Peningkatan Produksi Jagung melalui Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Hadijah, AD1
Ringkasan Jagung di Sulawesi Selatan merupakan tanaman pangan penting kedua setelah padi. Secara tradisional jagung dibudidayakan di lahan kering pada musim hujan, jarang ditanam pada lahan sawah berpengairan terbatas. Rotasi tanaman pada lahan sawah berpengairan terbatas adalah padi-bera. Pada saat harga jagung rendah sebelum tahun 2000, pada lahan sawah yang biasanya diberakan setelah panen padi sehingga tidak memberikan insentif ekonomi bagi petani. Dengan semakin meningkatnya permintaan jagung untuk industri makanan, minyak, dan pakan ternak serta untuk ekspor, harga jagung meningkat dan dapat memberi keuntungan bagi petani jika menanam jagung. Di Sulawesi Selatan sebagian besar petani membiarkan lahan sawah bera setelah panen padi. Penelitian dengan pendekatan pengelolahan tanaman terpadu (PTT) pada jagung dilaksanakan di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, pada musim kemarau 2006, pada lahan sawah berpengairan terbatas setelah panen padi sawah. Luas areal penelitian 3 ha, melibatkan sepuluh petani. Komponen teknologi PTT yang diterapkan adalah varietas Lamuru dengan benih 20 kg/ha, dosis pupuk 250 kg urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl/ha. Lahan tidak diolah, disemprot herbisida, dan suplementasi air irigasi pompa diberikan empat kali. Total biaya produksi Rp 2,5 juta/ha. Produksi jagung bervariasi antara 2,8-6,0 t/ha, rata-rata 4,5 t/ha biji kering. Dari hasil jagung 4,5 t/ha diperoleh nilai jual Rp 7,2 juta/ha, sehingga pendapatan rata-rata Rp 4,7 juta/ha, dan B/C ratio 1,88. Pendapatan padi pada musim tanam utama Rp 4,1 juta/ha, sehingga petani memperoleh pendapatan dua kali lipat dari biasanya, bila menanam jagung setelah padi sawah. Lahan sawah berpengairan terbatas dan sawah tadah hujan yang diberakan di Sulawesi Selatan sangat luas. Pemanfaatan lahan bera tersebut untuk budi daya jagung akan meningkatkan produksi jagung regional dan nasional, serta meningkatkan pendapatan petani, yang akan berdampak terhadap ekonomi pedesaan. Penanaman jagung pada lahan sawah, yang biasanya diberakan di Sulawesi Selatan memerlukan penyuluhan dan bimbingan teknis dalam model penelitian PTT, guna meningkatkan kesadaran dan partisipasi petani dalam proses adopsi teknologi.
1
Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
64
Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1 - 2010
T
anaman jagung di lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan dibudidayakan secara tradisional, berkaitan dengan status jagung sebagai tanaman pangan pokok dalam sistem pertanian subsisten. Produktivitas jagung yang masih rendah dapat ditingkatkan mencapai lebih dari 5 t/ha biji kering melalui penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Purwanto 2007). Peluang peningkatan produtivitas jagung secara regional Sulawesi cukup besar, karena produktivitas jagung petani masih di bawah kapasitas produksi optimal. Lahan sawah berpengairan terbatas pada umumnya hanya ditanami satu kali atau intensitas penanaman hanya 100%, banyak yang bera setelah panen padi. Produktivitas jagung regional Sulawesi dalam periode 2001-2007 ratarata 2,78 t/ha pipilan kering, meningkat dengan laju 1,16% per tahun (Hadijah dan Margaretha 2008). Peningkatan produktivitas dicapai melalui penggantian varietas komposit oleh varietas hibrida, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan pengairan. Peningkatan produksi regional dapat dipacu melalui perluasan areal tanam pada lahan sawah berpengairan terbatas yang umumnya diberakan. Usahatani jagung pada lahan kering suboptimal dan lahan kering masam melalui pendekatan PTT jagung mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani secara signifikan (Subandi et al. 2004). Berbagai hasil penelitian telah menghasilkan teknologi budi daya jagung dengan produktivitas 4,5-10,0 t/ha, bergantung pada potensi lahan dan teknologi produksi yang diterapkan (Subandi