EDISI TAHUN I VOLUME 06
KILAU LAPANGAN ALIH KELOLA
Satu Sumur Seribu Pohon
Komitmen Kami Tumbuh Bersama Lingkungan
P O J O K
R E DA K S I
ALIH KELOLA
D cover
: Sumur minyak di Lapangan Alih Kelola Pertamina EP Field Tanjung. difoto oleh Tatan Agus RST.
ALAM perjalanan sebagai perusahaan migas, di awal-awal perkembangannya Pertamina memilih bekerjasama dengan pihak ketiga dalam mengusahakan ladangladang minyak yang dimiliki, lewat TAC (Technical Aisstant Contract) ataupun JOB (Joint Operating Body). Ini tak bisa dihindari. Saat itu BUMN energi dengan SDM terbatas, tak punya modal pula tak ubahnya bayi balita yang baru belajar merangkak. Padahal industri migas adalah kegiatan usaha padat modal dan padat teknologi dengan risiko besar. Kini, seiring dengan regulasi yang menyejajarkan Pertamina dengan KKKS lain, TAC dan JOB tak ada lagi. TAC yang masih tersisa diteruskan sampai perjanjian berakhir. Setiap lapangan minyak yang mau berakhir selalu ditandai dengan produksi yang menyerosot. Ini sebetulnya hal yang jamak dalam bisnis manapun. Begitu memasuki tahun-tahun terakhir kerjasama, investasi dihentikan. Padahal, agar minyak terus mengalir apalagi untuk lapangan-lapangan yang mayoritas uzur, membutuhkan investasi untuk maintenance sumur dan pengeboran baru untuk menyeimbangkan dengan penurunan alamiah. Pertamina tak terkecoh dengan kenyataan itu. Dengan keyakinan dan disertai data bahwa sumur-sumur itu masih potensial, Pertamina memilih mengelola sendiri lapangan-lapangan itu begitu perjanjian berakhir. Sekarang pengelolaannya kebanyakan diserahkan kepada Pertamina EP. Keyakinan itu ternyata bukan keyakinan kosong. Lapanganlapangan alih kelola rata-rata bisa menaikkan produksi dibandingkan saat dikelola yang lain. Performa itu bisa dipertahankan sampai sekarang. Sebut saja, misalnya Lapangan Tanjung dan Lapangan Ramba yang produksinya di atas target. Yang sangat membedakan lapangan alih kelola kini dibandingkan dulu adalah pendekatan terhadap masyarakat, yang terartikulasi lewat program-program pemberdayaan masyarakat. Sekarang lebih terintegrasi dan terfokus menuju kemandirian. Sementara dulu lebih bersifat sporadis dan terkesan berjarak. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, persoalan ini kami angkat menjadi Laporan Utama edisi November. Selamat membaca!
VOLUME 006
TAHUN I
3
SUARA PEMBACA Suara Pembaca diajangkan sebagai sarana sambung rasa pembaca dengan pengelola majalah BALANCE. Kirimkan kritik dan saran Anda, tidak lebih dari 600 karakter ke email:
[email protected]
Usul Rubrik Pojok CSR Terus terang saya sangat bangga dengan BALANCE yang selalu memuat berbagai aktifitas kegiatan PT Pertamina EP yang sangat bermanfaat dan tampilannya menurut saya cukup menarik. Namun kalau boleh usul, bagaimana bila BALANCE mempunyai Pojok CSR, karena selain fokus produksi, perusahaan juga sudah mulai fokus terhadap CSR dan Pojok CSR bisa diisi dengan artikel CSR, tentang PROPER maupun tentang CSR lainnya.
Dedi Zikrian S.
CSR Officer PEP Field Rantau
korban luka. Minyak milik negara yang hilang pun tak terperikan jumlahnya. Tindak pidana pencurian minyak sangat kronis, tak lagi jadi perkara kriminal tapi sudah menyangkut sosial. Seperti terungkap dalam sebuah disksusi di Jakarta, ada pencurian di satu wilayah yang melibatkan warga sekecamatan. Tak terhitung kerugian negara akibat aksi ini. Kalau saja pemerintah sunguhsungguh memberantasnya, boleh jadi tahun ini produksi minyak sesuai dengan yang ditargetkan karena minyak yang dijarah hitungannya sudah ribuan barrel. Aksi pencurian minyak ini, semakin menambah suram kinerja sektor hulu migas Indonesia, yang sebelumnya sudah terganjal oleh berbagai kendala seperti perizinan, pembebasan lahan, serta inkonsistensi regulasi dan kebijakan.
Komarudin
Jakarta
Prihatin Pencurian Minyak Media massa memberitakan lagi soal pencurian minyak. Rupanya setelah berhasil ditertibkan di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) aksi pencurian minyak kini bergeser ke wilayah Aceh Timur. Bahkan bukan lagi pipa yang dilubangi, kali ini pelaku langsung menjarah minyak dari sumur PT Pertamina EP. Aksi pencurian minyak itu, belum lama ini telah menimbulkan kebakaran yang cukup hebat di sekitar lokasi illegal drilling, yang mengakibatkan belasan
Mohon Dikupas Soal Gas Tak bisa disangkal, era minyak sudah hampir berakhir di Indonesia, terkait dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi di wilayah Nusantara. Era energi di Indonesia sudah bergeser ke gas, yang terbukti lebih efisien bagi pembangkit listrik dan industri. Cadangannya pun masih cukup melimpah di Tanah Air. Cadangan gas Indonesia menempati peringkat ke-12 terbesar di dunia, dan merupakan 1,6% dari keseluruhan po-
tensi gas dunia. Namun dalam pemanfaatannya sampai saat ini masih terbentur kendala, problem infrastruktur penyaluran gas yang masih terbatas. Pertamina EP sendiri mulai agresif menggarap gas di wilayah kerjanya. Salah satunya. Proyek Pengembangan Gas Jawa yang salah satunya diajangkan untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik di Tambak Lorok, Jawa Tengah. Mengigat perannya yang sangat strategis, saya mengusulkan BALANCE menurunkan liputan yang komprrehensif soal gas. Pada edisi-edisi sebelumnya sepertinya soal minyak lebih banyak diulas.
Abraham
Jakarta
Terima kasih masukannya - REDAKSI
Berharap Menjadi Lilin Media cetak genre majalah sangat memungkinkan untuk mengupas info dengan lebih detail. Sebab media cetak yang mengupas seputar migas masih sedikit. Harapannya, Media BALANCE mampu memberikan analisa informasi dengan lebih ‘tajam’ dengan pembahasan isu & analisa tentang dinamika dunia migas terkini yang “hulu” banget. Mudah-mudahan BALANCE bisa menjadi ‘lilin’ yang mampu menerangi khalayak umum.
Zuraida Saputri
CSR Staff I L&R Tanjung Field Asset 5
Pemimpin Redaksi Aji Prayudi (VP Legal Relations) Wakil Pemimpin Redaksi Agus Amperianto (Manajer Humas) Redaktur Pelaksana Arya Dwi Paramita, Pandji Galih Anoraga Redaksi Hidayat Tantan, Tatan Agus RST, Sigit Widihardono, Humas Asset 1, Humas Asset 2, Humas Asset 3, Humas Asset 4, Humas Asset 5, Humas Pangkalan Susu, Humas Rantau, Humas Lirik, Humas Jambi, Humas Adera, Humas Ramba, Humas Pendopo, Humas Prabumulih, Humas Limau, Humas Tambun, Humas Jatibarang, Humas Subang, Humas Cepu, Humas Tarakan, Humas Sangatta, Humas Sangasanga, Humas Tanjung, Humas Bunyu, Humas Sorong Alamat Redaksi: Menara Standard Chartered, Lantai 21-29 Jl. Prof. Dr. Satrio No. 164 Jakarta Selatan email:
[email protected]
Redaksi menerima kiriman artikel dan foto seputar kegiatan dunia migas dan hal yang berkaitan, maksimal 6.000 karakter. Kirim ke:
[email protected]
4
TAHUN I
VOLUME 006
D A F T A R
I S I
WAWANCARA: Beni Jaffilius Ibradi AD
ASA DI LAPANGAN ALIH KELOLA
6
TATA N A G U S R S T
TATA N A G U S R S T
DIREKTUR OPERASI DAN PRODUKSI
Pendekatan kepada masyarakat menjadi pembeda utama lapangan alih kelola. Dulu perhatian terlalu fokus pada produksi. Kini, program pemberdayaan masyarakat lebih fokus dan terintegrasi.
26
11 BERHARAP EOR SEGERA BERBUAH
“HIDUP MAKIN HIDUP” DENGAN DUA I & DUA L
Setelah menjadi pelopor pemakaian waterflood, Lapangan Tanjung menjadi lapangan pertama yang mengujicobakan teknologi surfaktan buatan dalam negeri.
Dalam waktu empat bulan, setetelah ditunjuk menjadi Direktur Operasi, produksi naik sekitar 4.000 BOPD. “Bukan karena saya, mungkin karena sudah gak bisa turun lagi,” ujar Beni. Menargetkan sukses rasio pengeboran di sumur pengembangan sampai 80%.
14 MENGEJAR HSSE EXCELLENCE Tiga Lapangan dari Wilayah Kerja Pertamina EP masuk kandidat emas PROPER. Masih kedodoran di security. Digelar classroom untuk meningkatkan kompetensi safety. ◆
Mengintip Negeri Dua Benua
18
◆
Saat Anak Jadi Energi Kehidupan
22
◆
Nita, Ratu Bumi Indonesia
31
◆
Rana: Menarik Sapi Keluar Rumah
32
◆
Lensa Peristiwa
39
APA & SIAPA:
36
MENCARI IBU LEWAT “IBU”
30
Teater Koma membawakan lakon “Ibu” yang diterjemahkan dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht. Dilema perang tanpa pemenang dan I rindu sosok “Ibu” saat ini. AN BB HA
YK
AL
RA
KUNCI SUKSES ERICK THOHIR Namanya tak pernah masuk dalam top ten orang terkaya di Indonesia. Tapi, pengusaha flamboyan ini telah mencuri perhatian internasional.
VOLUME 006 V VOL
TAHUN I
5
L A P O R A N
U TA M A
ASA DI LAPANGAN ALIH KELOLA
T
ANJUNG Field Manager, Heragung Ujiantoro punya kesibukan baru, yang disebutnya sebagai ujicoba kecil-kecilan. Dia bolak balik menengok kolam kecil di belakang rumah dinasnya. “Dua minggu lalu Saya baru melepas ekor,” ujarnya kepada BALANCE saat berkunjung ke sana, November lalu. Semua informasi tentang ikan yang ditebarnya tersebut dilahap dan dipraktekkan. “Saya baru pasang ijuk untuk tempat bertelur,” Heragung menambahkan. 6
TAHUN I
Pada minggu pertama, Heragung, kini 48 tahun, sempat percaya dengan mitos yang berkembang di masyarakat Tanjung bahwa ikan jenis itu tak bisa dipindahkan dari sungai. Puluhan ikan mengambang di kolam. Tapi, Heragung terus mencoba, Sirkulasi air kemudian diperbaiki. Minggu berikutnya, ikan bisa bergerak lincah, berenang ke sana ke mari mengelilingi kolam. “Sepertinya sekarang sudah bisa beradaptasi,” ujar Heragung yang sebelumnya menjabat Manajer Surface Facility di Lapangan Prabumulih. Kalau sudah cukup kuat sebagian ikan
VOLUME 006
tersebut akan dikirim ke Balai Pembenihan ikan di Pasuruan untuk diteliti dan dikembangbiakkan. Balai itu sudah berhasil membiakkan ikan wader, yang jenisnya mirip dengan yang dipelihara Heragung. Sedemikian seriusnya mengurus ikan, apakah Heragung berniat pensiun sebagai profesional minyak dan beralih menjadi pengusaha ikan? “Saya melakukan ini untuk produksi Lapangan Tanjung juga, “ujar Heragung tertawa. Ikan yang sedang di-openi alumnus Teknik Mesin Universitas Brawijaya Malang ini adalah Seluang, ikan khas
F OTO - F OTO : TATA N A G U S R S T
Ikan Seluang.
“Ada mitos kalau dipindahkan dari habitatnya, ikan akan mati. Dan orang yang memindahkannya akan mendapatkan bala.”
Kalimantan yang terancam punah. Kepunahan itu terjadi karena masyarakat tidak berani membudidayakan ikan tersebut. “Ada mitos kalau dipindah-
kan dari habitatnya, ikan akan mati. Dan orang yang memindahkannya akan mendapatkan bala,” ujar Heragung. Legenda setempat menyebutkan bahwa ikan seluang itu adalah prajurit Putri Air yang berdiam di hulu sungai. Pada bulan tertentu, muncul seluang berombongan merayap ke hulu untuk menemui putri junjungannya. Mitos tak bisa dipelihara inilah yang coba dipatahkan Heragung. “Mereka akan
menolak kalau langsung diminta membudidayakan Seluang,” ujar Heragung. Beda ceritanya, kalau mereka sudah melihat contoh bahwa ikan tersebut ternyata bisa dibudidayakan. Karena langka, harga ikan Seluang ini mencapai Rp 60.000 kg. Seluang didesain untuk menjadi program unggulan CSR Field Tanjung. Seperti pisau bermata dua, pembudidayaan Seluang tak hanya bermanfaat secara ekonomi, tapi juga melindungi keanekaragaman hayati yang sekarang menjadi perhatian serius petinggi Pertamina. Di beberapa lapangan lain, perlindungan keanekaragaman hayati sudah dilakukan. Seperti perlindungan terhadap Maleo, Orang Utan, dan, Kura-Kura. Dalam benak Heragung agar program berkelanjutan dan bisa membangun kemandirian masyarakat, pengusahaan harus dilakukan dari hulu sampai hilir, mulai dari pembudidayaan sampai pemasaran. Sekarang ini ikan seluang hanya diusahakan secara tradisional. Hasil tangkapan digoreng begitu saja, dan dimasukkan plastik alakadarnya sehingga tak bisa bertahan lama. Sebelum mencoba membudidayakan, PEP Field Tanjung terlebih dulu membenahi pemasaran. “Kita kirim beberapa orang ke Malang,” ujarnya.
VOLUME 006
TAHUN I
7
U TA M A
I S T I M E WA
TATA N A G U S R S T
L A P O R A N
Sumur Field Ramba.
Heragung Ujiantoro, Tanjung Field Manager.
