Vol 33, No 3 Juli 2009
| Manajemen risiko dalam pelayanan PEB 135
Manajemen risiko dalam pelayanan pasien preeklampsia berat (PEB)/ eklampsia di Instalasi Gawat Darurat RSUPNCM
T.W. KUSUMA B. AFFANDI D. OCVIYANTI J. PRIHARTONO* Departemen Obstetri dan Ginekologi Departemen Ilmu Kesehatan Komunitas* Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tujuan: Mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan manajemen risiko dalam pelayanan pasien PEB/eklampsia di IGD lantai 3 RSCM. Bahan dan cara kerja: Penelitian ini dilakukan di IGD lantai 3 RSCM menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap 15 orang pasien yang datang dan dirawat karena PEB/Eklampsia dan pihak manajemen yang terdiri dari Direktur Pelayanan Medis RSCM, Dokter konsultan IGD lantai 3 RSCM, dan Kepala Ruangan IGD RSCM. Hasil: Sebagai tolok ukur keluaran, angka kematian ibu menurun sebesar 0,14%; lama rawat menjadi 1 hari di IGD; dan kepuasan pasien sebesar 53,3%. Dalam hal identifikasi risiko diketahui bahwa belum ada SOP yang khusus dibuat RSCM untuk penanganan PEB/Eklampsia dan walaupun sudah ada prosedur pelaporan dan pencatatan insiden klinis, namun belum ada formulir pelaporan selain rekam medis dan belum terstruktur dengan baik. Kinerja perawat masih dianggap kurang dan belum ada sistem manajemen risiko formal yang diterapkan. Analisa risiko sudah berjalan dengan baik. Terdapat upaya penurunan risiko seperti pelatihan tenaga medis, pemenuhan fasilitas, supervisi dan forum komunikasi. Namun sistem prioritas masih perlu dikembangkan. Pendanaan risiko dialokasikan untuk perlindungan terhadap tenaga medis jika terjadi tuntutan di mana kasus diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan untuk pemenuhan fasilitas terutama bagi pasien tidak mampu. Sudah terdapat upaya peninjauan sebagai evaluasi risiko. Kesimpulan: Langkah-langkah manajemen risiko dalam penanganan pasien PEB/Eklampsia di IGD lantai 3 RSUPNCM sudah membaik walaupun belum dilaksanakan secara optimal, terlihat dari pencapaian tolok ukur keluaran dari angka kematian ibu, lama rawat, dan kepuasan pasien sampai bulan Agustus 2008 memberikan hasil yang baik dan menurunkan terjadinya risiko yang tidak diinginkan. Faktor-faktor yang mendukung baiknya keluaran adalah tenaga kerja yang terlatih terutama dokter, fasilitas pelayanan yang lengkap, serta pengawasan yang baik dan terstruktur. [Maj Obstet Ginekol Indones 2009; 33-3: 135-42] Kata kunci: PEB, eklampsia, manajemen risiko, IGD, RSCM
Objective: Measuring Clinical risk management status in Obstetric Emergency Department of Cipto Mangunkusumo Hospital regarding to severe pre eclampsia treatment. Material and methods: Qualitative research was chosen as a study design. We interviewed 15 patients with severe pre eclampsia. We also interviewed Director of Medical Service, Consultant Doctor and Chief of Obstetric Emergency Department as part of Hospital Management. Results: As an output measurement, maternal mortality rate is 0.14 %; length of stay in emergency department is only 1 day; Patient satisfaction reported as much as 53.3%. On risk identification reported that Cipto Mangunkusumo Hospital did not have Standard of Operational and Procedure in Severe Pre Eclampsia treatment. There are registration and report procedure on clinical cases but there are not specific form used instead of medical records. Nurse quality reported not satisfied with no formal risk management system. Risk analysis procedure is already implemented. There are many adjustment in reducing risk such as staff training, upgrade facilities, supervise and communication forum. Priority system is needed to be improved. Risk funding is allocated for medical staff insurance regarding to law process against medical practice (if any) and for adjustment facilities of poor patients. Risk evaluation management