et al. 2006). Teknologi yang diterapkan harus memenuhi lima kriteria, yaitu kelayakan agronomis, keuntungan yang akan diperoleh, kompatibilitas (kesesuaian) dengan sistem usahatani (pola dan rotasi tanam, peralatan, dan sumber daya), kompabilitas dengan prasarana-sarana, ekonomi dan sosial masyarakat, dan dapat diterima secara sosial-budaya (Van Der Veen and Gonzales 1997). Komponen teknologi yang relatif mudah digunakan untuk meningkatkan produktivitas jagung di daerah yang tingkat produktivitasnya rendah (<5,0 t/ ha) adalah varietas unggul komposit atau hibrida. Hal tersebut dapat difasilitasi melalui perbaikan sistem produksi dan distribusi benih, pembentukan penangkar benih berbasis pedesaan, dan bimbingan penerapan PTT jagung. Penerapan PTT jagung diawali dengan pemahaman masalah dan peluang pengembangan sumber daya setempat. Tujuannya adalah mengumpulkan informasi dan menganalisis masalah, serta mengidentifikasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani di wilayah setempat. Uji teknologi di Balai Penelitian, sebelum teknologi dianjurkan biasanya terbatas pada uji keragaan hasil, analisis ekonomi secara umum, dan dampaknya terhadap pendapatan petani (Abdulrachman et al. 2006, Makarim et al. 2008). Dalam uji PTT diteliti kelayakan teknologi dari aspek ekonomi, sosial, dan preferensi petani. Uji PTT juga mendorong partisipasi aktif petani, dalam memutuskan pilihan teknologi maupun aplikasinya di lapangan. Hadijah: Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung
65
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan penerapan paket teknologi dengan pendekatan PTT jagung untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani, serta mengidentifikasi masalah yang dihadapi petani, baik teknis maupun sosial-ekonomi dalam menerapkan PTT jagung.
Metodologi Penelitian dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama mengumpulkan data sekunder. Tahap kedua melaksanakan studi pemahaman pedesaan secara singkat (Rapid Rural Appraisal/RRA), diikuti dengan diskusi kelompok (focus group discussion/FGD) dengan melibatkan pemuka masyarakat, ketua Kelompok Tani dan Kelompok Pemakai Air, penyuluh pertanian, dan instansi terkait, yaitu PU Pengairan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Pada FGD ditentukan lokasi penelitian dan dilakukan survei awal kondisi pertanaman sebelumnya. Tahap keempat menyusun dan memferivifikasi teknologi produksi jagung yang diterapkan melalui pendekatan PTT. Tahap kelima mengamati pelaksanaan penelitian dengan membuat pencatatan usahatani (farm record keeping), meliputi keragaan usahatani tanaman jagung dan identifikasi permasalahan yang timbul dalam implementasi PTT jagung, baik teknis maupun masalah sosial, ekonomi dan budaya petani. Lokasi penelitian di Desa Ajjakang, Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru. Penelitian dilaksanakan pada awal Juli hingga Oktober 2006, pada lahan sawah beririgasi terbatas seluas ± 3 ha dengan melibatkan 10 petani sebagai koperator. Teknologi PTT jagung dan sarana produksi disiapkan oleh Balitsereal dan pelaksanaannya oleh petani, didampingi oleh peneliti Balitsereal. Sarana produksi yang digunakan yaitu benih jagung varietas Lamuru (varietas OP) 20 kg/ha, pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, herbisida Supremo dan Supertox masing-masing 3 l dan 6 l/ha. Untuk mengantisipasi supaya tanaman tidak kekeringan disediakan pompa air. Penanaman benih dengan cara tugal tanpa olah tanah, yang sebelumnya diberikan perlakuan herbisida untuk mematikan rumput, jarak tanam 75 x 20 cm dan 75 x 40 cm. Data yang diamati meliputi potensi wilayah, usahatani sebelum penelitian PTT, kondisi pertanaman jagung, penggunaan tenaga kerja (mulai tanam sampai panen), jumlah sarana produksi (benih, pupuk, herbisida dan insektisida), hasil dan nilai hasil, biaya tenaga kerja dan sarana produksi, pendapatan/keuntungan dan partisipasi petani. Analisis data dengan tabulasi biasa dan analisis finansial usahatani (B/C ratio).