Kota itu terkenal bisa mengeringkan buah sehingga bisa tahan lama. Setelah melakukan studi banding, kemudian didatangkan alat penggorengan khusus. Dengan alat itu, ikan menjadi lebih kering, tak meninggalkan minyak. Pengemasan pun dibuat menarik. “Kita coba pasarkan saat pameran di Jakarta dan Makassar, Sambutannya bagus,” ujar Heragung. Penerimaan ini menambah semangatnya. “Sekarang kita terus ujicoba cari takaran yang tepat. “Heragung menambahkan. Ujicoba dilakukan di dapur mess milik Pertamina. Yang dipasarkan sekarang, menurut Heragung, beratnya menyusut terlalu banyak sampai 60%. Ia yakin akan berhasil menemukan formula yang tepat. Itu artinya dibutuhkan pasokan ikan Seluang sebagai bahan baku. Untuk itulah, ia mulai menyisir ke hulu. Meski untuk itu, dia terpaksa turun sendiri melakukan ujicoba. Jika sudah dibudidayakan secara massal, Heragung yakin Seluang bisa mengatrol ekonomi masyarakat menuju kemandirian. “Pada akhirnya, masyarakat akan sangat terbantu dengan keberadaan perusahaan,” ujarnya. Jika sudah begitu, mereka akan merasa memiliki dan tak merasa terganggu de8
TAHUN I
Lapangan Tanjung mulai dibor pada 1898 oleh Perusahaan Belanda Mijn Bouw Maatchappij Martapura. ngan aktivitas produksi Pertamina. Tanjung memang sedang gencar melakukan berbagai upaya peningkatan produksi, mulai dari pengeboran sampai ujicoba injeksi surfaktan. Jika masyarakat kurang sreg, tentunya dengan mudah melakukan aksiaksi yang tidak diharapkan. “Makanya saya katakan seluruh aktivitas yang dilakukan, termasuk CSR, semuanya diarahkan untuk menunjang produksi,” Heragung menandaskan. Pendekatan kepada masyarakat menjadi pembeda utama saat Tanjung sekarang dengan dulu saat dikelola Talisman Energy. “Dulu perhatian terlalu terfokus pada produksi,” ujar Ridhuan yang mulai bekerja di Lapangan Tanjung tahun 1985 ketika dikelola Per-
VOLUME 006
tamina. Saat Talisman masuk, Ridhuan terus dipakai. “Dari budaya kerja, terutama aspek HSSE nyaris tak ada perbedaan,” ujarnya. Ia mengakui, meski dulu sudah ada, sekarang program pemberdayaan masyarakat lebih terkonsep dan fokus. Ridhuan kini menjabat sebagai Pjs Asisten Manager RAM Saat TAC, menurut Ridhuan, perlakuan kepada masyarakat lebih keras. Wilayah Pertamina, termasuk komplek perumahannya yang bukan fasilitas produksi, dulu haram didekati masyarakat. Sekarang, malah jadi tempat wisata. Jika hari libur banyak warga yang bersepeda keliling komplek Pertamina. Bahkan, taman di komplek itu kerap dipakai foto pre wedding. Lapangan Tanjung mulai dibor pada 1898 oleh Perusahaan Belanda Mijn Bouw Maatchappij Martapura, kemudian diambil alih Dotsche Petroleum Maatschappij pada 1912. Perusahaan Belanda lain, yakni NV Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) meneruskan pengusahaan Lapangan Tanjung pada 1930, sebelum akhirnya diambil alih Jepang pada 1942-1945. Pada era BPM inilah ditemukan struktur minyak Tanjung, Warukin, Dahor, dan Kambitin. Setelah Jepang menyerah pada
TATA N A G U S R S T
Ridhuan.
perang Dunia kedua, BPM meneruskan masa pengusahaan dengan meneruskan pembangunan infrastruktur, termasuk membangun pipa 20” ke Balikpapan. Lapangan Tanjung mulai produksi pada 1963. Bukan BPM, yang memproduksi PT Shell Indonesia. Mulai 1965, Lapangan Tanjung diambil alih PN Pertamina, sebagai cikal bakal Pertamina. Pada 11 November 1989 ditandatangani kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) Tanjung Raya antara Pertamina dengan Southern Cross dan Bonham. Masa kontrak berlangsung selama 15 tahun, berakhir pada 2004. Sebelum kontrak berakhir, pada 1992 terjadi pengalihan hak dan kewajiban partner, beralih ke tangan Bow Valley, sampai akhirnya sejak 1994 beralih ke tangan Talisman. Saat itu kepemilikan saham, Pertamina 50% dan Talisman Energy 50%. Kontrak dengan Talisman berakhir pada 10 November 2004. Sekarang Lapangan Tanjung Raya, Lapangan Warukin Selatan, Lapangan Warukin Tengah, Lapangan Dahor, dan Lapangan Kambitin diusahakan oleh PT Pertamina EP Field Tanjung. Produksi Lapangan Tanjung per Oktober tahun ini sebesar 4.263
Produksi Lapangan Tanjung per Oktober tahun ini sebesar 4.263 BOPD (barrel oil per day). BOPD barrel oil per day). “Alhamdulillah meski sedikit, masih di atas target sekitar 101 %,” ujar Heragung. Tanjung untuk tahun 2013 ditargetkan berproduksi sebesar 4230 BOPD. “Di akhir tahun kita coba ting katkan menjadi 102%,” ujarnya. Penambahan itu meski sedikit patut diapresiasi. Lapangan Tanjung yang sumurnya rata-rata sudah uzur mengalami penurunan alamiah sekitar 20%. Heragung dan anak buahnya dengan berbagai cara menahan laju penurunan sumur itu dengan memperbanyak pengeboran dan maintenance sumur. Tahun ini diselesaikan pengeboran empat sumur. Tiga sudah berhasil seperti direncanakan, sedangkan satu sumur lagi masih proses. Dengan performa itu, Tanjung
mempertahankan rapor lapangan-lapangan alih kelola yang rata-rata mencatat prestasi mengesankan atau lebih baik dibandingkan saat dikelola orang lain. Selain Tanjung, masih ada tujuh lapangan lagi yang berstatus alih kelola, masing-masing Sanga-sanga, Tarakan, Ramba, Lirik, Jambi, Adera, Limau. Pencapaian produksinya ratarata di atas target. Yang paling mencorong adalah Pertamina EP Field Ramba. Angka produksinya lompat ke 6.504 BOPD. Angka ini jauh melebihi target produksi tahun 2013 yaitu sebesar 5.433 BOPD, atau setara dengan 119,7% diatas target yang ditetapkan. Pertamina EP mengambil alih pengelolaan Lapangan Ramba sejak 16 Oktober 2010 menyusul berakhirnya kontrak “technical assistance contract” (TAC) dengan Elnusa Tristar Ramba, Ltd. TAC berakhir pada 15 Oktober 2010. Saat itu produksi rata-rata berkisar di angka 3.424 BOPD. Kenaikan produksi ini merupakan hasil akumulasi dari berbagai upaya yang telah dilakukan Field Ramba. Salah satunya adalah dengan pembukaan sumur bor baru yaitu BN -109 yang memberikan kontribusi 154 BOPD. Langkah lainnya yang dilaku-
VOLUME 006
TAHUN I
9
L A P O R A N
U TA M A
ZAKY
MENIMBANG KSO CEPU SETIAP kali kerjasama dengan pihak ketiga mau dilakukan, nasib pekerja selalu mengemuka: apakah tetap dipakai atau diputus. Simaklah kisah Ridhuan saat menghadapi pengalihan operasi Lapangan Tanjung dari Pertamina ke Talisman Energi berdasarkan perjanjian TAC. Saat itu, pekerja di Tanjung dianggap terlalu banyak, melebihi kebutuhan Talisman. “Komitmen perusahaan saat itu tak ada pemutusan PHK,” ujarnya. Para pekerja mengalami masa tunggu. Banyak yang tak sabar dan memilih mengundurkan diri. “Yang bertahan rata-rata mendapatkan posisi bagus di Talisman,” ujar Ridhuan. Setelah menamatkan STM, ia bekerja di Lapangan Tanjung pada 1985 dengan status karyawan Pertamina. Ia menyebutkan, sebuah kerjasama berdampak baik atau buruk bagi pekerja tergantung perusahaan. “Saya beruntung sempat bekerja dengan Talisman,” ujar Ridhuan. Dari sisi pengetahuan, ia mendapatkan peningkatan kompetensi dengan SOP yang diberlakukan terutama soal HSSE. Dari sisi materi begitu juga. “Alhamdulillah, sempat dapat bonus yang dipakai ongkos naik haji,” ujarnya. Dengan peningkatan kompetensi semasa TAC, begitu diambil alih kembali oleh Pertamina, ia terus dipakai, Kini ia dipercaya sebagai Pjs Asisten Manager RAM. Kekhawatiran pekerja kini kembali mengapung ke permukaan saat perusahan memutuskan melakukan KSO untuk Lapangan Cepu. Dalam beberapa kali kesempatan, persoalan ini selalu dikemukan kepada manaje-
10
TAHUN I
men. Terakhir saat Presiden Direktur Pertamina EP yang saat itu dijabat Syamsu Alam dan Direktur Eksploration & NDP Dody Priambodo mengunjungi Asset 4 Field Cepu usai mengunjungi lapangan Proyek Pengembangan Gas Jawa (PPGJ) CPP Area Gundi pada akhir Oktober lalu. Brendy Ginting dari Serikat Pekerja Pertamina EP menyampaikan kekhawatiran tentang nasib pekerja setelah KSO karena sampai saat ini masih belum jelas kepastian tentang nasib pekerja yang akan dialih kelola tersebut. “Yang sebenarnya menjadi concern dan kekhawatiran kami ialah nasib pekerja Pertamina EP nanti seperti apa, apakah digunakan lagi atau tidak,” ujarnya. Kekahwatiran ini langsung dijawab Syamsu Alam. Ia menjamin bahwa kegiatan oprasional, sampai Field Manager dilakukan oleh pekerja Pertamina EP. Begitu juga soal kesejahteraan, minimal sama dengan yang diperoleh sebelumnya. “Itu bargaining kita dengan pihak alih kelola,” ujar Syamsu Alam. Direktur Operasi Pertamina EP, Beni Jaffilius Ibradi AD menyebutkan KSO ini menguntungkan Pertamina EP. Perusahaan sama sekali tak mengeluarkan biaya. Semua biaya investasi berasal dari pihak alih kelola. Produksi minyak terakhir sebelum alih kelola menjadi milik Pertamina. Kelebihannya baru dihitung dan dibagi. “Kalau dalam tiga tahun tidak ada peningkatan produksi kerjasama batal. Kita juga tak perlu mengganti biaya yang sudah dikeluarkan.” Beni menambahkan. HRI
VOLUME 006
kan adalah stimulasi dengan acid (HCL) sehingga Field Ramba berhasil gain sampai 56 BOPD. Metode lain yang juga memberikan hasil cukup besar, sampai 242 BOPD adalah optimasi lifting seperti mengganti jack pump dengan ESP (electric submergible pump) sehingga minyak yang diangkut dapat lebih besar. Tren produksi mulai naik sejak akhir September, sampai menyentuh angka 6000-an BOPD, meski di awal Oktober, terdapat beberapa sumur besar yang mati hingga angka kembali pada kisaran 5700-an, namun sumur – sumur besar tersebut kembali menghasilkan sehingga produksi melejit ke angka 6.300 BOPD “Puncaknya pada angka 6.504 BOPD pada 18 Oktober 2013 dan cenderung stabil,” ungkap Harmawan Prasetyadi selaku Assistant Manager Petroleum Engineering. Ramba Field Manager Bustanul Fikri menyebutkan semua hasil yang dicapai merupakan buah dari kerja keras, kerja cerdas, komitmen baik dari lapangan maupun dukungan dari pusat. “Dan dari di-ijabah-nya doa kita semua oleh Yang Kuasa,” ujar Bustanul. Direktur Operasi Pertamina EP Beni Jaffilius Ibradi mengakui produksi lapangan alih kelola cukup baik dalam menopang produksi Pertamina EP secara keseluruhan. Ia menyebutkan insan Pertamina bisa memanfaatkan kesempatan dan membuktikan bahwa lapangan-lapangan tersebut masih potensial. Setiap kontrak TAC mau berakhir produksi minyak cenderung turun karena investor menahan investasinya. “Ke depan TAC atau pun JOB sudah tidak ada lagi. Sekarang hanya meneruskan yang ada,” ujar Beni. Di Wilayah Kerja Pertamina EP, kini ada enam lapangan dengan status TAC “Kerja sama dengan pihak ketiga bentuknya hanya KSO saja” ujar Beni. Kerjasama ini dipastikan hanya akan dilakukan dengan partner-partner terpercaya dan skemanya menguntungkan perusahaan.
I . O K E ZO N E . T V
BERHARAP EOR SEGERA BERBUAH
Setelah menjadi pelopor pemakaian waterflood, Lapangan Tanjung menjadi lapangan pertama yang mengujicobakan teknologi surfaktan buatan dalam negri.
D
ARMANSYAH tak pernah jauh dari Lapangan Tanjung, Kalimantan Selatan milik Pertamina EP. Hampir separuh hidupnya dijalani dengan jadi pekarya–sebutan untuk tenaga outsourcing di Perusahaan Pertamina, baik holding maupun anak perusahaan. Kesempatan untuk jadi karyawan bukan tak diberikan. “Berkali-kali ikut tes, tak pernah berhasil,” ujarnya. Ia pun menjalani status pekarya itu dengan sepenuh hati. Barangkali karena itulah, ia bisa melakoninya sampai usia pensiun tahun. Beragam pekerjaan sudah dilakoninya, baik teknik maupun non teknik. Kini, saat usianya 57 tahun, ia
pun tak pergi. Pertamina menyewanya sebagai tenaga honorer untuk mengurus perkebunan hidroponik. Gajinya 2,1 per bulan jauh di atas UMR daerah Kalsel yang hanya 1,6 juta rupiah. Perkebunan hidroponik ini merupakan program CSR yang masih ujicoba, sebelum dikembangkan dalam skala lebih luas. Untuk mengurusnya, Pertamina mempekerjakan dua orang termasuk Darmansyah. Hasilnya, tanah yang tadinya tak terurus dan disesaki rumput liar kini tertata rapih. Selain tanaman sayur dan buah, di areal itu juga nantinya akan disiapkan penangkaran Rusa Kalimantan yang mulai terancam punah. Ke depan, Pertamina Tanjung akan mengundang sekitar 20 orang dari berbagai
desa di sekitar daerah operasi untuk dibina sebagai kelompok tani. “Hidup saya dan keluarga sepenuhnya dari minyak di Lapangan Tanjung,” ujar Darmansyah. Darmansyah tak sendirian. Jika dihitung sejak Lapangan Tanjung berdiri pada era Belanda pada 1989, tak terhitung banyaknya yang menggantungkan hidup dari minyak Tanjung. Pertanyaannya sampai kapan minyak Tanjung bisa bertahan? Pernah booming di era 60-an, saat itu produksi sempat mencapai 90.000, kemudian berangsur turun sampai akhirnya pada 1990-an produksi hanya tinggal 3.000. Untuk menaikkan produksi, Pertamina yang saat itu teknologinya masih tertatih mengundang perusahaan kaliber internasional yang sudah
VOLUME 006
TAHUN I
11
U TA M A
TATA N A G U S R S T
L A P O R A N
Darmansyah dan kebun sayur hidroponik Pertamina.
