
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
yang seharusnya menjadi bebannya yang biasa dikenal dengan klausul eksonerasi. 18 Klausul eksonerasi pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian baku dengan klausul eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak yaitu pelaku usaha untuk membayar ganti kerugian kepada konsumen. 19 Penerapan klausul-klausul tertentu yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan sangat dirugikannya pihak lemah, biasa dikenal dengan penyalahgunaan keadaan. 20 Dari uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa syarat eksonerasi dan penyalahgunaan
keadaan
berhubungan
erat
dalam
hukum
perjanjian.
Penyalahgunaan keadaan ini yang terjadi dalam perjanjian baku sepihak merupakan alasan untuk menyatakan sebagai unsur cacat kehendak dalam pembuatan perjanjian. 21 Menurut Idris Zainal mengemukakan pendapatnya mengenai perjanjian baku yang menyatakan bahwa: “Pendapat Mariam Darus Badrulzaman di atas yang menempatkan pelaku usaha selalu dalam posisi yang lebih kuat, padahal dalam kenyataan, pelaku usaha tidak selamanya memiliki posisi yang lebih kuat daripada konsumen karena dalam kasus tertentu posisi konsumen justru lebih kuat daripada pelaku usaha, dan justru konsumenlah yang merancang perjanjian baku. Dengan demikian, pendapat di atas tidak selamanya dapat dibenarkan. 22 Selain itu, salah satu ciri perjanjian baku yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu konsumen sama sekali tidak menentukan isi perjanjian itu, juga tidak dapat dibenarkan karena perjanjian baku pada umumnya dibuat dengan tetap memungkinkan pihak lain (bukan pihak yang merancang perjanjian baku) untuk menentukan 18
Ahmadi Miru, op. cit., hal. 40. Mariam Darus 2, op. cit., hal. 50. 20 Ahmadi Miru, op. cit., hal. 41. 21 Idris Zainal, op. cit., hal. 106. 22 Ibid., hal. 52-53. 19
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
unsur esensialia yaitu unsur yang merupakan bagian inti dari suatu perjanjian, sedangkan klausul yang pada umumnya tidak dapat ditawar adalah klausul yang merupakan unsur aksidentialia yaitu unsur yang bukan merupakan bagian inti dari suatu perjanjian. 23 Contoh di negara besar seperti Amerika maupun Inggris, konsumen dapat menentukan sendiri isi polis yang terdapat di dalam perusahaan asuransi. Hal ini dikarenakan tingkat pemahaman hukum, pendidikan maupun media informasi yang sudah sangat maju dan tersedia yang dimiliki oleh konsumen. Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika konsumen menerima dokumen perjanjian itu, berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut. Menurut Idris Zainal mengenai kesepakatan dalam perjanjian baku yaitu: ”konsumen dalam perjanjian baku adalah sepakat secara diam-diam dan bukan merupakan paksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu tidak bertentangan dengan asas konsensualisme secara murni. Bahwa di dalam perjanjian baku terdapat kesepakatan secara diam-diam (tidak tegas) dari konsumen dan tentunya tedapat kesepakatan yang tegas dari pihak pelaku usaha”. 24 Secara material perjanjian asuransi adalah satu, apabila sudah dicapai kata sepakat para pihak. Perjanjian asuransi pada dasarnya tidak mempunyai formalitas tertentu. Perjanjian ini termasuk semua syaratnya secara material benar-benar ditentukan oleh para pihak sepenuhnya. Jadi kata sepakat pada perjanjian asuransi merupakan dasar atau landasan bagi ada atau tidak adanya perjanjian asuransi. 25
23
Ibid., hal. 42. Ibid., hal. 99. 25 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 123. 24
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berbunyi sebagai berikut: ”Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karenanya suatu peristiwa yang tidak tertentu”. 26 Menurut ketentuan Pasal 225 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, disebutkan bahwa perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. 27 Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 menentukan: “Polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya”. Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan memuat syarat dan janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi. 28 Polis asuransi tetap mempunyai arti yang sangat penting di dalam perjanjian asuransi, meskipun bukan merupakan syarat bagi sahnya perjanjian, karena polis merupakan satu-satunya alat bukti bagi tertanggung terhadap
26
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2002), hal. 74. (Selanjutnya disebut Subekti 2). 27 Ibid., hal. 66. 28 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 59. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
penanggung. 29
Undang-Undang
menentukan
bahwa
polis
dibuat
dan
ditandatangani oleh penanggung sabagaimana diatur pada Pasal 256 ayat (3) Kitab Undang-Undng Hukum Dagang yang menyatakan bahwa polis tersebut harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung. 30 Menurut A.Z Nasution dalam praktik di kehidupan sehari-hari pihak pelaku usaha menggunakan prinsip ekonomi dengan pertimbangan penghematan waktu, tenaga, dan biaya untuk segala kelancaran usahanya, dengan salah satu caranya ialah dengan membuat perjanjian baku dalam bentuk formulir dan sifatnya massal serta kolektif adalah sangat praktis. 31 Begitupun yang terjadi dalam praktiknya pada perjanjian polis yang dibuat oleh perusahaan asuransi. Bahwa perjanjian polis itu sudah tersedia dalam bentuk formulir maupun dibuat dalam bentuk massal dan baku yang artinya sudah sesuai dengan syarat dan janji khusus sehingga memudahkan konsumen dan dipandang lebih efisien. Konsumen dewasa ini pada setiap kegiatannya menginginkan urusannya cepat selesai, biaya penyusunan kontrak praktis hampir tidak ada, syarat-syarat teknis bagi konsumen telah tersusun, sehingga tidak memerlukan energi konsumen sendiri 32 , tidak bertele-tele yang dapat menghabiskan waktu, tidak perlu repot harus mengadakan perundingan yang biasanya memakan waktu yang lama sedangkan urusan lainnya sudah menunggu untuk diselesaikan. Maka konsumen beranggapan bahwa dengan menggunakan perjanjian baku yang juga diterapkan dalam pembuatan pada perjanjian polis dalam perusahaan asuransi, maka hal-hal yang menjadi penghambat kelancaran tadi telah teratasi. Oleh karena
29
Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 123-124. Subekti 2, op. cit., hal. 76. 31 A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan), hal. 21. 32 Ibid., hal. 44. 30
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
itu perjanjian baku mempunyai segi positif bagi konsumen 33 terutama bagi konsumen yang sudah menganggap asuransi bukan lagi suatu barang mewah melainkan sudah sebagai suatu kebutuhan dalam hidupnya. Apabila terjadi pelanggaran terhadap klausul perjanjian sebenarnya langkah penyelesaian pertama yang harus diperhatikan ialah mengembalikan persoalan kepada isi perjanjian yang telah disetujui tersebut. Tetapi apabila salah satu pihak tidak mau berpegang pada isi perjanjian yang telah disetujui itu, maka langkah berikutnya sebaiknya ialah mengadakan perundingan dengan jalan musyawarah. Langkah ini disebut juga dengan beritikad yang baik, sebaiknya menyelesaikan masalah dengan cara damai. 34 Apabila para pihak dalam perundingannya tidak terdapat kata sepakat untuk menyelesaikannya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai lembaga yang independen siap membantu konsumen dalam menyelesaikan masalahnya. Peran sebagai sosial control dengan bermodalkan kekuataan moral, selain itu peran lainnya adalah mengawasi implementasi dan law enforcement (penegakan hukum) UndangUndang yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di lapangan yang berfungsi untuk memfasilitasi konsumen untuk memperoleh keadilan. 35
F. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif.
33
Idris Zainal, op. cit., hal. 107-108. A.Z. Nasution, loc. cit. 35 Idris Zainal, op. cit., hal. 109. 34
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Metode penelitian yuridis normatif dipergunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya. 36 Metode pendekatan secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis data secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral, hasil penelitian di paparkan secara deskriptif dan mendalam dengan tidak mempergunakan analisis secara kuantitatif. 37 Walaupun data dalam penelitian ini disajikan dengan mempergunakan tabel data, hal itu dimaksudkan hanya untuk mempermudah pembaca untuk mengetahui hasil penelitian dan tidak untuk sebagai media pengujian. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (Library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundang-undangan nasional, maupun peraturan perundang-undangan dari negara lain yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Demikian pula putusan-putusan pengadilan di
36
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 139. 37 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 22. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Indonesia untuk melihat aplikasi peraturan perundang-undangan perlindungan hukum terhadap konsumen tersebut. 38 Bahan hukum sekunder dapat berupa karya-karya ilmiah berupa bukubuku, laporan penelitian, jurnal ilmiah dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini, pendapat para ahli yang dikemukakan dalam seminar-seminar, konferensikonferensi nasional maupun internasional yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam skripsi ini. 39 Bahan hukum tertier, terdiri dari bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain sebagainya. 40 Untuk memperoleh data pendukung akan digunakan data yang berasal dari polis perusahaan asuransi PT American Intenational Group LIFE. Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan mempergunakan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.
G. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Sistem penulisan ini terbagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, dimana masing-masing Bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu
38
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 52. 39 Ibid. 40 Ibid. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
dengan yang lainnya secara sistematis, materi pembahasan ditempatkan seluruhnya ke dalam lima Bab yang terperinci sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, di dalam Bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum dalam Latar Belakang, kemudian dilanjutkan dengan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan ditutup dengan memberikan Sistematika dari penulisan skripsi ini. Bab II Mengenai Jalinan Hubungan Hukum antara PT. American International Group LIFE sebagai Penanggung dengan Konsumen sebagai Pihak Tertanggung, di dalam Bab ini digambarkan mengenai perjanjian asuransi sebagai upaya peralihan risiko dan keterkaitannya dengan ketentuan perjanjian sebagaimana diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata, para pihak dalam perjanjian asuransi, pemanfaatan polis asuransi dalam mengatur hubungan hukum antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung yang terdiri dari pengertian polis asuransi dan bentuk-bentuk polis asuransi, hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam polis asuransi, serta klausul-klausul dalam perjanjian asuransi. Bab III Dampak Penggunaan Perjanjian Baku pada Polis Asuransi terhadap Konsumen serta Perlindungan yang dapat Diberikan kepada Konsumen, di dalam Bab ini digambarkan mengenai penggunaan perjanjian baku menurut kitab undang-undang hukum perdata yang terdiri dari pengertian perjanjian baku dan unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian baku, asas kebebasan berkontrak sebagai dasar pemanfaatan perjanjian baku dalam polis asuransi, pengaturan
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
perjanjian baku dalam hukum perlindungan konsumen, selanjutnya digambarkan pula mengenai dampak penggunaan perjanjian baku dalam polis asuransi terhadap kedudukan serta hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung yang terdiri dari lemahnya kedudukan konsumen dalam polis asuransi, ketimpangan hak dan kewajiban penanggung serta tertanggung dalam polis asuransi, kemudian digambarkan juga mengenai upaya perlindungan terhadap konsumen asuransi sebagai akibat penggunaan perjanjian baku dalam polis asuransi. Bab IV Bentuk-bentuk Pertanggungjawaban Perusahaan Asuransi PT American International Group LIFE terhadap Klaim yang Diajukan Konsumen, di dalam Bab ini digambarkan mengenai terjadinya evenement sebagai dasar pengajuan klaim konsumen asuransi, bentuk-bentuk pertanggungjawaban pihak penanggung terhadap klaim yang diajukan konsumen asuransi (tertanggung), pembatasan pertanggungjawaban pihak penanggung (eksonerasi) terhadap klaim yang diajukan konsumen asuransi (tertanggung), serta penyelesaian sengketa konsumen. Bab V Kesimpulan dan Saran, di dalam Bab ini dirumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan akan dapat berguna di dalam keseimbangan kedudukan antara konsumen dengan pelaku usaha.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB II JALINAN HUBUNGAN HUKUM ANTARA PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE SEBAGAI PENANGGUNG DENGAN KONSUMEN SEBAGAI PIHAK TERTANGGUNG
A. Perjanjian Asuransi Sebagai Upaya Peralihan Risiko dan Keterkaitannya Dengan Ketentuan Perjanjian Sebagaimana Diatur Dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Kehidupan dan kegiatan konsumen sebagai manusia, pada hakekatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan konsumen pada umumnya. Sifat tidak kekal itu, selalu meliputi dan menyertai konsumen dalam melaksanakan kegiatankegiatannya. Keadaan yang tidak kekal yang merupakan sifat alamiah tersebut mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat, sehingga dengan demikian tidak akan pernah memberikan rasa pasti. Karena tidak adanya suatu kepastian, tentu saja akhirnya sampai pada suatu keadaan yang tidak pasti pula. Keadaan tidak pasti terhadap setiap kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum tertentu menimbulkan rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. Pada sisi yang lain, konsumen sebagai manusia dan sebagai makhluk Tuhan dianugerahi berbagai kelebihan. Oleh karena itu konsumen mencari daya upaya guna mengatasi rasa tidak aman tadi. Konsumen dengan akal budinya
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
berdaya upaya untuk menanggulangi rasa tidak aman tadi sehingga dapat merasa menjadi aman. Dengan daya upayanya tersebut konsumen berusaha bergerak dari ketidakpastian menjadi suatu kepastian, sehingga konsumen selalu dapat menghindarkan atau mengatasi risiko-risikonya, baik secara individual atau bersama-sama. Upaya untuk mengatasi keadaan yang tidak pasti tadi, antara lain dilakukan
oleh konsumen dengan cara menghindari, atau melimpahkannya
kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri. Upaya atau usaha konsumen itu dimulai sejak konsumen melakukan kegiatan perdagangan yang sederhana. Usaha-usaha konsumen untuk mengatasi risiko dengan cara melimpahkannya kepada pihak lain, dikenal baik di dunia bagian Timur maupun Tengah pada abadabad awal sebelum Masehi. Usaha dan upaya konsumen untuk menghindari dan melimpahkan merupakan risikonya kepada pihak lain beserta proses pelimpahan sebagai suatu kegiatan itulah yang merupakan cikal bakal perasuransian yang dikelola sebagai suatu kegiatan ekonomi yang rumit sampai saat ini. Menurut Sri Rejeki Hartono “sesuai dengan sifatnya yang hakiki dari manusia dan kehidupan dunia ini, maka kehidupan manusia itu selalu mengalami pasang dan surut. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang tidak kekal dan abadi. Kemalangan atau kerugian yang mungkin terjadi itu ada kalanya berasal dan disebabkan dari diri manusia itu sendiri dan ada kalanya berasal dari luar diri manusia”. 41 Asuransi ialah “suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar
41
Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 2.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
yang belum pasti”. 42 Jadi, di sini ternyata bahwa, segala kerugian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, kita pindahkan kepada perusahaan asuransi yaitu PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung. Asuransi terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, kemudian kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk akta yang disebut polis. Sejak tercapai kesepakatan itu, tertanggung berkewajiban membayar premi dan penanggung menerima pengalihan risiko. Dengan kata lain, sejak premi dibayar oleh tertanggung, risiko atas benda beralih kepada penanggung. Apabila terjadi evenement (peristiwa yang tidak pasti) yang mengakibatkan kerugian, maka PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung akan membayar ganti kerugian kepada konsumen asuransinya sebagai pihak tertanggung. Dalam hukum asuransi, ancaman bahaya yang menjadi beban penanggung merupakan peristiwa penyebab timbulnya kerugian, cacat badan, atau kematian atas objek asuransi. Selama belum terjadi peristiwa penyebab timbulnya kerugian, selama itu pula bahaya yang mengancam objek asuransi disebut risiko. 43 Risiko itu sendiri juga diartikan sebagai ketidaktentuan yang mungkin melahirkan kerugian. Unsur ketidaktentuan ini bisa mendatangkan kerugian dalam asuransi. 44 Bahwa pengertian asuransi itu selalu didukung pengertian risiko, kiranya hal ini sudah merupakan suatu pengertian yang lazim, seperti pendapat-pendapat para sarjana, antara lain:
42
A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1995),
43
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 118. A. Abbas Salim, op. cit., hal. 3-4.
hal. 1. 44
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
James L Athearn mengatakan, bahwa asuransi itu adalah satu institut yang direncanakan guna menangani risiko. 45 Robert I. Mehr dan Emerson Cammack juga mengatakan, bahwa suatu pemindahan risiko itu lazim disebut sebagai risiko. 46 D.S Hansell, menyatakan dengan tegas bahwa asuransi selalu berhubungan dengan risiko. 47 Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya asuransi adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko. Konsumen dengan akal budinya selalu berusaha untuk menghindari segala kemungkinan yang timbul karena adanya risiko tadi. Kerugian yang mungkin terjadi ada kalanya berasal dan disebabkan dari diri konsumen itu sendiri dan ada kalanya berasal dari luar diri konsumen. Kerugian atau kemalangan tersebut di atas ada kalanya sudah dapat diperhitungkan terlebih dahulu dan ada kalanya tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu sama sekali. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa konsumen dalam hidupnya selalu menghadapi berbagai kemungkinan, baik yang positif maupun yang negatif, sehingga konsumen selalu dalam kekhawatiran dalam menghadapi setiap kemungkinan yang bakal terjadi mengenai dirinya atau harta bendanya. 48 Salah satu upaya konsumen untuk mengalihkan risikonya sendiri, ialah dengan jalan mengadakan perjanjian pelimpahan risiko dengan pihak lain. 45
James L Athearn, Risk and Insurance, hal. 23. Robert I. Mehr and Emerson Cammack, Principles of Insurance, (Richard D. Irwin, Inc Homewood, Illinois 60430), hal. 16. 47 D.S. Hansell, Elements of Insurance, hal. 5. 48 Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal.12-15. 46
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Perjanjian semacam itu disebut sebagai perjanjian asuransi. Pokok pikiran termaksud di atas dikutip banyak sarjana dengan satu pendapat yang senada sebagai berikut: “Pertanggungan itu mempunyai tujuan pertama-tama adalah mengalihkan risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian”. 49 Dalam asuransi, pengertian risiko diartikan sebagai ketidakpastian mengenai kerugian. Jadi pengertian risiko disini mengandung dua konsep, yaitu ketidakpastian dan kerugian. Titik berat pengertian risiko pada asuransi ialah pada ketidakpastian dan bukan pada kerugian. 50 Ketidakpastian di sini yang dimaksudkan adalah ketidakpastian akan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan kerugian. Hal ini adalah sesuai dengan fungsi dasar asuransi. Fungsi dasar asuransi ialah merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan kerugian yang bersifat spekulatif. 51 Jadi untuk selanjutnya, pengertian risiko dapat diberikan sebagai suatu ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan kerugian.
