KREATIVITAS BOBY ARI SETIAWAN DALAM KARYA TARI HANACARAKA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S1
oleh: Fani Dwi Hapsari NIM: 10134115
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2014
2
KREATIVITAS BOBY ARI SETIAWAN DALAM KARYA TARI HANACARAKA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S1
oleh: Fani Dwi Hapsari NIM: 10134115
Kepada FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2014
3
4
5
MOTTO Pengetahuan adalah kekuatan. Sindiran halus dan cercaan mereka adalah motivasi ku untuk tetap terus berjuang dan berjalan ke depan mencapai sebuah pembuktian bahwa aku bisa menjadi lebih baik lagi. (Fani Dwi Hapsari) Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Hyang Sukmo. (Lakukan yang ku bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan)
6
ABSTRAK “KREATIVITAS BOBY ARI SETIAWAN DALAM KARYA TARI HANACARAKA”. Laporan penelitian ini dilakukan sebagai studi kasus tentang kreativitas penciptaan sebuah karya baru yang bersumber dari huruf alfabet. Sebagai salah satu bentuk kesenian tari kontemporer, penelitian tentang karya tari Hanacaraka sebagai sesuatu yang bermuatan kreatif dan inovatif. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah, bentuk pertunjukan karya tari Hanacaraka beserta elemen-elemen kreatif yang ada pada karya ini. Beberapa rumusan masalah tersebut terinci sebagai berikut: 1) Apa latar belakang Boby Ari Setiawan menciptakan “Hanacaraka” ? 2) Bagaimana unsur-unsur kreativitas Boby Ari Setiawan hadir dalam wujud karya “Hanacaraka” ? Untuk mengungkap berbagai aspek tersebut menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode etnografi tari. Metode yang digunakan adalah metode penelitian etnografi tari. Metode ini adalah jenis metode penelitian kualitatif. bahwa etnografi tari adalah penelitian dengan observasi langsung dan wawancara tidak teratur. Hal ini digunakan untuk mempresentasikan secara lajim untuk pengolahan data dalam pendeskrepsian secara analitis maupun intepretataif pada penelitian etnografi tari. Data penelitian yang dilakukan pertama kali adalah dengan cara observasi langsung, wawancara tidak terstruktur, dan studi pustaka. Selanjutnya data dianalisis secara lebih lanjut dengan menggunakan landasan pemikiran. Hasil penelitian menunjukan bahwa Boby Ari Setiawan mempunyai ciri-ciri pribadi yang kreatif. Eksplorasi merupakan prosees berfikir, berimajinasi serta merasakan dan merespon suatu objek yang diperoleh melalui panca indera. Proses pengamatan yang yang telah di lakukan menunjukan bahwa hasil dari penciptaan karya Boby melakukan suatu proses yang sangat intens dengan pencarian hasil kerja kreatif yang tidak sebentar. Penggabungan dan penggunaan dua cabang seni yang berbeda yaitu tentang seni media efek multimedia yang dibenturkan dengan penciptaan karya tari, meggunakan ukuran eksperimen tertentu. Dapat diambil kesimpulan bahwa seorang koreografer perlu memperluas cakrawalanya tidak hanya berhenti dengan bidang tarinya saja tetapi juga mampu memadumadankan bidang seni yang lain agar menjadikan karya-karya baru dalam seni pertunjukan. Kata Kunci: Kreativitas, koreografi Hanacaraka dan elemen-elemen kreatif.
7
KATA PENGANTAR Puji Syukur Allhamdulilah ku panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena dengan sebagai upaya serta berkat ridho dan rahmat-Nya, akhirnya skripsi S1 Seni Tari saya di Institut Seni Indonesia Surakarta dapat terselesaikan. Penulisan skripsi dengan judul “Kreativitas Boby Ari Setiawan dalam Karya Tari Hanacaraka” merupakan salah satu syarat guna mencapai derajat sarjana S-1 ini tidak pernah lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. R.M. Pramutomo, M. Hum selaku pembimbing skripsi saya yang dengan sabar memberikan bimbingan sangat intensif, banyak memberikan saran dan memotivasi kerja saya, mendukung dan memberi petunjuk dari awal sampai akhir skripsi ini. Trimakasih pula Dr. Sutarno Haryono S.Kar., M.Hum selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta serta Penasehat Akademik saya. Terimakasih kepada I Nyoman Putra Adnyana, S.Kar., M.Hum selaku ketua jurusan tari yang selalu mengingatkan akan kegiatan objek saya. Selain itu penulis tak kan lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh dosen Fakultas Seni Pertunjukan yang telah memberi bekal kemampuan yang cukup selama penulisan tugas akhir S-1 di Institut Seni Indonesia Surakarta.
8
Ucapan
terimakasih
juga
penulis
sampaikan
kepada
para
narasumber terutama Boby Ari Setiawan yang banyak memberi saya pengetahuan dalam memberikan sumber dan pengalaman mengikuti proses kerja dalam karyanya. Telah memberikan informasi terkait penulisan skripsi ini. Saya ucapkan banyak terimakasih sekali untuk kedua orang tua saya tercinta Bapak Hartono Berly dan Ibu Sri Mulyani yang sudah memberikan restu untuk semua kesuksesan saya, tak henti-henti mendoakan serta memberikan motivasi agar bisa lebih baik lagi, dan terimakasih kepada keluarga besar saya, Edi Ivan Is Haryanto sebagai kakak saya dan Pungki Sendita Aprilian terkasih yang selalu memberi semangat saya setiap saya sudah mulai putus asa. Tidak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan saya, kalian menjadi motifasi saya untuk menjadi lebih baik, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesikan. Akhirnya semoga Allah S.W.T memberikan ridho-Nya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya seni pertunjukan. Surakarta, 02 Juni 2014 Penulis
9
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada : Ayah dan Ibu saya tercinta beserta segenap keluarga besar saya. dan Masyarakat khususnya Masyarakat Seni Pertunjukan. ( *_* )
10
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PAERNYATAAN MOTTO ABSTRAK KATA PENGANTAR PERSEMBAHAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan D. Manfaat E. Tinjauan Pustaka F. Landasan Pemikiran G. Metode Penelitian H. Tahap Pengumpulan Data I. Tahap Analisis Data J. Sistematika Penulisan
ii iii iv v vi viii ix xi xiii 1 1 5 6 6 6 8 10 10 13 14
BAB II. LATAR BELAKANG BOBY ARI SETIAWAN SEBAGAI SEORANG KOREOGRAFER 15 A. Perjalanan Apresiasi Tari Seorang Boby Ari Setiawan 15 B. Boby Berkreasi di dalam dan di luar Pendidikan Formal 19 C. Motivasi Boby dalam menciptakan karya tari Hanacaraka 39 BAB III. UNSUR-UNSUR PENDUKUNG KREATIVITAS BOBY ARI SETIAWAN YANG HADIR DARI WUJUD KARYA TARI HANACARAKA A. Gagasan awal terciptanya Karya Tari Hanacaraka B. Karya Tari Hanacaraka sebagai karya kreatif dan inovatif C. Penuangan kreativitas berupa visual, Efek multimedia
44 44 50 72
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
96 96 99
KEPUSTAKAAN
100
11
A. B. C. D.
Pustaka Nara Sumber Diskografi Website
GLOSARIUM LAMPIRAN-LAMPIRAN
100 101 102 102 103 106
12
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Adegan penggambaran roh, dengan penggunaan kostum yang terbuat dari daun pisang. Gambar 2. Adegan pohon yang ditebang diperankan oleh empat penari putri. Gambar 3. Adegan penyebrangan dengan membawa rambu-rambu tanda Stop di Zebra Cross. Gambar 4. Adegan mata kuda,dengan menggunakan properti papan yang bergambar mata kuda. Dilakukan seakan-akan pengendara akan mengambil awalan untuk melaju. Gambar 5. Simbol yang dipakai dalam aturan berlalu lintas di jalan raya dilakukan oleh penari pada sebuah trotoar jalan raya. Gambar 6. Motif rambut yang dijegul Gambar 7. Kain kaos yang bermotif lurik, di pakai untuk bawahan semua penari laki-laki dan perempuan Gambar 8. Celana pendek yang dipakai semua penari laki-laki dan perempuan. Gambar 9. Kain jarik lurik yang dipakai untuk sabuk para penari. Gambar 10. Busana atasan berbentuk body sport yang digunakan oleh penari putri. Gambar 11. Pose bersama pola lantai pajupat limo pancer. Gambar 12. Pose bersama pola lantai urut kacang. Gambar 13. Pose berpasangan. Gambar 14. Pose dalam adegan gara-gara. Gambar 15. Pose gagahan yang dilakukan penari tunggal. Gambar 16. Pose dengan pola lantai jeblos.