66
Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1 - 2010
Hasil Penelitian Karakteristik Wilayah Penelitian Kabupaten Barru merupakan wilayah Pantai Barat Sulawesi Selatan yang musim hujannya jatuh pada bulan November sampai April dan musim kemarau pada bulan Mei sampai Oktober, bertopografi dataran rendah dan pegunungan. Temperatur harian rata-rata 21-310C, curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun. Kabupaten Barru memiliki lahan sawah seluas 12.533 ha yang terdiri atas sawah irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Luas lahan sawah tadah hujan 8.416 ha (67%), lahan sawah irigasi sederhana 2.592 ha (21%), dan sawah irigasi setengah teknis 1.525 ha (12%) (Tabel 1). Dari lahan sawah irigasi sederhana yang berada di enam kecamatan (2.592 ha), yang terluas berada di Kecamatan Soppeng Riaja yaitu 1.135 ha (43,8%). Penelitian PTT di Desa Ajjakang dilakukan pada lahan sawah irigasi sederhana (3 ha) dengan sumber pengairan terbatas. Lahan sawah tersebut sebagian besar ditanami padi satu kali setahun karena keterbatasan air pengairan. Setelah padi dipanen, lahan diberakan.
Evaluasi Teknologi dan Produktivitas di Tingkat Petani Pada awal pertumbuhan, penampilan dan pertumbuhan tanaman di lapangan sangat beragam karena curah hujan tidak menentu. Pada lahan yang letaknya agak rendah, tanaman mengalami kebanjiran, sehingga dilakukan penanaman kembali. Dengan kondisi demikian, waktu tanam bergeser sehingga pada fase generatif terjadi kekeringan. Pengairan dengan menggunakan pompa air tanah dangkal yang dilakukan empat kali selama pertumbuhan. Tabel 1. Luas lahan sawah menurut jenis pengairan di setiap kecamatan di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Irigasi teknis (ha)
Irigasi setengah teknis (ha)
Irigasi sederhana (ha)
Tadah hujan (ha)
Tanete Riaja Pujananting Tanete Rilau Barru Soppeng Riaja Balusu Mallusetasi
-
100 67 408 550 400
311 135 79 822 1.135 110
1.762 1.523 1.084 259 940 1.719 1.129
2.173 1.725 1.163 1.489 2.6251 1.719 1.639
Jumlah
-
1.525
2.592
8.416
12.533
Kecamatan
Jumlah (ha)
Sumber: BPS Kabupaten Barru (2000). Hadijah: Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung
67
Tabel 2. Keragaan penerapan PTT jagung di Desa Ajjakang, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2006. Petani kooperator
Luas lahan (ha)
Hasil/luas lahan (t)
Hasil (t/ha)
A. Jahran Muh. Tang Nurhadi Rustam La Pading Kamaruddin M.Safa Suyuti Samaila La Hapi
0,40 0,15 0,40 0,25 0,40 0,25 0,30 0,30 0,30 0,25
1,85 0,90 2,00 0,75 2,00 1,00 0,85 1,25 1,65 1,25
4,65 6,00 5,00 3,00 5,00 4,00 2,83 4,17 5,50 5,00
Total luas/rata
3,00
4,52
Tanaman jagung memerlukan pengairan yang cukup, pada lahan irigasi dengan sumber air terbatas atau pada lahan sawah tadah hujan pada musim kemarau memerlukan pengairan hingga mencapai kapasitas lapang sebanyak empat kali, yaitu pada umur 15, 30, 45, dan 60 HST (Akil et al. 2005). Hasil jagung bervariasi dengan rata-rata 4,52 t/ha, masih rendah dibandingkan dengan potensi hasil varietas Lamuru yang dapat mencapai 7,5 t/ha. Rendahnya hasil jagung yang diperoleh petani disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain curah hujan tidak menentu dan pertumbuhan gulma sangat pesat dibanding dengan pertumbuhan tanaman jagung, dan pada fase generatif tanaman mengalami kekeringan. Keragaan penerapan PTT jagung tertera pada Tabel 2. Rendahnya hasil yang diperoleh selain disebabkan oleh faktor teknis juga sikap petani yang kurang aktif dalam pemeliharaan tanaman, termasuk pengendalian gulma dan penyiraman tanaman, walaupun pompa air sudah tersedia. Hal tersebut terkait dengan petani yang juga mempunyai pekerjaan lain, yaitu menggarap sawah di tempat lain, menanam semangka, kacangkacangan atau berdagang. Apabila pengelolaan tanaman dilakukan secara optimal, hasil jagung pada lokasi yang berdekatan menghasilkan 7,91 t/ha (Akil et al. 2006). Hal tersebut mengindikasikan bahwa penerapan PTT masih berhadapan dengan masalah sosial.
