PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI’’ KARYA A.A NAVIS Nofiyanti STKIP Siliwangi Pos-el:
[email protected] Abstrak Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, karena karya sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik dan mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma atau sering juga dinamakan “amanat”. Dengan demikian sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral. Pesan moral tersebut merupakan petunjuk tentang berbagai masalah kehidupan seperti, tingkah laku, sopan santun dalam pergaulan, dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis unsur intrinsik yang ada pada cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis ini adalah sebuah karya sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik pembangunnya, selain itu dalam cerpen ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran khususnya dalam pembentukan pendidikan karakter. Karena dalam cerpen tersebut mengandung nilai-nilai moral. Kata kunci : Pendidikan karakter, Cerpen, Robohnya Surau kami Abstract Short stories as one type of literary works can provide benefits ideas to the reader, because good literary works always give the message to the reader to do well and invites them to uphold norms or often also called "Amanat". Thus literature is considered as a means of moral education. The moral message is an indication of the variety of life issues such as, behavior, manners, and so on. Based on the analysis of existing intrinsic element in the short story "Robohnya Surau Kami" by AA Navis is a literary work (short stories) are attractive and interactive. Inthe intrinsic elements the reader can recognize the moral value of the story which is related with learning materials, especially in the formation of character education. Keywords: character education, Short Story, Robohnya Surau Kami
PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil dari daya cipta, karsa manusia yang dimana mengandung nilai seni yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, seorang seniman/ penyair tidak menciptakannya hanya asal-asalan. Melainkan membutuhkan usaha yang keras baru bisa menghasilkan sebuah karya yang bermutu. Selain itu, banyak aspek yang dipertimbangkan dalam pembuatan karya sastra. Misalnya aspek keindahan, nilai guna/manfaat. Karya sastra berfungsi sebagai gambaran kehidupan manusia dari generasi ke generasi lain dan dari satu zaman ke zaman berikutnya. Seorang penulis yang baik akan berusaha mendekati kehidupan dengan menghasilkan karya sastra yang bermakna. Dengan karya sastra pembaca akan memperoleh pemikiran dan pengalaman-pengalaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Oleh sebab itu banyak sekali karya sastra yang mencerminkan kehidupan masyarakat di sekitar kita 114|
Melalui karya sastra dapat diketahui eksistensi kehidupan suatu masyarakat di suatu tempat pada suatu waktu meskipun hanya pada sisi-sisi tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan dan ekspresi tentang kehidupan dan pengarang mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup, walaupun pada sisi lain harus diakui sastra bersifat otonom yang tidak mesti dihubungkan dengan realitas. Karya sastra terlahir dari pandangan hidup suatu masyarakat. Karena pengarang bagian dari masyarakat di dalam karya sastra yang dihasilkan terkandung pula nilai-nilai yang dianut oleh masyarakt tertentu. Dengan demikian, terdapat hubungan yang tidak langsung antara pengarang dan pembaca. Melalui karya sastra seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan tertentu kepada pembaca. Sesuatu yang disampaikan itu biasanya merupakan gagasan tentang kehidupan yang ada disekitar pengarang. Cerpen adalah salah satu contoh diantara sekian banyak karya sastra saat ini. Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Menurut Suryadi (2007, hlm.54), cerita pendek adalah sebuah narasi fiksi yang panjangnya sekitar 500 sampai 10.000 kata dan lebih fokus daripada novelet, apalagi novel. Karena
cerita yang disajikan dalam cerita pendek ini
tergolong singkat, biasanya cerita pendek hanya menceritakan kejadian yang tunggal, dengan karakter yang tunggal, atau hanya beberapa. Berangkat dari realitas imajinatif, suatu cerita pendek merupakan penceritaan yang dilakukan pengarang terhadap sesuatu hal. Di dalam cerita pendek ini terkandung permasalahan yang muncul, perkembangan dari permasalahan yang terjadi dan biasanya disertai pengakhiran terhadap permasalahan itu. Kekreatifan seorang pengarang cerita pendek
