ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Eliminasi Domestic Violence Berbasis Komunitas ROHMAWATI IAIN Tulungagung, Indonesia
[email protected]
Abstract: Domestic violence is a serious social problem which receives less attention from the society and is out of the reach of the laws. Such violence generally involves perpetrators and the victims within the member of the family, whereas the form of the violence might include physical violence, psychological violence, sexual abuse or family displacements. Domestic violence occurred in Rejotangan is caused by several factors including insufficient religious understanding and legal awareness, economy and cultural patriarchy. In order to prevent and to overcome the aforementioned violence in the region, the team dedicated to social empowerment organizes religious counseling on serenity family, domestic violence as well as assisting the victims. Keywords: Domestic Violence, religion, law.
Pendahuluan Domestic Violence atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi tren kehidupan masyarakat sejak dahulu sampai sekarang. Kekerasan domestik terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari kelas bawah dan paling bawah (lower and lower-lower class), kelas menengah (middle class), hingga kelas atas (high class). Sudah lebih dari satu dasawarsa pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun, pemberlakuan Undang-Undang PKDRT tersebut belum serta merta dapat menghentikan tindak KDRT. Pada konferensi pers bertajuk “Satu Dasa Warsa UU PKDRT” yang diselenggarakan pada tanggal 22 September 2014, Agustinus Supriyanto, seorang komisioner Komnas Perempuan, menyampaikan hasil refleksi implementasi UU PKDRT, yaitu: pertama, perempuan korban dalam fenomena KDRT belum mendapatkan akses keadilan. Kedua, menurut CATAHU (Catatan Tahunan) Komnas Perempuan jumlah korban terus PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
363
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
meningkat bahkan bentuk kekerasannya semakin bervariasi. Ketiga, para pemangku kepentingan belum bersungguh-sungguh menggunakan UU PKDRT. Keempat, kasus KDRT yang dilaporkan itu lebih kecil daripada fakta sesungguhnya. Kelima, masih minimnya kapasitas dalam pemahaman KDRT.1 Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok Institusi Perempuan, menunjukkan bahwa ketidakberhasilan penanganan KDRT diakibatkan oleh minimnya kasus ini terkespos ke permukaan, sehingga kasus KDRT dianggap kasus biasa. Hal ini terbukti dari 146 kasus yang ditemukan oleh Institusi Perempuan, hanya 16 kasus yang teridentifikasi pola penanganannya melalui jalur hukum.2 Hal ini berarti, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kasus KDRT menyebabkan semakin meningkatkan jumlah kasus tersebut. Yang dimaksud dengan kesadaran hukum adalah kerelaan warga negara untuk tunduk pada hukum dalam arti mematuhi larangan dan menjalankan perintah yang tercantum dalam aturan hukum serta sadar akan hak-hak yang diberikan hukum kepadanya. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus KDRT dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama ideologi. Di kalangan masyarakat Indonesia masalah rumah tangga telah direkonstruksi oleh budaya sebagai masalah pribadi atau masalah domestik, sehingga masalah ini dianggap tidak layak diselesaikan di luar rumah tangga. Di samping itu, korban KDRT pada umumnya adalah perempuan dan anak-anak, maka kasus ini sering tidak dilaporkan oleh pihak korban pada pihak yang berwajib. Kedua masih kuatnya superioritas laki-laki dalam rumah tangga, dimana laki-laki sebagai kepala rumah tangga, kekuatan ekonomi keluarga dan sebagainya maka melaporkan kekerasaan yang dilakukan oleh laki-laki dianggap sebagai suatu ancaman terhadap keluarga, sehingga korban lebih memilih diam dan menerima kekerasaan tersebut. Kasus seperti suami membentak istri, suami main serong, suami tidak memberikan uang belanja cenderung dianggap hal yang biasa dilakukan oleh suami, padahal tindakan tersebut merupakan
Satu Dasa Warsa Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), diakses pada tanggal 7 Agustus 2015, www.komnasperempuan.or.id 1
Hasil penelitian Institusi Perempuan tahun 2006, sebagaimana dikutip oleh Silfia Hanani dalam “Kekerasan dalam Rumah Tangga Dan Upaya Penanggulangannya Melalui Pendekatan Institusi Lokal dan Formal”, Marwah, Vol. 9 No. 1 (2010) : 7, diakses pada tanggal 12 Agustus 2015, http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/marwah/article. 2
364
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
tindak KDRT.3 Di samping itu, sulitnya kasus KDRT diakases oleh penegak hukum dan tidak berimbangnya rasio jumlah ruangan khusus penanganan KDRT di Indonesia merupakan salah satu hal yang menyebabkan kasus tersebut dianggap sebagai kasus yang biasa dan tidak banyak diperhatikan oleh masyarakat.4 Pada dasarnya pelaku maupun korban kekerasan dalam rumah tangga tidak mengenal status sosial, status ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, suku maupun agama. Namun demikian, menurut penelitian para pakar, potensi tinggi terjadinya KDRT terdapat dalam masyarakat yang kurang sejahtera baik lahir maupun batin. Masyarakat yang mengalami kemiskinan secara ekonomi maupun spiritual memiliki potensi tinggi dikarenakan mereka memiliki masalah yang lebih berat dibanding masyarakat yang sejahtera lahir batin. Secara