13
Gambar 17. Pose bersama dengan 4 penari kelompok dan dua penari tunggal. Gambar 18. Pose gerak bersama pola lantainya. Gambar 19. Pemakaian
multimedia
saat
penari
menlakukan
gerak
jengkeng. Gambar 20. Multimedia yang dipakai saat penari berjalan rampak dan melafalkan huruf aksara Jawa. Gambar 21. Salah satu penari
laki-laki yang menggunakan aksen
multimedia. Gambar 22. Penggunaan lighting yang difokuskan pada penari.
14
DAFTAR LAMPIRAN 1. Musik Hanacaraka 2. Arsip media masa. 3. Biodata penulis.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hanacaraka atau sering kali di kenal dengan aksara Jawa adalah suatu bentuk huruf alfabert yang dimiliki oleh masyarakat Jawa sebagai alat komunikasi. Aksara ini memiliki keunikan dari segi bentuk dan cara penulisannya. Menulis aksara-aksara ini memperhatikan tebal tipisnya garis, lengkung huruf, serta makna menjadi sebuah seni. Hanacaraka itu sendiri ternyata bisa menjadi pijakan seorang koreografer untuk membuat suatu karya tari yang fenomenal. Boby Ari Setiawan adalah koreografer muda
yang
memiliki
dasar
tari
tradisi
Jawa,
mengembangkan
kreativitasnya dalam berkarya dengan mengangkat huruf aksara Jawa yang diterjemahkan/ diduplikasi oleh tubuh penari. Banyak di antara karya-karya
Boby yang sudah ada dan
dipentaskan ke beberapa kota di Indonesia dan di luar negeri. Penggarapan karya ini tidak lepas dari dasar seorang koreografer yang hidup dikesenian tradisi Jawa. Bentuk-bentuk tari tradisi Jawa yang terdapat pada karya ini antara lain tari gaya gagah, alus dan putri. Tradisi yang kuat sangat penting bagi para seniman pencipta, merupakan landasan yang jelas sebagai identitas daerah atau bangsa (Caturwati, 2008:112-113). Menggabungkan teknik
gerak tradisi
Jawa, meng-
2
eksplorasi setiap huruf dalam aksara Jawa kedalam gerak tubuh. Dari beberapa karya yang sudah ada, penulis tertarik pada satu karya yaitu koreografi Hanacaraka. Bentuk koreografi ini masih berpijak pada teknik tari tradisi Jawa. Gerak terinspirasi pada lekuk tebal tipisnya bentuk aksara Jawa. Bentuk koreografi Hanacaraka diambil dari bentuk alfabet aksara Jawa, kemudian ditransformasikan ke dalam tubuh penari. Karya ini mengambil esensi dari arti Hanacaraka yaitu “utusan” dalam cerita Aji Saka. Ciptaan huruf Jawa itu dimaksudkan untuk memperingati dua orang abdinya bernama Doro dan Sembodo. Dalam masyarakat Jawa kuno, aksara Jawa mengandung nilai-nilai simbolis yang sangat tinggi. Nilai simbolis yang sangat tinggi, misal huruf itu kalau dibaca maka mengandung cerita, kalau diberi sandangan bisa mengakibatkan makna yang lain, contoh huruf yang akan mati diberi tambahan berupa sandangan yang dipangku, seperti halnya kehidupan pada masyarakat Jawa (Hadikoesoemo, 1985:37). Dalam karya ini koreografer tidak ingin bercerita, tetapi mengambil esensi dari makna “utusan” yang bisa diartikan siapapun. Mengemasnya dalam rangkaian koreografi yang mengeksplorasi gerak tradisi Jawa sebagai dasar. Selain itu mengembangkanya dengan motivasi garis-garis lengkung yang ada dalam tulisan aksara Jawa. Gerak-gerak tersebut dipadukan dan dieksplorasi pada bentuk tari Jawa.
3
Terdapat beberapa unsur pendukung untuk penggarapan karya ini. Dalam penggarapan karya ini koreografer memilih lima penari, dua di antarnya penari putri dan tiga diantaranya penari putra. Ke lima penari tersebut memiliki dasar dan kecerdasan tubuh yang sudah terolah. Pemilihan penari putri sama-sama menyamakan dasar Banyumas, dan satu penari putri memiliki kekuatan olah vokal yang luar biasa. Kenapa memilih hanya lima penari, karena mengambil unsur dari lafal di setiap bait aksara Jawa yaitu lima bait pada setiap barisnya. Unsur-unsur pendukung lainnya pada karya ini menggunakan multimedia
sebagai
mempertegas
gerak
yang
dilakukan
penari.
Penggunaan teknologi ini untuk menterjemahkan huruf aksara Jawa kepada penikmat. Multimedia menggambarkan bentuk aksara yang dilakukan atau digerakkan oleh tubuh penari. Kreativitas yang dilakukan pada penggarapan koreografi Hanacaraka ini banyak menggunakan beberapa tahapan. Untuk merealisasikan idenya, Boby melakukan beberapa langkah yaitu: eksplorasi atau usaha penjelajahan gerak yang menyangkut kegiatan berfikir, berimajinasi, dan merasakan improvisasi. Artinya ini sebagai usaha untuk mendapatkan gerakan-gerakan tari yang baru. Tahapan ini di sebut komposisi, yaitu usaha yang mencipta (menyusun) tari yang secara spontanitas menyangkut pemilihan, pengintegrasian dan penyatuan.
4
Karya Hanacaraka ini pernah dipentaskan empat kali, bentuk penyajiannya secara utuh dan showcase (bentuk pertunjukan pendek). Pementasan di Malaysia dilakukan diempat kota dalam promosi kebudayaan Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada tahun 2012. Kemudian pada 9 Maret 2013 dilakukan pementasan di gedung di Salihara Jakarta. Pertunjukan showcase dilakukan di Sunan Hotel Solo pada tahun 2013 dalam acara Fenderation Asia Conggres Performance (FACP). Dari sekian bentuk pementasan tersebut Hanacaraka mendapatkan respon yang baik dari media cetak maupun media elektronik. Ulasan tersebut juga mengandung kritik dan komentar dari para pengamat tari. Seorang pengamat Yusril, berrharap karya tari boby tidak hanya sebatas gerak tanpa makna. “Ketika tubuh diverbalkan, dia bisa jadi pemaknaan tunggal. Padahal bisa menjadi diksi, tanda, eksplorasi berikutnya. Ke depan gerakan ini bisa lebih di mengerti. Tidak sekedar huruf tapi jadi kalimat, essai tubuh, yang lahir dari problem yang di hadapi masyarakat,” (Harian Solopos, Mahardini Nur Afifah pada 27 Februari 2014, hal 14) Karya tari Hanacaraka sebenarnya memiliki unsur kreativitas yang tinggi. Terciptanya karya Hanacaraa tidak lepas dari kreativitas koreografernya sebagaimana menurut Alma M.Hawkins yaitu: Kreativitas adalah jantungnya tari. Orang diberi kemampuan khusus untuk mencipta, ia dapat memasukan ide-ide, simbol-simbol dan obyek-obyek. Berbagai
5
seni timbul karena kemampuan manusia untuk menggali pandanganpandangan yang tajam dari pengalaman-pengalaman hidupnya dan karena keinginanya untuk memberikan bentuk luar dari tanggapannya serta imajinasi yang unik (Alma M.Hawkins, Terj. Wayan Dibia, 1990:12) Penelitian karya tari
Hanacaraka ini akan difokuskan pada satu
pertunjukan yang dipentaskan di Salihara Jakarta pada 9 Maret 2013. Hal ini disebabkan, pertunjukan di Salihara itu merupakan ujian dari kecermatan unsur-unsur kreativitas. Alasan penelitian ini mengambil fokus pada elemen-elemen kreatif Hanacaraka, karena pertunjukan di Salihara di sajikan secara utuh, bukan merupakan showcase. Untuk
alasan
ini
melakukan
penelitian
tentang
karya
tari
Hanacaraka sebagai sesuatu yang bermuatan kreatif dan inovatif. Pada akhirya penelitian ini diberi judul “Kreativitas Boby Ari Setiawan dalam karya tari Hanacaraka”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.