terbiasa melakukan pengurasan minyak pada tempat-tempat sulit yang tak bisa lagi dijangkau dengan metode konvensional. Nama perusahaan itu adalah Talisman Energy, perusahaan asal Kanada yang sudah menguasai teknologi pemulihan sumur, biasa disebut EOR (Enhanced Oil Recovery) dengan metode injeksi air (water flood). Jejaknya tersebar di berbagai negara. Jadilah, Tanjung sebagai lapangan pertama di lingkungan Pertamina yang menerapkan teknologi EOR. Penerapan EOR terbukti bisa menaikkan produksi ke level 5000-an. Tapi setelah itu, angka seperti ogah beranjak. Seperti lapangan lain yang sudah sepuh, Lapangan Tanjung pun mengalami penurunan alamiah sekitar 20 persen. Field Manager Tanjung Heragung Ujiantoro dan anak buahnya berupaya menutupi penurunan itu dengan beragam cara, mulai dari pengeboran sampai maintenance sumur. “Tapi angkanya sulit naik dari 4.000-an,” ujar. Produksi Tanjung per November 2013 adalah 4.263 barrel oil per day (BOPD). Apakah artinya tak ada harapan lagi bagi Tanjung? Tunggu dulu, Peluang untuk menaikkan produksi terbuka lebar. “Cadangan Lapangan 12
TAHUN I
Tanjung baru terambil sekitar 21%,” ujar Heragung. Cuma yang tersisa itu tersembunyi di batu-batu, tak bisa lagi diangkat dengan pengambilan konvensional, ataupun waterflood yang bisa dibilang sebagai teknologi paling sederhana dari EOR. “Kita sekarang sedang ujicoba teknologi EOR yang lain, yaitu surfaktan,” Heragung Ujiantoro menambahkan. Ia berharap akan ada tambahan sekitar 5000 BOPD jika surfaktan sudah full scale di Lapangan Tanjung. Catatannya, tentu saja jika ujicoba sekarang berhasil. Penerapan teknologi surfaktan di Tanjung lebih mudah dibandingkan lapangan lain karena Tanjung punya power plant sendiri yang relatif besar sekitar 3x4 MW. Instalasinya sebenarnya sudah disediakan sejak dulu, tapi baru diperbesar kapasasitasnya saat EOR diterapkan pertama kali pada era Talisman. Pembangkit ini menggunakan gas yang diproduksi sendiri (own use). Penerapan EOR membutuhkan listrik yang lumayan besar karena harus menginjeksikan air ke dalam sumur. *** Penginjeksian dengan surfaktan bukan barang baru dalam industri migas di Indonesia. Beberapa KKKS
VOLUME 006
sudah melakukannya. Cuma, biasanya yang dipakai adalah produk impor. Tak pernah dipakai produkk dalam negeri. Kenyataannya sampai sekarang, produk surfaktan memang masih dikuasai asing. Belum ada orang Indonesia yang membuat surfaktan untuk keperluan migas. Yang disusupkan ke sumur di Lapangan Tanjung adalah produk lokal, buatan Institut Pertanian Bogor. Jika ujicoba “surfaktan made in Indonesia” ini berhasil, akan semakin membuka mata dunia bahwa SDM Indonesia dalam industri migas tak bisa dipandang remeh. Lapangan Tanjung sejak dialih kelola Pertamina EP dari Talisman Energy pada 2004, sepenuhnya dioperasikan tenaga Indonesia, tak satu pun bule. Kebanggaannya tentunya akan berlipatlipat jika Tanjung bisa meningkatkan produksi karena tenaga kerja dan surfaktan asli Indonesia. Bagi Tanjung, tentunya bisa mengulang sejarah, Jika sebelumnya sudah mencatatakan sebagai lapang an Pertamina EP yang pertama kali menerapkan teknologi waterflood. Sekarang, menorehkan prestasi sebagai lapangan pertama yang berhasil memakai surfaktan, dalam negeri pula. Tentu tak sekedar Pertamina EP yang beroleh manfaat, tapi negara pun akan diuntungkan. Dengan menggunakan surfaktan dalam negeri jutaan dollar bisa dihemat. Sebagai komponen operasi, pemakaian surfaktan ini diganti oleh negara, melalui mekanisme cost recovery. Prof. DR Erliza Hambali, menyebutkan harga surfaktan buatannya jauh lebih murah dibandingkan produk dari luar. Harga produk impor sekarang ini sekitar US$ 19/kilo dengan pemakaian 0,3 persen, dan US$ 5,7/kilo dengan pemakaian 2,5 persen. “Nah surfaktan kita, karena teknologinya kita yang kembangkan sendiri, sintetisnya kita sendiri, harganya 8 dolar/ kilo dengan pemakaian 0,3 persen,” ujar Erliza yang menghabiskan waktu
TATA N A G U S R S T
bertahun-tahun untuk meneliti surfaktan di kantornya di Pusat Peneitian Surfaktan dan Bioenergi IPB. Pemakaian 0,3 persen itu maksudnya setiap seribu liter air, surfaktan yang diaduk sekitar 3 liter Ia berharap ujicoba di Lapangan Tanjung berhasil. Keberhasilan itu akan menjadi pembuktian bahwa putra-putri Indonesia, mampu melakukan seperti yang dilakukan pihak luar, asalkan diberikan kesempatan, khususnya untuk bidang migas yang kerap disebut sebagai industri padat modal dan high tech. Ia memulai penelitian surfaktan berbasis hasil pertanian sejak 1998. Yang mendasari dirinya bersama rekan-rekannya melakukan penelitian karena surfaktan banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Surfaktan banyak dipakai untuk deterjen, shampo, sabun, produk kesehatan hingga makanan. Tetapi yang terjadi selama ini, bahan baku surfaktan diimpor dari beberapa negara seperti Amerika dan China. Bahan dasar yang dipakaipun berasal dari petrokimia, hasil sintetis minyak bumi. Padahal, lanjut perempuan kelahiran Padang, 21 Agustus 1962 ini, banyak potensi pertanian di Indonesia yang bisa dimanfaatkan, mulai minyak sawit, minyak kelapa serta beberapa produk pertanian lainnya. Akhirnya, pilihan jatuh pada minyak kelapa sawit. Alasannya jelas, Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia, dengan produksi tahunan sekitar 20 juta ton. Sementara konsumsi dalam negeri hanya 5 juta ton, selebihnya diekspor. “Kami ingin memberikan nilai tambah dari produk sawit kita yang sangat banyak itu,” demikian terangnya. Penelitian surfaktan IPB, cerita Erliza, awalnya hanya fokus kepada produk berbasis pertanian, bukan petroleum, seperti surfaktan Amerika atau China, meski dari sisi teknologi ada kemiripan. Dalam banyak literatur disebutkan surfaktan merupakan
Unit power plant Pertamina EP Field Tanjung.
molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Dengan sifat surfaktan seperi itu, akhirnya banyak yang mengadopsinya untuk membilas minyak yang tersembunyi di bebatuan. Erliza dan timnya mulai meneliti surfaktan untuk minyak pada 2009, setelah mendapat sokongan dari Pertamina EP. Dalam skala laboratorium, sebenarnya sudah berhasil. Untuk diizinkan ujicoba di lapangan, BP MIgas yang sekarang berubah menjadi SKK Migas, mensyaratkan sejumlah persyaratan teknis yang ketat, antara lain IFT harus 10¯³(Sepuluh pangkat minus 3), temperature reservoir tahan untuk 3 bulan test, phase form-nya kasa 3, kemudian absorpsinya lebih kecil dari 400 migrogram/volt dan incremental recovery oil-nya antara 15 sampai 20 persen. Syarat yang diajukan lembaga yang bertangungjawab pada pengelolaan dan pengusaahan hulu migas di Indonesia tersebut sebenarnya cukup berat. Beberapa perusahaan yang sudah melakukan ujicoba sampai 7 tahun, banyak yang belum berhasil menemukan formulasi surfaktan yang sesuai. Tapi
tim Erliza yang memulai penelitian serius pada 2009 tak sampai lima tahun berhasil menemukan formula seperti yang disyaratkan tersebut. Untuk IFT, sudah 10¯³, absorpsinya hanya 250 mikrogram/gram volt, inceremental recovery oil-nya 18.8 persen. Setelah dinyatakan bagus di lab, kemudian disertifikasi lagi oleh Lemigas dengan mangajukan pengujian ulang. Hasilnya, Lemigas mengeluarkan sertifikasi terhadap surfaktan IPB sebagai produk yang memenuhi standar yang dipersyaratkan. Akhirnya, mulai Desember 2012, diujicobakan di Lapangan Tanjung selama setahun. Dalam beberapa bulan ke depan, semua menunggu dengan harap-harap cemas: apakah pertaruhan anak negeri di lapangan Tanjung itu bisa meruntuhkan hegemoni produk asing? Atau sebaliknya, kita harus menerima kenyataan bahwa produk dalam negeri untuk kesekian kali susah menembus industri migas. Kalau berhasil, Tanjung akan kembali berkilau dan mimpi Darmansyah bisa menjadi kenyataan. “Saya ingin keturunan saya bisa bekerja di PEP Tanjung,” ujarnya. Itu hanya bisa terwujud jika Lapangan Tanjung masih berproduksi.
VOLUME 006
TAHUN I
13
L A P O R A N
U TA M A
MENGEJAR HSSE EXCELLENCE Tiga Lapangan dari Wilayah Kerja Pertamina EP masuk kandidat emas PROPER. Masih kedodoran di security. Digelar classroom untuk meningkatkan kompetensi safety.
T
AK seperti tahuntahun sebelumnya, menghadapi De sember tahun ini Lelin Eprianto deg-degan. Sejak Juli lalu pria tinggi besar ini dipercaya menjabat sebagai VP HSSE. Sebelumnya dia menghabiskan karir di bagian SCM (Suppy Chain Management) sejak officer sampai level manajer. Di setiap bulan Desember, peringkat PROPER diumumkan Kementrian Lingkungan Hidup. Sebagai pejabat HSSE, Lelin berkepentingan dengan pengumuman tersebut. Penghargaan PROPER sudah dimasukkan sebagai salah satu KPI, Jika hasil PROPER bagus rapornya otomatis terkerek. “Doakan saja,” ujarnya. Boleh jadi, akhirnya Lelin akan bersukacita. Pada penyaringan tahap pertama, 19 lapangan milik Pertamina
WA H Y U
Memberi makan pada seekor Orang Utan.
Lelin Eprianto, VP HSSE.
14
TAHUN I
VOLUME 006
PERINGKAT PROPER PT PERTAMINA EP NO.
UNIT OPERASI
2008
2009
2010
2011
2012 HIJAU
ASSET 1 1
Field Rantau
2
Field Pangkalan Susu
3
Field Jambi Area Selatan (UBEP) Field Jambi Area Utara
-
BIRU -
BIRU
HIJAU
BIRU -
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
HIJAU
HIJAU
HIJAU
BIRU
BIRU
HIJAU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU - (FIELD)
BIRU - (FIELD)
MERAH - (FIELD)
MERAH (FIELD)
-
BIRU - (UBEP)
-
-
4
Field Lirik
5
Field Ramba
6
Field Prabumulih
BIRU
BIRU -
BIRU
BIRU
HIJAU
7
Field Pendopo
BIRU
MERAH
BIRU
BIRU
BIRU
8
Field Limau
BIRU -
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
9
Field ADERA
-
BIRU
BIRU
BIRU
HIJAU
10
Field Subang
HIJAU
11
Field Jatibarang
12
Field Tambun
ASSET 2
ASSET 3 BIRU
HIJAU
HIJAU
HIJAU
BIRU -
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
-
-
BIRU
HIJAU
HIJAU
BIRU -
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
ASSET 4 13
Field Cepu
14
Field Sangatta
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
15
Field Bunyu
BIRU -
BIRU -
BIRU
BIRU
BIRU
16
Field Papua
BIRU
BIRU -
BIRU
BIRU
HIJAU
17
Field Tanjung
BIRU
BIRU
BIRU
HIJAU
BIRU
18
Field Sanga-Sanga
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
BIRU
19
Field Tarakan
-
-
BIRU
BIRU
BIRU
20
TAC Pertamina Semberah Persada Oil
-
-
HIJAU
HIJAU
HIJAU
21
TAC Pertamina Binawahana Petrindo Meruap
-
-
BIRU
HIJAU
HIJAU
22
TAC Pertamina Insani Mitrasani Gelam
-
-
MERAH
BIRU
HIJAU
23
TAC Pertamina Medco Sembakung
-
-
BIRU
BIRU
HIJAU
24
TAC Pertamina Intermega Salawati
-
-
MERAH
BIRU
BIRU
25
TAC Pilona Petro Tanjung Lontar
-
-
-
BIRU
BIRU
26
PT KSO Pertamina EP - Benakat Barat Petroleum
-
-
BIRU
BIRU
BIRU
27
TAC Pertamina Goldwater TMT
-
-
-
-
-
ASSET 5
TAC/KSO
EP lolos masuk kandidat hijau. Tahap selanjutnya, semua perusahaan yang lolos kandidat hijau disaring lagi untuk verifikasi emas. Hasilnya, dua lapangan, masing-masing Rantau dan Subang masuk nominasi emas. Rantau dan Subang adalah lapangan yang dari dulu dilelola langsung Pertamina. Dari 19 Lapangan yang kini dioperasikan sendiri, hampir separuhnya bertatus alih kelola seperti Tanjung, Sanga-sanga, Tarakan, Lirik, Ramba, Jambi, Adera, dan Limau. Pada PROPER tahun kemarin, hanya Asera dan Jambi yang dapat
hijau. Diakui Lelin, untuk lapangan-lapangan yang dulu dikelola perusahaan yang leveling-nya di atas Pertamina, penerapan HSSE yang sudah digariskan perusahaan lebih mudah. “Untuk lapangan yang dikelola oleh perusahaan yang leveling-nya di bawah Pertamina perlu effort lebih,” Lelin menegaskan, Lapangan mana yang perlu effort lebih?. “Anda bisa tebak sendiri. Dari namanya aja ketahuan,” ujar Lelin. Lepas dari latar belakangnya, setelah dikelola oleh Pertamina, menurut Lelin, semua lapangan diarahkan
untuk mengerjar standar HSSE excellent, Selain yang dioperasikan sendiri, sekarang ini juga ada lapangan-lapangan dengan status TAC (technical assistant contract) yang sepenuhnya dikelola perusahaan partner. Ia menyebutkan ke depan untuk setiap kerjasama yang dilakukan dengan pihak ketiga, Pertamina EP punya hak untuk mengintervensi dalam kaitannya dengan HSSE. “Sekarang kita hanya bisa menghimbau. Pelaksanaannya tergantung pada perusahaan masing-masing,” ujarnya. Tak semua TAC jelek. Empat TAC
VOLUME 006
TAHUN I
15
L A P O R A N
U TA M A
