ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI MELALUI MULTI LEVEL MARKETING (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM ELKEN)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : HENNY SEKARTATI NIM: 030200121 Bagian : HUKUM KEPERDATAAN / DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia Nya lah penulis dapat menjalani hari-hari perkuliahan dengan baik sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Adapun skripsi penulis ini berjudul “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Pada Perusahaan Elken”, diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu semua, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti perkuliahan. 2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Jurusan Hukum Perdata dan juga selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan membantu untuk membimbing penulis. 3. Bapak M. Siddik, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah meluangkan waktu dan membantu untuk membimbing penulis.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan. 5. Kedua Orang Tua penulis Bapak Dharmono dan Ibu Hadijah yang sangat penulis sayangi dan hormati. Juga buat kakak-kakakku Yulisa, SH dan Ratna Indrawati serta abangku Romy Haryanto, SE yang mengasihi penulis, memperhatikan kebutuhan penulis dan banyak membantu kelancaran perkuliahan penulis. 6. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat saudara-saudara dan temanteman. Buat Ayu, Suci, Novi, Bang Amrin, Ankga, Ucok, dan Firman yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan berfikir bagi setiap orang yang membaca skripsi ini. Terima kasih.
Medan, 04 September 2007 Penulis
HENNY SEKARTATI
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... iii ABSTRAK ....................................................................................................... vi BAB I
:
PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................... 2 B. Perumusan Masalah .............................................................. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelittian ............................................ 5 D. Keaslian Penulisan ............................................................... 6 E. Tinjauan Kepustakaan ........................................................... 7 F. Metode Penelitian ................................................................ 10 G. Sistematika Penelitian ........................................................... 12
BAB II :
PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 Tahun 1999 A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Pengertian Konsumen .........................................................14 2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ......................16 B. HAK-HAK SERTA KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 1. Hak-hak dan Kewajiban Konsumen ....................................19 2. Hak-hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ............................... 25
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
C. PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN .......................................... 27 D. PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA ............................................................. 31 BAB III :
SISTEM MULTI LEVEL MARKETING ............................... 36 A. PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKETING .................... 39 B. RUANG LINGKUP MULTI LEVEL MARKETING............ 40 C. JENIS-JENIS MULTI LEVEL MARKETING ...................... 48 1. Multi Level Marketing (MLM) Murni ............................... 49 2. Multi Level Marketing (MLM) Palsu ................................ 53 D. MEKANISME TRANSAKSI MULTI LEVEL MARKETING PADA PERUSAHAAN ELKEN .................. 65
BAB IV :
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI MULTI LEVEL MARKETING A. KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG MENURUT KEPMENPERINDAG RI No. 73/MPP/KEP/3/2000................................................. 70
B. KEDUDUKAN DAN PERANAN SELF REGULATION DALAM PERUSAHAAN ELKEN ............ 79 C. KEPASTIAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 84 Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
D. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ..................... 85 E. WAWANCARA DAN TANGGAPAN ................................. 88 BAB V :
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ...................................................................... 91 B. SARAN .................................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Istilah Multi Level Marketing (MLM) memang sudah sangat familiar dengan kita. Tetapi kalau boleh jujur pada awal pemunculannya, MLM sarat dengan kontroversi. Mosi tidak percaya dengan sistem penjualan ini, timbul dikalangan masyarakat. Banyak dari mereka mempertanyakan, apakah benar sistem penjualan ala Multi Level Marketing benarbenar menguntungkan. Apakah benar tidak mengandung resiko bagi sang konsumen, dan masih banyak lagi pertanyaan yang timbul dibenak masyarakat kita. Beberapa hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan diundangkannya Undangundang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku efektif tanggal 20 April tahun 2000. Undang-undang Perlindungan Konsumen memang telah lama dinantikan oleh banyak pihak karena ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia dinilai belum memadai, karena pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa. Tumbuhnya dunia usaha tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapat kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Proses globalisasi ekonomi yang sekarang berlangsung akan memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas wilayah negara. Keluar masuknya barang dan jasa akan mempunyai manfaat bagi konsumen. Konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang dibutuhkan, banyak alternatif untuk memilih barang dan jasa yang ditawarkan, antara lain dengan sistem penjualan berjenjang atau Multi Level Marketing. Namun disisi lain timbul dampak negatif, yaitu konsumen akan menjadi sasaran atau objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Apalagi tidak sedikit dari emreka yang terjerat dengan perusahaan yang berkedok Multi Level Marketing. Sikap skeptis masyarakat untungnya tidak membuat perusahaan Multi Level Marketing patah arang. Mereka tetap gencar untuk meyakinkan sasarannya bahwa pilihan mereka terhadap MLM bukanlah pilihan yang salah. Mereka yakin sistem ini akan memberikan nilai lebih bagi yang ingin bergabung. Pasalnya, setelah krisis ekonomi berkepanjangan melanda negara kita, sistem ini mampu menyentuh hati konsumen. Apalagi bagi korban PHK, pengangguran, dan bagi mereka yang ekonominya pas-pasan contohnya, sistem Multi Level Marketing dapat dijadikan alternatif solusi. Meskipun, tidak jarang bisnis ini juga diminati dan menjadi gaya hidup serta network sementara kaum profesional, maupun menjadi kerja sampingan. Dan banyak juga orang yang meninggalkan pekerjaan tetap mereka selama ini, karena tertarik dn yakin dengan prospek cerah dan kesuksesan yang akan diraih dengan menjalankan sistem Multi Level Marketing tersebut. Tetapi sayangnya tidak sedikit masyarakat yang pernah terjebak dengan sistem penjualan yang berkedok MLM, seperti praktek bank gelap, money game, skema piramida, arisan berantai, dan lain sebagainya yang menjerumuskan dan sangat merugikan masyarakat. Oleh karena itu, perlu upaya yang sungguh-sungguh dalam melihat dan memanfaatkan era globalisasi ekonomi ini. Untuk itu perlu ditingkatkan harkat dan martabat konsumen yang dilakukan melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya dan disisi lain perlu pula ditumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal, sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya beberapa kelemahan pada konsumen, sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukumyang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efesiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang terpenting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
1
sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih saat ini Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas, atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.
A.
Latar Belakang Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya
mempertahankan pelanggan/konsumen, atau mempertahankan pasar atau memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang makin ketat ini juga dapat memberikan dampak negatif terhadap konsumen pada umumnya. Pada saat ini sasaran setiap negara, setiap perusahaan (setiap produsen) adalah menuju pada pemasaran global. Orientasi pemasaran global pada dasarnya dapat merubah berbagai konsep, cara pandang dan cara pendekatan mengenai banyak hal termasuk strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran yang sedang marak saat ini adalah Multi Level Marketing atau sistem pamasaran berjenjang. Sistem pemasaran Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
berjenjang ini tumbuh dan mekar dimana-mana serta mengesankan “idaman masa depan”. Indonesia merupakan salah satu sasaran empuk bisnis Multi Level Marketing Internasional. Menurut laporan Tabloid Network Indonesia Edisi Agustus 2001, bahwa jumlah perusahaan MLM yang berkembang pada saat ini di Indonesia mencapai 101 jenis dan itu belum termasuk bisnis MLM yang muncul dengan mengendap-endap (tanpa kantor). Diantaranya ada yang sudah terdaftar pada APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) atau yang belum terdaftar sebagai anggota APLI. Tetapi pada umumnya yang tidak terdaftar sebagai anggota APLI, adalah perusahaan yang hanya berkedok MLM, namun dalam menjalankan bisnisnya cenderung menipu. Sedangkan di Medan saat ini diperkirakan telah muncul 57 perusahan MLM. Sebagian besar diantarnya berasal dari Amerika dan negara-negara barat lainnya. Dan adapula yang berasal dari negara Jepang. Belakangan ini banyak juga yang berasal dari Malaysia. Dinegara jiran ini, peraturan tentang MLM sangat ketat, antara lain; pemberlakuan pajak sampai 26 % terhadap bisnis MLM. Hal itu tentunya memberatkan pengusaha. Akibat kewajiban yang memberatkan itu, maka tidak sedikit pengusaha MLM di Malaysia yang hijrah ke Sumatera Utara sebagai daerah potensial yang terdekat dari Malaysia. 1 Oleh karena itu, perlindungan konsumen dalam era pasar global menjadi sangat penting, karena konsumen disamping mempunyai hak-hak yang bersifat universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat sangat spesifik (baik situasi maupun kondisi). Era perdagangan bebas merupakan suatu era dimana pemasaran merupakan 1
“Tabloid Network Indonesia” Edisi Agustus 2001.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
suatu disiplin universal. Konsep-konsep pemasaran dipandang dari strategi pemasaran global telah berubah dari waktu kewaktu, sebagaimana tahapan sebagai berikut: Konsep pemasaran pada awalnya adalah memfokuskan pada produk dan pada membuat produk yang lebih baik yang berdasarkan pada standar dan nilai internal. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh laba, dengan menjual atau membujuk pelanggan potensiil untuk meukar uangnya dengan produk perusahaan. Kedua, pada dekade enam puluhan, mengalihkan fokus pemasaran pada pelanggan, sasaran masih tetap pada laba, tetapi cara pencapaian menjadi lebih luas yaitu dengan pembaharuan/marketing mix atau 4 P (product, price, promotion, and place) yaitu produk, harga, promosi, dan saluran distribusi. Konsep ketiga sebagai konsep baru pemasaran, yaitu dengan pembaharuan dari konsep pemasaran menjadi konsep strategi. Konsep strategi pemasaran pada dasarnya merubah fokus pemasaran dari pelanggan atau produk kepada pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas lagi. Disamping itu juga terjadi perubahan pada tujuan pemasaran, yaitu dari laba menjadi keuntungan pihak berkepentingan. Untuk itu harus memanfaatkan pelanggan yang ada termasuk pesaing, kebijakan yang berlaku, peraturan pemerintah serta kekuatan makro, ekonomi, sosial, politik secara luas. 2 Bertolak dari rangkaian perubahan konsep pemasaran tersebut, perlidungan terhadap konsumen juga membutuhkan pemikiran yang lebih luas lagi. Pemikiran konsep secara luas dan kajian dari aspek hukum pun juga membutuhkan wawasan hukum yang lebih luas, sehingga tidak dapat dikaji dari satu aspek hukum sematamata. Hal ini sangat penting mengingat kepentingan konsumen pada dasarnya sudah 2
“Buku Panduan Elken”, Edisi Mei 2007.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
ada sejak awal sebelum barang atau jasa diproduksi, selama dalam proses produksi, sampai pada saat distribusi sehingga sampai ditangan konsumen untuk dimanfaatkan secara maksimal.
B. Perumusan Masalah Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang menurut KEPMENPERINDAG RI No. 73/MPP/KEP/3/2000?
2.
Bagaimana peranan Self Regulation (Kode Etik) untuk melindungi konsumen dalam melakukan transaksi melalui Multi Level Marketing pada Perusahaan MLM Elken?
3.
Bagaimana kepastian hokum perlindungan konsumen di Multi Level Marketing?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan usah Multi Level Marketing serta mencari alternatif upaya perlindungan konsumen yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. 2. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
3. Untuk memberikan gambaran upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen terhadap sikap pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. 4. Agar masyarakat mengetahui bagaimana sesungguhnya sistem pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing. Pada dasarnya suatu penulisan yang dibuat, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Menumbuhkan sikap kritis terutama bagi pribadi penulis sendiri, dalam menghadapi fenomena yang belakangan ini berkembang ditengah-tengah masyarakat, yaitu munculnya berbagai jenis usaha yang menggunakan sistem pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing . 2. Memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat selaku konsumen, agar dapat membedakan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang asli atau semi dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang palsu atau semu. 3. Agar masyarakat lebih waspada terhadap jenis-jenis usaha yang menjanjikan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu singkat namun tanpa usaha dan kerja keras. 4. Menambah wawsan dan khasanah bacaan bagi setiap orang yang berkenaan membaca tulisan ini. 4. Sebagai tugas akhir bagi penulis dalam usaha memperoleh gelar kesarjanaan dalam hal ini Sarjana Hukum.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
D. Keaslian Penelitian Penulisan skripsi ini pada awalnya didasarkan pada ide, gagasan, pemikiran dan yang utama adalah ketertarikan terhadap sistem pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing yang sedang marak berkembang ditengah-tengah masyarakat. Disamping itu juga mengapa sistem pemasaran ini digemari banyak orang, dan terbukti sistem Multi Level Marketing ini dapat bertahan ditengah-tengah krisis berkepanjangan yang sampai saat ini melanda Indonesia. Hingga akhirnya diputuskan untuk masuk menjadi anggota salah satu perusahaan Multi Level Marketing, untuk mengetahui lebih jelas bagaimana sesungguhnya sistem tersebut dan bagaimana upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh setiap perusahaan MLM kepada setiap member, pelanggan, ataupun konsumennya. Artinya tulisan ini bukanlah hasil ciplakan atau penggandaan dari perpustakaan karya tulis orang lain. Oleh karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini. Karena hal tersebut memang sengat dibutuhkan untuk melengkapi tulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam salah satu konsiderans UU No. 8 Tahun 1999, isu hukum perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang ada keterkaitannya dengan era globalisasi. Secara tekstual, pertimbangan poin (c) menegaskan bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
kesejahteraan masyarakat serta kepastian mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar. Dalam era ekonomi global rentang jarak antara produsen dan konsumen semakin bias. Terlebih dalam era digital, produsen dapat menjual produknya keberbagai negara melalui electronic business, distance selling, direct selling, ecommerce, multi level marketing, dan online marketing tanpa menghadapi kendala perdagangan (trade barries) yang kompleks dari negara pembeli. Suatu pertanyaan yang krusial untuk dicarikan solusinya adalah apakah dengan maraknya sistem-sistem tersebut membawa dampak yang signifikan terhadap perlindungan konsumen? Dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat, berbagai perangkat yang sudah ada dituntut untuk secara terus-menerus menyesuaikan dengan dinamika dan perubahan zaman, termasuk masalah perlindungan konsumen yang dalam hukum nasional Indonesia tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999. Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 2 UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 15 UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Sementara Kamus
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Ekonomi, menyatakan bahwa Consumer-Konsumen berarti seorang yang menikmati penggunaan fisik sesuatu benda ekonomi atau jasa ekonomi. 3 Secara harfiah arti kata “Consumer” itu adalah “(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. 4 Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata “Consumer” sebagai pemakai atau konsumen. 5 Sementara itu perlu juga diketahui pengertian dari pelaku usaha. Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 3, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelanggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 1, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Selanjutnya untuk memberi pemahaman yang lebih jelas mengenai objek pembahasan, yakni mengenai Multi Level Marketing, amak penulis akan memberi sedikit uraian terlebih dahulu. “Marketing” atau pemasaran adalah aktivitas dunia usaha yang berhubungan dengan benda-benda serta jasa-jasa dari produksi sampai 3
Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) Gramedia- Jakarta 1986, halaman 135.
4
A.S Hornby (Gen.Ed), Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English,oxford University Press.Oxford 1987, halaman 183,”(opp To producer) person who use goods”. 5 John.M.Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia Gramedia, Jakarta 1986, halaman 124 Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
pada
konsumsi,
di
dalam
mana
termasuk
tindakan
membeli,
menjual,
menyelenggarakan reklame, menstandardisir, pemisahan menurut nilai, mengangkut, menyimpan benda-benda, memodali, serta fungsi informasi pasar. Ada macammacam defenisi mengenai marketing seperti misalnya defenisi dari Nystrum dalam bukunya “handbook of marketing” yang menyatakan bahwa “marketing” meliputi segala aktivitas dunia usaha dalam bidang penyaluran benda-benda dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. 6 Selanjutnya secara lebih luas akan dijelaskan pengertian dari Multi Level Marketing. Menurut Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), lembaga yang menaungi perusahaan MLM di Indonesia, Multi Level Marketing (Pemasaran Multi Tingkat), adalah metode pemasaran barang dan/atau jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan/atau jasa, yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan kelompoknya. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa Multi Level Marketing adalah sebuah sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran.