Apa latar belakang
Bobby Ari Setiawan menciptakan Karya Tari
“Hanacaraka” ? 2.
Bagaimana unsur-unsur kreativitas Bobby Ari Setiawan hadir dalam wujud karya “Hanacaraka” ?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan 1. Memaparkan maksud dan tujuan Boby Ari Setiawan dalam menciptakan koreografi Hanacaraka 2. Mendeskripsikan elemen-elemen kreatif yang ada dalam koreografi Hanacaraka Manfaat 1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar referensi atau acuan pada penelitian lainnya yang memilih objek penelitian yang sama atau hampir sama pada penelitian ini. 2. Selanjutnya
manfaat
lain
dari
penelitian
ini
dapat
untuk
mengetahui bagaimana proses penciptaan dalam membuat suatu karya. 3. Penelitian berikutnya
ini
dapat
bermanfaat
sebagai
bahan
penelitian
yang menghendaki penelitian tentang karya dari
seorang koreografer.
D. Tinjauan Pustaka Untuk kepentingn penelitian ini maka perlu ditinjau beberapa pustaka. Tinjauan pustaka diperlukan selain untuk mencermati hasil peneitian terdahulu, juga untuk menunjukan orisinalitas topik penelitian ini. Karya tari Hanacaraka adalah karya tari yang memuat aspek kreatif
7
dan inovatif. Penelitian dengan tema penelitian kreatif dan inovatif ini pernah dilakukan pada peneliti terdahulu. Oleh sebab itu beberapa pustaka yang sudah ditinjau antara lain: Skripsi berjudul “Proses Kreatif Retno Sulistyorini dalam Karya Tari Samparan The Moving Space” oleh Widya Ayu Kusumawardani pada tahun 2009. Skripsi ini membahas proses penciptaan karya tari Retno Sulistyorini sebagai salah satu bentuk proses kreatif, dilihat juga dari latar belakang koreografer itu sendiri (Widya Ayu Kusumawardani, 2009:42105). Skripsi berjudul “Prang Buta Karya Eko Supriyanto Sebuah Proses Kreatif Koreografi” oleh Febriyanti Setyowanti tahun 2012. Skripsi ini membahas tentang proses kreatif yang dilakukan koreografer Eko Supriyanto dalam menciptaan suatu karya (Febriyanti Setyowanti, 2012:5) Skripsi berjudul “Kreativitas Wirastuti Sulistianingtyas Sebagai Penari Dalam Ramayana Kontemporer Karya Nuryanto” oleh Bernadetta Dylla Asteria tahun 2012. Skripsi ini mengulas tentang koreografi dan kreativitas Wirastuti sebagai penari dalam karya Ramayana Kontemporer (Bernadetta Dylla Asteria, 2012:19-37). Dari sekian penelitaan yang di tinjau terdapat tema yang mengacu pada nilai kreativitas dan hubungannya dengan koreografi, tetapi bukan membahas karya Boby Ari Setiawan. Walaupun masing-masing penelitian itu telah memaparkan aspek koreografi dan kreativitas tetapi tidak
8
menguraikan secara khusus dampak kreativitas karya yang inovatif. Dengan demikian skripsi ini belum pernah diteliti sebagai objek material penelitian, artinya orisionalitas penelitian ini dapat dipertanggung Jawabkan.
E. Landasan Teori Pnelitian ini akan
mendeskripsikan secara analitis karya tari
Hanacaraka sebagai objek material penelitian. Penggunaan landasan teori di sini adalah untuk keperluan objek formal, yang dimaksud dengan objek formal di sini berhubungan dengan variabel kreativitas yang melekat dengan koreografi Hanacaraka karya Boby. Kreativitas adalah fariabel tetap yang terkait dengan relefansi penggunaan landasan teori. Sebuah konsep tentang manipulasi motif ke ruang firtual telah di ungkapkan Jan Ayre dalam Journal Of Dance Educasion yang berjudul “Dance with Technology” Vol. 8 No. 1 (2003): 1-2. Penjelasan konsep ini bahwa Boby mencoba mentranformasikan aksara Hanacaraka ke ruang firtual melalui instrumen
tubuh penarinya. Konsep ini akan berguna
untuk disinergikan dengan cara-cara memanipulasi motif dalam bahasa tubuh penari. Penelitian ini juga menggunakan konsep garap. Untuk menJawab kreativitas digunakan konsep dari Rahayu Supanggah pada buku Bothekan Karawitan II, yang diambil dari garap pertanian diadopsi pada
9
garap karawitan. Konsep garap yaitu bahan, teknik,situasi dan kondisi. Bahan tari yaitu gerak, ruang dan waktu, contoh garap teknik pada koreografi Hanacaraka ini adalah teknik kelenturan tubuh. Istilah garap telah menjadi satu atau menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seni pertunjukan, seperti yang di ungkapkan Rahayu Supanggah bahwa: Garap adalah suatu “sistem” atau rangkaian kegiatan dari seseorang dan/atauu berbagai pihak, terdiri dari beberapa tahapan, atau kegiatan yang berbeda, masing-masing mereka bekerja sama, dan bekerja bersama dalam satu kesatuan , untuk menghasilkan sesuatu, sesuai dengan maksud, tujuan atau hasil yang ingin dicapai (Supanggah, 2007:3). Dengan mengacu Garap oleh Rahayu Supanggah, maka garap di situ sebenarnya terdapat tahapan-tahapan yang bersifat proses menuju lahirnya sebuah karya, termasuk karya tari. Selain pemikiran dari Rahayu Supanggah di atas , penelitian ini juga akan menggunakan landasan teori dari George J. Seidel yang di kutip dari buku “Kreativitas: Bagaimana menanam, membangun dan mengembangkannya” karangan Julius Chandra sebagai berikut: Kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan mengkaitkan, kadang-kadang dengan cara yang ganjil namun mengesankan dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari daya rohani manusia dalam bidang atau lapangan manapun (Julius Chandra, 1994:15) Beberapa konsep dan teori tesebut sangat berguna dalam membahas pendeskripsian secara analitis karya tari Hanacaraka. Secara lebih fokus arti penggunaan itu diharapkan mampu mencermati unsur-unsur
10
kreativitas dan inovatif yang ada di dalam karya Boby Ari Setiawan. Untuk
melihat
elemen-elemen
kreatif
tersebut,
maka
diperlukan
metodelogi penelitian yang spesivik.
F. Metode Penelitian Penelitian ini mengandalkan sifat data. Sifat data dalam penelitian ini adalah kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode penelitian etnografi tari. Metode ini adalah jenis metode penelitian kualitatif. Menurut Simon Kruger dinyatakan bahwa etnografi tari adalah penelitian dengan observasi langsung dan wawancara tidak teratur. 1. Tahap Pengumpulan data Tahap pengumpulan data adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Pengumpulan
data
digunakan
untuk
memperoleh
data.
Tahap
pengumpulan data yang sesuai dengn penelitian ini menggunakan 2 cara pokok,
observasi langsung dan wawancara tidak teratur. Sebagai
pendukung menggunakan studi pustaka dan arsip (media cetak, video, dan sibernetik). a. Observasi Obserfasi dilakukan terutama untuk memperoleh data yang terkait dengan
unsur-unsur
kreativitas.
