Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep
SKRIPSI
REZKI ASHARI L 241 07 023
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN KAMPUS TAMALANREA, MAKASSAR 90245 TELP. (0411) 586 025 587000, 588828 EMAIL :
[email protected]
ABSTRACT
Aquaculture in the
Kanaungan village, Labakkang
district of Pangkep
regency potential to be developed and be able to support the welfare of farmers, and be able to improve people's lives milkfish (Chanos Chanos F) and tilapia (Oreochromis niloticus). This study aims to analyze the revenue earned cultivation of tilapia and milkfish in Pangkep District and to determine the feasibility of fish farming of tilapia and milkfish in the Village Kanaungan Labakkang district Pangkep Regency.The research was carried out for 2 months, September to October 2011 in the Village Kanaungan Labakkang district Pangkep Regency. This type of research is survey method, the study was carried out using quantitative descriptive approach. Sampling method is done using census techniques, namely retrieval of data from the entire population. The data collected are the primary data is data obtained directly in the field by means of observation, interviews with respondents that farmers using a questionnaire while secondary data is data obtained from various sources or agencies associated with this research, namely local government, Department of Marine and Fisheries, and fish farming milkfish and tilapia, literature and the results of existing research. Results showed that average earnings of tilapia fish is obtained by Rp.30.289.134, 00. While income every fish cultivation amounted to three times Rp.36.994.000. Financially, the cultivation of indigo and milkfish has proved feasible to run with the acquisition of RC ratio is 1.25 while the tilapia fish has the RC ratio of 1.49. However, in terms of cultivation and taste considered more tilapia has advantages over fish. Such as taste, price, and substitution. Key Words : Business Feasibility, Farming, Tilapia, Milkfish
ABSTRAK REZKI ASHARI. L 241 07 023. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep. Dibimbing oleh SUTINAH MADE sebagai pembimbing utama, dan SRI SURO ADHAWATI sebagai pembimbing anggota.
Perikanan budidaya di Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kab. Pangkep sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat mendukung kesejahteraan pembudidaya, serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat pembudidaya ikan bandeng (Chanos chanos F) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besar pendapatan yang diperoleh usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng di Kabupaten Pangkep dan untuk mengetahui kelayakan budidaya ikan nila dan ikan bandeng di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan September sampai Oktober 2011 di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep. Jenis penelitian ini merupakan metode survey, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sensus, yaitu pengambilan data dari keseluruhan populasi. Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan cara observasi, wawancara dengan responden yakni pembudidaya dengan menggunakan kuesioner sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber atau instansi terkait dengan penelitian ini, yaitu pemerintah setempat, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila, literatur dan hasil penelitian yang sudah ada. Hasil penelitian menunjukkan Rata-rata pendapatan yang di peroleh pembudidaya ikan nila adalah sebesar Rp.30.289.134,00. Sedangkan pendapatan ikan bandeng per tiga kali budidaya adalah sebesar Rp.36.994.000. Secara finansial usaha budidaya nila dan ikan bandeng layak untuk dijalankan ini terbukti dengan perolehan RC ratio ikan nila yaitu 1,25 sedangkan ikan bandeng memiliki RC ratio sebesar 1,49. Namun, dalam hal pembudidayaan dan rasa ikan nila dianggap lebih memiliki kelebihan dibanding ikan bandeng. Seperti selera, harga, dan subsitusi. Kata Kunci : Kelayakan Usaha, Budidaya, Ikan Nila, Ikan Bandeng
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia
merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
terdiri dari gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 dengan luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan yang demikian menyebabkan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun internasional. Oleh karena itu, potensi Sumber Daya Alam baik yang di laut maupun
di
wilayah
pesisir,
sangat
berpeluang
besar
dalam
usaha
pengembangan dan pemanfaatannya (Sudirman dan Karim, 2008). Sulawesi Selatan menjadi salah satu provinsi yang cukup mengalami peningkatan dalam hal bidang perikanan, hal ini terlihat pada hasil pembangunan kelautan dan perikanan Sulawesi Selatan tiga tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan seperti pada tahun 2008 produksi perikanan dan kelautan Sulawesi Selatan sebesar 1.093.367,3 ton dan di tahun 2010 mencapai 1.865,098,5 ton atau meningkat 30,6 persen (DKP Provinsi Sul Sel, 2011). Selain itu, produksi perikanan air tawar Sulawesi selatan juga dapat memberikan peluang investasi yang cukup besar, terbukti dengan adanya jumlah produksi pada perairan umum seperti Danau, Sungai dan Rawa sebesar 6.789 ton tangkapan.
Namun, fakta yang ada menunjukkan pemanfaatan potensi
perairan tawar belum dilaksanakan sepenuhnya. Sesuai dengan Visi Dinas Kelautan dan Perikanan adalah menjadikan Sulawesi Selatan Sebagai Provinsi Sepuluh terbaik dalam pembinaan, pelayanan dan pengaturan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang artinya bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Namun, pemerintah setempat belum sepenuhnya menerapkan akan hal tersebut. Salah satu strategi dalam pencapaian visi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
adalah
menerapkan
program
minapolitan.
Kabupaten Pangkep
merupakan salah satu daerah pengembangan minapolitan. Hal ini ditegaskan dengan melihat potensi perikanan
Kabupaten Pangkep yang menghasilkan
ikan meliputi : budidaya tambak mencapai 8.886,0 ton yang terdiri dari ikan bandeng 7.819,5 ton, Udang Windu 751,1 ton, Udang Putih 8,0 ton dan ikan campuran 307,4 ton ; Penangkapan sumber daya laut meliputi :ikan 7.050 ton,perairan umum 50,6 ton, kolam 4,6 ton dan rumput laut 7.174 ton. Berdasarkan data yang ada terlihat bahwa usaha budidaya tambak memberikan pendapatan yang cukup besar. Pendapatan produk yang dihasilkan budidaya
dari
tambak mendorong masyarakat untuk mengembangkan usaha
budidaya tambak ini (DKP Sul-sel, 2011) Budidaya tambak hingga sekarang terhitung sebagai suatu usaha yang dapat memberikan pendapatan yang luar biasa. Kecenderungan kearah ini memang beralasan karena terbukti pada lahan- lahan yang baru dibuka ternyata dapat menghasilkan produksi, baik pada tingkat penguasaan teknologi pembudidaya yang masih rendah hingga sedang. Beberapa komoditas perikanan hasil budidaya tambak yang sangat potensial dan memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor unggulan guna memberikan kontribusi terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat seperti ikan bandeng, dan ikan nila. Ikan bandeng dan udang merupakan hasil tambak yang tidak asing lagi bagi masyarakat di Kabupaten Pangkep, karena keduanya telah lama mereka terapkan. Namun, pada proses budidayanya, akibat dari adanya virus pada
udang menyebabkan penurunan produksi dan produktivitas tambak sehingga sebagian besar petambak mendapatkan hasil tambak dari budidaya bandeng, namun proses pertumbuhan ikan bandeng cenderung lama karena persoalan salinitas dan proses penggelondongan yang sangat lama. Sehingga potensi bandeng dalam memberikan kontinuitas pendapatan cenderung lama. ACIAR (Australian Centre for International Agriculture Research) sebagai salah satu lembaga penelitian yang telah melihat kenyataan yang ada, memberikan alternatif untuk pembudidaya di Kabupaten Pangkep agar melakukan diversifikasi produk, dalam hal ini ikan nila yang memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan mengingat ikan nila merupakan komoditas potensial yang patut dilirik oleh siapa saja yang ingin menggelutinya. Hal ini karena nilai jualnya yang tinggi sekaligus pertumbuhannya yang pesat menyebabkan waktu panen yang lebih pendek. Ikan nila juga mudah dikembangbiakan, dan dipelihara serta toleransinya yang tinggi terhadap perubahan lingkungan. Rasanya cukup gurih sehingga digemari masyarakat Indonesia. Ditambah lagi, informasi pasar ikan nila semakin meluas hingga komoditas tersebut telah memberikan nilai ekonomis dan peningkatan pendapatan bagi petani (pembudidaya) dan telah membuka
peluang
bisnis
ikan
nila
yang
semakin
berkembang.