F. Metode Penelitian Penulisan skripsi ini menggunakan dua metode penelitian yaitu studi lapangan atau field research dan studi kepustakaan atau library research. Berkenaan dengan metode field research (studi lapangan) yang dipergunakan, penelitian dilaksanakan 6
Winardi, op.cit., h.147
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
pada salah satu perwakilan atau Business Centre Perusahaan ELKEN di Sumatera Utara-Medan, yaitu Business Centre (BC) Perusahaan ELKEN yang berkedudukan di Jalan Diponegoro No. 16 Medan. Sedangkan metode studi kepustakaan (library research) yang digunakan, mengacu kepada bahan-bahan bacaan berupa buku-buku terutama yang membahas Hukum Perlindungan Konsumen dan Multi Level Marketing walaupun sangat terbatas jumlahnya, serta majalah-majalah yang membahas seputar sistem dan prospek usaha Multi Level Marketing, baik di Indonesia maupun di dunia. Tulisan ini juga menggunakan data pendukung atau penunjang berupa berita-berita dan artikel-artikel yang berasal dari internet yang sangat berpengaruh dan penting artinya bagi penyempurnaan tulisan ini. Adapun bentuk penelitian yang dipergunakan adalah dengan melihat kepada sifat penelitian yaitu deskriptif. Alasannya bahwa penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang bagaimana sesungguhnya perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen dalam melakukan transaksi melalui Multi Level Marketing, khususnya pada perusahaan MLM Elken. Hal tersebut selanjutnya diperoleh melalui penjelasan mulai dari sebelum transaksi, pada saat transaksi, sampai pada tahap setelah transaksi. Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan berupa bahan bacaan seputar perkembangan dunia Multi Level Marketing. Kemudian dokumen lainnya dalam hal ini berupa katalog/ buku panduan atau dalam dunia MLM disebut dengan Starter Kit yang berisi : mekanisme menjadi member, tingkatan member, bagaimana cara membangun bisnis MLM, garis-garis kebijakan member, bagaimana membangun jaringan, perhitungan bonus, perhitungan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
pajak, serta ketentuan atau syarat untuk dapat mendirikan Business Centre (BC) pada Perusahaan Elken. Selain itu hasil wawancara yang dilakukan pada Business Centre (BC). Dan analisa data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah analisa kualitatif. G. Sistematika Penelitian Keseluruhan sistematika yang ada dalam penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan. Demi memberikan kemudahan dalam penulisan ini, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah mengenai Perlindungan Konsumen menurut UU. No. 8 Tahun 1999, yang terdiri dari pengertian konsumen, hukum konsumen, dan hukum perlindungan konsumen; tahap-tahap transaksi konsumen; hak-hak serta kewajiban konsumen dan pelaku usaha; prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen dan perlindungan konsumen dalam hukum positif Indonesia. Bab III adalah mengenai sistem MLM yang terdiri dari pengertian MLM, ruang lingkup MLM, jenis-jenis MLM dan mekanisme transaksi melalui MLM pada perusahaan Elken. Bab IV membahas mengenai Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam transaksi melalui Multi Level Marketing yang memuat ketentuan mengenai kegiatan usaha penjualan berjenjang menurut Kepmenperindag RI No. 73/MPP/KEP/3/2003; Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Kedudukan dan peranan self regulation dalam perusahaan Elken; Kepastian hukum perlindungan konsumen; Penyelesaian sengketa konsumen dan disertai wawancar dan tanggapan dari nara sumber. Bab V sebagai penutup; terdiri dari kesimpulan dari seluruh tulisan atau pembahasan disertai saran-saran seperlunya dari penulis.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 TAHUN 1999
Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”. Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan antar hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, anata hak-hak pokok konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen.
A.
PENGERTIAN
KONSUMEN
DAN
HUKUM
PERLINDUNGAN
KONSUMEN 1. Pengertian Konsumen Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Pasal 1 Angka (2) UUPK
menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sebelum muncul UUPK yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April 2000, praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Diantara ketentuan normatif itu terdapat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (diberlakukan 5 Maret 2000; satu tahun setelah diundangkan). UU ini memuat suatu defenisi tentang konsumen, yaitu “setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain”. Batasan itu mirip dan garis besar maknanya diambil alih oleh UUPK. 7 Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper). Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Pakar masalah hukum konsumen di Belanda, Hondius sebagaimana dikutip oleh Tim FH UI & Depdagri disimpulkan bahwa, para ahli hukum pada umunya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan/atau jasa; (uiteindelijk gebruiker van goederenen diesten). Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Masalahnya, apakah pengertian konsumen hanya menyangkut orang atau termasuk bukan orang? Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen 7
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000, hal 1-2.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
diartikan sebagai, “The person who obtains goods and services for personal or family purposes.” 8 Dari defenisi itu terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen hanya orang, dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Sekalipun demikian, makna kata “memperoleh” (to obtain) masih kabur, apakah hanya melalui hubungan jual beli atau lebih luas dari pada itu ? 2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Istilah Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen sudah sangat sering terdengar. Namun sampai saat ini belum jelas, apa saja yang termasuk didalam cabang Hukum Konsumen dan/atau Hukum Perlindungan Konsumen. Sekalipun demikian, hampir semua orang sudah menyebutkan tentang Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen. Kemungkinan besar meningkatnya kebutuhan masyarakat akan perlindungan konsumen terhadap dampak (negatif) hubungan penyediaan barang atau jasa kebutuhan konsumen oleh pengusaha dan penggunaannya oleh konsumen merupakan salah satu penyebab. Tentu saja tidak dapat dihindarkan juga pengaruh global perkembangan kehidupan antar bangsa umumnya dan kehidupan sosial-ekonomi-hukum pada khususnya. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan bagian dari Hukum Konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Secara universal, berdasarkan hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungannya dengan pengusaha, baik
8
Tim FH UI & Depdagri, Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, hal 57.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun kemampuan atau daya bersaing/daya tawar. Kedudukan konsumen ini, baik yang tergabung dalam suatu organisasi apalagi secara individu, tidak seimbang dibandingkan dengan kedudukan pengusaha. Oleh sebab itu, untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut, dibutuhkan perlindungan pada konsumen. Adapun Hukum Konsumen diartikan sebagai “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain, berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup”. 9 Sejalan dengan batasan Hukum Konsumen, maka Hukum Perlindungan Konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen”. 10 Dari dua batasan tersebut diatas, hendaknya tidak dilupakan bahwa peran regulasi sendiri (self regulation) dikalangan pengusaha dan profesi, juga mempunyai pengaruh pada konsumen dan perlindungan konsumen seperti termuat dalam bentuk kode etik, kode praktek, kode pemasaran dan sebagainya. Hukum Konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial, ekonomi, daya saing maupun tingkat pendidikan. AZ.Nasution mengakui, asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia
9
AZ.Nasution, Konsumen..., op.cit., hal 64-65 Ibid, hal.66
10
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum internasional, terutama konvensikonvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen. 11 Adapun yang masih belum jelas dari pernyataan AZ. Nasution berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum perlindungan konsumen yang senantiasa bersifat mengatur. Apakah kaidah yang bersifat memaksa, tetapi memberikan perlindungan kepada konsumen tidak termasuk hukum dalam perlindungan konsumen? Untuk jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 383 KUHP berikut ini : “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : (1) karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2) mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat”. Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP itu juga memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum perlindungan konsumen. Artinya, inti persoalannya bukan terletak pada kaidah yang harus “mengatur” atau “memaksa”. Dengan demikian, seyogianya dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen didalamnya. Kata aspek hukum ini sangat tergantung pada kemauan kita mengartikan “hukum” termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungan, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.
11
AZ. Nasution, loc.cit.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
B. HAK-HAK SERTA KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hakhaknya
bersifat
abstrak.
Dengan
perkataan
lain,
perlindungan
konsumen
sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. 1. Hak-hak dan Kewajiban Konsumen Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu: (1). Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), (2). Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), (3). Hak untuk memilih (the right to choose), (4). Hak untuk didengar (the right to be heard). Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi
konsumen
yang
tergabung
dalam
The
International
Organization of Consumers Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Mereka bebas untuk menerima semua atau sebagian. YLKI misalnya, memutuskan untuk menambah satu hak lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga keseluruhannya dikenal dsebagai panca hak konsumen.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Akhirnya, jika semua hak-hak yang disebutkan itu disusun kembali secara sistematis (mulai dari yang diasumsikan paling mendasar), akan diperoleh urutan sebagai berikut : 1. Hak konsumen mendapatkan keamanan Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani. Hak untuk memperoleh keamanan ini penting ditempatkan pada kedudukan utama, karena selama berabad-abad berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen (terutama pembeli) adalah pihak yang wajib berhati-hati, bukan pelaku usaha. 2. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Hak untuk mendapatkan informasi menurut Prof. Hans W. Micklitz 12, seorang ahli hukum konsumen dari Jerman, dalam ceramah di Jakarta, 26-30 Oktober 1998 membedakan konsumen berdasarkan hak ini. Ia menyatakan, sebelum kita melangkah lebih detail dalam perlindungan konsumen, terlebih dahulu harus ada persamaan persepsi tentang tipe konsumen yang akan mendapatkan perlindungan. Menurutnya, secara garis besar dapat dibedakan dua tipe konsumen, yaitu konsumen yang 12
RUUPK di mata pakar Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV No. 12 (Desember, 1998) hal.33-34
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
terinformasi (well informed) dan konsumen yang tidak terinformasi. Ciri-ciri tipe pertma, antara lain (1) memiliki tingkat pendidikan tertentu, (2) mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam ekonomi pasar, dan (3) lancar berkomunikasi. Dengan memiliki tiga potensi, konsumen jenis ini mampu bertanggung jawab dan relatif tidak memerlukan perlindungan. Tipe konsumen kedua memiliki ciri-ciri, antara lain (1) kurang berpendidikan, (2) termasuk kategori kelas menengah ke bawah, dan (3) tidak lancar berkomunikasi. Konsumen jenis ini perlu dilindungi, dan khususnya menjadi tanggung jawab negara untuk memberi perlindungan. Selain ciri-ciri konsumen yang tidak terinformasikan, karena hal-hal khusus dapat juga dimasukkan kelompok anak-anak, orang tua, dan orang asing (yang tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa setempat) sebagai jenis konsumen yang wajib dilindungi oleh negara. Informasi ini harus diberikan secara sama bagi semua konsumen (tidak diskriminatif). 3. Hak untuk didengar Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi adalah hak untuk didengar. Ini disebabkan informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu, konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut. 4. Hak untuk memilih Dalam
mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak
menentukan
pilihannya. Ia tidak boleh mendapatkan tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia jadi membeli, ia juga bebas Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
menentukan produk mana yang akan dibeli. Hak untuk memilih erat kaitannya dengan situasi pasar. Jika terdapat monopoli oleh perusahaan yang tidak berorientasi pada kepentingan konsumen, akhirnya konsumen pasti didikte untuk mengkonsumsi barang atau jasa itu tanpa dapat berbuat lain. Dalam keadaan seperti itu, pelaku usaha dapat secara sepihak mempermainkan mutu barang dan harga jual. Monopoli juga dapat timbul akibat perjanjian-perjanjian antar pelaku usaha yang bersifat membatasi hak konsumen untuk memilih. 13 5. Hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya. Namun, dalam ketidak bebasan pasar, pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikkan harga, dan konsumen menjadi korban dari ketiadaan pilihan. Konsumen dihadapkan pada kondisi take it or leave it. 6. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu
13
Sutan Remi Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, hal 33-37 Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masingmasing pihak. 7. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum Hak untuk mendapatkan ganti kerugian hatus ditempatkan lebih tinggi dari pada pelaku usaha (produsen/penyalur produk) untuk membuat klausula eksonerasi secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapatkan tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait dalam hubungan hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak-pihak yang dipandang merugikan, karena mengkonsumsi produk itu. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapatkan ganti ekrugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakikatnya berisikan tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. 8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan non fisik. Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan sehat semakin mengemuka akhir-akhir ini. Karena hak atas lingkungan hidup yang Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
baik dan sehat merupakan bagian dari hak-hak subjektif (subjective rights) sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. 14 9. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang Persaingan curang atau dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan “persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan iktikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian. Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negative persaigan curang dapat dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah, guna mencegah munculnya akibat-akibat langsung yang merugikan konsumen. Itulah sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini, seperti yang ada saat ini, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.15 10. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh sebab itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari hakhaknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran hukum. Semakin
tinggi
tingkat
kesadaran
hukum
masyarakat,
semakin
tinggi
penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen 14
Shidarta, oop.cit. hal 24-25 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, “Aspek Yuridis dan Cara Penanggulangan Persaingan Curang” (makalah, Yogya, 6-7 Oktober 1992) hal 1 15
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melalui media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat. Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan “pendidikan konsumen” ini. Pengertian pendidikan konsumen ini tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen. Bentuk informasi yang lebih komprehensif dengan tidak semata-mata menonjolkan unsur komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen. 16 Di pihak lain, konsumen juga dibebani dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual atau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi sebagai berikut : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Dalam UU No. 8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha. Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dihargai 16
Shidarta, op.cit. hal 27.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
dan dihormati oleh konsumen, pemerintah, serta masyarakat pada umumnya karena penguasaha tanpa dilindungi hak-haknya akan mengakibatkan macetnya aktivitas perusahaan. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yaitu: (1) Asas Manfaat, (2) Asas Keadilan, (3) Asas Keseimbangan, (4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, (5) Asas Kepastian Hukum. Adapun hak-hak pelaku usaha yang dimuat dalam Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen meliputi sebagai berikut: 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi
dan
nilai
tukar
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan; 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen, masyarakat, dan pemerintah yang dimuat dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen meliputi: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha; Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6. Memberi kompensasi, gantirugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 7. Memberi kompensasi, gantirugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 17
C.
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Menurut Prof. Hans W. Micklitz, 18 dalam perlindungan konsumen secara
garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijkan yang bersifat
17
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 65-66 Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kapada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas keamanan dan kesehatan). Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsure kesalahan Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum namun berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan Pasal 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHP Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsure poko, yaitu: (1) Adanya perbuatan, (2) Adanya unsur kesalahan, (3) Adanya kerugian yang diderita, (4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatuhan dan kesusilaan dalam masyarakat. Ketentuan diatas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara, yakni asas audi et alteram partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang 18
Warta Konsumen, loc.cit.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
diperkara. Disini hakim harus memberi para pihak beban yang seimbang dan patut, sehingga masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan perkara tersebut. 2. Prinsip praduga untuk selalu betanggung jawab Prinsip ini menyatakan, Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), samapi ia membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si Tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) diterima dalam prinsip tersebut. UUPK pun mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, 23, (lihat ketentuan Pasal 28 UUPK). Dasar demikian dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadikan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidaklah berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatangugatan. Posisi konsumen sebagai Penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si Tergugat. 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab Prinsip inilah adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability principle)hanya dikenal dalam Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. 4. Prinsip tanggung jawab mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut(absolut liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminology diatas. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena: (1) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, (2) waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, (3) asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati. 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang dicuci cetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen, Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan kalusula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus ada peraturan perundang-undangan yang jelas. 19
D.
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA Hukum Keperdataan secara substansial merupakan area hukum yang sangat
luas dan paling dinamis. Keluasan hukum keperdataan sekilas segera tampak dari judul-judul buku dalam KUH Perdata dan KUHD. KUHD merupakan lex specialis, sementara KUH Perdata adalah lex generalis-nya. Dalam asas hukum dikatakan, jika terjadi perselisihan pengaturan antara Undang-undang yang khusus dan Undangundang yang lebih umum, maka yang khusus inilah yang digunakan (lex specialis derogat lege generalis). Dalam KUH Perdata memang sama sekali tidak pernah disebut-sebutkata “konsumen”. Istilah lain yang sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang (debitur). Pasal-pasal yang dimaksud adalah: 1. Pasal 1235 (jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482, 1550, 1560, 1706, 1744): “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaksud kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan”.