dengan sendirinya terletak pada kepekaan terhadap
permasalahan, cara yang dipakai untuk mengangkat dan merangkai permasalahan itu ke dalam cerita, keahlian dalam menjaga runtutan cerita tentang permasalahan itu serta kecerdikan dalam mengakhiri cerita yang dihadirkannya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan, menyuburkan, dan mengakarkan pendidikan karakter adalah mengoptimalkan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Melalui pembelajaran apresiasi sastra yang optimal, siswa didik akan dibawa pada situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan, menilai, menemukan, 115|
dan mengkonstruksi materi ajar yang mereka terima sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka temukan. Salah satu materi pembelajaran apresiasi sastra yang penting dan strategis untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter adalah cerpen. Melalui pembelajaran apresiasi cerpen yang optimal, siswa didik secara tidak langsung akan mendapatkan nutrisi dan gizi batin yang akan mampu memberikan imbas positif terhadap perkembangan kepribadian dan karakter mereka. Dengan cerpen, hati dan perasaan anak-anak akan terlibat secara intens dan emosional ke dalam teks cerpen yang mereka pelajari, sehingga kepekaan nurani mereka menjadi lebih tersentuh dan terasah. Dengan cara demikian, tanpa melalui pola instruksional dan indoktrinasi yang monoton dan membosankan, anak-anak secara tidak langsung akan belajar mengenal, memahami, dan menghayati berbagai macam nilai kehidupan, untuk selanjutnya mereka aplikasikan dalam ranah kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis cerpen karya A.A Navis ini dengan menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur karya satra dari dalam. Pendekatan struktural bertujuan memaparkan dengan cermat fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural merupakan hubungan antar unsur yang bersifat timbal balik, saling menentukan, mempengaruhi yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Membaca cerpen berupa nilai-nilai dalam hal ini adalah nilai pendidikan karakter yang digunakan sebagai cermin atau perbandingan dalam kehidupan. Sedangkan dipilihnya cerpen karya A.A. Navis karena cerpen robohnya surau kami memiliki keistimewaan yaitu terletak pada teknik penceritaan A.A.Navis yang tidak biasa pada saat itu. Tidak biasanya karena Navis menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain. Bahkan di sana terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Sang Maha Pencipta. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A NAVIS Pendidikan karakter, cerpen, cerpen robohnya surau kami, pendekatan struktural merupakan dasar dalam kajian teori ini. Oleh karena itulah, untuk memperjelas dasar-dasar tersebut, berikut ini diuraikan mengenai teori keempat hal tersebut. 1. Cerpen Berangkat dari realitas imajinatif, suatu cerita pendek merupakan penceritaan yang dilakukan pengarang terhadap sesuatu hal. Di dalam cerita pendek ini terkandung permasalahan yang muncul, perkembangan dari permasalahan yang terjadi dan biasanya 116|
disertai pengakhiran terhadap permasalahan itu. Kekreatifan seorang pengarang cerita pendek dengan sendirinya terletak pada kepekaan terhadap permasalahan, cara yang dipakai untuk mengangkat dan merangkai permasalahan itu ke dalam cerita, keahlian dalam menjaga runtutan cerita tentang permasalahan itu serta kecerdikan dalam mengakhiri cerita yang dihadirkannya. Menurut Suryadi (2007, hlm.54), cerita pendek adalah sebuah narasi fiksi yang panjangnya sekitar 500 sampai 10.000 kata dan lebih fokus daripada novelet, apalagi novel. Karena cerita yang disajikan dalam cerita pendek ini tergolong singkat, biasanya cerita pendek hanya menceritakan kejadian yang tunggal, dengan karakter yang tunggal, atau hanya beberapa. Begitu pun Nurgiyantoro (1994, hlm.10), menurutnya sesuai dengan namanya, cerita pendek merupakan cerita yang pendek. Pendek dalam arti, cerita ini dapat dibaca dalam sekali duduk, dalam waktu antara setengah sampai dua jam.Selanjutnya berkenaan pengertian cerita pendek di atas, dapat diketahui unsur-unsur yang membangun cerpen. Adapun unsur intrinsik yang membangun cerpen adalah tema, alur, tokoh/ penokohan, latar, gaya, sudut pandang dan amanat.