Untuk
mempermudah
dalam
pelaksanaan metode obserfasi ini digunakan alat bantu, berupa tape
11
recordeer dan kamera atau video rekam. Penggunaan alat bantu tersebut juga dimaksud supaya data yang di peroleh tidak mudah terlupakan ataupun hilang, dan tak lupa merekam dan mengikuti work shop nya. Langkah utama yang dilakukan adalah melakukan pendekatan terhadap obyek penelitian dengan cara melakukan kunjungan. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi ini yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung pada proses karya Hanacaraka di tempat latihan, bahkan peneliti juga pernah mendapat materi Hanacaraka disetiap latihan rutin yang dilakukan komunitas Independent Expression, karena penulis juga termasuk mahasiswa yang mengikuti dan belajar bersama pada komunitas tersebut. Hal ini tentu saja dapat membantu penulis untuk mengetahui cara kerja seorang Boby Ari Setiawan dalam berproses membuat sebuah karya, terutama karya Hanacaraka. b. Sumber Lisan/ Wawancara Sumber lisan di sini adalah mengadakan komunikasi langsung dengan koreografer karya tari Hanacaraka yang menggunakan simbol aksara Jawa sebagai pijakan utama dalam karya tersebut. Wawancara bebas adalah suatu bentuk wawancara yang dilakukan secara bebas dan santai kepada anggota masyarakat maupun sumber. Dalam wawancara bebas ini peneliti memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada informan untuk menJawab serta memberikan keterangan atas pertanyaan
12
yaang diajukan. Wawancara ini diperoleh untuk memperoleh keterangan yang falid. Pemilihan dan penentuan nara sumber ini berdasarkan kedudukan, fungsi serta hubungan nara sumber dengan obyek yang diteliti. Wawancara ini dilakukan dengan orang yang terlibat dalam karya Hanacaraka ini sendiri yaitu Boby Ari Setiawan selaku pencipta karya Hanacaraka. Dalam wawancara pertanyaan harus sesuai dengan permasalahan yang akan ditulis. Hasil wawancara dapat digunakan untuk mengetahui tentang perkembangan kehidupan obyek yang diteliti. Penggunaan sumber lisan ini dimaksud untuk memperoleh data yang ada kaitannya dengan permasalahan daam penlitin ini, melalui informan atau narasumber. c. Sumber Tertulis/ Studi Pustaka Studi pustaka dimaksud untuk memperoleh data serta informasi secara umum yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Sejumlah data yang erat berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini akan dijadikan acuan untuk kemudian dibuktikan melalui pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian. Pada tahap ini yang dilakukan adalah mencari data-data tertulis yang berguna untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang dari obyek yang diteliti dengan alasan dapat memberikan keterangan yang bersifat teoritis yang berhubungan erat dengan penelitian penulisan. Didalam penelitian
13
etnografi tari digunakan untuk membuktikan kesesuaian terhadap obserfasi langsung maupun data yang diperoleh terhadap wawancara tidak teratur. 2. Tahap Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan secara terjun langsung, dokumen pribadi, gambar, foto dan sebagainya. Datadata yang terkumpul dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan landasan pemikiran yang sudah dipaparkan didepan. Data yang di peroleh dari observasi langsung, wawancara tdk tratur dan studi pustaka. Menurut prinsip relevansif, prinsip ini cara untuk mempresentasikan secara lajim untuk pengolahan data dalam pendeskrepsian secara analitis maupun intepretataif pada penelitian etnografi tari.
14
G. Sistematika Penulisan Setelah pengumpulan data dan analisis data, maka hasilnya dirangkum dalam suatu bentuk tulisan uraian bab sebagai berikut : BAB I :
Menguraikan tentang latar belakang penelitian Kreativitas Boby Ari Setiawan dalam Karya Tari Hanacaraka, Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan
Teori,
Metode
Penelitian
dan
Sistematika
Penelitian. BAB II :
Dalam bab ini memaparkan tentang Latar Belakang Boby Ari Setiawan sebagai seorang koreografer. Pertama yang akan di jelaskan tentang perjalanan Apresiasi Tari Seorang Boby Ari Setiawan, Boby Berkreasi di dalam dan di luar Pendidikan Formal dan Motivasi Boby dalam menciptakan karya tari Hanacaraka
BAB III :
Pembahasan
dalam
bab
ini
mengenai
unsur-unsur
pendukung kreativitas Boby Ari Setiawan yang hadir dari wujud karya tari Hanacaraka, pembahasan pertama tentang Gagasan awal terciptanya Karya Tari Hanacaraka, sebagai karya kreatif dan inovatif yang berupa dunia gagasan serta cara-cara penuangan dari gagasan kreatif menjadi wujud karya dan penuangan kreativitas berupa visual, Efek multimedia
15
BAB IV:
Pembahasan pada bab terakhir berupa penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari pertunjukan Karya Tari Hanacaraka.
16
BAB II LATAR BELAKANG BOBY ARI SETIAWAN SEBAGAI SEORANG KOREOGRAFER Bahasan dalam bab ini sangat mengandalkan hasil dari wawancara tidak terstruktur. Cara ini lazim di dalam metode penelitian etnografi tari yaitu peneliti sebagai alat. Salah satu bentuk wawancara ini di sebut virtual etnografi yakni wawancara tanpa gerakan fisik dan karena itu penelitian lapangan etnografis
berpindah dari distribusi secara fisik
menjadi interaksi teknologi yang dimediasi dalam dunia virtual. Untuk tujuan ini virtual sering memanfaatkan alat untuk mediasi interaksi, seperti fasilitas wawancara online atau juga disebut sibernetik (Kriiger, 2008:104).
A. Perjalanan Apresiasi Tari Seorang Boby Ari Setiawan Boby Ari Setiawan lahir di Klaten Jawa Tengah 18 Januari 1983, ia akrab dengan nama depannya yaitu Boby. Boby dekat sekali dengan kesenian tradisi khususnya tradisi Jawa. Ia terlahir dari keluarga yang berwiraswasta namun masih ada darah seni dari almarhum nenek ( ibu dari bapak yang punya latar belakang seni pemain wayang kulit / dalang) dan beberapa kerabat yang juga dekat dalam kesenian tradisi Jawa. Bakat seni mengalir dari almarhum neneknya Nyi Padmi, adalah seorang
17
dalang wanita terkenal pada masanya yang sering diundang pentas di Istana Negara oleh Presiden Soekarno. Terdapat beberapa kerabat keluarga yang menekuni seni tradisi sebagai pengajar ataupun seniman. Kegiatan kumpul bareng keluarga besar (trah Galombo) yang juga sering menyelenggarakan wayang kulit semalam suntuk merupakan faktor penting sebagai pengalaman yang memotifasi Boby untuk dekat dengan seni tradisi dan merupakan faktor internal yang melatar belakangi kreativitas Boby (Boby Ari Setiawan, wawancara 27 Maret 2014). Boby menempuh pendidikan formal di SD Negeri Kemasan I. Semasa duduk dibangku sekolah dasar (SD Negeri Kemasaan I Surakarta) Boby aktif dalam mengikuti kegiatan seni karawitan maupun tari dan selalu dipilih untuk ikut tampil dalam misi PORSENI mewakili sekolah waktu itu. Melalui kegiatan ekstra kulikuler yang ada di SD dan SMP Boby mulai tertarik pada seni tari dan menjadi salah satu hobinya untuk menekuni seni tari sejak dulu di bangku Sekolah Dasar. Ia menarikan tarian pertamanya yaitu tari Kuda-Kuda. Jenis tarian tersebut tergolong tari tardisi rakyat. Guru yang pertama kali mengajarkan seni tari adalah Bapak Sarwito. Ia adalah seorang guru kesenian seni tari yang ada di SD Kemasan I. Dari sinilah muncul ketertarikan dan keinginan Boby untuk masuk dan menekuni di dunia tari lebih dalam lagi. Dengan berbekal ilmu yang dipelajari dari kegiatan sekolah Boby tergolong paling cepat menghafal dan paham untuk mengikuti kegiatan seni. Salah satu kegiatan
18