49
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1975), hal. 14. (Selanjutnya disebut Emmy Pangaribuan 2). 50 Robert I. Mehr, op. cit., hal.18. 51 Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 15. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dalam praktik hal ini secara tegas diakui bahwa sesungguhnya hubungan antara asuransi dan risiko itu erat satu sama lain, sebagai pernyataan berikut ini: “Asuransi di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu risiko, yang terjadi sebelum dapat dipastikan, dan adanya pelimpahan tanggung jawab memikul beban risiko dari pihak yang mempunyai risiko tersebut, kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima tanggung jawab”. 52 Peristiwa peralihan risiko dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, apabila dilakukan secara teratur oleh kalangan luas dalam masyarakat dan dalam frekuensi yang tinggi serta dalam jangka waktu yang relatif lama dan terusmenerus, akan melahirkan suatu lembaga. Lembaga demikian dapat disebut lembaga asuransi. Lembaga ini tentu saja membutuhkan suatu perangkat peraturan yang cukup memadai sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lembaga asuransi ini merupakan suatu lembaga pelimpahan risiko. Risiko dari pihak yang satu dengan adanya suatu perjanjian, dilimpahkan kepada pihak yang lain yaitu penanggung. Penanggung sebagai lembaga dalam praktik, biasanya adalah perusahaan asuransi yang dalam hal ini adalah PT American International Group LIFE. Kegiatan termaksud di atas secara singkat dapat pula disebut sebagai risk management. 53
52
Dewan Asuransi Indonesia, Perjanjian Asuransi Dalam Praktek dan Penyelesaian Sengketa, Hasil Simposium tentang Hukum Asuransi, (Padang, BPHN, 1978), hal. 107. 53 Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 17. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Sri Rejeki Hartono dalam pendapatnya mengenai asuransi menyatakan bahwa: “Penanggung atau perusahaan asuransi PT American International Group LIFE yang kegiatannya adalah menerima risiko pihak lain itu tentu saja mempunyai beban risiko lebih berat dibandingkan dengan pihak tertanggung manapun juga. Hal ini dapat dimengerti, karena sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa asuransi dan lembaga asuransi sudah dikenal sebagai suatu yang “asli” Indonesia. Hanya dalam satu hal terdapat sifat persamaan antara ciri-ciri Indonesia dengan asuransi ialah rasa suka saling tolong-menolong yang disebut gotong-royong, merupakan satu-satunya titik persamaan. Secara positif, asuransi dan lembaga asuransi beserta pengaturannya ada di Indonesia sejak tahun 1848, yaitu sejak Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.v.K. Belanda) berdasarkan asas konkordansi atau asas penyamaan yang berlaku di Indonesia. Sejak saat itu asuransi dan lembaga asuransi memasuki bumi Indonesia”. 54 Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian, oleh karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian perjanjian asuransi. Di samping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian. Secara umum pengertian perjanjian dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut: 1. Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 55 2. Suatu hubungan hukum antara pihak, atas dasar mana pihak yang satu (yang berpiutang atau kreditur atau pelaku usaha) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain, (yang berhutang atau debitur atau konsumen) yang juga berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi. 56 Dari batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian pada dasarnya akan meliputi hal-hal tersebut di bawah ini:
54
Ibid. Subekti 1, op. cit., hal. 338. 56 L.C. Hofmann, Het Nederlandsch Verbintenissen Recht, (Batavia : Bj J.B. Wolters Uitgevers-Maatsnhappij n. v. 1941), hal. 3. 55
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
1. Perjanjian selalu menciptakan hubungan hukum. 2. Perjanjian menunjukan adanya kemampuan atau kewenangan menurut hukum. 3. Perjanjian mempunyai atau berisikan suatu tujuan, bahwa pihak yang satu akan memperoleh dari pihak yang lain suatu prestasi yang mungkin memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. 4. Dalam setiap perjanjian, kreditur atau pelaku usaha berhak atas prestasi dari debitur atau konsumen, yang dengan sukarela akan memenuhinya. 5. Bahwa dalam setiap perjanjian debitur atau konsumen wajib dan bertanggung jawab melakukan prestasinya sesuai dengan isi perjanjian. 57 Kelima unsur termaksud di atas pada hakekatnya selalu terkandung pada setiap jenis perjanjian termasuk perjanjian asuransi. Jadi pada perjanjian asuransi di samping harus mengandung kelima unsur pokok termaksud, mengandung pula unsur-unsur lain yang menunjukan ciri-ciri khusus dalam karakteristiknya yang membedakannya dengan jenis perjanjian pada umumnya. Jadi oleh karena asuransi merupakan suatu perjanjian, maka di dalamnya paling sedikit tersangkut dua pihak. Pihak yang satu ini lazim disebut sebagai tertanggung atau dengan kata lain ialah pihak yang potensial mempunyai risiko. Sedangkan pihak yang lain ialah pihak yang menerima risiko yang lazim disebut sebagai penanggung yang biasanya perusahaan asuransi. 58 Perjanjian asuransi juga berkaitan erat dengan adanya persetujuan antara dua pihak yaitu PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen sebagai tertanggung. Dalam Hukum Perdata untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut: 57 58
Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 82-83. Ibid., hal. 17-18.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
1. Mereka sepakat untuk mengikatkan diri; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. 59 Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian. Dengan dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian asuransi, maka berarti kedua belah pihak yaitu PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dengan konsumen sebagai pihak tertanggung haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Apabila para pihak mendapat suatu tekanan maka dapat mengakibatkan adanya ”cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut. Sebelumnya perlu perlu diketahui lebih dahulu apa dasar-dasar dari perjanjian pada umumnya. Menurut Asser-Rutten, asas-asas hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada tiga, yaitu: 1.
2.
3.
59
Asas Konsensualisme, bahwa perjanjian yang dibuat umumnya bukan secara formal tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selsesai karena persetujuan kehendak atau konsensus semata-mata. Asas Kekuatan Mengikat Dari Perjanjian, bahwa pihak-pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan, sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Asas Kebebasan Berkontrak, bahwa orang bebas, membuat atau tidak membuat suatu perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakai untuk perjanjian itu. Subekti 2, op. cit., hal. 339.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Pengertian sepakat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah asas esensial atau asas terpenting dari Hukum Perjanjian. Asas ini menentukan adanya perjanjian. Kesepakatan seseorang untuk mengikatkan dirinya merupakan syarat penentu tentang ada tidaknya perjanjian sehingga dengan adanya kesepakatan dari para pihak mengenai suatu hal yang diperjanjikan (dan telah memenuhi syarat lainnya), maka para pihak akan terikat dengan perjanjian tersebut berdasarkan asas konsensualisme. 60 Asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak hanya milik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi bersifat universal. Pada prinsipnya, para pihak dalam suatu perjanjian bebas mengatur sendiri perjanjian tersebut sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian asuransi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 61 Arti kata ”semua” dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan ”apa” dan
60
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 43. 61 Subekti 2, op. cit., hal. 342. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
”siapa” perjanjian itu diadakan. 62 Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat. Menurut Wirjono Prodjodikoro, asuransi termasuk golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Menurut Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: perjanjian asuransi, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan”. 63 Menurut Wirjono Prodjodikoro, penyebutan tiga contoh di atas adalah kurang tepat. Tetapi mengenai penyebutan arti kata, kurang tepat, karena di situ dikatakan, bahwa hasil pelaksanaan persetujuan berupa untung atau rugi, tergantung pada peristiwa yang belum tentu terjadi. Pada umumnya para ahli hukum berpendapat bahwa penggolongan atau pemasukan perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan adalah kurang tepat, sebab di dalam perjanjian untung-untungan itu secara sengaja dan sadar para pihak di dalam perjanjian menjalani suatu kesempatan atau kemungkinan untung-untungan di mana prestasi secara timbal-balik tidak seimbang. 64 Di antara pertaruhan dan perjudian dengan perjanjian asuransi terdapat perbedaan yang sangat penting, terutama mengenai akibat hukum, karena terhadap pertaruhan dan perjudian undang-undang tidak memberikan suatu akibat hukum. 62
Asser-Rutten, Handleiding tot de beoefening van het Nederland Burgerlikrecht, (W. E. J. Tijeenk Willink, Zwelle, 1979), hal. 23. 63 Subekti 1, op. cit., hal. 455. 64 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : PT Asdi Mahasatya, 2004), hal. 23. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Subekti mengenai akibat hukum perjanjian pertaruhan dan perjudian dengan perjanjian asuransi yaitu: ”Dari suatu perjudian dan pertaruhan hanya timbul suatu natuurlijke verbintenis yaitu suatu perjanjian hukum yang tidak sempurna bahwa suatu hutang dianggap ada, tetapi hak untuk menuntut pembayaran tidak ada sedangkan dari perjanjian asuransi timbul suatu perjanjian sempurna yaitu yang selalu dapat ditagih dan dituntut pelaksanaannya di depan hakim. 65 Selanjutnya dapat juga dicari perbedaan antara keduanya, yaitu di dalam unsur kepentingan. Di dalam asuransi adalah merupakan hal yang esensial (yang paling penting) bahwa tertanggung telah mempunyai peristiwa yang tidak tertentu itu untuk tidak terjadi, di luar atau sebelum ditutup perjanjian asuransi itu sendiri. Karena kepentingan itu maka tertanggung mengadakan perjanjian asuransi untuk mengamankan diri sendiri dari menderita rugi. Dalam perjanjian pertaruhan dan perjudian peristiwa tidak tertentu itu, baru ada pada kedua belah pihak dengan ditutupinya tersebut. 66 Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang berbunyi sebagai berikut: ”Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karenanya suatu peristiwa yang tidak tertentu”. 67 Dari batasan termaksud di atas Emmy Pangaribuan selanjutnya menjabarkan lebih lanjut bahwa perjanjian asuransi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 65
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 2001), hal. 126. (Selanjutnya disebut Subekti 3). 66 Djoko Prakoso, op. cit., hal. 23-24. 67 Subekti 1, op. cit., hal. 74. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
1. Perjanjian asuransi pada asasnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian. Penanggung mengikatkan diri menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas). 2. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu yang diatur dalam asuransi itu terjadi. 3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik. Kewajiban penanggung mengganti rugi diharapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi. 4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan asuransi. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang memberikan batasan perjanjian asuransi, merupakan satu pasal kunci di dalam sistem pengaturan perjanjian asuransi. Pasal tersebut mengatur suatu hubungan hukum dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi suatu perjanjian asuransi dan merupakan dasar dari perjanjian asuransi.
B. Para Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Dalam hukum perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undng Hukum Perdata, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak dan kewajibannya sendiri atau subyek di dalam hukum. 68 Perjanjian timbul karena disebabkan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur.
68
Subekti 3, op. cit., hal. 19.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. 69 Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari: 70 1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan. a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu. b. Rechts persoon atau badan hukum. 2. Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan atau hak orang lain tertentu. 3. Persoon yang dapat diganti. Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan kreditur semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan debitur. Tentang siapa-siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditur, yaitu: 71 1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan. a. Natuurlijke persoon. b. Rechts persoon. 2. Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu. 3. Persoon yang dapat diganti. Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur. Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri dinyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 72 Jadi, dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada dua macam subyek, yaitu di satu pihak seorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan di lain pihak ada seorang atau badan hukum yang mendapat
69
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 15. Ibid., hal. 15-16. 71 Ibid., hal. 16-17. 72 Subekti 1, op. cit., hal. 338. 70
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Maka dalam tiap-tiap perjanjian selalu ada pihak berkewajiaban dan pihak berhak. 73 Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 subyek dalam melaksanakan perjanjian sebagai definisi yuridis formal dikenal istilah konsumen dan pelaku usaha. Yang memberikan definisi mengenai konsumen dan pelaku usaha yaitu: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 74 Asuransi atau dalam bahasa Belanda yang dikanal dengan istilah “verzekering” berarti pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. 75 Jadi dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi haruslah sekurangkurangnya ada dua pihak atau subyek, dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak yang lain disebut pihak tertanggung.
73 74
Djoko Prakoso, op. cit., hal. 102. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT Grasindo, 2004),
hal. 2. 75
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, (Jakarta : PT Intermasa, 1987),
hal. 1. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dalam hal ini perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung adalah pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian atau musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan. 76
Pihak tertanggung sebagai orang-orang yang berkepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur. Dengan tujuan akan mendapat penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi. 77 Dalam suatu persetujuan seperti asuransi yang merupakan persetujuan timbal balik satu pihak tidak selalu menjadi pihak berhak, melainkan dalam sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain. 78 Suatu kontra prestasi dari asuransi ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi. 79
C. Pemanfaatan Polis Asuransi dalam Mengatur Hubungan Hukum antara Pihak Penanggung dengan Pihak Tertanggung Pada dasarnya setiap perjanjian pasti membutuhkan adanya suatu dokumen. Setiap dokumen secara umum mempunyai arti yang sangat penting
76
“Prinsip Trust dalam Asuransi”, http://pihilawyers.com/blog/?p=19, 31 Januari 2009. Syamsul Arifin dan Djanius Djamin, loc. cit. 78 Djoko Prakoso, op. cit., hal. 102-103. 79 Wirjono Prodjodikoro, loc. cit. 77
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
karena berfungsi sebagai alat bukti. Arti pentingnya dokumen sebagai alat bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan perjanjian yang bersangkutan. Undang-undang menentukan bahwa perjanjian asuransi harus ditutup dengan suatu akta yang disebut polis.
1. Pengertian Polis Asuransi dan Bentuk-Bentuk Polis Asuransi Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. 80 Syarat-syarat formal polis secara umum yang harus dipenuhi sebagai akta dapat disebut sebagai suatu polis diatur lebih lanjut pada Pasal 256 Kitab UndangUndang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa dalam polis harus memuat: a. Hari perjanjian asuransi ditutup merupakan suatu saat yang penting sebagai waktu terjadinya kata sepakat di antara para pihak. Secara formal dapat dianggap sebagai saat sahnya perjanjian. b. Nama orang-orang yang mengadakan asuransi baik atas asuransi sendiri atau atas asuransi seorang ketiga. c. Benda atau obyek yang diasuransikan ialah suatu uraian atau penjelasan mengenai barang yang menjadi obyek perjanjian, terhadap bahaya apa barang itu diasuransikan. d. Jumlah uang asuransi ialah suatu jumlah tertentu yang disebutkan yang menunjukan suatu nilai untuk berapa barang termaksud diasuransikan. e. Bahaya atau risiko yang dijamin yang dalam hal ini ditentukan dengan tegas untuk bahaya apa barang termaksud diasuransikan. f. Waktu mulai dan berakhirnya asuransi yaitu ketentuan ini secara tegas sejak kapan dan sampai batas waktu penanggung harus bertanggung jawab atas perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. g. Besarnya premi secara terperinci dijelaskan atas jumlah berapa saja tertanggung harus membayar kepada penanggung.
80
Subekti 2, op. cit., hal. 75.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
h. Persyaratan-persyaratan atau kondisi yang diperlukan agar perjanjian itu berlaku. 81 Menurut ketentuan Pasal 257 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan: “Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai persetujuan kehendak atau consensus antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani”. 82 Asuransi tersebut harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis. Polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan dapat dimaklumi apabila sejak saat terjadi asuransi sampai diserahkan polis yang sudah ditandatangani tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jadi, tidak ada persoalan apa-apa. Tetapi seandainya setelah terjadi asuransi, belum sempat dituangkan dalam polis, atau walaupun sudah dituangkan dalam polis tetapi belum ditandatangani, atau walaupun sudah ditandatangani tetapi belum diserahkan kepada tertanggung, kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Dalam keadaan ini sulitlah membuktikan bahwa telah terjadi asuransi karena pembuktiannya harus secara tertulis berupa akta yang disebut polis. Untuk mengatasi kesulitan itu, Pasal 257 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang memberi ketegasan, walaupun belum dituangkan dalam polis, asuransi sudah terjadi sejak tercapai persetujuan kehendak antara tertanggung dan 81
Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal. 126-127.
82
Subekti 2, op. cit., hal. 76.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
penangggung. Jadi, asuransi bersifat konsensual. Hak dan kewajiban pihak-pihak timbul sejak saat itu. Untuk membuktikan bahwa telah terjadi kata sepakat atau persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, undang-undang mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang disebut polis. Tetapi jika akta polis belum ada, pembuktian dilakukan dengan segala catatan, nota, surat perhitungan, telegram, dan sebagainya. Inilah yang disebut “permulaan bukti tertulis”. Jika saat terjadi asuransi sudah dapat dibuktikan dengan cara tadi, kemudian timbul perselisihan tentang janji-janji dan syarat-syarat khusus dalam asuransi itu, maka yang demikian ini boleh dibuktikan dengan menggunakan segala alat bukti. Tetapi pembuktian janji-janji yang menurut undang-undang dengan ancaman batal jika tidak dimuat di dalam polis, harus dibuktikan dengan tulisan. Yang dimaksud dengan janji-janji dan syarat-syarat khusus dalam pasal tersebut adalah mengenai esensialia atau inti dari perjanjian asuransi yang telah dibuat itu. Keadaan yang demikian ini hanya dapat diketahui dengan jelas di dalam polis. Yang dimaksud dengan janji-janji yang harus dibuktikan dengan tulisan itu ialah janji-janji yang oleh undang-undang harus dicantumkan di dalam polis. Jika tidak dicantumkan di dalam polis janji-janji tersebut dianggap tidak ada (batal). 83
83
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 25.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Akan tetapi tidak boleh lalu kita menarik kesimpulan bahwa polis di dalam perjanjian asuransi itu merupakan suatu syarat mengadakan perjanjian asuransi yang telah diuraikan tadi, dan janganlah keterangan itu menimbulkan suatu kesan bahwa polis itu tidak perlu lagi. Polis adalah tetap mempunyai arti bukti yang sempurna tantang apa yang mereka perjanjikan di dalam perjanjian asuransi itu, dan tanpa polis, pembuktian itu akan menjadi sulit dan terbatas. Pada dasarnya syarat-syarat pada Pasal 256 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang berfungsi sebagai ketentuan umum, kadang-kadang dianggap belum cukup mengatur bagi para pihak dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan. Oleh karena itu selanjutnya timbullah suatu kebutuhan untuk menambah syaratsyarat lain yang khusus berlaku bagi para pihak pada suatu persetujuan tertentu. Syarat-syarat tambahan yang sifatnya khusus tadi biasanya ditulis atau diketik pada bagian kertas polis yang khusus disediakan untuk keperluan itu. Lambat laun dalam perjalanan waktu dan sesuai dengan berkembangnya berbagai risiko yang dapat timbul serta karena kebutuhan proteksi yang makin luas, maka syarat khusus itu makin merupakan suatu kebutuhan dan makin banyak, maka oleh perusahaan-perusahaan asuransi, syarat-syarat tambahan itu kemudian dicetak pula. Sehingga apabila diperlukan kemudian segera dapat dilekatkan pada polispolis yang bersangkutan yang tujuannya untuk mempermudah pelaksanaan. Tentu apabila dilandasi oleh klausul yang menyebutkan bahwa terhadap disebut dalam polis juga berlaku syarat-syarat tambahan yang dilekatkan pada kertas polis termaksud. Syarat tambahan ialah syarat-syarat lain yang belum diatur dalam polis, tetapi oleh para pihak atau satu pihak dianggap penting baginya. Jadi
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
klausul yang mengatur berlakunya syarat tambahan pada setiap polis itu sangat penting artinya dalam praktik. Pada umumnya syarat-syarat tambahan atau khusus itu dibagi dalam dua jenis, ialah: a. Syarat-syarat yang bersifat larangan ialah syarat-syarat di mana dinyatakan bahwa pihak tertanggung dilarang melakukan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bilamana larangan tersebut dilanggar oleh tertanggung, maka perjanjian asuransi menjadi batal. b. Syarat-syarat lain ialah semua syarat-syarat yang tidak mengandung ancaman-ancaman batalnya perjanjian asuransi melainkan syarat untuk melanjutkan asuransi dan sebagainya. Pada dasarnya setiap polis terdiri dari empat bagian, yaitu: a. Deklarasi yang pada dasarnya memuat antara lain: 1) Identitas, alamat, dan sebagainya. 2) Nilai barang yang bersangkutan. 3) Keterangan lengkap mengenai barang yang bersangkutan. 4) Waktu yang diminta. 5) Dan sebagainya. b. Klausul asuransi yang merupakan bagian yang utama dari suatu polis. Klausul ini antara lain mengatur atau menentukan tentang:
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
1) Risiko yang termasuk di dalam asuransi. 2) Kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh sesuatu yang diatur dalam polis dan adanya perluasan apabila ada sesuai dengan syarat tambahan. c. Pengecualian-pengecualian yaitu bahwa dengan tegas polis ini menentukan terhadap hal-hal apa saja terdapat pengecualian apakah bencana atau bahayanya, ataukah mengenai bendanya atau mengenai kerugian-kerugian tertentu yang dikecualikan dari perjanjian asuransi yang dimaksud. d. Kondisi-kondisi yang pada bagian ini polis menjelaskan tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak baik penanggung atau tertanggung. 84 Polis sebagai alat bukti juga mempunyai tempat tertentu atau khusus. Nyatanya polis itu di dalam bidang pembuktian perjanjian asuransi bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti. Aturan undang-undang mengenai polis sebagai alat bukti surat yang paling utama adalah diinginkan. Mengenai pembuktian perjanjian asuransi itu khusus diatur di dalam satu pasal yaitu di dalam Pasal 258 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Polis sebagai alat bukti adalah demi kepentingan si tertanggung, sebab penanggunglah yang menandatanganinya. 85 Dalam praktik perasuransian, setiap perusahaan asuransi telah menyusun polisnya masing-masing dengan syarat-syarat yang tercantum dalam polis itu timbullah bermacam jenis polis yang satu dengan lainnya berbeda, bahkan 84 85
Sri Rejeki Hartono, op. cit., hal 127. Djoko Prakoso, op. cit., hal. 63-64.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menunjukan adanya persaingan antara sesama penanggung. Demikian juga bagi tertanggung, ada yang merasa sulit memilih perusahaan asuransi mana yang akan dijadikan penanggung, karena setiap perusahaan asuransi mempunyai syaratsyarat yang dapat menguntungkan dan merugikan. Untuk mengatasi kesulitan dalam praktik dan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat sesama perusahaan asuransi, lalu diadakan usaha penyeragaman syarat-syarat dalam polis, sehingga dapat dicegah adanya perbedaan yang menyolok antara polis perusahaan asuransi yang satu dengan polis perusahaan asuransi yang lain yang sejenis. Dengan demikian, ditetapkanlah polis-polis standar, baik secara nasional maupun secara internasional. Berdasarkan syaratsyarat yang telah ditetapkan dalam polis, ada tiga jenis polis yang terkenal, yaitu Polis Maskapai, Polis Bursa, dan Polis Lloyds. a. Polis Maskapai Dinamakan polis maskapai karena polis ini dibuat dan diterbitkan oleh maskapai-maskapai asuransi. Dalam operasi kerjanya perusahaan asuransi yang menggunakan polis maskapai ini banyak mengalami kesulitan, sehingga lambat laun polis ini ditinggalkan dan orang sudah mulai mengarah pada pembuatan dan penggunaan polis yang seragam. b. Polis Bursa Polis ini mempunyai syarat-syarat yang seragam dan digunakan pada bursa asuransi. Ada dua macam polis bursa, yaitu Polis Bursa Amsterdam digunakan di bursa asuransi Amsterdam dan Polis Bursa Rotterdam digunakan di bursa asuransi Rotterdam. Kedua polis ini
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
dipakai dalam asuransi pengangkutan barang melalui laut dan asuransi kebakaran. Dewan Asuransi Indonesia (DAI) telah menetapkan polis standar untuk asuransi kebakaran dan asuransi kendaraan bermotor. c. Polis Lloyds Polis Lloyds adalah polis yang digunakan di bursa Lloyds London. Polis ini telah dikembangkan tersendiri di bawah merk “Lloyds” dan hanya digunakan oleh perusahaan asuransi yang menjadi anggota Lloyds
Corporation.
