Efek Penambahan Ekstrak Echinacea pada Infeksi Plasmodium Berghei The Effect of Extract Echinacea Supplementation on Plasmodium Berghei Infection Tri Wulandari Kesetyaningsih, Sri Sundari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK Selain protektif, respon imun terhadap malaria dapat memicu imunopatologi malaria. Echinacea purpurea merupakan agen yang berkhasiat meningkatkan imunitas melalui fagositosis, stimulasi sel-sel fibroblas, aktivasi respirasi dan mobilitas leukosit. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek pemberian Echinacea pada pengobatan malaria ssecara in vivo. Rancangan penelitian adalah pre dan postest control group dengan hewan coba Mus musculus strain DDI jantan, umur 5 minggu, berat 20-25 gram sebanyak 24 ekor dibagi menjadi 5 kelompok yaitu K- (tanpa diobati); K+ (klorokuin 10mg/kg BB); P1 (0,65 mg ekstrak/ekor); P2 (1,3 mg ekstrak/ekor); P3 (kombinasi klorokuin-ekstrak). Parasitemia diperiksa setiap hari selama 5 hari setelah 24 jam infeksi, pemeriksaan histologis dilakukan pada hari ke lima. ANOVA dan Kruskall-Wallis digunakan masing-masing untuk uji perbedaan parasitemia dan gambaran histologis. Hasil menunjukkan ada perbedaan bermakna penurunan parasitemia antar kelompok penelitian (p=0,023). Penurunan parasitemia kelompok Echinacea bersifat lambat seperti akibat reaksi imunitas tubuh, sedangkan pada klorokuin terjadi lebih cepat. Terjadi peningkatan aktivitas lien pada kelompok Echinacea dan tidak ada perbedaan gambaran histologis otak antar kelompok penelitian. Dapat disimpulkan bahwa Echinacea memperlambat penurunan parasitemia dan memperbaiki aktivitas lien. Kata Kunci: Ekstrak Echinacea, histopatologis, malaria, parasitemia, Plasmodium berghei ABSTRACT Immune responses against malaria can lead to immunopathologic condition. Echinacea purpurea is a potent agent to enhance immunity. This study aims to reveal the effect of Echinacea in the treatment of malaria in vivo. This study is pre and postest control group design using 24 mice mus musculus strain DDI male, aged 5 weeks, weight 20-25 gram divided into 5 groups: K- (no treatment); K+ (chloroquine); treatment 1 (0,65 mg Echinacea/mouse); treatment 2 (1,3 mg Echinacea/mouse); treatment 3 (combination of chloroquine-echinacea). Parasitemia was measured daily for 5 days after 24 hours of infection and histological examination was performed on fifth day. ANOVA and Kruskal-Wallis used respectively to test the significance of differences in parasitemia and histological features. The results show a significant difference of decreased parasitemia (p=0,023) among groups. The parasitemia of echinacea group is inherently slow decline as a result of immune reaction, while on chloroquine is faster. There is increasing activities of a lien on the Echinacea group and no brain histological differences. It can be concluded that Echinacea reduced paracitemia decreasing and improve lien activity. Keywords: Echinacea extract, histopathologic, malaria, parasitemia, Plasmodium berghei Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 3, February 2013; Korespondensi: Tri Wulandari Kesetyaningsih. Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta (0341) 55183 Email:
[email protected]
146
Penambahan Ekstrak Echinacea pada....
147
PENDAHULUAN
METODE
Malaria sampai sekarang masih merupakan masalah kesehatan di banyak negara, terutama daerah tropis dan sedang berkembang. Tiga ratus juta penduduk diserang setiap tahunnya dan 2-4 juta diantaranya meninggal dunia (1). Di Indonesia, meskipun program pemberantasan malaria telah dimulai sejak tahun 1959, namun sampai sekarang angka kesakitan dan kematian akibat malaria masih cukup tinggi (2).