ekstra kulikuler lain yang ia tekuni selain seni tari adalah silat/seni bela diri ( Perguruan WASPADA) dari SD berlanjut hingga SMP. Kemudian Boby melanjutkan di SMP Negeri 19 Surakarata dengan masih menekuni silat dan olah raga basket. Dari sinilah awal Boby sedikit mulai vakum pada kegiatan tari karena di sekolah hanya ada dalam pelajaran tidak ada ekstra karena waktu itu ada rasa malu untuk belajar menari. Namun kebiasan untuk menonton pertunjukan wayang orang di Sliwedari
setiap
malam
minggu
dari
ajakan
orang
tua
tidak
menjauhkannya dari kegiatan seni wayang ataupun seni tari. Boby mulai serius belajar tari sejak ia meneruskan sekolah ke jenjang sekolah kejuruannya di SMKI Surakarta. Pada tahun 1998 Boby memilih melanjutkan ke SMKI yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Menengah Kejuruan 8 (SMK 8 Surakarta). Ini atas dasar dorongan orang tua untuk mengembangkan bakat yang ia miliki selama ini serta memperdalam
pengetahuan
dan
ketrampilannya
dibidang
seni
pertunjukan tradisi khususnya seni tari. Terdapat beberapa saudara yang juga sudah menjadi alumni SMKI dan punya prestasi baik, sehingga ada keinginan orang tua untuk memotivasi Boby dan terjun di dunia seni. Boby terima tawaran itu dan mulai serius untuk belajar tari. Salah satu usaha yang ia lakukan adalah masuk ke sanggar tari Meta Budaya dan magang menjadi pemain wayang orang Sriwedari. Sanggar Meta Budaya adalah satu di antara beberapa sanggar seni yang masih aktif di kota Solo,
19
tepatnya di Joglo Sliwedari. Risiko untuk berlatih sendiri pada jam-jam di luar
pelajaran sekolahpun harus
Boby
tempuh untuk
mengejar
ketinggalan penguasaan tehnik olah tubuh. Haus dengan ilmu tradisi Boby mengikuti kegiatan jumenengan yang ada di Kraton Kasunanan Surakarta dengan beberapa ritualnya dan juga mulai melirik ke ISI Surakarta. Pada Kraton tersebut juga terdapat sanggar Pawiyatan di Keraton Kasunanan Surakarta, di sini masih rutin mengadakan latihan tari tradisi Jawa. Mulai berapresiasi dan melihat beberapa ujian yang diselenggarakan di ISI Surakarta. Mengenal beberapa mahasiswa dan dipercaya menjadi penari. Bentuk pergaulannya dengan mahasiswa di kampus tersebut memberi semangat baru buatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada tugas akhir yang diselenggarakan di SMKI, ia menyelesaikan Ujian Akhir SMKI sebagai penari dan menarikan tari Bromastro pada tahun 2000. Ini menegaskan Boby untuk melanjutkan pendidikan ke STSI Surakarta. Setelah lulus dari SMKI Boby melanjutkan ke Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Perguruan Tinggi ini menjadi pilihan yang tepat untuk memperluas dan mempertajam wawasan kesenian khususnya seni tari. Hal-hal yang melatarbelakangi tekad Boby untuk belajar mencipta karya tari adalah saat ia melihat ujian dan beberapa tari yang tradisi dan juga kontemporer. Boby mulai banyak tertarik untuk melihat karya tari
20
kontemporer, terdapat ekspresi lain dari yang ia lihat selama ini dari tari kontemporer,
karena
Walaupun
masih
terlihat
asing
namun
menjadikannya semakin penasaran untuk mempelajarinya. Akhir tahun 2000 Boby memutuskan untuk masuk ke STSI Surakarta dan mengambil jalur Koreografi sebagai pilihan. Saat ini ia telah menyelesaikan studinya serta menyandang gelar Sarjana Seni di Sekolah Tinggi Institut Seni Indonesia Surakarta Jurusan Seni Tari pada tahun 2008. Semua jenjang pendidikannya diselesaikan di kota Solo atau Surakarta. Hal ini merupakan sebagian faktor eksternal yang melatar belakangi Boby dalam berapresiasi. Sebelum menjadi koreografer seperti sekarang ini Boby memulai karirnya
dibidang
seni
tari
sebagai
penari.
Dalam
pengalaman
kepenariannya Boby mempelajari tari tradisi Jawa khususnya tari tradisi gaya Surakarta. Lalu pada perkembangnnya Boby mulai belajar komposisi tari. Boby sering bekerjasama dengan para koreografer ternama baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Boby mempelajari tari tradisi namun pada perkembangannya Boby lebih tertarik untuk mencipta karya tari dengan imajinasi dan pengalaman pribadinya.
B. Boby Berkreasi di dalam dan di luar Pendidikan Formal Dalam perkembangan apresiasi keseniannya Boby mempunyai kegiatan juga di luar dan di dalam Institut. Boby menyadari akan
21
pentingnya hubungan saling membutuhkan pada kehidupan seniman di Surakarta pada khususnya, hal ini diwujudkan dengan cara menjalin hubngan yang baik dengan komunitas, seniman lain baik senior maupun yunior. STSI Surakarta bagi Boby adalah sebuah kampus tentang pengetahuan seni dan budaya, dan dunia luar STSI adalah perpustakaan besarnya. Sehingga ia sadar ada ilmu yang lebih banyak diluar sana untuk membekali dan mengembangkan kemampuan, namun ada sistem yang juga harus ia tempuh dan patuhi dalam pendidikan. Di dalam jenjang perkuliahan Boby merasa fisik dan mental mulai benar-benar diasah, keterlibatannya dalam beberapa kegiatan yaitu ajang kreativitas mahasiswa, dan beasiswa-beasiswa kekaryaan. Ia pernah mendapat piagam mahasiswa berprestasi Jurusan Tari 2005 yang membuat Boby semakin tertantang untuk aktif dan kreatif sebagai mahasiswa selain iklim kesenian di Kota Solo sangatlah memungkinkan untuk memotivasi seniman-seniman muda berbakat untuk selalu kreatif. Boby banyak belajar tari tradisional, tari rakyat dan juga mendalami koreografi tari kontemporer. Ia mendapatkan pelajaran tersebut dari beberapa senior yang sudah ada. Kota Solo merupakan salah satu kota yang dikenal sebagai kota budaya. Kebudayaan Jawa masih sangat melekat dikalangan masyarakat kota Solo. Terdapat banyak sekali kantong kesenian yang masih aktif dalam mewadahi kreativitas para seniman maupun calon seniman dalm bentuk karya garapan baru
22
maupun karya tradisi. Belajar kepada seniman senior dan menjadi penari dari Eko Supriyanto ( Solo Dance Studio), Sardono W. Kusuma, Dedy Luthan DanceCompany, Jarod B. Darsono (Taksu), Papatara Humara Dance Company, Suprapto Suryo Darmo (padepokan Lemah Putih). Padepokan ini mempunyai kegiatan rutin yaitu Ilir-ilir
yang di
selenggarakan setiap bulan purnama menampilkan karya-karya baru dari para seniman dan Macaning yaitu kegiatan yang di lakukan setiap Selasa Kliwon dengan menampilkan karya yang di lanjutkan diskusi bersama, Wasi Bantolo (Iwan Tirta Design) dan masih banyak lagi. Berbagai pengalaman di luar kampus selama Boby mengikuti beberapa koreografer membuat Boby banyak mendapat pengalaman tentang kerja kreatif dalam penggarapan karya tari. Dari sinilah ia mempunyai banyak wawasan yang luas tentang tari. Selain mendapatkan pengetahuan, kegiatan yang ia lakukan di luar kampus juga memberikan manfaat bagi kecerdasan dan keaktifan tubuhnya. Hasil pembelajaran yang diperoleh tidak hanya di kampus, ia juga belajar banyak dari seniman-seniman tari lain, hal itu terlihat pada kualitas kepenariannya yang muncul dan sering terlibat menjadi penari. Selain beberapa karya yang pernah diikuti adapun beberapa festival kesenian yang pernah diikiti sebagai penari antara lain:
23
1.
Tahun 2003 Terlibat sebagai penari karya tari “ BA-BA” koreografer Eko Supriyanto
2.
Tahun 2004 terlibat sebagai penari karya Elly D Luthan, “ Tjut Nyak Perempuan itu Ada”
3.
Tahun 2004 terlibat sebagai asisten dan penari karya tari “ Prang Buta” Koreografer Eko Supriyanto.
4.
Tahun 2005 telibat sebagai penari karya tari “ Rijoq Pasir Sunyi” koreografer Dedy Luthan di Gedung Kesenian Jakarta.
5.
Tahun 2005 terlibat sebagai penari dalam karya tari “ Tri Logi” koreografer Jarod B D.
6.
Tahun 2006 terlibat sebagai penari dalam karya tari “La-la” koreografer Dedy Luthan.
7.
Tahun 2006 terlibat sebagai penari dalam karya tari “Awan Asap Api” Koreografer Dedy Luthan.
8.
Tahun 2006 terlibat sebagai penari dalam karya tari “Prang Gendhing” koreografer Wasi Bantolo.
9.
Tahun 2007
terlibat sebagai penari dalam karya tari “Ariah”
Koreografer Wiwik H W. 10.