meraih peringkat hijau, Bahkan, TAC Pertamina-EMP Semberah, empat tahun berturut-turut mendapatkan hijau, tahun ini masuk kandidat emas. Jadi ada tiga lapangan dari WK Pertamina yang berkesempatan mendapatkan perhargaan terbaik. “Setelah verifikasi, yang kandidat emas bisa saja turun menjadi hijau. Begitu juga yang hijau, bisa turun menjadi biru,” ujar alumnus Universitas Soedirman tersebut. Jika bertahan semuanya dapat hijau, apalagi emas jelas lompatan prestasi yang membanggakan. Tahun lalu dari 19 lapangan. Hanya 6 yang mendapat hijau dan 13 perusahaan mendapat biru. Dengan pencapaian itu Pertamina EP bisa menjadi contoh sebagai perusahaan migas yang sangat peduli pada lingkungan. “Kalau PROPER bagus, akan menambah image perusahaan,” ujar Lelin. Ia menyebutkan, sebetulnya ada atau tidak PROPER, Pertamina EP akan terus berkomitmen memperhatikan lingkungan dalam setiap menjalankan operasi. Sebagai industri ekstraktif, operasional migas tak bisa tidak akan merusak alam. “Kita harus komitmen memperbaikinya, tak hanya nyedot terus, termasuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat 16
TAHUN I
sekitar,” Lelin menambahkan. “PROPER itu bukan target utama kita. Itu hanya bonus,” ujarnya. Meski begitu, ia tidak menampik bahwa penghargaan PROPER bisa mengerek citra perusahaan. “Kalau hasil PROPER bagus, kita bisa undang costumer kita supaya mereka tahu kita menjual peroduk sesuai dengan aspek-aspek regulasi pemerintah, termasuk lingkungan,” ujarnya. Karena posisinya dianggap strategis, pihaknya menyiapkan panduan lengkap untuk lapangan-lapangan agar peringkat PROPERnya meningkat. Di situ dituliskan secara rinci langkah-langkah yang harus dilakukan tiap bulannya. “Insyaallah buku panduan ini akan kita keluarkan Desember nanti,” ujarnya. Tentu saja pekerjaan sebagai HSSE tak berhenti sampai di PROPER. Yang harus diperhatikan HSSE tak sekedar lingkungan, itu meliputi health, security, safety, dan enviromental. Dari keempatnya, Lelin mengaku security dan safety masih harus ditingkatkan. “Khusus untuk security, kalau ukurannya level 1-5, kita baru di level satu,” ujarnya. Pekerjaan menjaga keamanan sifatnya masih yang kasat mata. Untuk mencapai level excellence
VOLUME 006
atau tingkat lima sangat berat. Menurut Lelin, pada tahap itu security sudah mampu membuat orang yang tadinya mau nyolong, tidak jadi,” ujarnya. Untuk itu di setiap wilayah operasi harus punya deteksi dini, Dengan deteksi dini, kalau demo berlangsung, harus sudah tahu siapa pentolannya dan kekuatan pendemo berapa. Deteksi dini tak bisa sekedar copy paste karena karakter tiap daerah berbeda-beda. “Kami komit, untuk security pada 2014, minimal harus bisa mencapai tiga,” Lelin menambahkan. Untuk safety, semua lapangan ditargetkan mendapatkan sertifikat International Sustainability Rating System (ISRS). Tentunya pada tahap awal tidak bisa langsung sempurna. Kategori the best, jika perolehan ISRSnya sudah tujuh. Belum satu pun lapangan mencapai level tersebut. Yang tertinggi dicapai Rantau dan Subang yang mendapatkan level lima. Perbaikan dan assessment ulang terus dilakukan sampai mendapat nilai excellent. Berbagai pelatihan diberikan (lihat box). Selain itu, HSSE juga memprogramkan pelatihan safety di tiap lapangan. “Indikator safety, tidak ada accident,” ujar Lelin. Dari data yang
TATA N A G U S R S T
ada, terjadi gap kompetensi pada level pelaksana, umumnya tenaga outsourcing, biasa disebut pekarya. “Tiga tahun terakhir, kecelakaan selalu terjadi di level paling bawah,” kata Lelin. Kecelakaan umumnya terjadi pada pekerjaan housing dan rigging, mulai dari tangan teriris sampai kesetrum. “Kita prioritas memeperbaiki OS atau pekarya,” katanya. Yang terakhir terjadi dua kali fatality dengan sebab yang sama, yakni kesetrum dalam rentang waktu hanya dua minggu. Kejadiannya terjadi di Cepu dan Limau. “Dari diagnosa kita, ternyata, tak cukup hanya sosialisasi, tapi juga kompetensinya harus diisi.” ujar Lelin. Kondisi ini sangat berbeda dengan KKKS Asing. Di Perusahan kontroktor asing, antara karyawan dan pekarya kompetensinya sama. Di Pertamina jomplang banget,” ujar Lelin. Untuk mengatasinya, HSSE mengadakan class safety. “Yang lulus ujian mendapat stamp, yang gagal h a r u s m e n g u l a n g ,” L e l i n menambahkan. Idealnya, agar terjadi interaksi yang baik antara pengajar dengan siswa, maksimal kelas tidak boleh lebih dari 20 orang. Tapi karena banyaknya yang harus ditingkatkan kompetensinya, tiap kelas ditambah menjadi 25 orang. Di seluruh Pertamina EP ada 9000 orang yang dijadwalkan megikuti kelas. Sampai sekarang baru selesai 900 orang. Program kelas ini sudah dimulai Juli lalu dan akan berakhir pada Juli 2014. Diadakan tiap Sabtu-Minggu biar tidak mengganggu operasi. “Goal kita bukan lulus, tapi paham,” ujar alumnus Universitas Soedirman ini yang lama berkarir di bagian SCM (Supply Chain Management). Ia selalu memotivasi para karyawan untuk mempraktekkan pengetahuan yang didapat di kelas. “Saya selalu bilang ke teman-teman. Kita bangun tidur, izin anak istri kerja, harus pulang dengan selamat,” ujar Lelin. Ia menyebutkan selama masa pe-
MENGEJAR ISRS TUJUH PERTAMINA EP Asset 4 tak pernah lelah meningkatkan sistem management. Yang paling baru adalah mengadakan sharing knowledge mengenai International Sustainability Rating System (ISRS). Setelah di Pertamina EP School yang dilaksanakan pada (08/11), menara Standard Chartered Jakarta, sharing knowledge dilanjutkan safety management training dan ISRS di Jogjakarta pada tanggal 9-13 Desember mendatang. Training itu rencananya akan dikhususkan kepada Asset 4 Field Cepu untuk mempersiapkan pencapaian ISRS 7 pada 2014, “Pada training di Jogja nanti akan membahas materi yang fundamental dalam menangani modern safety management, mulai management risk, risk controlling, hingga evaluation dan yang terpenting adalah leadership,” ujar Alam Syah Mapparessa, Asset 4 HSSE Operation Manager.
ningkatan kompetensi itu belum ada punishment dan reward. Baru dilakukan setelah masa pelatihan selesai. Ia mengibaratkan, anak kecil yang dilarang duduk di pintu, Harus dipastikan dulu, anak itu paham mengapa dilarang. “Kalau masih melakukan, baru boleh dimarahi. Untuk memastikan HSSE berjalan, ia meminta bantuan AOC (agent of Change) yang berada di setiap lapangan untuk memberikan report. Ia menyebutkan salah satu kelemahan di
ISRS menekankan pentingnya peranan top management. Para pemimpin harus terbuka kepada stakeholder, yakni pegawai, pekarya, dan mitra. Tak boleh ada perbedan perlakuan dan semua perlakuan harus diterapkan secara konsisten. Eric Rass dari Det Norske Veritas (DNV) selaku pembicara yang hadir pada pertemuan sharing knowledge, menjelaskan bahwa sharing mengenai ISRS dengan Pertamina EP Asset 4 Field Cepu bertujuan untuk memberikan motivasi dalam perkembangan ke depan. Leadership adalah yang paling utama dalam struktur srategi dalam pencapaian ISRS 7. “Kita mulai beberapa tahun lalu dengan Field Subang dan sudah ada 9 field yang masuk ke tahap penilaian ISRS, yang terakhir itu Field Prabumulih yang baru dilaksanakan kemarin,” ujar Eric. LATIFA
Pertamina adalah menjaga kontinyuitas. Untuk memastikan program yang dikembangkan terus berjalan, ia meminta bagian lain untuk mengecek. “Biar gak merasa ganteng sendiri,” katanya sambil tertawa. AOC berada di bawah VP Transformasi. “Apapun feed back-nya, tolong kasih tahu ke kami,” ujar Lelin. Tak hanya dari dalam, ia juga mempersilakan masyarakat melaporkan jika ada lapangan yang alpa menerapkan HSSE seperti digariskan perusahaan. LATIFA
VOLUME 006
TAHUN I
17
W
I
S
A
T
A
MENGINTIP NEGERI DUA BENUA Menjelajahi Turki dalam enam jam. Bertebaran bangunan bersejarah, dari Ayasofya sampai mesjid biru.
T
Teks dan Foto: Arya Dwi Paramita.
Tulip di sebuah taman di Istanbul.
A NGG A L Mei , derap kuda yang ditung gang i Sultan Mehmed II atau Muhammad Al Fatih. memasuki Konstantinopel. Kota itu baru saja ditaklukan oleh pasukannya dalam pertempuran yang berlangsung sejak pengepungan pertama pada April
“Ah ternyata tidak harus ke Belanda untuk melihat tulip,” ujar kami dalam hati. Interior Masjid Ayasofya dan tiket masuk seharga 25 TL. Di masa Konstantinopel bangunan ini adalah gereja Hagia Sophia. Setelah penaklukan oleh Sultan Mehmed II, pada Selasa, 29 Mei 1453 difungsikan sebagai masjid. Interior lukisan-lukisan dinding gereja masih dipertahankan karena faktor keindahan dan kesejarahan.
18
TAHUN I
VOLUME 006
hingga Mei dini hari. Sejak itu, sejarah kegemilangan Islam mulai ditulis di daerah itu. 560 tahun kemudian, kini giliran kami. Sekelompok anak Indonesia menginjakkan kaki di negeri dua be-
Sudut-sudut Kota Istanbul.
nua. Tapi tanpa menunggang kuda tentunya. Dan kami tidak perlu bertempur untuk bisa masuk, karena hanya cukup mengurus visa on arrival saja. Sangat sederhana. Matahari pagi itu menyadarkan kami untuk melawan rasa ngantuk dan dingin setelah pendaratan pesawat pada dini hari. Kami bergegas keluar dari bandara. Tanpa membawa koper-
koper bagasi tentunya karena pihak maskapai penerbangan sudah berbaik hati memasukkannya ke dalam pesawat kami menuju Jakarta yang akan terbang nanti malam. Waktu setempat di Bandara Turki
menunjukkan pukul 07.00. Saatnya mencari sarapan dan kendaraan untuk menjelajah negeri dua benua. Waktu yang kami miliki tidak lebih dari 6 jam. Tapi mimpi dan tujuan yang kami miliki harus bisa menembus dua benua. Tantangan yang menarik. Perjalanan pertama adalah menyeberangi Selat Bosphorus, penghubung antara Asia dan Eropa. Jembatan Bosphorus (Bosphorus Bridge), yang dalam bahasa Turki disebut Bogazici Koprusu, terletak di Old City, Istanbul. Raja Darius adalah pihak yang pertama kali membangun jembatan antara Asia dan Eropa di atas Selat Bosphorus pada 522 SM hingga 485 SM. Saat itu ia menggerakkan pasukannya untuk menaklukkan Macedonia. Untuk itulah ia membangun jembatan ponton di antara benua Asia dan benua Eropa. Singkat cerita, pada tahun 1968 Freeman Fox dan partners dari London mendapatkan proyek untuk merancang sebuah jembatan baru. Dan pada lima tahun kemudian, tepatnya pada Selasa, 30 Oktober 1973, dilakukan peresmian jembatan yang dibangun
sebuah perusahaan Turki, Enka Construction and Industry Co.Ltd, dan sebuah kontraktor Jerman, Hochtief AG. Itulah jembatan pertama yang dibangun di atas Selat Bosphorus yang menghubungkan antara Benua Asia dan Eropa, sejak dibuatnya jembatan ponton oleh Raja Darius. Belum puas dengan sebuah jembatan, kini di tahun 2013 Turki sedang mewujudkan mimpi Sultan Abdul Hamid (pemimpin khalifah Utsmaniah 1922-1924) yang mendambakan sebuah terowongan menghubungkan Selat Bosphorus. Terowongan sepanjang 76 km ini menurut Perdana Menteri Erdogan dipercaya bisa membantu meningkatkan GDP Turki mencapa 2 triliun USD. Terowongan ini juga dirancang untuk bisa menaham gempa hingga 9 skala richter. Waktu masih terlalu pagi, beberapa tempat wisata dan restoran pun belum buka. Kami akhirnya memutuskan untuk mampir di sebuah taman kecil yang asri penuh dengan tulip. “Ah ternyata tidak harus ke Belanda untuk melihat tulip,” ujar
VOLUME 006
TAHUN I
19
W
I
S
A
T
A
kami dalam hati. Sambil menghirup teh panas dan roti kami memandangi jembatan yang merajut dua benua dan baru saja kami sebrangi. Pemandangan yang luar biasa. Target selanjutnya adalah Ayasofya, sebuah tempat yang paling bersejarah dalam jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Ustmani. Masih ingat saat Sultan Mehmed II bersama pasukannya menaklukan Konstantinopel? Nah, pada saat proses penaklukan tersebut, masyarakat Konstantinopel berkumpul di tempat ini yang merupakan sebuah gereja bernama Hagia Sophia. Namun pada Selasa, 29 Mei 1453 itu, Sultan Mehmed II mengumumkan bahwa semua penduduk kota Konstantinopel dibebaskan, tidak ada yang dilukai, tidak ada yang dibunuh, tidak ada yang dijadikan budak dan diperkenankan hidup berdampingan atau bebas pindah ke kota lain. Sultan pun mengubah peran Hagia Sophia menjadi masjid. Dan pada hari itulah sejarah pertama kalinya sholat Ashar dilakukan di Masjid Ayasofya. Bangunan ini awalnya dirancang oleh para ilmuwan Yunani yaitu Isidorus seorang Fisikawan dan Anthemius yang seorang ahli Matematika. Atas perintah Kaisar Justinian Bizantium bangunan gereja itu berdiri. Kubah bangunan ini memiliki tinggi 55,6 meter dan dianggap sebagai lambang arsitektur Bizantium dan juga menjadi katedral terbesar di 20
TAHUN I
Salah satu sudut toko souvenir.