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre and post test control group design dengan random sampling. Variabel bebas adalah kombinasi klorokuin-ekstrak Echinacea; klorokuin; ekstrak Echinacea. Variabel tergantung adalah parasitemia dan gambaran histologis lien dan otak. Variabel pengganggu yang dikendalikan adalah variansi subjek penelitian (strain, jenis kelamin, umur, berat badan), cara pemeliharaan (kondisi kandang, pakan dan minum) dan cara perlakuan terhadap hewan coba.
Tingginya prevalensi malaria disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah resistensi plasmodium terhadap obat-obat antimalaria. Di Indonesia, kasus resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin pertama kali dilaporkan dari Kalimantan pada tahun 1974 dan meluas di seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1996 (2). Ada tiga faktor yang berperan dalam timbulnya resistensi ini, yaitu faktor subterapetik, faktor farmakologik dan faktor transmisi malaria yaitu imunitas, drug pressure dan intensitas (2). Saat ini di Indonesia tersedia obat-obat antimalaria lama seperti klorokuin, primakuin, pirimetamin-sulfadoksin dan kina. Obat-obat baru sudah ada namun masih terbatas di daerah tertentu, seperti kombinasi artesunatamodiakuin, artesunat-meflokuin. Terdapat beberapa antibiotik yang bersifat antimalaria, namun kurang efektif dan bekerja lambat. Dianjurkan agar dilakukan usaha mengatasi resistensi ini dengan pengobatan kombinasi dan rasional (2). Imunitas tubuh seseorang dibutuhkan untuk melawan infeksi secara alamiah. Menurut Langhorne et al (3), respon imun seluler dan humoral dibutuhkan untuk eliminasi parasit malaria. Peneliti lain mengatakan bahwa selain bersifat protektif, respon imun terhadap malaria dapat menjadi pemicu imunopatologi (4). Komplikasi malaria seperti malaria serebral dan anemia berat merupakan akibat proses imunologik, baik pada manusia maupun pada hewan coba (4). Peranan sistem imun dalam patologi malaria sampai sekarang masih diperdebatkan. Upaya meningkatkan imunitas tubuh yang dikombinasikan dengan pengobatan antimalaria diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengobatan. Echinacea purpurea adalah tanaman yang secara empirik terbukti mempunyai khasiat meningkatkan imunitas tubuh. Beberapa penelitian membuktikan bahwa Echinacea dapat mengaktifkan fagositosis, menstimulasi sel-sel fibroblas, meningkatkan aktivitas respirasi dan meningkatkan mobilitas leukosit (5). Penelitian ini untuk mengungkap efek pemberian Echinacea pada pengobatan malaria ssecara in vivo pada hewan coba. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai efek Echinacea pada pengobatan malaria. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat parasitemia setelah pengobatan antara kelompok perlakuan dan kontrol, mengetahui perbedaan gambaran darah tepi setelah pengobatan antara kelompok perlakuan dan kontrol dan mengetahui perbedaan gambaran histopatologi lien setelah pengobatan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bukti ilmiah efek kombinasi Echinacea dalam pengobatan malaria.