19
Shidarta, op.cit. hal 58-65
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. 2. Pasal 1236 (jo. Pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480): “Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan
keadaannya,
atau
tidak
merawatnya
sepatutnya
guna
menyelamatkannya”. 3. Pasal 1504 (jo. Pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 s/d 1511): “Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang dimaksudkan itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”. Ketentuan dalam KUH Perdata diatas, jelas masih terlalu umum untuk mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat dinamis itu. Dinamika yang dimaksud dapat diamati dari makin banyaknya bentuk-bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak (individu dan individu, atau lembaga dan lembaga, atau individu dan lembaga). Dinamika hukum perdata ini disadari pula oleh perancang KUHPerdata pada abad ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria perjanjian yang bernama (benoemd, specified)dan tidak bernama (onbenoemd, unspecified). Dalam KUH Perdata , perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII (dan juga dalam KUHD). Diluar itu adalah perjanjian tidak Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
bernama. Dapatlah dibayangkan, betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum diatur ketiga belas itu. Salah satunya tentunya adalah perjanjian yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini yakni mengenai Multi Level Marketing. Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, aspek perjanjian ini merupakan factor yang sangat penting, walaupun bukan factor mutlak yang harus ada. Adanya hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Perjanjian ini perlu dikemukakan karena merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan. Perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan Undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Dalam hukum positif Indonesia, masalah perikatan secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perikatan dalam kodifikasi hukum itu adalah perikatan dalam lapangan hukum kekayaan. Artinya, perikatan tersebut dikaitkan dengan hak-hak tertentu yang mempunyai nilai ekonomis. Jika hak itu tidak dipenuhi, ada konsekuensi yuridis untuk menggantinya dengan sejumlah uang tertentu. Jadi disini selalu terkait kepentingan ekonomis (geldelijke belang), bukan sekedar kepentingan moral kesusilaan(zedelijke belang). Pengaturan perikatan dalam KUHPerdata merupakan pengaturan secara umum saja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Pengaturan yang bersifat umum tersebut dengan demikian juga mengingat perikatan-perikatan yang dibuat dalam dunia perdagangan, khususnya yang diatur dalam KUHD. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 1 KUHD: “KUHPerdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam Kitab Undang-undang ini, sekedar didalam kitab Undang-undang ini
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
tidak diatur secara khusus menyimpang. Anak kalimat terakhir dari Pasal tersebut mengisyaratkan berlakunya asas “lex specialis derogat lege generali”. Dengan demikian dalam transaksi konsumen, baik produsen maupun konsumen keduanya dapat saja berdiri dalam posisi sebagai kreditur atau debitur, tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Agar perjanjian itu memenuhi harapan kedua pihak, masing-masing perlu memiliki itikad baik untuk memenuhi prestasinya secara bertanggung jawab. Hukum disini berperan untuk memastikan bahwa kewajiban itu memang dijalankan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kesepakatan semula. Jika terjadi pelanggaran dari kesepakatan itu, atau yang lazim disebut wan prestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya berdasarkan perjanjian tersebut. Penuntutan ini ditegaskan dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Pasal 1338 tersebut memberikan kesempatan untuk diadakan gugatan kehadapan pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutuskan apakah gugatan tersebut dapat dibenarkan. Tidak semua jenis perikatan yang bersumber dari perjanjian itu dapat dituntut pemenuhannya. Hukum hanya mencakupi perikatan yang memenuhi syarat yang dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1320. Dalam kaitan dengan Hukum Perlindungan Konsumen, kategori kedua yaitu perbuatan melawan hukum sangat penting untuk dicermati lebih lanjut, karena paling memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penuntutan terhadap lawan sengketanya. Sepanjang unsur-unsur Pasal 1365 KUHPerdata terpenuhi, yaitu: ada kesalahan (yang dilakukan pihak lain atau tergugat), ada kerugian (yang diderita si penggugat) dan ada hubungan kualitas antara kesalahan dan kerugian itu. Kesempatan konsumen untuk menuntut pemenuhan hak-haknya Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
senantiasa terbuka. Masalah lain yang timbul dalam lapangan hukum perdata berkenaan dengan Perlindungan Konsumen justru dalam rangka membagi beban pembuktiannya. Asas penerapan, asas pembalikan beban pembuktian (omkering van bewijslast) seperti dianut dalam Pasal 19, 22, 23, dan 29 UUPK tentu merupakan langkah maju, sekalipun masih perlu diuji, sejauh mana dapat dilaksanakan dalam praktek.20
20
Shidarta, op.cit. hal 79-84
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
BAB III SISTEM MULTI LEVEL MARKETING
Dilihat dari berbagai ciri dari sistem Multi Level Marketing ini, ada beberapa hal yang menurut hemat penulis memberikan pesona atau daya tarik kepada mereka yang belum mendapatkan pekerjaan, atau mereka yang sudah bekerja, dan ingin menambahpenghasilannya. Karena penghasilan besar di dapat tiap bulannya. Dengan bekerja di sebuah perusahaan konvensional, baik swasta maupun negeri, belum menjamin peningkatan taraf hidup yang diharapkan. Karena rendahnya tingkat gaji bagi para pekerja di Indonesia. Ditambah lagi, dalam suatu sistem Multi Level Marketing (MLM) semua orang berpeluang untuk mencapai jenjang tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Menurut pakar dan pemerhati bisnis MLM di Indonesia, Andreas Harefa, untuk mencapai jenjang Diamond (salah satu jenjang dalam sistem Multi Level Marketing), umumnya dibutuhkan sekitar 4-10 tahun. Sedangkan untuk mencapai jenjang Direktur atau CEO (Chief Executief Officer) dalam perusahaan konvensional, dibutuhkan 15-30 tahun. Bisnis Multi Level Marketing adalah bisnis dengan modal seadanya. Bisnis MLM hanya membutuhkan dana awal yang minimal sangat kecil. Untuk bergabung dengan usaha MLM, pada umumnya modal awal yang harus dikeluarkan berupa pembelian Formulir Pendaftaran berikut informasi awal (disebut dengan Starter Kit,
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Business Pack), yang nilainya berkisar Rp. 35.000,- sampai dengan kurang dari Rp. 300.000,-.21 Menurut Andrias Harefa, seorang pengamat yang concern terhadap perkembangan Multi Level Marketing di Indonesia, pada dasranya perusahaan yang berbasis MLM, memberikan nuansa berbeda dalam dunia pemasaran. Jika kita merujuk pada sistem penjualan konvensional dimana sang penjual hanya mendapatkan keuntungan pada saat barang terjual, sistem MLM memberikan value added bagi sang member. Selain mendapatkan keuntungan dari selisih penjualan barang, mereka juga jika mampu membentuk jaringan kerja untuk memasarkan produk atau jasa perusahaan, maka setiap bulannya perusahaan yang bersangkutan akan memperhitungkan bonus atau komisi dari hasil usahanya. Itulah enaknya sistem penjualan ala Multi Level Marketing (MLM). Tanpa harus mengaji tenaga pemasaran, karena mereka merupakan individu independen yang tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan pengelola bisnisnya, dan produkproduk yang dikeluarkan perusahaan ternyata mampu menembus pasaran di masyarakat
luas.
Istilahnya,
kedua
belah
pihak
sama-sama
mendapatkan
keuntungan. 22 Maka wajar rasanya, ketegaran mereka untuk terus meyakinkan masyarakat, pada akhirnya membuahkan hasil. Ironisnya, Multi Level Marketing bisa dikatakan tumbuh dan berkembang pada saat negara kita dilanda krisis, ataupun dapat dikatakan pada saat kondisi ekonomi masyarakat kurang menguntungkan, PHK dimana-mana, 21
Harian Umun Sore SINAR HARAPAN, Rubrik : Konsultasi Eureka, Februari, 2003. Andrias Harefa, Multi Level Marketing “Alternatif Karier dan Usaha menyongsong millenium Ketiga”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal.117 22
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
kejahatan merajarela, pedagang-pedagang sepi pelanggan. Sistem MLM percaya nggak percaya malah membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Mengapa demikian? Karena dengan modal awal yang relatif kecil tanpa harus memiliki jenjang pendidikan yang tinggi, mereka akan dituntun melalui pendidikan dan pelatihan perusahaan untuk menjadi seorang “enterpreneur”. Maka jika memang ingin ditekuni dengan baik , bisnis MLM diharapkan mampu mengubah banyak orang yang pada awalnya “biasa-biasa saja” menjadi pribadi yang “luar biasa”, yang penuh percaya diri, berwawasan luas, dan berpikiran positif. Dan secara otomatis mereka akan menjadi pribadi yang mandiri. Untuk itu, disaat krisis moneter yang tidak kunjung bertepi, perusahaanperusahaan Multi Level Marketing terus menuai keuntungan. Terbukti dengan semakin gemarnya masyarakat untuk menjadi salah satu “member” mereka. Perusahaan-perusahaan yang berbasis MLM pun terus bertambah dan menjamur akhir-akhir ini, dan ikut meramaikan belantika bisnis Multi Level Marketing. Bahkan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat, perusahaan-perusahaan MLM yang pada awalnya terkenla dengan penjualan produk-produk kesehatan, sekarang berinisiatifuntuk terus mendiversifikasikan produknya. Sistem pemasaran MLM yang terus mendapatkan tempat dihati masyarakat ini, ternyata juga mampu menarik hati perusahaan-perusahaan konvensional untuk berubah menjadi perusahaan yang memasarkan produknya melalui sistem Multi Level Marketing. Bahkan, ada juga perusahaan yang menjalankan metode pemasarannya melalui sistem Multi Level Marketing yang berdasarkan prinsip Syari’ah. Dan sistem MLM inipun mampu mengetuk AHAD-NET (sebuah Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
perusahaan MLM yang menggunakan prinsip Syari’ah pertama) untuk ikut terjun di sistem MLM ini dengan sungguh-sungguh. Berbasis masyarakat muslim, AHADNET lebih mengutamakan dan menghadirkan produk-produk yang lebih halal dan thoyyib seperti yang dianjurkan Al-Qur’an.
A.
PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKEING Multi Level Marketing adalah sebuah sistem pemasaran modern melalui
jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Jadi, Multi Level Marketing adalah suatu konsep penyaluran barang (produk dan jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh keuntungan dalam garis kemitraannya. Multi Level Marketing disebut juga Network Marketing, Multi Generation Marketing, dan Unit Level Marketing. Namun dari semua istilah itu yang paling sering dipakai dan populer adalah istilah Multi Level Marketing. 23 Sistem Multi Level Marketing (selanjutnya disingkat MLM), merupakan salah satu dari beragam cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan (produsen) untuk memasarkan atau mendistribusikan atau menjual produknya kepada konsumen (pemakai) melalui distributor independen, tanpa adanya campur tangan langsung dari perusahaan produsen. Imbal jasa yang diperoleh distributor independen adalah melalui potongan harga, komisi, atau insentif yang diterapkan oleh perusahaan produsen secara
23
http://
[email protected]. Februari, 2004
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
berjenjang sesuai dengan jumlah nilai penjualan (biasanya disebut dengan Volume Point atau Business Point). Sistem Multi Level Marketing ini memangkas jalur distribusi dalam sistem penjualan konvensional yang kita kenal. Dalam sistem MLM tidak melibatkan distributor atau agen tunggal dan grosir atau sub agen, tetapi melalui distributor independen yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung (direct selling) kepada konsumen. Keunikan utama dari sistem MLM adalah eksklusivitas cara pendistribusiannya. Dimana hasil produksinya hanya bisa dibeli melalui distributor independen tersebut dan tidak dapat dibeli melalui toko, pasar swalayan, department store.
B.
RUANG LINKUP MULTI LEVEL MARKETING
1.
Ciri Khas Multi Level Marketing Sebelum kita melangkah lebih jauh mengenai perihal business plan dalam
khasanah Multi Level Marketing, perlu diketahui terlebih dahulu 10 ciri khas Multi Level Marketing, yakni: a. MLM merupakan salah satu bentuk Direct Selling atau Direct Marketing yang dibuat untuk “memotong” birokrasi maupun hambatan dari saluran distribusi konvensional. Selain MLM, masih ada bentuk-bentuk seperti Tele-Marketing, Direct Mail, Fax-Promo, Catalog Shopping Direct Selling, Arisan Berantai, dan sebagainya yang cukup sukses. b. MLM merupakan personal selling dengan mengandalkan komunikasi mouthto- ear- to- mouth- to- ear yang biasanya punya kredibilitas tinggi. Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
c. Produk yang dijual harus eksklusif dan dikembangkan terus lewat R & D yang kuat. d. MLM membentuk net-work yang merupakan komunitas tersendiri dengan brand-royalti serta fanatisme yang tinggi. e. Penjual sama dengan pemakai. Dengan demikian dia bisa menjelaskan produk-produknya tersebut secara benar. f. MLM sebenarnya lebih menekankan “recruitment business”, sebab tanpa downliners jangan harap seorang distributor bisa sukses. g. MLM berharap supaya pembeli menjadi life time customers yang ditawari macam-macam produk. h. Penjula memberi “individualised service” pada pembeli. i.
Penjual berfungsi ganda, yaitu sebagai distributor dan sebagai promotor..
j.
Basis “target marketnya” adalah unit-unit keluarga yang entry pointnya kebanyakan adalah ibu rumah tangga. Perlu dikemukakan juga suatu realita bahwa Network Marketing (sebutan lain
untuk MLM) saat ini bukan sekedar wadah para pengangguran, para insan berpendidikan rendah, dan korban PHK semata. Tetapi telah menjadi tempat pemenang, pilihan karier para profesional berbagai bidang dan telah terbukti dengan diperolehnya kebebasan finansial serta aktualisasi diri yang sangat mengembirakan. Bisa kita prediksikan nantinya sebagaian besar masyarakat perkotaan akan memilih usaha sendiri yang dapat dikerjakan dimana saja termasuk di rumah dengan bantuan internet dan tentu prioritas pilihan utamanya adalah bisnis network marketing. Dan ini akan dapat menyaingi perusahaan konvensional besar dengan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
aneka kompleksitasnya, tetapi untungnya kecil bahkan merugi karena kondisi perekonomian yang mengalami keterpurukan berkepanjangan. 2.
Konsep Duplikasi dan Multiplikasi Menurut Prof. Hendrawan Supratikno, 24 MLM atau Sistem Pemasaran
Berjenjang ini pada dasarnya adalah sistem pemasaran lansung yang menggunakan asas Duplikasi dan Multiplikasi. Setiap orang yang menjadi konsumen dalam sistem ini dituntut untuk menjadi produsen, mengajak orang lain berlaku seperti diri sendiri. Ini disebut Duplikasi. Kalau satu orang bisa menduplikasikan diri lebih dari satu, maka terjadi yang disebut Multiplikasi. Senada dengan itu menurut Drs. Hafidz Abdurrahman, MA. 25 Multi Level Marketing secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas)dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan hubungan pada dua level yang berbeda, atas dan bawah. Maka, seseorang disebut upline jika mempunyai down line, baik satu maupun lebih. Bisnis yang menggunakan sistem Multi Level Marketing ini memang digerakkan dengan jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Meskipun demikian masing-masing perusahaan dan pembisnisnya menyebut dengan istilah yang berbeda-beda. Demikian juga dengan bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanismeyang berbeda; ada yang vertikal dan ada yang horizontal.