(www.wacanasainsperikanan.blogspot.com, 2009). Kelebihan yang dimiliki oleh ikan nila tersebut, mendorong sebagian orang untuk menggeluti usaha budidaya ikan nila. Sehingga akan dapat terlihat perbedaan pendapatan yang ada antara usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng. Berdasarkan konteks inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kabupaten Pangkep.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng di Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kabupaten Pangkep. b. Apakah usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng layak untuk dikembangkan di Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kabupaten Pangkep. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis besar pendapatan yang diperoleh usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng di Kabupaten Pangkep b. Untuk mengetahui kelayakan budidaya ikan nila dan ikan bandeng di Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kabupaten Pangkep. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : a. Sebagai bahan informasi bagi petani tambak (pembudidaya) ikan nila dalam pengembangan usahanya, dimana penelitian ini sebagai informasi tentang pendapatan dalam perkembangan usahanya. b. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah dan penentu kebijakan dalam merumuskan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan hasil produksi. c. Sebagai bahan informasi bagi penulis untuk mengetahui hal yang diteliti mengenai analisis kelayakan usaha ikan nila dengan ikan bandeng d. Sebagai bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan datang.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2011. Lokasi penelitian adalah Desa Kanaungan Kec. Labakkang Kab. Pangkep. Lokasi ini dipilih secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut sebagian besar penduduknya adalah pembudidaya. B. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei yaitu observasi lapangan dan wawancara langsung dengan responden yang terpilih dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data dengan pendekatan deskriptif-kuantitatif. Jumlah sampel yang akan diambil dari penelitian ini adalah berjumlah 9 orang C. Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang melakukan budidaya ikan bandeng dan ikan nila di desa Kanaungan Kabupaten Pangkep. Sedangkan penetapan responden yang dijadikan sampel yaitu dengan menggunakan teknik pengambilan sensus. Sampel yang diambil adalah keseluruhan masyarakat yang telah membudidayakan ikan nila dan ikan bandeng. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 9 orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsini (2006) mengenai teknik pengambilan sampel, jika jumlah subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Tetapi, jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %.
D. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu ; a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan
cara
observasi,
wawancara
dengan
responden
yakni
pembudidaya dengan menggunakan kuesioner. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber atau instansi terkait dengan penelitian ini, yaitu pemerintah setempat, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan di lokasi penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait yang berkaitan dengan penelitian. c. Studi Pustaka, yaitu mengumpulkan data dengan studi dokumentasi yang relevan dengan penelitian. F. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah untuk menjawab permasalahan agar tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai yaitu untuk : 1. Analisis pendapatan dalam budidaya ikan nila dan ikan bandeng digunakan persamaan berikut : π = TR – TC Dimana:
π = Pendapatan
TR = Total Revenue (Total penerimaan) (Rp) TC = Total Cost (Total Biaya) (Rp) Untuk mencari Total penerimaan dapat digunakan rumus TR = P. Q Dimana:
TR = Total Revenue (Total penerimaan) P = Harga jual (Rp/Kg) Q = Jumlah ikan nila/ bandeng yang dijual (Kg)
Sedangkan untuk mencari total cost dapat digunakan rumus: TC = FC + VC Dimana :
TC = Total Cost (Total biaya) (Rp) FC = Fixed Cost ( biaya Tetap) (Rp) VC = Variable Cost (Biaya Variaaabel) (Rp)
2. Untuk menentukan tingkat kelayakan usaha budidaya ikan nila digunakan persamaan berikut ; RC ratio, merupakan nisbah total revenue dengan total biaya (Pasaribu, dkk, 2005) RC ratio =
Total Re venue (TR ) TotalCost (TC )
Kriteria: RC ratio > 1, budidaya layak dikembangkan RC ratio < 1, budidaya tidak layak dikembangkan RC ratio = 1, budidaya impas.
G. Konsep Operasional Dalam operasional penelitian ini ditetapkan batasan – batasan pengertian atau istilah, yaitu: 1. Ikan Nila gesit (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis dengan ciri-ciri memiliki bentuk tubuh memanjang, pipi kesamping dan warna putih kehitaman dan dapat hidup di air tawar. (Kg) 2. Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis dan mampu bertahan pada perairan yang salinitasnya antara 0-158 ppt. (Kg) 3. Pendapatan adalah hasil yang diperoleh pembudidaya ikan bandeng dan ikan nila dari penerimaan (penjualan hasil ikan bandeng/ikan nila dikalikan dengan harga jual bandeng/ikan nila) setelah dikurangi dengan total biaya dalam budidaya ikan bandeng/ikan nila selama satu kali proses budidaya. (Rp) 4. Total penerimaan (Total Revenue) adalah total jumlah hasil yang diperoleh dalam kegiatan usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila. (Rp). 5. Total biaya (Total Cost) adalah total jumlah dari biaya tetap dengan biaya variabel dalam kegiatan usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila . (Rp). 6. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sekali dalam kegiatan usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila. (Rp). 7. Biaya Variabel (Variabel Cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan setiap melakukan kegiatan usaha budidaya ikan bandeng dan ikan nila. (Rp). 8. Kelayakan usaha budidaya adalah kelayakan usaha ikan nila dan ikan bandeng yang dinilai secara ekonomi dengan menggunakan persamaan RC ratio.