dunia selama hampir 1000 tahun. Sebenarnya pada tahun 360, Kaisar Constantine pernah membangun sebuah bangunan besar bernama Megalo Ekklesia (the Great Church) di tempat Ayasofya berdiri saat ini, namun terbakar pada tahun 404, lalu
VOLUME 006
baru pada tahun 537 dibangun Ayasofya. Sejarah mencatat bahwa bangunan bersejarah ini digunakan sebagai gereja selama 916 tahun sejak dibangun tahun 537 dan beralih fungsi sebagai masjid selama 481 tahun. Masuk ke Ayasofya dikenakan
Dua anak wisatawan bermain di taman berlatarbelakang pemandangan Jembatan selat Bosphorus
biaya 25 TL. Tapi kita harus siap antri panjang sekali. Tidak perlu khawatir jika anda terburu-buru karena waktu yang sangat terbatas karena antriannya cukup tertib. Kami beruntung didampingi pemandu wisata yang selalu mempunyai kemampuan mengeluarkan jurus jitu. Sehingga bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah. Tidak jauh dari Ayasofya adalah masjid biru atau Blue Mosque. Di sini posisi wisatawan dibatasi pagar. Dan sebelum masuk ke dalam, wisatawan harus melepas sepatunya dan memasukkannya ke dalam kantong plastik yang disediakan oleh pengurus masjid. Tapi jangan dibayangkan antriannya karena sangat panjang. Kami pun menyempatkan sholat di masjid ini. Masih di lingkungan yang sama, banyak lokasi wisata yang dapat dikunjungi termasuk toko souvenir. Dan
Atas: Masjid Biru atau “Blue Mosque”. Bawah: Keindahan detail arsitektur geometris di sudut Kota Istanbul.
jangan lupa untuk mencicipi aneka kuliner yang ada di Istanbul. Jangan lewatkan hidangan lezat daging domba kebab Turki yang sebenarnya. Tapi jangan heran juga karena tampilannya jauh berbeda dengan apa yang banyak di jual di Indonesia. Bagi penggila cinderamata, pastinya akan dimanjakan dengan keberadaan toko souvenir di sekitar kompleks museum Ayasofya dan Blue Mosque. Diantara tumpukan cinderamata, ada sebuah hiasan berwarna biru, bentuknya seperti liontin, lingkaran dan ada lingkaran biru, putih, dan hitam di tengahnya. Menurut para penjual, itu adalah “mata”. Pernak-pernik unik ini dijual dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kota Istanbul sendiri tertata dengan sangat rapi. Pelayanan yang menyenangkan dan sangat memanjakan
mata yang memandang. Tapi kewaspadaan tetap harus diutamakan.Beberapa kali pemandu wisata kami mengingatkan bahaya copet. He he, saya kira copet cuma ada di commuterline Jakarta-Bogor saja, ternyata di sini juga ada. Berpetualang di negeri dua benua tidak membutuhkan waktu yang lama bagi para backpacker yang hanya sekadar transit. Satu hal yang harus dipastikan adalah jika waktu Anda sangat terbatas, jangan ragu untuk menggunakan paket travel yang banyak ditawarkan di bandara. Atau kalau Anda mengharapkan paket hemat, sewa saja kendaraan untuk satu hari. Kita cukup memberikan tambahan tips kepada si pengemudi dan dia akan dengan senang hati menjadi pemandu wisata Anda selama di sana. Ingat, kesempatan ini belum tentu berulang kedua kalinya.
VOLUME 006
TAHUN I
21
I N S P I R A S I
M
ATANYA berbinar saat menceritakan anak sulungnya. Semua letih dan lelehan keringat di perantauan seolah terbayar lunas. “Anak saya kuliah,” ujar Umar Aziz. Bagi seorang lulusan SD seperti dirinya, bisa menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi merupakan kemewahan. Uang yang dikeluarkannya tak terbilang murah. Pada awal perkuliahan di Politeknik Banjar, biaya yang dikeluarkannya mencapai juta. Berikutnya, tiap semester ia harus membayar Rp , juta plus biaya bulanan Rp ribu. Saat memutuskan pergi ke Tanjung, Kabupten Tabalong, Banjarmasin, sebelas tahun silam, ia sama sekali tak membayangkan bisa punya punya uang puluhan juta sehingga bisa mengantarkan anaknya ke bangku kuliah. Saat itu untuk ongkos pun, ia terpaksa menggadaikan televisi. “Saya masih ingat saat dapat Rp 900 ribu,” ujar lelaki berpenampilan sederhana ini, Lima ratus ribu dipakainya untuk tiket pesawat, sisanya dipakai modal memulai berjualan. Ia memutuskan merantau ke Tanjung karena tergiur cerita kota tersebut bakal ramai, menyusul dibukanya pertambangan batubara. Tentu bukan untuk melamar jadi karyawan di perusahaan tersebut. Dengan hanya berijazah SD, tak ubahnya seperti menggantang asap jika berharap jadi pegawai. “Saya mengikuti saudara saya yang lebih dulu merantau, jualan batagor,” uajrnya. Sejak itu ia masuk keluar kampung mendorong gerobak. Toh, kenyataan tak semanis harapan. Penghasilannya tak seberapa. Umar menyebutnya begitu-begitu aja. Jangankan bisa mengirim anak istrinya di kampung, untuk makan sehari-hari saja sudah susah. Saat saudara yang diikutinya menyerah, memilih kembali ke kampung halaman, Umar memilih bertahan. “Yang 22
TAHUN I
VOLUME 006
SAAT ANAK JADI ENERGI KEHIDUPAN Tak pernah lelah bertarung di perantauan. Setelah kalah di Jakarta dan Lombok, Umar Aziz menemukan hidupnya di Tanjung, Banjarmasin. “Karena anakanak, saya tak boleh menyerah,” adalah kredo hidupnya.
Selalu laris manis setiap hari.
F OTO - F OTO : TATA N A G U S R S T
“Yang terpikir waktu itu, bagaimana nasib anak-anak saya.” terpikir waktu itu, bagaimana nasib anak-anak saya,” ujarnya. Di benak Umar, kembali ke kampung, hanya akan meneruskan kesusahan orang tuanya dulu. Sumber mata pencaharian yang tersedia hanya jadi buruh tani yang upahnya sangat jauh dari layak. “Anak-anak saya akan
bernasib seperti saya, sekolah alakadarnya,” ujar Umar. Tak pelak lagi, anak menjadi energi bagi Umar untuk terus bertarung di perantauan, menjadi pelita saat asa mau padam. Dia adalah pusat kehidupan. Titik balik kehidupannya mulai saat Pertamina Field Tanjung membangunkan lapak untuk pedagang kaki lima pada 2005 untuk berjualan makanan dan minuman. Umar termasuk, salah satu dari 20 pedagang yang ditawari untuk berjualan di tempat yang sekarang dikenal dengan Taman K-10, biasa juga disebut Taman Murung Pudak. Meski awalnya sempat terengahengah menjaring pelanggan, kini tempat tersebut menjadi salah satu pilihan untuk “wisata kuliner” bagi warga Tanjung. Warga masyarakat pun kini berebut berjualan di situ. “Banyak yang datang menanyakan kesempatan berjualan di Taman K-10,” u j a r Z u ra i d a Saputri, Staf CSR Per ta mina EP Field Tanjung. Karena permintaan tinggi, perusahaan kini sedang menyiapkan delapan warung baru. Selain itu juga dibangun mushalla atas permintaan para pedagang di situ. Karena belum tersedia tempat ibadah, mereka terpaksa harus meninggalkan tempat jualan jika saat shalat tiba. Yang berjualan tak dipungut apapun, termasuk penerangan yang sepenuhnya disediakan perusahaan. Urusan listrik, Field Tanjung tak pelit. Mereka punya power plant sendiri berkapasitas 3 x 4 MW dengan menggunakan bahan bakar gas dari sumur yang mereka produksi. Dari tiga pembangkit, hanya dua yang terpakai. Satu untuk cadangan.
VOLUME 006
TAHUN I
23
TATA N A G U S R S T
I N S P I R A S I
Berkumpul bersama keluarga.
Para pedagang hanya diminta membantu menjaga kebersihan. “Kalau ada keluhan atau usulan, perusahaan langsung menanggapi,” ujar Umar. Selain disediakan fasilitas gratis untuk berjualan, Umar pun tertolong dengan diperbolehkan menyewa rumah kepada koperasi karyawan Pertamina EP. Saat Field Tanjung jaya di era 70-an saat produksi sempat menyentuh 90-ribuan barrel oil per day (BOPD), ribuan orang tercatat sebagai karyawan. Berbagai fasilitas termasuk perumahan dibangun. Seiring dengan produksi yang menyusut, karyawan hanya tersisa ratusan. Banyak rumah yang akhirnya menganggur, kemudian diserahkan kepada koperasi karyawan untuk dikelola. Rumah itu akhirnya disewakan, terutama kepada para pendatang dengan harga sewa tak terlalu mahal. Umar, misalnya hanya membayar sewa Rp 165.000 per bulan. Dari Taman K-10 itulah rezeki 24
TAHUN I
Umar mulai mengalir. Sehari, dia bisa mengantongi Rp 200.000 sampai Rp 500.000. “Saya tak bisa membayangkan kalau tempat ini ditutup perusahaan,” ujarnya. Tempat itu kini jadi satu-satunya sumber penghasilan. Beberapa tahun lalu, untuk menambah pendapatan, Umar masih menjajakan batagor, berkeliling dengan motor. Sementara istrinya menunggui warung di Taman K-10. Sampai akhirnya, ia mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat mengendarai motor, tiba-tiba seorang kakek melintas. Meski tak tertabrak langsung, tubuhnya sempat membentur bagian belakang motor. Dia terjengkang, membentur aspal. Nyawanya tak tertolong. Umar pun ditahan polisi. Saat sidang di Pengadilan, Umar membawa empat anaknya. Dia menghiba kepada hakim, meminta keringanan untuk masa depan anaknya. Dia akhirnya hanya divonis dalam hitungan bulan sesuai masa tahanan
VOLUME 006
yang sudah dilakoninya. “Sejak itu saya dan istri konsentrasi hanya jualan di taman K-10, Alhamdulillah rezeki lancar,” ujar Umar. Tempat berjualannya, meski alakadarnya tak sekedar mempertemukan pembeli dan penjual. Di sana jadi tempat berkumpulnya sesama etnis Sunda di perantauan, dari lintas profesi, mulai dari buruh bangunan sampai hakim. Pergaulaan itu bagi Umar, adalah kemewahan yang tak bisa didapatnya di kampung halaman. “Meski hanya lulusan SD, saya bisa bergaul dengan hakim dan jaksa,” ujar Umar. *** Hampir seluruh hidup Umar Aziz dihabiskan di perantauan. Dia sudah meninggalkan tanah kelahirannya di Malangbong, Garut begitu tamat Sekolah Dasar. Saat itu usianya baru 13 tahun. Boleh jadi, Umar adalah kekeculian dari etnis Sunda yang dalam berbagai kajian budaya kerap disebut sebagai etnis yang tak begitu suka meran-
TATA N A G U S R S T
Tak lupa sealu memanjatkan doa setiap hari bersama keluarga.
tau seperti tergambar dalam peribahasa, “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok.” Dalam usia muda, tanpa disuruh siapapun, dia pergi ke Jakarta. Dia merasa tanah kelahirannya sudah tak bisa memberi apa-apa. Dia tak bisa menuntut orangtuanya untuk menyekolahkan ke tingkat yang lebih tinggi. “Untuk makan saja susah,” katanya. Saat pertama kali merantau, keinginannya tak muluk-muluk. Hanya ingin bisa makan tanpa merepotkan orang tuanya. “Saya jualan cendol,” ujarnya. Berbilang tahun, rezeki tak mau menghampiri. Toh meski tak punya apa-apa, saat usianya 19 tahun, ia nekad menikahi gadis tetangganya di kampung yang berumur 13 tahun. Setelah berumah tangga, rezeki tak kunjung membaik. “Untung istri saya sabar. Kalau nggak sudah pisah dari kapan-kapan,” ujarnya. Umar pun akhirnya menyerah pada Jakarta. Ia tak bisa lagi menggantungkan harapan
“Karena anakanak. Saya tak boleh menyerah.” di ibu kota. “Saya akhirnya putuskan merantau ke Lombok,” ujarnya. Seperti saat merantau ke Jakarta, ia juga tinggalkan keluarganya di kampung halaman. Dua tahun disana, hasilnya malah lebih buruk dibandingkan Jakarta. Satu-satunya yang bisa dibawanya ke kampung halaman adalah Aziz, yang ditambahkan di belakang namanya oleh kawan-kawan seperantauan di Lombok. Oleh orang tuanya, ia hanya diberi nama Umar tanpa kepanjangan apa-apa. “Mereka mengangap kalau nama hanya satu kata, gak biasa,” ujarnya. Jadilah, dia bernama Umar Aziz yang terus dipertahankan sampai sekarang.
Setelah Jakarta dan Lombok, pengembaraannya berlanjut ke Tanjung. Perantauan sepertinya akan berakhir di sini. Dia sudah membawa istri dan keempat anaknya. Anaknya yang paling kecil yang bersekolah di SD malah sudah seperti orang Banjar. Sehari-hari bertutur kata dengan bahasa Banjar. Bahasa Sunda sama sekali tak dikuasainya. “Maklum, saat saya bawa umurnya lima tahun,” ujar Umar. Seperti juga di Lombok yang mendapat tambahan nama, di Tanjung pun Umar mendapatkan panggilan baru: Ujang. Sebutan untuk laki-laki Sunda yang umumnya ditujukan untuk anak-anak itu melekat sampai sekarang. Untuk kesekian kali setiap kali ditanya, apa yang menyebabkannya bertahan di perantauan, Umar, eh Ujang menjawab tegas, “Karena anak-anak. Saya tak boleh menyerah.” Tak sekedar untuk para perantau, kalimat ini bisa menjadi kredo siapa saja, termasuk pejabat yang mulai dirongrong suap.
VOLUME 006
TAHUN I
25
W A W A N C A R A
Beni Jaffilius Ibradi AD DIREKTUR OPER ASI DAN PRODUKSI
TA TA N A G US RST
“HIDUP MAKIN HIDUP” DENGAN DUA I & DUA L
26
TAHUN I
VOLUME 006
Dalam waktu empat bulan, setetelah ditunjuk menjadi Direktur Operasi, produksi naik sekitar 4.000 BOPD. “Bukan karena saya, mungkin karena sudah gak bisa turun lagi,” ujar Beni. Menargetkan sukses rasio pengeboran di sumur pengembangan sampai 80%.