psikologis, masalah berat yang tidak bisa dipecahkan secara tuntas dalam tingkat tertentu membutuhkan sasaran pelampiasan untuk sekedar meringankan beban perasaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kegelisahan semacam ini seringkali dilampiaskan kepada orang terdekat, seperti istri, anak, suami, atau saudara. Data penelitian menunjukkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga mayoritas menimpa kaum perempuan yang menurut konstruksi sosial sebagian masyarakat dianggap sebagai warga kelas dua. Laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga yang dianggap sebagai manusia yang superior, menguasai dan mendominasi serta sebagai tulang punggung keluarga sehingga dalam relasi sosial laki-laki akan lebih dominan. Sedangkan perempuan dikonstruksikan sebagai manusia yang inferior, tergantung pada status laki-laki (suami) dan tidak berdaya, sehingga harus menuruti dan menerima apapun kemauan dan perlakuan suaminya. Konstruksi sosial di atas terbangun karena didukung oleh pemahaman sebagian masyarakat yang keliru terhadap ajaran agama yang menganggap bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan. Penafsiran ini mengakibatkan pemahaman bahwa agama juga membenarkan suami untuk melakukan pemukulan terhadap istri dalam rangka mendidik. Suami adalah penguasa yang mempunyai kelebihan-kelebihan kodrat yang merupakan anugerah Nathalie Kollman, Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta: YLKI dan Ford Foundation, 1998) 3
Antik Bintari, Neneng Yani Yuningsih, Iman Soleh, dan Muradi, Efektivitas Pelayanan Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian Dalam Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, (Bandung: Unpad, 2007) 4
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
365
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Tuhan. Pemahaman ini melestarikan tindakan-tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pasca diberlakukannya UU PKDRT tahun 2004, jumlah perempuan yang menjadi korban kekerasan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2014 terdapat 293.220 kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Dari jumlah kasus tersebut, tercatat 8.626 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah personal atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dilihat dari bentuknya, kasus KDRT terhadap perempuan pada tahun 2014 meliputi kekerasan terhadap isteri (KTI, 59%), kekerasan dalam pacaran (KDP, 21%), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP, 10%), kekerasan dari mantan suami (KMS) dan mantan pacar (KMP masingmasing 0,7%), dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT, 0,4%). Adapun berdasarkan jenis tindak kekerasan terhadap perempuan dalam ranah KDRT/RP, menunjukkan bahwa kasus kekerasan fisik menempati urutan tertinggi pada tahun 2014, yaitu mencapai 3.410 (40%), diikuti posisi kedua kekerasan psikis sebesar 2.444 (28%), kekerasan seksual 2.274 kasus (26%) dan kekerasan ekonomi 496 kasus (6%). Urutan di atas sama dengan data tahun 2013 yaitu kekerasan fisik tercatat sebesar 4.631 kasus (39%), pada urutan kedua adalah kekerasan psikis sebanyak 3.344 kasus (29%), lalu kekerasan seksual 2.995 kasus (26%) dan kekerasan ekonomi mencapai 749 kasus (6 %). Di Kabupaten Tulungagung, kasus KDRT yang ditangani POLRES pada tahun 2014 mencapai 46 kasus. Kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Rejotangan, yakni mencapai 6 kasus. Di luar catatan ini terdapat cukup banyak kasus yang tidak dilaporkan oleh para korban karena pada umumnya korban enggan melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya karena dianggap hal itu merupakan persoalan privat/individu dalam rumah tanggga sehingga tabu untuk diungkap ke publik. Hal ini dikarenakan kesadaran hukum masyarakat masih rendah. Kesadaran hukum masyarakat tidak terbentuk begitu saja, melainkan harus diupayakan melalui berbagai kegiatan seperti kampanye dan penyuluhan. Lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, keagamaan dan budaya memiliki peran strategis untuk berpartisipasi mempercepat terwujudnya masyarakat yang sadar hukum. Berangkat dari realitas di atas, pengabdi memiliki tanggung jawab sosial untuk melakukan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pada 366
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
masyarakat Tulungagung. Penghapusan kekerasan mengandung arti penghormatan atas hak asasi manusia, karena kekerasan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Nilai tradisional yang mengekalkan kekerasan, berdasarkan jenis kelamin harus berubah. Secara sosial budaya, perempuan di Indonesia harus diposisikan setara dengan laki-laki. Dari perspektif hukum, kesetaraan yang dimaksud seyogyanya meliputi pula perlindungan hukum terhadap hak-hak asasinya sebagai manusia. Melalui kegiatan pengabdian ini, pengabdi membantu masyarakat kelompok rentan di wilayah Kecamatan Rejotangan, khususnya desa Panjerejo dan Aryojeding yang ditengarai banyak terjadi kasus KDRT, agar memiliki kesadaran hukum dan pemahaman keagamaan yang memadai sehingga tercegah dari segala tindak kekerasan dalam rumah tangga. Selain dampak jangka pendek berupa pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, dalam lingkup yang lebih luas kegiatan ini akan menyumbang pada terwujudnya masyarakat yang aman, adil dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan Islam dan Indonesia.
