Alexander Wahyudi, Edupreneurship sebagai Strategi Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Timur Menghadapi MEA
EDUPRENEURSHIP SEBAGAI STRATEGI DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI JAWA TIMUR MENGHADAPI MEA Alexander Wahyudi Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Ciputra Surabaya e-mail:
[email protected] Abstract: Education is the answer to disseminate entrepreneurial spirit and skills to the perpetrators of Micro, Small and Medium Enterprises (SME’s) in East Java. So education entrepreneurship education program that introduces the concepts of entrepreneurship which is equipped with a variety of sample application called edupreneurship will empower SMEs in East Java. At present, as many as 6.8 million SMEs spread across 38 districts/cities in East Java are still many obstacles. Among others, human resources (HR), business management, product quality, access capital, market access, business network, as well as in the field of competitiveness. For eliminating the constraints of the SMEs in East Java accompanied by the cooperative that currently as many as 30 754 units with a value-added contribution of 54.48 per cent in Gross Domestic Product per year in East Java. Through this background, the authors wanted to examine entrepreneurial leadership of the SMEs in East Java and then create strategies and programs that will be delivered edupreneurship. This study uses a qualitative method with secondary data as a research tool. This study shows that the entrepreneurship module to be delivered need to be tailored to the needs of SMEs and implemented in a sustainable manner. Keywords: edupreneurship, SMEs, cooperatives, entrepreneurial leadership, sustainable
I. PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah upaya bersama untuk menciptakan integrasi ekonomi regional pada tahun 2016, dengan tujuan mewujudkan kawasan ekonomi ASEAN “yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi”. Kesepakatan pelaksanaan MEA diikuti oleh 10 negara anggota Asean yang memiliki total penduduk 600 juta jiwa. Kurang lebih 43% dari jumlah penduduk itu berada di Indonesia. Pelaksanaan MEA ini akan menempatkan Indonesia sebagai pasar utama baik untuk arus barang maupun investasi. Dalam konteks arus barang yang perlu dicermati yaitu: sudahkah barang-barang lokal nasional mampu bersaing melawan produk-produk unggulan dari negara-negara anggota Asean lainnya, baik dari sisi harga maupun kualitas?
UMKM di Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan yang cukup fantastis, bila pada tahun 2012 jumlah UMKM sebanyak 4,2 juta sedangkan pada akhir 2014 jumlah UMKM mencapai 6,8 juta yang dapat menyerap 11 juta tenaga kerja. Bahkan dari PDRB Jawa Timur tahun 2012 yang mencapai Rp 1.000 triliun, sebesar 54,48 persennya dari 4,2 juta UMKM yang tumbuh dan berkembang di Jawa Timur (UMKM Tentukan Kesuksesan Gubernur dan Wagub Jatim 2013). Sehingga sangat wajar bila UMKM merupakan penunjang pilar ekonomi di Jawa Timur. Hanya saja, pelaku UMKM di Jawa Timur hingga kini masih banyak menemui kendala, antara lain: sumber daya manusia (SDM), manajemen usaha, kualitas produk, akses permodalan, akses pasar, jaringan usaha, serta pada bidang daya saing.
55
55
Accounting and Management Journal, Vol. 1, No. 1, July 2017
1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut UU No.20 Tahun 2008: Jenis Dunia Usaha
Kekayaan Bersih *
Hasil Penjualan Tahunan
Usaha Mikro
Rp 50.000.000
Rp 300.000.000
Usaha Kecil
Rp 50.000.000–Rp 500.000.000
Rp 300.000.000–Rp 2.500.000.000
Usaha Menengah
Rp 500.000.000–Rp 10.000.000.000
Rp 2.500.000.000–Rp 50.000.000.000
Usaha Besar
>Rp 10.000.000.000
>Rp 50.000.000.000
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM
Di samping itu masih ada tiga pengertian utama dari UMKM, yaitu UMKM versi lama, UMKM versi sekarang, dan UMKM versi masa depan.
a. UMKM versi lama UMKM dalam versi lama ini adalah pengertian UMKM sesuai dengan aturan-aturan dan ketentuan UMKM yang ditetapkan menurut:
1) UU No. 9 Tahun 1995 UMKM menurut UU No. 9 Tahun 1995 masih disebut UKM (usaha kecil menengah). Berikut ini adalah kriteria yang berlaku bagi usaha kecil dan menengah. “Entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan usaha) dan memperoleh hasil penjualan per tahun maksimal Rp 1 miliar. Pemiliknya warga negara Indonesia, berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi dengan perusahaan menengah atau perusahaan besar. Bentuk usahanya dapat berupa usaha perorangan, badan usaha yang
56
tidak memiliki badan hukum, atau usaha yang memiliki badan hukum, termasuk koperasi”.