is also already implemented. Conclusion: Risk Management on Severe Pre Eclampsia in Cipto Mangunkusumo Hospital is sufficient although some aspects has not optimally implemented. This achievement can be marked from output measurement such as maternal mortality rate, length of stay, and patient satisfaction on August 2008. Factors influence output are skill personnel including doctor, excellent facilities, and good quality of structure monitoring. [Indones J Obstet Gynecol 2009; 33-3: 135-42] Keywords: severe pre eclampsia, eclampsia, risk management, obstetric emergency department, Cipto Mangunkusumo Hospital
PENDAHULUAN
Manajemen risiko adalah suatu proses untuk mengukur dan menilai risiko dan membuat strategi untuk menangani risiko tersebut. Proses tersebut dilakukan dengan cara: mengidentifikasi, mengontrol dan memonitor serta meminimalisasi semua aspek risiko dalam suatu bidang melalui lingkaran/siklus
Risiko dapat timbul pada hampir semua kegiatan dalam proses pelayanan kesehatan. Identifikasi risiko serta upaya pencegahannya akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.1,2 |
| 136 Kusuma dkk
Maj Obstet Ginekol Indones kematian maternal dan perinatal. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13% kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12%).7 Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes di 12 rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1983 menunjukkan kejadian preeklampsia berat (PEB)/eklampsia sebesar 5,3% dengan angka kematian perinatal sebesar 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang ditemukan pada kehamilan normal).6 Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai salah satu unit pelayanan rumah sakit yang berfungsi melayani pasien gawat darurat medis merupakan high clinical risk areas. Manajemen risiko klinik di IGD bila tidak diterapkan dengan baik dapat merugikan pasien, staf medis, ataupun organisasi rumah sakit. Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) lantai 3 RSU PNCM selama bulan September 2007 terdapat 60 persalinan dengan disertai PEB dari keseluruhan 305 persalinan dan 6 pasien eklampsia yang satu diantaranya menyebabkan kematian maternal. Banyaknya kasus PEB yang menyebabkan komplikasi atau bahkan kematian yang ditemukan di RSCM dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Hal ini dapat disebabkan keterlambatan rujukan pasien dari unit pelayanan obstetri yang lebih rendah atau keterlambatan dan kekeliruan penanganan di RSCM. Salah satu upaya untuk menurunkan komplikasi dan kematian akibat PEB adalah dengan meningkatkan pelayanan penanganan kasus PEB yang datang ke RSCM. Kualitas pelayanan ini dapat diketahui, dianalisa dan diperbaiki melalui suatu manajemen risiko. Untuk mengetahui bagaimana manajemen risiko diterapkan di bidang obstetri khususnya dalam kasus PEB, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penanganan PEB di IGD lantai 3.
sehingga terwujud sistem yang aman dan efektif. Manajemen risiko dalam pelayanan obstetri merupakan proses yang terencana dan sistematik untuk mencegah, menurunkan dan atau mengendalikan kemungkinan kerugian akibat segala risiko yang ada dalam proses pelayanan tersebut.1-4 Pada zaman modern ini dapat dikatakan hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh oleh hukum. Demikian juga halnya dengan bidang pelayanan kesehatan termasuk obstetri. Perkembangan Iptek di bidang medik serta masuknya kebudayaan asing memberikan dampak terhadap norma serta pandangan hidup. Dewasa ini dunia semakin diramaikan oleh kelompok masyarakat modern yang memiliki akses komunikasi global. Informasi berbagai jenis penyakit mulai dari etiologi hingga manajemennya dapat dengan mudah diakses melalui internet dan media lainnya. Di sisi lain, biasanya orang makin sadar akan hak daripada kewajibannya. Keadaan ini bermuara pada