Teori Kekerasan dalam Rumah Tangga Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga berdasarkan rumusan UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Pasal 2 UU PKDRT, Kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa : (1) Suami, istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian meliputi mertua, menantu, ipar dan besan dan atau; (3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Bentuk-bentuk KDRT Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 (empat) macam: Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
367
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma dsalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman. Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus. Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti: penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya. Faktor-faktor Penyebab KDRT Berdasarkan hasil kajian, analisis dan pengamatan lapangan serta hasil diskusi dengan stakeholders yang dilakukan oleh Kementerian 368
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia di beberapa daerah yang dikunjungi baik unsur pemerintah, perguruan tinggi maupun organisasi kemasyarakatan yang terlibat dalam program Penghapusan KDRT, disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 5 (lima) faktor penyebab terjadinya KDRT, yakni :5 1. Faktor budaya dan adat istiadat masyarakat. Budaya patriarki selalu memosisikan perempuan berada di bawah kekuasaan dan kendali kaum laki-laki. Sebelum menikah oleh ayah atau saudara laki-laki, setelah menikah oleh suami. Dalam struktur dominasi tersebut kekerasan seringkali digunakan untuk memenangkan perbedaan, menyatakan rasa tidak puas ataupun untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata. Dari hubungan yang demikian seolah-olah laki-laki dapat melakukan apa saja kepada perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini ada ketidaksetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Muncul ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tampak pada adanya peminggiran terhadap kaum perempuan (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif), adanya beban ganda pada perempuan serta kemungkinan munculnya kekerasan pada perempuan. 2. Rendahnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran terhadap kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender banyak diartikan identik dengan emansipasi dalam arti sempit/radikal, sehingga dalam persepsi masyarakat, gender dianggap sebagai budaya barat yang akan merusak budaya lokal dan kaidah agama. 3. Lemahnya pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia. Kelemahan itu bukan hanya dari aparat penegak hukum tapi juga dari sikap dan budaya masyarakat yang kurang taat hukum. 4. Penafsiran/interpretasi ajaran agama yang kurang tepat. Agama sering dipahami melalui pendekatan tekstual, dan kurang dikaji dalam perubahan zaman (kontekstual) atau secara parsial, tidak dipahami secara menyeluruh. Secara kodrat memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan tetapi seharusnya tidak menyebabkan timbulnya sikap diskriminatif. Laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah dan sama pula di hadapan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Keluarga Sebagai Wahana Membangun Masyarakat Tanpa Kekerasan, Bahan ajar/buku sumber PKTP-KDRT bagi Fasilitator Kabupaten dan Kota, (Jakarta: 2008), 28-29. 5
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
369
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Di samping itu, secara mikro (keluarga-kelompok masyarakat), sejumlah faktor diidentifikasikan dapat menjadi pendorong (pemicu dan pemacu) meningkatnya tindak kekerasan terhadap perempuan termasuk KDRT, antara lain : 1. Kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan keterbelakangan; 2. Semakin langkanya tokoh panutan yang menjadi teladan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 3. Banyaknya tayangan di media massa (terutama televisi) yang menampilkan berita atau video (film dan sinetron) tentang tindakan kekerasan; 4. Sikap dan penampilan perempuan yang semakin berani. Berjalan di malam hari, di tempat rawan, dan berpenampilan berani, baik di tempat umum maupum media massa. 5. Pemberitaan tindak kekerasan yang dipublikasikan terlalu vulgar (bebas) di media massa yang dapat memacu perilaku publik bahwa tidak kekerasan terhadap perempuan sudah terjadi di mana-mana. Dalam kajian Farha Ciciek,6 Lily Zakiyah Munir,7 dan Komnas Perempuan (2007),8 ada beberapa faktor yang melestarikan adanya KDRT dan menyulitkan korban memperoleh dukungan dan pendampingan dari masyarakat. Pertama dan yang utama adalah ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan publik. Ketimpangan ini yang memaksa perempuan dan laki-laki untuk mengambil peran gender tertentu, yang pada akhirnya berujung pada perilaku kekerasan. Kedua, ketergantungan istri terhadap suami secara penuh, terutama dalam masalah ekonomi, yang membuat istri benar-benar berada di bawah kekuasaan suami. Suami akan menggunakan ketergantungan ekonomi istri untuk mengancamnya jika tidak mengikuti apa yang diinginkan dan memenuhi apa yang dibutuhkannya, seperti ancaman tidak memberi nafkah bahkan sampai ancaman perceraian. Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga; Belajar dari Kehidupan Rasulullah Saw. (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 1999), 14-15. 6
Lily Zakiyah Munir, “Domestic Violence in Indonesia” dalam Muslim World Journal of Human Rights, Vol. 2. No. 1 (2005), Article 5. 7
Komnas Perempuan, Referensi bagi Hakim Pengadilan Agama mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Komnas Perempuan, 2007) 8
370
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Ketiga, sikap kebanyakan masyarakat terhadap KDRT yang cenderung abai. KDRT dianggap sebagai urusan internal dan hanya menyangkut pihak suami dan istri saja. Masyarakat pasti akan bertindak jika melihat perempuan yang diserang oleh orang yang dikenal, tetapi jika yang menyerang adalah suaminya sendiri, justru mereka mendiamkannya. Jika kekerasan terjadi di luar rumah, masyarakat cenderung akan menasihati untuk diselesaikan di rumah saja. Keempat, keyakinan yang berkembang di masyarakat termasuk yang bersumber pada tafsir agama, bahwa perempuan harus mengalah, bersabar atas segala persoalan keluarga, keyakinan tentang pentingnya keluarga yang ideal, tentang istri soleha, juga kekhawatiran terhadap proses perceraian dan akibat perceraian. Keyakinan dan kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat ini, pada awalnya adalah untuk kebaikan dan keberlangsungan keluarga. Tetapi dalam konstruksi relasi yang timpang, seringkali digunakan untuk melanggengkan KDRT. Kelima, mitos tentang KDRT. Sebagian masyarakat masih mempercayai berbagai mitos seputar terjadinya KDRT. Mitos itu muncul di dalam masyarakat yang pada akhirnya memojokkan korban dan menjauhkannya untuk mendapat bantuan secara sosial. Dampak KDRT Kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa kaum perempuan dan anak. Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari tindak KDRT: Dampak KDRT terhadap Perempuan/ istri Rasa takut adalah perasaan yang paling mendominasi korban. Rasa takut tersebut mengendalikan perilakunya, dan mewarnai segala tindak tanduknya bahkan ketakutan dapat mengganggu tidurnya, memunculkan insomnia dan mimpi-mimpi buruk. Gangguan tidur dapat memunculkan kebergantungan kepada obat-obat tidur dan obat penenang. Pasangannya dapat mengancam keselamatan dirinya. Bahkan akan mengancam jiwanya, kalau sampai ia berusaha membuka mulut, atau bila ia berusaha meninggalkan lelaki itu. Dengan dasar dominasi perasaan takut, respon dan pengalaman psikologis yang sering muncul dari korban kekerasan domestik maka muncul sikap seperti: meminimalkan kejadian kekerasan yang dialami, terisolasi, perasaan tidak berdaya, menyalahkan diri (internalizes blame), ambivalensi, dan harga diri rendah. PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