Tahun 2008 terlibat sebagai penari dalam karya tari “Opera Diponegoro” koreografer Sardono W Kosumo.
11.
Tahun 2008 terlibat sebagai penari maha karya Borobudur , ISI Surakarta.
24
Kesenimanan yang bermula dari seorang penari, hingga menjadi koreografer
mempengaruhi
perjalanannya
sebagai
seorang
penari
maupun koreografer. Ketrampilan dan kepiawaian dalam mendalami sebuah pencarian bakat diperoleh Boby dengan belajar berkolaborasi dengan rekan-rekan senior seniman lainnya. Apa yang sudah di tulis di atas adalah kegiatan Boby sebagai penari dalam karya koreografer lain selama ia duduk di bangku perkuliahan. Boby setelah lulus dari kuliah juga masih aktif tak hanya menjadi seorang penari tetapi juga sebagai koreografer juga. Pada tahun 2012 acara Solo Menari 24 jam atau Word Dance Day (WDD) yang diselenggarakan oleh ISI Surakarta secara tahunan di kota Solo, Boby juga berpartisipasi menjadi penari 24 jam dengan beberapa rekannya dari dalam dan luar negeri. Aktivitas di luar kampus membentuk kelompok tari Independent Expression (IE) pada tahun 2002, memberi warna baru bagi Boby untuk lebih mendalami tari. Selama ini ia masih memproduksi beberapa karya tari kontemporer sejak tahun 2003 di antaranya: Kala Mengudara, Yuda, Suara-i Bumi, Sri Wojo, Rudho Pekso, Touch The Space, Tali Pati, The Story of Capueira, Evolution, Cyclus So Slose, Musro, Kubro Gaul, PeThoi, Aksara Tubuh, Karya Tari Hanacaraka dan masih banyak lagi. Adapun penghargaan yang pernah di raih adalah koreografer terbaik dan penari terbaik di Bandar Serai A Ward 2003-2004 selain pernah diundang oleh beberapa festival tari, antara lain Penata Tari Muda 1, Solo Dance
25
Festival, Lombok Art Festival, Bengawan Solo Festival, Indonesia Dance Festival, The Wave Fukoka Dance Festival (JCDN). Aktif mengikuti workshop tari
oleh KELOLA sejak 2003 dan pada 2005 bersama IE
mendapat hibah seni keliling di tiga kota di Indonesia yaitu Medan, Padang Panjang dam Jakarta. Kesempatan yng luar biasa di dapat Boby ketika mendapat kesempatan mengikuti programm pertukaran budaya dari Kennedy Center ke tiga kota di Amerika, yaitu Washington DC, New York, Chicago, selama dua minggu di bulan Oktober-November 2007. Berkesempatan melihat banyak pertunjukan tari di New Tork dan mengikuti kelas Marta Graham, Merce Chuningham,Alvin Alley, Broadway. Pengalaman berkeseniannya pada saat duduk di bangku sekolah SMKI juga sudah tergolong cukup banyak. Adapun maksud mendirikan komunitas ini sebagai wadah kreatif yang berangkat dari kebersamaan dan keinginan untuk belajar bersama dalam menciptakan profesionalitas kerja berkesenian. Menjadi ruang bebas pada fase perkembangan untuk pematangan diri menjadi seniman. Menampilkan karya-karya anggota secara bergantian yang didukung sepenuhnya oleh semua anggota Independent Expression bersama beberapa kawan yang menangani masalah artistik dan produksi.
26
Adapun Independent
pertunjukkan Expression
yang
telah
dipergelarkan
pada Festival tingkat
Nasional
kelompok maupun
Internasional antara lain: 1.
Penata Tari Muda I tahun 2002 di Taman Budaya Surakarta. “Suara I Bumi” / Boby Ari Setiawan.
2.
Solo Dance Festival tahun 2004 di Taman Budaya Surakarta. “Evolution” / Boby Ari Setiawan.
3.
All Etno 2004 di ISI Surakarta. “Touch The Space” / Boby Ari Setiawan.
4.
Voyage of Independent Expression 2005 di Solo, Medan, Padang Panjang, Jakarta. a. “Suara I Bumi” / Boby Ari Setiawan. b. “ . . & . . ” / Agus Murgiyanto. c. “Yuda” / Boby Ari Setiawan.
5.
IPAM di Bali tahun 2005 Voyage of Independent Expression I.
6.
Voyage of Independent Expression II di Teater Arena TBS tahun 2006. a. “Hari ke 50” / Agus Margiyanto. b. “Evolution” / Boby Ari Setiawan. c. “Bercermin” / Dedy Satya Amijaya. d. “Cyclus so Close” / Boby Ari Setiawan. e. “Toink Paipz” konser musik oleh Galih NS.
27
7. IPAM tahun 2007 di Solo. “Kubro Gaul” / Boby Ari Setiawan. 8. Karya tari “Pe-thoi” / Boby Ari Setiawan & Karya tari “Bercermin” / Dedy Satya Amijaya. 14 Juni 2008 di Yayasan Bagong Kusudiarjo, Bantul, Jogjakarta. 9. Voyage Of IE III, 31 juli 2008 di Teater Arena TBS. Present Coffe Lighter. “Bercermin”, “Garis Lurus”, “Bujangganong Gandrung” / Dedy Satya Amijaya 10. Karya tari “So Close Cyclus” / Boby Ari Setiawan. 8 Agustus 2008 Pasar Tari Contemporer di Pekan Baru, Riau. 11. Voyage of IE 4, pada 27 mei 2011. Teater Arena Taman Budaya Surakarta. Pengalaman berkesenian Boby yang ia lakukan di dalam kampus juga banyak memberikan manfaat baginya. Selain menjadi mahasiswa yang tergolong berprestasi, ia juga banyak mendapat pengalaman menjadi penari oleh para senior. Adapun beberapa pengalaman berkesenian yang di lakukan oleh Boby juga semasa ia duduk di jenjang bangku perkuliahan antara lain: 1.
Tahun 2002 a. Membentuk kelompok Independent Ekxpression (IE) b. Diundang dalam acara Penata Tari Muda 1 di Taman Budaya Surakarta, sebagai koreografer karya tari “Suara’i Bumi.
28
2.
Tahun 2003 a. Meraih koreografer terbaik di Bandar Serai A Ward, Pekan Baru. b. Diundang dalam forum karya tari dan musik kontemporer di Gedung Kesenian Jakarta, sebagai koreografer karya tari “Kala Mengudara” c.
Mendapat Hibah DU LIKE, sebagai koreografer mementaskan karya tari “Yuda” di Teater Besar Isi Surakarta.
3.
Tahun 2004 a. Meraih koreografi dan penari terbaik di Bandar Serai A Ward, Pekan Baru. b. Di undang dalam Solo Dance Festival di Taman Budaya Surakarta sebagai koreografer karya tari “Evolution”
4.
Tahun 2005 a. Mendapat Hibah Kelola untukk pentas keliling tiga kota yaitu Medan, Padang Panjang dan Jakarta bersama kelompok IE. b. Diundang dalam acara Bengawan Solo Festival sebagai koreografer karya tari “Gliat Wayang”. c. Berlatih improfisasi gerak di Padepokan Lemah Putih bimbingan Suprapto Suryo Darmo. d. Sebagai koreografer mementaskan karya tari “Tali Pati”, di Teater Besar ISI Surakarta. e. Mementaskan Voyage Of “IE” I, di Taman Budaya Surakarta.
29
5.
Tahun 2006 a. Diundang sebagai koreografer karya tari “Yuda” di Fukoka, Jepang. b. Mementaskan Voyage Of “IE” II, di Taman Budaya Surakarta. c. Diundang sebagai koreografer karya tari “Evolution” di Indonesia Dance Festival, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. d. Sebagai koreografer mementaskan karya tari “Musro” , di Teater Besar ISI Surakarta.
6.