2) Kementerian Koperasi dan UKM Kementerian Koperasi dan UKM menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil (UK), termasuk usaha mikro (MI) adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar. Sementara Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga Negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih antara Rp 200 juta hingga Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan, dengan omset per tahun maksimal Rp 50 miliar. 3) Menteri Keuangan Menteri Keuangan mendefinisikan usaha kecil sebagai usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun maksimal Rp 600 juta dengan asset/aktiva maksimal Rp 600 juta (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari (1) badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi)
Alexander Wahyudi, Edupreneurship sebagai Strategi Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Timur Menghadapi MEA
dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang, dan jasa). 4) Departemen Perindustrian dan Perdagangan Departemen Perindustrian merumuskan bahwa UKM adalah perusahaan yang mempunyai asset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. Sementara Departemen Perdagangan merumuskan bahwa UKM adalah perusahaan yang memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta. 5) Bank Indonesia Bank Indonesia mendefinisikan bahwa UKM adalah: “Suatu usaha yang modalnya kurang dari Rp 20 juta dan untuk satu siklus usaha membutuhkan Rp 5 juta, sedangkan aset yang dimiliki tidak lebih dari Rp 600 juta dan perolehan omset per tahunnya kurang lebih Rp 1 miliar.” 6) BPS (Badan Pusat Statistik) BPS memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. “Usaha Kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5–19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20–99 orang”. b. UMKM Versi Sekarang Selain seperti yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2008, World Bank memberikan pengertian UMKM sebagai berikut. Menurut World Bank, UMKM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu usaha mikro (jumlah karyawan 10 orang), Usaha kecil (jumlah
karyawan 30 orang) dan usaha menengah/medium (jumlah karyawan hingga 300 orang). Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok. 1. UKM sektor informal atau dikenal dengan istilah livelihood activities, contohnya pedagang kaki lima, dan warteg. 2. UKM mikro atau micro enterprise adalah para UKM dengan kemampuan sifat pengrajin, tetapi tidak memiliki jiwa kewirausahaan dalam mengembangkan usahanya. 3. Usaha kecil dinamis (small dynamic enterprise) adalah kelompok UKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan sub-kontrak) dan ekspor. 4. Fast moving enterprise adalah UKM-UKM yang mempunyai jiwa kewirausahaan yang cakap dan telah siap untuk bertransformasi menjadi usaha besar.
c. UMKM versi MASA DEPAN Pengertian UMKM versi lama dan yang ada sekarang, sepertinya kurang tepat lagi diterapkan dalam kondisi sekarang yang penuh dengan persaingan lokal, nasional, regional mau pun global. Untuk hal tersebut perlu dikembangkan konsep pemberdayaan sebagai berikut. 1) OPOP (One Person One Product) Setiap orang harus berusaha atau bekerja untuk mempertahankan hidupnya, setiap orang akan berusaha untuk: 1. memenuhi kebutuhan hidup (primer, sekunder, dan tersier) 2. meningkatkan kesejahteraan keluarga. 3. mendapatkan kehidupan yang layak. 4. memberi identitas diri
57
Accounting and Management Journal, Vol. 1, No. 1, July 2017
2) OVOP (One Village One Product) Apabila setiap pribadi membentuk usaha yang kokoh, dapat bekerja sama dalam suatu keluarga. Dari keluarga-keluarga dapat bekerja sama dan membentuk usaha dalam komunitas. Dari komunitas-komunitas dapat bekerja sama dan membentuk usaha dalam satu desa. 3) OVOC (One Village One Corporation) Setelah usaha berjalan lebih solid dan mulai ada berbagai keperluan yang menuntut kepastian hukum, perlulah usaha-usaha yang ada tadi (OVOP) membentuk badan hukum usaha, yang bias berupa koperasi dengan pengelolaan profesional dan berorientasi keuntungan seperti perseroan terbatas, atau bila badan usaha tersebut bersifat perseorangan bentuknya perseroan terbatas yang memiliki jiwa wirausaha.
2. Pengertian Edupreneur Edupreneur (educational entrepreneur) adalah seseorang yang telah mendapatkan ilmu formalnya pada institusi pendidikan, kemudian mencurahkan segala ilmu dan keterampilan tersebut pada realitas usaha/bisnis agar terciptanya para wirausaha (entrepreneur) yang profesional. (Donald. E. Leisey, Ed.D., 2012). Agar peran seorang edupreneur efektif, maka diperlukan suatu model yang disebut: edupreneurial cycle, agar energi, antusias, dan kreativitas edupreneur terhadap playing fields nya tetap terjaga. Edupreneurial cycle akan menjamin akuntabilitas dari pimpinan lembaga institusi pendidikan, pengajar dan komunitas sehingga menghasilkan suatu business plan yang akan menjawab pertanyaan kunci: “apa, mengapa, siapa, bagaimana, dan kapan” yang akan mener-
58
jemahkan ide bisnis ke dalam blueprint (cetak biru).