meningkatnya tuntutan hukum "malpraktek" kepada dokter. Masalah ini secara konsepsional dapat dijawab dengan menerapkan manajemen risiko.2,4 Untuk melaksanakan manajemen risiko setiap petugas kesehatan dituntut mengambil tanggung jawab untuk: N Mengenali kesalahan/kekeliruan pengobatan/tindakan sebelum terlambat N Mengidentifikasi prosedur/pengobatan yang berisiko tinggi N Menyadari keterbatasan pengetahuan dan keterampilan N Menerapkan mekanisme fail-safe N Membuat standar pelayanan1 Manajemen risiko klinis diketahui sebagai komponen penting dalam pengaturan di bidang obstetri klinis. Di Inggris, penggunaan fire drills telah dimulai sejak 1999, Confidential Enquiry into Maternal Deaths and Towards Safer Childbirth sebagai antisipasi dalam kegawatdaruratan obstetri. Simulasi pelatihan diperlukan baik untuk para dokter maupun bidan untuk mengatasi krisis di bidang obstetri. Simulasi dapat meningkatkan keterampilan klinik dan kebiasaan pada saat menangani kegawatdaruratan, menunjukkan bahwa cara ini memiliki peranan dalam strategi manajemen risiko.5 Dalam pelayanan obstetri, selain angka kematian maternal terdapat juga angka kematian perinatal yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Preeklampsia merupakan komplikasi 1,6 - 3,6% kehamilan di Asia. Preeklampsia tetap merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal dalam obstetri modern.6 Di Indonesia, preeklampsia/eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka
BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasi kualitatif dengan pengambilan data secara potong lintang dan dilakukan di IGD lantai 3 RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Juni-Agustus 2008. Responden penelitian adalah pasien IGD lantai 3 RSCM dengan persyaratan: Pasien PEB/Eklampsia yang datang ke RSCM dengan rujukan bidan atau dokter dari puskesmas, klinik atau rumah sakit lain, pasien baru tersebut hamil dengan usia kehamilan > 20 minggu dengan hipertensi yang disertai proteinuria dan tanda-tanda PEB/Eklampsia, pasien tersebut kemudian dirawat di IGD lantai 3 RSCM karena PEB/Eklampsia dan sudah dijelaskan serta bersedia ikut dalam penelitian ini serta menan|
Vol 33, No 3 Juli 2009
| Manajemen risiko dalam pelayanan PEB 137 presi, kondisi pasien, situasi sekitar pasien dan halhal lainnya yang mempengaruhi wawancara. Transkrip yang telah disusun dan diberi kode kemudian dibaca ulang untuk mendapatkan pemahaman dari masing-masing jawaban. Masing-masing jawaban dibuat kata kunci/intinya. Tema atau inti yang didapat kemudian disusun dalam bentuk matriks untuk memudahkan analisis. Kemudian dilakukan wawancara mendalam mengenai penerapan manajemen risiko klinik dengan pihak RSCM yaitu Direktur Medis RSCM, Kepala Ruangan IGD Lt. 3 RSCM, Dokter konsultan Obstetri dan Dokter Jaga (PPDS). Pengolahan dan analisis data dilakukan secara observasi kualitatif antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang diobservasi. Analisis yang digunakan adalah analisis isi dengan melihat keterkaitan dan adanya kesenjangan antara masing-masing jawaban dari informan hasil wawancara 1 (pasien) dan wawancara 2 (RSCM) dan menarik kesimpulan dari keseluruhan tema yang muncul.
datangani informed consent. Subjek penelitian lainnya adalah Direktur Medis RSCM yang memegang jabatan pada bulan Juli-September 2008, Kepala ruangan IGD Lt. III yang memegang jabatan pada bulan Juli-September 2008, dokter Konsulen Obstetri, baik dari divisi Fetomaternal atau lainnya yang ahli dalam bidang PEB/Eklampsia, dan dokter jaga yang menangani langsung pasien-pasien PEB/ Eklampsia di IGD lantai 3 RSCM. Ukuran (jumlah) sampel digunakan untuk menjamin kekuatan dari argumentasi yang diturunkan menyusul sebuah penelitian. Makin besar jumlah subjek semakin mungkin peneliti melakukan penyimpulan umum, akan tetapi semakin besar ukuran sampel semakin sukar pula