24
Prof. Hendrawan Supratikno, http://www.nl/ranesi/html/sistem mlm.html, 18 Februari 2003. Drs. Hafidz Abdurrahman (Kuningan ASRI), “Kajian Tentang Keharaman Bisnis MLM” http://www.yahoo.com 13 Januari 2004. 25
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Network Marketing merupkan pergerakkan barang (maupun jasa) dari produsen ke konsumen yang telah mendapatkan informasi tentang produk (maupun jasa) tersebut secara iklan dari mulut ke mulut (word of mouth advertising). Dari kegiatan mengiklankan bisnis tersebut, perusahaan bisnis Network Marketing akan memberikan imbalan berupa residual income secar berkelanjutan. Usaha Network Marketing dimulai dari ide hingga upaya yang optimal disertai kerja pintar dengan konsep duplikasi. Tentu saja konsep duplikasi yang dijalankan secara konsisten, sebagai contoh misalanya, kita mengawali dalam minggu pertama kerja dapat menggandeng 2 mitra bisnis (mengikuti jejak bisnis yang kita jalankan) dan masingmasing memberikan kontribusi keuntungan kepada kita Rp.1000,- (merupkan residual income). Minggu berikutnya kita mengarahkan 2 mitra bisnis yang menjadi downline pada level satu dalam susunan jaringan kerja network marketing kita, untuk masingmasing merekrut 2 mitra bisnis, sehingga kita memiliki 4 downlinedi level 2, maka kita memperoleh bonus sebesar Rp.4000,- saja. Namun setelah berjalan pada minggu ke 12, maka jumlah downline kita di level ke 12 sejumlah 4.096 mitra bisnis dan pada saat itu kita telah menuai bonus dari jaringan yang telah dibina selama 12 minggu sebesar Rp. 4.960.000,-. Dalam bisnis MLM, kita dilatih untuk mampu “menjual diri” kita kepada orang lain, mampu memotivasi, mampu berbicara didepan umum dan sebagainya. Tidak hanya teori, melainkan praktek langsung di lapangan melalui training dan home sharing, yang sering disebut juga dengan business school. Latihan-latihan inilah yang dapat membuat kita dapat lebih percaya diri dan selalu positif untuk memandang segala hal. Semua itu asset bagi kita untuk mengajak orang lain Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
(downline) kedalam jaringan bisnis kita. Orang-orang itulah (downline) yang dapat memberikan kontribusi finansial kepada kita. Jumlahnya bisa sedikit bisa juga banyak. Tergantung dari ketekunan dan kerja keras kita dalam merekrut dan membinanya. Dan disinilah yang akan menjadi mesin uang dalam sistem business plan pada bisnis Multi Level Marketing. Suatu pertumbuhan penghasilan eksponensial dan produktivitas yang mengagumkan dan menjadi berkah bagi seseorang yang gigih, tekun, bersemangat tinggi, kerja nyata dalam teamwork, saling mendukung dan meningkatkan kapasitas kepribadian serta performance kerja. Bentuk nyata gotong royong yang saling menguntungkan, produktif, berdedikasi yang dapat diwujudkan sebagai aktualisasi diri dalam kesejahteraan bersama yang dinamis. 3. Produk yang Dipasarkan Sistem MLM tidak tepat digunakan untuk setiap kegiatan bisnis. MLM biasanya diterapkan pada produk-produk yang memiliki kualitas tinggi dan unik, artinya tidak mudah diperoleh di pasaran. Contoh : obat-obatan, perhiasan khusus, peralatan rumah tangga, produk fashion (pakaian jadi), tas, sepatu, dan lain-lain yang tidak bisa diperoleh di sembarang tempat. Yang mudah diperoleh biasanya dipasarkan dengan sistem pemasaran tidak langsung. Dalam pemasaran tidak langsung dikenal perantara, agen, dan sebagainya, sedangkan MLM mengenal distributor langsung yang merangkap anggota. Pemasaran produk dengan sistem MLM, dipandang lebih efektif, karena produk yang dipasarkan oleh member (distributor), langsung sampai kepada konsumen, tanpa harus melewati jalur distribusi yang panjang. Dan sering dengan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
perkembangan zaman dan faktor kebutuhan, kini perusahaan MLM lebih terbuka. Mereka mulai melakukan promosi melalui jalur iklan di berbagai media massa, baik televisi, radio maupun media cetak. Pertimbangannya sangat masuk akal, cara ini selain memiliki nilai prestise, juga memiliki nilai tambah bagi perusahaan dan distributornya. Antara lain, memberi kemudahan kepada distributor dalam memperkenalkan produknya kepada orang lain (konsumen) dan image perusahaan pun semakin dikenal. Kualitas dan keunikan produk dapat membantu dan mempercepat kesuksesan suatu perusahaan yang bergerak dibidang MLM. Produk yang berkualitas diperoleh dari perusahaan yang mengontrol sistem produksinya dengan baik dan memiliki lembaga R & D dalam pengembangan produksinya. Perusahaan MLM yang memproduksi sendiri produknya dapat menjamin kesinambungan bisnis ini dalam kurun waktu yang panjang (lama). Dengan demikian, baik distributor maupun konsumennya tidak perlu khawatir atas supply yang dibutuhkan. Harga produk dan manfaat yang diperoleh harus memiliki nilai yang setara, dan ada jaminan uang kembali terhadap produk yang tidak sesuai dengan manfaat yang diperoleh atau kondisinya tidak seperti yang dijanjikan dan tertera dalam katalog. MLM harus berbasis pada produk, sebab sehebat apapun MLM tanpa berbasis pada produk yang unggul dan memiliki repeat order yang tinggi, maka MLM tersebut tidak ada artinya. Bahkan sebesar apapun bonus yang dijanjikan, kalau tidak ada produk adalah omong kosong. Dalam melihat peluang, harus diperhatikan tingkat kejenuhan MLM tersebut dimata masyarakat, apa keunggulan produk yang dipasarkan, sama dengan produk yang beredar di pasar bebas, apakah perusahaan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
memberikan peluang yang sama tanpa membedakan kepada seluruh anggotanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah menempatkan harga produk. Hal ini sangat bergantung, pada kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan mangsa pasar yang akan dibidik. Sebab hal ini berkaitan erat dengan harga. Potensi juga dapat dinilai dari produk yang dipasarkan, yang memiliki potensi yang cukup baik adalah produk yang digunakan sehari-hari. Dalam bisnis MLM, distributor juga dituntut untuk menggunakan atau mengkonsumsi produk yang dipasarkan oleh perusahaan MLM, dimana ia menjadi member atau distributor. Agar distributor dapat mengetahui kualitas produk yang ia pasarkan. Dan tentunya ia dapat nyaman berbicara dengan orang lain tentang produk tersebut. Sehingga dapat menyakinkan konsumen untuk ikut mengkonsumsi dan membuktikan manfaat produk tersebut. Jika seorang distributor tidak menggunakan produk tersebut, tentunya distributor tersebut tidak dapat secara jujur berbagi pengalaman dengan orang lain yang akan menjadi konsumen. Apabila seorang member atau distributor tidak memberitahukan informasi mengenai kualitas produk tersebut secara tidak benar, maka tentunya akan merugikan konsumen. Maka seluruh perusahaan MLM, termasuk juga member dan distributornya wajib memberikan perlindungan kepada konsumen, melalui informasi yang benar dan bertanggung jawab. 4. Bersifat UniversaL Bisnis Multi Level Marketing pada dasarnya adalah bisnis universal. Sebab tidak ada kriteria-kriteria khusus, seperti ijazah, pengalaman kerja, keterampilan khusus dan lain sebagainya. Siapa saja tanpa mengenal status sosial dapat menggeluti Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
bisnis ini, asalkan telah berusia minimal 17 tahun. Tidak heran, dalam krisis ekonomi pada saat ini, dimana PHK dan jumlah pengangguran meningkat, mencari pekerjaan sangat sulit, tingkat persaingan juga tinggi, bisnis MLm merupakan salah satu alternatif terbaik. Dalam dunia MLM, tidak memerlukan investasi atau modal yang besar untuk memulai usahanya, seperti halnya pada bisnis konvensional. Sehingga tidak perlu sampai menjual asset berharga yang kita miliki. Hanya bermodalkan sebuah stater kit, seseorang sudah berhak mengikuti bisnis MLM yang memberikan keuntungan. Tidak perlu juga berpendidikan tinggi S-1, S-2, atau S-3. Karena dalam MLM semua orang yang bergabung atau mereka yang disebut member, distributor ataupun anggota memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sukses. Yang penting mempunyai semangat atau jiwa enterpreneurship sejati, konsisten, fokus, ulet dan belajar terus. Dan yang paling penting dari semua itu adalah tidak takut gagal dan berani menghadapi resiko. Setiap perusahaan Multilevel memiliki aturan dan istilah yang berbeda-beda dalam pembagian keuntungan, tetapi dalam garis besar umumnya distributor memperoleh keuntungan langsung, selisih diskon, bonus uang, mobil, travelling domestik maupun mancanegara. Dan yang paling essensial dalam MLM adalah kita bisa memperoleh keuntungan yang namanya passive income. Kalau sekedar income atau bonus hampir semua pekerjaan menjanjikan hal tersebut, tidak harus di MLM. Justru yang menarik dari konsep MLM, seseorang dapat pensiun dini dan dapat diwariskan untuk keturunan. Sehingga seorang distributor MLM akan dapat
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
menikmati hasil kerja kerasnya dari jaringan yang selama ini dibangun dan dikembangkan. Jadi tidak perlu aktif lagi dalam jaringannya. Dari segi waktu, dalam bisnis MLM waktu yang dibutuhkan untuk melakukan bisnis ini sangat fleksibel, tidak terikat atau dengan kata lain bebas, kapan saja, tergantung bagaimana seseorang mengaturnya. Jadi tidak ada alasan untuk kalau seseorang tidak memiliki waktu untuk menjalankan bisnis ini. Sebab bisnis ini tidak mempunnyai batasan ruang lingkup waktu dan tempat. Kapan saja dan dimana saja kita berada, bisnis ini dapat dijalankan terutama kepada orang-orang yang waktu itu bersama atau berada di sekitar kita, mulai dari saudara, teman, sahabat lama, tetangga, atau orang yang belum kita kenal sekalipun. Bisnis ini juga tidak mengenal batas usia, asal mempunyai KTP, dapat bergabung dibisnis ini. Tidak seperti di perusahaan konvensional yang membatasi usia bagi calon pekerjanya. Dalam dunia Multi Level Marketing, tua maupun muda dapat menggelutinya. Semakin muda usia kita, semakin baik dan semakin banyak kesempatan yang kita dapatkan. Karena masa depan bisnis ini sangatlah cerah. Bagi yang telah berumur pun tidak perlu berkecil hati karena bisnis ini tetap dapat dijalankan dan dapat diwariskan kepada anak cucu kita.
C. JENIS-JENIS MULTI LEVEL MARKETING Dalam sejarah dunia marketing, bisnis yang paling maju dan berkembang pesat, karena telah berhasil menajdikan pemiliknya milyarder dalam tempo yang tidak terlalu lama, salah satunya adalah Multi Level Marketing. Bahkan seorang pengamat MLM asal Amerika, Paul Zane Pilzer dan John MF menganalisa, zaman Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
keemasan sistem franchise akan dikalahkan oleh sistem pemasaran berjenjang yang dikembangkan Multi Level Marketing. Dan tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 menjadi zaman keemasan sistem industri MLM, dimana pada satu titik grafik, MLM akan melampaui perkembangan bisnis franchise. Dalam kurun waktu setengah abad ini, MLM murni masih tetap bertahan. Di negara asalnya, pada awal perkembangan industri MLM, banyak bahkan ribuan perusahaan menggunakan sistem MLM. Namun berjalan bersama dengan waktu dan berlakunya seleksi alam, maka hanya tinggal beberapa yang masih eksis, dan diantara yang eksis semuanya MLM murni. Sedangkan di Indonesia sendiri, pada umumnya MLM yang menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), masih tetap bertahan. Ditengah perkembangannya yang begitu pesat, bermunculan MLMMLM palsu atau perusahaan-perusahaan gelap yang berkedok MLM, layaknya jamur dimusim hujan. Namun juga segera lenyap setelah berhasil meraup uang dari anggotanya. Fenomena ini timbul karena adanya pergeseran, bagaimana “MLM” masih tetap bisa bermain ditengah masyarakat yang sudah mulai mengetahui dan memahami MLM. Hal ini terlihat dengan munculnya sistem Piramida, Binary, dan Bisnis Penggandaan Uang (Money Game). Untuk selanjutnya penulis akan memberikan gambaran bentuk atau jenis-jenis MLM yang pernah atau sampai saat ini masih tetap beredar di Indonesia. 1. Multi Level Marketing (MLM) Murni Saat ini sistem penjualan dengan cara multi – level memang sedang booming. Para pengusaha seolah ikut latah dan berlomba memasarkan produknya dengan sistem MLM. Tidak tanggung-tanggung, produk yang sudah merajai pasar dengan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
sistem konvensional, seakan dipaksa “ganti baju” agar bisa dipasarkan secara Multi Level Marketing. Padahal produknya sama, nyaris tidak ada bedanya. Sementara itu, untuk menjadi pengusaha maupun distributor MLM atau lebih dikenal dengan istilah mitra usaha yang berhasil dan handal, tidak cukup hanya memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang MLM. Tetapi yang penting dan utama, kita harus memiliki jiwa MLM atau jiwa enterpreneur sejati. Satu-satunya lembaga di Indonesia yang “mencharge dan concern” terhadap industri MLM adalah Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Sejak berdiri pada tahun 1984 hingga kini, organisasi ini telah melakukan banyak terobosan dengan tujuan agar masyarakat Indonesia menjadi terbuka wawasannya mengenai MLM. Sehingga baik masyarakat, pengusaha maupun distributor MLM dapat samasama sukses dan diuntungkan. Untuk masuk dalam jaringan bisnis pemasaran seperti ini, pada umumnya setiap orang harus menjadi member (anggota jaringan), ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor; kadangkala membership tersebut dilakukan dengan mengisi formulir membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran, disertai dengan pembelian produk tertentu agar member tersebut mempunyai point, dan terkadang tanpa pembelian produk. Dalam hal ini, perolehan point menjadi sangat penting, karena kadangkala suatu perusahaan MLM menjadikan point sebagai ukuran besar kecilnya bonus yang diperoleh. Point tersebut dapat dihitung berdasarkan pembelian langsung, atau tidak langsung. Pembelian langsung biasanya dilakukan oleh masing-masing member, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan member tersebut. Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Dari sini, kemudian ada istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis MLM ini diminati banyak kalangan. Ditambah dengan potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member. Namun ada juga point yang menentukan bonus member bukan ditentukan oleh pembelian produk baik langsung maupun tidak langsung, melainkan oleh referee (pemakelaran) sebagaimana istilah mereka yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan include didalamnya pembelian produk. Pendaftaraan diri menjadi member cukup dilakukan sekali saja dan member tersebut berhak mendapatkan bonus. Tetapi dihitung lagi, berapa pembelian langsung maupun tidak langsungnya. Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perusahaan lain, seorang
member/distributor
harus
mensponsori
orang
lain
agar
menjadi