S
EPEREMPAT abad silam, seorang anak muda menjawab lantang yang bagi sementara orang terdengar arogan, “Saya masuk Pertamina karena bisa menjadi Direktur. Di KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama) Asing pasti tidak bisa,” ujarnya. Saat itu, belum ada kewajiban seperti sekarang untuk mengangkat top management WNI. Lazimnya saat itu, KKKS akan mengangkat orang dari negaranya. Kalau KKKS itu dari Amerika, yang didorong menduduki jabatan direktur, pastilah seorang American. Jawaban itu diberikan saat wawancara penerimaan pegawai BPST (Bimbingan Profesi Sarjana Teknik) pada 1989. Yang mewawancarai saat itu langsung menukas, “Kok Anda percaya diri banget?” Pertanyaan itu dijawabnya dengan menyebutkan selama kesempatan ada peluang pasti ada. Tapi kalau kesempatannya tidak ada, peluang juga akan tertutup. “Masalah berhasil atau tidak tergantung kerja keras dan Yang Di Atas,” ujarnya. Anak muda itu adalah Beni Jaffilius Ibradi. Perkataan yang diucapkan puluhan tahun silam, ternyata bukan pepesan kosong. Sejak 2013, Beni dipecaya masuk jajaran Bord of Director sebagai Direktur Pengembangan. Jabatan itu hanya diembannya dalam hitungan bulan sebelum akhirnya menduduki Direktur Operasi dan Produksi. Banyak yang kaget dengan pergantian tersebut, yang sebetulnya lebih tepat disebut bertukar posisi. Pejabat Direktur Operasi dan Produksi sebelumnya Satoto Agustono menduduki jabatan Direktur Pengembangan, yang sebelumnya dijabat
“Perminyakan itu bukan pabrik yang serba pasti. Istilahnya perminyakan itu ilmu pasti yang tidak pasti.” Beni. Pria kelahiran Lahat 21 Juli 1960 tersebut menyebut pertukaran itu sebagai “tour of duty” biasa. “Perusahaan tentunya punya pertimbangan sendiri,” ujar alumnus Teknik Pertambangan ITB tersebut. Ia menduga sebetulnya Satoto dan dirinya sejak awal diproyeksikan menduduki jabatan seperti yang diemban sekarang. “Tapi diberi kesempatan untuk menduduki jabatan lain dulu biar merasakan. Biar bisa bekerjasama dan tidak saling menyalahkan,” ujar Beni. Dalam pandangannya, dua jabatan itu saling behubungan erat. Ia mengaku tak terkejut dengan penunjukan tersebut. Selama berkarir di Pertamina EP dia pernah mengalami kejadian lebih dahsyat: menduduki GM Asset hanya dalam waktu satu bulan. Seiring dengan organisasi baru, saat ditunjuk sebagai GM Asset 3 pada Maret 2013, dia langsung berbenah dengan menyiapkan sejumlah rencana kerja. Eh, belum juga diimplementasikan, pada 4 April dia dipanggil ke Jakarta dan dikabari soal tugas barunya sebagai Direktur Pengembangan. Beni mengawali karir di Pertamina pada tahun 1989 sebagai Pengawas Lapangan 1 Operasi Produksi Pangkalan Susu, kemudian se-
bagai Kepala Operasi Produksi, Field Superintendent di Prabumulih, Kepala Sub Surface di Proyek Pengembangan Gas Sumbagsel. Dia dilantik menjadi General Manager Pondok Tengah September 2006 dan Vice President Drilling PT Pertamina EP November 2008. Selanjutnya pada Februari 2012 dia dilantik sebagai General Manager Region Jawa. Saat reorganisasi, Beni melanjutkan jabatan sebagai GM Asset 3. Bagaimana produksi Pertamina EP 2013 ? Produksi 2013 sekarang 122.000 BOPD (barrel oil per day). Kalau dibandingkan tahun lalu naik sedikit. Cuma masih belum memenuhi target. Sebelumnya dalam RKAP, ditargetkan produksi 132.000 BOPD. Tapi dalam perjalanannya target ini direvisi SKK Migas menjadi 123.000 BOPD. Masalahnya apa sehingga meleset dari target, padahal target sudah direvisi ? Perminyakan itu bukan pabrik yang serba pasti. Istilahnya perminyakan itu ilmu pasti yang tidak pasti. Problemnya meliputi subsurface dan masalah operasional. Decline alami di luar yang kita perhitungkan. Beberapa hasil perencanaan pengeboran sumur pengembangan juga kurang berhasil. Sukes rasionya rendah, hanya 60 %. Idealnya berapa ? Sekitar 80 persen. Persoalannya mungkin saat pengusulan kurang tajam. Data-datanya belum valid benar, langsung diusulkan. Ini yang akan kita perbaiki. Kita akan lebih fokus kepada subsurface. Salah satunya dengan pemisahan fungsi operasi dan development. Dalam pengeboran, kita tidak mengejar kuantitas. Kita akan siapkan secara matang
VOLUME 006
TAHUN I
27
Saya selalu happy, gak ada hubungannya dengan produksi. Di operasi itu harus di manamana selalu senang, gak boleh stress, nanti gak bisa mikir.
F OTO - F OTO : TATA N A G U S R S T
W A W A N C A R A
Bagaimana dengan RKAP 2014? Kita targetkan pada 2014, bisa memproduksi 128 ribu BOPD. Sesuai dengan strategi bisnis Pertamina EP yang manargetkan pertumbuhan 15%. Kita lakukan berbagai upaya agar target itu tercapai, terutama pengeboran di sumur pengembangan. Dari semua WK yang dimiliki Pertamina EP, kita nanti akan fokus kepada pengembangan di delapan struktur, antara lain North Kutai Lama, Limau, Ogan, Jatibarang, Cemara, dan Tambun. Apakah pengembangan delapan struktur itu akan melibatkan pihak lain atau diusahakan sendiri? Kerjasama dengan pihak lain dulu bentuknya TAC (technical assstant contract) ataupun JOB (joint operating body). Dengan TAC, pihak Pertamina sama sekali tak terlibat, baik SDM maupun modal. Tak ada orang kita di field. Sedangkan dalam JOB, Pertamina dan partner sama-sama terlibat, baik SDM mapun investasi. Seiring dengan perubahan regulasi yang menyetarakan Pertamina dengan KKKS, TAC dan JOB tidak dibolehkan lagi. Yang tersisa diselesaikan sampai kontrak 28
TAHUN I
habis. Kerjasama yang dibolehkan sekarang ini hanya KSO (kerjasama operasi). Tentu dengan persyaratan tertentu yang menguntungkan Per tamina. Dalam KSO, investasi semuanya dari partner. Kita juga batasi, jika dalam waktu tertentu, tak ada growth, KSO batal. Kita tak berkewajiban mengembalikan investasi yang sudah mereka keluarkan. Yang kita jaga betul, jangan sampai kita kehilangan produksi. Angka terkahir sebelum KSO, sepenuhnya milik Pertamina. Selain Cepu mana lagi yang akan di KSO-kan ? KSO Cepu itu strategi bisnis dari korporasi. Kita melihat ada oppurtunity. Berbagi resiko itu lazim di dunia bisnis apapun. Untuk KSO Cepu kita betul-betul aman. Begitu dalam tiga tahun tak ada kenaikan produksi, balik lagi ke kita. Kalau sama, mereka tidak akan dapat apa-apa. Sesuai perjanjian produksi terakhir itu masih milik kita. KSO ini tak terbatas di Cepu, Bisa juga untuk lapangan lain selama memberikan keuntungan kepada kita. Kalau skema KSO ini dipakai di seluruh lapangan, Kita bisa mempertahankan produksi di angka 122,000 ribu, tanpa mengeluarkan
VOLUME 006
uang sepeserpun. Padahal, sekarang ini dengan tingkat decline alamiah yang rata-rata mencapai 20% untuk mempertahankan produksi butuh investasi yang tidak sedikit. *** Orang minyak, kata orang, sangat dekat dengan stress. Jika tak pandaipandai menitinya, akibatnya bisa fatal. Beni mengakui fenomena tersebut. Dan Ia punya cara untuk melepaskan dari kuntitan stress sehingga “hidup tetap hidup”. Bukan dengan olahraga, seperti yang banyak dilakukan orang. “Saya mengamalkan resep Dua I dan Dua L,” ujar pria berusia 53 tahun tersebut. Filosofi ini didapatnya puluhan tahun lalu saat dia mahasiswa. Di bandara sambil menunggu penerbangan dari Palembang ke Jakarta, dia bertemu dengan seorang purnawirawan tentara. Usianya sudah 60 puluh-an, tapi masih sangat bugar. Saat ditanya rahasianya, pria itu mendedah soal Dua I dan Dua L tadi, yakni ingat setiap kesalahan kepada orang lain dan ingat setiap kebaikan orang lain. Sedangkan L nya adalah lupakan kesalahan orang lain kepada kita dan lupakan kebaikan kita kepada orang lain. Hasilnya, dia mengaku tak pernah
stress. “Kerja di minyak itu harus di sini senang di sana senang, apa pun dan di mana pun. Kalau nggak, bisa stress” ujarnya. Saat didapuk menjadi Direktur Operasi tiga bulan lalu, ketika produksi minyak Per tamina EP menukik ke angka 118.000 BOPD, Beni tak kehilangan ketenangan. Ia mencoba mengurut penyebab turunnya produksi tersebut. Sebagai orang yang besar di lapangan, ia tahu Field Manager M yang seharusnya menjadi tombak terdepan produksi kerap disibukkan urusan manajerial. “Para FM kerap mengeluh, kapan kerjanya kalau sedikit-sedikit dipanggil ke Jakarta,” ujar Beni. Untuk itulah, ia memilih menjemput bola. Dialah yang mendatangi field. Dia juga menghimbau FM agar selalu standby di lapangan, jangan sering keluar. “Kalau pun untuk keperluan kantor selama bisa diwakilkan, sebaiknya diwakilkan,” ujarnya. FM juga diminta tak menjadi acting GM kalau sedang berhalangan. “Tapi ini bukan keputusan hanya himbauan saja,” kata Beni. Ia mencoba mendudukkan FM sebagai seorang COO seperti berulangkali disampaikan Presiden Direktur Pertamina EP, Syamsu Alam. Seorang COO harus mengetahui detil apapun
yang terjadi di lapangan, tak hanya sekedar urusan produksi. “Tak ada lagi alasan tidak tahu atau sedikit-sedikit melempar sebagai persoalan asset,” ujar Beni. Untuk itu setiap kunjungan ke Field, Beni selalu minta FM presentasi. Dia juga tak akan bertanya kepada pelaksana di lapangan setiap ingin mengetahui progres pekerjaan. “Saya akan bertanya kepada FM-nya. “Setiap kali menghadapi masalah yang seolah membentur tembok, ia meminta FM mengubah paradigma, keluar dari kebiasaan yang biasa dilakukan. Hasilnya dalam selang empat bulan, produksi Pertamina EP naik menjadi 122 ribu BOPD atau hanya selisih 1000 dari yang dibebankan SKK Migas. Toh, Beni tak mau jumawa. Kenaikan itu tak diklaim sebagai keberhasilannya. “Mungkin bisa naik karena produksi minyak sudah tak mungkin turun lagi,” kata Beni. Happy dong bisa menaikkan produksi 4.000 BOPD hanya dalam waktu empat bulan? Saya selalu happy, gak ada hubungannya dengan produksi. Di operasi itu harus di mana-mana selalu senang, gak boleh stress, nanti gak bisa mikir.
Anda kan hanya beberapa bulan saja menjadi Direktur Pengembangan, apa saja yang sudah dilakukan? Saya menyiapkan Direktorat Pengembangan menjadi think thank perusahaan, baik yang sifatnya perencanaan strategis, maupun teknikal. Misalnya, saat kita agak melupakan engineering. Semua orang malas jadi ahli, lebih senang berada di posisi manajerial. Faktanya sekarang ini, posisi struktural lebih dihargai, fasilitasnya lebih baik, Untuk itulah, pada Maret dikeluarkan organisasi baru yang memungkinkan ahli lebih dihargai. Anda kuliah di Pertambangan, tapi kok lebih tertarik ke perminyakan? Lulusan kuliah itu bukan siap pakai, tapi siap didik. Setelah dididik di perminyakan, saya udah lupa pertambangan. Perbedaan keduanya kan hanya pada pressure dan temperature. Di perminyakan volume sangat tergantung dari pressure dan temperature. Sedangkan di pertambangan volume di bawah tanah dengan volume di atas sama tak tergantung pada suhu dan tekanan.
VOLUME 006
TAHUN I
29
&
S I A P A
WIKIMEDIA.ORG
A P A
KUNCI SUKSES ERICK THOHIR
N
AMANYA tak pernah masuk dalam top ten orang terkaya di Indonesia. Tapi, pengusaha flamboyan inilah yang lebih mencuri perhatian internasional dibandingkan yang 30
TAHUN I
lain. Sepak terjangnya di kancah olahraga internasonal, lewat langkah fenomenal mengakuisisi klub Inter Milan, salah satu legenda klub di Italia membuat dunia melirik Indonesia. Dialah Erick Thohir, sang taipan yang umurnya masih terbilang muda tersebut.
VOLUME 006
Kesepakatan pembelian 70 persen saham Inter Milan oleh Erick Tohir dan dua koleganya, sama-sama pengusaha Indonesia, Hendy Soetedjo dan Rosan Roeslani. Keberhasilan membeli saham Inter Milan membuktikan kepiawaian Erick Thohir dalam bernegosiasi. Membeli saham mayoritas Inter Milan dari Masimmo Moratti tidaklah mudah. Baron minyak Italia ini sangat loyal pada Inter Milan. Ia telah menginvestasikan banyak uang untuk kejayaaan “La Beneamata”. Dengan pembelian tersebut, nama Erick kian moncer di kancah olahraga dunia. Inter Milan menjadi klub olahraga dunia ketiga yang dikuasai Erick. Sebelumnya ia membeli saham mayoritas Klub Basket NBA Philadelpia 76ers dan Klub sepak bola Amerika, DC United, Untuk membeli 70 persen saham I Nerrazurri, tak tanggung-tanggung, Erick mengeluarkan dana hingga 250 juta Euro atau setara dengan 2,8 triliun Rupiah. Sebagai bos tiga klub olahraga besar di muka bumi, masyarakat berharap pria yang lahir pada 30 Mei 1970 ini dapat turut menduniakan atlet-atlet nusantara. Apa sebetulnya yang dicari Erick sehingga melabuhkan pilihan pada Inter Milan? “Inter mencerminkan kisah luar biasa mengenai hasrat, sebuh tradisi untuk menang, dan ambisi kuat untuk sukses,” ujar Erick Thohir. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, ia yakin bisa membawa Inter Milan ke tangga keharuman. “Rahasia untuk setiap kesuksesan terletak pada keyakinanmu sendiri,” katanya mengutip kalimat yang kerap dilontarkan legenda Inter Milan Giacinto Facchetti. Sejak 15 November lalu, dalam sebuat rapat direksi. Erick Thohir diangkat sebagai Presiden Klub Inter Milan. Forza Erick Thohir!
Adriansyah
P
TATA N A G U S R S T
NAKHODA BARU
Adriansyah (paling kanan).
ERTAMINA EP punya nakhoda baru. Adriansyah pada Rabu (/) resmi didapuk menjadi orang nomor satu di produsen migas kedua terbesar di Tanah air tersebut, menggantikan Syamsu Alam yang menduduki jabatan baru sebagai SVP (Senior Vice President) Exploration Direktorat Hulu. Adriansyah sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy. Bagi Adriansyah penugasaan sebagai Presiden Direktur Pertamina EP tak ubahnya sebagai pulang kandang. Setamat kuliah dari jurusan Geofisika ITB, pada 1998,
pria kelahiran Palembang 18 Juli 1960 ini memulai pekerjaannya di Pertamina di Pangkalan Brandan. Setelah itu dia mendukui berbagai jabatan di Derektorat Hulu. Adriansyah dan Syamsu Alam merupakan teman satu angkatan penerimaan di Pertamina. Keduanya juga sempat bareng menempuh pendidikan Doktor di Universitas Texas. Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy pada Mei 2013, selama dua tahun Adriansyah menjabat sebagai SVP Upstream Business Development, Direktorat Hulu. Sebelumnya, dia lama bergelut dengan
perkembangan Teknologi Industri Hulu Migas UTC (Upstream Technology Center), juga di bawah naungan Direktorat Hulu Pertamina. Sebagai nakhoda baru, ke arah mana dia akan membawa kapal bernama Pertamina EP? Adriansyah mengatakan Pertamina EP harus mendukung misi PT Pertamina (Persero) untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia di tahun 2025. “Karakteristik kelas dunia menurut saya ada tiga hal, yaitu masalah asetnya, masalah kapabilitasnya, dan terakhir masalah sistemnya. Ketiga hal ini dalam jangka panjang akan saya amati dan akselerasi terus,” Adriansyah menambahkan.
