EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, MA Abstract In today’s world, Islamic education is facing an alarming dilemma. On one hand, there is a need to modernize the concept and practice of Islamic education. On the other hand, it cannot halt its pace for global competition is a never ending process. Its current challenge is to continuously improve its quality in many fields one of which is to respond to global development. One nation’s incapability to respond to global changes could lead to ideological crisis endangering the identity of its citizens. Tauhid-oriented education is considered to excel in dealing with global phenomena and to produce socially pious individuals. In addition, it is mandatory for a state as an education system to develop its citizens’ characters reserving the nation’s spirit. The four pillars discussed in the article are considered one alternative door to Indonesia’s revitalization that focuses on human resource development, both on being a good citizen and on modernizing Islamic education Keywords: Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, paradigma pendidikan Islam, filosofi pohon A. Pendahuluan Memasuki persaingan global seperti sekarang ini, pendidikan Islam dihadapkan pada dua tantangan besar sekaligus yaitu tuntutan akan mutu dan kualitas pendidikan Islam yang dipandang masih
rendah dan belum terpenuhinya ekspektasi masyarakat akan relevansi pendidikan Islam dengan dunia modern. Kedua hal tersebut merupakan tantangan yang harus segera diatasi dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia untuk mampu bersaing dengan masyarakat global. Langkah utama yang harus segera dibenahi adalah kurikulum pendidikan Islam harus terus direformasi dan direformulasi agar mampu beradaptasi dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, serta perubahanperubahan kehidupan seperti demokratis, pengakuan terhadap hak asasi manusia, kerjasama, dan persaingan global. Harapan semua pihak terutama umat Islam untuk menjadikan pendidikan Islam sebagai salah satu alternatif pendidikan masa depan tidak terlepas dari karakteristiknya yang khas yaitu kemampuannya dalam memadukan pendidikan agama dan umum dalam satu integrasi keilmuan. Namun demikian untuk mencapai tujuan ideal tersebut tentu saja harus dibarengi dengan perubahan paradigma. Paradigma baru pendidikan Islam tidak hanya harus mampu menjawab epistemologi ilmu, namun juga harus mampu menjabarkan kerangka konsep keilmuan Islam dalam tujuan pendidikan Islam. Sisi lain yang juga harus menjadi perhatian dalam merevitalisasi pendidikan Islam adalah meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat (muslim) akan pentingnya keberadaan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional serta meningkatkan manajeman pendidikan Islam. Meskipun kita menyadari bahwa pendidikan Islam berada dalam dilema yang cukup sulit, yaitu di satu sisi adanya suatu keinginan yang besar untuk mengadakan modernisasi pendidikan Islam, namun di sisi lain dengan arus globalisasi yang tidak dapat terbendung lagi menuntut adanya persaingan pendidikan global. Sekedar catatan bahwa mainstream pemikiran pendidikan Islam kita saat ini lebih didominasi pada problematika yang dihadapi pendidikan Islam beserta tawaran-tawaran solusi teoritiknya, namun 2
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
belum banyak yang mampu membahas pada substansi dan upaya yang harus segera dilaksanakan baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang. Kemampuan membaca realitas pendidikan Islam sekarang justru menjadi alat pendorong untuk membaca realitas dan tantangan yang akan dihadapi pendidikan Islam dalam menghadapi persaingan global. Kelemahan bangsa dalam menghadapi liberalisasi sebagai buah dari globalisasi dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai ekses negatif. Salah satunya adalah kekhawatiran terjadinya krisis ideologis yang akhirnya akan menggerus jati diri sebuah bangsa yang Pancasilais. Beberapa indikator seperti liberalisasi di bidang ekonomi, maraknya aksi kekerasan fisik dan psikis atas nama perbedaan agama dan keyakinan, perbedaan kepentingan politik, perebutan sumbersumber ekonomi dan dekadensi moral tidak lepas dari pengaruh globalisasi tersebut.1 Dalam konsep empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara menyebutkan bahwa : pertama, Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta : pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD “45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Ketiga, Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “berbeda-beda tetapi tetap satu”, serta yang keempat adalah NKRI yang merupakan bentuk dari negara Indonesia, dimana negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, selain itu juga bentuk 1.