Polis
Lloyds
digunakan
untuk
asuransi
pengangkutan melalui laut, asuransi kebakaran, dan asuransi terhadap bahaya-bahaya lain. Pada umumnya asuransi yang diadakan pada bursa Lloyds dengan menggunakan polis Lloyds hanya berlaku untuk jangka waktu satu tahun, kecuali dalam hal-hal yang istimewa. Ada lagi penggolongan polis menurut sifat asuransinya. Atas dasar ini dikenal dua macam polis, yaitu Polis Perjalanan dan Polis Waktu yaitu sebagai berikut: a. Polis Perjalanan Polis ini dibuat untuk asuransi satu perjalanan atau satu pelayaran tertentu saja, misalnya dari Tanjungpriok ke Belawan. Berapa hari perjalanan itu dilakukan tidak menjadi persoalan, kecuali jika perjalanan atau pelayaran itu dihentikan atau diputuskan di tengah jalan, dapat mengakibatkan batalnya asuransi.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
b. Polis Waktu Polis ini dibuat untuk asuransi yang berdasarkan jangka waktu tertentu, misalnya sebulan, enam bulan, setahun. Penentuan jangka waktu harus tepat tanggal dan jamnya asuransi itu dimulai dan diakhiri. Misalnya asuransi untuk jangka waktu satu tahun, dari tanggal 1 Januari 1992 pukul 12.00 tengah hari sampai pada tanggal 1 Januari 1993 pukul 12.00 tengah hari. 86 Selanjutnya ada dikenal pula adanya polis asuransi jiwa dan polis kerugian yaitu sebagai berikut: a. Polis Asuransi Jiwa Dalam suatu keputusan mengenai asuransi jiwa ditentukan bahwa polis asuransi jiwa yang memiliki unsur tabungan harus dicantumkan untuk menentukan besarnya premi. Kemudian dalam hal polis asuransi jiwa menjanjikan pembayaran deviden, dalam polis harus dinyatakan bahwa pembayaran dividen hanya dapat dilakukan berdasarkan keuntungan perusahaan. b. Polis Kerugian Dalam polis dilarang pencantuman suatu ketentuan yang dapat ditafsirkan bahwa tertanggung tidak dapat melakukan upaya hukum, sehingga tertanggung harus menerima penolakan pembayaran klaim.,
86
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 30.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
serta ketentuan yang dapat ditafsirkan sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak bila terjadi perselisihan. 87 Selanjutnya dikenal pula pembagian polis asuransi berdasarkan asuransi kerugian yang umum digunakan di Indonesia yaitu sebagai berikut: a. Polis Asuransi Kebakaran 1) Polis Kebakaran Indonesia Polis ini dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia dan merupakan saduran dari Polis Asuransi Amsterdam dengan penyesuaian terhadap keadaan di Indonesia. 2) Polis Bursa Amsterdam dan Polis Bursa Rotterdam Polis Bursa Amsterdam dan Polis Bursa Rotterdam dibuat berdasarkan
Burgerlijk
Wetboek
dan
Wetboek
van
Koophandel Negeri Belanda dengan syarat tambahan menurut kebutuhan lalu lintas asuransi di kota-kota bersangkutan. 3) Polis F.O.C (Fire Offices Committee/Foreign) Polis ini dibuat di Negeri Inggris berdasarkan hukum Inggris. b. Polis Asuransi Pengangkutan 1) Marine Cargo Policy (Indonesia) Dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia. Polis ini berdasarkan
kepada
syarat-syarat
Inggris
dan
Marine
Insurance Act 1906.
87
Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, (Yogyakarta : BPFE, 1995), hal. 48-49. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2) Polis Bursa Polis Bursa berasal dari Negeri Belanda yang juga sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia. 3) Polis Maskapai Polis ini dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi (tidak seragam). Walaupun demikian ketidakseragaman tersebut hanya terletak pada perumusan polisnya saja sedangkan syarat-syarat asuransi diambil dari Negeri Belanda atau dari Negeri Inggris. 4) Polis Asuransi Rangka Kapal Polis asuransi rangka kapal tidak seragam tetapi syarat-syarat yang digunakan adalah syarat yang berasal dari Joint Hull Committee London. c. Polis Asuransi Varia 1) Polis Kendaraan Bermotor Polis ini dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia dan merupakan satu-satunya polis yang boleh digunakan untuk asuransi kendaraan bermotor. 2) Polis Asuransi Berdasarkan Undang-Undang Kecelakaan Tenaga Kerja 1947 Polis ini dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
3) Polis Kecelakaan Pribadi Polis ini dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi dan tidak seragam. 4) Polis-Polis Lain Di samping polis-polis tersebut pada poin 1), 2) dan 3) masih ada polis dalam bidang asuransi varia yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi dan tidak bersifat seragam, umpamanya polis
asuransi
pencurian,
polis
cash
in
transit
dan
sebagainya. 88
2. Hak dan Kewajiban Penanggung dan Tertanggung dalam Polis Asuransi Pasal 257 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenai perjanjian asuransi yang menyatakan bahwa: “Perjanjian asuransi ada, apabila sudah dibentuk hak-hak dan kewajibankewajiban dari pihak penanggung dan pihak tertanggung mulai berlaku mulai saat itu, juga sebelum polis ditandatangani”. “Perjanjian asuransi menimbulkan kewajiban dari si penanggung untuk menandatangani polis dan menyerahkannya kepada si tertanggung pada waktu tertentu”. 89 Polis asuransi menurut ketentuan Pasal 259 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Dagang harus ditawarkan kepada penanggung supaya ditanda tangani dan di dalam waktu 24 jam setelah ditawarkan harus diserahkan kembali kepada tertanggung. Dari bunyi Pasal 259 itu maka dapat kiranya kita tarik kesimpulan bahwa pembentuk undang-undang berpendapat: “Bahwa yang
88 89
Djoko Prakoso, op. cit., hal. 74. Subekti 2, op. cit., hal. 76.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
membuat polis adalah pihak tertanggung”. Ketentuan undang-undang seperti yang disimpulkan dari Pasal 259 ayat (1) adalah berpangkal pada suatu alasan yaitu bahwa dengan ditentukannya pihak tertanggunglah yang membuat polis itu maka kedudukan tertanggung yang di dalam keadaan ekonomi yang lebih lemah terhadap para penanggung menjadi terjamin kiranya. Jadi ketentuan ini merupakan perlindungan kepada pihak tertanggung. Akan tetapi hal ini ternyata di dalam praktik tidaklah selalu demikian. Biasanya perusahaan-perusahaan asuransi yang besar memakai formulir polis mereka sendiri-sendiri dan mengisinya menurut kepentingan-kepentingan keadaannya atau memakai standarnya sendiri. Klausul-klausul yang tertera di dalam praktik apalagi telah bersifat standar polis merupakan undang-undang bagi para pihak jika mengenai itu telah disetujui oleh mereka, terutama dalam hal ini bagi tertanggung. Tertanggung perlu sekali dengan seksama meneliti syarat, kondisi atau klausul-klausul yang diberikan kepadanya di dalam polis itu, sebab bagaimanapun juga syarat-syarat tersebut adalah buatan dari penanggung sebagai perusahaan besar yang tentunya mempunyai kepentingan memperoleh kemajuan-kemajuan di dalam menjalankan perusahaan dan khususnya untuk memperoleh keuntungan. Di dalam praktik, polis asuransi itu sungguh-sungguh dirasakan memegang peranan penting di dalam asuransi, karena di dalam polis itulah justru terlihat apa yang menjadi isi dari perjanjian itu. Apa yang menjadi hak dan kewajiban dari para pihak di dalam polis. Banyak klausul-klausul atau syarat-syarat yang dianut di dalam praktik yang
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
dimasukkan di dalam polis, dan pada umumnya terdapat juga klausul-klausul yang merupakan dasar dari penutupan perjanjian asuransi itu. 90 Biasanya dalam praktik sehari-hari, polis yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi masih harus ditambah atau diubah untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Setiap perubahan atau penambahan, baik yang bersifat syarat atau bersifat pemberitahuan harus dicatat pada polis yang bersangkutan, agar perubahan ini dapat dianggap sah dan mengikat para pihak. Dalam
praktik
sehari-hari,
karena
tertanggung
biasanya
tidak
menyerahkan polisnya kepada pihak penanggung untuk mengadakan pencatatan tambahan dalam polis tersebut, kemudian biasanya penanggung membuat “lampiran” yang memuat catatan yang diperlukan itu. Lampiran tersebut setelah ditandatangani, bila perlu di atas materai kemudian oleh penanggung dikirim kepada pihak tertanggung, yang wajib melekatkannya pada polis yang bersangkutan. Untuk itu biasanya terdapat pernyataan : “Lampiran harus diletakkan pada polis, lampiran-lampiran tersendiri (terlepas) tidak sah”. Jadi dapatlah ditarik kesimpulan bahwa persyaratan kehendak akan menjadi nasabah, polis ditambah syarat-syarat khusus yang melekat satu dengan yang lain itu merupakan satu kesatuan alat bukti. Tertanggung berdasarkan perikatannya yang timbul dari perjanjian asuransi itu, adalah mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
90
Syamsul Arifin dan Djanius Djamin, op. cit., hal. 37-38.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
a. Membayar premi kepada penanggung. b. Wajib untuk menandatangani polis, yang ditawarkan kepadanya di dalam waktu tertentu dan menyerahkan kembali kepada penanggung.91 c. Memberitahukan kepada penanggung hal-hal yang perlu mengenai barang-barang yang dijamin. d. Berdaya upaya untuk menghindarkan timbulnya kerugian atau memperkecil kemungkinan timbulnya kerugian. e. Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap obyek yang disuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari. f. Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang menimpa obyek yang diasuransikan, berikut usaha-usaha pencegahannya. g. Kewajiban-kewajiban khusus yang mungkin disebutkan dalam polis, misalnya untuk memberitahukan kepada penanggung, bahwa risiko dari penanggung diperberat oleh karena suatu sebab tertentu. h. Dan karena perjanjian asuransi merupakan persetujuan yang bersifat timbal balik maka terhadap kewajiban penanggung untuk menjamin tertanggung dari suatu risiko, maka pihak tertanggung selaku kontra prestasi berkewajiban untuk membayar uang premi, dan kewajibankewajiban lain yang baru saja disebutkan. 92
91 92
Ibid., hal. 40. Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal 87.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Hak daripada pihak tertanggung antara lain sebagai berikut: a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung. b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung. c. Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena pihak yang disebut terakhir ini lalai menandatangani dan menyerahkan polis sehingga menimbulkan kerugian kepada tertanggung. d. Melalui pengadilan, tertanggung dapat membebaskan penanggung dari segala kewajibannya pada waktu yang akan datang. Untuk selanjutnya, tertanggung
dapat
mengasuransikan
kepentingannya
kepada
penanggung yang lain untuk waktu dan bahaya yang sama dengan asuransi yang pertama. e. Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian, apabila perjanjian asuransi batal atau gugur. f. Menuntut ganti kerugian kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan dalam polis terjadi. Selanjutnya mengenai kewajiban penanggung dalam suatu perjanjian asuransi adalah sebagai berikut: a. Kewajiban penangung untuk membayar sejumlah uang kepada si tertanggung, dalam hubungan suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. b. Memberi ganti kerugian yang disebabkan oleh peristiwa yang dijamin tidak akan terjadi. Menurut hukum Inggris yang dianggap sebab dari kerugian ialah peristiwa yang terdekat pada kerugian itu.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
c. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung. d. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur, dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya. 93 Mengenai hak daripada pihak penanggung antara lain sebagai berikut: a.
Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian.
b.
Menerima polis yang telah ditandatangani oleh tertanggung sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
c.
Mendapatkan pemberitahuan dari tertanggung hal-hal yang perlu mengenai barang-barang yang dijamin yaitu mengenai kewajiban tertanggung untuk memberitahukan kepada penanggung hal-hal yang benar mengenai barang yang dijamin.
d.
Mendapatkan pemberitahuan dari tertanggung bahwa risiko dari penanggung diperberat oleh karena suatu sebab tertentu.
e.
Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri.
f.
Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung.
g.
Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya.
93
Ibid., hal. 47.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
h.
Bahwa penanggung dapat dikenakan pembatasan tangung jawab yaitu mengenai barang yang dijamin keselamatannya (kalau ada cacat pada barang itu), dan mengenai orang yang dijamin apabila ada kesalahan sendiri pada si terjamin. 94
3. Klausul-Klausul Dalam Perjanjian Asuransi Dalam perjanjian asuransi sering ditentukan janji-janji khusus yang dicantumkan dengan tegas di dalam polis, yang lazim disebut klausul asuransi. Maksudnya ialah untuk mengetahui sampai di mana batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis klausul asuransi itu bergantung pada sifat benda obyek asuransi, macam bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausul-klausul tersebut antara lain adalah yang diuraikan berikut ini: a. Klausul Premier Risque Klausula ini terdapat pada asuransi atas bahaya pencurian dan pembongkaran dan asuransi atas tanggung jawab. Klausul ini menentukan, jika dalam asuransi di bawah nilai benda terjadi kerugian sebagian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan. b. Klausul All Risks Klausul ini menentukan bahwa penanggung memikul segala risiko atas benda yang dipertanggungkan. Ini berarti bahwa penanggung akan
94
Ibid., hal. 54.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
mengganti semua kerugian yang timbul karena peristiwa apapun kecuali kerugian yng timbul karena kesalahan tertanggung sendiri, penanggung tidak bertanggung jawab dan karena cacat sendiri. c. Klausul Sudah Mengetahui Klausul ini terdapat pada asuransi kebakaran. Klausul ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui betul keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan. d. Klausul Act of God (AOG) Klausul ini merupakan klausul yang didasarkan karena adanya bencana alam termasuk gempa bumi dan banjir. e. Klausul Bebas Dari Kerusakan Dalam asuransi laut dimuat klausul ”bebas dari kerusakan”, maka tidak akan diberi ganti kerugian, apabila barang-barang angkutan pada waktu sampai di pelabuhan alamat, ternyata busuk atau rusak. h. Klausul ”To Pay As May To Paid” Klausul ini sering dipakai dalam reasuransi. Artinya ialah bahwa penanggung
hanya
berkewajiban
mengganti
kerugian,
apabila
penanggung menurut hukum harus membayar ganti kerugian. i. Klausul Pejabat Sipil Pada klausul ini asuransi diperluas untuk menjamin kerugian atau kerusakan atas harta benda yang diasuransikan secara langsung disebabkan oleh tindakan pengrusakan karena perintah dari Otoritas Publik pada saat dan hanya selama terjadinya kebakaran besar guna
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menghambat penjalaran api dan tunduk pada syarat-syarat dan ketentuan polis. Akan tetapi tanggung jawab penanggung tidak akan melebihi dari jumlah kerugian yang seharusnya dibayar. j. Klausul Otoritas Publik Dalam klausul ini asuransi diperluas untuk pemulihan kembali harta benda yang diasuransikan yang hancur atau rusak, yang mungkin dikeluarkan semata-mata untuk memenuhi peraturan tentang bangunan atau peraturan-peraturan lainnya dalam rangka yang dikeluarkan oleh otoritas setempat. k. Klausul Bagian Luar Bangunan Dalam klausul asuransi atas tiap bagian dari bangunan berarti termasuk dinding-dinding, pintu-pintu gerbang dan pagar-pagar, asalkan nilainilainya telah dimasukkan ke dalam jumlah asuransi. l. Klausul Kerugian Total Klausul ini diperuntukkan untuk asuransi kendaraan bermotor, yang telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Dewan Asuransi Indonesia.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB III DAMPAK PENGGUNAAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI TERHADAP KONSUMEN SERTA PERLINDUNGAN YANG DAPAT DIBERIKAN KEPADA KONSUMEN
A.
Penggunaan Perjanjian Baku Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Baik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Rancangan Undang-
Undang Perjanjian tidak mengatur mengenai perjanjian baku. Padahal perjanjian baku di dalam dunia bisnis saat ini merupakan praktik transaksi sehari-hari. Seperti di Negara Eropa dan di Negara Israel, perihal perjanjian baku ini telah diatur. 95 Ada dua cara untuk mengatur hubungan antara para anggota masyarakat yaitu dengan Perundang-undangan dan Perjanjian. Kaidah-kaidah yang dibentuk oleh perundang-undangan adalah heteronom atau beragam dan umum. Kaidah-kaidah berasal dari penguasa, kekuatan mengikatnya tidak tergantung dari kesepakatan dari mereka para pihak dan ini berlaku untuk sejumlah besar peristiwa-peristiwa. Kaidah perjanjian adalah otonom atau seragam dan individual. Kaidah-kaidah perjanjian dibentuk oleh yang bersangkutan sendiri. Kesepakatan adalah suatu syarat untuk kekuatan mengikat daripadanya. Kaidah-kaidah perjanjian itu hanya berlaku untuk suatu hubungan individual. Dan perjanjian baku ini sendiri terdapat di dalam hukum perjanjian. 96 Menurut sejarah sendiri, awal abad ke-XIX (abad ke-19) di mana terjadi Revolusi Industri, telah membuat perjanjian baku muncul. 97 Pada awalnya, timbulnya produksi massal dari pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan tidak
95
Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis International, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 117. 96 ELIPS, Hukum Kontrak Di Indonesia, (Jakarta : Proyek ELIPS, 1998), hal. 147. 97 Purwahid Patrik, Perjanjian Baku dan Penyalahgunaan Keadaan: Hukum Kontrak Di Indonesia, (Jakarta : ELIPS, 1998), hal. 146.
59 Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menimbulkan perubahan apa-apa. Tetapi, standarisasi dari produksi ternyata membawa desakan yang kuat untuk pembakuan dari perjanjian-perjanjian. Biasanya perumusan perjanjian tertulis membutuhkan keterampilan redaksional hukum yang hanya dimiliki oleh ahli hukum yang tentunya membutuhkan biaya yang mahal. Atas dasar itu maka banyak orang menggunakan perjanjian yang sejenis yang pernah digunakan dan kemudian dibuat secara massal. Menurut Gemala Dewi alasan konsumen menggunakan perjanjian baku yaitu: ”Perjanjian baku dibuat karena tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan negosiasi. Jadi perjanjian baku muncul dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan praktis. Perjanjian baku telah dilaksanakan secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari delapan puluh tahun lamanya. Adapun perjanjian baku karena dunia bisnis memang membutuhkannya. Oleh karena itu perjanjian baku diterima oleh konsumen. 98 Karena perjanjian baku ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoritis masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitan dengan asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Yaitu bahwa di dalam perjanjian baku kebebasan untuk melakukan perjanjian serta pemberian kesepakatan terhadap perjanjian tersebut tidak dilakukan sebebas dengan perjanjian yang dilakukan secara langsung dengan melibatkan para pihak yaitu pihak perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung dalam menegosiasikan klausul perjanjian, terdapat berbagai pendapat mengenai
98
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), hal. 186-187. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
kedudukan perjanjian baku dalam hukum perjanjian. Adapun pendapat-pendapat tersebut adalah sebagai berikut: Nieuwenhuis mengemukakan pendapatnya mengenai perjanjian baku ini yaitu sebagai berikut: 1.
2.