371
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Dampak KDRT terhadap Anak Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse), antara lain:9 Dampak kekerasan fisik Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Dampak kekerasan psikis Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri. Dampak kekerasan seksual Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dan lain-lain. Dampak penelantaran anak Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang. Dampak kekerasan lainnya Dampak kekerasan terhadap anak lainnya adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam Dampak Kekerasan Terhadap Anak, diakses pada tanggal 12 Februari 2015, www.duniapsikologi.com 9
372
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Strategi Program Komunitas mitra pengabdian yang dipilih dalam program ini adalah kelompok rentan tindak KDRT yang berada di dua desa di lingkup Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung, yaitu desa Aryojeding dan desa Panjerejo. Mereka terdiri dari keluarga buruh migran, keluarga buruh lokal, keluarga miskin dari berbagai sektor seperti buruh tani, pedagang kecil, keluarga usia di bawah 21 tahun, dan keluarga yang mengalami perpecahan (perceraian). Sebelum kegiatan pengabdian ini dilakukan, pengabdi melakukan riset pendahuluan dengan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Peneliti menggunakan teknik observasi partisipatif, yaitu pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang diteliti. Dalam hal ini peneliti mengamati kondisi komunitas pengabdian beserta permasalahan KDRT yang dihadapi mereka. Hal ini dilakukan peneliti untuk memperoleh data dan informasi mengenai kasus KDRT di wilayah pengabdian. Wawancara dilakukan secara mendalam (depth interview), baik dengan para korban KDRT maupun dengan pihak-pihak terkait seperti POLRES Tulungagung, Muspika Kecamatan Rejotangan, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Kabupaten Tulungagung, kepala desa Panjerejo dan Aryojeding, dan masyarakat sekitar. Dalam rangka mewujudkan harapan yang diinginkan, maka dapat dirumuskan kerangka kerja sebagai berikut: 1. Tahap persiapan, yaitu melakukan assessment awal untuk menentukan mitra pengabdian, melakukan penjajakan kebutuhan masyarakat secara intens untuk mengidentifikasi masalah, akar masalah, dan menemukan alternatif solusinya yang dilaksanakan dengan FGD. Setelah itu dilakukan perencanaan program sesuai need assessment, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi dan koordinasi program dengan stakeholders dan mitra pengabdian. 2. Tahap pelaksanaan program, berupa: a. Penyuluhan keagamaan (keluarga sakinah). Program ini dilakukan untuk menjawab problematika rendahnya pemahaman nilai-nilai
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
373
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
keislaman komunitas mitra pengabdian terutama dalam persoalan lingkup keluarga. b. Penyuluhan hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Program ini dilakukan untuk menjawab problematika rendahnya kesadaran hukum komunitas mitra pengabdian terhadap KDRT. c. Perumusan langkah-langkah penyelesaian kasus KDRT. Program ini penting dilakukan untuk membekali mitra pengabdian tentang keterampilan penyelesaian kasus KDRT. d. Pendampingan korban KDRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pendampingan terhadap tim relawan sebagai sarana awal pada saat didapatkan pengaduan dan teridentifikasi adanya kasus kekerasan. 3. Tahap monitoring dan evaluasi. Tim pengabdian melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dari awal hingga akhir. Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan baik. Monitoring dan evaluasi juga dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kegiatan yang telah dilakukan dapat mencapai hasil yang maksimal. Dalam upaya pengabdian kepada masyarakat perlu adanya suatu strategi yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini adalah pendampingan, yaitu suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan.10 Dalam kegiatan pendampingan ini, pengabdi membangun kesadaran masyarakat bahwa KDRT adalah persoalan serius yang dapat dicegah dan ditangani sedini mungkin oleh keluarga maupun masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini adalah partisipatoris, artinya kegiatan ini melibatkan secara aktif komunitas mitra pengabdian mulai dari identifikasi masalah, perencanaan, hingga aksi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan KDRT yang terjadi di wilayah pengabdian. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan program aksi sesuai dengan cita-cita komunitas mitra Direktorat Bantuan Sosial, Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center, (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2007), 4. 10
374
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
pengabdian. Adapun metode yang digunakan adalah FGD, ceramah, diskusi, berbagi pengalaman, dan pendampingan.
Hasil Kegiatan Dalam rangka menghapus tindak kekerasan dalam rumah tangga di kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung, pengabdi bekerja sama dengan komunitas mitra dan stakeholders melakukan kegiatan peningkatan kesadaran hukum dan penguatan keagamaan bagi kelompok rentan tindak KDRT yang ada di desa Panjerejo dan Aryojeding Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Hasil yang dicapai dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dituangkan dalam bentuk hasil kegiatan pada setiap tahap pelaksanaan yang dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pra-Kegiatan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pra-kegiatan adalah FGD dan sosialisasi dan koordinasi program. Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan dengan maksud untuk mengidentifikasi masalah KDRT yang terjadi di Kecamatan Rejotangan, khususnya Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding, mencari akar masalahnya, serta menemukan solusinya. Dalam kegiatan FGD ini, masalah-masalah KDRT yang terjadi di masyarakat desa Panjerejo dan Aryojeding dapat teridentifikasi. Sebenarnya banyak kasus KDRT yang terjadi pada masyarakat di dua desa ini, namun kasus tersebut tidak banyak yang diungkap ke publik karena masyarakat yang menjadi korban KDRT cenderung menutupi kasusnya karena malu jika persoalan dalam rumah tangganya diketahui publik. Untuk membangkitkan kesadaran komunitas mitra pengabdian akan problem-problem yang mereka hadapi, pengabdi mengajak mereka untuk mendiskusikan beberapa akibat/dampak yang akan ditimbulkan oleh masalah yang mereka hadapi, sehingga dalam pola pikir mereka terbentuk suatu kesadaran kolektif untuk menghindari akibat-akibat negatif yang telah diprediksi dengan analisa di atas, dan menginginkan suatu kondisi yang disebabkan oleh akibat-akibat positif yang mereka cita-citakan. Dari proses inilah komunitas mitra pengabdian bisa kembali timbul kesadaran kolektif mereka untuk tetap melakukan perubahan, dan perubahan tersebut tidak akan bisa dilakukan tanpa partisipasi dan dukungan seluruh komponen masyarakat. Dari hasil diskusi dan curah PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