Tahun 2007 Mendapat undangan dan mengikuti program pertukaran budaya di Amerika Serikat mengunjungi Kennedy Centre (Washington D.C.), New York, dan Chicago. Setelah ia lulus dari institut, ia juga masih aktif menjadi penari
sekalipun koreografer. Dari Tahun 2010-2014
terlibat sebagai penari
dalam karya tari” Opera Matah Ati “,Sutradara Atilah Suryajaya yang dipentaskan di Esplanade, Teater Jakarta, halaman Mangkunegaran Solo, Kuala Lumpur. Dari Tahun 2011-2014, Boby berkolaborasi dalam karya Leine Roebana Dance Company Amsterdam, karya tari “Ghost Track” yang dipentaskan di beberapa gedung pertunjukan di Amsterdam, Itali, Jerman, Indonesia, Paris. Dari beberapa karya yang sudah pernah
30
digarapnya, Boby gemar mengeksplorasi gerakan-gerakan sederhana dan realistis. Tahun 2012 bulan Desember Boby menggelar karya terbarunya “Aksara Tubuh” yang dipentaskan di Taman Budaya Surakarta.Pada awal tahun 2013 ,Boby menggelar karya tari “Hanacaraka” yang dipentaskan di Salihara, Jakarta. Menjadi penari di karya Elly Luthan “Dhukka” dalam penampilan .Maestro – Maestro Indonesia ,di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki. Sebagai pelatih tari sekaligus penari di karya drama musical tari “Ariah” Sutradara Atilah Suryajaya, di Monas, Jakarta pada tahun 2013. Adapun beberapa karya yang sudah pernah di garap dan di pentaskan banyak memakan waktu proses yang cukup lama serta tergolong karya yang berat dalam menciptakannya. Beberapa karya diakui memakan proses kreativitas yang cukup sulit.. Menggunakan ideide kreatif/ imajinasi yang tergolong cukup susah. Terdapat karya yang di beri nama oleh Boby yaitu karya tari Pethoi. Karya ini menjadi syarat tugas akhir ISI Surakarta. Pethoi berangkat dari ketertarikan terhadap kostum tari Hudog kalimantan yang disebut pe-thoi. Kostum terbuat dari daun blarak yang disusun membungkus seluruh tubuh. Mencoba kemungkinan-kemungkinan dalam sebuah eksperimentasi tubuh dengan eksplorasi gerak yang mempertimbangkan kekuatan visual bentuk kostum. Karya ini berusaha mengangkat isu penebangan hutan secara liar dan dampak yang terjadi yaitu ketidakseimbangan ekosistem alam.
31
Menvisualisasikan interaksi tubuh dengan alam melalui eksplorasi gerak dan Multimedia sebagai lahan media ungkapnya. Berangkat dari keinginan penyusun untuk mengolah bentuk kostum tari “Hudo” dari Kalimantan
Timur,
kedalam
sebuah
eksperimentasi
tubuh
lewat
eksplorasi gerak dengan mempertimbangkan kekuatan visual dari bentuk kostum secara artistik dan estetik. pementasannya tersebut merupakan hasil risetnya di tanah Kalimantan Timur bersama Dedy Luthan Dance Company selama setengah bulan di tahun 2004. Beberapa karya Boby yang sedikit akan dipaparkan antara lain pada tahun 2008 Boby menggarap karya tari Pe-thoi yang dalam bahasa daerah Kalimantan Timur berarti bungkus. Dalam upacara ritual pe-thoi dipakai sebagai kostum tarian Kalimantan Timur yang bernama tari “Hudo”, merupakan salah satu ide yang melatar belakangi garapan karya ini. Pethoi
menggarap
suasana-suasana
keresahan
sebagai
hasil
dari
intepretasi koreografer dalam mensikapi kondisi hutan yang rusak karena penebangan dan penambangan di Hutan yang tak ada habisnya, Sehingga Roh Hutan tetap dipercaya sebagai pelindung yang akan selalu dihadirkan. Fenomena tersebut mengilhami seorang Boby untuk menyusun sebuah karya tari yang kemudian di beri judul “Pe-Thoi”. Karya ini berberapakali dipentaskan walaupun berbentuk sajian utuh dan ada juga yang berbentuk sajian showcase.
32
Gambar 1. Adegan penggambaran roh, dengan penggunaan kostum yang terbuat dari daun pisang, (Foto: Koleksi pribadi Boby)
Pada Solo International Performing Art (SIPA) 2012 Boby tampil dengan membawa bendera Independent Expression (IE) dan memberikan sentuhan pada tarian Pethoi tersebut. Berubahnya jumlah pemain tentulah membuat perubahan cerita maupun gerak. Untuk mengubahnya, Boby mencari benang merah tarian yang dilakukan banyak orang menjadi tarian tunggal. Setting tempat menari yakni dengan empat pohon pisang yang tingginya antara tiga sampai empat meter dan di atasnya terdapat topeng. Pohon pisang dan satu penari tersebut dibuat seperti konsep arah mata angin. Sedangkan untuk gerakan tari lebih seperti mucang kanginan atau pohon yang tertiup angin. Ekspresi gerak tari menggambarkan rasa kegelisahan manusia saat melihat alam. “Melalui tarian Pethoi #2 ini, aku
33
ingin menyampaikan kegelisahanku tentang alam agar sampai ke penonton” (Joglo Semar, 13 September 2012)
Gambar 2. Adegan pohon yang ditebang di perankan oleh empat penari putri. (Foto: Koleksi pribadi Boby)
Pada karya tahun 2009 menggelar karya tari “ZC “dalam rangka Gelar Koreografi Kota Dewan Kesenian Jakarta. Dalam karyanya ZC yang dipentaskan bulan Februari 2009 misalnya, ia mengolah gerakan dolanan bocah Jawa (engklek) yang tak jauh dengan rutinitas keseharian. Menggarap karya tari yang berhubungan dengan ruag publik. Arti Z-C sendiri adalah Zebra Cross, tempat tersebut merupakan tempat aktivitas masyarakat, bukan merupakan panggung pentas yang disiapkan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mengikiskan jarak antara penyaji dan penikmat seni sehingga diharapkan tujuan apresiasi tari ini akan lebih mengena dari
34
pihak penyaji serta masyarakat penikmat seni. Zebra Cross adalah salah satu simbol yang dipakai dalam aturan berlalu lintas di jalan raya. Melihat jalan raya menjadi sebuah ruang yang menarik untuk menjadi bidikan koreografi. Jalan raya yang selalu macet adalah ruang publik yang cukup menyita banyak waktu dalam kesehariannya, sehingga cukup beralasan pula ketika kenapa tanda peringatan yang dipakai dalam mengatur tata tertib berlalu lintas banyak dihadirkan di jalan raya, termasuk Zebra Cross.
Gambar 3. Adegan penyebrangan dengan membawa rambu-rambu tanda Stop di Zebra Cross. (Foto: Koleksi pribadi Boby)
Dengan mengusung karya tari ini diharapkan dapat memberikan apresiasi kepada masyarakat serta makna dari “Zebra Cross” , sehingga diharapkan melalui karya ini dapat menjadi wacana baru bagi masyarakat
35
akan arti pentingnya ketertiban berlalu lintas. Ide Gerak berangkat dari situasi orang-orang yang sedang menyeberang di Zebra Cross. Di Zebra Cross beragam variasi cara berjalan bisa nampak bila kita perhatikan. Banyak orang yang menyeberang sehingga proses saling berpapasan ini mengakibatkan gestur dari orang berjalan sangatlah bervariasi, seperti misalnya
ketika
anak-anak
menyeberang
dengan tangan mereka
bergandengan, seseorang menggandeng orang buta, meyeberang atau persimpangannya
dengan
orang-orang
yang
terburu-buru
berangkat/pulang kerja.