peneliti memberikan perhatian pada penghayatan subjek. Oleh karena fokus penelitian kualitatif pada kedalaman proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah sampel yang kecil. Pada penelitian ini diambil 15 orang secara consecutive sampling dari pasien-pasien yang datang ke IGD Lt. 3 RSUPNCM dengan gejala yang mengarah kepada diagnosis PEB/Eklampsia. Data dikumpulkan melalui pengisian formulir mengenai manajemen risiko yang didapat dari observasi langsung penanganan akut di IGD Lt. 3. Selain itu data juga didapat dari wawancara langsung pada subjek penelitian. Pasien yang datang ke IGD Lt. 3 RSCM ditriase seperti biasa di ruang jaga akut. Dokter jaga ruang akut sudah diinformasikan untuk setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan diikutsertakan dalam penelitian ini, maka dokter tersebut segera mengisi checklist penanganan akut pasien PEB/ Eklampsia. Setelah itu, dokter memberikan informed consent kepada pasien mengenai penelitian dan persetujuan wawancara. Apabila pasien sadar, maka informed consent penelitian ditujukan kepada pasien dan diminta menandatangani persetujuan wawancara. Apabila pasien tidak sadar, informed consent ditujukan kepada keluarga terdekat pasien (diutamakan suami atau ibu pasien atau anggota keluarga lain yang bertanggungjawab atas pasien). Wawancara dilakukan setelah pasien dirawat selama satu hari penuh di IGD Lt. 3 RSCM. Wawancara mendalam dilakukan dengan memakai pedoman wawancara yang bersifat terbuka dan tidak berstruktur mengenai kejadian/efek yang tidak diinginkan pasien selama dirawat satu hari di IGD RSCM. Informasi dikumpulkan dengan menggunakan alat perekam. Setelah terkumpul 15 data hasil wawancara, dibuat transkrip dengan menambahkan catatan-catatan hal-hal penting dari pasien yang tidak dapat terekam oleh alat perekam seperti bahasa tubuh, eks-
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Pasien IGD Lantai 3 RSUPNCM Rata-rata jumlah pasien obstetrik dan ginekologi yang datang ke lantai 3 RSUPNCM pada tahun 2007 adalah 569,5 pasien. Sembilan persen kasus adalah preeklampsia berat dan 1% adalah eklampsia. Selama tahun 2007 tersebut hanya satu kasus yang meninggal. Tabel 1. Gambaran pasien IGD Lantai 3 RSUPNCM Jakarta tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total (%)
|
Jumlah pasien 525 538 589 598 707 543 530 518 518 568 593 607 6.834
Kasus PEB 66 61 60 102 76 46 45 42 42 48 61 75 623 9,1
Kasus Meninggal Eklampsia 2 0 11 0 8 1(eklampsia) 1 0 10 0 3 0 9 0 3 0 3 0 5 0 7 0 14 0 77 1 1,1 0,14
|
Maj Obstet Ginekol Indones
138 Kusuma dkk Tabel 2. Kasus PEB-Eklampsia RSUPNCM Jakarta tahun 2008 (berjalan) Bulan
Kasus PEB
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Total
57 60 78 37 55 50 47 47 431
Kasus eklampsia 3 5 6 6 5 5 3 3 36
IGD lantai 3 RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan dugaan atau diagnosis preeklampsia berat dan eklampsia. Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini berumur termuda 20 tahun sampai dengan tertua 40 tahun dengan rerata 31,3 tahun. Sebagian besar beralamat di Jakarta Pusat (46,7%).
Meninggal 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Karakteristik Faktor Risiko Fasilitas Dari daftar fasilitas yang diperlukan untuk manajemen preeklampsia berat dan eklampsia, 100% tersedia di IGD lantai 3 RSUPNCM untuk seluruh responden. Fasilitas tersebut antara lain: alat pengukur tekanan darah dan stetoskop, termometer, jarum infus dan cairan infus (NaCl, RL, Dextrose), tabung oksigen, sungkup atau kanul oksigen, kateter urin dan kantong urin, alat tes Dipstick untuk protein urin, spuit dan tabung untuk pemeriksaan darah, obat anti hipertensi, obat anti kejang (MgSO4), alat pendeteksi denyut jantung janin (Doppler, CTG), gelas ukur urin, palu refleks, formulir observasi pasien, dan alat untuk fiksasi pasien agar terhindar dari trauma.