375
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
pendapat pada forum FGD ini, masalah KDRT di desa Panjerejo dan Aryojeding, faktor penyebab, dan akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut dapat dilihat dari pohon masalah sebagai berikut:
Faktor penyebab KDRT tersebut dapat dielaborasi sebagai berikut: 1. Rendahnya pemahaman tentang nilai-nilai keislaman. Masyarakat banyak yang tidak memahami tentang tujuan perkawinan dalam Islam, fungsi keluarga, serta hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga. Bahkan sebagian masyarakat memiliki pemahaman bahwa laki-laki adalah pemimpin, pemberi nafkah, dan punya kelebihan kodrati yang dianugerahi Tuhan, sehingga laki-laki boleh menguasai perempuan. Kekerasan yang dilakukan terhadap istrinya dianggap sebagai upaya untuk mendidik istri yang tidak taat terhadap suami. 2. Rendahnya kesadaran hukum tentang KDRT. Masyarakat menganggap bahwa persoalan KDRT adalah persoalan domestik, sehingga kasus KDRT dianggap masalah biasa dalam keluarga. Para korban KDRT cenderung lebih memilih diam dan menyimpan aib keluarga ketimbang menceritakan pengalaman buruknya kepada orang lain. Mereka juga tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan kemana harus mengadu. Sementara masyarakat sekitar yang mengetahui adanya kasus KDRT di lingkungannya tidak mengetahui bagaimana mengatasinya. 3. Budaya Patriarki. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Rejotangan, khususnya warga Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding masih menganut budaya patriarki, yang menempatkan laki-laki sebagai makhluk superior 376
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
dan perempuan sebagai makhluk inferior, sehingga lak-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. 4. Tingkat perekonomian masyarakat yang masih rendah. Pada umumnya, masyarakat desa Panjerejo dan Desa Aryojeding bermatapencaharian sebagai buruh migran, buruh lokal, pedagang kecil, dan buruh tani. Suami atau isteri melakukan KDRT untuk melampiaskan depresi atau stres akibat tekanan ekonomi. Disamping itu, pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja juga mengakibatkan perempuan (istri) memiliki ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri dan atau anaknya mengalami tindakan kekerasan. Dalam tataran fraksinya terkadang kemandirian ekonomi seorang isteri justru dapat menyebabkan kekerasan terhadap isteri karena adanya sikap cemburu dan rasa curiga dari suami terhadap isteri, akan adanya perselingkuhan ketika ia bekerja atau merasa tersaingi yang dapat berakibat hilangnya anggapan bahwa suami adalah tulang punggung keluarga. Setelah identifikasi masalah selesai dilakukan, komunitas mitra pengabdian menyepakati perlunya diadakan penguatan keagamaan dan peningkatan kesadaran hukum bagi kelompok rentan KDRT di Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding. Setelah itu tim bersama mitra pengabdian menyusun rencana program penyuluhan keagamaan yang difokuskan pada materi keluarga sakinah, penyuluhan hukum KDRT, serta pendampingan korban KDRT. Pelaksanaan penyuluhan dilaksanakan dalam empat tatap muka untuk masing-masing desa, dengan mengundang 30 orang warga. Sosialisasi dan Koordinasi Program Menindaklanjuti hasil FGD tersebut, pengabdi kemudian melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan para stakeholder dan mitra pengabdian untuk melaksanakan program aksi. Kegiatan ini dilakukan oleh pengabdi dengan cara door to door kepada pihak terkait, yaitu kantor Bankesbanglinmaspol Kabupaten Tulungagung, Kecamatan Rejotangan, kantor kelurahan Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding, POLRES Tulungagung, Biro Penyuluhan, Konsultasi, dan Bantuan Hukum IAIN Tulungagung, MUI Tulungagung, tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, serta komunitas mitra pengabdian di wilayah Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding. Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya izin kegiatan dari pemerintah daerah setempat dan penyebarluasan informasi kepada PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
377
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
stakeholder dan komunitas mitra pengabdian di Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan Program Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan program adalah berupa penyuluhan keagamaan tentang keluarga sakinah, penyuluhan hukum KDRT, dan pendampingan korban KDRT. Penyuluhan Keagamaan (Keluarga Sakinah) Kecamatan Rejotangan adalah kecamatan yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh migran atau buruh lokal. Taraf spiritual masyarakat yang rendah serta tingkat perceraian yang tinggi di kecamatan ini diindikasikan sebagai salah satu faktor banyaknya terjadi tindak KDRT, terutama di desa Panjerejo dan Aryojeding. Oleh karena itu harus dilakukan pencegahan secara dini. Pendidikan agama dan pengamalan ajaran agama di dalam keluarga merupakan kunci sukses untuk mencegah terjadinya KDRT. Untuk mencegah KDRT, harus dikembangkan cinta kasih dan kasih sayang antar anggota keluarga. Oleh karena itu, Tim pengabdian menganggap penting untuk melakukan penyuluhan keagamaan tentang keluarga sakinah kepada masyarakat yang rentan terjadi tindak KDRT. Keluarga sakinah merupakan dambaan setiap pasangan suami istri yang telah memasuki jenjang perkawinan. Namun dalam perjalanan membina rumah tangga, orang dalam lingkup keluarga sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan secara baik, yang pada akhirnya berujung pada tindakan kekerasan yang menimbulkan ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap anggota keluarga yang ada dalam lingkup keluarga tersebut. Ajaran Islam secara tegas melarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga, ini terbukti dengan banyaknya ayat AlQur’an dan hadits yang memerintahkan para suami untuk memperlakukan istrinya dengan pergaulan yang baik. Namun demikian, masih banyak dijumpai kasus KDRT dalam lingkup keluarga muslim. Hal ini dikarenakan anggota keluarga tidak memahami secara baik tentang tujuan perkawinan serta hak dan kewajiban tiap anggota keluarga. Untuk mencegah KDRT, harus dikembangkan hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. Oleh karena itu, peranan tokoh agama, tokoh masyarakat, pendidik, dan cendekiawan, harus berada di garda terdepan untuk terus menyuarakan pentingnya rumah tangga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk dibangun secara baik dan jauh dari KDRT. 378