9. RC ratio merupakan analisis yang membagi antara penerimaan produksi hasil budidaya dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya ikan bandeng/ikan nila selama satu kali proses proses budidaya
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ikan Bandeng (Chanos chanos F) Masyarakat pembudidaya yang ada di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep adalah salah satu gambaran masyarakat yang telah terkenal dengan hasil budidaya tambaknya terutama ikan bandeng. Pembudidaya melakukan budidaya ikan bandeng dengan sekali dalam setahun dengan masa pemeliharaan selama empat sampai enam bulan. Pendapatan yang diperoleh pembudidaya dalam membudidayakan ikan bandeng yang ada di Desa Kanaungan beserta komponen-komponen yang mempengaruhinya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Investasi Investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan pada saat awal menjalankan suatu usaha. Tujuan utama investasi adalah untuk memperoleh macam manfaat berupa laba. Dalam menjalankan usaha budidaya, seorang pembudidaya memiliki investasi yang sangat menunjang aktivitas yang dijalankannya. Adapun investasi yang dimiliki oleh pembudidaya ikan bandeng di Desa Kanaungan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Rata - rata investasi usaha budidaya ikan bandeng di Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep No. Jenis Biaya Rata-rata Biaya (Rp) Persentase (%) 1 Tanah 55.555.555 2 Mesin 2.811.111 3 Jala 450.000 Jumlah 58.816.666 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011 Pada
Tabel
1
terlihat
bahwa
investasi
Desa
94.46 4.78 0.77 100
yang
dikeluarkan
oleh
pembudidaya rata-rata sebesar Rp. 58.816.666 yang terdiri dari tanah, mesin
pompa dan jala. Jenis investasi yang paling besar biayanya adalah tanah yaitu Rp. 58.816.666 atau 94.46 %, yang paling sedikit adalah jala yaitu Rp. 450.000 atau 0,77%. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan media utama dalam proses pembudidayaan ikan yang harganya tinggi dan jala hanya merupakan peralatan tambahan dengan penggunaan yang relatif kecil. b. Biaya Biaya merupakan semua keluaran yang digunakan dalam berproduksi. Biaya mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan untuk sebuah usaha. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu sangat menentukan besarnya harga pokok dari suatu produk yang dihasilkan. Ada dua jenis biaya yang digunakan dalam usaha budidaya ikan bandeng yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 1. Biaya Tetap Biaya tetap adalah komponen biaya produksi usaha budidaya ikan bandeng (Chanos chanos F) yang nilainya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi dan penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan pembudidaya responden di desa Kanaungan terdiri dari biaya untuk sewa lahan dan penyusutan alat,. Untuk jelasnya mengenai biaya tetap yang di keluarkan pembudidaya ikan bandeng selama satu periode budidaya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 2. Biaya tetap yang di keluarkan pembudidaya ikan bandeng selama satu periode budidaya Rata-rata Biaya Tetap (Rp) Luas Penyusutan Total (Rp) Lahan Sewa Lahan Mesin Jala 0,5 2.250.000 760.000 150.000 3.160.000 1 570.000 150.000 720.000 1,3 10.000.000 640.000 150.000 10.790.000 2 9.000.000 440.000 150.000 9.590.000 Total 21.250.000 2.410.000 600.000 24.260.000 Sumber data : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Pada Tabel 2 terlihat bahwa biaya tetap yang dikeluarkan oleh pembudidaya dalam usaha budidaya ikan bandeng berupa hasil penjumlahan antara biaya sewa lahan, pajak lahan, penyusutan alat berupa mesin dan jala. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan bandeng yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 3.160.000,00 pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar Rp. 720.000,00, yang memiliki luas lahan 1,3 ha sebesar Rp.10.790.000,00.
Dan
yang
memiliki
luas
lahan
2
ha
sebesar
Rp. 9.590.000,00 Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 Untuk lebih jelasnya komponen biaya tetap pada usaha budidaya ikan bandeng dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)
Sewa Lahan Lahan untuk budidaya ikan bandeng di desa Kanaungan memiliki luas yang berbeda-beda, ada yang luasnya 0,5 Ha, 1 Ha, 1.3 Ha, dan 2 Ha. Biaya yang dikeluarkan adalah berupa sewa lahan, pajak lahan yang disesuaikan dengan besarnya lahan. Untuk lahan yang luasnya 0,5 Ha adalah Rp. 4.500.000, untuk lahan 1 Ha sebesar Rp. 9.000.000, lahan 1,3 Ha sebesar Rp. 10.000.000, dan untuk lahan 2 Ha sebesar Rp. 18.000.000. Dan adapula responden yang telah memiliki lahan sehingga tidak menegeluarkan biaya untuk sewa lahan.
2)
Mesin Pompa Setiap pembudidaya pada lokasi penelitian menggunakan mesin pompa yang berfungsi untuk menyediakan air pada tambak, mesin ini digunakan untuk menambah volume air pada tambak serta berfungsi untuk mengeluarkan air ketika panen. Mesin pompa yang digunakan petambak di lokasi penelitian bermacam-macam dengan umur ekonomis lima tahun.
3)
Jala Salah satu biaya tetap yang dikeluarkan petambak dalam proses budidaya ikan bandeng adalah jala. Jala merupakan salah satu alat panen yang digunakan oleh petambak. Rata-rata harga jala
sebesar
Rp. 450.000 dengan umur ekonomis tiga tahun. 2. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya pada usaha budidaya ikan bandeng yang besar kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah benih ikan yang di budidayakan. Komponen biaya variabel yang harus di keluarkan pembudidaya ikan bandeng di desa Kanaungan adalah biaya pembelian benih ikan, sewa pukat, pakan, pupuk, pestisida dan bensin. Adapun besarnya masing-masing biaya variabel usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Biaya variabel yang dikeluarkan dalam usaha budidaya ikan bandeng (Chanos chanos F) Luas Lahan
Rata-rata Biaya Variabel Total
Bibit
Pupuk
Pakan
Pestisida
Bensin
0,5
Sewa Pukat 180,000
420,000
1,026,000
1,665,000
105,000
3,262,500
6,658,500
1
180,000
407,500
2,317,500
855,000
-
3,712,500
7,472,500
1,3
180,000
630,000
855,000
570,000
1,050,000
12,150,000
15,435,000
2
180,000
653,750
2,887,500
4,717,500
367,500
6,648,750
15,455,000
Total
720,000
2,111,250
7,086,000
7,807,500
1,522,500
25,773,750
45,021,000
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2011
Tabel 3 memperlihatkan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan pembudidaya untuk ikan bandeng merupakan penjumlahan dari biaya bibit ikan, pupuk, pakan, pestisida bensin dan sewa pukat. Rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan bandeng yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 6.658.500,00 pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar Rp. 7.472.500,00, yang memiliki luas lahan 1,3 ha sebesar Rp. 15.435.000,00. Dan yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 15.455.000,00 Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 Untuk lebih jelasnya komponen biaya variabel pada usaha budidaya ikan bandeng di desa Kanaungan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bibit ikan Dalam usaha budidaya ikan bandeng di desa Kanaungan pembudidaya menggunakan benih berukuran 8-10 cm karena benih pada ukuran tersebut lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan. Harga benih berukuran 8-10 cm dengan rata-rata harga per ekornya adalah sebesar Rp. 70,00 per ekor. Rata-rata padat penebaran bibit yang dilakukan pembudidaya selama 3 periode yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 6000 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit sebesar Rp. 420.000,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 4.750 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih sebesar Rp. 407.500,00, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 9.000 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian benih sebesar
Rp. 630.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 8.375 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih sebesar Rp. 653.750,00