Tim Kerja Sosialisasi MPR, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2012), h. xix-xx. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
3
negaranya adalah republik, kenapa NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia. Konsep empat pilar inilah yang kemudian diharapkan mampu menjadi pintu kebangkitan Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik, sebagai implementasi dari segala konsep pengembangan sumber daya manusia, baik dalam bernegara maupun pendidikan yang memandang manusia sebagai individu dengan segala keunikan dan karakteristiknya. B. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara : Tinjauan Historis Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949 di Indonesia berlaku Konstitusi RIS dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Tujuan, Pokok, Fungsi UUD 1945 : (a) Landasan Konstitusional atas landasan ideal yaitu 4
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
Pancasila, (b) alat pengendalian sosial (a tool of social control), (c) alat untuk mengubah masyarakat (a tool of social engineering), (d) alat ketertiban dan pengaturan masyarakat, (e) sarana mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, (f) sarana penggerak pembangunan, (g) fungsi kritis dalam hukum, (h) fungsi pengayoman, dan (i) sebagai alat politik. Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama, dan kepercayaan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu Kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini: Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa. Terjemahan: Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
5
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Di samping itu, PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara. Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionalisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 6
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu: (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sementara tugas pendidikan Islam adalah mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive sehingga berkembang dengan baik, baik berkembang secara jasmani dan rohani juga berkembang dalam setiap potensi yang dimilikinya (kognisi, afeksi, dan psikomotor) sehingga bisa menjadi insan kamil. C. Paradigma Baru Pendidikan Islam : Tinjauan Epistemologi Melihat peran penting epistemologi yang oleh Ziaudin Sardar ditegaskan bahwa epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabang yang pokok, mengidentifikasi sumber dan batasan-batasannya, yang kemudian dalam kerangka epistemologi barat dikembangkan pemikiran bahwa keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ilmiah, menjadikan keraguan sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Sebagai dampaknya peradaban barat mendesakralisasi pengetahuan yang bersifat ketuhanan dan mengingkari kebenaran agama yang pada akhirnya ilmu pengetahuan harus bebas nilai (value-free), maka dikatakan oleh Sardar hal inilah yang menyebabkan sains barat mengalami krisis keseimbangan antara orientasi insanniyah dan ilahiyah.2 Dalam konteks pendidikan, ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam konteks semacam ini, maka pendidikannya akan mengalami krisis nilai dan kehilangan nilai ilahiyyahnya. 2.
Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual Merumuskan Parameter Sains Islam (Surabaya: Risalah Bhakti, 1998), h. 32. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
7
Epistemologi pendidikan Islam berangkat dari suatu pedoman bahwa sumber ilmu adalah Allah sendiri dan ciptaannya. Sedangkan ilmuwan hanyalah mengakaji ilmu Allah dalam kerangka menjabarkan fungsi khalifah Tuhan di muka bumi dan memakmurkan dunia dengan ilmu-ilmu yang didapat dari mengkaji ayat-ayat Allah untuk kebaikan dan kesejahteraan manusia. Paradigma Pendidikan Islam sebagai upaya merumuskan ulang konsep-konsep pendidikan yang dikembangkan selama ini perlu mendapat penyegaran dalam kerangka pikirnya atau setidaknya untuk memberi nuansa baru yang lebih relevan dengan perkembangan dunia tanpa kehilangan sisi transendesinya. Mengacu pada epistemologi pendidikan Islam yang berangkat dari sebuah paradigma bahwa sumber ilmu dalam Islam paling tidak bersumber pada naqliyyah (al-Qur’an dan as Sunnah) dan