Ketentuan-ketentuan hukum pelengkap yang menurut sifatnya adalah berlaku secara sangat umum. Maka dari itu dibutuhkan pelengkap pada hukum pelengkap itu, peranan ini diisi oleh perjanjian baku, jadi untuk merinci pelaksanaan lebih lanjut daripada hukum pelengkap yang ada. Tidak hanya melengkapi tetapi juga menyimpang dari hukum pelengkap. Pelaku usaha yang tidak senang terhadap syarat pernyataan lalai dapat membebaskan diri dari kewajiban itu dicantumkan dalam perjanjian baku. 99
F.A.J. Gras meyatakan pendapatnya mengenai perjanjian baku bahwa: “Perjanjian baku ini tumbuh dan berkembang dalam masyarakat modern yang mempergunakan “organisasi” dan “rencana” sebagai pola hidup. Perjanjian ini isinya “direncanakan” terlebih dahulu oleh pihak yang berkepentingan, karena mereka mengharapkan agar apa yang dikehendakinya akan menjadi kenyataan. Dan bahwa perjanjian baku tidak lain dari “rasionalisasi” hubungan-hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat modern. Kelahiran dari perjanjian baku ini antara lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat sekarang bukan lagi merupakan kumpulan individu seperti pada abad keXIX (abad ke-19), akan tetapi merupakan kumpulan dari sejumlah ikatan kerja sama (organisasi). Perjanjian baku lazimnya diperbuat oleh organisasi perusahaan-perusahaan”. 100 Pitlo dengan pendapatnya menyatakan pula mengenai latar belakang munculnya perjanjian baku bahwa: “Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku adalah keadaan sosial dan ekonomi. Perusahaan-perusahaan besar, perusahaan semi Pemerintah atau perusahaan-perusahaan Pemerintah mengadakan kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka menentukan syarat-syarat tertentu secara sepihak. Pihak lawannya yang pada umumnya adalah konsumen pada umumnya memiliki kedudukan lemah, baik karena 99
Elips, op. cit., hal. 147-148. F.A.J. Gras, Standaardcontracten, een rechtssociologische analyse, (KluwerDeventer, 1979), hal. 8. 100
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
posisinya maupun karena ketidaktahuannya hanya menerima apa yang diberikan itu dan menyatakan untuk menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa, yang walaupun secara teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum”. 101 Sluijter menyatakan pendapatnya mengenai perjanjian baku ini dengan mengatakan bahwa: “Perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pelaku usaha yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE dalam perjanjian itu adalah sebagai pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat yang ditentukan pelaku usaha dalam perjanjian itu adalah undang-undang, bukan perjanjian”. 102 Di Indonesia yang berlandaskan Pancasila, perjanjian baku ini tidak boleh dibiarkan tumbuh secara tidak terkendali dan tidak bertanggung jawab. Karena itu pemerintah berupaya untuk melindungi kepentingan konsumen dan bukan untuk mematikan usuha para pelaku usaha yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE namun justru sebaliknya agar dapat mendorong iklim usaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang sehat antar perusahaan asuransi maka, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan termasuk diantaranya yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur untuk memberi perlindungan kepada masyarakat pada umumnya dalam melakukan perbuatan hukum dan konsumen asuransi khususnya dalam melakukan perbuatan
101
Pitlo, Evolutie in het privaatrect, Tweede druk, (H.D. Tjeenk Willink. Groningen, 1972), hal. 48. 102 Ahmadi Miru, op. cit., hal. 44. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
hukum dalam perjanjian asuransi termasuk diantaranya dengan mengikuti polis asuransi.
1.
Pengertian Perjanjian Baku dan Unsur-Unsur Yang Terdapat Dalam Perjanjian Baku Di dalam dunia bisnis tertentu, misalnya perdagangan dan perbankan,
terdapat kecendrungan untuk menggunakan apa yang dinamakan perjanjian baku, berupa perjanjian yang sebelumnya oleh pihak tertentu (pelaku usaha) telah menentukan secara sepihak sebagai isinya dengan maksud untuk digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai pihak atau konsumen. Dalam perjanjian standar tersebut sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak pelaku usaha yang tidak membuka kemungkinan untuk dinegosiasikan lagi, dan sebagian lagi sengaja dikosongkan untuk memberikan kesempatan negosiasi dengan pihak konsumen, yang baru diisi setelah diperoleh kesepakatan. 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa: “Perjanjian baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Beberapa ahli hukum telah mencoba memberikan rumusan perjanjian baku antara lain:
103
Gemala Dewi, op. cit., hal. 186.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Hondius yang menyatakan bahwa “perjanjian baku adalah konsep janjijanji tertulis, disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu”. 104 Drooglever Fortuijn merumuskan perjanjian baku adalah “perjanjian yang bagian isinya yang penting dituangkan dalam sesusun janji-janji”. 105 Mariam Darus Badrulzaman menyatakan perjanjian baku adalah “perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”. 106 Unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian baku apabila ditarik dari beberapa pengertian di atas yaitu antara lain sebagai berikut: 107 1.
2.
3. 4.
Perjanjian baku pada umumnya dituangkan telah dipersiapkan terlebih dahulu dalam sebuah formulir yang dibuat dalam jumlah banyak, Perjanjian baku pada umumnya merupakan kehendak sepihak dari pihak pelaku usaha yang mempunyai kedudukan ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan konsumen yang mempunyai kedudukan ekonomi lebih lemah, Dalam perjanjian baku pada umumnya berisi perbuatan-perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang, Dan perjanjian baku pada umumnya tidak memberikan kesempatan kepada konsumen untuk ikut membuat isi daripada perjanjian itu sendiri sehingga dalam perjanjian baku dikenal prinsip “take-it-orleave-it” yaitu apabila konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat yang terdapat dalam isi perjanjian, maka konsumen hanya mungkin bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk mengadakan perubahan isi dari perjanjian baku itu sama sekali tidak ada.
104
Hondius, op. cit., hal. 230. Drooglever Fortuijn, De overheid en de standaardeentracten, 5607, (1970). 106 Mariam Darus 1, op. cit., hal. 5. 107 Ibid., hal. 7-8. 105
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2. Asas Kebebasan Berkontrak Sebagai Dasar Pemanfaatan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi Setiap orang mempunyai kebebasan untuk melakukan perjanjian dengan siapa pun. Perjanjian antara satu pihak dengan pihak lain tersebut bersifat privat atau perdata, artinya hanya mengikat kedua belah pihak. Karena itu pihak lain tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam perjanjian tersebut, tidak juga negara (dalam bentuk undang-undang). Negara hanya bisa melakukan intervensi dalam hubungan perdata apabila salah satu pihak yang melakukan hubungan perdata berada dalam posisi yang lemah. Negara mempunyai tugas untuk melindungi pihak yang lemah tersebut agar mempunyai posisi yang kuat. Misalnya, bahwa perjanjian itu harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian, bahwa materi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban dan kesusilaan dan bahwa perjanjian tidak boleh timbul akibat dari adanya paksaan, kekhilafan ataupun perjanjian.108 Salah satu asas hukum yang dianut oleh Hukum Perjanjian adalah “asas kebebasan berkontrak”, yang berarti setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian macam apa pun, sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban umum, dan kesusilaan (Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. 109 Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak
108 109
Gemala Dewi, op. cit., hal. 187. A.Z. Nasution, op. cit., hal. 93.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
asasi manusia. Dan begitupun sebaliknya, apabila ada unsur pemaksaan akan menyebabkan legalitas perjanjian yang dihasilkan batal atau tidak sah. 110 A.Z Nasution dalam pendapatnya mengenai sifat hukum perjanjian menyatakan bahwa: ”Hukum perjanjian juga mempunyai “sifat terbuka”, artinya setiap pihak yang akan mengadakan perjanjian berhak mengadakan segala bentuk perjanjian yang memuat berbagai syarat yang dikehendaki, bahkan dengan menyimpang dari ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan adanya perjanjian baku itu sebenarnya diperbolehkan dalam praktek kehidupan sehari-hari selama dipandang tidak menekan kedudukan konsumen sebagai golongan yang lemah”. 111 Mariam Darus Badrulzaman dalam pemdapatnya mengenai kebebasan berkontrak menyatakan bahwa: ”Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dari zaman Yunani. Menurut faham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Di dalam Hukum Perjanjian filsafah ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Faham individulisme memberikan peluang luas kepada golongan ekonomi kuat untuk menguasai golongan ekonomi lemah. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkraman pihak yang kuat”. 112 Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 113 Asas kebebasan berkontrak ini merupakan refleksi dari sistem terbuka dalam hukum perjanjian tersebut.
110
Gemala Dewi, op. cit., hal. 193. A.Z. Nasution, loc. cit. 112 Mariam Darus 1, op. cit., hal. 23-24. 113 Subekti 1, op. cit., hal. 342. 111
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dirasakan sangat ideal jika para pihak yaitu perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung dan konsumen asuransi sebagai tertanggung yang terlibat dalam suatu perjanjian posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain. Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak lemah yang pada umumnya adalah konsumen asuransi sebagai tertanggung biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat yang pada umumnya adalah perusahaan asuransi yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam perjanjian baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat tersebut. Dan karena yang merancang format dan isi perjanjian adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yaitu perusahaan asuransi PT American International Group LIFE, dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausul-klausul
yang
menguntungkan
baginya,
atau
meringankan
atau
menghapuskan beban-beban dan kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya yang biasa dikenal dengan klausul eksonerasi. 114 Dalam asas kebebasan berkontrak, menurut Asser-Rutten menyatakan:
114
Ahmadi Miru, op. cit., hal. 39-40.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
“Bahwa orang bebas, membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakai untuk perjanjian. Pada asas kebebasan berkontrak ini tidak ditulis dengan kata-kata yang banyak didalam undang-undang tetapi seluruh hukum perdata kita didasarkan padanya”. Di Nederland, perjanjian baku ini telah diatur di dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang baru, 115 yaitu pada Pasal 6.5.1.2 dan Pasal 6.5.1.3. Isi ketentuan itu pada hakekatnya adalah sebagai berikut: a. b.
c.
d.
e.
Bidang-bidang usaha untuk bidang aturan baku diperlukan, ditentukan dengan peraturan. Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui Menteri Kehakiman, melalui sebuah panitia yang ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan undangundang. Penetapan, perubahan dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan Raja dan keputusan Raja mengenai hal itu diletakkan dalam Berita Negara. Seorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji atau menerima penunjukan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu. Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak lawan mengetahui atau seharusnya mengetahui pihak lainnya tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
A.Z Nasution dalam pendapatnya mengenai kebebasan berkehendak menyatakan bahwa: ”Kalau kebebasan berkehendak dari pihak-pihak yang bersangkutan dipegang teguh maka kadang-kadang akan dapat mengurangi kebebasan dari salah satu pihak. Asas kebebasan berkontrak dalam hukum perikatan kalau dapat diterapkan sepenuhnya dalam hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen, dapat digambarkan sebagai “bersatunya durian dengan mentimun di dalam satu keranjang”. Oleh karena itu, tanpa mengurangi makna hakiki dari kebebasan berkontrak, maka pembatasan tertentu pada kebebasan dalam hubungan para pihak yang tidak seimbang merupakan salah satu tolok ukur yang adil untuk memenuhi dasar dan 115
C.J. Van Zeben dan D.J.L. Seesink, Nieuwe Burgerlijke Wetboek, Boek 6, (KluwerDeventer, 1959). Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
falsafah Pancasila, khususnya sila kelima (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Karena itu sekarang ini oleh pembuat undang-undang telah dilakukan berbagai “pembatasan” atas asas kebebasan berkontrak dalam berbagai peraturan perundang-undangan. 116 Dalam praktiknya asas kebebasan berkontak ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pembuatan perjanjian baku pada polis asuransi yaitu bahwa dalam polis asuransi tertuang kehendak daripada pihak PT American International Group LIFE sebagai penanggung yang kehendak itu telah dibakukan sedemikian rupa sehingga konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak memiliki kuasa untuk merubah isi dalam polis tersebut, tetapi pembuat undang-undang telah melihat bahwa apabila hal ini dibiarkan maka akan terjadi ketidakadilan antara pihak PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan pihak konsumen asuransi sebagai tertanggung. Oleh karena itu dibuatlah suatu pembatasan kebebasan berkontrak dalam perundang-undangan yang tercermin juga dalam pembuatan polis asuransi pada perusahaan asuransi yang tidak merugikan pihak konsumen asuransi. Berbagai jalan dilakukan perusahaan asuransi PT American International Group LIFE untuk membantu agar tidak merugikan pihak konsumen asuransi yaitu diantaranya dengan memberikan informasi yang cukup kepada konsumen asuransi perihal mengenai polis asuransi yang ingin diikutinya, dengan memberikan kemudahan berupa pelayanan yang memadai bagi konsumen disaat konsumen membutuhkan bantuan perusahaan asuransi PT American International Group LIFE dan bahkan tidak jarang perusahaan asuransi memberikan fasilitas bagi konsumen selaku nasabahnya. Sehingga dapat dilihat lagi bahwa perjanjian baku tidak hanya memberi dampak negatif tetapi juga memberi dampak positif di 116
A.Z. Nasution, op. cit., hal. 94.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
dalam praktik kehidupan sehari-hari dan hal ini dapat diterapkan dalam masyarakat yaitu karena faktor pendidikan masyarakat kita terbilang telah maju begitupun tingkat kesadaran konsumen akan haknya sudah cukup maju dan adanya kemudahan itu sendiri dalam memperoleh dan menyerap berbagai informasi apapun yang ada termasuk masalah asuransi yang sekarang ini bukan lagi barang mewah tetapi sudah merupakan kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat.
3. Pengaturan Perjanjian Baku Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Dalam rangka untuk dapat terciptanya perekonomian yang sehat, yang dapat mewujudkan adanya keseimbangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha, maka dibentuklah sebuah aturan, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ternyata jika diteliti, pengaturannya salah kaprah dan dapat menyesatkan atau mungkin tidak efektif. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memberi pengertian mengenai perjanjian baku yaitu sebagai berikut: “Perjanjian baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Yang dimaksud dengan perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini juga mengatur mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha yaitu antara lain: a.
b.
c.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangan-perundangan; Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi dalam penjualan jasa tersebut; Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan jasa yang tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. 117
Bahwa ketentuan larangan untuk pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berlaku juga untuk pelaku usaha dalam bidang perasuransian yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga diatur mengenai perjanjian baku diatur dalam Pasal 18 yaitu: ada dua larangan di dalamnya, yang pertama larangan pencantuman perjanjian baku pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi kualifikasi tertentu. Dan yang
117
Rahayu Hartini, Hukum Komersial, (Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), hal 209-210. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
kedua larangan pencantuman perjanjian baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Dapat dilihat bahwa dalam Pasal 8 dan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tentang larangan bagi pelaku usaha yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE yang berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian baku pada umumnya dan yang khususnya pada perjanjian baku dalam bidang usaha perasuransian. Menurut Taryana Soenandar, dalam pendapatnya mengenai perjanjian baku menyatakan bahwa pengaturan perjanjian baku dalam undang-undang ini terasa janggal dan menyesatkan, ditambah lagi dengan adanya ancaman pidana. Padahal masalah perjanjian ini jelas merupakan masalah perdata. Penjelasan Pasal 18 bahwa menyatakan larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan perusahaan asuransi sebagai pelaku usaha berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dan bahwa paling tidak ada tiga kekeliruan dalam pengaturan kontrak baku dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang secara konseptual salah yaitu antara lain: 1.
Pembuat undang-undang telah memposisikan konsumen sebagai pihak yang lemah. Padahal dalam kenyataannya bisa terjadi sebaliknya. Pihak pelaku usaha justru merupakan pihak yang lemah. Misalnya pengusaha kecil, petani dan pengrajin kecil. Adapun konsumen kemungkinan adalah tengkulak besar, BUMN, atau bahkan Perusahaan Multinasional. Jika ada perjanjian baku yang menghilangkan tanggung jawab pelaku usaha, dalam rangka mengembangkan usaha tersebut, sepanjang diterima para pihak, tentu saja perjanjian itu sah saja.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2.
3.
Penyusun undang-undang telah salah kaprah, seolah-olah hanya pelaku usaha saja yang dapat membuat perjanjian baku. Padahal sebenarnya konsumen pun dapat mengeluarkan perjanjian baku. Misalnya, tengkulak atau grosir membeli hasil karya pengrajin kecil, ia mengeluarkan dokumen yang menentukan syarat baku. Justru karena kebebasan berkontraklah kedua belah pihak dapat mengajukan klausul masing-masing. Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga telah berlebihan mengatur sanksi pidana terhadap pelaku usaha sebagai delik formal, tanpa ada pengecekan siapa yang dirugikan. Ketentuan Pasal 61 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dipandang terlalu berlebihan dengan mengancam pidana lima tahun terhadap pelaku usaha yang membuat perjanjian baku. Padahal persoalan tersebut adalah persoalan perdata biasa. 118
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengaturan perjanjian baku dalam Hukum Perlindungan Konsumen masih terdapat beberapa kekurangan. Dan diharapkan agar pembuat undang-undang lebih jeli dalam melihat perkembangan ekonomi terutama masalah asuransi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, kedepannya dapat tercipta suatu keseimbangan antara konsumen dengan pelaku usaha. Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika konsumen menerima dokumen perjanjian itu, berarti konsumen secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut. 119 Asser-Rutten dalam pendapatnya mengenai perjanjian baku menyatakan bahwa: 118
Taryana Soenandar, op. cit., hal. 117. Sluijter, De standaardcontracten, de grenzen van de particuliere wetgever, (KluwerDeventer, 1972), hal. 13. 119
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
“Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada suatu formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditanda tangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya”.120 Hondius di dalam desertasinya mempertahankan bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan “kebiasaan” yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan. 121 Apapun yang dikemukakan Stein, Asser-Rutten dan Hondius sebagai alasan menerima perjanjian baku, motifasinya tidak lain dari menunjukan bahwa hukum berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat dan bukan sebaliknya.
B. Dampak Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi Terhadap Kedudukan Serta Hak dan Kewajiaban Penanggung dan Tertanggung Sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat saat ini bahwa polis asuransi untuk praktisnya disiapkan oleh perusahaan asuransi yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE. Karena polis asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi PT American International Group LIFE, maka
perumusan
kecendrungan
dan
untuk
pencetakan
menguntungkan
polis
asuransi
perusahaan
tersebut asuransinya,
mempunyai walaupun
pemerintah telah berupaya agar hal-hal yang merugikan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung semacam itu dapat diusahakan untuk dihilangkan. Berdasarkan
keadaan itu maka menjadi tugas calon pemegang polis
asuransi PT American International Group LIFE, untuk membaca dengan teliti 120 121
Asser-Rutten, op. cit., hal. 77. Hondius, op. cit., hal. 397.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
semua ketentuan yang diatur dalam polis tersebut, dan apabila ada hal-hal yang meragukan agar ditanyakan kepada PT American International Group LIFE sebagai perusahaan asuransi. Demikian pula apabila ada hal-hal yang dianggap akan merugikannya, dapat diminta agar klausul tersebut dicoret atau dihapuskan, dan kalau diperlukan agar ditambahkan klausul lain yang akan melindunginya.122 Untuk itu, biasanya perlu dibubuhi tanda tangan dan cap oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan. Apabila kemudian diperlukan syarat-syarat tambahan, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melekatkan klausul baru yang juga biasanya sudah distandarkan. 123 Karena polis adalah kontrak asuransi, maka berdasarkan Pasal 256 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, menyatakan bahwa suatu polis harus memuat keterangan yang lengkap mengenai pokok-pokok yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak, yaitu mengenai hak dan kewajiban masing-masing dalam perjanjian. 124 Biasanya dalam praktik sudah cukup, apabila terpakai suatu model polis, yang digunakan oleh semua perusahaan asuransi, terutama apabila persetujuanpersetujuan asuransi diadakan dalam bursa-bursa dagang oleh seorang perantara atau makelar. 125 Dengan berdasarkan bentuk polis asuransi yang sudah dibakukan tersebut, maka polis memberi dampak kedudukan serta hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung yaitu antara lain:
122
Agus Prawoto, op. cit., hal. 125. Ibid., hal. 125. 124 Subekti 2, op. cit., hal. 75-76. 125 Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 25. 123
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dampak polis asuransi terhadap hak konsumen sebagai pihak tertanggung antara lain: 1.
Tertanggung dapat mengetahui informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai isi polis asuransi,
2.
Tertanggung dapat mengajukan klaim yang terdapat dalam polis asuransi apabila terjadi suatu peristiwa yang sudah diatur dalam polis tersebut,
3.
Tertanggung
dapat
menggunakan
pelayanan
yang
diberikan
perusahaan asuransi yang menerbitkan polis tersebut, 4.
Tertanggung dapat mengetahui dengan jelas hak dan kewajibannya yang dicantumkan dalam polis asuransi tersebut sehingga apabila terjadi peristiwa yang sudah diatur dalam polis asuransi, maka tertanggung berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian berupa uang dari pihak penanggung.
5.
Tertanggung juga dapat memiliki fasilitas berupa kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam menggunakan polis asuransi dari perusahaan asuransi yang bersangkutan.
Dampak polis asuransi terhadap kewajiban konsumen sebagai pihak tertanggung antara lain: 1.
Tertanggung harus membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur yang telah ditentukan perusahaan asuransi dalam mengisi polis asuransi,
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2.
Tertanggung harus beritikad baik dalam menggunakan polis asuransi yang terdapat dalam perusahaan asuransi yang bersangkutan,
3.