2) Pupuk Pupuk merupakan faktor produksi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pakan alami lebih banyak lagi. Pupuk yang digunakan oleh pembudidaya responden berupa TSP dan UREA. Harga pupuk TSP sebesar Rp.2.300,00 per kg sedangkan harga pupuk UREA adalah sebesar Rp.1.700,00. Rata-rata pemberian pupuk yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 1080 kg dengan ratarata
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pupuk
sebesar
Rp. 1.026.000,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 1275 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp. 2.317.500,00, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 450 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp. 855.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 1537.5 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp. 2.887.500,00 per 3 periode 3) Pakan Keberhasilan
pemeliharaan
ikan
bandeng
sangat
ditentukan
oleh
terpenuhinya kebutuhan pakan. Jenis pakan yang digunakan oleh pembudidaya ikan bandeng di desa Kanaungan beraneka ragam seperti pakan pellet, organik, dan indomie . Harga pakan pellet sebesar Rp.3.700,00 per kg, harga indomie 1.500,00 per bungkus.Harga pakan organik adalah Rp. 700,00. Rata-rata pemberian pakan yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 450 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar Rp. 1.665.000,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 225 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar Rp. 855.000,00, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 150 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian pakan sebesar Rp. 570.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 1275 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar Rp. 4.717.500,00 per 3 periode. 4) Pestisida Pestisida merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan oleh pembudidaya ikan bandeng di desa Kanaungan. Pestisida berfungi sebagai racun untuk hama pengganggu dalam proses budidaya. Pestisida yang digunakan oleh pembudidaya di desa Kanaungan beraneka ragam merk, seperti
bintang, sapponin. Harga pestisida merk bintang adalah
sebesar Rp. 45.000,00 per karung, harga pestisida merk sapponin sebesar Rp. 3.500,00 per kg. Rata-rata pemberian pestisida yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 3 kg dengan rata-rata biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pestisida
sebesar
Rp. 105.000,00, yang luas lahannya 1 ha rata-rata tidak menggunakan pestisida, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 30 kg dengan rata-rata biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pestisida
sebesar
Rp. 1.050.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 9,75 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida sebesar Rp. 341.250,00 per 3 periode. 5) Bensin Salah satu faktor produksi usaha budidaya ikan bandeng adalah bensin. Bensin digunakan untuk mengalirkan air di tambak. Harga bensin adalah sebesar Rp. 4.500 per liter. Pembudidaya ikan bandeng menggunakan bensin selama 2 hari sekali dan ada juga yang setiap hari selama 1 musim. Rata-rata penggunaan bensin untuk lahan 0.5 ha adalah sebesar 2175 liter dengan rata-rata biaya sebesar Rp. 3.262.500,00, yang luas lahannya 1 ha rata-rata penggunaan bensin adalah 825 liter dengan rata-rata biaya
sebesar Rp. 3.712.500,00
yang luas lahannya 1.3 ha bensin yang
digunakan sebesar 2700 liter dengan biaya sebesar Rp. 12.150.000,00. Dan rata-rata penggunaan bensin untuk lahan 2 ha adalah sebesar 5610 liter dengan rata-rata biaya sebesar Rp. 6.311.250,00 per 3 periode. 6) Sewa Pukat Pukat merupakan salah satu alat panen yang digunakan oleh pembudidaya. Di desa Kanaungan, pukat yang digunakan yang disewa khusus untuk panen. Besarnya biaya yang untuk menyewa pukat adalah sebesar Rp. 20.000,00 per hari. Dengan rata-rata pukat yang disewa oleh pembudidaya hanya pada waktu panen yaitu selama 3 hari. 3. Biaya Total Biaya total produksi adalah penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan pembudidaya dalam usaha budidaya ikan selama satu kali pembudidayaan. Adapun besarnya biaya total produksi pada usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 4 dan lampiran 6. Tabel 4. Rata-rata biaya total produksi usaha budidaya ikan bandeng (Chanos chanos F) selama tiga periode budidaya Luas Biaya Tetap Biaya Variabel Total Biaya (TC) Lahan 0,5 3.160.000 13.183.500 16.343.500 1 720.000 7.522.500 8.242.500 1,3 10.790.000 15.435.000 26.225.000 2 9.590.000 15.135.000 24.725.000 Total 24.260.000 51.276.000 75.536.000 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011 Pada Tabel 4 terlihat bahwa biaya total produksi usaha budidaya ikan bandeng merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Ratarata biaya total yang dikeluarkan dalam budidaya ikan bandeng yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 16.343.500,00, pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar Rp. 8.242.500,00, yang memiliki luas lahan 1,3 ha sebesar
Rp 26.225.000,00 dan yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 24.725.000,00. Jadi rata-rata total biaya ikan bandeng yang dikeluarkan pembudidaya sebesar Rp. 75.536.000,00 per proses budidaya. Dan dari tabel 16 juga terlihat bahwa biaya yang di keluarkan oleh pembudidaya responden dalam budidaya ikan bandeng yang paling besar adalah biaya variabel. 4. Penerimaan Penerimaan usaha budidaya ikan bandeng adalah hasil penjualan dari ikan bandeng. Besarnya penerimaan yang diperoleh sangat tergantung pada hasil panen budidaya ikan dan harga ikan tersebut. Penerimaan usaha budidaya ikan bandeng (Chanos chanos F) di desa Kanaungan dapat dilihat pada Tabel 5 dan lampiran 8. Tabel 5. Rata-rata total penerimaan usaha budidaya ikan bandeng selama tiga periode budidaya Luas Jumlah (Q) Harga (P) Penerimaan Lahan 0.5 4.650 5.250 24.412.500 1 3.000 5.000 15.000.000 1.3 7.200 5.000 36.000.000 2 6.450 5.625 36.281.250 Total 21.300 111.693.750 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011 Pada Tabel 5 terlihat bahwa rata-rata jumlah penerimaan pembudidaya ikan bandeng tiga periode budidaya adalah Rp. 111.693.750,00 yang merupakan penjumlahan antara penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi (Q) ikan di kalikan dengan harga ikan per ekor (P). Untuk lebih jelasnya, penerimaan pembudidaya ikan bandeng di desa Kanaungan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Luas lahan 0,5 Ha Pembudidaya yang memiliki luas lahan 0,5 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 4.650 ekor dengan harga jual ikan Rp. 5.250 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 24.412.500,00. b. Luas lahan 1 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 1 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 3.000 ekor dengan harga jual Rp. 5.000 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 15.000.000,00. c. Luas lahan 1.3 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 1.3 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 7.200 ekor dengan harga jual ikan Rp. 5.000 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 36.000.000,00. d. Luas lahan 2 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 2 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 6.450 ekor dengan harga jual ikan Rp.5.625 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 36.281.250,00. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan responden maka dapat
diketahui
pembudidaya
bahwa
didasarkan
perbedaan pada
jumlah
perbedaan
penerimaan jumlah
yang
produksi
diperoleh sedangkan
perbedaan jumlah produksi itu sendiri terjadi akibat penggunaan input yang tidak efisien (benih ikan yang ditebar tidak sesuai dengan kapasitas lahannya) hal ini disebabkan
karena keterbatasan modal yang dimiliki pembudidaya untuk
membeli benih,
dan biaya lainnya,
serta perbedaan perlakuan setiap
pembudidaya dalam membudidayakan ikannya. Ada yang pengontrolannya terpadu dan ada pula yang hanya sekedar membudidayakan saja dengan tingkat pemeliharaan yang sangat rendah.