Pendapatan Petani Dalam mengelola usahatani diperlukan modal untuk membiayai semua kegiatan, baik untuk tenaga kerja maupun membeli sarana produksi. Dalam penelitian ini, semua sarana produksi dan tenaga kerja diperhitungkan sebagai
68
Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1 - 2010
biaya produksi. Besarnya biaya sarana produksi (benih, pupuk, insektisida) dan tenaga kerja sesuai harga yang berlaku di lokasi, termasuk penggunaan bahan bakar untuk pompa air sebesar Rp.2.508.700/ha. Hasil jagung yang diperoleh rata-rata 4,52 t/ha. Dengan harga jual di tingkat petani Rp.1600/kg, diperoleh penerimaan Rp.7.232.000/ha dengan keuntungan Rp.4.723.300/ha dan B/C ratio 1,88 (Tabel 3). Hal ini merupakan sumber tambahan pendapatan baru bagi petani selain dari usahatani padi. Harga jagung yang terus meningkat menjadi daya tarik bagi petani untuk menanam jagung pada musim kemarau, yang biasanya lahan diberakan. Harga jagung eceran dalam periode 1995-2007 meningkatkan dengan laju 17,07%/tahun. Pada tahun 1995 harga jagung Rp. 507/kg, pada tahun 2007 telah mencapai Rp.2800/kg (Purwanto 2010). Berdasarkan hasil survei awal, hasil padi di lokasi penelitian rata-rata 3,63 t/ha dengan penerimaan petani Rp.5.804.800/ha. Jumlah biaya produksi total adalah Rp.1.742.800/ha sehingga pendapatan dari usahatani padi Rp.4.062.000/ha dengan B/C ratio 2,33 (Tabel 4). Tabel 3. Analisis usahatani jagung dengan menerapkan PTT, pada lahan irigasi terbatas di Desa Ajjakang Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan, 2006. Nilai fisik dan ekonomi Uraian
Produksi (ton/ha) Biaya Sarana Produksi (Rp/ha) a. Benih (kg) b. Pupuk Urea (kg) c. Pupuk SP36 (kg) d. Pupuk KCL (kg) e. Herbisida: 1. Supremo (liter) 2. Supertox (liter) Bensin untuk pompa (liter) Jumlah Biaya Tenaga Kerja a. TOT + Herbisida (HOK) b. Tanam (HOK) c. Pemupukan (HOK) d. Penyiangan dgn herbisida (HOK) e. Mengairi (HOK) f. Panen/Prosessing (HOK) g. Prosessing(Rp/kg) Jumlah Total biaya produksi
Fisik
Nilai (Rp)
4,52
7.232.000
20 250 100 50
150.000 310.000 154.000 85.000
3 6 120
15.000 225.000 540.000 1.479.000
2 8,3 12,8 3,5 12,5 6,1 50
40.000 166.000 256.000 70.000 250.000 122.000 125.700 1.029.700 2.508.700
Keuntungan B/C ratio
Hadijah: Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung
4.723.300 1,88
69
Tabel 4. Analisis usahatani tanam padi pada lahan sawah irigasi sederhana di Desa Ajjakang, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 2006. Uraian
Fisik
Nilai (Rp)
Produksi padi (t/ha) Biaya tenaga kerja Biaya sarana produksi Benih (kg) Pupuk Urea (kg) ZA (kg) Herbisida DMA 6 (l) Insektisida Furadan (kg) Insektisida Decis (l) Biaya produksi total (Rp) Keuntungan B/C ratio
3,63 26
5.804.800 1.114.000 628.800 41.600
153 50 3,5 14,2 1,6 -
189.700 62.000 87.500 213.000 35.000 1.742.800 4.062.000 2,33