kauniyyah. Dalam tradisi awal Islam sumber ilmu yang pertama telah melahirkan ilmu tauhid, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Sementara pada sumber yang kedua dengan mengkaji ayat-ayat kauniyah telah mampu mengantarkan pada era puncak peradaban Islam atau yang sering dikenal golden age dengan dikembangkannya ilmu pengetahuan seperti ilmu fisika, astronomi, biologi, aljabar, dan kedokteran. Kalau kita baca secara lebih jauh pada sejarah munculnya ilmu-ilmu keIslaman awal tersebut tidak dapat dilepaskan dari core view pengembangan ilmu Islam itu sendiri, yaitu akidah menjadi sumber utama pendorong pengembangan ilmu keislaman. Para ilmuwan muslim awal sangat sadar betul bahwa dasar filosofi ilmu keislaman harus dimulai dari menjabarkan konsep perintah membaca (naqliyah) terhadap ciptaan (kauniyah). Dari membaca terhadap sumber naqliyah kemudian diteruskan dengan membaca kauniyyah telah mampu menegaskan keesaan Allah (tauhid). Tauhid yang telah berisi keyakinan (akidah) telah mampu mengantarkan para ilmuwan muslim mengembangkan ilmu-ilmu 8
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
keislaman lainnya. Akidah sebagai salah satu motor penggerak pengembangan keilmuan Islam didasarkan pada pemikiran bahwa ketika manusia sudah mampu membaca ayat-ayat naqliyah dan kauniyah, maka akan membawa kepada pengakuan (taqrir bil lisan) sekaligus pembenaran dalam hati (tasdiq bil qolb) dan mendorong kuat untuk merelisasikan hasil bacaan tersebut (af’alun bil arkan) dalam pengembangan dan aplikasi ilmu. Maka dalam konsepsi Islam tidak ada dikhotmi keilmuan, inilah yang harus menjadi core view pengembangan pendidikan Islam. Dalam implementasi pengembangan keilmuan Islam, paradigma di atas dikembangkan menjadi filosofi pohon bunga ilmu:3
Berangkat dari sebuah filosofi dasar bahwa pohon bisa dikategorikan kedalam tiga jenis, yaitu pohon kayu, pohon batang, dan pohon bunga yang ketiganya mempunyai fungsi masing-masing. Dalam pendidikan Islam fungsi pohon bunga inilah yang harus dikembangkan mengingat bahwa pendidikan Islam menyangkut anak 3.
Usman Abu Bakar, “Revitalisasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Persaingan Global,” (Makalah disampaikan dalam Studium General Stain Metro Lampung Tanggal 18 Mei 2010). Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
9
didik, maka citra bunga yang harum, wangi, dan indah sangat cocok untuk mengkiaskan citra seorang anak yang qurottu ‘aini bagi orang tua dan masyarakat; kedua, harum wangi bunga sebagai sebuah pengharum atau pajangan, miniatur taman akan memberi kesan aman (tenang) dan nyaman (senang), yang sama tenang dan senangnya orang tua dan masyarakat memandang kesalehan perilaku anak didik (ahlakul karimah) sehingga tujuan yang ingin dicapai dari filosofi pohon bunga tersebut bahwa membentuk peserta didik yang bisa membanggakan bagi keluarga dan institusi karena kedalaman ilmu yang dikuasainya dan keluhuran akhlaknya akan memberi kemanfaatan bagi manusia yang dilandasi dengan kedalaman ilmu dan kesalehan pribadi dan keluhuran akhlak peserta didik dengan pedoman ilmu amaliyah dan beramal ilmiah. Dengan pendekatan di atas dan dalam rangka menghadapi fenomena globalisasi yang tengah berkembang, untuk mewujudkan dan memproduk manusia-manusia yang saleh dan produktif, yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif adalah suatu hal yang sangat mungkin diwujudkan melalui pendidikan yang berparadigma tauhid. D. Menghadapi Persaingan Global : Profil Pendidikan Islam dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Pendidikan Islam di Indonesia secara historis lahir dan berkembang dalam upaya untuk mengajarkan dan mengembangkan keilmuan Islam. Pendidikan Islam lahir dari pendidikan agama yang awal dari pesantren yang hanya berfokus pada mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sebagaimana yang telah dipraktekkan dalam pendidikan timur tengah. Kemudian pada masa penjajahan kolonial sengaja tampil memisahkan dan mengisolasi diri sebagai bentuk perlawanan secara diam (silent opposition) terhadap pendidikan kolonial yang pada
10
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