Tertanggung harus membayar uang premi seperti yang disepakati dalam polis asuransi.
Dampak polis asuransi terhadap hak perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung antara lain: 1.
Penanggung dapat menerima pembayaran premi dari pihak tertanggung sesuai dengan kesepakatan dalam polis asuransi,
2.
Penanggung mendapatkan kepercayaan dari tertanggung dengan cara tertanggung mau mengikuti polis asurasi yang diterbitkannya.
Dan dampak polis asuransi terhadap kewajiban perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung antara lain: 1.
Penanggung beritikad baik terhadap tertanggung yang hal ini tercermin dalam isi polis asurasi yang tidak memberatkan pihak konsumen selaku nasabahnya,
2.
Penanggung yang dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai isi polis tersebut,
3.
Penanggung harus memberikan pelayanan dan fasilitas yang memadai bagi tertanggung sehingga memudahkan tertanggung dalam mengisi polis asuransi,
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
4.
Penanggung
dapat
memberikan
kenyamanan,
keamanan
dan
keselamatan bagi tertanggung dengan cara menjamin beberapa peristiwa yang dicantumkan dalam polis asuransi, 5.
Penanggung harus memberikan kompensasi atau uang ganti rugi apabila terjadi peristiwa yang terdapat di dalam polis asuransi. 126
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak selalu perjanjian baku dalam polis asuransi memberi dampak negatif tetapi dapat juga memberi dampak positif bagi PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung maupun konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung.
1. Lemahnya Kedudukan Konsumen Dalam Polis Asuransi Seperti telah disinggung di atas bahwa polis asuransi dibuat dalam bentuk standar yang telah dibakukan oleh perusahaan asuransi yang dalam hal ini adalah PT American International Group LIFE. Tetapi hal ini sebenarnya tidak menutup hak konsumen asuransi sebagai tertanggung untuk dapat merubah atau menghapuskan klausul yang ternyata dapat merugikan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung itu sendiri. Walaupun dalam praktik pengguna klausul baku menutup kesempatan bagi konsumen untuk menegosiasikan ulang klausul dalam perjanjian baku sehingga mengakibatkan pihak konsumen asuransi selaku tertanggung sering kali masih saja dirugikan yang disebabkan beberapa faktor lain seperti
diantaranya
126
ketidakseimbangan
kedudukan
antara
PT
American
Rahayu Hartini, op. cit, hal. 206.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung. Dari pihak penanggung yaitu PT American International Group LIFE sudah pasti golongan ekonominya sangat kuat, tingkat pemahaman dan pengetahuan mengenai perusahaan yang didirikannya pasti sangat luas karena sebelum mendirikan suatu perusahaan asuransi, penanggung akan mempelajari terlebih dahulu bagaimana prinsip-prinsip dalam perusahaan asuransi itu, belum lagi informasi yang diketahui mengenai perusahaan asuransi lainnya yang bertujuan tentu saja untuk memajukan perusahaan asuransinya dengan menarik banyak minat masyarakat sebagai konsumen untuk menggunakan jasanya. Pihak konsumen sebagai tertanggung pada umumnya golongan ekonomi kecil, tingkat pemahaman akan asuransi itu sendiri belum maju, terkadang perusahaan asuransi cenderung menutup-nutupi apa yang ada dalam perusahaan asuransi dengan jalan tidak memberikan informasi yang seharusnya kepada konsumen, sehingga sering kali tertanggung lagi-lagi dirugikan oleh penanggung yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi. Lalu sifat dari masyarakat itu sendiri yang cenderung konsumtif menjadikan asuransi sebagai gaya hidupnya yang artinya mereka mengikuti program asuransi bukan semata-mata karena kebutuhan tetapi lebih dikarenakan gengsi terhadap sesamanya. Hal ini pun sebenarnya tidak dapat dibenarkan mengingat prinsip dasar dari asuransi itu sendiri untuk memberikan proteksi kepada tertanggung sebagai nasabahnya dan merupakan lembaga yang dapat memberikan pengalihan risiko127 ,
127
Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 6.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
lalu sebagai lembaga keuangan perusahaan asuransi PT American International Group LIFE yang melalui penjualan polis asuransi maka, perusahaan asuransi PT American International Group LIFE melakukan pengumpulan dana masyarakat yang dari dana tersebut disisihkan sebagian besar dalam bentuk cadangan premi dan cadangan klaim guna membiayai pembayaran klaim apabila terjadi. 128 Karena berbagai hal itulah diharapkan masyarakat sebagai konsumen mau memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dari pihak pemerintah sendiri pun sebenarnya tidak lantas “tutup mata” terhadap persoalan asuransi yang sepertinya memperlihatkan kenyataan yang tidak adil bagi konsumen sebagai pihak tertanggung. Karena itu pemerintah mengeluarkan berbagai aturan perundang-undangan yang diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi konsumen sebagai pihak tertanggung yaitu dintaranya dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang walaupun tetap dipandang masih terdapat kekurangan disana-sini tapi hal itu tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk memberikan proteksi bagi konsumen sebagai pihak yang lemah.
2. Ketimpangan Hak dan Kewajiban Penanggung serta Tertanggung Dalam Polis Asuransi Dalam perusahaan asuransi PT American International Group LIFE yang dijual adalah berupa janji-janji yang dicantumkan dalam suatu perjanjian yang dikenal dengan sebutan polis asuransi. Perjanjian asuransi merumuskan kapan
128
Agus Prawoto, op. cit., hal. 8.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
perusahaan asuransi PT American International Group LIFE akan membayar yang ditanggung dan menetapkan jumlah yang akan dibayarkan. Masalah pembuatan perjanjian asuransi bukan hanya membuat konsep intrumen hukum. Penyusunan dokumen itu didahului oleh analisis yang intensif terhadap perekonomian dan pertimbangan-pertimbangan teknis untuk menentukan bukan saja apa jenis asuransi yang hendak dicantumkan, tetapi juga tarifnya serta pembatasan-pembatasannya. Bagi rata-rata pemegang polis, perjanjian asuransi tampak panjang dan rumit. Kerumitan itu terutama disebabkan oleh susunan kalimatnya yang khas mengikuti bahasa yang lazim dalam bidang hukum. Secara praktis kunci untuk memahami suatu polis adalah melakukan analisis mengenai perjanjian pertanggungan yang lazim, pembatasan-pembatasannya, pengecualianpengecualiannya, dan syarat-syaratnya. Pada umumnya analisis itu akan mengungkapkan bahwa polis asuransi tidaklah membingungkan seperti dugaan semula. 129 Menurut ketentuan Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa: ”Polis harus dimintakan penandatanganannya kepada penanggung dan dalam tempo 24 jam sesudah ditandatangani harus diserahkan kembali kepada tertanggung”. Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat disimpulkan bahwa yang membuat atau mengerjakan polis asuransi adalah tertanggung. Hal ini dapat dimaklumi karena konsumen asuransi sebagai tertanggung adalah pihak yang berkepentingan 129
Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), hal. 11-
12. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
yang ingin mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung sehingga perlu menentukan sendiri apa yang dikehendakinya kemudian baru ditawarkan kepada PT American Group LIFE sebagai penanggung. Apabila PT American International Group LIFE sebagai penanggung menyetujuinya, maka PT American International Group LIFE akan membubuhkan tanda tangannya pada polis asuransi tersebut. Sesudah itu polis asuransi diserahkan kembali kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung. Jadi, inisiatif mengadakan asuransi datangnya dari pihak konsumen asuransi sebagai tertanggung karena dialah sebagai orang yang berkepentingan. Dalam praktiknya, bukan saja konsumen asuransi sebagai tertanggung yang berinisiatif, melainkan juga PT American International Group LIFE sebagai penanggung juga sebagai pelaku usaha yang berusaha mencari keuntungan dengan jalan mengambil alih risiko dari konsumen asuransi sebagai tertanggung serta mendapat pembayaran sejumlah premi. Karena itu, PT American International Group LIFE sebagai penanggunglah yang membuat polis yang telah distandarisasikan, yang memuat syarat-syarat dan klausul-klausul tertentu. Kemudian polis asuransi tersebut diberikan kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung supaya dapat meneliti syarat-syarat dan klausul-klausul yang termuat di dalamnya. Jika pihak yang berkepentingan menyetujuinya, polis asuransi itu lalu diselesaikan dan ditandatangani oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung, kemudian diserahkan kepada konsumen asuransi sebagai
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
tertanggung. Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bukti polis asuransi inilah yang menjadi dasar asuransi. Jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, polis menjadi dasar bagi konsumen asuransi sebagai tertanggung untuk mengajukan tuntutan kerugian, dan bagi PT American International Group LIFE sebagai penanggung menjadi dasar untuk mengetahui sampai di mana PT American International Group LIFE bertanggung jawab terhadap peristiwa yang menimbulkan kerugian itu. Dalam praktik asuransi, dapat saja terjadi bahwa calon tertanggung ketika mengadakan asuransi tidak begitu cermat mempelajari syarat-syarat dan klausulklausul yang telah ditentukan oleh penanggung dalam polis asuransi yang telah disiapkan itu. Setelah diadakan asuransi dan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, barulah konsumen asuransi sebagai tertanggung sadar bahwa ketika mengajukan klaim ganti kerugian tertanggung mengalami kesulitan karena ada syarat atau klausul dalam polis yang membatasi tanggung jawab penanggung (eksonerasi). Sedangkan tertanggung selama berjalannya asuransi sampai terjadi peristiwa lalai memenuhi syarat atau klausul tersebut. 130 Dilihat dari praktik yang terjadi di masyarakat dapat diketahui adanya ketimpangan hak dan kewajiban antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung dalam polis asuransi tersebut yaitu bahwa diantaranya : Apabila tertanggung dalam mengisi formulir polis asuransi memuat keterangan, data dan pernyataan mengenai diri tertanggung tersebut dan ternyata
130
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 36.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
di kemudian hari keterangan, data dan pernyataan itu berubah maka pihak PT American International Group LIFE sebagai penanggung tidak berkewajiban membayar klaim yang diajukan oleh konsumen asuransi sebagai tertanggung walaupun tertanggung sebelumnya telah membayar premi. PT American International Group LIFE sebagai penanggung juga dapat melakukan pembatalan polis tertanggung. Dalam hal penagihan pembayaran premi yang dilakukan oleh PT American International Group LIFE yaitu biayanya di tanggung oleh konsumen asuransi sebagai tertanggung. Selanjutnya dalam polis asuransi diketahui adanya kewajiban konsumen asuransi sebagai tertanggung untuk membayar Premi Dasar yaitu sejumlah uang yang ditetapkan PT American International Group LIFE sebagai penanggung sebagaimana tercantum dalam Lampiran Polis yang wajib dibayarkan oleh konsumen asuransi sebagai tertanggung secara berkala kepada PT American International Group LIFE sebagai penanggung selama masa pembayaran Premi yang telah ditentukan, yang besarnya sama pada setiap jatuh tempo dan menjadi syarat keberlakuan Polis ini yaitu dalam Polis ini ditentukan dengan jangka waktu tiga tahun yang apabila konsumen asuransi sebagai tertanggung belum membayar sampai lewat Masa Leluasa maka polis tersebut menjadi batal walaupun dana premi lebih besar dari biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam mengikuti pilihan jenis investasi dalam perusahaan asuransi PT American International Group LIFE bila konsumen asuransi sebagai tertanggung ingin menggunakan mata uang yang berbeda dengan mata uang polis maka
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
penempatan dana harus dilakukan dengan menggunakan kurs nilai tukar yang ditentukan PT American International Group LIFE sebagai penanggung, segala risiko dari pemilihan jenis investasi itu menjadi tanggung jawab tertanggung yang bersangkutan, PT American International Group LIFE sebagai penanggung dalam hal ini memiliki hak untuk dapat setiap saat menambah atau menutup salah satu atau beberapa jenis investasi yang tersedia dengan jangka waktu 90 hari sebelumnya dengan memberikan pemberitahuan secara tertulis sehingga apabila konsumen asuransi sebagai tertanggung dalam jangka waktu 90 hari tidak ingin memindahkan investasinya ke jenis investasi lain maka PT American International Group LIFE sebagai penanggung yang akan menentukan pilihan jenis investasi konsumen asuransi sebagai tertanggung, PT American International Group LIFE sebagai penanggung memiliki hak untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh pengelolaan dana investasi kepada pihak lain, dalam investasi ini dikenal pula adanya Biaya Pengelolaan Investasi yaitu diamana PT American International Group LIFE sebagai penanggung memiliki hak untuk mengenakan Biaya Pengelolaan Investasi sebesar jumlah maksimum yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dalam hal ini peraturan perundang-undangan tidak menetapkan maksimum Biaya Pengelolaan Investasi, maka Biaya Pengelolaan Investasi ditentukan sendiri oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung yang dicantumkan dalam Lampiran Polis dan penanggung memiliki hak untuk dapat merubah dan menetapkan besar maksimum dari Biaya Pengelolaan Investasi dari waktu ke waktu.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Di dalam polis sendiri terdapat berbagai biaya yang secara keseluruhan besarnya biaya-biaya itu ditentukan sepenuhnya oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung, dalam hal pengalihan jenis investasi PT American International Group LIFE sebagai penanggung memiliki hak untuk menetapkan dan merubah ketentuan yang mengaturnya. Dan apabila dalam menjalani perjanjian asuransi itu timbul persengketaan antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung maka penyelesaiannya adalah melalui Pengadilan Negeri yang telah ditentukan. Setelah melihat dari isi polis asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi PT American International Group LIFE, ternyata dapat diketahui begitu banyaknya ketimpangan hak dan kewajiban antara penanggung dengan tertanggung. Bahwa klausul yang tercantum di dalam polis itu cenderung berat sebelah dan pihak konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak memiliki kesempatan untuk ikut menentukan klausul yang terdapat dalam polis. Pihak PT American International Group LIFE penanggung cenderung memiliki kekuasaan mutlak yang tidak dapat dibantah lagi dan karena itu konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung hanya dapat pasrah untuk tunduk pada kekuasaan yang diperlihatkan oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung dalam polis atau tertanggung tidak dapat mengikuti program asuransi tersebut. Dan apabila di kemudian hari terjadi peristiwa yang diatur dalam polis asuransi tetapi ternyata konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak dapat mengajukan klaim asuransi maka lagi-lagi tertanggung kehilangan haknya untuk memperoleh
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian berupa uang. Sedangkan dari PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung akan menerima pembayaran premi dari konsumen asuransi sebagai tertanggung tanpa perlu memberi ganti kerugian atas dasar peristiwa yang diajukan tertanggung tidak sesuai dengan syarat dan klausul dalam polis asuransi. Lalu dalam konsep asuransi itu sendiri konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak mengetahui dari mana dana pertanggungan itu berasal yang apabila klaim asuransi itu dikabulkan oleh PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung, konsumen asuransi sebagai tertanggung hanya mengetahui jumlah pembayaran klaim yang diterimanya. Sehingga dari sini pun dapat dilihat dalam asuransi tidak ada transparansinya. 131 Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti diuraikan di atas, PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung sebagai pembuat polis asuransi (perjanjian baku) untuk asuransi tertentu mencantumkan suatu peringatan pada polisnya supaya diperhatikan oleh siapa saja yang ingin mengadakan asuransi tertentu dengan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Peringatan tersebut berbunyi: ”Untuk menghindarkan kemungkinan terjadi salah pengertian, diminta supaya tertanggung membaca syarat-syarat polis ini dengan sebaik-baiknya”. Pihak tertanggung diharapkan tidak lagi merasa dirugikan dalam mengikuti polis asuransi dan pihak penanggung juga tidak selalu dijadikan ”kambing hitam” apabila terjadi masalah dalam perusahaan asuransinya.
131
Gemala Dewi, op. cit., hal. 136.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
C. Upaya Perlindungan Terhadap Konsumen Asuransi Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Polis Asuransi
Sebagai
Akibat
Perlindungan ini dapat melalui ajaran penyalahgunaan keadaan dan ajaran itikad baik. Kalau melalui ajaran kekhilafan tidak akan dapat berbuat banyak untuk membatalkan perjanjian baku yang terdapat dalam polis asuransi, karena dengan menandatangani perjanjian maka konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung dianggap mengetahui isi dan syarat-syarat dalam polis asuransi, sehingga dengan didasarkan pada “dapat dimaafkan” yaitu kekhilafan tidak dapat dimintakan kalau orang yang meminta itu berdasar atas kebodohannya. Mengenai ajaran penyalahgunaan keadaan yaitu apabila seorang penanggung mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain yaitu konsumen asuransi karena keadaan-keadaan tertentu (misalnya: dalam keadaan kepicikan, keadaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman) tergerak untuk malakukan perbuatan-perbuatan hukum termasuk dalam hal ini menandatangani polis asuransi. Untuk berhasilnya gugatan berdasarkan penyalahgunaan keadaan pada hakekatnya diisyaratkan adanya tindakan yang merugikan orang lain atau tindakan untuk mengambil keuntungan oleh yang menyalahgunakan itu. Di dalam lalu lintas hukum maka konsumen asuransi sebagai pihak yang lemah dalam hal ini harus menanggung sendiri kelemahannaya itu, namun pengaruh itu dapat menimbulkan tanggung jawab (misalnya: perwalian). Ketergantungan praktis yaitu orang yang merasa dirinya dalam keadaan terjepit atau terdesak. Ini juga disebut adanya keunggulan ekonomis. Orang yang dalam keadaan terdesak merasa dirinya tidak bebas dalam memberikan keputusannya.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Hal ini banyak terjadi dalam masyarakat antara lain dalam menandatangani perjanjian baku dalam polis asuransi yang menimbulkan penyalahgunaan keadaan. Jadi kalau perjanjian baku yang syarat-syaratnya berisi penyalahgunaan keadaan, adalah bertentangan dengan kesusilaan dan merupakan sebab yang tidak diperbolehkan, akibatnya adalah batal demi hukum. Kebanyakan ahli hukum lebih suka melihat kalau penyalahgunaan keadaan itu sebagai analogi dari cacat kehendak yang bersama-sama dengan paksaan, kekhilafan dan penipuan. Perlindungan konsumen terhadap perjanjian baku melalui itikad baik ialah yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut Pitlo “tidak lain berarti penafsiran perjanjian itu menurut kepatutan dan keadilan. Menafsirkan suatu perjanjian adalah menetapkan akibatakibat dari pada perjanjian itu sendiri. Mengacu pada itikad baik orang dapat merubah dan melengkapi perjanjian diluar kata-kata aslinya”. Eksonerasi atau peristiwa tak tertentu untuk kesengajaan sendiri pada umunya dianggap bertentangan dengan kesusilaan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.132 Dan pada Pasal 1337 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang,
132
Subekti 2, op. cit., hal. 341.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. 133 Untuk perjanjian baku dalam polis asuransi hendaknya pembatasannya harus lebih berat atau lebih ketat lagi. Disini diharapkan kewaspadaan yang tinggi dari hakim di dalam mengadakan penilaian tentang syarat-syarat baku yang terdapat di dalamnya, apakah tidak bertentangan dengan itikad baik, kesusilaan baik dan tidak menyalahgunakan keadaan pihak konsumen asuransi. 134 Di seluruh dunia dengan sistem kenegaraannya yang berbeda, baik sistem individualisme, maupun sistem sosialisme, berusaha keras untuk mengarahkan perjanjian baku ini termasuk yang terdapat dalam polis asuransi sehingga tidak merugikan masyarakat pada umumnya dan konsumen asuransi khususnya. Di Indonesia yang berlandaskan Pancasila, perjanjian baku ini tidak boleh dibiarkan tumbuh secara liar. Dua elemen yang dapat menertibkan perjanjian baku ini, yaitu: 1. Pelanggaran oleh pelaku usaha terhadap azas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, di dalam hukum perjanjian, 2. Mencegah agarpelaku usaha, sebagai pihak yang kuat ekonominya tidak mengeksploitir konsumen sebagai pihak yang lemah ekonominya. 135 Mariam Darus Badrulzaman menyatakan ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah-masalah yang terdapat di dalam perjanjian baku ini yaitu antara lain: 1.
Mengatur perjanjian baku dengan undang-undang dan bahkan secara lebih spesifik lagi seperti mengatur mengenai perjanjian baku yang terdapat dalam polis asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi
133
Ibid., hal. 342. ELIPS, op. cit., hal. 152. 135 Mariam Darus 1, op. cit., hal. 35. 134
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
sebagaimana pengaturan perjanjian baku ini dilakukan di beberapa negara di luar negeri, Menciptakan hukum perjanjian baku melalui yurisprudensi termasuk menciptakan hukum bagi perjanjian baku yang terdapat dalam polis asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi, dan Melalui pengawasan pemerintah mengenai sepak terjang perusahaan asuransi di Indonesia. 136
2.
3.