member/distributor,dan orang ini menjadi downline dari orang yang mensponsorinya (up-linenya). Begitu seterusnya, up-line “harus” membimbing downlinenya untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan. Sehingga orang yang menjadi up-linenya mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan, sekalipun tidak ditentukan formasi jaringan horizontal maupun vertikal. Dari paparan diatas, jelas menunjukkan bahwa MLM sebagai bisnis pemasaran tersebut adalah bisnis yang dibangun berdasarkan ormai jaringan tertentu, bisa top-down (atas bawah) atau left-right (kiri-kanan), dengan kata lain vertikal maupun horizontal, atau perpaduan diantara keduanya. Namun farmasi seperti ini tidak akan hidup dan berjalan, jika tidak ada beneit (keuntungan), yang berupa bonus.bentuknya bis aberupa (!) potongan harga; (2)bonus penjualan; (3) bonus
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
jaringan, istilah lainnya komisi kepemimpinan. Dari ketiga jenis bonus tersebut, bonus ketiga-lah yang diterapkan di hampir semua bonus MLM. Sementara bonus jaringan adalah bonus yang diberikan karena faktor jasa masing-masing member dalam membangun jaringan farmasinya. Dengan kata lain, bonus ini diberikan kepada member yang bersangkutan karena telah berjasa menjual produk perusahaan, secara tidak langsung. Meski perusahaan tersebut tidak menyebutkan secara langsung dengan istilah referee (pemakelaran), istilah lainnya adalah sponsor, promotor, namun pada dasarnya bonus jaringan seperti ini juga merupakan “referee” (pemakelaran). Karena itu, posisi member dalam jarinagn MLM ini, tidak lepas dari dua posisi, yaitu (1) pembeli langsung; (2) makelar. Disebut pembeli langsung, manakala sebagai member, dia melakukan transaksi pembelian secara langsung, baik melalui perusahaan ataupun distributor atau pusat stock (stockist) atau dalam perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis digunakan istilah “Business Centre” (BC). Disebut makelar, karena dia telah menjadi perantara, melalui perekrutan yang telah ia lakukan, bagi orang lain untuk menjadi member dan membeli produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi dalam bisnis Marketing, yang menamakan dirinya Multi Level Marketing atau “refereal business”. Dari sini, kasus tersebut dapat dikaji berdasarkan dua fakta diatas, yaitu fakta pembelian langsung dan fakta makelar. Dalam prakteknya, pembelian langsung yang dilakukan, disamping mendapatkan bonus langsung, berupa potongan harga juga mendapatkan point yang secara akumulatif akan dinominalkan dengan sejumlah uang
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
tertentu. Pada saat yang sama, melalui formasi jaringan yang dibentuknya, orang tersebut akan mendapatkan bonus tidak langsung. 2. MLM Palsu (Perusahaan Yang Berkedok MLM). Mengenai beberapa bisnis yang memakai atau menggunakan sistem MLM atau yang hanya berkedok MLM yang masih meragukan ataupun yang sudah ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut, baik dari segi produk, sistem, marketing fee, legalitas formal pertanggungjawaban, tidak terbebas usahanya dari unsur-unsur haram seperti riba (permainan bunga ataupun penggandaan uang), merugikan nasabah dengan money game, perjudian, dan lain-lain sampai dengan saat ini masih banyak beredar dan tetap eksis. Untuk itu, penulis akan memberikan penjelasan mengenai beberapa bisnis yang berkedok MLM, antara lain : a. SISTEM MONEY GAME (Penggandaan Uang ). Selama ini kita sering mendengar istilah Money Game, bisnis haram yang telah banyak memakan korban, namun sosok “makhluk” yang menakutkan tersebut masih bebas berkeliaran tanpa “terlihat”. Faktanya adalah sudah ribuan orang dengan kerugian trilyunan rupiah yang telah menjadi mangsa bisnis ini. Sadar ataupun tidak sadar, mereka telah terlena dengan bujuk rayu dari bisnis ini. Biasanya bisnis ini menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda dan uang yang disetorkan tanpa kerja keras. Korbannya hanya diminta menyetorkan sejumlah uang, kemudian mencari dua korban lainnya, lalu duduk manis sambil menunggu uangnya beranak pinak. Namun setelah beberapa waktu berlalu, jangankan bunga, akar yang adapun hilang entah kemana. Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Dunia MLM di Indonesia pertama kali dikejutkan oleh kasus arisan berantai yang dikeluarkan oleh Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) milik Ongkowijoyo awal tahun 1988, kemudian diikuti oleh arisan Danasonic pada tahun 1995, “Koperasi Simpan Pinjam atau Yoshihiro, Promail, Probest, dan sebagainya”, dengan modus mendatangi rumah-rumah dengan janji akan mendapatkan bunga yang tinggi. Dalam bidang agrobisnis pun muncul nama P.T. QSAR dengan sistem bagi hasil di Sukabumi yang meledak beberapa waktu yang lalu. Bahkan promosi P.T. QSAR tersebut dilakukan dengan VCD, Video, yang ternyata membuat orang terkecoh, dan P.T. Add Farm, yang ebrgerak dalam bisnis peternakan. Bisnis berkedok MLM ini terbukti telah menjerumuskan ratusan nasabahnya dengan menyerap dana trilyunan rupiah. 26 Dapat dibayangkan keuntungan yang diperoleh para anggota tanpa membeli produk, tanpa training. Hal ini yang membuat sebagian orang tertarik untuk terjun pada bisnis ini. Mereka memborong beberapa paket sekaligusdengan harapan mendapatkan keuntungan yang ebrlimpah. Tanpa melihat resiko dan tanpa memikirkan korban yang akan dirugikan. Walaupun pemerintah dengan tegas telah menutup yayasan ini, dan mengganjar pelakunya dengan hukuman yang setimpal, namun praktek seperti ini masih menjamur di bumi nusantara ini. Para pelaku kini telah pintar mengemas bisnis money game ini menjadi sesuatu yang menarik. Layaknya MLM sungguhan, bisnis money game sangat kreatif menciptakan “produk” sebagai komoditi utama untuk dijual. Namun bila kita lebih teliti lagi, nilai “produk” yang dijual tersebut, ternyata tidak seimbang dengan nilai rupiah yang kita bayarkan. Misalnya, satu gram emas 24 karat yang dipasarkan dijual 26
“Membedah Bisnis Money Game”, Majalah Mitra Sukses, Edisi 06, Tahun 2003, hal 17-18.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
dengan harga delapan puluh ribuan per gram, dalam bisnis money game nilainya dapat mencapai beberapa kali lipat. Selain barang berharga, ada juga money game yang berbasis investasi, seperti Promail yang menjanjikan nasabahnya mendapat keuntungan sebesar 800 persen dalam waktu 15 bulan, jika menyetorkan uang sebesar 300-1200 dollar, Probest yang menjanjikan keuntungan hingga 300 persen bagi nasabahnya, P.T. QSAR yang berhasil menyerap dana setengah trilyun rupiah dari para nasabahnya, dengan menjanjikan keuntungan yang ebrlipat ganda, P.T. Add Farm yang bergerak dalam bisnis peternakan, yang menjanjikan nasabahnya keuntungan sebesar 30 persen perbulan. Walaupun mengalami masalah dalam pembayaran kembali dana milik nasabahnya, P.T. Add Farm melalui perjanjian perdamaian yang telah diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, berjanji akan mengembalikan dana nasabahnya dalam kurun waktu tiga tahun. Tentunya tidak terlupakan juga bisnis Money Game yang pernah menggemparkan Sumatera Utara, seperti kasus New Era 21, BMA (Banyumas Mulia Abadi), Solusi Centre, P.T. BUS dan lain-lain. Harus ditegaskan disini bahwa BMA dan sejenisnya yang pernah berkembang di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, bukanlah MLM tetapi bisnis Money Game dan penggandaan uang yang jelas-jelas menipu dan membodohi masyarakat. Mereka menggunakan nama-nama MLM (berkedok) Multi Level Marketing, untuk meraup dana masyarakat secara besarbesaran. Dalam sistem Money Game itu, orang yang terlebih dahulu masuk akan menguntungkan, sedangkan orang yang masuk belakangan akan merugi.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Sistem Money Game menggunakan sistem gali lobang tutup lobang. Lobang yang digali jauh lebih besar dari sesuatu yang ingin ditutupkan ke lobang itu. Akibatnya dari hari ke hari lobang semakin besar dan akhirnya meledak. Itulah sistem Money Game yang telah “merusak” nama Multi Level Marketing (MLM) sejati. b. SISTEM PIRAMIDA Pada dasarnya, bisnis money game (penggandaan uang) yang berkedok Multi Level Marketing, menggunakan sistem Piramida. Dalam sistem Piramida juga dipergunakan barang-barang yang seolah-olah diidentikkan dengan Starter Kit, sebagaimana yang umum diberlakukan dalam pemasaran sistem MLM atau Single Level
Marketing.
Padahal
barang-barang
itu
tidak
dimaksudkan
untuk
diperjualbelikan, tetapi cuman dipakai sebagai pelengkap syarat, supaya tidak dituduh sebagai prnaktek bank gelap. 27 Sistem Piramida seperti yang sekarang banyak ditemukan, memberi kesempatan lebih besar kepada peserta yang tercepat. Mereka yang ikut belakangan mendapat kemungkinan lebih kecil untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan mereka bisa buntung karena modal yang ditanamkan sering tidak kembali. Pada praktek penipuan berkedok MLM, keuntungan didapat dari rekruting peserta baru yang tidak lain adalah calon korban. Untuk itu aparat pemerintah perlu memberi perhatian yang intens terhadap penipuan berkedok MLM, dan khususnya APLI sebagai nwadah dan lembaga yang concern terhadap perusahaan MLM di Indonesia. Langkah menuju terwujudnya UU Anti Piramida sudah diawali oleh APLI. Bermula dari pembentukan Task Force Anti 27
“Sistem Piramida Tidak Seindah Janjinya” http://yahoo.com 20 Januari 2002.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Money Game, kini APLI melalui sebuah tim khusus telah menyiapkan draft RUU Anti Piramida. Jalan panjang dan terjal bakal ditempuh untuk mewujudkan draft ini menjadi Undang-undang yang bernkekuatan hukum tetap. Banyak variable yang akan mempengaruhinya. Namun, jika industri Direct Selling atau Multi Level Marketing ingin eksis, memiliki citra yang yang lebih baik, dan terus berkembang,UU Anti Piramida harus ada. Industri ini sudah merasakan pahit getirnya sak wasangka masyarakat yang menyamaratakan bisnis yang benar dan legal. Dengan praktekpraktek atau usaha-usaha penipuan berkedok MLM. Ketika media massa mengungkap praktek penipuan yang mirip atau menggunakan mekanisme seperti MLM, maka serta merta praktek tersebut disebut, dipersepsi, dimengerti, atau diidentifikasi sebagai MLM. Akibatnya, industri Direct Selling atau Multi Level Marketing yang benar dan sah, yang telah memberikan sumber penghidupan secara halal bagi sekurangkurangnya 4,5 juta penduduk Indonesia, menuai citra negatif. Sungguh suatu keadaan yang diyakini menimbulkan perasaan tidak adil bagi mereka. Jika citra negatif begitu tertanam dibenak masyarakat, ini dapat berdampak pada perkembangan industri Direct Selling atau Multi Level Marketing di tanah air. Ruang gerak akan terus jauh lebih sempit dan menimbulkan kesan industri Direct Selling kurang prospektif lagi. Semua yang berkepentingan di dunia Direct Selling atau Multi Level Marketing pasti tidak menginginkan kondisi seperti ini menjadi kenyataan. Dengfan demikian kenyataan tersebut harus dicegah secara intensif. APLI telah mengambil urutan langkah yang benar. Bermula dari peran APLI mendorong munculnya institusi IUPB (Izin Usaha Penjualan Berjenjang), untuk Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
menyaring dan mencegah munculnya praktek-praktek penipuan berkedok MLM. Namun, ketika institusi itu dirasakan mempunyai banyak kelemahan, APLI pun berniat baik menyiapkan gagasan-gagasan penyempurnaannya. Kini, langkah APLI lebih strategis lagi dengan menggulirkan pentingnya UU Anti Piramida, serta mengambil aksikonkrit dengan menyusun draft RUU Anti Piramida. Cakupannya pun lebih luas dan lebih menyentuh ke akar permasalahannya. APLI pun memikirkan kemudian menjangkau sasaran antara, yaitu mengusulkan peraturan dalam bentuk pengaturan perundangan yang lebih rendah tingkatnya. Yang terpenting adalah tersedianya perangkat hukum yang dapat segera dipergunakan oleh aparat untuk mencegah atau bertindak. Gayung bersambut, pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Perlindungan Konsumen Depperindag, mendukung langkah APLI. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari berbagai daerah yang sempat berdialog dengtan APLI akhir Oktober 2002, juga menunjukkan antusiasme untuk bekerja sama dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang bahaya skema piramida dan Money Game. Ini jelas dukungan moril yang sangat konkrit, sekaligus amanah yang sangat mulia. Bahwasannya APLI sesungguhnya mempunyai peran sosial yang aktual dan patut diperhitungkan. Dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang bahaya sekema piramida dan Money Game, APLI memberikan penjelasan tentang perbedaan antara sistem Direct Selling (dalam MLM) dan Sistem Piramida.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
PERBEDAAN DIRECT SELLING DAN SISTEM PIRAMIDA 28 No
DIRECT SELLING
VS
SISTEM PIRAMIDA
1.
Sudah dimasyarakatkan dan
><
Sudah banyak negara yang melarang
diterima
hampi di
seluruh
dan
dunia
menindak
dengan
perusahaan
sistem
ini,
yang bahkan
pengusahanya ditangkap pihak yang berwajib. 2.
Berhasil
meningkatkan
><
Hanya menguntungkan bagi orang-
penghasilan dan kesejahteraan
orang yang pertama atau lebih
para anggotanya dari level atas
dahulu bergabung sebagai anggota,
sampai level bawah
atas
kerugian
yang
mendaftar
belakangan. 3.
Keuntungan/keberhasilan
><
Keuntungan/keberhasilan
anggota
Mitra Usaha ditentukan dari
ditentukan dari seberapa banyak
hasil
yang bisa merekrut orang lain yang
nkerja dalam
bentuk
penjualan/pembelian
menyetor sejumlah uang sampai
produk/jasa yang bernilai atau
terbentuk satu format piramida
berguna untuk konsumen 4.
28
Setiap orang hanya berhak
><
Setiap orang boleh menjadi anggota
menjadi Mitra Usaha sebanyak
berkali-kali
dalam
satu
waktu
satu kali saja
tertenntu, menjadi anggota disebut
http://www.apli.or.id 17 Maret 2004
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
dengan “membeli KAVLING”, jadi satu orang boleh membeli beberapa kavling. 5.
Biaya
pendaftaran
menjadi
><
Biaya pendaftaran anggota sangat
anggota tidak terlalu mahal,
tinggi,
masuk akal dan imbalannya
produk-produk yang jika dihitung
adalah Starter Kit yang senilai.
harganya
Biaya
tidak
(tidak sesuai dengan produk sejenis
dimaksudkan
untuk
yang ada dipasaran). Jika seorang
memaksakan
pembelian
lebih banyak merekrut or4ang lain,
produk
pendaftaran
dan
bukan
untuk
biasanya disertai dengan
menjadi sangat
mahal
maka barulah bisa mendapatkan
mencari untung dari biaya
keuntungan,
dengan
kata
lain
pendaftaran
keuntungan didapat dengan merekrut lebih banyak anggota, bukan dengan penjualan lebih banyak
6.
Keuntungan Mitra
7.
yang
Usaha
didapat
><
dihitung
Keuntungan yang didapat anggota dihitung
berdasarkan
sistem
berdasarkan hasil penjualan
rekruting sampai terbentuk format
dari setiap anggota jaringannya
tertentu
Jumlah orang yang direkrut
><
Jumlah
anggota
yang
direkrut
anggota tidak dibatasi, tetapi
dibatasi. Jika ingin merekrut lebih
dianjurkan
banyak lagi, bisa harus menjadi
sesuai
dengan
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
kapasitas
dan
kemampuan
anggota (membeli kavling lagi)
masing-masing 8.
Setiap Mitra Usaha sangat tidak
dianjurkan,
><
Setiap anggota dianjurkan untuk
bahkan
menjadi
barang
dimana setipa kali menjadi anggota
(inventory loading) karena di
harus membeli produk dengan harga
dalam
yang tidak masuk akal. Hal ini
dilarang
menumpuk
penjualan
langsung,
anggota
berkali-kali,
yang terpenting adalah produk
menyebabkan
banyak
sekakli
yang dibeli dapat dipakai dan
anggota yang menimbun barang dan
dirasakan khasiat, kegunaan,
tidak dipakai
kualitas, dan manfaatnya oleh konsumen 9.