5. Pendapatan Pendapatan usaha merupakan hasil penerimaan di kurangi biaya yang di keluarkan selama proses budidaya ikan
bandeng. Perhitungan pendapatan
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan pembudidaya. Untuk lebih jelasnya pendapatan usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada tabel 6 berikut : Tabel 6. Pendapatan yang diperoleh dari usaha ikan bandeng di desa Kanaungan selama tiga periode budidaya Luas Total Revenue Total Cost Pendapatan Lahan 1 24.450.000 16.343.500 8.106.500 2 15.000.000 8.192.500 6.807.500 3 36.000.000 26.225.000 9.775.000 4 37.350.000 25.045.000 12.305.000 Total 112.800.000 75.806.000 36.994.000 Sumber: Data Primer Setelah Diolah,2011 Tabel 6 memperlihatkan bahwa pendapatan yang diperoleh pembudidaya ikan bandeng merupakan pengurangan dari total penerimaan yang di peroleh dengan total biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan bandeng. Untuk lahan yang memiliki luas 0,5 Ha, pendapatannya adalah Rp. 8.106.500 . Pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 Ha sebesar Rp. 6.807.500,00, yang memiliki luas lahan 1.3 Ha sebesar Rp. 9.775.000,00, yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 12.305.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan berbanding lurus dengan penerimaan artinya semakin besar penerimaan dan semakin rendah biaya yang dikeluarkan maka pendapatan akan semakin besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa perbedaan jumlah pendapatan yang diperoleh pembudidaya akibat adanya perbedaan jumlah penerimaan. Penerimaan pembudidaya terjadi akibat adanya perbedaan jumlah produksi karena kurang efisiennya penggunaan input pada lahan yang dimiliki pembudidaya, hal ini terjadi karena kurangnya modal yang
dimiliki pembudidaya serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki pembudidaya dalam melakukan kegiatan budidaya, ada yang pengontrolannya terpadu dan ada pula
yang
hanya sekedar
membudidayakan saja dengan tingkat
pemeliharaan yang sangat rendah sehingga produksinya pun cenderung rendah. b. Analisis kelayakan usaha pemeliharaan Ikan Bandeng (Chanos chanos F) Untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami kerugian, impas atau untung maka dapat dilakukan analisis dengan membagi antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC). Perhitungan RC ratio dimaksudkan untuk mengetahui seberapa layak usaha budidaya yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya RC ratio usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel berikut Tabel 7. Analisis RC ratio usaha budidaya ikan bandeng selama tiga periode Luas Total Penerimaan Total Biaya RC Ratio Lahan 0,5 24.450.000 16.343.500 1.50 1 15.000.000 8.192.500 1.83 1,3 36.000.000 26.225.000 1.37 2 37.350.000 25.045.000 1.49 Total 112.800.000 75.806.000 1.49 Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Dari tabel 7 terlihat bahwa rata-rata penerimaan yang diperoleh pada proses Rp.
budidaya
ikan
24.450.000,00
bandeng
dengan
yang
biaya
luas total
lahannya yang
0,5
ha
dikeluarkan
sebesar sebesar
Rp. 16.343.500,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,50 artinya, menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,50 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,50 Untuk yang luas lahannya 1 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada proses budidaya ikan bandeng sebesar Rp. 15.000.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 8.192.500,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,83.
Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan bandeng yang luas lahannya 1 ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,83 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,83. Untuk yang luas lahannya 1,3 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada pembudidaya ikan bandeng sebesar Rp. 36.000.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 26.225.000,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,37. Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan bandeng yang luas lahannya 1,3 Ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,37 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,37. Untuk yang luas lahannya 2 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada pembudidaya ikan bandeng adalah sebesar Rp. 37.350.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 25.045.000,00 sehingga diperoleh RC ratio 1.22. Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan bandeng yang luas lahannya 2 ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,49 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,49. B. Ikan Nila (Oreochromus niloticus) Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar dan digemari oleh kalangan karena mudah dipelihara, dapat dikonsumsi oleh segala lapisan serta rasa daging yang enak dan tebal. Ikan nila dapat dibudidayakan di tambak dengan salinitas air yang rendah. Pembudidayaan ikan nila di desa Kanaungan dapat dilakukan hingga 3 sampai 4 bulan, berikut komponen-komponen biaya yang digunakan untuk membudidayakan ikan nila:
a.
Investasi Tujuan utama investasi adalah untuk memperoleh macam manfaat
berupa laba. Dalam menjalankan usaha budidaya, seorang pembudidaya memiliki investasi yang sangat menunjang aktivitas yang dijalankannya. Adapun investasi yang dimiliki oleh pembudidaya ikan nila di Desa Kanaungan dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Rata - rata investasi usaha budidaya ikan nila di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep No. Jenis Biaya Rata-rata Biaya (Rp) Persentase (%) 1 Tanah 55.555.555 2 Mesin 2.811.111 3 Jala 450.000 Jumlah 58.816.666 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011 Pada
Tabel
8
terlihat
bahwa
investasi
94.46 4.78 0.77 100
yang
dikeluarkan
oleh
pembudidaya rata-rata sebesar Rp. 58.816.666 yang terdiri dari tanah, mesin pompa dan jala. Jenis investasi yang paling besar biayanya adalah tanah yaitu Rp. 58.816.666 atau 94.46 %, yang paling sedikit adalah jala yaitu Rp. 450.000 atau 0,77%. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan media utama dalam proses pembudidayaan ikan yang harganya tinggi dan jala hanya merupakan peralatan tambahan dengan penggunaan yang relatif kecil. Investasi ikan nila sama dengan investasi ikan bandeng. b. Biaya Biaya merupakan semua keluaran yang digunakan dalam berproduksi. Ada dua jenis biaya yang digunakan dalam usaha budidaya ikan nila yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
1. Biaya Tetap Biaya tetap adalah komponen biaya produksi usaha budidaya ikan nila (Oreochromus niloticus)
yang nilainya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi dan penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan pembudidaya responden di desa Kanaungan terdiri dari biaya untuk sewa lahan dan penyusutan alat,. Untuk jelasnya mengenai biaya tetap yang di keluarkan pembudidaya ikan nila selama satu periode budidaya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya tetap yang di keluarkan pembudidaya ikan nila Rata-rata Biaya Tetap (Rp) Luas Penyusutan Lahan Sewa Lahan Mesin Jala 0,5 2.250.000 760.000 150.000 1 570.000 150.000 1,3 10.000.000 640.000 150.000 2 9.000.000 440.000 150.000 Total 21.250.000 2.410.000 600.000 Sumber data : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Total (Rp) 3.160.000 720.000 10.790.000 9.590.000 24.260.000
Pada Tabel 9 terlihat bahwa biaya tetap yang dikeluarkan oleh pembudidaya dalam usaha budidaya ikan nila berupa hasil penjumlahan antara biaya sewa lahan, pajak lahan, penyusutan alat berupa mesin dan jala. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan bandeng yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 3.160.000,00 pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar
Rp.