Tabel 3. Lama rawat pasien PEB/Eklampsia di IGD RSUPNCM tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata total
Rata-rata lama rawat (hari) 2,07 1,86 2,04 2,01 1,75 1,84 2,11 1,94 1,87 1,96 1,74 1,69 1,90
Diagnosis Dasar diagnosis preeklampsia (87%) dan eklampsia (13%) yang ditegakkan sesuai pada seluruh responden setelah dibandingkan dengan kepustakaan. Tekanan darah sistolik bervariasi dari 150-210 mmHg dengan rata-rata 165 mmHg. Sedangkan tekanan diastolik bervariasi dari 90-120 mmHg dengan rataTabel 5. Karakteristik gejala dan tanda responden
Tabel 4. Lama rawat pasien PEB/Eklampsia di IGD RSUPNCM tahun 2008 (berjalan) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Desember Rata-rata total
Gejala/Tanda Proteinuria Oliguria Kenaikan kreatinin serum Edema Paru Sianosis Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas abdomen Gangguan neurologis dan visus Gangguan fungsi hepar (SGOT, SGPT) Hemolisis mikroangiopatik Trombositopenia (< 100.000/ml) Sindroma HELLP Payah Jantung Kongestif Edema Anasarka Kejang tonik-klonik Koma
Rata-rata lama rawat (hari) 1,58 1,32 1,54 1,37 1,15 1,12 1,06 1,02 1,27
Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 15 orang. Seluruhnya adalah pasien yang datang ke |
Frekuensi (%) 15 (100) 3 (20) 1 (6,7) 0 (0) 0 (0) 2 (13,4) 1 (6,7) 4 (26,8) 1 (6,7) 3 (20) 1 (6,7) 0 (0) 0 (0) 2 (13,4) 0 (0)
Vol 33, No 3 Juli 2009
| Manajemen risiko dalam pelayanan PEB 139
rata 94,7 mmHg. Sebaran tekanan darah, gejala dan tanda dapat dilihat pada Tabel 5.
luaran atau output. Mutu pelayanan rumah sakit dapat diukur dari berbagai aspek, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan yang diberikan. Beberapa aspek yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah keselamatan pasien dan kepuasan pasien.8
Pengelolaan Pengelolaan terbagi menjadi pemeriksaan laboratorium, tindakan, dan sikap terhadap kehamilannya. Seluruh pemeriksaan yang dilakukan terhadap responden sesuai indikasi dan protokol sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan mulai dari pemeriksaan ABC (Airway, Breathing, Circulation) sampai penatalaksanaan bila pasien kejang (pada eklampsia) dinilai sesuai dengan standar operasional prosedur. Sikap terhadap kehamilan responden terbagi atas perawatan konservatif dan perawatan aktif. Dari 15 orang responden tidak ada yang diberikan perawatan konservatif. Usia kehamilan responden umumnya sudah aterm (12; 75%). Terminasi kehamilan dilakukan secara SC (Sectio Cesaria) pada 8 orang pasien (53,3%) dan sisanya pervaginam (46,7%). Indikasi SC antara lain eklampsia gravidarum (2; 25%), eklampsia iminens (4; 50%), makrosomia (1; 12,5%), dan HELLP syndrome (1; 12,5%).
Angka kematian ibu Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan negara berkembang se-Asia Tengara, AKI di Indonesia masih tergolong tinggi. Di Malaysia, angka kematian ibu menunjukkan angka 28,1 per 100.000 kelahiran hidup.9 Angka kematian ibu akibat eklampsia di Indonesia pada tahun 2001 adalah 23,7% dan menurun pada tahun 2008 menjadi 13%10,11, sedangkan di Malaysia, AKI akibat eklampsia adalah sebesar 14,1% dari total kematian ibu.9 Sementara di IGD lantai 3 RSCM terdapat penurunan AKI akibat eklampsia dari 0,14% pada tahun 2007 menjadi 0% sampai bulan Agustus 2008. Secara global telah diperkirakan bahwa 12% dari seluruh kematian ibu berhubungan dengan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Di Afrika, proporsi ini bervariasi dari 3% di Uganda sampai 23% di Mozambique.12
Observasi Observasi sesuai standar prosedur dilakukan pada seluruh responden tanpa kecuali. Gambaran Kepuasan Responden
Lama rawat di IGD
Dari 15 kuesioner yang diisi oleh responden, 8 orang menyatakan sudah puas dengan pelayanan IGD RSCM. Di antara kekurangan yang dikeluhkan responden, 4 orang mengindikasikan kinerja perawat yang kurang (perawat kurang gesit, lama waktu mengambil darah untuk laboratorium, dan pergantian shift yang lama).