2. Pendidikan karakter Cerpen sebagai sebuah karya sastra di dalamnya mengandung nilai-nilai sastra seperti digambarkan menurut Darma (1981, hlm.6) bahwa karya sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Pesan ini dinamakan “moral”. Sering juga dinamakan “amanat”. Maksudnya sama, yaitu sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Dengan demikian sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral. Pesan moral tersebut merupakan petunjuk tentang berbagai masalah kehidupan seperti, tingkah laku, sopan santun dalam pergaulan, dan sebagainya. Pesan moral yang bersifat praktis merupakan petunjuk yang dapat ditampilkan atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata. Hikmah yang diperoleh pembaca dalam karya sastra selalu dalam pengertian baik. Jika karya sastra menampilkan isi dari tokoh yang kurang terpuji, tidak berarti pengarang atau penulis menyarankan pembacanya untuk bersikap dan bertindak demikian, tetapi ditampilkan agar tidak diikuti dan ditiru oleh pembaca. Berkaitan dengan nilai moral di atas, Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan panduan dalam mengidentifikasi nilai moral. Menurut Miskawaih (1994, hlm.46-50) menyatakan bahwa indikator moral dimaksud dalam kajian ini adalah prinsip-prinsip moral yang menentukan kriteria benar salahnya sesuatu teori. Standar nilai moral seperti yang dikemukakan adalah sebagai berikut ini. 117|
No. 1.
Kategori moral Kearifan
Bentuk a. Pandai
Karakteristik Cepat mengambil kesimpulan
b. Ingat
Menetapkan gambaran tentang apa yang diserap oleh jiwa
c. Berpikir
Upaya mencocokan objek-objek yang dijajaki oleh jiwa untuk menyimpulkan
d. Kejernihan
apa
yang
dikehendaki. Kesiapan jiwa untuk berpikir
e. Ketajaman/
dan menyimpulkan apa yang
kekuatan otak
dikehendaki Kemampuan
jiwa
untuk
merenungkan pengalaman yang telah lewat 2.
Kesederhanaan
a. Rasa malu
Tindakan menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak senonoh Kehati-hatian
b. Tenang
menghindari
celaan dan hinaan Kemampuan untuk menguasai
c. Sabar
diri ketika dilanda gejolak nafsu Tegarnya
diri
terhadap
gempuran hawa nafsu, tidak d. Dermawan
terjebak
oleh
kenikmatan
Menyedekahkan
harta
duniawi. e. Integritas
seperlunya kepada yang berhak. f. Puas
Kebajikan jiwa yang membuat seseorang mencari harta dijalan
g. Loyal
yang benar. Tidak berlebihan dalam makan, minum dan berhias 118|
h. Berdisiplin
Sikap jiwa yang tunduk kepada hal-hal terpuji Bersemangat dalam mencapai kebaikan
i. Optimis
Kondisi
jiwa
yang
menilai
segalanya dengan benar dan j. Kelembutan
mentaatinya dengan benar Keinginan
melengkapi
jiwa
dengan moral mulia k. Anggun l. Berwibawa
Lembut hati sampai ke jiwa dari watak
yang
bebas
dari
kegelisahan m. Wara Ketegaran
jiwa
dalam
menghadapi tuntutan duniawi Pencetakan diri agar senantiasa berbuat baik untuk mencapai kesempurnaan jiwa 3.
Keberanian
a. Kebesaran jiwa
Meninggalkan
persoalan-
persoalan yang penting dan yang tak penting serta mampu menanggung
b. Tegar
kehormatan/
kehinaan Kepercayaan
c. Ulet
menghadapi
d. Tenang
menakutkan
diri
dalam
hal-hal
yang
Bersungguh-sungguh Kesiapan
jiwa
dalam
menghadapi nasib baik dan nasib e. Tabah
buruk,
sekalipun
kesulitanya menyertai kematian Kebajikan
jiwa
membuat 119|
seseorang mencapai ketenangan f. Menguasai diri
jiwa Tidak mudah dirasuki bisikanbisikan
yang
mendorongnya
melakuakan kejahatan g. Perkasa
Tidak mudah dilanda marah Kemampuan mengendalikan diri dalam
menghadapi
situasi-
situasi gawat Kemampuan
melakukan
pekerjaan-pekerjaan dengan
harapan
besar memperoleh
reputasi baik. 4.