VOLUME 006
TAHUN I
31
R
A
N
A
Menarik Sapi Keluar Rumah Teks dan Foto: Tatan Agus RST. Lebih dari 40 kilogram rumput gajah segar membubung di pundaknya, tanpa alas kaki lewati pematang kerontang, tak ada keluh kesah, hanya keringat membasahinya, dan sang istri setia menemaninya. Musiran, Slamet, Surono adalah tiga dari banyak warga Banyu Urip, Senori, Tuban yang memelihara ternak sapi. Siang 32
TAHUN I
VOLUME 006
itu Musiran dengan dibantu istrinya mencari rumput gajah yang tidak jauh dari rumahnya, dengan berbekal arit dan tambang plastik kumel. Itulah kegiatan rutinnya sambil bertani di ladang. Sapi bagi masyarakat Banyu Urip begitu lekat, ternak itu tinggal seatap dengan si pemilik, tinggal di dapur, menemani penghuni rumah masak dan makan, mereka terbiasa, tak terpisahkan. Mereka berfikir ini yang paling efektif karena tak perlu membangun
kandang, –tentu perlu merogoh kantong cukup dalam. Mimpi Musiran, Slamet, dan Surono tinggal tak seatap dengan ternaknya. “Kepengen toh Mas kami punya kandang,” kata mereka. Bukan karena tidak sadar kesehatan, tetapi kebiasaan dan keterbatasanlah kendalanya. Tapi kini mereka sudah berubah, tak lagi sapi itu tinggal satu atap, tak perlu mereka makan bersama ternaknya dalam satu ruangan, tak perlu repot-repot membersihkan kotoran
dari lantai rumahnya. Lokasinya yang berada di daerah operasi Pertamina EP Asset 4 ini memudahkan impian para petani itu terwujud. Kini sapi-sapi itu sudah mereka tarik ke kandang yang terpisah dari rumahnya, dapur mereka tak lagi terkotori kotoran dan air kencing sapi, dan Musiran, Slamet, serta Surono lainnya pun bisa hidup berdampingan dengan ternaknya tak perlu saling mengotori. Bukan hanya kandang yang dibangun, ternak mereka pun kini bertambah.
VOLUME 006
TAHUN I
33
R
34
A
N
A
TAHUN I
VOLUME 006
VOLUME 006
TAHUN I
35
S
E
N
I
PENTAS
MENCARI IBU LEWAT “IBU” Teater Koma membawakan lakon “Ibu” yang diterjemahkan dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht. Dilema perang tanpa pemenang dan rindu sosok “Ibu” saat ini. Teks dan Foto: Haykal Rabbani
K
ERETA berkelambu putih layaknya caravan itu berjalan merayap melintasi wilayah penuh kehancuran yang diporak porandakan konflik berkepanjangan. Resimen Matahari Hitam dan Matahari Putih saling berebut kekuasaan. Bukan kuda yang menarik kereta itu, tapi dua pemuda berpeluh keringat yang menggereknya. Kereta terus merangkak maju, menjajakan barang dagangan mulai dari bir sampai baju, sosis sampai selongsong peluru. Pemilik kereta itu adalah Anna Pirling, dijuluki Ibu Brani (Sari Madjid). Dia ditemani oleh tiga anaknya, Elip (Rangga Riantiarno), Fejos si Keju Swiss (Muhammad Bagya), dan si bungsu yang bisu, Katrin Hupa (Ina Kaka). Berempat mereka menjadi saksi membusuknya kemanusiaan. Perang menjadi momok banyak orang. Aroma kematian, erangan rasa sakit, kelaparan membahana dimana-mana. Saat nyawa sudah tidak lagi berharga, udara pun sesak dengan bau bangkai dan mesiu. Tapi tidak bagi Ibu Brani. Baginya perang adalah ladang subur. Ia banyak diuntungkan dengan menjual barang-barang dagangannya pada masa perang. Tidak masalah pihak mana yang membeli dagangannya, asalkan dia untung. Malang tak dapat ditolak, di tengah perjalanan Elip dan Fejos tergiur dan direkrut masuk menjadi tentara Matahari Hitam dan maju ke medan perang. Kisah terus berlanjut. Panggung menunjukkan peperangan selalu memakan korban. Secerdik apapun Ibu Brani, ia tak dapat menghindar dari guratan takdir dan jebakan perang untuk dirinya dan ketiga anaknya. Keadaan segera berubah, negeri mereka dikalahkan lawan. Petaka pun mulai merundung. Kedua anaknya Elip dan Fejos tewas ditangan lawan. 36
TAHUN I
VOLUME 006
Kini Ibu Brani hanya memiliki Katrin. Ibu Brani berjanji akan mencarikan suami bagi Katrin saat perdamaian tiba. Dia tak mau Katrin Bernasib seperti Ipit Poter (Daisy Lantang), wanita jalang langganan warungnya yang menjual tubuhnya karena terjerat cinta, kemudian kehilangan kekasihnya di tengah perang. Tak lama setelah itu kedua pria pun memasuki kehidupan sang ibu, keduanya mengagumi Ibu Brani. Soal kisah cinta Ibu Brani kemudian mewarnai dan membuat drama ini makin seru. Ada Kaplan (Budi Ros), seorang pendeta dari Resimen Matahari Hitam yang menyamar menjadi pelayan Ibu Brani ketika Matahari Putih menyerang. Ada si Koki alias Piter si Pipa (supartomo JW), tukang masak jenderal Matahari Hitam. Piter adalah lelaki mata keranjang yang sudah menggombali banyak wanita Di tengah ombang-ombing pergulatan dua lelaki yang bersaing mendekatinya, Ibu Brani mulai kebingungan memi-
lih arah. Sementara itu si Koki terus membujuknya untuk kabur dan memulai hidup baru, tinggal bersama di sebuah kota. Koki dengan piciknya menyuruh ibu Brani menjual gerobak tuanya itu dan meninggalkan Katrin yang cacat dan wajahnya terluka karena disiksa gerombolan terntara. Si Bisu malang itu dianggap merepotkan rencananya. Mencium gelagat itu Katrin nampak gusar, ia mencoba kabur, beruntung Ibu Brani tidak jadi tergiur dengan ajakan si Koki hidung belang itu dan lebih memilih Katrin dan gerobaknya. Ibu Brani kemudian melanjutkan perjalanannya. Perang kemudian berkecamuk lagi, Ibu Brani mengendus aroma keuntungan, suatu ketika ia terdampar di depan rumah petani di suatu perkampungan. Berniat mencari barang, ia kemudian meninggalkan Katrin sejen-
ak. Malang tak dapat dihindari di tengah gonjang-ganjing perang yang berkecamuk lagi, Katrin yang tuna wicara dan wajahnya terluka itu merasa bahwa tak ada gunanya menanti mimpi mendapat suami di masa damai. Ia tewas ditembak tentara Matahari Putih, saat memberikan tanda kepada pasukan Matahari Hitam dengan menabuh genderang di atas atap rumah petani. Melihat jasad anaknya rubuh tanpa nyawa, Ibu Brani langsung lunglai dan menjadi sangat sedih kesakitan. Kisah tersebut menampilkan peperangan dari beberapa pandangan. Bagi para petani, peperangan pastilah bencana. Bagi tentara, peperangan bisa menjadi kesempatan untuk jenjang karir. Bagi pendeta, perang berarti ia tak bebas berkotbah. Bagi seorang koki, perang artinya harus memasak daging yang sudah disimpan setahun dan penuh belatung. Bagi Ibu Brani, peperangan berarti mengeruk keuntungan materi. Namun dunia memang tak pernah sempurna. Selalu penuh dengan ambang dilema, dan perang tetaplah perang sarat dengan nestapa. Karya ke 131 dari Teater Koma ini digelar di Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta mulai tanggal 1 – 17 November 2013. Lakon yang disadur oleh Nano Riantiarno dari karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht ini aslinya berjudul Mutter Courage und Ihre Kinder. Bertholt Brech adalah praktisi teater yang mengalami dua kali era perang, yaitu The Great War dan Perang Dunia II. Mother Courage ditulis pada 1939, menjadi karya yang dibuat Brech terhadap cermin peperangan besar yang dialaminya sendiri dalam masa hidupnya sekaligus ekspresi protesnya terhadap kebangkitan era Nazi dan fasis saat itu. Lakon ini berkisah tentang perang abad ke-17 yang tetap menjadi dasar politik masa kini juga sering disebut
VOLUME 006
TAHUN I
37
S
E
N
I
sebagai salah satu lakon sandiwara terbaik abad ke-20. Selain membicarakan keburukan dari perang, Bertholt juga menyelipkan soal kebajikan yang tidak mendapat tempat di masa-masa korupsi merajalela. Pesan-pesan ini ditampilkan dengan gamblang, tanpa basa-basi, dalam “Ibu”. Drama 2 babak berdurasi 3 jam 20 menit ini terdiri dari total 14 scene. Dalam persiapannya menghabiskan waktu latihan rutin 3 bulan dengan melibatkan 45 pemain, 11 pemusik, dan 50 staf Teater Koma. Selain pemain senior, pementasan ini juga melibatkan para angkatan 2013 Teater Koma serta garapan gerak tari Ratna Ully, komposisi musik Ferro Aldiansya Stefanus. Para aktor dan aktris juga berbalut kostum tentara rancangan penatas busana Samuel Wattimena, dan anggota tim lainnya. Setting panggung dan properti dari Ibu dibuat dengan detil artistik yang menarik. Penonton akan menikmati sebuah gerobak model kereta kuda yang berkelambu putih dengan tulisan “Kantin Ibu Brani” tanpa kuda. Di bagian luar, di pinggir ada rak-rak untuk botol minuman keras, berdekatan dengan sayuran lokal Indonesia macam terung, ketela, ubi, bawang, dan cabe yang bergelantungan. Selain itu rias busana dibuat apik, mendukung suasana dan latar terjadinya cerita di era 1600-an itu. Ada efek ledakan dan adegan tembak yang mengilustrasikan suasana perang yang tengah berkecamuk. Efek ini cukup mengagetkan penonton, namun juga diimbangi menghadirkan alunan musik waltz yang cozy di scene yang berbeda. Berbeda dengan dengan pementasan lakon RSJ, Sampek Engtay, Operasi Sembelit, Opera Primadona, Opera Ular Putih, bila ingin dibandingkan, suguhan lakon Ibu dirasa kurang menghibur. Dialog dalam lakon ini cenderung begitu-begitu saja, flat. Isinya terus menasbihkan keadaan, bergunjing dan berfilosofi ihwal bagaimana dampak dan memenangkan peperangan. Tapi harus diakui akting beberapa pemainnya sangat kuat dan memukau. Salah satunya adalah Sari Prianggoro yang berperan sebagai Ibu Brani yang apik: matang dan berkarakter. Ia mampu bertranformasi dari peran di lakon Sampek Engtay yang belum lama ini digelar, menjadi Ibu Brani. Di atas pentas penonton disuguhi kekuatan karakter Ibu Brani yang tak gentar menghadapi tentara namun tak luput dari sosok manusia yang kadang lemah dan tak berdaya. Ibu Brani berhasil dijelmakan menjadi sosok pebisnis yang ulung melihat peluang di tengah masa sulit. Terkadang ia juga berani tampil dingin dengan menyumpahi perdamaian yang baginya hanya akan membawakan kebangkrutan usahanya. Namun sisi kemanusiaanya juga muncul, terlebih saat menghadapi jenazah anak-anaknya yang dihabisi penjajah. Emosi penonton berhasil dibuat 38
TAHUN I
VOLUME 006
campur aduk saat di salah satu adegan, diperlihatkan bagaimana Ibu Brani tidak mau mengakui jenazah Fejos (Keju Swiss) demi keselamatannya. Bicara perang dan korupsi lewat “Ibu”, beberapa ide dari pertunjukkan ini sekali lagi menyentil kondisi negara Indonesia saat ini, sesuai pesan materi aslinya. “Perdamaian-perdamaian itu di lagu tapi yang ada justru perang sepanjang asa. Perang itu penting untuk mempersatukan dan memperbaiki negara. Kalau suasana damai, orang justru jadi buas dan menyantap apa yang diinginkannya tanpa mempedulian moral. Semua barang diangkut ke kereta ke garis depan. Perang itu wajib diciptakan oleh pemimpin yang kreatif dengan berbagai jenis, ada yang halus ada yang kasar,” kata si juru rekrut tentara Matahari Hitam dalam dialog pementasan itu. Sejatinya Naskah Bertolt Brecht yang diubah judulnya oleh Nano Riantiarno menjadi “Ibu” sudah dialih bahasakan pada tahun 1987, dan baru sempa dipentaskan saat ini karena berbagai hal. Sebelum dipentaskan Nano melakukan revisi ulang terhadap naskah ini. Tidak ada yang berubah di dalamnya, namun Nano menuturkan ingin melihat naskah itu dipentaskan dengan mencampur Jerman dan Indonesia, atau sesuatu yang bersifat Nusantara. Maka di pentas akan nampak padi, tebu, terung, bawang, cabe, ketela, ubi kayu, dan palawija Eropa. “Moralitas yang kacau akibat penguasaan kapitalistik terhadap ekononi dan kebudayaan,” katanya. Nano mengungkapkan bahwa Bertolt Brecht mengatakan bahwa dalam perang, yang kalah dan yang menang akan menerima kerugian. “Semuanya kalah, kelak mungkin hanya urusan ekonomi dan juga politik yang menerima keuntungan. Kadang kebudayaan menjadi tidak penting lagi, bahkan dihapuskan, ditiadakan,” terang pendiri kelompok Teater Koma yang berdiri sejak tahun 1977 itu. Sepertinya itulah yang terjadi kini, di sini.