Dibandingkan dengan usahatani padi, pendapatan dari usahatani jagung cukup kompetitif, mengingat jagung ditanam pada musim kemarau yang sebelumnya lahan sawah diberakan. Pemanfaatan lahan bera setelah padi sawah di Kecamatan Sopeng Riaja seluas 1.135 ha apabila dapat menambah produksi jagung sebanyak 5.107 ton, dengan nilai jual Rp 8,1 milyar. Potensi tersebut dapat menggerakkan ekonomi pedesaan yang akan menimbulkan lapangan kerja dan kesempatan ekonomi bagi warga pedesaan. Bagi petani yang pemilikan lahan rata-rata 0,3 ha, menanam jagung pada musim kemarau akan memperoleh tambahan pendapatan Rp 1,4 juta/KK. Apabila pendapatan tersebut dibelanjakan untuk barang dan jasa yang tersedia di pedesaan akan menggerakkan ekonomi desa. Apabila petani memanfaatkan lahan untuk menerapkan PTT dengan pola tanam padi-jagung akan memperoleh pendapatan Rp. 8.785.300/ha/tahun yang bersumber dari padi Rp.4.062.000/ha dan jagung Rp.4.723.300/ha. Pendapatan petani tersebut dua kali lipat dibandingkan dengan menerapkan pola tanam padi-bera. Hambatan sosial dalam penerapan pola tanam padijagung adalah belum adanya ketulusan petani untuk menerapkan PTT jagung, karena kebiasaan bekerja secara tradisional. Apabila penerapan PTT telah membudaya, hasil jagung diharapkan lebih tinggi, sehingga pendapatan petani meningkat. Dengan demikian perlu bimbingan dan sosialisasi penerapan PTT kepada petani melalui pelatihan kelompok tani dan kelompok pemakai air, dengan melibatkan pemuka masyarakat, penyuluh, dan aparat dari instansi terkait (PU Pengairan).
70
Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1 - 2010
Implikasi pada Program Pembangunan Pertanian Berbeda dengan di Jawa, lahan sawah berpengairan terbatas di Sulawesi Selatan banyak yang diberakan setelah panen padi, sehingga produktivitas lahan rendah. Pemasyarakatan penanaman jagung di lahan sawah setelah panen padi sawah mempunyai dampak, yakni: (1) meningkatkan ketahanan pangan keluarga petani dan di tingkat regional, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) mengaktifkan ekonomi pedesaan, dan (4) meningkatkan produksi jagung regional dan nasional. Peningkatan intensitas tanam dari 100% menjadi 200%, juga meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya lahan yang sangat terbatas. Peningkatan produksi jagung dengan jalan memanfaatkan lahan yang telah tersedia, berarti peningkatan produksi dengan biaya murah, tanpa memerlukan investasi. Di wilayah yang intensitas tanamnya masih rendah (IP 100%) seperti di Sulawesi Selatan, upaya peningkatan produksi yang paling praktis adalah meningkatkan intensitas tanaman. Hasil penelitian PTT jagung di Soppeng Riaja ini dapat direplikasi di berbagai wilayah di Sulawesi Selatan, yang akan berfungsi sebagai model percontohan yang dapat ditiru oleh petani.
Kesimpulan dan Saran 1.
2.
3.