Alat yang digunakan untuk inokulasi Plasmodium adalah spuit 1 ml untuk mengambil darah inokulum, tabung ependorf untuk menampung darah inokulum, spuit 1 ml untuk infeksi P. berghei ssecara intraperitoneal. Alat untuk pemeriksaan apus darah adalah gunting untuk menggunting ekor mencit, objek glass untuk membuat preparat apus darah, rak datar, pipet tetes, botol akuades untuk proses pengecatan terhadap preparat apus darah. Pemeriksaan apusan darah menggunakan mikroskop cahaya dan minyak emersi dan counter untuk menghitung sel darah. Seperangkat alat bedah yaitu gunting, pinset anatomis, scalpel dan sarung tangan untuk membedah mencit dan mengambil jaringan otak dan lien. Potio berukuran 25 ml berisi formalin 10% digunakan untuk menampung jaringan. Kandang mencit berupa kotak plastik berukuran 30x20x10 cm3, bagian atasnya ditutupi dengan kawat ram, dilengkapi dengan botol minuman dan diberi alas dari sekam untuk menyerap urin mencit. Tiap satu kandang berisi 4 ekor mencit percobaan. Bahan yang diujikan adalah Echinacea dalam bentuk kapsul ekstrak Echinacea Radix terstandarisasi mengandung 4% Echinacoside dan klorokuin dalam bentuk tablet. Tiap tablet mengandung klorokuin fosfat 250 mg setara dengan klorokuin basa 150 mg. Plasmodium berghei strain ANKA diinokulasikan pada mencit percobaan. Phosphate Buffered Saline (PBS) sebagai pengencer darah inokulum, Giemsa 10% (aquadest sebagai pengencer) digunakan untuk memulas preparat apus darah, alkohol 70% sebagai desinfektan dan formalin 10% sebagai pengawet jaringan. Subjek penelitian adalah Mus musculus strain DDI, jantan, umur 5 minggu, berat 20-25 gram, belum pernah diinfeksi malaria, sehat. Sebanyak 20 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok (masing-masing berisi 4 ekor): kelompok kontrol negatif (tanpa diobati); kontrol positif (klorokuin 10 mg/kgBB pada hari I dan II; 5 mg/kgBB pada hari III); P1 (0,65 mg/ ekor ekstrak echinacea); P2 (1,3 mg/ekor ekstrak Echinacea); P3 (kombinasi klorokuin dan ekstrak Echinacea). Penentuan dosis klorokuin dan ekstrak Echinacea pada mencit ditentukan dari dosis pada manusia kemudian dikonversi untuk dosis mencit dengan angka konversi 0,0026 (6). Setelah diaklimatisasi selama 5 hari dalam kandang, mencit diinfeksi dengan Plasmodium berghei dengan dosis infeksi 0,1 ml mengandung 1x106 secara i.p (7). Pemberian perlakuan pengobatan dimulai setelah 24 jam infeksi dan dilanjutkan setiap hari selama 5 hari. Pengamatan parasitemia darah dimulai setelah 24 jam infeksi dan dilakukan setiap hari selama 5 hari. Pada hari terakhir
Penambahan Ekstrak Echinacea pada....
148
Tabel 1. Hasil uji LSD antar kelompok penelitian terhadap penurunan parasitemia setiap hari pengamatan selama 5 hari Kelompok K neg–Klorokuin K neg–Echinacea dosis 0,65 mg K neg–Echinacea dosis 1,3 mg K neg–Kombinai Klorokuin‐Echinacea Klorokuin–Echinacea dosis 0,65 mg Klorokuin–Echinacea dosis 1,3 mg Klorokuin–Kombinai Klorokuin‐Echinacea Echinacea dosis 0,65 mg -Echinacea dosis 1,3 mg Echinacea dosis 0,65 mg–Kombinasi-Klorokuin Echinacea Echinacea dosis 1,3 mg –Kombinasi-klorokuin Echinacea
Hari ke 1 0,006 0,012 0,003 0,028 0,758 0,745 0,380 0,529 0,575 0,229
p Hari ke 3 0,289 0,286 0,798 0,981 0,995 0,415 0,255 0,411 0,252 0,770
Hari ke 2 0,065 0,026 0,083 0,875 0,639 0,897 0,039 0,550 0,014 0,051
Hari ke 4 0,008 0,670 0,983 0,727 0,019 0,007 0,011 0,655 0,920 0,711
Hari ke 5 0,077 0,103 0,355 0,929 0,874 0,361 0,075 0,447 0,102 0,375
terbesar dicapai setelah 24 jam pengobatan (9,93%). Pada kombinasi klorokuin-Echinacea, pada saat itu masih terjadi peningkatan parasitemia sebesar 1,10%. Pada hari ke 2, kombinasi klorokuin-Echinacea tampak menurunkan sedikit parasitemia (1,99%), hampir sama dengan klorokuin (1,14%). Setelah itu, terjadi sedikit penurunan parasitemia dengan total penurunan mencapai 12,85 % pada akhir pengamatan untuk kelompok klorokuin, sedangkan kombinasi klorokuin-Echinacea hanya mampu menekan kenaikan parasitemia sebesar 1,55 %.