Bahwa Mariam Darus Badrulzaman menghimbau dan menyatakan bahwa perjanjian baku pada akibatnya bukan hanya menimbulkan masalah pada konsumen asuransi, akan tetapi juga seluruh masyarakat luas. Tantangan ini meminta jawaban. Pengawasan pemerintah terhadap perjanjian baku khususnya terhadap masalah polis asuransi pada perusahaan asuransi merupakan jalan terpendek yang dapat ditempuh, sementara menanti pengaturan perjanjian ini dengan undangundang dan yurisprudensi. Pengawasan melalui pemerintah ini dapat berupa aturan administratif yang bersifat preventif. Seluruh perjanjian baku yang dipergunakan sebelum diberlakukan terhadap masyarakat, hendaknya ditempatkan terlebih dahulu di dalam Berita Negara atau didaftarkan di Instansi yang berwenang. Selain itu dikenal beberapa aternatif lain dalam perlindungan konsumen yang berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian baku dintaranya sebagai berikut: 1.
Di Belanda (Nederland) ada ketentuan bahwa setiap perjanjian baku harus diperiksa terlebih dahulu oleh komite yang terdiri dari susunan panitia yang sudah ditentukan untuk itu dan berada di bawah Departemen Kehakiman.
136
Ibid., hal. 38.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2.
Melalui peradilan konsumen yang terdapat di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang meyatakan: ”Pemerintah dapat membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan”. Tugas dan wewenang dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ini sendiri diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dintaranya meyatakan: a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausul baku; d. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
3.
Melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang di dalamnya memuat pengaturan mengenai pemanfaatan perjanjian baku untuk bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam bidang asuransi yaitu dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang di dalamnya seharusnya memuat pengaturan mengenai perjanjian baku karena dalam praktiknya perusahaan asuransi memanfaatkan perjanjian baku di dalam membuat polis asuransi.
Menurut Rahayu Hartini dalam pendapatnya mengenai sikap pemerintah terhadap kebebasan pelaku usaha dalam asuransi menyatakan yaitu: Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
”Dengan melihat dan mempertimbangkan berbagai kondisi yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya pemerintah telah mengambil sikap yang tegas dalam rangka membatasi gerak pelaku usaha yang dalam hal ini perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dan dalam rangka untuk melindungi kepentingan konsumen khususnya konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen khususnya konsumen asuransi. 137 Dengan demikian, masyarakat khususnya konsumen asuransi secara dini dapat mengetahui syarat dalam perjanjian itu dan dapat mengelakkannya apabila yang bersangkutan berpendapat bahwa syarat-syarat itu tidak sesuai dengan kepentingannya. Dan diharapkan akan tercapai suatu keadilan bagi perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung maupun konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung dalam rangka memperbaiki perekonomian yang dapat menunjang pembangunan di Indonesia.
137
Rahayu Hartini, op. cit., hal. 200.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB IV BENTUK-BENTUK PERTANGGUNGANJAWABAN PERUSAHAAN ASURANSI PT AMERICAN INTERNATIONAL GROUP LIFE TERHADAP KLAIM YANG DIAJUKAN KONSUMEN
A. Terjadinya Evenement Sebagai Dasar Pengajuan Klaim Konsumen Asuransi Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa asuransi terjadi sejak tercapai kata sepakat antara perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung dan konsumen asuransi sebagai tertanggung, kemudian dituangkan dalam akta yang disebut polis. Asuransi mulai berjalan setelah kewajiban pihak-pihak dipenuhi, yaitu konsumen asuransi sebagai tertanggung membayar premi kepada PT American International Group LIFE sebagai penanggung, dengan demikian risiko beralih kepada penanggung. Jika terjadi evenement terhadap mana asuransi diadakan, PT American International Group LIFE sebagai penanggung akan membayar ganti kerugian kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung. 138 Bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian bersyarat yang mana syarat yang diperjanjikan dalam polis adalah kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak tertentu (evenement) itu. 139 Istilah “evenemen” adalah adopsi dari istilah dalam bahasa Belanda, yaitu evenement, bahasa Inggrisnya fortuitous event, artinya peristiwa tak tentu. Evenemen atau peristiwa tak tentu adalah peristiwa terhadap mana asuransi 138 139
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 93 Agus Prawoto, op. cit., hal. 51-52.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap 94 Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
diadakan, tidak dapat ditentukan terjadinya, dan tidak diharapkan akan terjadi. Misalnya dalam hal matinya orang, saat terjadinya itupun tidak dapat diketahui atau tidak dapat dipastikan. 140 Seandainya peristiwa itu sudah diketahui sebelumnya bahwa itu pasti terjadi, atau sudah diketahui saat terjadinya, tidak akan ada artinya bagi asuransi, sebab tidak akan ada orang yang mau memikul risiko demikian itu. Kendatipun terjadi juga asuransi, maka asuransi itu batal. Dengan demikian, jika dirumuskan pengertian evenemen itu, maka evenemen adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat ditentukan terjadinya, atau walaupun sudah terjadi, saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan terjadinya, dan juga tidak diharapkan akan terjadi. Seandainya evenemen itu terjadi juga, sudah di luar kekuasaan manusia. Terhadap evenemen inilah asuransi diadakan. 141 Atau dapat dikatakan pula peristiwa tidak tentu merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, dan secara subyektif diketahui bahwa peristiwa itu belum timbul sebelumnya dan tidak ada kepastian bahwa peristiwa itu belum timbul sebelumnya dan tidak ada kepastian bahwa peristiwa itu akan terjadi. Seandainya peristiwa itu telah terjadi atau secara obyektif diketahui pasti akan terjadi, maka perjanjian masih secara sah berlaku asalkan konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak mengetahui sama sekali bahwa peristiwa itu telah atau pasti akan terjadi. 142
140
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 93-94. Ibid. 142 Emmy Panggaribuan, Hukum Pertanggungan, (Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 1991), hal. 51. 141
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dalam hukum asuransi, evenemen yang menjadi beban PT American International Group LIFE sebagai penanggung selama belum terjadi, selama itu pula keadaan tak tentu ini sebagai bahaya yang mengancam keselamatan obyek asuransi yang berupa jiwa atau raga manusia. Bahaya yang mengancam ini disebut “risiko”. Selama evenemen tidak terjadi, selama itu pula risiko menjadi beban PT American International Group LIFE sebagai penanggung sampai asuransi berakhir. Apabila evenemen itu sungguh-sungguh terjadi, maka evenemen berubah menjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Risiko yang menjadi beban PT American International Group LIFE sebagai penanggung berubah menjadi ganti kerugian yang harus dipenuhi oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung. 143 Peristiwa yang belum terjadi merupakan salah satu unsur yang harus ditentukan harus ada untuk dapat ditutupnya perjanjian asuransi. Jadi, apabila seorang konsumen asuransi sebagai tertanggung menuntut dari PT American International Group LIFE sebagai penanggung penggantian kerugian, maka supaya konsumen asuransi sebagai tertanggung dapat menerima ganti kerugian itu, haruslah kerugian yang dideritanya itu ditimbulkan suatu peristiwa yang tidak tertentu. 144 Berbeda dengan asuransi pada umumnya, untuk asuransi jiwa mengenai peristiwa yang belum pasti terjadi tersebut, diatur dalam Pasal 306 Kitab UndangUndang Hukum Dagang. Disebutkan oleh Pasal 306
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang yang menyatakan bahwa: 143 144
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 94. Emmy Pangaribuan, op. cit., hal. 51.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
“Apabila pada waktu ditutupnya perjanjian asuransi, orang yang jiwanya diasuransikan sudah meninggal, gugurlah perjanjian tersebut, meskipun tertanggung tidak akan dapat mengetahui kematian itu, kecuali apabila diperjanjikan lain”. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa Pasal 306 Kitab UndangUndang Hukum Dagang, menganut peristiwa yang belum pasti terjadi secara obyektif. 145 Dalam asuransi jiwa yang pada umumnya berkaitan dengan meninggalnya seseorang, yang menjadi permasalahan adalah waktu atau saat meninggalnya itu yang tidak pasti. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan peristiwa yang tidak pasti adalah mengenai kapan waktu meninggal itu terjadinya. 146 Sebagai ketentuan umum asuransi, Pasal 269 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menegaskan: “Bahwa setiap asuransi yang dilakukan atas suatu kepentingan yang bagaimanapun, yang kerugiannya, terhadap hal tersebut asuransi diadakan, sudah ada pada saat ditutupnya perjanjian adalah batal, apabila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa pemberitahuan kuasa telah mengadakan asuransi itu, telah mengetahui sudah adanya kerugian tersebut”. 147 Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa asuransi batal apabila pada waktu ditutupnya perjanjian tersebut konsumen asuransi sebagai tertanggung atau pengambil asuransi telah mengetahui peristiwa kerugian itu telah tejadi. Sebaliknya, dapat diartikan pula bahwa apabila ketika diadakan perjanjian asuransi, peristiwa kerugian sudah terjadi dan konsumen asuransi sebagai tertanggung atau pengambil asuransi tidak mengetahui terjadinya peristiwa 145
Man Suparman S, op. cit., hal. 40. Ibid. 147 Subekti 2, op. cit., hal. 77-78. 146
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
tersebut, asuransi tidak menjadi batal. Dengan demikian, batal tidaknya perjanjian asuransi
digantungkan
kepada
pengetahuan
konsumen
asuransi
sebagai
tertanggung. Oleh sebab itu, Pasal 269 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang disebut menganut peristiwa yang belum pasti terjadi secara subyektif, bahwa meskipun peristiwa yang bersangkutan sudah ada pada waktu asuransi dibentuk, namun persetujuan asuransi tetap sah, asal kedua belah pihak pada waktu itu belum tahu telah terjadinya peristiwa itu. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam pendapatnya mengenai Pasal 269 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan bahwa: ”Hal yang disebutkan dalam Pasal 269 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang mengatakan bahwa apabila kerugian yang dijamin sudah ada pada waktu pembentukan asuransi, maka asuransi itu batal, apabila si tertanggung atau yang memberi kuasa untuk itu, tahu adanya kerugian itu pada waktu asuransi dibuka”. 148 Ketidaktentuan, dilihat dari sudut obyektif, terlepas dari sudut subyektif masih memerlukan peninjauan. Pada umumnya dapat dikatakan secara obyektif, bahwa tidak dapat ditentukan lebih dulu akan terjadinya sesuatu atau tidak. Tetapi ada kalanya dalam asuransi disebutkan hujan atau angin taufan selaku peristiwa, yang apabila mengakibatkan kerusakan pada barang-barang yang diangkut, menimbulkan kewajiban penanggung untuk memberi ganti kerugian. Oleh para ahli hukum hal ini diingkari dengan alasan, bahwa hujan atau angin taufan, terutama dalam suatu musim tertentu, merupakan hal yang sudah pasti terjadi. Karena itu berat bagi penanggung untuk menjamin, bahwa tidak akan
148
Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 47.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
ada hujan atau angin taufan sama sekali. Tentunya harus ada hubungan sebab akibat antara hujan itu dengan kerusakan barang. Dengan demikian dikatakan, bahwa dalam asuransi harus disebutkan selaku hujan atau angin taufan yang agak keras dan yang dengan demikian layaklah kalau menimpa barang-barang yang diangkut sehingga mengakibatkan kerusakan. Dari uraian ini dapat disimpulkan, bahwa pengertian ketidaktentuan secara obyektif harus dipersempit sampai pada hal yang bersifat luar biasa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ada dua pasal yang menentukan jenis evenemen, yaitu Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang asuransi kebakaran, Pasal 637 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang asuransi laut. Pada Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan beberapa peristiwa, bahkan tidak terbatas karena pada bagian akhir pasal tersebut dinyatakan dengan kalimat “dan lain-lain dengan nama apa saja, dengan cara begaimanapun kebakaran itu terjadi, sengaja atau tidak sengaja, biasa atau luar biasa, dengan tidak ada kecualinya”. Pada Pasal 637 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan jenisjenis peristiwa yang terjadi sebagai akibat pelayaran melalui laut, bahkan ditambah lagi dengan kalimat “atau pada umumnya karena semua bahaya yang datang dari luar apapun namanya”, kecuali oleh ketentuan undang-undang atau oleh klausul dalam polis penanggung dibebaskan dari asuransi salah satu dari berbagai bahaya itu.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Walaupun dari dua pasal tersebut telah dirinci jenis-jenis peristiwa yang digolongkan sebagai evenemen, tidaklah berarti bahwa PT American International Group LIFE sebagai penanggung harus terikat pada semuanya itu. Dalam praktiknya, para pihak dapat memperjanjikan dengan bebas terhadap peristiwa atau bahaya apa saja asuransi itu diadakan dan dicantumkan di dalam polis. PT American International Group LIFE sebagai penanggung hanya terikat pada evenemen yang telah dicantumkan di dalam polis itu. Jika tidak diadakan pembatasan, dapat diramalkan bahwa penanggung akan menderita kerugian. Persoalan evenemen erat sekali hubungannya dengan persoalan ganti kerugian. Tetapi tidak setiap kerugian akibat dari evenemen harus mendapat ganti kerugian. Harus dilihat dahulu apakah evenemen yang terjadi itu adalah evenemen yang ditanggung oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung dan dicantumkan di dalam polis. Dan apakah kerugian yang timbul justru sebagai akibat dari evenemen yang terjadi yang dinyatakan dalam polis. Dengan kata lain, antara evenemen yang terjadi dan kerugian yang timbul ada hubungan kausal (hubungan sebab akibat). Jika telah dapat ditentukan bahwa evenemen yang terjadi itu dicantumkan di dalam polis dan karenanya timbul kerugian, PT American International Group LIFE sebagai penanggung terikat untuk membayar ganti kerugian. 149 Apabila suatu kerugian terjadi sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu atau evenement yang tidak diperjanjikan, maka tentu saja penanggung harus memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti kerugian. Dan
149
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 95.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menjadi hak tertanggung untuk mendasarkan peristiwa tidak tertentu ini sebagai dasar untuk mengajukan klaim kepada penanggung. Meskipun selalu berakhir dengan pemenuhan kewajiban PT American International Group LIFE sebagai penanggung terhadap konsumen asuransi sebagai tertanggung, melainkan harus dalam suatu rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. 150
B. Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Pihak Penanggung Terhadap Klaim Yang Diajukan Konsumen Asuransi (Tertanggung) Ada dua tindakan dasar yang terbuka bagi perusahaan asuransi PT American International Group LIFE dalam menjalankan kewajibannya jika dikonfrontasikan dengan suatu klaim, yaitu membayar atau menolaknya. 151 Yang dimaksudkan dengan klaim sebenarnya adalah tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung, baik oleh tertanggung sendiri atau wakilnya kepada pihak penanggung, sehubungan dengan didapatnya kerugian pada suatu peristiwa yang telah terjadi sebagai akibat bermacam-macam risiko selama perjanjian asuransi itu terjadi. 152 Karena itu apabila telah terjadi suatu peristiwa yang terdapat dalam polis asuransi dan hal itu memang dapat dibuktikan bahwa konsumen asuransi selaku tertanggung mengalami peristiwa itu tanpa ada unsur sengaja maka, pihak perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung harus menjalankan kewajibannya dengan cara memberikan ganti kerugian sesuai dengan yang diperjanjikan dalam polis asuransi dengan jalan memberikan 150
Elips, Hukum Kontrak Di Indonesia, (Jakarta : Proyek ELIPS, 1998), hal. 204-205. Herman Darmawi, op. cit., hal. 46. 152 Kartasapoetra dan Dannie, Segi-Segi Hukum Dalam Masalah Charter Kapal dan Asuransi Laut, (Bandung : ARMICO, 1982), hal. 38. 151
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
sejumlah uang kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung sebagai pihak yang mengalami kerugian karena adanya suatu peristiwa tersebut. Apabila perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung menolak pengajuan klaim yang diajukan konsumen asuransi sebagai tertanggung sehingga mengakibatkan tertanggung tidak mendapatkan ganti kerugian atas suatu peristiwa yang terdapat dalam polis asuransi dan dalam prakteknya hal ini sering kali dapat terjadi. Hak-hak konsumen asuransi sebagai tertanggung atas penggantian kerugian hilang yang diakibatkan klaim yang diajukan tertanggung dibatalkan oleh pihak perusahaan asuransi dapat disebabkan antara lain: 153 1.
Tertanggung tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan syarat-syarat polis asuransi,
2.
Tuntutan ganti rugi tidak diajukan kepada penanggung dalam jangka waktu 12 bulan setelah peristiwa yang menimbulkan kerugian terjadi,
3.
Ganti rugi yang disetujui oleh penanggung tidak ditagih dalam jangka waktu 3 bulan sejak ganti rugi disetujui oleh penanggung,
4.
Tuntutan ganti rugi ditolak penanggung, maka dalam jangka waktu 3 bulan sejak penolakan itu, tertanggung harus mengajukan suatu acara penyelesaian arbitrase.
Bahkan di dalam setiap polis asuransi selalu tercantum satu pasal yang mengatakan bahwa:
153
Abbas Salim, op. cit., hal. 100.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
”Penanggung wajib menyelesaikan pembayaran ganti rugi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak adanya kesepakatan tertulis antara penanggung dengan tertanggung atau kepastian mengenai jumlah ganti rugi yang harus dibayar”. 154 Bentuk pertanggungjawaban pihak perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung dalam hal klaim yang diajukan oleh tertanggung maka PT American International Group LIFE berkewajiban untuk memberikan ganti kerugian yang semestinya apabila diketahui tertanggung benar mengalami kerugian akibat suatu peristiwa dan apabila tertanggung telah memenuhi syarat-syarat yang telah diperjanjikan sebelumnya dalam polis asuransi. Dan apabila tertanggung terbukti tidak memenuhi syarat-syarat yang disepakati maka perusahaan asuransi PT American International Group LIFE berhak membatalkan klaim yang diajukan konsumen asuransi sebagai tertanggung dan menolak untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung. Adapun bentuk ganti rugi yang dapat diberikan perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung antara lain dengan cara: 155 1. Tunai (Cash Payment) Yang berarti perusahaan asuransi membayar sejumlah uang kepada konsumen atas kerugian yang dideritanya. 2. Metode Perbaikan (Repair) Yaitu perbaikan atas obyek yang mengalami kerugian, seperti misalnya kendaraan bermotor yang rusak akan diperbaiki di bengkel. 154
Kapler A Marpaung, “Meminimalkan Konflik Dalam Proses Klaim Asuransi”, Jurnal Asuransi AAMAI, (No. 24, 2007), hal. 5. 155 Ibnu Suryadi, “Fenomena Sengketa Klaim Asuransi”, Jurnal Asuransi AAMAI, (No. 24, 2007), hal. 18. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
3. Metode Penggantian (Replacement) Yaitu mengganti obyek asuransi seperti misalnya apabila ada mesin yang rusak, sehingga harus diganti dengan mesin yang baru agar mesin tersebut bisa berjalan normal. 4. Metode Pembangunan Kembali (Reinstatement) Yaitu metode ini digunakan pada umumnya berdasarkan atas permintaan konsumen asuransinya, misalnya untuk membangun kembali atas rumahnya yang habis terbakar. Perjanjian asuransi ini pada hakekatnya harus dilakukan dengan itikad baik dan segala sesuatunya perlu dibuktikan terlebih dahulu agar tidak merugikan salah satu pihak baik itu perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai penanggung ataupun konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung.