akhirnya memposisikan diri hanya pada pendidikan agama.4 Sementara pendidikan kolonial yang mengusung sistem dan metode keilmuan barat yang berparadigma rasional-empirisme justru pada masa perkembangan di Indonesia mendapatkan tempat tersendiri dan diadopsi dalam sistem pendidikan nasional. Pengakuan pendidikan Islam menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan nasional merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan namun tantangannya sekarang adalah bagaimana mengejarkan ketinggalan pendidikan Islam dalam semua aspek kehidupannya supaya tidak ketinggalan jauh dengan pendidikan umumnya terutama memperbaiki mutu dan relevansi pendidikannya sejalan dengan perkembangan global. Ada dua profil manusia yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam yaitu manusia yang berkarakteristik : 1. Abd Allah (Manusia yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah) Yaitu sebagaimana firman Allah “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia supaya mereka mengabdikan hidupnya kepada-Ku” (Q.S Adz Zariyat (51) : 56). Untuk menjadi hamba Allah yang sadar akan maksud dan tujuan diciptakannya, maka harus menggunakan ilmu. Ilmu yang mampu menghantarkan manusia menjadi manusia-manusia taat kepada Allah adalah ilmu-ilmu agama yaitu ilmu tauhid, al-qur’an, fiqih, hadits yang oleh imam al-Ghozali ilmu-ilmu ini dikategorikan sebagai ilmu fardhu ‘ain. Disebut ilmu fardhu ain karena semua orang yang menyatakan diri beriman dan berislam wajib mempelajari ilmu ini. Artinya ilmu ini wajib diberikan sebagai ilmu dasar yang akan membekali manusia menjadi pribadi-pribadi yang taat kepada tuhannya, karena 4.
Azyumardi Azra, “Pendidikan Islam di era Globalisasi : Peluang dan Tantangan,” (Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-7, Pekanbaru, 21-24 November, 2007). Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
11
dengan mempelajari ilmu ini akan dapat membantu dirinya dalam menemukan Tuhannya. Oleh karena itu, sebenarnya mempelajari ilmu-ilmu ini merupakan kewajiban umat Islam tanpa kecuali, karena dengan tidak mempelajari ilmu ini justru akan membahayakan bagi dirinya karena akan semakin jauh dari petunjuk-Nya. 2.
Khalifatullah (Manusia yang mampu memakmurkan bumi) Hal itu sebagaimana firman-Nya : “Dan tidaklah kami utus kamu supaya menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS al-Anbiya [21]:107). Diutusnya umat manusia (umat Muhammad) di dunia ini supaya dapat memakmurkannya untuk kepentingan umat manusia sebagaimana ditegaskan lagi oleh firman Allah “Dia-lah yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah supaya dapat memakmurkan dunia ini (untuk kepentingan bersama)”. Makna khalifah mempunyai dua fungsi yaitu ilahiyah sebagai mandataris Tuhan di muka bumi dan insaniyah yang tugas utamanya adalah memakmurkan dunia bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk itu supaya mampu menjalankan tugas sebagai khalifah Tuhan di bumi, manusia harus membekali dirinya dengan ilmullmu yang mempunyai kaitan langsung dengan tugas sebagai pemakmur dunia, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan duniawi. Ilmu-ilmu ini termasuk dalam kategori ilmu fardhu kifayah yang maksudnya ilmu ini bukan kewajiban semua orang namun hanya wajib dituntut oleh orang tertentu yang mempunyai minat khusus di bidang itu. Dalam implementasinya diperlukan beberapa pendekatan dalam mensosialisasikan dan mengamalkan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, yaitu : (1) Pendekatan Kultural, (2) Pendekatan Edukatif, (3) Pendekatan Hukum, dan (4) Pendekatan Struktural. 12
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
Model Profile Output Allah-Manusia – Manusia-Allah (Habluminallah)
Artinya: “Siapa yang melapangkan orang mu’min dari kesulitan di atas dunia ,Allah akan melapangkan dari kesulitan di hari kiamat. Dan siapa yang menutupi (kesalahan) orang Islam. Allah akan menutupi (kesalahannya) di dunia dan di akhirat. Allah akan menolong hambaNya selama hambaNya menolong saudaranya.” (H.R. Muslim) Manusia-Manusia (Habluminannaas)
Artinya: Dari Abu Hurairoh r.a. telah bersabda Rasulullah SAW. Apabila berjumpa salah seorang kamu dengan temannya, maka hendaklah mengucapkan salam. Apabila terhalang di antara keduanya oleh pohon atau dinding atau batu besar kemudian berjumpa maka hendaklah mengucapkan salam atasnya. (H.R. Abu Dawud).