penelitian semua mencit dikorbankan, diambil lien dan otaknya untuk dibuat preparat histologis. Pengecatan terhadap preparat histologi menggunakan HE (Hematoksilin-Eosin). Parameter yang diteliti adalah tingkat parasitemia setelah perlakuan untuk mengetahui efek pemberian perlakuan terhadap parasit di darah dan gambaran histopatologi lien dan otak untuk mengetahui efek perlakuan terhadap lien dan otak. Lien adalah jaringan tubuh yang akan bereaksi terhadap infeksi malaria, eritrosit yang terinfeksi akan difagositosis oleh sel makrofag di lien. Otak mencit juga diperiksa, karena infeksi Plasmodium berghei pada mencit juga dapat menyebabkan malaria serebral seperti halnya infeksi Plasmodium falciparum pada manusia. Tingkat parasitemia diperiksa setiap hari selama 5 hari setelah 24 jam infeksi, sedangkan pemeriksaan terhadap preparat histopatologi dilakukan pada hari ke lima. Perbedaan kepadatan parasitemia antar kelompok dianalisis dengan ANOVA satu arah dilanjutkan dengan uji LSD. Perbedaan gambaran histologis lien dan otak antar kelompok dianalisis dengan analisis nonparametrik Kruskall-Wallis dilanjutkan dengan uji U-Mann Whitney.
15 10 5
Penurunan Parasitemia (%)
0
KONTROL +
‐5
KONTROL ‐
‐10
P1
‐15
P2
‐20
P3
‐25 ‐30 ‐35 ‐40 1
2
3
4
Hari ke
5
Gambar 1. Grafik penurunan parasitemia
HASIL
Keterangan: (Kontrol +): Setelah pemberian Klorokuin (Kontrol -): Tanpa pengobatan (P1) : Echinacea dosis dosis 0,65 mg/ekor (P2) : Echinacea dosis dosis 1,3 mg/ekor (P3) : Kombinasi klorokuin-Echinacea
Hasil menunjukkan perbedaan gambaran penurunan parasitemia (%) lima hari setelah pemberian klorokuin, Echinacea dan kombinasinya. Peningkatan dosis Echinacea memberikan penurunan parasitemia yang lebih kecil. Pemberian kombinasi Echinacea dan klorokuin memberikan penurunan parasitemia yang lebih kecil (Gambar 1). Kelompok K+ dan Kelompok P3 (mengandung klorokuin) menunjukkan pola penurunan parasitemia yang hampir sama. Pada kelompok klorokuin, penurunan
Hasil analisis statistik dengan ANOVA menunjukkan adanya perbedaan penurunan parasitemia yang signifikan
Tabel 2. Hasil uji LSD antar kelompok penelitian terhadap penurunan parasitemia setiap hari pengamatan selama 5 hari Kontrol Negatif NO
Dosis Echinacea
Kontrol Positif
Kombinasi Korokuin Echinacea
Dosis Echinacea
OB
OK
L
OB
OK
L
OB
OK
L
OB
OK
L
OB
OK
L
1
+
0
+
+
‐
++
‐
‐
+++
+
‐
+
-
-
+
2
-
‐
+
‐
‐
++
‐
‐
++
-
-
+++
-
-
+++
3
+
‐
+
‐
‐
++
‐
‐
+++
++
-
++
++
-
+++
4
+
‐
+
‐
++
+
+
+
+++
‐
-
+++
+
+
+++
Keterangan: OB=otak bear; OK=otak kecil; L=lien; + = parasit sedikit; ++ = parasit sedang; +++ = parasit banyak.