720.000,00,
Rp.10.790.000,00.
Dan
yang yang
memiliki memiliki
luas
lahan
1,3
ha
sebesar
luas
lahan
2
ha
sebesar
Rp. 9.590.000,00 Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 Untuk lebih jelasnya komponen biaya tetap pada usaha budidaya ikan bandeng dapat dijelaskan sebagai berikut:
4)
Sewa Lahan Lahan untuk budidaya ikan nila di desa Kanaungan memiliki luas yang berbeda-beda, ada yang luasnya 0,5 Ha, 1 Ha, 1.3 Ha, dan 2 Ha. Biaya yang dikeluarkan adalah berupa sewa lahan, pajak lahan yang disesuaikan dengan besarnya lahan. Untuk lahan yang luasnya 0,5 Ha adalah Rp. 4.500.000, untuk lahan 1 Ha sebesar Rp. 9.000.000, lahan 1,3 Ha sebesar Rp. 10.000.000, dan untuk lahan 2 Ha sebesar Rp. 18.000.000. Dan adapula responden yang telah memiliki lahan sehingga tidak menegeluarkan biaya untuk sewa lahan.
5)
Mesin Pompa Setiap pembudidaya pada lokasi penelitian menggunakan mesin pompa yang berfungsi untuk menyediakan air pada tambak, mesin ini digunakan untuk menambah volume air pada tambak serta berfungsi untuk mengeluarkan air ketika panen. Mesin pompa yang digunakan petambak di lokasi penelitian bermacam-macam dengan umur ekonomis lima tahun.
6)
Jala Salah satu biaya tetap yang dikeluarkan petambak dalam proses budidaya ikan nila adalah jala. Jala merupakan salah satu alat panen yang digunakan oleh petambak. Rata-rata harga jala
sebesar
Rp. 450.000 dengan umur ekonomis tiga tahun. 2. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya pada usaha budidaya ikan nila yang besar kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah benih ikan yang di budidayakan. Komponen biaya variabel yang harus di keluarkan pembudidaya ikan nila di desa Kanaungan sama dengan komponen biaya variabel yang digunakan pada usaha budidaya ikan bandeng, seperti biaya
pembelian benih ikan, sewa pukat, pakan, pupuk, pestisida dan bensin. Adapun besarnya masing-masing biaya variabel usaha budidaya ikan nila dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya variabel yang dikeluarkan dalam usaha budidaya ikan nila (Oreochromus niloticus) Rata-rata Biaya Variabel
Luas Lahan
Sewa Pukat
Bibit
Pupuk
Pakan
Pestisida
Bensin
Total
0,5
180.000
1.387.500
969.000
11.129.991
202.500
2.801.250
16.670.241
1
180.000
1.125.000
2.565.000
6.937.500
337.500
6.210.000
17.355.000
1,3
180.000
2.250.000
2.565.000
17.100.000
4.050.000
18.225.000
44.370.000
2
180.000
1.556.250
5.598.750
5.786.250
1.248.750
4.910.625
19.280.625
Total
720.000
6.318.750
11.697.750
40.953.741
5.838.750
32.146.875
97.675.866
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2011 Tabel 10 memperlihatkan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan pembudidaya untuk ikan nila merupakan penjumlahan dari biaya bibit ikan, pupuk, pakan, pestisida bensin dan sewa pukat. Rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan nila yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 16.670.241,00 pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar Rp. 17.355.000,00, yang memiliki luas lahan 1,3 ha sebesar Rp. 44.370.000,00. Dan yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 19.280.625,00 Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 Untuk lebih jelasnya komponen biaya variabel pada usaha budidaya ikan bandeng di desa Kanaungan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bibit ikan Harga bibit ikan nila ekornya adalah sebesar
Rp.150,00 per ekor. Rata-
rata padat penebaran bibit yang dilakukan pembudidaya selama 3 periode yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 5550 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit sebesar Rp.1.387.500,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 7500 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih sebesar Rp. 1.125.000,00, yang luas
lahannya 1.3 ha sebanyak 15.000 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih sebesar Rp. 2.250.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 8.625 ekor dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih sebesar Rp. 1.556.250,00 2) Pupuk Pupuk merupakan faktor produksi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pakan alami lebih banyak lagi. Pupuk yang digunakan oleh pembudidaya responden berupa TSP dan UREA. Harga pupuk TSP sebesar Rp.2.300,00 per kg sedangkan harga pupuk UREA adalah sebesar Rp.1.700,00. Rata-rata pemberian pupuk yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 510 kg dengan ratarata
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pupuk
sebesar
Rp. 969.000,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 1350 kg dengan ratarata
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pupuk
sebesar
Rp. 2.565.000,00, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 1350 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp. 2.565.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 3.000 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk sebesar Rp. 5.598.750,00 per 3 periode 3) Pakan Keberhasilan pemeliharaan ikan nila sangat ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan pakan. Jenis pakan yang digunakan oleh pembudidaya ikan nila sama dengan yang digunakan untuk ikan bandeng . Rata-rata pemberian pakan yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 64,5 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar Rp. 11.129.911,00, yang luas lahannya 1 ha sebanyak 37,5 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar
Rp. 6.937.500,00, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 90 kg dengan ratarata
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pakan
sebesar
Rp. 17.100.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 40,5 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan sebesar Rp. 5.786.250,00 per 3 periode. 4) Pestisida Pestisida berfungi sebagai racun untuk hama pengganggu dalam proses budidaya.