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Program penyuluhan keluarga sakinah ini diikuti oleh 30 peserta di masing-masing desa yang terdiri dari keluarga buruh migran, keluarga buruh lokal, keluarga miskin dari berbagai sektor seperti buruh tani, pedagang kecil, keluarga usia di bawah 21 tahun, dan keluarga yang mengalami perpecahan (perceraian). Peserta terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dalam kegiatan ini, materi penyuluhan yang disampaikan terdiri dari konsep keluarga sakinah, hak dan kewajiban anggota keluarga (suami, istri, dan anak), tantangan keluarga sakinah, dan larangan Islam berbuat KDRT. Narasumber penyuluhan berasal dari MUI Kabupaten Tulungagung, pengurus BPKBH IAIN Tulungagung, muballigh, dan tokoh agama di wilayah Tulungagung. Kegiatan penyuluhan keagamaan ini merupakan program untuk menjawab masalah rendahnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai keislaman. Sebelumnya banyak masyarakat yang belum memahami mengenai hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga, bagaimana membina keluarga sakinah, serta kekerasan yang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga terhadap anggota lainnya dalam perspektif Islam. Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai keagamaan sehingga mereka mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga, mengetahui bagaimana konsep keluarga sakinah, dan mengetahui larangan Islam terhadap tindak kekerasan. Dengan demikian mereka dapat terhindar dari segala tindak kekerasan dalam rumah tangga. Penyuluhan Hukum KDRT Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Salah satu upaya untuk melakukan penghapusan KDRT adalah melalui sosialisasi/penyuluhan hukum KDRT kepada khalayak masyarakat. Materi penyuluhan terdiri dari konsep dasar KDRT, faktor penyebab dan dampak KDRT, KDRT dalam perspektif gender, dan Undang-undang Penghapusan KDRT. Dalam kegiatan penyuluhan ini juga dilakukan diskusi bersama untuk merumuskan langkah-langkah penyelesaian masalah KDRT. Hal ini penting dilakukan agar peserta program memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan KDRT yang terjadi baik pada dirinya sendiri atau pada orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya.
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
379
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Sebelum penyampaian materi, fasilitator mengadakan brainstorming untuk mengetahui pengetahuan atau pengalaman peserta tentang KDRT. Dari brainstorming tersebut, dapat diketahui bahwa kebanyakan peserta terutama perempuan tidak menyadari bahwa perlakuan yang seringkali dilakukan oleh suami terhadap dirinya, seperti marah-marah, berkata kasar, tidak memberi nafkah, selingkuh dengan perempuan lain, dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Karena selama ini mereka memahami bahwa kekerasan itu hanya terbatas dalam bentuk fisik. Pada umumnya peserta juga tidak mengetahui apa yang harus dilakukan ketika terjadi KDRT. Dari proses kegiatan penyuluhan hukum KDRT ini terungkap bahwa KDRT yang banyak terjadi pada masyarakat Desa Panjerejo dan Desa Aryojeding adalah dalam bentuk penelantaran rumah tangga (ekonomi) dan kekerasan psikis. Sebagai contoh, banyak anggota masyarakat yang pergi ke luar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Penghasilannya dari bekerja di luar negeri tidak dikirim kepada keluarga mereka di tanah air melainkan dibuat bersenang-senang (selingkuh) dengan perempuan lain atau menikah lagi (poligami). Hasil dari kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman mitra pengabdian tentang KDRT. Mitra pengabdian mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, faktor-faktor penyebabnya, serta dampaknya bagi korban (terutama perempuan dan anak). Komunitas mitra pengabdian juga mengetahui dan memahami mengenai KDRT dalam perspektif gender, perlindungan korban, sanksi hukum bagi pelaku, dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari hasil diskusi dan evaluasi yang dilakukan oleh Tim Pengabdian terhadap pengetahuan dan pemahaman mitra pengabdian setelah mengikuti program. Di akhir kegiatan penyuluhan, pengabdi mengajak para peserta untuk berdiskusi bersama dalam rangka merumuskan langkah-langkah penyelesaian kasus KDRT. Sebelumnya, peserta diminta untuk berbagi pengalaman tentang KDRT yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Kemudian merumuskan langkah-langkah penyelesaian masalah KDRT baik untuk korban KDRT, kawan pendamping, maupun bagi masyarakat sekitar sebagaimana yang tersusun dalam tabel berikut: KORBAN
380
Berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan dan KDRT tidak lagi terjadi pada dirinya dan atau keluarganya. Membicarakan persoalan KDRT yang dialami dengan orang yang dipercaya
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Meminta bantuan kepada lembaga yang mengerti dan menangani persoalan KDRT Melakukan usaha untuk mempersiapkan perlindungan Jika mengalami luka atau cedera karena kekerasan, segera difoto sebagai bukti Pergi ke dokter untuk memeriksakan luka-luka yang diderita. Melaporkan ke pihak yang berwajib (polisi) untuk mendapatkan perlindungan hukum jika kekerasan yang dialami dapat mengancam jiwanya. KAWAN PENDAMPING
MASYARAKAT
Menciptakan suasana yang membuat korban KDRT merasa aman untuk menumpahkan isi hatinya Tidak menyalahkan korban Menanyakan kepada korban apa yang ingin dilakukannya dan bantuan apa yang diperlukannya Memberikan informasi dan menghubungkannya dengan lembaga yang bisa membantunya Mengajak korban KDRT pergi ke dokter untuk memeriksakan luka-luka akibat kekerasan Mempelajari persoalan KDRT dan bantuan yang tersedia Mengajak warga membuat kesepakatan-kesepakatan untuk mengatasi KDRT di lingkungan sekitarnya Melakukan sosialisasi tentang cara-cara mengatasi KDRT Mendukung gerakan hukum dan kampanye anti kekerasan Mengingatkan orang bahwa KDRT merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan pelakunya harus dikenai sanksi hukum. Melaporkan kasus KDRT kepada pihak terkait
Rumusan langkah-langkah penyelesaian masalah KDRT tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam mengatasi dan mencegah tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. Pendampingan Korban KDRT Kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan korbannya adalah perempuan dan anak, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan bebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
381
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan, pelayanan, dan pendampingan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 10, yaitu: 1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pemerintah perlindungan dari pengadilan. 2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. 3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban. 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. 5. Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani (pasal 39). Upaya pencegahan KDRT merupakan kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Locus terjadinya KDRT adalah di ranah privat, sehingga dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam memantau dan mencegah terjadinya KDRT di lingkungannya. Kewajiban masyarakat ini diakomodir dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU PKDRT. Bahkan dalam Pasal 15 dirinci mengenai kewajiban setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: a) Mencegah berlangsungnya tindak pidana; b) Memberikan perlindungan pada korban; c) Memberikan pertolongan darurat; dan d) Membantu proses pengkajian permohonan penetapan perlindungan. Berdasarkan amanat UU PKDRT tersebut, maka tim setelah memberikan penyuluhan keagamaan dan hukum KDRT kemudian melakukan pendampingan terhadap korban KDRT. Pada tahap ini, tim bersama mitra pengabdian dari desa Panjerejo dan Aryojeding, membentuk kelompok relawan pendamping yang membantu menangani kasus KDRT yang terjadi di masing-masing desa tersebut. Relawan pendamping yang dipilih adalah peserta program yang memiliki kepedulian sosial tinggi serta memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah KDRT. Hal ini didasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.