L E N S A
A S S E T
TAMBAHAN SEPULUH SUMUR DI LAPANGAN RAMBA
L
APANGAN Ramba punya harapan baru untuk menambah produksi sehingga tetap kinclong. Dibantu aparat keamanan, Pertamina EP berhasil mengambil alih sepuluh lapangan di struktur tersebut yang sebelumnya dikuasai petambang ilegal. “Ini menjadi tambahan harapan baru peningkatan produksi minyak Pertamina EP untuk meningkatkan kontribusi energi bagi negeri,” ujar Agus Amperianto, PR Manager PT Pertamina EP. Ia menegaskan keberadaan para penambang ilegal semakin meresahkan. Kegiatan mereka yang tanpa mengindahkan aspek HSSE (Health, Security, Safety dan Environment), sangat membahayakan lingkungan dan keamanan. Kebakaran sangat gampang terjadi seperti beberapa waktu lalu. “Kami tidak rela kegiatan oknum yang tidak bertanggungjawab dalam pengelo-
laan yang keliru akan membahayakan lingkungan, serta merugikan Negara,” Agus menegaskan. Pertamina EP berharap ada tindakan terpadu dan konsolidatif dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan aparat penegak hukum untuk memberikan penyuluhan bagi masyarakat. Sesuai dengan Permen ESDM No 01 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumur Tua, penambangan harus tetap berizin. Penambangan rakyat tak boleh dilakukan secara perorangan, tapi harus melalui koperasi. Agus menyebutkan Pertamina akan terus berupaya menguasai kembali sumur-sumur yang dikuasai penambang ilegal. Sumur-sumur tua itu masih ekonomis sehingga bisa berkontribusi pada peningkatan negara. “Dengan pengelolaan PT Pertamina EP, dipastikan tambahan produksi lebih dari 200 BOPD,” ujar Agus Amperianto.
PERTAMINA EP MENGAJAR LAGI UNTUK memberikan wawasan tentang kegiatan industri hulu migas secara kontinyu, Pertamina EP terus melakukan program edukasi kepada pelajar dan mahasiswa di wilayah operasi. Tak melulu yang berkaitan dengan produksi, juga fungsi lain yang dilakukan Pertamina EP, seperti yang dilakukan Asset 4 Legal & Relation Manager Arya Dwi Paramita saat menjadi nara sumber Seminar Komunikasi Kontemporer 2 Media Relations yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP
Universitas 11 Maret Surakarta (UNS), di Kampus UNS, Senin (4/11). Pada kesempatan tersebut mahasiswa mendapatkan penjelasan tentang praktek media relations di kondisi nyata lapangan. “Hubungan dengan media sebaiknya dibangun sejak awal. Pada kenyataannya banyak peristiwa yang tidak ada panduannya dan kita harus berimprovisasi dan all out,” ujar Arya dalam pemaparannya. Turut hadir dalam diskusi yang dihadiri 80 orang
VOLUME 006
TAHUN I
39
L E N S A
A S S E T
mahasiswa itu Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi Tanti Hermawati S.Sos, M.Si dan Dra. Hj. Sofiah, M.Si. Kehadiran Pertamina EP dalam kuliah umum dan seminar yang diselenggarakan oleh UNS adalah yang keempat kali sejak 2011 yang lalu. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk nyata kepedulian perusahaan terhadap perkembangan pendidikan dalam arti sebenarnya. “Diharapkan rekan-rekan mahasiswa bisa memiliki perspektif yang lengkap tentang ilmu pengetahuan baik dari sisi kajian teori maupun dari sisi praktek nyata di lapangan dan siap saat memasuki dunia kerja,” ujar Arya. Selain di Asset 4, program edukasi juga berlangsung di Asset 2. Kegiatan dilaksanakan di SMA Negeri 4 Prabumulih, SMA Negeri 7 Prabumulih dan SMA Negeri 1 Lembak. Dalam kegiatan itu, para siswa dikenalkan dengan semua kegiatan Pertamina, mulai dari operasional hingga kontribusinya kepada masyarakat. Menurut Asset 2 Gov & PR Asst. Manager, M.Echman. Para pelajar yang akan menjadi generasi penerus bangsa terutama mereka yang tinggal di daerah operasi hulu migas seharusnya memiliki pengetahuan yang lebih tentang migas. “Kita tentu berharap, dari kegiatan edukasi ini minat dan pengetahuan pelajar mengenai kegiatan migas akan meningkat, dan siapa tahu justru dari mereka-mereka ini akan lahir pekerja-pekerja Pertamina di masa depan,” ujar Asset 2 Gov & PR Asst. Manager, M.Echman.
ROLE MODEL BOJONEGORO PERTAMINA EP bersama SKK Migas dan JOB PPEJ melakukan courtesy visit ke Bupati Bojonegoro membahas persiapan Focus Group Discussion (FGD) sebagai tindak lanjut Deklarasi Bojonegoro di rumah dinas Bupati di Bojonegoro, Kamis (7/11). FGD ini diharapakan dapat memberikan rekomendasi dan solusi terkait isu perizinan, pengadaan lahan, dan sinergi komunikasi, 40
TAHUN I
VOLUME 006
pengamanan kegiatan dan penanganan dampak. Pada kesempatan tersebut ketua panitia FGD Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi Inpres No. 2 tahun 2012 tentang Percepatan Produksi Migas serta tindak lanjut Deklarasi Bojonegoro. “Diharapkan kegiatan ini dapat merumuskan solusi penyederhanaan dan penyelarasan perizinan, penyiapan lahan kegiatan operasi hulu migas KKKS. “Pemkab Bojonegoro tuan rumah sekaligus sebagai role model,” ujarnya dalam pemaparan tersebut. Bupati Bojonegoro, Suyoto menegaskan bahwa perlu dilakukan inventarisasi semua permasalahan mulai dari pra eksplorasi, eksplorasi, pra eksploitasi, eksploitasi dan paska eksploitasi. “Ada empat hal masalah yang saling terkait yakni bisnis, teknis, legal tata kelola, dan sosial,” ujarnya. Ketua Badan Legislatif DPRD Bojonegoro, Sigit menegaskan bahwa implementasi Inpres 2 tahun 2012 agar terwujud dan setiap isu sosial ekonomi pasti ada gesekan, oleh karena itu, imbuhnya, stakeholders harus diberi pemahaman. Turut hadir pada kesempatan tersebut mewakili Pertamina EP VP Legal & Relation Aji Prayudi, PR Manager Agus Amperianto, Asset 4 Legal & Relation Manager Arya Dwi Paramita, dan Staf Humas Field Cepu Aulia Arbiani. Sementara itu mewakili JOB PPEJ dihadiri oleh General Manager Eddy Frits Dominggus beserta rombongan. Selain itu tampak hadir jajaran muspida kabupaten Bojonegoro. Rencana pelaksanaan FGD akan dilaksanakan dalam dua tahap yakni Pra FGD pada Selasa - Kamis, 12 - 14 November 2014 di Bogor. Dalam tahapan ini dilakukan pembahasan awal materi FGD. Selanjutnya FGD direncanakan akan dilaksanakan pada 19 - 21 November 2014 di Surabaya. ADP
SERTIFIKASI PERAWATAN SUMUR LAPANGAN RAMBA SELAMA empat hari, sejak 9 November 2013 Pertamina EP Field Ramba kembali mengadakan acara sertifikasi perawatan sumur bagi operator. Acara ini diikuti Sebanyak 33 orang dari semua field Asset 1 Field Ramba. Dengan sertifikasi tersebut diharapkan produksi dapat berjalan secara efisien dan selalu mengutamakan safety, peserta dapat semakin menguasai dan memahami SOP rig up/down, wire rope, serta prinsip-prinsip pengawasan dan kepemimpinan dalam membuat serta mengendalikan program kerja. Setelah memperoleh berbagai materi dalam kelas pada hari terakhir peserta akan mengikuti ujian tulis dalam rangka sertifikasi. MINANTI
menekan suhu bumi yang semakin meningkat dan tentunya ikut melestarikan tanaman langka. “Yang jelas hal ini akan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan bagi anak cucu kita nanti dalam menikmati lingkungan alam sekitarnya nanti,” tandasnya. ERMAN/ATIKA
PEMBAGIAN 1000 BUKU FIELD JATIBARANG
KEANEKARAGAMAN HAYATI LAPANGAN PENDOPO
BEBERAPA waktu lalu Pertamina EP Field Pendopo melakukan aksi penanaman 2000 pohon sebagai upaya konservasi keanekaragaman hayati, khususnya tanaman langka. Ini merupakan komitmen untuk tetap menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar daerah operasi, sekaligus menyukseskan Gerakan Penanaman Semiliar Pohon yang dicanangkan pemerintah. Dua ribu pohon pohon yang siap tanam tersebut terdiri dari berbagai jenis, di antaranya kayu bawang, brambang lanang, tembesu dan bungur. Pohon-pohon langka tersebut ditanam di dalam lingkungan Komperta Pendopo dan sekitarnya. “Pohon-pohon tersebut kita tanam di lahan-lahan strategis di dalam dan di pinggiran komplek perumahan Pertamina EP Pendopo”. Menurut Pendopo Legal & Relations Asisstant Manager M. Haryono, Pertamina tidak ingin sekedar melakukan penghijauan semata, namun mengharapkan agar pohon yang ditanam mempunyai nilai tambah. Selain dapat dijadikan sebagai sarana penghijauan, peneduh dan memperindah lingkungan serta untuk
PT PERTAMINA EP Jatibarang Field realisasikan program CSR di bidang pendidikan dengan program “Pembagian 1000 buku”. Sekolah yang menjadi penerima program bantuan buku merupakan sekolahsekolah yang berlokasi di wilayah Ring 1 PT Pertamia EP Field Jatibarang, tercatat ada 6 sekolah yang dipilih sebagai penerima program bantuan buku di antaranya SDN 4 Karanganyar, SDN 1 Sukra Wetan, SDN 2 Sukra, SMAN 1 Kedokan Bunder, SMK NU Sukra dan SMK Al Basyariah Kedokan Bunder. Setiap sekolah menerima bantuan buku sebanyak 128 buku untuk setingkat SD, dan 131 buku untuk setingkat SMA/SMK. Adapun buku yang diberikan dalam program ini berupa buku pengetahuan umum, keterampilan, bisnis dan wirausaha, encyclopedia, dan kamus. Pemberian buku diserahkan langsung oleh Pjs. Jatibarang Legal & Relation Assistant Manager, Ifni Hidayat dan Jatibarang CSR Staff, Kikie Muhamad Rijkie. KIKI
SIAGA KEADAAN DARURAT FIELD LIMAU FIELD LIMAU lakukan pelatihan penanganan keadaan darurat (emergency drill) kebakaran di SP 2 Field Limau. (07/11). Dalam latihan tersebut, diskenariokan terjadi kebakaran wash tank di SP 2 Limau Barat sekitar pukul 13.45 WIB. Saksi mata yang merupakan salah seorang pekerja (operator) yang pertama kali melihat adanya api di area tank segera melaporkan ke nomor darurat
VOLUME 006
TAHUN I
41
L E N S A
A S S E T
security di extension 444. Petugas security melanjutkan laporan ke koordinator TPKD yaitu Limau HSSE Asst. Manager dan diteruskan ke Limau Field Manager selaku Ketua Tim Penanggulangan Keadaan Darurat. Sementara itu operator dengan tangkas melakukan penanggulangan pertama dengan menghidupkan fix fire pump, foam system dan cooling system yang telah tersedia di SP 2. Ketua TPKD kemudian menyatakan keadaan darurat dan menginstruksikan untuk mengaktifkan crisis centre dan keadaan darurat. Koordinator TPKD menginstruksikan kepada komandan Inti Tim PKD untuk mengumpulkan tim PKD dan membunyikan sirine bergelombang selama 3 menit sebagai keadaan darurat dimulai, sementara itu menghubungi tim support, tim medis dan bantuan fire truck dan crew dari Field Prabumulih. Tim PKD Field Limau tiba di lokasi dan melakukan koordinasi dengan operator untuk memadamkan api di area wash tank. Anggota tim PKD lainnya berusaha membantu satu korban dengan memindahkan korban ke tempat yang aman dan memberikan bantuan P3K, sambil menunggu ambulance datang. Beberapa menit kemudian ambulance datang dan korban dirujuk ke rumah sakit terdekat. Tim PKD lainnya yang bertugas menanggulangi tumpahan minyak langsung beraksi dengan melibatkan 1 unit vacuum truck guna mencegah terjadinya tumpahan minyak ke lingkungan. Sementara masyarakat yang sekitar yang merasa terganggu dengan kondisi darurat dan terdapatnya tumpahan minyak ke arah kebun melakukan demo sehingga koordinator Tim PKD berkoordinasi dengan L & R untuk menenangkan masa dan melibatkan aparat desa. Pendemo dapat ditenangkan dan kondisi sudah pulih kembali. “Diharapkan dengan adanya latihan dan simulasi ini TPKD dan pekerja dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dalam menangulangi keadaan darurat dan yang paling penting adalah kuasa diri, jangan panik bila menghadapi keadaan tersebut,” ujar Limau Field Manager Chalid Said Salim. WAWAN
42
TAHUN I
VOLUME 006
GELIAT FIELD PAPUA
FIELD PAPUA mulai menggeliat. Setelah sekian lama tak melakukan pengeboran, lapangan Pertamina EP di paling timur itu mulai mengebor lagi. Penajakan direncanakan akan dilakukan di Sumur Kawista dan Sumur Kuansu. Sebelum dimulainya pengeboran di Sumur Kawista, beberapa waktu lalu telah dilaksanakan upacara adat di lapangan produksi Klamono, Distrik Klamono, Kabupaten Sorong. Upacara adat dihadiri oleh pekerja PT Pertamina EP Asset 5 Papua Field, Bupati Sorong dalam hal ini diwakili oleh Asisten II, Gani Malagapi, Kepala Distrik Klamono, Yoel Kemesfle, Kapolsek Klamono, Danramil Klamono, dan masyarakat pemilik ulayat Distrik Klamono. Prosesi adat diawali dengan ketiga marga pemilik ulayat Klamono (marga Idik, marga Mambringgofok, dan marga Klawom) melakukan penyembelihan ayam putih dan diiringi doa dalam bahasa daerah Papua. Prosesi dilanjutkan dengan makan pinang, sirih, dan kapur bersama-sama antara masyarakat pemilik ulayat Klamono dan para undangan yang hadir dalam acara syukuran spudding sumur Kawista. “Semoga pengeboran ini berhasil dan secara otomatis meningkatkan produksi minyak nasional pada umumnya dan produksi PEP Field Papua khususnya,” ujar Agus Salim Sitompul, mewakili Pertamina EP. Bupati Sorong yang diwakili oleh Asisten 2, Gani Malagapi, mengatakan bahwa selaku stakeholder perlu mendukung setiap kegiatan PT Pertamina EP dalam mencari sumber-sumber minyak baru. “Bila perlu pengeboran tidak sampai di sini saja, tetapi ada lagi pengeboran berikutnya sehingga minyak tidak habis dalam waktu dekat sehingga bisa dinikmati oleh anak cucu kami selanjutnya,” ungkapnya. Gani Malagapi juga berpesan agar dalam melaksanakan kegiatannya, hendaknya PT Pertamina EP juga memperhatikan kesejahteraan keluarga pemilik ulayat Klamono. JARYATI
CSR Pertamina EP
tumbuh bersama masyarakat membangun bangsa
pep.pertamina.com
Keanekaragaman Hayati untuk Masa Depan Bangsa
pep.pertamina.com