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
13
Allah-Negara – Negara -Allah
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas (QS. Ali-Imron, 3: 112)”. Negara-Manusia – Manusia-Negara
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui Apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah: 30).
14
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
PANCASILA
UUD 1945
AQIDAH
Ideologi Dasar Negara Indonesia & Dasar Islam : terimplementasi dalam 5 Sila dan Rukun Islam
SCIENCE
Kandungan Lima Sila Pancasila & Ayat Naqliyah : terimplementasi dalam Perumusan Pancasila dan AlQur’an Serta Sunnah
Hukum Dasar Tertulis (Basic Law) & Kitab Suci Islam : terimplementasi dalam konstitusi pemerintahan dan Al-Qur’an Sistem Ketatanegaraan & Iman : terimplementasi dalam Tujuan, Pokok, Fungsi UUD 1945 dan Rukun Iman
LABORAT
Penyusunan Pancasila & Riset : terimplementasi dalam muatan Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan dan Fiqh
SKILLS
Rumusan Pancasila & Insan Kamil : terimplementasi dalam masuknya
Susunan LembagaLembaga dalam Sistem Ketatanegaraan dan Pusat Peradaban Islam : terimplementasi dalam Amandemen UUD 194 tentang lembaga Negara dan Masjid, Pesantren serta lembaga pendidikan sebagai pusat keilmuan Aplikasi UUD 1945 & Pendekatan Pendidikan Islam
BHINNEKA TUNGGAL IKA Semboyan Indonesia & Ibadah : terimplementasi dalam Persatuan Indonesia dan Praktek Ibadah
NKRI Bentuk Negara Indonesia & Akhlak : terimplementasi dalam Nasionalisme dan Akhlak
Beraneka Ragam & Insaniyyah : terimplementasi dalam PersatuanKesatuan dan HabluminannaasHabluminallah Toleransi & Potensi Fitrah : terimplementasi dalam Kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular (Kerajaan Majapahit) dan Filsafat Islam (Ontologi, Aksiologi, Epistimologi)
Negara Kesatuan & Kauniyyah : terimplementasi dalam Ketatanegaraan dan Ayat Kauniyah
Hakikatnya Bangsa Indonesia adalah satu kesatuan &
Tujuan, Tugas Nasional/Negara & Tugas Pendidikan Islam : terimplementasi
Kepulauan & Pribadi Muslim : terimplementasi dalam Negara Kesatuan dan Potensi Akal, Ruh, Nafs, qablu (Kognisi-AfeksiPsikomotor dalam Psikologi Islam)
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
15
Pancasila kedalam Paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945 dan Tarbiyah (Pendidikan Islam)
terimplementasi dalam : Dikukuhkannya UUD 1945 (yang aplikatif) secara aklamasi oleh DPR dan Al-Ta'dib, yaitu pengenalan dan pengakuan yang secara berangsurangsur ditanamkan pada diri manusia
Nilai Pendidikan Islam : terimplementasi dalam semboyan tan hana dharma mangrwa (Tidak ada kerancuan dalam kebenaran) dan pendidikan tazkiyah dan annafs (pensucian diri), sehingga mampu menerima hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat (*)
dalam (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dan membimbing dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Model Pendekatan Edukatif : Komparasi Pengembangan Ilmu dan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara `Dengan semakin tinggi tingkat profesionalitasnya maka akan membawa manusia kepada derajat yang berbeda-beda. Kalau ilmu fardhu ‘ain dipelajari untuk kepentingan pribadi dalam upaya menjadi hamba Allah (Abd Allah) yang taat kepada-Nya, maka ilmu fardhu kifayah dipelajari untuk kepentingan pribadi (skilled person) dan masyarakat yaitu keahlian yang dikuasainya dapat digunakan untuk kesejahteraan umat manusia. Inilah fungsi manusia sebagai mandataris Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardh). 16