Menurut National Center for Health Statistics (NCHS), lama rawat adalah perbandingan antara jumlah total hari rawat suatu kelompok dengan jumlah total pasien yang pulang dari kelompok tersebut. Protokol tahun 2007 masih menyebutkan bahwa lama rawat pasien preeklampsia atau eklampsia di IGD paling lama 2 hari sebelum dipindahkan ke ruang rawat.13 Saat ini, pasien PEB/Eklampsia dirawat di IGD selama satu hari kemudian dipindahkan ke High Care Unit (HCU) bila kondisinya masih memerlukan perawatan intensif rata-rata selama satu hari baru kemudian dipindahkan ke ruang
Pencapaian Tolok Ukur Keluaran (Output) Risiko atau masalah adalah kesenjangan antara tolok ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keTabel 6. Pencapaian tolok ukur keluaran Variabel
Tolok ukur
Pencapaian
Risiko
Angka Kematian Ibu (mortalitas)
AKI akibat eklampsia di Indonesia = 13% AKI akibat eklampsia di IGD RSCM (2007) = 0,14%
AKI akibat eklampsia di IGD RSCM (sampai Agustus 2008) = 0%
Menurun
Lama rawat di IGD
Lama rawat IGD pasien PEB/ Eklampsia tahun 2007 = 2 hari AvLOS (Average Length of Stay) = 3 - 12 hari
1 hari
Menurun
50%
8/15 = 53,3%
Menurun
Kepuasan pasien
|
|
Maj Obstet Ginekol Indones
140 Kusuma dkk Penerapan Manajemen Risiko
rawat inap. Hal ini salah satunya bertujuan untuk meminimalisir risiko penuhnya IGD dengan pasien lama dan sebagai usaha meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Gouveia dan kawan-kawan meneliti lama rawat pasien preeklampsia di ICU dan menunjukkan rata-rata lama rawat adalah 3 hari di ICU dan 10 hari di ruang rawat inap. Indikator derajat berat penyakit yang dapat memperpanjang lama rawat adalah kejang (eklampsia), nyeri epigastrium, dan oliguria.13
Sebagai RS rujukan nasional, RSCM belum menerapkan sistem manajemen khusus. Tanggung jawab utama penerapan manajemen risiko klinis di RSCM dipegang oleh direktur pelayanan medis. Tanggung jawab manajemen risiko yang lebih luas meliputi aspek finansial dan komersil, keamanan, kelengkapan fasilitas, kebakaran, dan lain-lain masingmasing diserahkan kepada bidang-bidang terkait. Sebuah penelitian yang dilakukan di dua RSUD di Provinsi Jawa Timur pada bulan Juli-Agustus 2005, diketahui bahwa kedua RS tersebut telah menerapkan sistem manajemen ISO 9000. Sistem manajemen mutu ISO 9000 dapat membantu penerapan konsep dasar clinical governance di RS terutama dalam penerapan standar: akuntabilitas pelayanan klinik, standar kebijakan dan strategi, standar pengembangan dan pelatihan profesional, kebijakan untuk keterlibatan seluruh staf dalam upaya peningkatan mutu, dan penerapan standar pengukuran efektivitas pelayanan.16
Kepuasan pasien Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dan diterima oleh pasien. Meskipun nilai subjektif ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, keadaan emosional dan lingkungan pasien, kepuasan pasien tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan objektif yang dialami oleh pasien pada saat menerima pelayanan di rumah sakit.14 Kepuasan pasien di sini hanya dinilai secara subjektif dengan wawancara terhadap pasien dan belum dinilai indikator-indikator kepuasan pasien secara objektif. Penelitian Suryawati dan kawan-kawan menunjukkan sekitar 68,6% sampai 76,24% pasien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit terutama dengan pelayanan dokter. Penelitian lain oleh Aminudin di RS Bhakti Asih Tangerang menunjukkan bahwa 60,7% responden merasa tidak puas dengan pelayanan yang diterima.15 Di RSCM sendiri belum ada data kepuasan pasien yang objektif.
Identifikasi risiko Risiko dapat berasal dari masukan (input), proses, lingkungan, dan umpan balik. Risiko ini akan mempengaruhi keluaran (output), yaitu mengenai baik tidaknya manajemen risiko dalam tatalaksana PEB/ Eklampsia di IGD lantai 3 RSCM.
Tabel 7. Identifikasi Risiko Variabel
Tolok Ukur
Pencapaian
Risiko
Masukan Sumber Daya Manusia (Man)
1. Terdapat konsulen jaga sebagai pusat konsultasi 2. Terdapat dokter jaga dan perawat terlatih
Terdapat 2 konsulen jaga setiap hari, minimal 7 dokter jaga dan 6 perawat setiap kali giliran jaga.
Minimal
Dana (Money)
1. Terdapat alokasi dana untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan terjadinya risiko 2. Adanya perlindungan terhadap tenaga medis jika terjadi tuntutan
Alokasi dana sebesar Rp 32 milyar per tahun untuk pasien tidak mampu. Ada bantuan hukum untuk tenaga medis yang terlibat masalah selama masalah tersebut sesuai prosedur hukum.