Keadilan
a. Bersahabat
b. Bersemangat c. Sosial
Cinta
yang
tulus,
memperhatikan
orang,
memperhatikan
masalah-
masalah sahabatnya Berupaya
seragam
dalam
pendapat dan keyakinan Bergotong royong d. Silahturahmi Berbagi
kebaikan
duniawi
kepada kerabat dekat e. Memberi imbalan
Membalas
kebaikan
dengan
kebaikan yang sama atau lebih f. Baik dalam bekerjasama
Mengambil dan memberi dalam berbisnis dengan adil, sesuai
g. Kejelian dalam
kepentingan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
memutuskan persoalan
Tepat
dan
adil
dalam 120|
h. Cinta
memutuskan diringi
persoalan
rasa
tanpa
menyesal
dan
mengungkit-ungkit Mengharapkan
cinta
dari
mereka yang dianggap puas dengan i. Beribadah /taqwa
cara
hidup
yang
dicapainya, juga dari mereka yang
dianggap
orang-orang
mulia dengan cara bermanis muka
serta
melakukan
perbuatan-perbuatan
yang
mengundang simpati mereka Mengagungkan
asma
Ilahi
Taala, memuji-Nya, patuh dan tunduk pembela-Nya. Standar nilai moral yang dikemukakan oleh Miskawaih selaras dengan nilai-nilai moral pancasila sebagai acuan kehidupan bangsa Indonesia. Sesungguhnya nilai moral itu berakar dalam sifat manusia itu sendiri. Kosasih (1999, hlm.130-131) menemukan beberapa nilai moral yaitu (a) keberanian, (b) Ketaqwaan, (c) kesatriaan, (d) kesetiaan, (e) persahabatan, (f) hormat pada orang tua, (g), kasih sayang orang tua terhadap anak, (h) kesabaran, (i) kemanusiaan, (j) kedermawanan, (k) kesederhanaan, (l0 kepemimpinan. Selanjutnya berkenaan dengan standar nilai moral diatas, menurut Rahmanto (1988, hlm.24) menjelaskan bahwa dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukan karakter siswa. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam dibandingkan dengan pelajaranpelajaran lainnya. Sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti misalnya: kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian dan kematian. Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjukkan hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Kedua, pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan
121|
bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang anatara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian dan penciptaan.
3. Pendekatan struktural dalam menganalisis cerpen Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, penokohan dan tokoh, latar, sudut pandang, dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Selanjutnya berkaitan dengan pendekatan struktural di atas, menurut Nurgiyantoro (2010, hlm.37), adapun langkah-langkahdalam menerapkan teori strukturalisme adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasikan unsur-unsur instrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar dan alur; 2) Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui bagaimana tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra; 3) Mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra; 4) Menghubungkan masing-masing unsure sehingga diketahui tema, tokoh, latar, dan alur dalam sebuah karya sastra; 5) Demikian dapat disimpulkan bahwa dalam analisis karya sastra, dalam hal ini cerpen, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan kemudian menghubungkan antar unsur instrinsik yang bersangkutan. 4. Telaah cerpen “ Robohnya SurauKami” karya A.A Navis dengan menggunakan pendekatan struktural Unsur intrinsik pada cerpen “Robohnya Surau Kami’ karya A.A Navis 1) Tema adalah makna cerita, gagasan sentral atau dasar cerita. Dalam karyanya pengarang bukan hanya ingin bercerita, namun ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu yang ingin dikatakannya ini bisa masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau kornentar tentang kehidupan ini. Tema cerpen Robohnya Surau Kami terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Dibuktikan pada kutipan berikut: “Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku 122|
pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.” Gambaran tersebut di tegaskan kembali pada kutipan sebagai berikut. “Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.” 2) Alur adalah struktur naratif bagi sebuah cerita dan harus dapat menjalankan tugasnya dalam menyelaraskan gagasan hingga menjadi kesatuan yang bulat dan jelas didalam aspek pengisahan suatu cerita. Sebuah cerita akan berhasil apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa yang disusun dalam rangkaian sebab akibat, karena kewajarannya, kejadian-kejadian dalam cerita itu menjadi hidup dan dapat diterima akal.