Program
pembinaan
Mitra
><
Tidak
ada
program
pembinaan
Usaha sangat diperlukan, agar
apapun juga, karen ayang diperlukan
diperoleh
hanya rekruting saja
anggota
yang
berkualitas tinggi 10. Pelatihan produk menjadi hal
><
Tidak ada pelatihan produk, sebab
yang sangat penting, karena
komoditas
produk harus dijual sampai
keanggotaan. Produk dalam sistem
ketangan konsumen
ini hanyalah satu kedok saja
11. Setiap
up
berkepentingan
line
sangat dengan
><
hanyalah
rekrut
Para up line hanya mementingkan rekruting orang baru saja. Apakah
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
meningkatkan
kualitas
dari
downlinenya berhasil atau tidak,
para downlinenya, kesuksesan
bukanlah perhnatian dari upline
seorang Mitra Usaha dapat terjadi,
jika
downlinenya
sukses 12. Merupakan salah satu peluang
><
Bukan merupakan suatu peluang
berusaha yang baik, dimana
usaha, karen ayang dilakukan lebih
setiap Mitra Usaha harus tetap
menyerupai
untung-untungan,
melakukan pembinaan untuk
dimana
perlu
jaringan
hanyalah “membeli kavling” dan
yang
dilakukan
selanjutnya hanylah menunggu.
c. SISTEM BINARY Sistem Binary Sebenarnya bersifat legal teoritis. Hanya saja memiliki potensi untuk meudah diselewengkan kearah Money Game (penggandaan uang secara ilegal). Sistem Binary memiliki fleksibilitas inovasi yang sangat intens dan mempunyai daya pesona yang luar biasa serta sekaligus terselip godaan kearah money game, dalam rangka mengembangkan ambisi keserakahan untuk memperoleh keuntungan secara cepat, baik bagi pemilik perusahaan Binary maupun membernya. Dalam mempengaruhi calon korbannya agar segera bergabung pelaku sistem Binary Ilegal biasanya menawarkan dengan cara yang bombastis. Misalnya, “Modal kecil untung besar dalam waktu singkat, tanpa kerja keras” dan lain sebagainya.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Sebenarnya, dari hal ini saja sudah tampak indikasi adanya pelanggaran etika bisnis MLM dan tentu juga menjadi “presiden” terjadinya pelanggaran hukum positif. Memang bila kita hanya dari sudut opini negatif yang didasarkan kejadian praktek penipuan dan penjerumusan kenistaan yang dilakukan oleh para oknum pengusaha sistem Binary MLM, maka seharusnya dilarang saja. Karena dilapangan sudah jelas banyak pelanggaran etika bisnis MLM yang mengakibatkan banyak masyarakat Indonesia tertipu dan dirugikan. Sehingga secara preventif dapat mengamankan citra bisnis MLM murni yang telah cukup eksis denga baik di bumi persada Indonesia. Tetapi dari segi obyektivitas kebenaran idiil dalam prinsip dasar MLM (mengacu pada kodifikasi Direct Selling Association, USA), kita tidak dibenarkan melakukan sikap prejudis,apriori, atau menghakimi secara sepihak bahwa sistem Binary MLM itu dilarang atau haram. Sebab di Amerika sendiri ada contoh sukses dan dipuji dari praktek sistem Binary MLM, antara lain AIM USA, dan USANA Inc. Ketika terjadi pelanggaran hukum dan tindakkan kriminal oleh pengusaha sistem Binary MLM yang jahat, pemerintah harus segera menindak tegas dan tuntas mengadilinya. Selanjutnya aparat keamanan (kepolisian) bersama aparat hukum bertindak proaktif untuk mencegah terjadinya pengulangan kejadian yang meresahkan dan merugikan masyarakat luas. Tentu untuk persiapan itu harus ada koordinasi dan konsolidasi antara institusi terkait dan yang berkompeten. Mulai dari penyusunan juga hingga pelaksanaan penertiban praktek penipuan berkedok MLM dimasyarakat. Walaupun fenomena sistem Binary MLM masih menjadi perdebatan dikalangan pemerintah dan pengamat MLM, hal ini tidak boleh menjadi penghalang Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
bagi pemerintah untuk menindak tegas kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum perdata maupun deli kriminal yang dilakukan oleh oknum pengusaha sistem Binary yang jahat (dilarag). Di sisi lain, ada penyakit mental kronis pada kelompok masyarakat tertentu, yang tidak pernah jera, terperosok praktek penipuan berkedok MLM. Penyakit mental kronis itu adalah pembenaran “anomali” terhadapa penyimpangan akal sehat dalam menalarkan “bujukan merdu angin sorga” dari penipu yang berkedok MLM. Padahal denga logika primitifnya saja sudah dapat mengenali antar bisnis yang masuk akal dan yang tidak. Pada dasarnya, akar penyebab sakitnya adalah ambisi keserakahan untuk segera memperoleh uang yang melimpah tanpa harus kerja keras. Akibatnya sudah pasti sebuah bencana kebangkrutan. Yang lebih celaka lagi, kondisi moralitas hukum yang sangat rendah dan dapat dikatakan bobrok, sehingga ada saja oknum pejabat tinggi atau oknum mantan pejabat yang tidak malu-malu menjadi “backing” usaha penipuan berkedok Multi Level Marketing. Tentu saja hal ini menjadikan kekuatan penipuan menjadi dahsyat, menyihir masyarakat terjerumus mengikuti jejak penipuan dengan tidak berdaya. Oleh karenanya masyarakat harus mencermati secara kritis sebelum mengambil keputusan untuk bergabung dengan sistem Binary MLM. 29
29
Ir. Danan Hiru, MM. S.Ked, “Sistem Binary, Spuluklastik atau Lugas Menarik”, Majalah Mitra Sukses, Edisi Agustus, 2003, hal.13-14
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
D.
MEKANISME
TRANSAKSI
MULTI
LEVEL
MARKETING
PADA
PERUSAHAAN ELKEN. Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan mengenai mekanisme transaksi MLM pada perusahaan Elken, penulis akan memberikan uraian singkat mengenai perusahaan Elken. Elken merupakan suatu perusahaan Multi Level Marketing yang didirikan sejak tahun 1995 dan mulai beroperasi pada bulan April 1995. Perusahaan Elken pertama sekali didirikan di negara Malaysia dan merupakankantor pusat Elken di Asia. Perusahaan Multi Level Marketing Elken bergerak di bidang penjualan barang ataupun jasa dagangan meliputi makanan dan minuman kesehatan, obat tradisional,kosmetika,pakaian dalam,perawatan mesin,dan penyaring air. Mengenai mekanisme bertransaksi melalui Multi Level Marketing ada beberapa klasifikasi atau ketegori, klasifikasi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada perusahaan MLM yang membuka pendaftaran member yang untuk itu,orang yang akan menjadi member tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member,disertai dengan pembelian produk. Pada waktu yang sama dia akan maaenjdi referee (makelar) bagi perusahaan dengan cara merekrut orang lain. 2. Ada perusahaan MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli sejumlah produk.Meskipun untuk itu orang tersebuttetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
(keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (point),baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan yang di bawah nya. Dampaknya, ketika pada suatu hari dia membeli produk , meskipun pada saat memdaftar menjadi member , tidak melakukan pembelian , dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawah nya aktif meskipun pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapatkan bonus (point) karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member. Dengan demikian pada saat itu ia menandatangani dua perjanjian yaitu perjanjian membership dan perjanjian pemakelaran. 3. Pada saat yang sama, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk,maka perjanjian membership seperti ini justru merupakan yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, yaitu zat dan jasa. Tetapi, perjanjian untuk mendapatkan jaminan menerima bonus jika di kemudian hari membeli barang. Berdasarkan tinjauan dan penelitian yang di lakukan penulis, maka perusahaan Elken sebagai tempat atau objek penelitian penulis, dalam mekanisme transaksinya menggunakan klasifikasi yang kedua. Langkah utama yang paling mendasar, kita harus melakukan transaksi di kantor pusat Elken maupun di kantor Business Centre- Business Centre terdekat di wilayah kita. Hal ini berlaku umum untuk semua pihak, baik untuk member maupun yang belum menjadi member. Bagi yang belum menjadi member dan tertarik / berminat untuk menjadi anggota atau member Elken ia harus mengisi formulir serta membaca seluruh petunjuk dan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
ketentuan yang berlaku. Di dalam formulir tersebut kita harus membuat/ mencantumkan No. Rekening Bank atas nama pribadi. Dan dengan menandatangani formulir tersebut, berarti kita telah mengadakan perjanjian dan transaksi awal pun telah berlangsung dengan pihak perusahaan Elken. Apabila seseorang telah mengisi dan menandatangani formulir maka peringkat kita langsung menjadi Manager ( sebutan untuk tingkat I pada perusahaan Elken). Untuk lebih jelas nya perusahaan Elken mengadakan garis- garis kebijakan untuk menjadi member Elken, antara lain : 30 PERSYARATAN MEMBER 1. Pemohon adalah perorangan yang telah berusia minimal 18 tahun dengan melampirkan foto copy identitas (KTP / SIM). Artinya Member hanyalah perseorangan, tidak boleh atas nama suatu perusahaan, badan usaha, atau kumpulan. 2. Untuk menjadi Member, pemohon wajib mengisi dan melengkapi Formulir Member Resmi yang di sediakan oleh perusahaan. Formulir harus diisi / di jawab dengan lengkap, jujur, dan di tanda tangani oleh pemohon. Pemohon dianggap sah sebagai Member setelah formulir tersebut di setujui oleh perusahaan. 3. Untuk menjadi Member harus di sponsori oleh seorang yang telah dan masih menjadi Member. 4. Seorang Member hanya terdaftar sekali dalam permohonan menjadi Member. Jika terdapat lebih dari satu permohonan menjadi Member dari 30
Buku Panduan Elken, Juli 2007.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
seorang calon Member, maka yang diterima adalah permohonan yang pertama. 5. Hanya perseorangan yang diizinkan untuk mengajukan permohonan menjadi Member, dan untuk calon yang sudah berkeluarga, suami dan istri hanya memiliki satu nomor keanggotaan (nomor identitas) atau ID. Apabila terbukti ada dua keanggotaan dalam satu keluarga, maka perusahaan mencabut keanggotaan dari keduanya. 6. Apabila data Bank, alamat atau sponsor tidak lengkap maka keanggotaan akan di tolak. 7. Dilarang dengan alasan apapun membuka nomor baru dengan nama yang sama atau nama lain dengan nama sponsor yang berbeda. MASA BERLAKU MEMBER Masa berlaku Member adalah selamanya sejak sebagai Member Elken, bila termasuk dalam konsep member aktif. KETENTUAN TRANSAKSI MEMBER 1. Transaksi member yang sah dan yang akan masuk ke dalam sistem, adalah transaksi yang di lakukan di Kantor Pusat atau di Business Centre. 2. Member harus menunjukan kartu ID nya di setiap transaksi pembelian. KETENTUAN KOREKSI TRANSAKSI 1. Setiap transaksi pembelian di Kantor Pusat yang sudah di bayar, tidak dapat di batalkan. 2. Apabila member melakukan transaksi pembelian di Business Centre, maka bila terdapat koreksi transaksi (No.ID, Nama, jumlah transaksi, dan Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
lain-lain) hanya di beri tenggang waktu koreksi selama 1 (satu) minggu, sebelum akhir bulan berjalan. 3. Apabila member melakukan transaksi pada akhir bulan dan komplain melewati batas waktu yang ditentukan, maka koreksi akan dilakukan bulan berikut nya.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
BAB IV ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI MULTI LEVEL MARKETING
MLM baik atau buruk ? Pertanyaan diatas sering mengganggu pikiran orangorang yang ingin menjadi member Multi Level Marketing. Untuk saat ini, pikiran tersebut tidak dapat disalahkan. Memang banyak sekali perusahaan-perusahaan MLM palsu yang berkeliaran dengan bebas di negeri ini dengan menelan milyaran rupiah dana milik korbannya. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat lemahnya sistem hukum di negeri ini. Tetapi jangan khawatir, sekarang sudah ada peraturan yang mengatur mengenai Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang, yang mulai berlaku efektif sejak tanggal ditetapkan, yakni pada tanggal 20 Maret 2000. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 73/MPP/KEP/3/2000.
A.
KETENTUAN
KEGIATAN
USAHA
PENJUALAN
BERJENJANG
MENURUT KEPMENPERINDAG RI.NO.73/MPP/KEP/3/2000 Dalam BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 1 peraturan itu disebutkan: Penjualan Berjenjang adalah suatu cara atau metode penjualan secara berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh perseorangan atau badan usaha yang memperkenalkan barang dan/atau jasa tertentu kepada
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar. Pasal 1 angka 3, menyebutkan Perusahaan Penjualan Berjenjang adalah perusahaan yang melakukan kegiatan penjualan secara berjenjang. Selanjutnya, Pasal 1 angka 10 menyebutkan Program Pemasaran adalah rencana perusahaan untuk membentuk jaringan pemasaran berjenjang satu tingkat dan atau lebih melalui Penjual guna mendistribusikan barang dan/atau jasa kepada konsumen. Menurut Pasal 2 ayat (1), Perusahaan Penjualan Berjenjang harus berbentuk Badan Hukum (Perseroan Terbatas) dan wajib memiliki Izin Usaha Penjualan Berjenjang (IUPB). Pasal 2 ayat (2), menentukan IUPB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya, Pasal 2 ayat (3), menentukan bahwa IUPB berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka yang sama, dengan memperhatikan hasil evaluasi kinerja Perusahaan Penjualan Berjenjang. Peraturan
ini
sangat
selektif
dalam
mengatur
dan
mengantisipasi
kemungkinan berkembangnya perusahaan-perusahaan yang berkedok MLM, yang samapai saat ini masih terus menjamur. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 disebutkan, untuk dapat melakukan kegiatan usaha Penjualan Berjenjang, Perusahaan harus memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya: a. mempunyai alamat kantor yang jelas; b. mempunyai barang dan/atau jasa yang memenuhi ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
c. mempunyai program pemasaran barang dan/atau jasa yang jelas, transparan, dan sesuai dengan kode etik; dan d. membuka peluang usaha, dan kesempatan memperoleh penghasilan bagi penjual Yang menarik dari Peraturan ini adalah dalam melakukan kegiatan usahanya, Penjualan Perusahaan Berjenjang wajib memenuhi ketentuan : a.
Menerbitkan daftar harga jual barang dan/atau jasa yang dinyatakan dalam rupiah (Rp) untuk diperlihatkan kepada konsumen;
b.
Memberikan jaminan atas mutu dan pelayanan guna jual kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual:
c.
Memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada penjual atau konsumen untuk mengembalikan barang dan/atau jasa, apabila ternyata barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
d.
Membatalkan penjualan barang dan/atau jasa yang tidak terjual oleh penjual yang
terhenti
melakukan
kegiatan
Penjualan
Berjenjang
dengan
mengembalikan uang sebesar harga jual perusahaan ke penjual dikurangi biaya administrasi sehubungan dengan penjualan barang dan/atau jasa sesuai dengan kesepakatan; e.
Melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk membentuk penjual yang profesional; dan
f.
Memberikan kesempatan yang sama kepada semua penjual untuk berprestasi. Dari keenam point diatas, maka point yang sangat menarik perhatian dan
memberikan perlindungan secara khusus kepada konsumen, adalah point (b), (c), dan point (d). Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Pasal-pasal penting lainnya yang wajib dijadikan pedoman, yaitu Pasal 8 yang mewajibkan Perusahaan Penjualan Berjenjang menyampaikan keterangan atau informasi yang benar secara lisan dan tulisan kepada calon Penjual dan konsumen, sekurang-kurangnya mengenai: a.
Identitas Perusahaan;
b.
Mutu barang dan/atau jasa serta spesifikasinya yang akan dipasarkan ;
c.
Program pemasaran barang dan/atau jasa;
d.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi penjual;
e.
Program pembinaan, bantuan pelatihan dan fasilitas yang diberikan Perusahaan Penjualan Berjenjang;
f.
Perjanjian Penjualan Berjenjang; dan
g.
Hal-hal lain yang perlu diketahui dalam rangka pelaksanaan usaha Penjualan Berjenjang. Apabila Pasal ini dikaitkan dengan tahap-tahap transaksi konsumen yang telah
diuraikan pada bab II, maka ketentuan Pasal 8 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 73/MPP/KEP/3/2000, yang berisi kewajiban menyampaikan informasi yang benar, baik secara lisan maupun tulisan kepada penjual dan konsumen, dilaksanakan pada tahap Pra transaksi konsumen sampai pada tahap Transaksi konsumen. Hal ini dilaksanakan agar masyarakat dapat emnentukan pilihannya dengan bebas dan tidak merugikan bagi dirinya. Dalam melakukan kegiatan usaha penjualan berjenjang, Perusahaan Penjualan Berjenjang juga harus mengindahkan larangan-larangan yang diberikan. Hal ini
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
dicantumkan dalam pasal 9 yang menentukan Larangan Bagi Perusahaan Penjualan Berjenjang. Larangan tersebut antara lain: a.
Menjual barang dan/atau jasa secara tidak benar atau berbeda atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
b.
Menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui uang pendaftaran keanggotaan dalam jumlah yang besar, tidak rasional, dan lebih dari satu kali;
c.
Mengharuskan penjual untuk membeli barang dan/atau jasa guna dipasarkan atau pemakaian sendiri dalam jumlah besar atau melebihi kemampuan penjual;
d.
Melakukan perdagangan yang berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat, pemberian imbalan atau kompensasi yang tidak wajar; dan
e.