Minimal
Sarana (Material)
Terdapat fasilitas penanganan PEB/ Eklampsia yang lengkap sesuai checklist
Fasilitas telah dipenuhi 100% sesuai checklist
(–)
Metode (Method)
Terdapat standar manajemen risiko yang diakui secara internasional
RSCM belum menerapkan sistem manajemen khusus, baru sampai tahap wacana
(+)
Terdapat perencanaan pencegahan risiko
Sudah terdapat perencanaan baik dari segi tenaga, dana, sarana dan metode untuk mencegah terjadinya risiko
Minimal
Proses Perencanaan
|
Vol 33, No 3 Juli 2009
| Manajemen risiko dalam pelayanan PEB 141
Pengorganisasian
Terdapat struktur organisasi (strata) dalam perujukan kasus atau konsul
Terdapat sistem strata dalam tim jaga
Minimal
Pelaksanaan
1. Pelatihan dokter dan perawat sesuai bidangnya 2. Diagnosis yang tepat 3. Tatalaksana pasien PEB/ Eklampsia yang sesuai dengan protokol (SOP)
Terdapat pelatihan untuk tenaga medis dari divisi diklat dengan dana yang terbatas. Diagnosis dan tatalaksana pasien sudah sesuai dengan protokol yang ada.
Minimal
Lingkungan
1. Lokasi RSCM sebagai pusat rujukan nasional 2. Biaya pelayanan yang mahal
Dari 15 responden mengatakan jarak tempuh ke RSCM tidak jauh. 1 Responden meminta untuk diringankan biayanya.
Minimal
Pencatatan dan Pelaporan
1. Terdapat formulir pelaporan dan pencatatan kejadian yang tidak diinginkan 2. Adanya prosedur pelaporan ketidaktersediaan alat/obat 3. Adanya prosedur pemeriksaan berkala ketersediaan alat
Belum ada formulir pelaporan untuk kejadian yang tidak diinginkan, namun sudah dilakukan pencatatan untuk setiap kejadian yang terjadi dan untuk keperluan pemenuhan fasilitas.
Minimal
Evaluasi/audit
1. Adanya peninjauan terhadap kejadian yang tidak diinginkan 2. Adanya peninjauan berkala terhadap protokol yang digunakan 3. Adanya upaya peninjauan berkala keterampilan tenaga medis
Terdapat forum laporan jaga dan Konferensi Minimal Kematian Maternal (KKM) untuk meninjau kasus. Belum ada peninjauan protokol.
Umpan balik
Peninjauan kompetensi tenaga medis dari masing-masing profesi.
Manajemen Risiko
najemen risiko yang dilakukan di IGD lantai 3 RSUPNCM dirinci melalui wawancara kepada pihak manajemen, dalam hal ini Direktur Pelayanan Medis, Dokter Konsultan, dan Kepala Ruangan IGD lantai 3 RSUPNCM.
Langkah-langkah manajemen risiko dalam penanganan pasien PEB/Eklampsia di IGD lantai 3 RSUPNCM sudah membaik walaupun belum dilaksanakan secara optimal. Langkah-langkah ma-
Tabel 8. Langkah-langkah manajemen risiko di IGD lantai 3 RSUPNCM Langkah-langkah manajemen risiko Identifikasi risiko • Adanya formulir dan prosedur pelaporan kejadian yang tidak diinginkan • Adanya prosedur pelaporan ketidaktersediaan alat/bahan • Adanya prosedur pemeriksaan berkala ketersediaan alat/bahan • Adanya pencatatan terhadap kejadian yang tidak diinginkan yang sering terjadi Analisa risiko • Terdapat peninjauan terhadap kejadian yang tidak diinginkan • Terdapat forum komunikasi antara pihak manajemen dengan tenaga medis jika terjadi kejadian yang tidak diinginkan Kontrol risiko • Terdapat sistem prioritas dalam menangani risiko yang ditemukan • Terdapat upaya untuk menurunkan risiko yang ada Pendanaan risiko • Adanya perlindungan terhadap tenaga medis jika terjadi tuntutan (dana khusus atau asuransi) • Adanya alokasi dana untuk mengatasi kekurangan yang menyebabkan terjadinya risiko Evaluasi risiko • Dilakukannya audit jika terdapat kejadian yang tidak diinginkan • Terdapat peninjauan secara berkala terhadap protokol yang digunakan • Terdapat upaya untuk meninjau ketersediaan alat/bahan secara berkala • Terdapat upaya untuk meninjau keterampilan tenaga medis secara berkala