Alur yang dipakai dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu alur maju dan mundur, dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah tersebut diceritakan, dan juga menceritakan tentang sebab meninggalkan seorang kakek penjaga surau dan kemudian menceritakan kembali lanjutan kisah tersebut. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis.… Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temui sebuah surau tua…. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang Tua…. Orang-orang memanggilnya kakek… Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal…. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahny. Dan besoknya, ketika Aku mau turun rumah pagi-pagi istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk. “Siapa yang meninggal?” Tanyaku kaget. “Kakek. “Kakek?” 3) Tokoh/ penokohan adalah tokoh dapat dijelaskan sebagai pelaku yang bertindak tau beraksi yang berfungsi sebagai penggerak tema dan persoalan dalam sebuah karya sastra. tokohlah yang berfungsi sebagai pengembang tema dan persoalan yang menjadi pemikiran atau renungan pengarang. Selain manusia, tokoh juga boleh diisi oleh binatang atau apa saja yang dapat menggerakkan suatu cerita. Sedangkan penokohan 123|
merupakan sifat-sifat atau keadaan yang digambarkan oleh pengarang melalui tokoh ciptaannya. Penokohan ini boleh bersifat lahiriah seperti melukiskan bentuk badan ataupun batiniah seperti menggambarkan sikap dan emosi. a. Tokoh aku Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya “tokoh aku” ini, kita bisa mengetahui bahwa kisah si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Dibuktikan pada kutipan sebagai berikut. Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: “Apa ceritanya, kek ?” Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : “Bagaimana katanya, kek ?” “Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. b. Tokoh kakek Tokoh ini merupakan tokoh sentral. Tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang lain, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri dan lemah imannya.Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cerita/bualan Ajo Sidi. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan omongan Ajo Sidi, sehingga dia bisa membenahi kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia lebih mengambil jalan pintas yaitu memilih untuk bunuh diri.Gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri melalui ucapanya sendiri, dibuktikan pada kutipan seperti berikut: “ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku… c. Tokoh Ajo sidi Tokoh ini sangat istimewa dan sangat berpengaruh. Tokoh ini tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini. Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini muncul melalui mulut tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi disebutkan sebagai si tukang bual yang hebat karena 124|
Ajo sidi mampu mengikat orang-orang dengan bualanya yang aneh sepanjang hari, siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu bualannya selalu mengena. Dibuktikan pada kutipan berikut ini: ….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari”.