Penambahan Ekstrak Echinacea pada....
antar kelompok penelitian (p=0,023). Hasil uji statistik Post Hoc dengan LSD (least significant difference) dapat disarikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Hasil uji LSD menunjukkan pada hari pertama belum ada perbedaan penurunan parasitemia paa semua kombinasi dan dosis. Kombinasi Echinacea dan klorokuin pada hari ke 2 memberikan perbedaan signifikan dibandingkan klorokuin saja atau Echinacea dosis 1 saja. Pada pengamatan selanjutnya tidak ditemukan perbedaan penurunan parasitemia kecuali hari ke 4 ditemukan perbedaan signifikan antara Echinacea dan kombinasi Echinacea klorokuin dengan klorokuin saja. Hasil pemerikaan hitopatologi otak dan lien setelah hari ke lima perlakuan ditampilkan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa pada lien, parasit lebih banyak ditemukan pada kelompok penelitian yang mengandung Echinacea (P1, P2 dan P3), meskipun secara statitik dengan Krukall-Wallis tidak terbukti adanya perbedaan yang signifikan. DISKUSI Hasil menunjukkan bahwa pemberian echinaea yang dikombinasikan dengan klorokuin justru dapat mengurangi efektifitas klorokuin dalam mengurangi parasitemia. Klorokuin merupakan skizontidal darah yang membunuh merozoit yang dilepaskan ke dalam darah dan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah. Klorokuin bekerja dengan cara berikatan dengan hemoglobin membentuk kristal yang bersifat toksik terhadap parasit yang ada di sel darah merah, sedangkan Echinacea meningkatkan imunitas tubuh dengan cara meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Selain kemampuannya dalam meningkatkan kemampuan fagositossi makrofag Echinacea juga dapat meningkatkan pelepaan kadar TNF-α dan IFN-γ pada makrofag lien yang dapat membunuh Plamodium (8). Kelompok penelitian dengan pemberian Echinacea saja, memberikan pola penurunan parasitemia hampir sama dengan kelompok kontrol negatif. Pola tersebut adalah: 24 jam setelah infeksi tidak terjadi penurunan parasitemia, bahkan naik pada hari ke 3, namun kemudian menurun pada hari ke 4, kemudian meningkat tajam pada hari ke 5 pada kelompok kontrol negatif. Pada kelompok dengan pemberian Echinacea saja, kenaikan parasitemia dapat ditekan sampai hari ke 5, bahkan tidak terjadi kenaikan parasitemia pada kelompok Echinacea dosis 1,3 mg. Setelah hari ke 5, parasitemia meningkat lagi eperti pada kelompok kontrol negatif, dengan peningkatan paling rendah pada kelompok Echinacea dosis 1,3 mg. Total peningkatan parasitemia pada kelompok kontrol negatif mencapai 61,70% sampai hari ke 6 pengamatan, 40,86% pada kelompok Echinacea dosis 0,65 mg dan 29,66% pada kelompok Echinacea dosis 1,3 mg. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Echinacea pada malaria sedikit menekan parasitemia kemungkinan melalui proses imunitas tubuh, bukan membunuh parasit secara langsung. DAFTAR PUTAKA 1. Davi C and Shiel WC Malaria. (Online) Jan. 2010: [diake tanggal 3 Januari 2011]. 2. Zein U. Penanganan Terkini Malaria Falciparum.