|
Ya
Tidak
| 142 Kusuma dkk
Maj Obstet Ginekol Indones 2. Utami TW, Andrijono, Kampono N, Junizaf. Manajemen risiko klinik, Maj Obstet Ginecol Indones, Juli, 2006: 141-4 3. Quinley KM. Bullet proofing Your Medical Practice. Falmouth, SEAK, Inc. 2000: 110-27 4. Nesbitt TS. Risk management in obstetric care for family physicians: Results of a 10-years project, J Am Board Fam Pract 2003; 16 (6): 471-7 5. Sing-Chee C, Leung TN. Pre-eclampsia: An update. JPOG, 2006; 32(2): 81-7 6. Sudhaberata K. Profil Penderita Preeklampsia - Eklampsia di RSU Tarakan, Kaltim. www.tempo.co.id 7. Herlianto D. Mengurangi angka kematian ibu dan anak. Media Litbangkes. Media Indonesia. Edisi cetak pagi. 26 Juli 2008 8. Sudewi R. Kualitas pelayanan dan kepuasan pasien di rumah sakit. Konferensi Nasional Praktik Pelayanan Kesehatan di Indonesia, Musyawarah Nasional PAMJAKI III, Jakarta, 29-31 Agustus 2006 9. Nik Mohd Nasri Ismail. Hypertension in preganncy still a serious problem in Malaysia. Confidential Enquiry of Maternal Mortality, Malaysia, 2005 10. Program Nasional Bagi Anak Indonesia. Kelompok Kesehatan. Buku III Kesehatan. 2003 11. SH/web warouw. Trauma malapraktik, pasien pilih berobat ke Singapura. Sinar Harapan. 27 Oktober 2004. Diunduh dari www.sinarharapan.co.id 12. Kvale G, Olsen BE, Hinderaker SG, Ulstein M, Bergsjo P. Maternal deaths in developing countries: a preventable tragedy. Norsk Epidemiologi 2005; 15(2): 141-9 13. Thomson. Effects of actual waiting time, perceived waiting time, information delivery, and expressive quality on patient satisfaction in emergency department. Journal of American College of Emergency Physicians. 1996: 1-15 14. Gamrin B, Joeharno M. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Skripsi/Tesis. Maret 2008 15. Suryawati C, Dharminto, Shaluhiyah Z. Penyusunan indikator kepuasan pasien rawat inap rumah sakit di provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006; 9(4): 177-84 16. Djasri H. Penerapan clinical governance melalui ISO 9000: Studi kasus di dua RSUD provinsi Jawa Timur. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006; 93: 121-8
KESIMPULAN DAN SARAN Langkah-langkah manajemen risiko dalam penanganan pasien PEB/Eklampsia di IGD lantai 3 RSUPNCM sudah membaik walaupun belum dilaksanakan secara optimal. Pencapaian tolok ukur keluaran dari angka kematian ibu, lama rawat, dan kepuasan pasien sampai bulan Agustus 2008 memberikan hasil yang baik dan menurunkan terjadinya risiko yang tidak diinginkan. Namun, masih terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan sistem manajemen mutu berstandar internasional, seperti ISO 9000, sebaiknya tidak hanya berupa wacana saja. Dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien pada tingkat rumah sakit, diperlukan pengelolaan risiko klinis secara formal dengan mengembangkan sistem pelaporan dan pencatatan insiden klinis, meningkatkan kapasitas pelayanan IGD termasuk kinerja perawat dengan melakukan kegiatan pelatihan, membuat standar pelayanan minimal rumah sakit, mengembangkan sistem prioritas dalam menangani risiko yang ditemukan, serta peninjauan berkala sebagai evaluasi terhadap berbagai faktor risiko yang ditemukan. Selanjutnya masih perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan manajemen risiko klinik di RSCM dan sistem manajemen mutu yang dapat mendukung penerapan konsep dasar clinical governance serta terlaksananya kegiatan-kegiatan clinical governance. RUJUKAN 1. Affandi B. Risk management is the development and implementation of strategies FKUI/RSCM, 2005
|