B. PENELITIAN Dari jumlah UMKM sebanyak 6,8 juta yang tersebar di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, menyerap tenaga kerja sebanyak 11 juta, masih banyak menemui kendala antara lain: 1. manajemen usaha 2. kualitas produk 3. akses permodalan 4. akses pasar 5. jaringan usaha 6. daya saing Sungguh ironi bahwa UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian di Jawa Timur ini, bahkan menyelamatkan perekonomian Jawa Timur pada saat krisis moneter, keadaannya “compang-camping” dan banyak yang hanya ”asal jalan” karena kurangnya keberpihakan pemerintah pada industri UMKM. Berikut ini adalah beberapa masalah umum UMKM yang lazim terjadi di Jawa Timur khususnya dan di Indonesia pada umumnya. 1) Rendahnya kualitas sumber daya manusia a) Tidak tahu tujuan b) Kurang motivasi c) Kurang pendidikan d) Lingkungan tidak mendukung e) Tidak sesuai keahlian 2) Merasa cukup bila usaha tetap atau bisa jalan a) Sikap pasrah yang salah kaprah b) Kurangnya pengetahuan yang benar tentang usaha c) Tenaga kerja keluarga sering tidak dihitung
Alexander Wahyudi, Edupreneurship sebagai Strategi Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Timur Menghadapi MEA
EDUPRENEURIAL CYCLE RESEARCH / PLANNING
Identity Needs Check Current Procedures Develop Goals and Objectives
DEVELOPMENT / USING
Develop and Refine Prototype Develop Program, Product Service or Technology
Research Government Laws
Select / Assign Staff
Identify District Goals and Objectives
Identify Time Lines
Prepare Business Plan Refine Goals and Objectives
Develop Communication Strategy Field Test
Refine Business Plan
MARKETING / DISTRIBUTING
ASSESSMENT / EVALUATION
Portfolios Report to District
Tests
Prepare Publicity
User Surveys
Define Target Markets
Observations
Estimate Target Size
Anecdotal Records
Determine Publicity
Follow-up Activities
Contact Potential Users
Disseminate Results
Contact non-District Users
Identify New Users
Sumber: Donald E. Leisey, 2012
59
Accounting and Management Journal, Vol. 1, No. 1, July 2017
d) Tidak menghitung pembiayaan dan laba secara tepat e) Kurang kuat motivasi untuk maju 3) Lemahnya manajemen a) Tidak ada pelatihan yang memadai b) Keengganan SDM untuk berubah lebih baik 4) Tidak berbasis organisasi a) UMKM sering lahir “begitu saja” tanpa planning b) SDM tidak memiliki bekal seputar wirausaha dan organisasi 5) Kurangnya penguasaan teknologi 6) Kurangnya akses informasi 7) Kurangnya modal a) Akses kredit bank yang kurang b) Tidak memahami prosedur kredit bank c) Tidak memiliki agunan d) Tingginya suku bunga 8) Lemahnya pemasaran dan networking a) Kurangnya sarana promosi b) Tidak ada akses pameran 9) Lemahnya daya saing a) Kualitas dan mutu rendah b) Kemasan tidak/kurang menarik c) Tingginya harga d) Tidak ada standar mutu dan kualitas e) Tidak tersedia dalam jumlah besar 10) Rendahnya produktivitas a) Motivasi untuk produktif usaha sangat rendah b) Tidak menyadari potensi dan kemampuan c) Tidak tahu bagaimana memanfaatkan semua kekuatan d) Tidak ada target dan orientasi e) Kurangnya pembinaan dan pendampingan
C. PEMBERDAYAAN UMKM Pemberdayaan UMKM akan menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan taraf hidup
60
sebagian besar rakyat Indonesia. Menurut Prof. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec., Ph.D. (2015), hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Keberpihakan Kecenderungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan pada kemajuan UMKM. Peningkatan program atau kegiatan yang mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan lembaga keuangan mikro (LKM), baik pada pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil (syariah), dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha dan teknik produksi. 2) Pemberdayaan Diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk UMKM. 3) Perlindungan Perlu dibuat aturan khusus tentang perlindungan UMKM setidaknya di pasar dalam negeri. Umumnya UMKM kalah standar produk secara global, modal kurang, mutu SDM rendah, pemain asing menguasai pasaran lokal dengan harga lebih murah dan kemasan lebih menarik. 4) Kemitraan Kemitraan atau partnership adalah kerjasama UMKM dengan badan-badan pemerintah, organisasi-organisasi nasional/internasional dan berbagai lembaga swadaya masyarakat untuk membangun dan mengembangkan UMKM dari tingkat desa hingga nasional.