149
Hasil analisis statitik menunjukkan bahwa pemberian Echinacea tidak menurunkan parasitemia secara signifikan. Echinacea mempengaruhi item imun terutama item imun non spesifik. Repon imun non-spesifik terutama diperankan oleh makrofag dan monosit yang menghasilkan sitokin-sitokin eperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL6, IL-8, IL-10, secara langung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik) dan membunuh parasit (sitotoksik) (8). Pemberian Echinacea meningkatkan respon imun fase awal dan mempercepat terjadinya respon imun adaptif (9). Oleh karena itu proses penurunan parasitemia akan berlangung secara lambat, tidak seperti pemberian klorokuin yang mempunyai titik tangkap pada plamodium stadium eritrositer. Hasil menunjukkan bahwa pada lien, parasit lebih banyak ditemukan pada kelompok penelitian yang mengandung Echinacea, meskipun secara statistik dengan KruskallWallis tidak terbukti adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan reaksi imunitas yang meningkat pada malaria yang diberi Echinacea. Imunologi malaria menjelaskan bahwa eritrosit yang terinfeksi akan dibawa ke lien untuk difagositosis oleh makrofag, akibatnya aktifitas lien meningkat. Banyaknya parasit yang tampak di lien mungkin disebabkan meningkatnya imunitas seluler di jaringan tersebut. Hal ini harus dibuktikan lebih lanjut. Keberadaan parasit di otak tidak berbeda pada semua kelompok, baik kelompok kontrol negatif, kontrol positif maupun perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan malaria pada penelitian ini tidak mempengaruhi parasit di otak. Plasmodium berghei pada mencit dapat menyebabkan malaria serebral, seperti halnya Plasmodium falciparum pada manusia. Pada penelitian ini, di otak besar lebih banyak ditemukan parasit daripada otak kecil. Belum ada penelitian terdahulu yang membedakan keberadaan parasit di otak besar ataupun otak kecil yang lebih berperan dalam patologi malaria serebral. Penelitian yang dilakukan oleh Hearn et al (10) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan gambaran histopatologi antara otak besar dan otak kecil pada mencit menderita malaria serebral yaitu adanya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi, sumbatan dan rupturnya mikrovaskuler. Penelitian oleh Baptita et al (11) menunjukkan bahwa deplesi CD8 + T-cell dapat memberikan proteksi pada mencit dari malaria serebral ditunjukkan dengan parasit tampak lebih sedikit di otak. Pengobatan antimalaria 15-20 jam sebelum waktu diprediksikan mati juga terbukti dapat memberikan proteksi dari serebral malaria pada mencit tanpa mengubah jumlah CD8+ T-cell di otak. Baptita juga menyatakan bahwa serebral malaria terjadi seiring dengan banyaknya parasit di otak (11). Penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi Echinacea dengan klorokuin pada terapi malaria Plasmodium berghei dapat memperlambat pola penurunan parasitemia secara histologis. Penambahan echinacea tidak memberikan gambaran perbaikan efek pada lien dan otak.
[Repository]. Universitas Sumatera Utara, Medan. 2005. 3. Langhorne J, Quin J, and Sanni LA. Mouse Models of Blood Stage Malaria Infection: Immune Responses and
Penambahan Ekstrak Echinacea pada....
Cytokines Involved in Protection and Pathology. Chemical Immunology. 2002; 80: 204-228. 4. Combe V, Coltel N, Faille D, Wamer C, and Grau GE. Cerebral Malaria: Role of Microparticles and Plateles in Alterations of the Blood–Brain Barrier. International Journal for Parasitology. 2006; 36(5): 541–546. 5. Katz H. Immune Supplement Designed to Strengthen and Boost the Immune Systems are Good for Oral Health. (Online) 2010. http://www.therabreath.com/ immune-supplements.html 6. Periyanayagam K, Devi KN, Suseela L, Uma A, and Ismail M. In Vivo Antimalarial Activity of Leaves of Plectranthus Amboinicus (lour) Spreng on P l a s m o d i u m B e r g h e i Yo e l l i . J o u r n a l s o n Communicable Diseases. 2008; 40(2): 121-125. 7. Pedroni HC, Bettoni CC, Spalding SM, and Dalla CT. Plasmodium Berghei Development an Irreversible Experimental Malaria Model in Wistar Rats.
150
Experimental Parasitology. 2006; 113(3): 193-196. 8. Beeson JG, Osier FHA, and Engwerda CR. Recent Insight into Humoral and Cellular Immune Reponses Against Malaria. Trend in Parasitology. 2008; 24 (12): 578-585. 9. Health Technology Assessment Indonesia. Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal. Jakarta: Health Technology Assessment Indonesia; 2004. 10. Hearn J, Rayment N, David NL, David RK, and de Souza JB. Immunopathology of Cerebral Malaria: Morphological Evidence of Parasite Sequetration in Murine Brain Microvaculature. Infection and Immunity. 2000;68(9): 5364-5376. 11. Baptita FG, Pamplona A, Pena AC, Mota MM, Pied Y, and Vigário AM. Accumulation of Plasmodium berghei-Infected Red Blood Cells in the Brain Is Crucial for the Development of Cerebral Malaria in Mice. Infection and Immunity. 2010; 78(9): 4033-4039.