C. Pembatasan Pertanggungjawaban Pihak Penanggung (Eksonerasi) Terhadap Klaim Yang Diajukan Konsumen Asuransi (Tertanggung) Rijken mengatakan bahwa pembatasan tanggung jawab pihak penanggung yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE ini adalah klausul yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbutan melanggar hukum. Klausul eksonerasi ini dapat terjadi atas kehendak satu pihak yang dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara massal. Yang bersifat massal ini telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diperbanyak dalam bentuk formulir yang tertuang dalam polis asuransi dalam hubungannya dengan klaim asuransi yang diajukan konsumen asuransi sebagai tertanggung. 156
156
Mariam Darus 2, op. cit., hal. 47.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Klausul eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausul tambahan atas unsur esensial atau terpenting dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku khususnya yang terdapat pada polis yang dibuat perusahaan asuransi PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung. Klausul tersebut merupakan klausul yang sangat merugikan konsumen pada umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan penanggung karena beban yang seharusnya dipikul oleh penanggung dengan adanya klausul tersebut menjadi beban konsumen 157 Mariam Darus Badrulzaman menyatakan ciri-ciri meniadakan dan membatasi kewajiban salah satu pihak yang dalam hal ini sebagai pihak penanggung adalah perusahaan asuransi PT American International Group LIFE untuk dapat membayar ganti rugi kepada konsumen asuransi yang telah mengajukan klaim asuransi adalah sebagai berikut: 1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh penanggung yang posisinya relatif lebih kuat dari tertanggung, 2. Tertanggung sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu, 3. Terdorong oleh kebutuhannya tertanggung terpaksa menerima perjanjian itu, 4. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual. 158
Walaupun
undang-undang menentukan betapa luas tanggung jawab
penanggung seperti tertulis dalam Pasal 290 dan Pasal 637 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, undang-undang juga memberikan pembatasan tanggung jawab penanggung. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan dalam Pasal 249 dan Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 157 158
Ahmadi Miru, op. cit., hal. 40-41. Mariam Darus 2, op. cit., hal. 50.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Pasal 249 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenai pambatasan tanggung jawab atas benda asuransi yang menyatakan bahwa untuk kerusakan atau kerugian yang timbul dari sesuatu cacat, kebusukan sendiri, atau yang langsung ditimbulkan dari sifat dan macam barang yang diasuransikan sendiri, tak sekali-kali si penanggung bertanggung jawab, kecuali apabila dengan tegas telah diadakan asuransi juga untuk itu. 159 Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenai pembatasan tanggung jawab atas kesalahan tertanggung yang menyatakan bahwa tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan karena kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh si penanggung. Bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki premi ataupun menuntutnya, apabila ia sudah mulai memikul suatu bahaya. 160 Terhadap dua hal ini PT American International Group LIFE sebagai penanggung tidak bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian. Tetapi jika pihak-pihak ingin meniadakan pembatasan tersebut dalam kedua pasal tadi, maka hal ini harus diperjanjikan secara khusus dan dinyatakan dengan tegas di dalam polis. Dengan menggunakan klausul “All Risk” saja tidaklah cukup membebaskan konsumen asuransi sebagai tertanggung dari risiko atas kedua pasal tersebut. 161 1. Pembebasan tanggung jawab atas benda asuransi Dalam hal pembebasan tanggung jawab penanggung atas benda asuransi yaitu diatur dalam Pasal 249 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang
159
Subekti 2, op. cit., hal. 74. Ibid., hal. 79. 161 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 52. 160
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
menyebutkan penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian yang disebabkan oleh: 1. Kerugian yang timbul karena cacat sendiri pada barang yang dijamin, 2. Kerugian yang timbul karena barang itu menjadi busuk dengan sendirinya, 3. Kerugian yang timbul karena sifat dan kodrat pada umumnya barang itu. 162 Ketiga jenis kerugian ini timbul dari dalam benda itu sendiri bukan akibat dari luar. Terhadap kerugian ini PT American International Group LIFE sebagai penanggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Ketentuan Pasal 249 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ini berlaku bagi semua asuransi. 163 a. Kerugian yang timbul karena cacat sendiri pada barang yang dijamin Cacat adalah suatu keadaan yang luar biasa yang biasanya tidak ada pada barang-barang sejenis. 164 Cacat sendiri adalah cacat yang tidak dapat dipungkiri melekat pada benda yang seharusnya tidak boleh ada. Jadi, berasal dari benda itu sendiri bukan berasal dari luar, misalnya konstruksi rumah yang tidak tepat, kapal yang tidak layak untuk berlayar, buahbuahan yang terlalu masak. 165 b. Kerugian yang timbul karena barang itu menjadi busuk dengan sendirinya Kebusukan sendiri adalah kebusukan yang bersumber pada cacat sendiri. Jadi, berasal dari dalam benda itu sendiri. Tetapi jika kebusukan itu timbul
162
Subekti 2, op. cit., hal. 74. Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 53. 164 Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 57. 165 Abdulkadir Muhammad, loc. cit. 163
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
sebagai akibat pengaruh dari luar benda, itu tidak termasuk dalam pengertian kebusukan sendiri, misalnya pengaruh dari luar yaitu karena perjalanan yang berlarut-larut berhubung cuaca buruk, karena temperatur sehingga udara terlalu panas atau dingin sehingga benda mengalami kebusukan (rusak). 166 c. Kerugian yang timbul karena sifat dan kodrat pada umumnya barang itu Sifat dan kodrat benda adalah sifat dan kodrat yang langsung menimbulkan kerugian, yang datangnya dari dalam benda itu sendiri, bukan dari luar benda. Misalnya, kaca yang mudah pecah, barang yang medah mengkerut, hewan yang mudah mati, barang yang mudah terbakar. 167 Peristiwa kerugian yang terjadi karena cacat sendiri, sebenarnya merupakan peristiwa yang tidak pasti kecuali memang apabila dari semula sudah cacat. Oleh karena itu, kemungkinan kerugian demikian dapat diasuransikan apabila tidak ada pengaturan dalam Pasal 249 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Akan tetapi, kerugian karena peristiwa cacat sendiri, penanggung menjadi tidak bertanggung jawab. Namun, ketentuan dimaksud bukan merupakan hukum yang memaksa, sebab dari kalimat terakhir diketahui apabila disebutkan dengan tegas bahwa cacat sendiri juga diasuransikan, penanggung tetap bertanggung jawab. Di sisi lain, Pasal 249
Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, dapat disebut juga sebagai ketentuan yang bersifat negatif, sebab mengatur hal penanggung tidak bertanggung jawab dan tidak sebaliknya. Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
166 167
Abdulkadir Muhammad, loc. cit, Ibid.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
tentang asuransi kebakaran yang mengatur secara positif dalam peristiwa bagaimana penanggung bertanggung jawab. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak dalam pendapatnya mengenai jenis asuransi bahwa: ”Sesungguhnya ada juga beberapa jenis asuransi yang terhadapnya tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 249 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu antara lain asuransi jiwa dan asuransi atas akibat-akibat penyakit. Hal ini disebabkan, jenis asuransi demikian menurut hakikatnya justru diasuransikan terhadap cacatnya sendiri”. 168
2. Pembebasan tanggung jawab atas kesalahan tertanggung sendiri Pembatasan ini diatur dalam Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang kesalahan tertanggung sendiri. Yang dimaksud dengan kesalahan tertanggung sendiri adalah kesalahan karena tertanggung kurang berhati-hati dapat menimbulkan kerugian, jadi bukan karena kesengajaan. Perbuatan kurang berhatihati dapat menimbulkan kerugian, yang bukan menjadi tanggung jawab penanggung. Bahkan penanggung berhak memiliki premi yang telah dibayar, atau jika belum dibayar penanggung berhak menuntutnya kepada tertanggung jika asuransi sudah mulai berjalan. Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat dijelaskan dengan uraian berikut ini. Asuransi sudah diadakan dan sudah mulai berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan dalam polis. Kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, peristiwa mana karena kesalahan tertanggung sendiri, misalnya terjadi kebakaran karena sembrono membuang puntung rokok, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam hal ini penanggung tidak berkewajiban membayar 168
Man Suparman S, op. cit., hal. 36.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
ganti kerugian, sedangkan premi yang telah dibayar tetap menjadi hak penanggung. Bahkan jika belum dibayar, penanggung berhak menagihnya kepada tertanggung. Walaupun kesalahan tertanggung sendiri sifatnya membatasi tanggung jawab penanggung, pihak-pihak masih dapat memperjanjikan bahwa kesalahan tertanggung tersebut tetap menjadi tanggung jawab penanggung walaupun dalam Pasal 276 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak dinyatakan kemungkinan untuk itu. Pertimbangannya ialah karena kesalahan tertanggung sendiri itu bukan bersifat kesengajaan. Jika penanggung bersedia menanggung kerugian semacam itu, maka janji itu harus dinyatakan dengan tegas di dalam polis, tidak cukup hanya menggunakan klausul polis. Terhadap kerugian karena kesalahan tertanggung sendiri karena kurang berhati-hati, penanggung tetap berkewajiban membayar ganti kerugian. Misalnya, pada waktu malam tertanggung menaruh lampu minyak di atas meja. Sementara tidur lampu tersebut disentuh kucing yang mengejar tikus, lalu timbul kebakaran. Di sini tidak ada unsur kesengajaan tertanggung. Yang ada hanya kurang berhatihati menaruh lampu minyak di atas meja. Padahal di sekitar meja ada beberapa kursi yang terbuat dari plastik dan busa karet yang mudah terbakar. Hal ini tidak terpikirkan oleh tertanggung. Kewajiban penanggung terhadap kerugian semacam ini harus dinyatakan dengan tegas di dalam polis. 169 Selain dari pembatasan tanggung jawab penanggung yang telah diuraikan, ada lagi keadaan yang memberatkan risiko PT American International Group
169
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 55.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
LIFE sebagai penanggung di luar kesalahan konsumen asuransi sebagai tertangung. Keadaan yang memberatkan risiko ini baru timbul setelah asuransi berjalan. Misalnya dekat rumah yang diasuransikan itu didirikan pabrik bahan peledak, di alur pelayaran kapal ditanam ranjau. Pemberatan risiko semacam ini tidak ada pengaturannya secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Apabila ada pemberatan risiko yang demikian itu, cara pemecahannya dapat ditunjuk Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa: ”Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya asuransi”. Apabila konsumen asuransi sebagai tertanggung tidak memberitahukan hal itu kepada PT American International Group LIFE sebagai penanggung, maka asuransi batal, atau jika menimbulkan kerugian, PT American International Group LIFE sebagai penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian itu. 170 Yang menjadi permasalahan adalah seandainya klaim yang diajukan oleh konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung ditolak oleh PT American International Group LIFE sebagai penanggung dan mendebat tuntutan itu dengan alasan pembatasan tanggung jawab dari pihak penanggung. Selain itu ada dua hal yang mendasari perusahaan asuransi PT American International Group LIFE menolak pembayaran antara lain yaitu: 170
Ibid., hal. 57.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
1. Karena kerugian tidak terjadi, 2. Karena polis yang bersangkutan tidak menutupi kerugian itu. Suatu kerugian tidak tertutupi polis karena di luar lingkungan perjanjian asuransi. Itu terjadi bila polis tidak berlaku lagi atau konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung telah melanggar ketentuan polis yang berlaku. Dalam penentuan apakah harus membayar atau menolak suatu klaim, penilai mengikuti prosedur penyelesaian dengan empat langkah pokok yaitu sebagai berikut: 1. Pemberitahuan kerugian, 2. Penyelidikan kerugian, 3. Bukti kerugian, 4. Pembayaran atau menolak tuntutan itu. 171 Dalam mengadakan perjanjian asuransi, sebenarnya kedua belah pihak yaitu pihak konsumen asuransi sebagai tertanggung dan PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dituntut untuk mempunyai itikad baik. Dengan itikad baik tersebut, maka pelaksanaan perjanjian asuransi hampir dapat dipastikan akan berjalan dengan lancar. Apabila suatu peristiwa atau risiko yang diperjanjikan dalam polis asuransi itu terjadi, maka konsumen asuransi sebagai tertanggung atau pemegang polis atau pihak yang ditunjuk untuk menerima manfaat melapor ke kantor cabang perusahaan asuransi yang bersangkutan. Laporan dapat dilakukan melalui surat ataupun secara lisan dengan telepon, kepada customer service atau kepada bagian
171
Herman Darmawi, op. cit., hal. 46-47.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
klaim. Setelah menerima laporan, unit klaim akan memeriksa arsip atau data base untuk melihat premi telah dilunasi dan kondisi-kondisi yang lain. Apabila risiko dicover oleh polis, untuk asuransi kerugian biasanya diteruskan dengan peninjauan lokasi dan meminta dokumen pendukung. Dokumen yang diperlukan untuk mengajukan klaim bisa bervariasi, tergantung kepada jenis asuransi yang ditutup. Namun perlu diketahui bahwa pembayaran klaim itu ada beberapa macam. Pertama adalah yang disebut sebagai pembayaran klaim murni, yaitu pembayaran klaim karena klaim tersebut telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap. Selanjutnya pembayaran klaim yang disebut pembayaran klaim exgratia, yaitu pembayaran klaim atas suatu risiko yang dijamin dalam polis asuransi, namun berdasarkan kondisi yang tercantum dalam polis sebenarnya kurang memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan. Pembayaran klaim tetap dilakukan mengingat adanya hubungan baik, namun dalam jumlah yang tidak sepenuhnya. Terakhir pembayaran klaim yang disebut sebagai pembayaran klaim kompromis, yaitu pembayaran klaim yang besarnya didasarkan kepada kesepakatan para pihak yang bersangkutan karena terdapatnya perbedaan penafsiran teknis atas kerugian yang terjadi. 172 PT American International Group LIFE sebagai perusahaan asuransi sebagai salah satu alat yang efektif yang dapat menerima pengalihan risiko dan sebagai lembaga investasi dalam masyarakat hendaknya tidak selalu mendasarkan
172
Agus Prawoto, op. cit., hal. 133.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
pembatasan tanggung jawab untuk menolak klaim yang diajukan konsumen asuransi sebagai tertanggung. Hal ini seharusnya didasarkan pada keadilan bagi kepentingan para pihak masing-masing sehingga para pihak tidak merasa ada yang dirugikan.
D. Penyelesaian Sengketa Asuransi Dalam perjanjian apapun, walaupun sudah diupayakan agar semua katakata dan perumusan dalam perjanjian itu dituliskan secara ringkas, sederhana dan tegas, namun dalam pelaksanaannya masih sering menimbulkan masalah. Apabila masalah seperti itu timbul, maka tidak akan diragukan lagi bahwa perselisihan mengenai pelaksanaan perjanjian akan terjadi. Sebagaimana disebutkan dalam Bab III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa perjanjian itu termasuk ke dalam ruang lingkup hukum privat, yang mengatur hubungan antar pribadi dengan pribadi. Dengan demikian, para pihak ataupun individu yang terlibat dalam suatu perjanjian dapat mengatur sendiri mengenai cara penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam perjanjian tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan hukum publik yang berlaku serta kesusilaan. 173 Sepintas lalu bila melihat ketimpangan kedudukan antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung yaitu sebagai pihak yang diasuransikan tidak punya kekuatan menuntut perusahaan asuransi PT American International Group LIFE dalam hal
173
Ibid., hal. 130-131.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
terjadi perselisihan. Tetapi bila dilihat lebih dalam, pihak konsumen asuransi sebagai tertanggung masih punya kekuatan bahkan hal ini terdapat di dalam polis asuransi yang memberikan peluang untuk arbitrase atas permintaan salah satu pihak. Sehingga pihak yang diasuransikan juga punya hak untuk menuntut melalui pengadilan sebagai alternatif terakhir. 174 Bahwa setiap konsumen asuransi yang dirugikan dapat menggugat perusahaan asuransi melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen asuransi dan perusahaan asuransi atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa konsumen asuransi sebagaimana dimaksud di atas tidak menutup kemungkinan penyelesaian secara damai oleh para pihak yang bersengketa. Yang dimaksud penyelesaian sengketa secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (perusahaan asuransi dan konsumen asuransi) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
dan
tidak
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Pada penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak
174
Hermawan Darmawi, op. cit., hal. 49.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Sedangkan pada penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku. 175 Pengaturan yang dilakukan di dalam polis asuransi adalah penunjukan arbiter atau pengadilan negeri, yang merupakan tempat penyelesaian perselisihan yang disetujui kedua belah pihak apabila penyelesaian di luar sidang tidak dapat disepakati. Berkanaan dengan penunjukan pengadilan tempat penyelesaian perselisihan
itu,
Pasal
6
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
225/KMK.017/1993 menentukan bahwa dalam polis dilarang dicantumkan ketentuan yang dapat ditafsirkan sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam hal terjadi perselisihan mengenai polis. Selanjutnya oleh Pasal 7-nya diatur lebih lanjut dengan menentukan bahwa ketentuan dalam polis yang mengatur mengenai pemilihan pengadilan dalam hal terjadi perselisihan yang menyangkut perjanjian asuransi, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya pada pengadilan negeri di tempat kedudukan penanggung. Dengan ketentuan tersebut maka tertanggung dapat minta agar penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dapat ditentukan untuk diselesaikan pada pengadilan yang sesuai dengan domisili tertanggung, sehingga tidak memberatkannya. Walaupun dalam polis sudah banyak ditentukan demikian, karena penyelesaian perselisihan melalui pengadilan selain akan memakan waktu juga memerlukan cukup banyak tenaga, sebaiknya penyelesaian semacam itu dijadikan
175
Rahayu Hartini, op. cit., hal. 224.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
cara yang terakhir. Cara pertama yang sebaiknya ditempuh adalah dengan cara menyelesaikan di luar sidang pengadilan, dengan mengadakan negosiasi langsung antara tertanggung dengan penanggung tanpa dicampuri oleh pihak luar, yang dilandasi dengan itikad baik dari kedua belah pihak. Apabila cara penyelesaian semacam itu belum dapat menghasilkan kesepakatan pada kedua belah pihak, kemudian dapat diusahakan penyelesaiannya dengan mengundang pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja dari instansi pengawas perusahaan asuransi karena di Direktorat Asuransi Departeman Keuangan saat ini sudah ada seksi pelayanan masyarakat yang menangani keluhan masyarakat. Dengan bantuan aparat pengawas perusahaan asuransi tersebut, maka keputusan yang diambil diharapkan dapat diperoleh lebih baik dan lebih cepat. Dalam hal upaya penyelesaian dengan cara itu ternyata belum membuahkan hasil juga, maka tak dapat dicegah lagi untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan, dengan mengajukan gugatan melalui panitera pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus perkara yang mereka hadapi. Apabila dalam kasus tersebut terdapat unsur pidananya, seperti tindak pidana penipuan misalnya, maka korban dapat mengadukan hal tersebut kepada Kantor Polisi setempat karena penipuan adalah termasuk dalam delik aduan, yaitu tindak pidana yang penuntutannya hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan dari korban. Dalam mengajukan perkara ke pengadilan negeri, maka agar diperhatikan benar-benar oleh tertanggung mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Hukum Acara Perdata. Untuk keperluan tersebut, sebaiknya tertanggung selalu berkonsultasi dengan panitera pengadilan negeri atau pengacaranya dalam hal
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
tertanggung menunjuk kuasa hukum. Ketidakcermatan dalam menyusun materi gugatan atau kurang memperhatikan hukum acara, dapat mengakibatkan penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut dan merugikan. Ketiga cara penyelesaian tersebut di atas, mempunyai dampak yang berbeda dalam upaya hukum selanjutnya. Cara yang pertama, selain paling praktis juga masih memungkinkan bagi tertanggung untuk melakukan gugatan ke pengadilan negeri, apabila dikemudian hari dijumpai ada hal-hal yang dianggap sebagai penipuan dan merugikannya. Sedang cara penyelesaian melalui arbitrase, keputusan memang dapat dilakukan lebih cepat, namun semua keputusan yang telah diambil tidak dapat diajukan untuk diperiksa ulang di pengadilan tinggi (tidak dapat diajukan banding), melainkan hanya dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. 176 Berikut disertakan kasus asuransi yang berkaitan dengan klaim asuransi yang diajukan oleh konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung yaitu dalam perkara antara PT. Asuransi Astra Buana dengan konsumen asuransi Billy Febrianto sebagai berikut: Ketika Billy Febrianto hendak melakukan transaksi jual beli sepeda motornya yang kemudian diketahui bahwa sepeda motornya itu telah lenyap dan ternyata jaminan asuransi motornya dinyatakan gugur seiring proses kehilangan tersebut. Kejadian itu bermula saat Billy hendak mengover kredit motornya. Untuk antisipasi keamanan, Billy meminjam tempat di kantor leasing ‘F’ di Kedoya, Jakbar. Transaksi ini sendiri juga disaksikan personel leasing F tersebut.
176
Agus Prawoto, op. cit., hal. 131-132.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dengan kondisi itulah Billy tanpa ragu menyerahkan kunci dan STNK motor kepada calon pembeli. Dari situlah sepeda motor Billy dilarikan oleh calon pembelinya. Selanjutnya pihak PT. Asuransi Astra Buana yaitu asuransi yang menjadi penjamin kredit motornya selama ini, menyatakan bahwa Billy tidak mendapat ganti atas kerugian yang dialaminya. Alasan yang diperoleh, kasus yang menimpanya termasuk penipuan yang tidak ditanggung oleh pihak asuransi. Maka, Billy pun mencoba untuk menanyakan hal ini kepada pihak PT. Asuransi Astra Buana pusat. Dan memperoleh jawaban yang sama. Namun dari sumber lain dari perusahaan asuransi berbeda didapat keterangan, dalam kasus seperti ini korban memang tidak bisa mendapatkan ganti rugi. Dalam hal ini wakil kepala cabang perusahaan asuransi di Arteri Pondok Indah, Jaksel menyatakan, “kejadian ini termasuk dalam risiko yang tidak dijamin sesuai Pasal BAB II, Pasal 3 ayat (4),” yang isinya berbunyi : “kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang diasuransikan sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan tertanggung, suami, istri atau anak tertanggung, orang yang disuruh tertanggung, bekerja pada tertanggung, orang yang sepengetahuan atau seizin tertanggung atau orang yang bekerja pada tertanggung atau orang yang tinggal bersama tertanggung. Jadi, menyerahkan kunci dan STNK kepada sopir, teman atau calon pembeli seperti pada kasus Billy, korban tidak mendapat ganti atas kehilangan yang diderita. Bahwa hal inipun sudah tercantum dalam Polis Standar Kendaraan Bermotor. 177 Dalam kasus ini pun dapat dilihat pengaruh klausul baku yang terdapat dalam Pasal BAB II, Pasal 3 ayat (4) Polis Asuransi yang dibuat oleh PT. Asuransi Astra
177
Iday, “Motor Dibawa Kabur Jaminan Gugur”, Otomotif, (Edisi. 38, 22 Januari 2007).