Melakukan usaha perdagangan diluar izin yang diberikan. Dengan demikian bagi kita yang ingin bergabung dibisnis ini, tidak perlu
mengalami keraguan lagi. Jangan terkecoh dengan janji yang muluk. MLM adalah bisnis jaringan. Dalam bisnis ini seseorang dituntut untuk bekerja, baik itu menjual, atau merekrut itulah kita dapat memperoleh bonus, bukan hanya mendaftar, membayar sejumlah uang, lalu goyang kaki. Tidak benar, apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa bisnis MLM adalah bisnis yang hanya menguntungkan orang yang pertama mendaftar. Keberhasilan dalam bisnis ini ditemukan oleh keras atau tidaknya usaha kita, gigih atau tidaknya kita berjuang. Dalam bisnis ini kita dapat mengalahkan pendapatan atau bonus up line kita. Bahkan posisi dan peringkat kita dapat lebih tinggi dari pada
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
posisi dan peringkat up line kita. Dan dari sinilah bisnis ini terbukti jujur dan mengesankan. 31 Bagaimana dengan prospek bisnis ini ? Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Rini Soewandi menyatakan: “…Perkembangan bisnis MLM di Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang mempunyai prospek yang baik dan semakin pesat perkembangannya, karena usaha MLM dapat memberikan manfaat yang baik bagi perusahaan dan bagi masyarakat, yakni terciptanya jaringan pemasaran yang luas yang membuat produk terdistribusi dengan cepat, terbukanya kesempatan berusaha dan lapangan kerja bagi tenaga penjualnya yang independent serta jaminan mendapatkan produk bermutu bagi konsumennya…” Sudah jelas bahwa bisnis ini mempunyai prospek yang bagus dan telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa perputaran uang dari bisnis ini telah mencapai Rp. 4 trilyun lebih per tahun. Sunguh suatu nilai yang sangat menggiurkan. Hal ini tentunya akan mendorong pengusaha konvensional untuk beralih ke bisnis ini. Sehingga tidak mustahil dalam beberapa tahun kedepan jumlah perusahaan yang bergerak dalam bisnis ini akan semakin banyak. Belum lagi dengan masuknya perusahaan-perusahaan asing kedalam bisnis ini. Terlepas dari hal itu, dalam bisnis MLM yang ebnar selalu ada pelatihan, maka bisnis ini dalam kenyataannya telah banyak melahirkan milyarder-milyarder, tanpa memandang tingkat strata, pendidikan, dan latar belakang. Disinilah letak
31
“MLM Baik dan Buruk”, Majalah Mitra Sukses, Edisi 04, 2006, hal.30-31
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
keistimewaan bisnis ini. Sekarang semuanya kembali kepada kita yang harus pandaipandai memilih, jika ingin bergabung dengan salah satu perusahaan MLM yang baik. Berikut penulis akan memberikan beberapa hal yang dapat kita pakai untuk menilai suatu perusahaan MLM : 1. Perusahaan yang baik akan memberikan pelatihan untuk para membernya. Baik itu pelatihan produk, pengembangan diri maupun teknik menjual; 2. Produk yang dijual haruslah mempunyai mutu yang baggus dengan harga yang wajar; 3. Produk yang dijual mempunyai manfaat yang jelas dan nyata serta mempunyai repeat order yang tinggi; 4. Karena bisnis adalah bisnis jaringan, maka bonus yang akan didapat berasal dari pembelian kita dan pembelian jaringan dibawah kita, bukan hanya dari perekrutan anggota baru; 5. Keanggotaan yang diberlakukan oleh perusahaan hanya sekali saja, tidak berulang-ulang; 6. Perusahaan memberikan jaminan untuk membeli kembali barang yang telah kita beli, jika kita mengundurkan diri sebagai anggota; 7. Biaya pendaftaran relatif murah dan masuk akal; 8. Mempunyai kantor yang jelas; 9. Sistem pemasaran (marketing plan)haruslah transparan dan mudah dipahami;
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
10. Perusahaan telah mempunyai izin seperti Izin Usaha Penjualan Berjenjang yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan berlaku untuk seluruh wilayah RI. Menurut Andreas Harefa salah satu pemerhati yang concern dalam bisnis MLM dan Helmy Attamimi sebagai Ketua APLI 32, ada beberapa syarat penting yang menjadi keistimewaan bagi perusahaan MLM, agar dapat terus bertahan : Pertama, keyakinan bahwa sebuah produk yang baik dapat dipasarkan langsung kepada konsumen, tanpa melewati jalur distribusi tradisional dan nyaris tidak mengandalkan promosi, kecuali mouth to mouth. Dengan cara ini banyak biaya bisa dihemat dan dialihkan menjadi komisi penjualan yang besar. Sebab berbeda dengan perusahaan konvensional, perusahaan MLM menolak cara-cara pemasaran yang ruwet dan boros. Mereka lebih mengandalkan “common sense” (akal sehat)saja. Mereka lebih percaya “quality talk loudly”, dan mengesampingkan trik-trik membangun bround product yang “overpromise”. Dan perusahaan ini wajib memberikan jaminan uang kembali (money back guarantee) kepada konsumennya yang tidak puas. Kedua, keyakinan pada prinsip papan catur atau Prinsip Duplikasi, yakni perkembangbiakan jaringan distributor melalui kontak-kontak pribadi dari rumah ke rumah. Ketiga, keyakinan terhadap hak konsumen untuk mendapatkan informasi terbaik, melalui penjelasan langsung dari distributor yang juga berperan sebagai konsumen produk yang dijualnya. Keyakinan ini membuat perusahaan MLM yang 32
Andrias Harefa, “MLM dan Penggandaan Uang”, Gramedia, Jakarta, 1999, hal. 22-25.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
baik, tidak merasa perlu memasang iklan secara besar-besaran untuk menciptakan suatu brand image yang sering kali justru menyesatkan konsumen (karena tidak disertai penjelasan yang memadai). Keyakinan ini ikut berperan dalam keberhasilan pada distributor MLM yang baik, sekalipun hampir dapat dipastikan mereka tidak menguasai teori-teori pemasaran yang diajarkan oleh Mark Plus (salah satu perusahaan pemasaran yang terbesar di AS). Distributor yang sukses justru bukanlah yang pandai “bersiasat” tetapi yang mau belajar jujur dan transparan dalam menjalankan usahanya. Keempat, keyakinan bahwa jiwa perusahaan (the soul of the company) bukanlah pada ilmu pemasaran, tetapi lebih pada prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan motivasi yang menggerakkan the man behind the marketing science. Keyakinan ini memberikan sedikitnya dua konsekuensi, yakni : (1) perusahaan MLM yang baik, menempatkan nilai-nilai etis yang meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai kunci-kunci keberhasilan yang sejati. Nilai-nilai etis ini dikodifikasi dalam Kode Etik dan Aturan Prilaku yang harus disepakati oleh mereka yang berminat terjun kedalam bisnis MLM. Jadi dapat dikatakan bahwa perusahaan MLM yang baik, meletakkan etika bisnis (bukan ilmu pemasaran atau ilmu manajemen lainnya) sebagai panglima; dan (2) perusahaan MLM yang baik mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk mengembangkan paradigma, pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada distributornya. Mereka menjadi perusahaan yang benar-benar concern terhadap pengembangan harkat dan martabat manusia, dan tidak menempatkan manusia sebagai sumber daya yang setara dengan SDA dan kapital. Mereka berupaya membuat para distributornya menjadi insan-insan yang cemerlang Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
bukan sekedar pemasar yang handal yang menghalalkan semua cara untuk mencapai target usaha. Menempatkan etika bisnis sebagai panglima itulah yang merupakan keabsahan usaha MLM sebagai simbol reformasi pemasaran. Sebab, sejauh yang mampu diamati, intisari dari arus reformasi pemasaran adalah membangun menusiamanusia beretika, berakhlak , bermoral dalam semua bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
B.
KEDUDUKAN
DAN
PERANAN
SELF
REGULATION
DALAM
PERUSAHAAN ELKEN Diluar sumber-sumber hokum formal, sebenarnya mendapat satu kumpulan norma yang juga memegang peranan penting dalam Perlindungan Konsumen. Kumpulan norma tersebut dikenal dengan autonomic legislation atau self regulation, yang oleh sejumlah kalangan diterjemahkan menjadi swakarma. Isi self regulation ini lazimnya dimuat dalam kode etik suatu profesi. Disadari atau tidak, mungkin semua aktifitas kegiatan kemasyarakatan yang bermuatan hokum dapat ditampung seluruhnya dalam peraturan perundang-undangan. Terbatasnya kemampuan hokum perdata, pidana, dan administrasimengakibatkan aparat penegak hokum di Indonesia, khususnya hakim belumberani menjatuhkan putusan secara teleologis mengantisipasi kecendrungan pelanggaran hak-hak konsumen di masa depan. Kode etik mempunyai kedudukan yang sangat strategis, karena memuat aturan-aturan yang paling mendasar tentang profesi tertentu. Memang benar, bahwa sanksi pelanggaran kode etik ini lebih banyak menyentuh unsure moralitas dari pada legalitas, tetapi kelemahan ini dapat diatasi dengan memberikan unsure lain, yaitu berupa sanksi organisatoris. System norma hokum, khususnya hokum pidana, diyakini lebih tepat digunakan sebagai ultimum remedium, bukan sebagai premium remedium. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak-hak konsumen yang dilakukan dalam Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
hubungan dengan profesi tertentu, seperti dokter, apoteker, notaries, pengacara, jaksa, hakim, atau khususnya para pengusaha professional yang bergerak dalam bisnis Multi Level Marketing, premium remedium dalam bentuk kode etik ini, seharusnya ada pada norma-norma organisasi mereka masing-masing. Kode etik yang baik, adalah yang ditetapkan secara sukarela oleh organisasiorganisasi profesi tersebut (dan akan lebih baik apabila dibantu oleh ahli-ahli etika) adalah hasil rumusan pemikiran yang disepakati bersama dilandasi oleh itikad baik untuk menjadikan profesinya berkembang dan diterima oleh masyarakat. Sesuai asas pacta dant legem contractui dan asas pacta sunt servanda, kesepakatan seperti diatas wajib untuk ditaati. Bahkan jika dianalogikan dengan perjanjian keperdataan, kesepakatan itu mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya undang-undang. Dalam kode etik itulah nantinya akan ditentukan sanksi-sanksi apa yang dapat dijatuhkan organisasi kepada para anggotanya, yang melanggar. Sanksi yang dimaksud misalnya berupa peneguran, penolakan, untuk memberikan rekomendasi, sampai pencabutan dari keanggotaan organisasi. Tentu saja sekali lagi sanski organisatoris hanya dapat dijatuhkan jika organisasi itu benar-benar solid. Sanksi ini juga baru dapat berjalan dengan baik, jika ada kerja sama dengan institusi-institusi yang terkait. Sanksi penolakan memberikan rekomendasi, misalnya baru akan efektif jika institusi yang mengeluarkan izin dari penyandang profesi itu benar-benar mensyaratkan adanya rekomendasi itu. Sebaliknya, organisasi pemberi rekomendasi juga wajib memberikan integritasnya untuk tidak “mengobral” rekomendasi demikian dan tidak pula lamban memberikan pernyataan tersebut bagi anggotanya yang pantas menerimanya. Untuk mengawasi jalannya self regulation ini perlu ada komisi yang dibentuk secara khusus, yang anggotanya terdiri dari semua unsure dalam profesi tersebut, sehingga mekanisme kontrol dapat berjalan dengan baik dan seimbang. Komisi juga harus peka terhadap semua keluhan masyarakat (konsumen) dan memberikan solusi yang tepat secara organisatoris, bukan justru bertindak defensif dengan membela para anggotanya habis-habisan. Self regulation tidak boleh diterapkan secara terpisah dengan proses hukum yang normal. Artinya, self regulation justru berperan membantu Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
masyarakat (konsumen) yang dirugikan akibat praktek-praktek yang sebenarnya legal, tetapi dirasakan tidak etis. Jika batas etis itu dilewati, sehingga suatu perbuatan itu dikatagorikan melanggar norma hokum, seharusnya peran sanksi organisasi ini nantinya hanya menjadi pelengkap dari sanksi hokum. 33 Oleh karena itu, Elken sebagai sal;ah satu contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang Multi Level Marketing, dan sudah terdaftar menjadi anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) sejak tahun 1995, wajib menetapkan Kode Etik (Self Regulation) dalam rangka melindungi hak-hak dan kepentingan masyarakat (konsumen) atau member anggotanya dan juga bagi perusahaan secara umum. I.
PENJELASAN UMUM 1. Yang dimaksud dengan Member adalah setiap orang yang bersedia dan mengikatkan dirinya dengan Member Peerusahaan yang berhak membeli dan menjual/memasarkan produk dengan mendapatkan keuntungan, bonus dan fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh perusahaan. 2. Yang dimaksud dengan Produk adalah semua barang yang dipasarkan oleh perusahaan.
II.
TUJUAN Kode Eik member ini dibuat perusahaan dengan tujuan : 1. Sebagai pedoman dan panduan para member dalam menjalankan hak dan kewajibannya. 2. Menegaskan hubungan dengan Perusahaan dan para Member. 3. Mengatur hubungan diantara para Member. 4. Mengatur hubungan para Member dengan konsumen. 5. Melindungi/menjaga kepentingan Perusahaan dengan para Member.
III.
KEDUDUKAN MEMBER 1. Kedudukan seorang member adalah berdiri sendiri tidak mempunyai ikatan kerja dengan Perusahaan, sehingga member tidak dan tidak
33
Shidarta, op.cit, hal.102-103
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
diizinkan menyatakan bahwa dia adalah pegawai/staff, atau wakil, atau bertindak untuk dan atas nama Perusahaan. 2. Para Member tidak diperkenankan menggunakan nama, logo, lambing, alamat atau hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan, sehinga dapat memberikan kesan sebagai pegawai/staff, atau wakil, atau bertindak untuk dan atas nama Perusahaan. IV.
PRODUK DAN HARGA 1. Harga jual produk ditentukan oleh Perusahaan, dan pembelian produk dari Perusahaan atau tempat-tempat yang ditunjuk oleh Perusahaan, harus dengan pembayaran secara tunai/kontan. 2. Member tidak boleh menjual produk dengan harga yang lebih rendah atau lebih tinggi dari harga yang telah ditentukan oleh Perusahaan. 3. Member tidak boleh menjual/memajang produk atau yang berkaitan dnegan produk di toko-toko, tempat usaha,atau tempat-tempat lain yang serupa, kecuali di tempat-tempat yang telah disetujui dan ditunjuk oleh Perusahaan.
V.
SANKSI 1. Setiap anggota yang melanggar ketentuan Kode Etik dan peraturan lain yang berlaku di Perusahaan akan dikenakan sanksi sebagai berikut : a.
Untuk pelanggaran pertama kali, akan dikenakan sanksi administrative dan pemotongan bonus yang berhak ia dapatkan untuk periode tertentu.
b. Untuk pelanggaran kedua kali, perusahaan berhak mencabut keanggotaannya setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 2. Dalam hal ini Perusahaan mempunyai wewenang mutlak untuk menentukan besarnya denda administrative, periode bonus dan besarnya bonus.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
3. Setiap anggota yang keanggotaannya telah dicabut diberlakukan ketentuan tidak akan dapat kompensasi dalam bentuk apapun. 4. Untuk anggota yang keanggotaannya telah dicabut, tidak dapat memohon kembali menjadi anggota.
C. KEPASTIAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Sebagian
besar
predikat
konsumen
diperoleh
sebagai
konsekuensi
mengkonsumsi barang dan/atau jasa melalui suatu transaksi konsumen (consumer transaction). Transaksi konsumen adalah peralihan barang dan/atau jasa termasuk didalamnya peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Diluar transaksi konsumen dikenal juga transaksi komersial, yang biasanya dilakukan oleh produsen sebagai prinsipal dengan si pedagang antara. Pihak yang disebutkan terakhir inilah yang menjembatani antara produsen dan konsumen akhir (ultimate consumer). Itulah sebabnya, para perantara ini disebut juga dengan “intermediate consumer”. UUPK tidak mengkategorikan “konsumem antara” ini sebagai konsumen yang dilindungi oleh UUPK. Konsumen antara dapat berupa distributor atau agen. Kedua istilah ini memiliki sejumlah perbedaan.distributor bertindak atas namanya, sementara agen melakukan transaksi atas nama prinsipalnya. Dengan demikian, dalam pelunasan harga barang dan/atau jasa, pembeli dapat saja tidak membayar melalui perantara si agen, tetapi langsung kepada pihak prinsipalnya. Hal ini tidak terjadi pada distributor, karena produk yang diperjual-belikan menjadi miliknya. Karakteristik yang berbeda ini tentu mempengaruhi kontruksi hukum dalam transaksi konsumen diantara para pihak terkait. Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Transaksi konsumen merupakan suatu perikatan yang terutama bersangkut paut dengan perikatan keperdataan. Dalam kaca mata hukum perdata, perikatan transaksi konsumen itu, tidak serta-merta terjadi begitu saja. Ada prolog yang mendahuluinya. Perikatan konsumen merupakan pelaksanaan dari perikatan sebelumnya, yang dapat disebut pra transaksi konsumen. Setelah transaksikonsumen dilaksanakan, masih ada perikatan lain yang harus dipenuhi kedua belah pihak, yang dapat disebut pasca transaksi konsumen seperti yang telah diuraikan pada sub bab tahap-tahap transaksi konsumen sebelumnya. Dalam begian ini, penulis akan menjelaskan beberapa kesepakatan atau produk yang kemudian berkembang menjadi masalah dalam tahap-tahap transaksi konsumen, antara produsen atau pelaku usaha dengan masyarakat (konsumen).
D. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Sengketa konsumen adalah sengketa yang berkenaan dengan pelanggaran hakhak konsumen. Lingkupnya mencangkup semua segi hukum, baik keperdataan, pidana, maupun tata negara. Oleh karena itu, tidak digunakan istilah “sengketa transaksi konsumen”, karena yang terakhir ini terkesan lebih sempit, yang hanya mencangkup aspek hukum keperdataan. Proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen itu diatur dalam UUPK. Karena UUPK ini hanya mengatur beberapa pasal ketentuan, maka secara umum peraturan hukum acara seperti dalam HIR dan KUHPerdata tetap berlaku. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1970, tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU No. 35 Tahun 1999, kekuasaan kehakiman dilakukan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan PTUN. Keempat lingkungan peradilan itu berpuncak pada MA sebagai pengadilan negara tertinggi. Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Dengan demikian sehubungan dengan sengketa konsumen, menurut UUPK penyelesaian sengketa konsumen ternyata memiliki kekhasan. Sejak semula, para pihak berselisih, khususnya dari pihak konsumen, dimungkinkan penyelesaian sengketa itu mengikuti beberapa lingkungan peradilan, misalnya peradilan umum atau konsumen memilih jalan penyelesaian di luar pengadilan. 1. Penyelesaian Di Peradilan Umum Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan : “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”. Ketentuan ayat berikutnya menyatakan, “penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”. Ayat pertama Pasal 45 tersebut tidak kelas. Disitu hanya dikatakan , setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Apakah secara a contrario dapat ditafsirkan hak itu tidak diberikan kepada pelaku usaha? Tentu jika melihat kedalam asas-asas hukum acara, hak yang sama harus diberikan kepada semua pihak yang berkepentingan. 2. Penyelesaian Diluar Pengadilan Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pasal 45 Ayat (4) UUPK menyebutkan, “Jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa”. Ini berarti penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
pihak gagal menyelesaikan sengketa mereka diluar pengadilan. Meksud dari kata “dinyatakan tidak berhasil” dalam ayat diatas tidak jelas. Secara redaksional, juga tidak jelas apakah yang dimaksud dengan istilah “penyelesaian diluar pengadilan” ini dalah upaya perdamaian diantara mereka, atau juga termasuk penyelesaian melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Jika yang dimaksud dengan “penyelesaian diluar pengadilan” ini termasuk juga penyelesaian melalui BPSK, tentu saja tidak mungkin, salah satu pihak atau para pihak dapat menghentikan perkaranya ditengah jalan, sebelum BPSK menjatuhkan putusan. Dengan demikian, kata-kata “dinyatakan tidak berhasil” pun tidak mungkin dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak atau para pihak. Sekali mereka memutuskan untuk memilih penyelesaian melalui BPSK, maka mereka seharusnya terikat untuk menempuh proses pemeriksaan sampai putusan dijatuhkan. Jika mereka tidak dapat menerima putusan itu, barulah mereka diberi hak melanjutkan penyelesaiannya di Pengadilan Negeri. Pasal 45 Ayat (3) UUPK menyatakan, bahwa putusan majelis dari BPSK itu bersifat final dan mengikat. Kata “final” diartikan sebagai tidak adanya upaya banding dan kasasi. Yang ada adalah “keberatan” yang dapat disampaikan kepada PN dalam waktu 14 hari kerja, setelah pihak yang berkepentingan menerima pemberitahuan putusan tersebut. Jika pihak yang dikalahkan tidak menjalankan putusan BPSK, maka putusan itu akan dan oleh BPSK kepada penyidik untuk dijadikan bukti permulaan yang cukup dalam melakukan penyidikan. UUPK sama sekali tidak memberi kemungkinan lain bagi BPSK kecuali, menyerahkan putusan itu
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
kepada penyidik (dalam hal ini, UUPK tidak menggunakan kata “dapat” sehingga berarti menutup alternatif untuk tidak menyerahkan kasus itu kepada penyidik). 34
E. WAWANCARA DAN TANGGAPAN Dalam menggunakan metode penelitian research (studi lapangan) dan usaha untuk mendapatkan kebenaran informasi dan data secara langsung dari sumber atau objek penelitian, maka Penulis dalam hal ini melakukan wawancara langsung dengan salah satu Pimpinan Kantor Cabang Elken yang bertempat di Gedung West Plaza Jalan Zainul Arifin, Medan. Yaitu Bapak Amrin Tambunan. Adapun hasil wawancara tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimana sejarah perkembangan Perusahaan Elken dalam bisnis Multi Level Marketing ? Elken merupakan perusahaan Multi Level Marketing yang didirikan sejak tahun 1995. Perusahaan Elken ini pertama sekali didirikan di Negara Malaysia dan merupakan kantor pusat Elken di Asia. Perusahaan Elken ini bergerak dalam bidang penjualan barang dan/atau jasa dagangan, antara lain minuman dan makanan kesehatan, obat tradisional, kosmetika, pakaian dalam, perawatan mesin dan penyaringan air. Sampai dengan saat iniperkembangan Elken semakin pesat dengan dibukanya kantor cabang di beberapa negara di Asia, seperti di Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam, Thailand, India, dan Hongkong. Di negara Indonesia sendiri Perusahaan Elken membuka kantor cabang pembantu di beberapa daerah antara lain : Jakrta , Bandung, Medan, Tangerang, dan Yogyakarta. 34
Ibid, hal.42-145
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
2. Sampai saat ini kira-kira berapa jumlah anggota (member) perusahaan Elken baik yang aktif maupun yang tidak aktif ? Menurut pimpinan perusahaan Elken, jumlah anggota atau member Elken di Asia, pimpinan tidak mengetahui dengan pasti. Sepengetahuannya di Indonesia sendiri sampai saat ini tidak kurang dari 500.000 anggota yang berhasil dijaring. Dengan sekitar 40 % nya merupakan anggota aktif yang melakukan pembelian terhadap produk-produk MLM Elken. 3. Apakah produk-produk Elken diproduksi di Indonesia, dan apakah ada keharusan dari APLI untuk memiliki pabrik sendiri ? Produk-produk Elken tidak ada yang diproduksi di Indonesia. Produk Elken diproduksi di Singapore dan di Malaysia. Sebagian juga ada yang diproduksi di Thailand. Menurut Helmy Attamimi sebagai Ketua APLI, memang tidak ada keharusan atau kewajiban bagi pengelola bisnis MLM untuk memiliki pabrik sendiri. Artinya distributor tunggal suatu produk pun bisa menggunakan cara MLM memasarkan produknya. 4. Menurut Bapak bagaimana prospek Elken ini kedepan,disamping saat ini sangat banyak perusahaan perusahaan MLM sejenis yang memproduksi produk-produk kesehatan khususnya suplemen-suplemen untuk tubuh ? Saya optimis bahwa Elken akan terus maju dan terus menjadi perintis MLM untuk produk kesehatan masyarakat (khususnya obat perawatan). 5. Akhir-akhir ini kita melihat bahwa perusahaan yang menggunakan nama dan sistem MLM sangat banyak. Jadi bagaimana kita mengetahui perusahaan yang melakukan Penjualan Langsung (direct selling) dengan benar ? Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Menurut informasi yang diberikan oleh APLI, kita dapat mengetahuinya dengan petunjuk bahwa : a.
Mitra Usaha hanya boleh membeli keanggotaan dari perusahaan satu kali saja;
b.
Perusahaan tidak boleh meberikan keuntungan kepada Mitra Usaha hanya atas hasil rekrut anggota baru;
c.
Di perusahaan harus ada barang dan/atau jasa yang diperdagangkan dan dipergunakan oleh konsumen;
d.
Barang tidak dipergunakan sekedar sebagai kedok yang akan terlihat bila barangnya dijual dengan harga yang tidak wajar;
e.
Keuntungan atau laba yang diperoleh anggota adalah terutama berdasarkan penjualan barang dan/atau jasa kepada konsumen dari perekrutan anggota baru.
Ketentuan yang diberikan APLI tersebut sesuai dengan Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang menurut Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 KEPMENPERINDAG RI No. 73/MPP/KEP/3/2000.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Saat ini Undang-undang yang berfungsi sebagai “umbrella uct” bagi konsumen hanyalah Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-undang No. 5Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Khususnya di bidang Multi Level Marketing, masih dibutuhkan peraturan hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen. Karena sampai saat ini, peraturan hukum dibidang Multi Level Marketing, masih sangat terbatas jumlahnya. Satu-satunya adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 73/MPP/KEP/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang. 2. Selain UUPK juga ada peraturan berupa Kode Etik APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia), sebagai satu-satunya wadah dan lembaga yang concern terhadap bisnis Multi Level Marketing di Indonesia, dan tentunya dalam Kode Etik APLI tersebut setiap perusahaan MLM diwajibkan untuk merumuskan Kode Etik pada perusahaan masing-masing secara konsisten, dalam upaya APLI untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada konsumen, para member/distributor, maupun kelangan pelaku usaha sendiri. 3. Perlindungan hukum kepada konsumen merupakan hal yang semakin penting disebabkan faktor-faktor, antara lain : Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
a. Kedudukan konsumen yang relatif lemah dibandingkan produsen; b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor penggerak produktivitas dan efisiensi produsen dalam menghasilkan barang dan/atau jasa; c. Perubahan konsep pemasaran yang mengarah pada pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas pada situasi ekonomi global. Perlindungan hukum kepada konsumen diarahkan untuk tercapainya tujuan : a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi serta menjamin kepastian hukum; b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan seluruh pelaku dunia usaha; c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa; d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan. Kesemuanya
tercakup dalam
sebuah
sistem
hukum
yang
didalamnya
mengandung aspek hukum perdata, aspek hukum pidana, aspek hukum administrasi dan aspek hukum acara.
B. SARAN 1. Mencermati kisah MLM belakangan ini, seperti yang telah dipaparkan diatas, penggiat MLM sejatipun layak mawas diri. Pertama, bagaimana mereka dapat menata sistem dan pola MLM secara lebih baik dan terpadu, transparan dan adil. Kedua, bagaimana mereka dapat meyakinkan masyarakat, bahwa harga jual Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
produk-produk mereka kepada konsumen akhir memang ternyata lebih murah dari pada sistem pemasaran tradisional. Ketiga, bagaimana motivasi memperoleh uang dapat dimoderatkan dalam proses rekruitment, downline mereka (sebab sulit dipungkiri, bahwa setidaknya pada mulanya motivasi memperoleh uang banyak adalah motivasi terkuat untuk bergabung dalam kelompok MLM). Keempat, bagaimana usaha MLM sejati dapat bersatu apdu, terutama melalui APLI, daapat melakukan promosi diri secara sehat kepada masyarakat dan secara tidak langsung turut mendidik masyarakat. 2. Pemasaran bukanlah sesuatu hal yang pantas untuk menjadi jiwa perusahaan dalam bisnis yang ingin bertahan dalam jangka panjang. Yang lebih baik menjadi jiwa dan kompas perusahaan adalah etika bisnis, termasuk etika perusahaan itu sendiri. Menekankan brand sebagai value yang lebih penting ketimbang produk, mungkin ada benarnya. Namun terlebih penting lagi (the first thing) mempersonalkan seberapa jauh brand itu sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan etika bisnis. Bukanlah etika (moralitas, karakter, yang tidak terlihat) lebih bernilai dari pada etika yang secara fisik. Sesungguhnya kejujuran serta transparansi lebih “powerfull” ketimbang “make up”. 3. Agar kita tidak terjebak dalam bisnis Money Game, kunci utamanya adalah kita harus menggunakan akal sehat dan menyingkirkan nafsu untuk cepat mendapatkan uang tanpa kerja keras. Tidak ada yang instant dalam investasi, semua membutuhkan waktu, kerja keras, dan ada prosesnya. Oleh karena itu, jika ada diantara kita yang ditawarkan keuntungan yang besar dalam jangka waktu
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
yang singkat dan tanpa kerja keras, jangan malu dan sungkan untuk menolaknya. Dengan demikian mari kita “katakan tidak pada Money Game”. 4. Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat (konsumen), pemerintah sudah selayaknya memberikan perhatian dan kewaspadaan yang lebih intens terhadap perkembangan dan maraknya bisnis MLM akhir-akhir ini. Langkah pemerintah dan APLI pada khususnya sebagai satu-satunya wadah dan lembaga yang concern dalam bidang MLM, untuk membuat dan merumuskan Undang-Undang Anti Piramida yang masih dalam proses, dengan tujuan untuk mengawasi perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang MLM (baik yang murni maupun yang hanya berkedok MLM) merupakan suatu langkah maju untuk mendukung perkembangan bisnis MLM yang murni dan bersih. Hal inilah yang diharapkan mampu menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan konsumen dalam melakukan transaksi melalui Multi Level Marketing.
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Andrias Harefa, Multi Level Marketing “Alternatif Karier dan Usaha menyongsong millenium Ketiga”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999. Andrias Harefa, “MLM dan Penggandaan Uang”, Gramedia , Jakarta, 1999. Nasution, AZ, “ Konsumen dan Hukum”: Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta :Pustaka Sinar Harapan, 1995). Shidarta, “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, (Jakarta : Grasindo, 2000). Shidarta, “ Pengetahuan tentang Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dan Status Media Cetak serta Pelanggaran Hak-hak Konsumen dalam Iklan”, (Tesis, Program Studi Ilmu Hukum, jurusan Ilmu-ilmu Sosial, Program Pasca Sarjana, UGM, Yogya :1994). Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, “Aspek Yuridis dan Cara Penanggulangan Persaingan Curang,” (Makalah, Yogya : 6-7 Oktober 1992). Sjahdeini, Sutan Remi, “Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia”, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993). Suherman, Ade Maman, “Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global”, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002). Tim FH.UI & Depdagri, Rancangan Akademik Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta,2000). Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Buku Panduan Elken, Mei 2007. Yulisa, “Tanggung Jawab Produk dan Sejarah Perkembangannya di Beberapa Negara”, Makalah : Dibawakan dalam Penataran Hukum Perikatan II, Jakarta: 17-29 Juli 2004. Steinwall, R dan L. Layton, “Annatoted Trade Practise Act 1974”, (Sydney : Butterworths, 1996). Kantaatmadja, Komar, “Tanggung Jawab Profesional”, Jurnal Hukum Tahun III No.10. Badrelzaman, Mariam Darus, “Aneka Hukum Bisnis”, (Bandung : Alumni, 1999). Novita, “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen”, dalam Tugas Akhir Fakultas Hukum UISU, (Medan, 2000).
MAJALAH Harian Umum Sore SINAR HARAPAN, Rubrik : Konsultasi Eureka, (Februari, 2006). Hiru, Danan, “Sistem Binary, Spekulastik atau Lugas Menarik”, Majalah Mitra Sukses, Edisi Agustus, 2006. “Membedah Bisnis Money Game”, Majalah Mitra Sukses, Edisi 06, 2006. “MLM Baik dan Buruk,” Majalah Mitra Sukses, Edisi 04 tahun 2006. Nasution, AZ, Profil UUPK, Warta Konsumen No. 6 (Juni, 2007). KAMUS Echols, John M, dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1990). Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009
Hornby A.S, (Gen. Ed), Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, (Oxford, 1987). Winardi, Kamus Ekonomi, (Bandung : Alumni, 1982).
MEDIA INTERNET Bisnis MLM dalam Tinjauan Syari’ah Islam, http://
[email protected] Februari, 2007. Prof. Hendrawan Supratikno, http://www.nl/ranesi/html/sistem mlm.html, 18 Mei 2007. Drs. Hafidz Abdurrahman (Kuningan ASRI), “Kajian Tentang Keharaman Bisnis MLM” http://www.yahoo.com 13 Mei 2007. “Sistem Piramida Tidak Seindah Janjinya” http://yahoo.com 20 Mei 2007. Perbedaan Direct Selling dan Sistem Piramida, http://www.apli.or.id 17 Maret 2007
Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007. USU Repository © 2009