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M
Harapan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam adalah manusia yang memiliki dua kemampuan keilmuan (fardhu ain dan fardhu kifayah). Dengan menguasai ilmu fardhu ain akan mengantarkan manusia menjadi pribadi yang penuh ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT yang akan membawa kebahagiaan di akhirat, sementara dengan menguasai ilmu fardhu kifayah akan mengantarkan manusia menjadi pribadi yang memiliki keahlian dan dengan keahliannya akan dapat dijadikan profesi dan dengan profesinya akan menjadikannya profesional dan dengan keprofesionalannya akan mendapatkan kebahagiaan atau kesejateraan hidup di dunia. Karakteristik
Abdullah
Ilmu yang dibutuhkan
Kategori ilmu
Tujuan ilmu
Fungsi ilmu
Ilmu Fardhu ‘ain (wajib dipelajari semua orang mukmin dan muslim)
Ilmu-ilmu agama: Tauhid, alQuran, hadits, fiqh
Menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
Pribadi
Ilmu Fardhu Kifayah (Wajib dipelajari hanya yang mempunyai bakat dan minat khusus
Ilmu-ilmu Menjadi Pribadi umum/ manusia dan duniawi : yang Sosial humaniora, profesional (kesejahte eksak, -raan ekonomi, manusia) kedokteran, dsb
Pendidikan Islam
Khalifatullah
Hasil Pendidikan Islam
Ummatan Wasatan/ khairul ummah/ manusia seutuhnya
Model Paradigma Keilmuan Pendidikan Islam E. PENUTUP Pada hakikatnya setiap manusia sejak ia lahir telah mempunyai sumber daya (potensi – potensi). Tinggal bagaimana sumber daya yang dimilikinya tersebut dikembangkan bisa melalui pendidikan, Empat Pilar Kehidupan Berbangsa … (Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A.)
17
lingkungan, pergaulan dan sebagainya. Yang pada dasarnya filter (penyaringnya) adalah setiap individunya untuk pengembangan ke arah yang positif atau negatif Secara fitrah manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia dibanding dengan makhluk yang lain. Secara fitrah juga manusia sebenarnya oleh Allah telah diberikan bekal sejak ia dilahirkan. Akan tetapi manusia dilahirkan bukan berarti bisa dibentuk oleh orang lain. Negara sebagai induk organisasi mempunyai tugas dalam membangun karakter rakyat sebagai manifestasi dari jiwa kebangsaan. Dalam hal ini konsep Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
DAFTAR PUSTAKA Azyumardi Azra. 2007. Pendidikan Islam di era Globalisasi : Peluang dan Tantangan. Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-7 di Pekanbaru, 21-24 November 2007. Jalal, Abdul Fattah (*). 1988. Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponogoro. Tim Kerja Sosialisasi MPR. 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : Sekretariat Jendral MPR RI. Usman Abu Bakar. 2010. Revitalisasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Persaingan Global. Makalah disampaikan dalam Studium General Stain Metro Lampung Tanggal 18 Mei 2010. Ziauddin Sardar. 1998. Jihad Intelektual Merumuskan Parameter Sains Islam, Surabaya: Risalah Bhakti.
18
HIKMATUNA, Vol. 1 No. 1, 2015 M