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Buana yang mengakibatkan dalam kasus ini Billy tidak mendapatkan ganti kerugian dari PT. Asuransi Astra Buana. Selain itu ada sebuah kasus yang berkaitan dengan pencantuman klausul dalam polos asuransi dalam perkara antara Perusahaan Asuransi X dengan konsumen asuransi Andi yaitu sebagai berikut: Pada saat tahap awal pengisian Surat Permintaan Penutupan Asuransi, konsumen asuransi menuliskan bahwa obyek yang akan diasuransikan adalah sebuah rumah tinggal. Lalu petugas asuransi akan memberikan penilaian, bahwa risiko tersebut termasuk ke dalam kategori risiko rendah, dengan harga premi yang lebih rendah. Namun suatu ketika terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut, dengan kerugian Total Loss yaitu seluruh obyek asuransi terbakar. Maka perusahaan asuransi menunjuk tim investigasi dalam hal ini dilakukan oleh Claim Independent Surveyor. Hasil investigasi tersebut ditemukan bahwa penggunaan obyek asuransi tersebut sudah berubah menjadi usaha konveksi, bukan rumah tinggal lagi. Kemudian perusahaan asuransi memberikan sebuah konfirmasi penolakan klaim, karena klaim yang terjadi disebabkan adanya kain (bahan) yang terbakar oleh puntung rokok pegawainya saat istirahat. Selanjutnya konsumen asuransi tidak menerima penolakan kliam tersebut, karena pada waktu awal penutupan tidak dijelaskan oleh bagian pemasaran bahwa penggunaan obyek asuransi yang bersangkutan termasuk kategori konveksi, dan berniat membawa kasus klaim ini ke pengadilan. Hasil keputusan pengadilan menyatakan: 1. Dalam Pokok Perkara, Hakim memenangkan perusahaan asuransi.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan pada konsumen asuransi. Dalam kasus ini pun dapat dilihat bahwa dampak pencantuman klausul baku dan ketidakjelasan informasi dalam polis asuransi yang diberikan perusahaan asuransi kepada konsumen asuransi sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian pada konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung. Kemudian dapat dijumpai kasus lain yang berkaitan dengan klausul baku yang terkandung di dalam polis asuransi yaitu pada perkara antara Perusahaan Asuransi M dengan konsumen asuransi Bapak Achmad yaitu sebagai berikut: Bapak Achmad mengasuransikan mobilnya dengan klausul All Risk yang pada suatu ketika Bapak Achmad melewati suatu daerah atau wilayah yang kebetulan sedang ada segerombolan orang yang sedang melakukan demo untuk menuntut kepada manajemen sebuah pabrik baja. Secara tiba-tiba saja mobil Bapak Achmad yang dikendarai menjadi sasaran amukan massa yang mengakibatkan kendaraan tersebut rusak berat, dimana kap mesin dan kaca depan pecah, serta bumper depan dan belakang mengalami penyok. Berdasarkan stimasi dari bengkel, biaya perbaikan terbesar sebesar dua puluh lima juta rupiah. Kemudian Bapak Achmad mengajukan klaim pada perusahaan asuransi atas kerugian yang dideritanya. Selanjutnya perusahaan asuransi tersebut memberikan konfirmasi bahwa penyebab kerugian tidak dijamin dalam polis. Hal ini tentu saja mengejutkan Bapak Achmad. Tadinya merasa aman karena sudah ada asuransi, mendadak menjadi terperangah, gundah-gulana bercampur menjadi satu. Tumpuan harapan hanya digantungkan kepada perusahaan asuransi atas kerugian
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
mobilnya tiba-tiba menjadi pupus. Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa konsumen asuransi belum memahami sepenuhnya isi polis kendaraan bermotor yang dimilikinya. Padahal jika dillihat klausul polis All Risk tersebut, dijelaskan bahwa kerugian yang disebabkan karena kesengajaan untuk menimbulkan keributan dan huru hara yang dilakukan oleh warga sipil termasuk yang dikecualikan dalam polis. Selanjutnya dapat dilihat adanya kasus asuransi yang berkaitan dengan klausul baku yang juga terkandung di dalam polis asuransi dalam perkara antara PT Asuransi Ramayana dengan CV Kertopaten Trading Coy (CV KTC) dan PT Kertopaten Kencana (PT KK) yang disebut dengan Kasus Posisi yaitu sebagai berikut:
Untuk menghindari kerugian atas pembelian pupuk NPK sebanyak 2930 MT yang dibeli dari Finlandia, maka CV Kertopaten Trading Coy (CV KTC) dan PT Kertopaten Kencana (PT KK), mengasuransikan pupuk tersebut pada “PT Asuransi Ramayana”, (PT AR). Pupuk tersebut diasuransikan dalam kondisi “All Risks”. Pupuk jenis NPK sebanyak 2930 MT diasuransikan dengan nilai Rp 1.476.902.857 dan pupuk jenis yang sama sebanyak 2000 MT diasuransikan dengan nilai Rp. 1.008.124.817,-. PT AR menunjuk PT Rhisa Inservina Adjuster & Surveyor (PT RIAS) sebagai penaksir jumlah kerugian. Penunjukkan PT RIAS diketahui oleh CV KTC dan PT KK, sejak awal mereka mempercayakan barangbarang beliannya. Pupuk pesanan itu, diangkut dari Finlandia ke Surabaya untuk disimpan di gudang PT KC Surabaya sebelum pupuk diangkut kapal MV Kapitan
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Mochalov, maka kondisi pupuk diperiksa oleh SGS Inspection Service Oy, sehingga semua pupuk yang diberangkatkan tanggal 22/12/1992 bersama pupuk pesanan dari Malaysia, kondisinya dinyatakan dalam keadaan baik. Pupuk untuk Malaysia serta pupuk CV KTC dan PT KK diletakkan di Palka 2 dan 4. Pihak supplier memastikan kondisi palka dalam keadaan kering bersih, dan tidak ada tanda-tanda kebocoran dari pipa-pipa air tawar yang melalui kedua palka tersebut. Cuaca di Finlandia, hingga pemuatan pupuk ke kapal berakhir juga dalam kondisi baik, tidak turun hujan, dan tidak ada salju. Setelah yakin semuanya tak ada yang rusak, cargo yang memuat pupuk pesanan tersebut ditutup dengan plastik, baru palka kapal ditutup dengan rapat. Perlakuan terhadap pupuk jenis ini, memang harus hati-hati, karena sifat dasarnya yang pantang terkena air, embun, atau uap air. Sedangkan pupuk itu tidak dapat mengeluarkan air, embun, atau mengeluarkan uap. Jika terkena air, maka pupuk akan membeku. Seharusnya dengan perlakuan yang cukup hati-hati tersebut tentunya pupuk tersebut akan tetap dalam kondisi baik sampai tiba di Surabaya tanggal 10/02/1993. Namun kenyataannya tidak demikian. Hasil survey yang dilakukan PT AR menyatakan banyak pupuk yang beku atau secara teknis disebut “caking”. Jumlah yang membeku, juga lumayan banyaknya yakni 1.290.67 matric tons. Untuk jumlah itu klaim asuransi yang diperkirakan diterima CV KTC dan PT KK adalah Rp 650.578.230,- tetapi ketika klaim itu di minta, pihak asuransi PT Ramayana menolak dengan mendasarkan pada hasil penelitian PT RIAS. Penelitian PT RIAS menyebutkan bahwa caking pada pupuk NPK tersebut, berasal dari pupuk itu sendiri, artinya kerugian yang timbul karena sebab yang demikian tidak termasuk
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
dalam kategori yang harus dituntut kepada asuransi PT Ramayana. Kesimpulan adjuster yang digunakan sebagai dasar penolakan oleh PT Asuransi Ramayana tersebut sangat merugikan, padahal dengan bekunya pupuk tersebut CV KTC dan PT KK telah merugi. Oleh karena PT Asuransi tetap bersikeras untuk tidak membayar klaim asuransi untuk pupuk pesanan tersebut, maka CV KTC dan PT KK sebagai Penggugat yang berkedudukan di Surabaya menggugat PT Asuransi Ramayana yang berkantor di Surabaya. Pada Pengadilan Negeri, Hakim pertama yang mengadili perkara ini, memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut: 1. Dalam Eksepsi, Hakim memutuskan menolak Eksepsi tergugat, 2. Dalam Pokok Perkara, Hakim menolak gugatan penggugat I dan penggugat II seluruhnya, dan menghukum penggugat I dan penggugat II untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. Dengan mencermati dua kasus ini, meskipun polis yang dimiliki adalah polis All Risk tidak semata-mata semua kerugian bisa dijamin oleh perusahaan asuransi. Sedangkan pemikiran dari pihak konsumen asuransi, bahwa polis All Risk yang menanggung semua kerugian tanpa adanya pembatasan. Dari berbagai perkara yang terjadi di atas karena itu sangat diharapkan bagi perusahaan asuransi untuk dapat memberikan pendidikan yang baik kepada konsumen asuransi, paling tidak jangan memberikan informasi yang salah terhadap konsumen asuransi mengenai Term and Condition (T/Cs) yaitu pemakaian istilah atau kata-kata dan keadaan yang bisa diberikan kepada konsumen asuransi, serta memberitahukan aturan main yang ada di perusahaan asuransi. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Dengan informasi yang benar atas data yang diberikan oleh konsumen asuransi, sesungguhnya merupakan modal kepercayaan yang besar bagi sebuah perusahaan asuransi, karena akan membuat kesepakatan yang melahirkan adanya suatu perjanjian yang nantinya akan dibuktikan dengan adanya penerbitan polis oleh suatu perusahaan asuransi dan yang lebih penting lagi adalah perusahaan asuransi dapat memberikan informasi kepada konsumen asuransi mengenai kondisi jaminan asuransi dengan baik. Sebagian besar konsumen asuransi akan memberikan komentar, bahwa premi yang asuransi akan terlihat mahal manakala konsumen asuransi tersebut tidak ada klaim. Tapi kebalikannya, premi asuransi akan terlihat murah jika konsumen asuransi tersebut mengalami klaim, apalagi klaim yang terjadi adalah Total Loss yaitu berlaku terhadap seluruh obyek asuransi. Jika seandainya kerugian yang ditanggung oleh perusahaan asuransi lebih besar daripada premi yang dihimpunnya, maka akan mengakibatkan kondisi yang tidak seimbang. Untuk itulah perusahaan asuransi harus benar-benar meyiapkan cadangan klaim yang cukup besar dari modal yang dimiliki oleh perusahaan asurasni, agar kondisi keuangannya tidak terganggu akibat adanya klaim yang besar. 178
178
Ibnu Suryadi, “Fenomena sengketa Klaim Asuransi”, Jurnal Asuransi AAMAI, (No. 24, 2007), hal. 16. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai akhir dari penulisan ini, maka diberikan kesimpulan dan saransaran. A. KESIMPULAN 1. Jalinan hubungan hukum yang terjadi antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung adalah berdasarkan perjanjian asuransi yang terbentuk karena adanya kesepakatan antara PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dengan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung yang dituangkan dalam bentuk akta yang disebut dengan polis asuransi. Sejak kesepakatan terjadi maka tertanggung berkewajiban membayar premi dan penanggung berkewajiban untuk menerima pengalihan risiko. Dalam polis asuransi, perjanjian asuransi dibuat dengan memanfaatkan perjanjian baku untuk membuat klausul-klausulnya. Di dalam polis asuransi juga dicantumkan hak dan kewajiban PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dengan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung. Klausul-klausul yang tertera di dalam polis asuransi bersifat standar polis merupakan undang-undang bagi para pihak jika mengenai itu disetujui oleh mereka, terutama dalam hal ini bagi konsumen asuransi sebagai tertanggung. Dengan klausul asuransi ini dapat diketahui sejauh mana batas tanggung jawab PT American International Group LIFE
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap126 Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
sebagai penanggung dalam pembayaran ganti kerugian jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. 2. Dampak penggunaan perjanjian baku pada polis asuransi terhadap konsumen adalah perjanjian baku yang dimanfaatkan dalam polis asuransi memberi dampak negatif yaitu dengan memperlihatkan kedudukan yang tidak seimbang antara PT American International Group LIFE sebagai penanggung sebagai golongan kuat dengan konsumen asuransi sebagai tertanggung sebagai golongan yang lemah, selain itu adanya kenyataan bahwa isi dan format perjanjian baku pun dibuat oleh PT American International Group LIFE sehingga memuat klausul-klausul yang menguntungkan baginya dan meringankan bahkan menghapuskan bebanbeban dan kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya yang biasa dikenal dengan klausul eksonerasi. Selain memberi dampak negatif perjanjian baku yang dimanfaatkan dalam polis asuransi juga memberi dampak yang positif diantaranya dalam pembuatannya lebih hemat biaya, hemat waktu, hemat tenaga karena polis asuransi dibuat dalam bentuk formulir dalam jumlah yang banyak sehingga
memberi keuntungan
kepada PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung. Sedangkan, perlindungan yang dapat diberikan kepada konsumen adalah dalam bentuk pengaturan perjanjian baku yang terdapat dalam Hukum Perlindungan Konsumen yang sampai saat ini dinilai masih terdapat banyak kekurangan. Dan walaupun secara teoritis yuridis perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
hukum ditolak, namun kenyataannya, kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum. Selain itu upaya perlindungan konsumen asuransi sebagai akibat penggunaan perjanjian baku dalam polis asuransi yaitu dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan seperti yang terjadi di Belanda (Nederland) bahwa di dalam peraturan itu terdapat ketentuan bahwa setiap perjanjian baku harus diperiksa terlebih dahulu oleh sebuah komite yang berada di bawah Departemen Kehakiman, di Indonesia dapat dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, dan dapat melalui pembuatan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
pemanfaatan
perjanjian baku untuk bidang-bidang tertentu. 3. Bentuk-bentuk pertanggungjawaban perusahaan asuransi PT American International Group LIFE terhadap klaim yang diajukan konsumen adalah dengan membayar atau menolaknya. Apabila memang terbukti terjadi suatu peristiwa yang diasuransikan maka PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung harus memberikan ganti kerugian yang layak kepada konsumen asuransi sebagai tertanggung dan begitupun sebaliknya apabila diketahui peristiwa itu terjadi tetapi ada unsur kesengajaan ataupun tidak sesuai dengan syarat-syarat dalam klausul yang terdapat dalam polis asuransi maka PT American International Group LIFE sebagai penanggung dapat menolak memberikan ganti rugi yang terdapat dalam klaim. Dalam perjanjian asuransi juga dikenal adanya
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
pembatasan tanggung jawab (eksonerasi) terhadap klaim asuransi yang dapat digunakan PT American International Group LIFE sebagai penanggung untuk menolak atas pengajuan klaim asuransi oleh konsumen asuransi sebagai tertanggung. Apabila di kemudian hari terjadi perselisihan antara PT American International Group LIFE sebagai pihak penanggung dan konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung maka apabila berdasarkan isi polis asuransi PT American International Group LIFE dapat menggunakan jalur Pengadilan Negeri yang telah ditentukan sedangkan dari sudut perlindungan konsumen sendiri selain melalui jalur pengadilan dapat juga melalui jalur di luar pengadilan seperti dengan menggunakan mediasi, arbitrase, atau konsiliasi dan dapat pula menggunakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang sudah dibentuk oleh pemerintah.
B. SARAN Adapun saran yang dapat diajukan dalam pembahasan skripsi ini adalah: 1. Perlu ditinjau kembali keseimbangan kedudukan antara konsumen asuransi dengan PT American International Group LIFE sebagai pelaku usaha yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, melalui kesadaran dan kepekaan masyarakat akan kedudukan yang sama kuatnya di mata hukum, sehingga konsumen tidak perlu takut lagi untuk menuntut hak-hak yang sudah diatur dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2. Perlu
dilakukan
sosialisasi
atau
pemberdayaan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen oleh pemerintah dan pihak terkait baik secara langsung (melalui seminar), ataupun tidak secara langsung (melalui media komunikasi seperti surat kabar, televisi, radio), agar pemahaman tentang perlindungan konsumen khususnya terhadap konsumen asuransi dapat diketahui secara merata oleh konsumen, serta menerapkan sikap dan budaya dalam menentukan pilihan, serta mengutamakan kebutuhan sebagai panduan memilih jasa asuransi. 3. Perlu ditingkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan PT American International Group LIFE sebagai pelaku usaha dalam menciptakan kesadaran, serta menerapkan sikap dan budaya kritis kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya pada konsumen asuransi dalam mencermati berbagai jasa asuransi yang disediakan oleh perusahaan asuransi, lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan, serta mengutamakan kebutuhan sebagai panduan memilih dan menggunakan jasa asuransi.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU Arifin, Syamsul dan Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum Asuransi, Medan : Stie Tri Karya, 1994. Ali, Hasymi, Bidang Usaha Asuransi, Jakarta : Bumi Aksara, 1993. Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994. ___________, Pelangi Perdata II, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1980. Chidir Ali, Moch dan Mashudi, Hukum Asuransi, Bandung : cv Mandar Maju, 1998. Dannie dan Kartasapoetra, Segi-Segi Hukum Dalam Masalah Charter Kapal dan Asuransi Laut, Bandung : Armico, 1982. Darmawi, Herman, Manajemen Asuransi, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000. Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004. Elips, Hukum Kontrak Di Indonesia, Jakarta : Proyek Elips, 1998. Harahap, Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986. Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005. Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. Kaihatu, Asuransi Pengangkutan, Jakarta : Djambatan, 1970. Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006. __________, Pengantar Hukum Pertanggungan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1994. Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Nasution, A. Z, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit Media, 2002. Pangaribuan, Emmy, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1975. Prakoso, Djoko, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004. Prawoto, Agus, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, Yogyakarta : BPFE, 1995. Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi Di Indonesia, Jakarta : PT Intermasa, 1987. Purba, Radiks, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta : Djambatan, 1997. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6 : Hukum Pertanggungan, Jakarta : Djambatan, 1990. Salim, Abbas, Dasar-Dasar Asuransi, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1993. Sastrawidjaja, Man Suparman, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung : Alumni, 1997. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT Grasindo, 2004. Shofie Yusuf, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Jakarta : PT Citra Aditya Bakti, 2003. Soenandar, Tryana, Prinsip-Prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis International, Jakarta : Sinar Grafika, 2004. Soerjatin, Hukum Dagang I dan II, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1983. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2007. ______, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2001. ______, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT Intermasa, 2001.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2004. Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003. Syahmin, Hukum Kontrak International, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006. Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, Perikatan Pada Umumnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Hukum Tertang Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
II. SURAT KABAR, MAJALAH, JURNAL EDITORIAL, Fenomena Klaim Asuransi, Jurnal Asuransi AAMAI, No. 24, 2007. ER, Arizal, Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi Melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Jurnal Asuransi AAMAI, No. 24, 2007. Harsono, Kami Bangga Menjadi Pemegang Polis Bumiputera, Warta Bumiputera, Vol. 22, Maret-April 1996. Iday, Motor Dibawa Kabur Jaminan Gugur, Otomotif, Edisi. 38, 22 Januari 2007. Julian Pi, Jangan Nyalakan Mesin, Otomotif, Edisi. 41, 12 Februari 2007. Simanjuntak, Ricardo, Berbagai Sengketa Hukum Yang Dapat Muncul Dari Kontrak Asuransi Serta Penanganannya Atau Penyelesaiannya, Jurnal Asuransi AAMAI, No. 24, 2007. Suryadi, Ibnu, Fenomena Sengketa Klaim Asuransi, Jurnal Asuransi AAMAI, No. 24, 2007.
III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008
IV. INTERNET ”Prinsip Trust Dalam Asuransi”, http://pihilawyers.com/blog/?p=19, akses 31 Januari 2009. ss”Istilah Dalam Asuransi”, http://automotive.roll.co.id/tips-asuransi/17-tips/37istilah-dalam-asuransi.html, akses 31 Januari 2009. ”Kasus Asuransi”, www.google.co.id, akses 18 Februari 2009.
Indri S Putri : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pemanfaatan Perjanjian Baku Pada Perusahaan Asuransi ( Studi Kasus Pt American International Group Life Medan ), 2009 USU Repository © 2008