Model PTT jagung dapat diterapkan pada lahan sawah berpengairan sederhana yang biasanya hanya ditanami satu kali padi setahun, dapat ditingkatkan menjadi padi-jagung. Penanaman jagung setelah padi yang biasanya lahan diberakan, meningkatkan pendapatan petani 100%. Penerapan PTT jagung, berpotensi menghasilkan jagung hingga 6 t/ha. Pemanfaatan lahan bera pada sawah beririgasi sederhana dapat meningkatkan produksi jagung regional dan mendinamisasikan ekonomi pedesaan. Diperlukan penyadaran petani untuk mengembangkan jagung pada lahan sawah dengan sungguh-sungguh, sehingga jagung menjadi komoditas unggulan pada lahan sawah berpengairan terbatas.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.Zubachtirodin, Dr Muchtar A. Nawir, Ir Nuraida S. Djafar MS., Ir A. Tenrirawe MS., Ir Suryawati, M.S, Yamin Sinuseng, dan Abd. Muis Kepala Desa Ajjakang, Ketua/Anggota Kelompok Tani dan Kelompok Petani Pemakai Air, Penyuluh Pertanian, dan Petugas PU Pengairan Kabupaten Barru atas bantuan dan partisipasinya dalam perencanaan dan pelaksanan penelitian PTT di Desa Ajjakang, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Bone. Hadijah: Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung
71
Pustaka Abdulrachman, S., A. Karim, M., I. Las, and I. Juliadi, 2006. Integrated crop management experiences on lowland rice in Indonesia, In Sumarno, Suparyo, A.M.Fagi and M.O. Adnyana (eds). Rice industri, culture and enviroment, Book 1. Indonesian Center for Rice Researh, Sukamandi. Akil, M., M. Rauf, U.I. Firmansyah, A.F. Fadhly, Syafruddin, Faesal, R. Efendi, dan A. Kamaruddin. 2005. Pengelolaan hara, air, dan tanaman jagung mendukung teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung. Laporan akhir, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Akil, M., I.U. Firmansyah, Syafruddin, dan Mufran. 2006. Laporan akhir tahun pengelolaan hara, air, dan tanaman jagung mendukung teknologi pengelolaan terpadu (PTT) jagung. Balitsereal. Maros. BPS Kabupaten Barru. 2000. Kabupaten Barru dalam angka. Statistik Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Ditjen Tanaman Pangan. 2006. Program peningkatan produksi jagung nasional. Makalah Seminar Nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi. MakassarPangkep, 15-16 September 2006. Hadijah, A.D. and Margaretha SL .2008. Yield potency and gap analysis of maize production in Sulawesi. Workshop the 10th Asian Regional Maize, 20-23 October 2008. Sahid Jaya Hotel Makassar, South Sulawesi, Indonesia. Indonesian Cereal Research Institute (ICER). Makarim, A.K., A. Wijono, D. Pasaribu, Ikhwani, dan U.G. Kartasasmita. 2008. Tingkat kesesuaian dan adopsi PTT padi sawah, hambatan, dan dukungan kebijakan yang diperlukan. Laporan penelitian analisis kebijakan tahun 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Purwanto, S. 2007. Perkembangan produksi dan kebijakan dalam peningkatan produksi jagung. Dalam: Jagung, teknik produksi dan pengembangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Purwanto, S. 2010. Perkembangan produksi dan kebijakan dalam peningkatan produksi jagung. www.deptan.go.id, 2010, 1 April 2010. Subandi. 2004. Peran inovasi dalam produksi jagung. Seminar Inovasi Pertanian, 5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
72
Iptek Tanaman Pangan Vol. 5 No. 1 - 2010
Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, dan I.U. Firmansayah. 2006. Ketersediaan teknologi produksi dan program penelitian jagung. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Makassar, 23-30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Van Der Veen, M.G. dan C.M. Gonzales. 1997. Latihan penelitian sosialekonomi pola usahatani. Nusa Tenggara Agricultural Support Project. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Agricultural Economics Departement International Rice Research Institute. Bahan Latihan Vol.1.
Hadijah: Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Jagung
73