382
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Peran relawan pendamping dari desa Panjerejo dan Aryojeding yang telah terbentuk tersebut adalah membantu korban KDRT dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban, memberikan informasi hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait. Peran tersebut sejalan dengan amanat UU PKDRT pasal 23 yang menyebutkan bahwa relawan pendamping dalam memberikan pelayanan dapat: a) menginformasikan hak korban untuk mendapatkan pendamping; b) mendampingi dengan membimbing korban; c) mendengarkan keluhan korban secara empati; dan d) memberikan pengarahan secara psikologis dan fisik kepada korban. Bentuk pendampingan korban KDRT yang dilakukan pengabdi adalah dengan memberikan pendampingan dalam penyusunan struktur tim relawan, pendampingan dalam menjalankan tugas dan fungsi dari masingmasing struktur relawan, pendampingan dalam menangani aduan korban KDRT, pendampingan dalam memberikan rasa aman terhadap korban, pendampingan dalam melaksanakan fungsi akuntabilitas dalam tim relawan sehingga tim menjadi solid dan mampu bekerja keras.
Pembahasan KDRT (Domestic Violence) adalah persoalan yang sulit untuk dipecahkan, karena banyak pelaku KDRT yang tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan merupakan tindakan KDRT, atau pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT, tetapi ia mengabaikannya karena berlindung di balik norma-norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat. Oleh sebab itu mereka menganggap perbuatan KDRT sebagai hal yang wajar. Demikian halnya dengan korban KDRT, mereka menganggap bahwa KDRT adalah persoalan privat dalam rumah tangga, sehingga tidak perlu dibicarakan kepada orang di luar rumah tangganya. Selain itu, korban belum mengetahui mengenai prosedur pelaporan kekerasan yang dialaminya melalui jalur hukum. Berdasarkan permasalahan KDRT yang banyak terjadi pada masyarakat desa Panjerejo dan Aryojeding Kecamatan Rejotangan, pengabdi bekerja sama dengan komunitas mitra dan stakeholders melakukan program penghapusan tindak KDRT di dua desa tersebut melalui peningkatan kesadaran hukum dan penguatan keagamaan. Dipilihnya kelompok rentan sebagai komunitas mitra pengabdian karena mereka memiliki potensi tinggi untuk melakukan dan mengalami tindak KDRT. Mereka membutuhkan PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
383
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
bantuan fasilitasi untuk meningkatkan kualitas keagamaan dan kesadaran hukum agar tercegah dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Adapun bentuk kegiatannya meliputi; Focus Group Discussion, Sosialisasi dan Koordinasi Program, Penyuluhan Keluarga Sakinah, Penyuluhan Hukum KDRT, dan Pendampingan Korban KDRT. Rangkaian kegiatan tersebut melibatkan mitra pengabdian dan stakeholders. Program Penghapusan KDRT berbasis masyarakat melalui Peningkatan Kesadaran Hukum dan Penguatan Keagamaan bagi Kelompok Rentan Tindak KDRT di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung ini berjalan sesuai dengan waktu dan target kegiatan yang direncanakan. Program ini mampu mencegah dan mengatasi tindak KDRT pada kelompok masyarakat yang rentan mengalami/melakukan tindak KDRT yang berada di dua desa di Kecamatan Rejotangan, yaitu desa Panjerejo dan desa Aryojeding. Indikator kesuksesan program ditunjukkan oleh beberapa output yang dihasilkan dalam program tersebut : Meningkatnya keimanan dan ketakwaan, serta pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya kelompok rentan di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung tentang nilai-nilai keagamaan sehingga mereka mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga, konsep keluarga sakinah, hak dan kewajiban anggota keluarga, dan larangan tindak kekerasan dalam rumah tangga dalam Islam. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya kelompok rentan di Kecamatan Rejotangan tentang materi Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) untuk membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individu. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat khususnya di kelompok rentan agar tidak melakukan tindak pidana KDRT dan memahami hakhak dan prosedur mendapatkan perlindungan apabila menjadi korban KDRT. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat agar membantu sesama warga yang menjadi korban KDRT di lingkungannya masing-masing. Terbentuknya kelompok masyarakat baru yang berperan sebagai pegiat gerakan penghapusan KDRT di lingkungannya masing-masing. Berkurangnya kasus KDRT di wilayah kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung Setelah dilakukan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan metode wawancara, dengar pendapat, rapat, dan kunjungan lapangan, maka 384
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