d. Tokoh Haji Saleh Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Secara jelas terlihat watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri sendiri. 4) Latar adalah landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang yang diceritakan. a. Latar tempat : Latar tempat yang ada dalam cerpen ini adalah: di kota, dekat pasar, di surau, di akhirat, kolam, dan sebagainya. Dibuktikan pada kutipan: “Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. b. Latar waktu Latar waktu yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti tergambarkan pada kutipan sebagai berikut. “Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….” Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kebencian yang bakal roboh ……… Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek “Sedari mudaku aku di sini, bukan ?….” 5) Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuangkan makna dan suasanadapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Pada cerpen ini pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan dalam cerpen ini agama Islam, seperti kata garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Neraka, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hamba125|
Mu, kitab-Mu, Malaikat, dan sebagainya. Majas yang digunakan dalam cerpen ini diantaranya majas alegori, parabola, dan sinisme. 6) Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Cerpen Robohnya Surau Kami pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita, hal ini tergambarkan pada kutipan berikut ini: Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar…. Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang…. 7) Amanat adalah suatu saran yang berhubungan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: a)
Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena
ada perbuatan kita yang kurang baik di hadapan orang lain. Amanat ini dibuktikan pada kutipan: “Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah bertawakkal kepada Tuhan .…” b)
Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja
baik dihadapan manusia tetapi belum tentu baik di hadapan Tuhan itu. Dibuktikan pada: “Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-temannya didunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di Neraka itu tak kurang ibadahnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai 14 kali ke Mekkah…. c) Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, dibuktikan pada kutipan: “…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. … d) Jangan mementingkan diri sendiri, karena hidup perlu bersosialisasi/ menjaga silahturahmi dengan sesamanya. Dibuktikan pada bagian: ”…. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. 126|
Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. 5. Nilai – Nilai Pendidikan Karakter yang terdapat pada cerpen “Robohnya Surau Kami’ karya A.A Navis 1. Taat beribadah/ taqwa, hal ini tergambarkan dalam ketaatan tokoh kakek dalam beribadah, 2. Loyal, sikap jiwa yang tunduk kepada hal-hal terpuji, hal ini tergambarkan pada ketakutan tokoh kakek melakukan sesuatu yang dapat merusak ibadahnya 3. Sabar, hal ini tergambarkan sifat sabar dan tawakal dari tokoh kakek 4. Ikhlas, tergambar dalam sifat ikhlas yang dimiliki tokoh kakek terlihat dalam keredhoannya membantu mengasah pisau tanpa mengharapkan upah, 5. Wara, hal ini terlihat dalam tokoh haji Soleh yang selalu menghentikan larangan Allah dengan tidak pernah berbuat jahat, 6. Larangan menyombongkan diri 7. Ulet, bersungguh-sungguh untuk berusaha di dunia dan di akhirat 8. Silahturahmi, Berbagi kebaikan duniawi kepada kerabat/ sesama, hidup harus bersosialisasi jangan mementingkan diri sendiri/ persaudaraan dengan sesama/ saling peduli dengan sesama 9. Tabah dan tenang, bisa menguasai diri, jangan cepat marah, kita harus tenang dalam menghadapi masalah, sehingga tidak boleh untuk melakukan bunuh diri. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis unsur intrinsik yang ada pada cerpen “Robohnya Surau Kami” adalah sebagai berikut: a) Tema: tema dalam cerpen ini adalah persoalan batin kakek setelah mendengar bualan Ajo Sidi; b) latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat dan latar waktu; c) alur yang ada dalam cerpen ini adalah alur maju dan mundur; d) tokoh yang ada dalam cerpen ini adalah tokoh Aku, tokoh Kakek, tokoh Ajo sidi dan tokoh Haji Saleh; e) gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan (Islam) seperti kata garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Neraka, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, dan sebagainya; f) sudut pandang yang digunakan cerpen Robohnya Surau Kami pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagai tokoh utama sebab secara langsung pengarang terlibat di 127|
dalam cerita; dan g) amanat yang ada dalam cerpen ini adalah jangan cepat marah, jangan menyi-nyiakan apa yang kamu miliki, jangan sombong/ berbangga hati, dan jangan mementingkan diri sendiri. Cerpen “Robohnya Surau Kami karya A.A Navis” ini adalah sebuah karya sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik pembangunnya, selain itu dalam cerpen ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran khususnya dalam pembentukan pendidikan karakter. Karena dalam cerpen tersebut mengandung nilai-nilai moral.
Daftar Pustaka Aminudin. (2004). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Badudu, J.S. (1984). Sari Kesustraan Indonesia 1. Bandung: CV Pustaka Prima. Darma, Budi. (1981). Moral dalam sastra, Pidato Ilmiah. Surabaya. IKIP. Djahiri, A. Kosasih. (1989). Teknik Pengembangan Program Pengajaran Pendidikan Nilai Moral. Bandung: Lab. PMPKn. FPIPS IKIP Bandung. Miskawaih, Ibn. (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak (terjemahan). Bandung: Mizan Navis, A.A. (2010). Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Noor, Redyanto. (2004). Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Nurgiyantoro, Burhan. (1998). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rahmanto, B.(1988). Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
128|