Pestisida
yang
digunakan
oleh
Kanaungan beraneka ragam merk, seperti
pembudidaya
di
desa
bintang, sapponin. Harga
pestisida merk bintang adalah sebesar Rp. 45.000,00 per karung, harga pestisida merk sapponin sebesar Rp. 3.500,00 per kg. Rata-rata pemberian pestisida yang dilakukan pembudidaya yang luas lahannya 0,5 ha sebanyak 4,5 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida sebesar Rp. 202.500,00, yang luas lahannya 1 ha rata-rata
menggunakan sebanyak
7,5 kg
dengan
biaya
sebesar
Rp.337.500, yang luas lahannya 1.3 ha sebanyak 90 kg dengan rata-rata biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pembelian
pestisida
sebesar
Rp. 4.050.000,00 dan untuk yang luas lahannya 2 ha sebanyak 27,75 kg dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida sebesar Rp. 1.248.750,00 per 3 periode. 5) Bensin Salah satu faktor produksi usaha budidaya ikan nila adalah bensin. Bensin digunakan untuk mengalirkan air di tambak. Harga bensin adalah sebesar Rp. 4.500 per liter. Pembudidaya ikan bandeng menggunakan bensin selama 2 hari sekali dan ada juga yang setiap hari selama 1 musim. Ratarata penggunaan bensin untuk lahan 0.5 ha adalah sebesar 622,5 liter dengan rata-rata biaya sebesar Rp.2.801.250,00, yang luas lahannya 1 ha
rata-rata penggunaan bensin adalah 1380 liter dengan rata-rata biaya sebesar Rp. 6.210.000,00
yang luas lahannya 1.3 ha bensin yang
digunakan sebesar 4050 liter dengan biaya sebesar Rp.18.225.000,00. Dan rata-rata penggunaan bensin untuk lahan 2 ha adalah sebesar 1091 liter dengan rata-rata biaya sebesar Rp 4.910.625,00 per 3 periode. 6) Sewa Pukat Pukat merupakan salah satu alat panen yang digunakan oleh pembudidaya. Di desa Kanaungan, pukat yang digunakan yang disewa khusus untuk panen. Besarnya biaya yang untuk menyewa pukat adalah sebesar Rp. 20.000,00 per hari. Dengan rata-rata pukat yang disewa oleh pembudidaya hanya pada waktu panen yaitu selama 3 hari. 3. Biaya Total Biaya total produksi adalah penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan pembudidaya dalam usaha budidaya ikan selama satu kali pembudidayaan. Adapun besarnya biaya total produksi pada usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata biaya total produksi usaha budidaya ikan nila (Oreochromus niloticus) selama tiga periode budidaya No. Biaya Tetap Biaya Variabel Total Biaya 0.5 3.160.000 16.670.241 19.830.241 1 720.000 17.355.000 18.075.000 1.3 10.790.000 44.370.000 55.160.000 2 9.590.000 19.280.625 28.870.625 Total 24.260.000 97.675.866 121.935.866 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011 Pada Tabel 11 terlihat bahwa biaya total produksi usaha budidaya ikan nila merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Rata-rata biaya total yang dikeluarkan dalam budidaya ikan nila yang memiliki luas 0,5 ha sebesar Rp. 19.830.241,00, pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 ha sebesar
Rp. 18.075.000,00, yang memiliki luas lahan 1,3 ha sebesar Rp 55.160.000,00 dan yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 28.870.625,00. Jadi rata-rata total biaya ikan nila yang dikeluarkan pembudidaya sebesar Rp. 121.935.866,00 per proses budidaya. Dan dari tabel 25 juga terlihat bahwa biaya yang di keluarkan oleh pembudidaya responden dalam budidaya ikan nila yang paling besar adalah biaya variabel. 4. Penerimaan Penerimaan usaha budidaya ikan nila adalah hasil penjualan dari ikan bandeng. Besarnya penerimaan yang diperoleh sangat tergantung pada hasil panen budidaya ikan dan harga ikan tersebut. Penerimaan usaha budidaya ikan nila (Oreochromus niloticus) di desa Kanaungan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata total penerimaan usaha budidaya ikan nila selama tiga periode budidaya Luas Lahan Jumlah (Q) Harga (P) Penerimaan 0.5 4.400 1 6.000 1.3 12.000 2 6.825 Total 29.225 Sumber: Data Primer Hasil Olahan, 2011
6.000 5.250 5.000 5.125
26.400.000 31.500.000 60.000.000 34.978.125 152.878.125
Pada Tabel 12 terlihat bahwa rata-rata jumlah penerimaan pembudidaya ikan nila tiga periode budidaya adalah Rp. 152.878.125,00 yang merupakan penjumlahan antara penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi (Q) ikan di kalikan dengan harga ikan per ekor (P). Untuk lebih jelasnya, penerimaan pembudidaya ikan nila di desa Kanaungan dapat diuraikan sebagai berikut:
b. Luas lahan 0,5 Ha Pembudidaya yang memiliki luas lahan 0,5 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 4.400 ekor dengan harga jual ikan Rp. 6.000 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 26.400.000,00. c. Luas lahan 1 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 1 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 6.000 ekor dengan harga jual Rp. 5.250 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 31.500.000,00. d. Luas lahan 1.3 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 1.3 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 12.000 ekor dengan harga jual ikan Rp. 5.000 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 60.000.000,00. e. Luas lahan 2 Ha Pembudidaya yang memiliki luas tambak 2 Ha rata-rata memperoleh produksi ikan sebanyak 6.825 ekor dengan harga jual ikan Rp.5.125 per ekor sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 34.978.125,00. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan responden maka dapat
diketahui
pembudidaya
bahwa
didasarkan
perbedaan pada
jumlah
perbedaan
penerimaan jumlah
yang
produksi
diperoleh sedangkan
perbedaan jumlah produksi itu sendiri terjadi akibat penggunaan input yang tidak efisien (benih ikan yang ditebar tidak sesuai dengan kapasitas lahannya) hal ini disebabkan
karena keterbatasan modal yang dimiliki pembudidaya untuk
membeli benih,
dan biaya lainnya,
serta perbedaan perlakuan setiap
pembudidaya dalam membudidayakan ikannya. Ada yang pengontrolannya terpadu dan ada pula yang hanya sekedar membudidayakan saja dengan tingkat pemeliharaan yang sangat rendah.
5. Pendapatan Pendapatan usaha merupakan hasil penerimaan di kurangi biaya yang di keluarkan selama proses budidaya ikan
nila. Perhitungan pendapatan
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan pembudidaya. Untuk lebih jelasnya pendapatan usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada tabel 13 berikut : Tabel 13. Pendapatan yang diperoleh dari usaha ikan nila di desa Kanaungan selama tiga periode budidaya Luas Lahan Total Revenue Total Cost Pendapatan 0,5 26.000.000 19.830.241 6.169.759 1 31.200.000 18.075.000 13.125.000 1,3 60.000.000 55.160.000 4.840.000 2 35.025.000 28.870.625 6.154.375 Total 152.225.000 121.935.866 30.289.134 Sumber: Data Primer Setelah Diolah,2011 Tabel
13
memperlihatkan
bahwa
pendapatan
yang
diperoleh
pembudidaya ikan nila merupakan pengurangan dari total penerimaan yang di peroleh dengan total biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya ikan nila. Untuk lahan yang memiliki luas 0,5 Ha, pendapatannya adalah Rp. 6.169.759 . Pembudidaya yang memiliki luas lahan 1 Ha sebesar Rp. 13.125.000,00, yang memiliki luas lahan 1.3 Ha sebesar Rp. 4.840.000,00, yang memiliki luas lahan 2 ha sebesar Rp. 6.154.375,00. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan berbanding lurus dengan penerimaan artinya semakin besar penerimaan dan semakin rendah biaya yang dikeluarkan maka pendapatan akan semakin besar. b. Analisis kelayakan usaha pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromus niloticus)
Untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami kerugian, impas atau untung maka dapat dilakukan analisis dengan membagi antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC).