Alexander Wahyudi, Edupreneurship sebagai Strategi Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Timur Menghadapi MEA
5) Subsidi Dalam beberapa kasus, subsidi (bentuk bantuan keuangan) yang dibayarkan kepada UMKM tetap dianggap perlu. Misalnya subsidi dalam pengurusan berbagai izin usaha, merek, paten, dan sertifikasi-sertifikasi yang diperlukan. 6) Pajak Aturan pajak untuk UMKM lebih diperingan dan dipermudah prosedurnya. 7) Inovasi a) Mengembangkan Keunggulan dan Ciri Khas b) Meningkatkan Kompetensi dan Menekan Harga 8) Subsidi Bukan Harga Subsidi ini berupa bantuan yang diberikan kepada UMKM di luar bantuan keuangan: pelatihan, pengurusan izin, akses informasi dan akses pameran. 9) Pasar Global: Pasar Bebas Tidak Terkendali Semakin tidak terkendali pasar, semakin besar beban UMKM untuk bertahan. Pengendaliannya bisa dengan aturan pemerintah dan yang utama meningkatkan kualitas serta daya saing UMKM.
D. KESIMPULAN Dari hasil analisis peneliti tampak tiga hal yang membuat seorang wirausaha akhirnya menyerah dan segera menutup usahanya: 1) minimnya angka penjualan 2) beban pengeluaran yang terlalu berat 3) mental pemilik yang kurang kuat dalam menghadapi semua tekanan Edupreneur akan memfokuskan pada bidang sebagai berikut.
a) Mental Skill (80%) Keterampilan pada bidang ini sangat diperlukan oleh pebisnis sehingga apabila terjadi tantangan/hambatan tidak mudah putus asa/ menyerah. b) Marketing Skill (15%) Keterampilan pada bidang ini diperlukan agar pebisnis mengetahui apa saja yang diperlukan untuk memasarkan suatu produk/jasa. c) Business Skill (5%) Menghindari timbulnya business landscape myopia sehingga strategi dan target usahanya tidak optimal. Kombinasi dari tiga hal di atas yang menentukan berhasil tidaknya sebuah bisnis.
E. DAFTAR RUJUKAN Blank, Steve & Bob Dorf. 2012. The Start Up Manual. California: K & Ranch, Inc. Ciputra, Dr. (HC). Ir. 2011. Ciputra Quantum Leap 2: Kenapa dan Bagaimana? Entrepreneurship Mengubah Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda. Jakarta: Elexmedia Kompetindo. Gek, Mathew G. 2014. Entrepreneurship Education: Program and Impacts on Business Performance. Germany: Lap Lambert Academic. Hatammimi, Jurry, Fauziyah, Yuthika. 2013. Pemahaman terhadap Mata Kuliah Entrepreneurship dan Kaitannya dengan Keinginan Memulai Bisnis. Jurnal Entrepre-
61
Accounting and Management Journal, Vol. 1, No. 1, July 2017
neur dan Entrepreneurship, Vol. 2, No. 1, Hal. 83–91. Iyer, Vijayan G. 2015. Strengthening of Extension Learning and Education or Sustainable Entrepreneurship. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences, 6(8), Hal. 403–411. Kassean, Hemant. 2015. Entrepreneurship Education: a Need for Reflection, Real World Experience and Action. Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research.Vol.21, No.5, 2015: 690–708. Leisey, Donald E, 2012. Edupreneurship in Action. Morris, Michael H, Donald F.Kuratko, Jeffrey R. Cornwall. 2013. Entrepreneurship Programs and the Modern University. Edward Elgar Publishing Limited.
62
Mwakujonga, Joshua, Sesabo, Yohana. 2012. Entrepreneurship Education: The Specialization in Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intentions of University Students in Tanzania. Germany: Lap Lambert. Suhud, Laksita Utama. 2009. Start Up Wizards. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sumodiningrat, Gunawan Prof. M.Ec. Ph.D. 2015. Menuju Ekonomi Berdikari, Jakarta: Media Pressindo. Wibowo, H. 2011. Kewirausahaan Suatu Pengantar. Bandung: Widya Padjajaran. Yusuf, Yudefri. 2012. Pemberdayaan Potensi Ekonomi Pedesaan. Bogor: IPB Press. Zimmerer, W. Thomas, N. Scarborough. 2005. Entrepreneurship the New Venture Formation. Prentice Hall Int’l,Inc.