Program penghapusan kekerasan dalam rumah tangga melalui Peningkatan Kesadaran Hukum dan Penguatan Keagamaan bagi Kelompok Rentan Tindak KDRT di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung, dinilai cukup relevan, efisien dan efektif, yaitu: Cukup relevan, sebab program tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat di dua desa (Panjerejo dan Aryojeding). Kedua desa tersebut merupakan desa yang sebagian besar masyarakatnya rentan terjadi tindak KDRT. Cukup efisien, dalam waktu empat bulan program tersebut mampu mengindikasikan perubahan pandangan dan pemahaman masyarakat terhadap KDRT. Hal tersebut bisa dilihat dari perubahan pengetahuan kognitif dan afeksi pada kuesioner yang dibagikan kepada mitra pengabdian di akhir kegiatan. Cukup efektif, semua rangkaian kegiatan program penghapusan KDRT melalui Peningkatan Kesadaran Hukum dan Penguatan Keagamaan bagi Kelompok Rentan Tindak KDRT di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung yang diselenggarakan selama empat bulan di dua desa (Panjerejo dan Aryojeding) dinilai mencapai tujuan yang telah direncanakan di awal program. Hal tersebut tampak dari pengamatan pengabdi atas hasil brainstorming di awal kegiatan dan hasil diskusi selama kegiatan berlangsung sebagai bahan evaluasi dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Hasil brainstorming yang dilakukan sebelum pengabdi memulai memberikan materi-materi KDRT menunjukkan bahwa para peserta belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang KDRT. Banyak hal yang belum mereka ketahui seperti mengenai bentuk-bentuk dan dampak KDRT, cara mengatasi tindak KDRT, sanksi hukum bagi pelaku KDRT, peran masyarakat dan pemerintah dalam mencegah dan melindungi korban, dan sebagainya. Brainstorming tersebut dilakukan supaya pemberian materi dapat lebih efektif karena materi yang diberikan ditekankan pada hal-hal yang memang belum dimengerti dan dibutuhkan oleh para peserta. Di akhir kegiatan penyuluhan, para peserta telah mampu membuat contoh-contoh kasus KDRT dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian masalah KDRT. Keberhasilan lainnya terlihat pada kegiatan pendampingan korban KDRT. Tim bersama mitra pengabdian telah berhasil membentuk relawan pendamping di masing-masing desa Panjerejo dan Aryojeding. Relawan pendamping yang merupakan peserta program penyuluhan keagamaan dan PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
385
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
hukum KDRT memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengatasi kasus KDRT di lingkungannya.
Penutup Berdasarkan uraian hasil pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat berupa eliminasi Domestic Violence atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga berbasis masyarakat melalui peningkatan kesadaran hukum dan penguatan keagamaan , dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor penyebab terjadinya KDRT di desa Panjerejo dan Aryojeding adalah karena pemahaman keagamaan, kesadaran hukum, dan tingkat ekonomi yang rendah, serta budaya patriarkhi yang melekat pada masyarakat. 2. Dalam upaya menghapus Domestic Violence (kekerasan dalam rumah tangga) di Desa Panjerejo dan Aryojeding, pengabdi bersama komunitas mitra bekerja sama dengan stakeholders melakukan kegiatan peningkatan kesadaran hukum dan penguatan keagamaan komunitas mitra pengabdian melalui penyuluhan keagamaan tentang keluarga sakinah dan penyuluhan hukum KDRT, serta pendampingan korban KDRT. 3. Hasil yang telah dicapai dari kegiatan pengabdian ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman keagamaan serta kesadaran hukum mitra pengbadian mengenai KDRT. Hasil lain yang telah dicapai dalam kegiatan pengabdian ini adalah telah terbentuknya kelompok relawan pendamping korban KDRT di Desa Panjerejo dan Aryojeding. 4. Dengan terbentuknya relawan pendamping korban KDRT di Desa Panjerejo dan Aryojeding, masalah KDRT dapat teratasi. Mereka juga berkomitmen untuk meneruskan keberlanjutan program pencegahan dan penanggulangan KDRT di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung. []
Daftar Referensi Bintari, Antik, Neneng Yani Yuningsih, Iman Soleh, dan Muradi. 2007. Efektivita Pelayanan Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian Dalam Implementasi Undang-Undang NO 23 TAHUN 2004. Bandung: Unpad Ciciek, Farha. 1999. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga; Belajar dari Kehidupan Rasulullah Saw. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender.
386
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
----------------. 2008. Referensi bagi Hakim Peradilan Agama tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Komnas Perempuan. Direktorat Bantuan Sosial. 2007. Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center. Jakarta: Departemen Sosial RI. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. 2008. Keluarga Sebagai Wahana Membangun Masyarakat Tanpa Kekerasan, Bahan ajar/buku sumber PKTP-KDRT bagi Fasilitator Kabupaten dan Kota. Jakarta. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. 2008. Keluarga Sebagai Wahana Membangun Masyarakat Tanpa Kekerasan. Bahan ajar/buku sumber PKTP-KDRT bagi Fasilitator Kabupaten dan Kota. Jakarta. Kollman, Nathalie. 1998. Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: YLKI dan Ford Foundation. Komnas Perempuan. 2007. Referensi bagi Hakim Pengadilan Agama mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Komnas Perempuan. Munir, Lily Zakiyah. 2005. “Domestic Violence in Indonesia” dalam Muslim World Journal of Human Rights, Vol. 2. No. 1, Article 5.
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016
387
ICON UCE 2016 Collaborative Creation Leads to Sustainable Change
388
PROCEEDINGS OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON UNIVERSITY-COMMUNITY ENGAGEMENT SURABAYA – INDONESIA, 2 - 5 AUGUST 2016