Perhitungan RC ratio dimaksudkan untuk mengetahui seberapa layak usaha budidaya yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya RC ratio usaha budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel berikut ; Tabel 14. Analisis RC ratio usaha budidaya ikan nila Luas Total Penerimaan Total Biaya Lahan 0,5 26 000 000 19 830 241 1 31 200 000 18 075 000 1,3 60 000 000 55 160 000 2 35 025 000 28 870 625 Total 152 225 000 121 935 866 Sumber: Data primer setelah diolah, 2011
RC Ratio 1.31 1.73 1.09 1.21 1.25
Dari tabel 14 terlihat bahwa rata-rata penerimaan yang diperoleh pada proses budidaya ikan nila yang luas lahannya 0,5 ha sebesar Rp. 26.000.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 19.830.241,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,31. menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,31 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,31 Untuk yang luas lahannya 1 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada proses budidaya ikan nila sebesar Rp. 31.200.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 18.075.000,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,73. Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan nila yang luas lahannya 1 ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,73 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,73. Untuk yang luas lahannya 1,3 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada pembudidaya ikan bandeng sebesar Rp.60.000.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 55.160.000,00 sehingga diperoleh RC ratio 1,09. Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan nila yang luas lahannya 1,3 Ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,09
tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,09. Untuk yang luas lahannya 2 ha rata-rata penerimaan yang diperoleh pada pembudidaya ikan bandeng adalah sebesar Rp. 35.025.000,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 28.870.625,00 sehingga diperoleh RC ratio 1.21. Berdasarkan kriterianya bahwa RC ratio > 1 berarti usaha budidaya ikan bandeng yang luas lahannya 2 ha menguntungkan pembudidaya responden. Nilai 1,21 tersebut berarti bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,21. C. Perbandingan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Nila (Oreochromus niloticus) dan Ikan Bandeng (Chanos chanos F) Pendapatan usaha merupakan hasil penerimaan dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Pendapatan usaha budidaya ikan bandeng berbeda dengan pendapatan usaha ikan nila. Dari uraian sebelumnya telah terlihat pendapatan usaha dari masing-masing usaha budidaya. Perbandingan pendapatan antara ikan bandeng dan ikan nila dapat dilihat pada tabel 15 berikut; Tabel 15. Perbandingan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Bandeng dan Ikan Nila Luas Total Pendapatan Nila Total Pendapatan Bandeng Lahan 0,5 6.169.759 8.106.500 1 13.125.000 6.807.500 1,3 4.840.000 9.775.000 2 6.154.375 12.305.000 Total 30.289.134 36.994.000 Sumber: Data primer setelah diolah, 2011 Pada tabel 15 terlihat bahwa rata-rata total pendapatan ikan nila adalah Rp. 30.289.134 dan rata-rata total pendapatan ikan bandeng Rp.36.994.000. Hal ini terlihat bahwa pendapatan usaha budidaya ikan nila dan ikan bandeng dapat
memberikan pendapatan bagi pembudidaya dan layak dikembangkan. Ini menandakan bahwa kedua usaha budidaya tersebut layak dikembangkan. Wawancara di lapangan dengan responden didapatkan bahwa ikan nila dapat berhasil jika lahan yang digunakan tidak terlalu luas. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya dalam suatu usaha budidaya ikan, pembudidaya yang memiliki lahan yang lebih luas akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dari luas lahan lain, ini tergantung pada teknik pembudidayaan ikan yang dilakukan pembudidaya serta penggunaan input pada usaha budidaya . Perbandingan antara pendapatan kedua jenis usaha budidaya tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang sangat jauh. Namun, menurut pendapat responden, ikan nila memiliki kelebihan dibanding ikan bandeng, seperti diantaranya ialah proses budidaya, selera, subsitusi. Proses budidaya ikan nila lebih singkat dibanding ikan bandeng. Ikan nila dapat dipanen hingga 3 sampai 4 bulan, namun berbeda halnya dengan ikan bandeng, pemeliharaan ikan bandeng bahkan sampai 6 bulan. Berdasarkan selera, rasa ikan nila yang lebih enak karena tekstur dagingnya empuk dan tidak memiliki banyak tulang, sehingga sangat cocok di lidah masyarakat, hal ini juga mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap ikan nila. Dari segi subsitusi, bibit ikan nila telah mudah untuk didapatkan karena telah memiliki banyak pasar. Kelebihan lain dari ikan nila adalah sifat ikan nila yang rakus hingga dapat memakan makanan apa saja sehingga cukup baik jika dibudidayakan dengan sistem tradisional dengan bantuan pakan alami, jadi dalam membudidayakannya dapat mengurangi biaya. Meskipun, ikan nila cenderung cukup sulit jika dipanen karena sifatnya yang suka menyembunyikan dirinya di lumpur.
IV.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan perhitungan dan hasil penelitian pada pembudidaya ikan bandeng dan ikan nila di desa Kanaungan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata pendapatan yang di peroleh pembudidaya ikan nila adalah sebesar Rp.30.289.134,00.
Sedangkan pendapatan ikan bandeng per
satu kali budidaya adalah sebesar Rp.36.994.000 2. Secara finansial usaha budidaya nila dan ikan bandeng layak untuk dijalankan ini terbukti dengan perolehan RC ratio ikan nila yaitu 1,25 sedangkan ikan bandeng memiliki RC ratio sebesar 1,49. Namun, dalam hal pembudidayaan dan rasa ikan nila dianggap lebih memiliki kelebihan dibanding ikan bandeng. B. Saran Mengingat usaha pembudidayaan ikan nila sangat potensial untuk dikembangkan maka hendaknya pemerintah lebih banyak memberikan perhatian dalam bentuk penyuluhan dan dukungan permodalan untuk penyediaan sarana produksi terhadap pengembangan usaha budidaya ikan nila di desa Kanaungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http://www.wacanasainsperikanan.blogspot.com. Diakses : 12 Juli 2011. Makassar Astuti, Puji, 2007. Analisis Saluran Distribusi dan Pendapatan Petani Tambak Usaha Udang Windu di Desa Tasiwalie Kec. Suppa Kab. Pinrang. Universitas Hasanuddin Makassar. Beattie, Bruce and Robert Taylor. 1996. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University Press DKP Provinsi Sul-Sel. 2011. Produksi Ikan Meningkat Tiga Persen. (www.sulsel.go.id) Erwin, A. 2002. Analisis Usaha Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Dalam Keramba Jaring Apung di Desa Kupa Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar Pasaribu. AM, Djumran Yusuf, Amiluddin, 2005. Perencanan dan Evaluasi Proyek Perikanan. LEPHAS. Hasanuddin Universitas Perss. Makassar. Prahasta, Arief dan Hasanawi Masturi. 2009. Budidaya Usaha Pengolahan Agribisnis Ikan Bandeng. CV. Pustaka Grafika. Bandung. Rahmawati. 2007. Analisis Faktor Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Kabupaten Barru (Studi Kasus pada Unit Pertambakan Macinnong Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi). Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar Riyanto, B. 2003. Dasar-dasar Pembiayaan Perusahaan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. . Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudarman, Sasmita. 2000. Pendapatan Petani dan Pembangunan Desa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Sudirman, H dan M. Yusri Karim. 2008. Ikan Kerapu (Biologi Eksploitasi Manajemen dan Budidayanya). Yasrif Watampone. Jakarta. Suharsini, 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta http://www.wikipedia.org. 2011. Ikan Nila. Html. Diakses ; 12 Juli 2011. Makassar.
http://www.wikipedia.org. 2011. Ikan Bandeng. Html. Diakses ; 12 Juli 2011. Makassar.