Gambar 4. Adegan mata kuda,dengan menggunakan properti papan yang bergambar mata kuda. Dilakukan seakanakan pengendara akan mengambil awalan untuk melaju. (Foto: Koleksi pribadi Boby)
untuk
36
Gambar 5. Simbol yang dipakai dalam aturan berlalu lintas di jalan raya dilakukan oleh penari pada sebuah trotoar jalan raya. (Foto: Koleksi pribadi Boby)
Dalam karyanya yang lain, Musro (2006) yang di pentaskan di Teater Besar Isi Surakarta, ia mengambil inspirasi sebuah tempat clubbing di Solo. Nama Musro adalah kependekan dari Music Room. Karya ini merupakan hasil observasi yang sudah Boby lakukan di klub malam/diskotik, bagaimana suasana yang terdengar memekakan telinga dan menambah adrenalin tubuh untuk bergerak mengikuti dentuman musik. Dalam karya ini Boby melibatkan 9 penari perempuan yang bergerak secara
37
intensif mengenakan pakaian merah yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Suasana diskotik dibangun dari mulai penonton masuk hingga menjadi intro dalam karya ini. Musik terdengar keras hingga musik diam ketika 9 penari secara intensif bergerak. Seolah dentuman musik tadi sudah menyatu dalam keheningan dan membebaskan ruang imajinasi penonton masuk ke dalam persoalan pribadi dan pergaulan. Melihat sesuatu yang erotis menjadi ekspresi estetika gerak tubuh. Kali ini Boby ingin menunjukkan bahwa tubuh juga memiliki ruang musik. Boby mengamati gerak para clubbers ketika menikmati musik clubbing. Mereka hanya duduk-duduk dan dengan atau tanpa musik menggerakkan tubuh mereka sebatas pinggul ke atas. Berdasarkan pengamatan tersebut, Boby mengeksplorasi gerak penari dari pinggul ke atas. Terdapat juga karya Boby yang diberi nama Kubro Gaul. Kubro Gaul adalah salah satu karya Boby yang terinspirasi tarian rakyat dari lereng Gunung
Merapi.
Berangkat
dari
vokabuler
tari
rakyat
yang
dikembangakan dalam idiom kekinian. Kubro Gaul adalah ekspresi semangat anak muda yang aktif dan atraktif. Menggunakan musik editing dengan muatan populer yang dinamis karya ini memang sengaja di buat untuk ditampilkan diacara eremoni dan gerilya seni ke kampungkampung untuk mendekatkan seni tari ke masyarakat. Karya ini di tarikan oleh 11 penari dengan 1 orang adalah sebagai pemimpin barisan.
38
Menggunakan rias fantasi yang dipilih sendiri oleh para penari, untuk memperkaya berbagai kekayaan ekspresi yang ingin diungkap. Hal ini yang sampai sekarang menjadi bekal tersendiri dalam penggalian imajinasi dan melakukan ekspeimen gerak . Dalam proses Boby dapat mengambil ilmu kedisiplinan dan kecekatan akan penularan teknik gerak serta penyampaian ide garap serta penghargaan waktu. Setiap membuat karya, Boby juga selalu memberikan gambaran tentang perubahan sosial, budaya dan perkembangan jaman yang seiring berjalan, dan memberikan nlai-nilai tersendiri untuk masyarakat dari setiap karyakarya yang sudah ia ciptakan dan di sajikan ke ruang masyarakat. Kemampuan yang dimiliki serta karya-karya yang diciptakannya mendapat pengakuan dan dapat memberikan sumbangan ilmu kepada penghayat. Pergaulan yang luas dan juga pernah berkolaborasi terhadap seniman manapun membawa dampak positif yang dapat di rasakan oleh Boby. Tercermin dari karya-karya koreografinya yang menyatakan kekayaan ungkap dari berbagai dasar seni tari tradisi maupun kontemporer. C. Motivasi Boby dalam menciptakan karya tari Hanacaraka Munculnya ide kreatif selalu di latar belakangi oleh terjadinya proses kreatif. Ide kreatif muncul dari dalam diri maupun lingkungan dan tempat dimana ia tinggal dan dibesarkan. Proses kreatif yang Boby
39
lakukan juga dipengaruhi faktor eksternal yaitu dilihat dari faktor lingkungan keluarga yang membesarkannya yang telah mendorong kreativitas dalam berkesenian. Nenek serta keluarga besarnya yang sangat lekat sekali dengan kesenian tradisi Jawa. Hal ini sangat mempengaruhi kreativitasnya. Terutama tentang segi kekaryaan yang selalu menyangkut tari tradisi Jawa (Boby, wawancara, 8 April 2014). Gerakan-geakan tersebut selalu ditampilkan pada setiap karyanya dengan pengembangan yang beragam bentuknya. Dari
segi
lingkungan
akademik
yang
sudah
dilalui,
Boby
mendapatkan pemahaman tentang tari tradisi secara teori dan praktek. Kemampuan di bidang pemikiran dan penalaran juga sudah didapatkan dari mata kuliah komposisi tari dan koreografi. Dari situlah kegiatan tersebut sangat membantu dan menentukan jalur yang dipilih sebagai koreografer/penata tari dan berkarya. Selain itu ia juga
belajar dai
koreografer terkenal dan yang sudah mempunyai banyak pengalaman serta membantu mendukung karya-karyanya, membuat seorang Boby mempunyai
banyak
pengetahuan
dan
pengalaman
dibidang
kreativitasnya. Kegiatan semacam itu dilakukan guna untuk menambah berbagai wawasan. Baginya seni-seni yang lain di luar sana juga menambah kreativitasnya dan memberikan memberikan inspirasi untuk berkarya.
Dalam
setiap
pengalaman-pengalaman
yang
didapat
merupakan gagasan maupun konsep yang akan di tuangkan dalam setiap
40
karya tari yang dibuatnya. Faktor-faktor tersebut yang memacu dan mendorong dalam kreativitas penciptaan tari. Faktor internal dan eksternal yang telah diungkapkan di atas dari medium gerak yang sebagian
masih
dikembangkannya.
mengacu
pada
tradisi
Jawa
Sehingga
dalam
penyajiannya
yang
sudah
sudah
banyak
mengalmi perubahan baik perubahan pada tempo, dinamika maupun volume gerak. Melihat serta memahami setiap karya seni dapat memberikan suatu intepretasi tesendiri dan menimbulkan cita rasa yang berbeda pada setiap penikmatnya. Sebuah nilai imajinasi yang dituangkan setiap seniman melahirkan sebuah karya seni yang dapat dinikmati dan dimengerti oleh setiap penonton. Nilai yang diekspresikan seniman harus secara utuh telah berbeda dalam pemikirannya sebelum ia mulai bekerja, nilai di setiap karya seni bukanlah sesuatu yang diraih secara instan namun harus melalui proses yang panjang untuk mendapatkan hasil yang dikehendaki oleh seniman itu sendiri. Rangkaian proses yang panjang akan memakan banyak waktu yang lama. Semua itu juga diimbangi dengan bakat, inspirasi serta kesungguhan hati yang dilandasi semangat kerja keras dari setiap penata tari. Langkah awal seorang koreografer
adalah kreativitas, untuk
mencipta suatu karya yang baru dan berbeda dengan yang sudah ada. Kerja kreatif membutuhkan suatu proses yang panjang. Ini tentu
41
membutuhkan kemampuan teknik yang matang dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Hal yang harus dilakukan seorang koreografer yaitu akumulasi hasil dari setiap latihan, pendidikan serta berbagai pengalaman yang sudah didapatkan dan dimiliki, berbagai teknik gerak yangg sudah pernah dipelajari, karya-karya lain yang pernal ia apresiasikan (dilihat dan ditarikan), serta tradisi tari darimana ia berasal. Proses kreatif di mulai dari seorang penata tari hingga mewujudkan ekspresi diri yang khas dari koreografer itu sendiri. Hal utama bagi koreografer adalah proses kreatif. Pendekatan studi kreativitas secara metodologis dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pendekatan psikologi, sosiologi, dan sosialpsikologis. Perspektif psikologi lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri seseorang sebagai penentu kreativitas, seperti intelegensi, bakat, motifasi, sikap, minat dan disposi-disposi kepribadian lainnya. Perspektif sosiologis dalam studi kreativitas lebih melihat dominannya pada faktor-faktor lingkungan sosial budaya, dan bahwa perkembangan individu adalah fungsi dari interaksi antar faktorfaktor internal dan eksternal. Pendekatan ke tiga disebut pendekatan sosial-psikologis yaitu kreativitas individu meruakan hasil dari proses interaksi
sosial,
individu
dengan
segala
potensi
dan
kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan (Supriadi, 1994:22)
diposisi
42
Dalam karya ini ditampilkan bentuk dan esensi yang berbeda. Bentuk-bentuk tari tradisi Jawa yang dikembangkan dengan sedemikian rupa melalui imajinasi sebuah huruf alfabet. Berbagai gerakan yang sudah banyak mengalami pengembangan baik bentuk dan temponya. Dari tempo lambat, sedang sampai tempo cepat. Proses kreatif diawali dari proses melihat. Melihat yang dimaksudkan adalah menekankan pada cara melihat sesuatu di luar kelaziman. Melihat adalah sumber utama dari pancaindera yang menjadi api rangsangan bagi proses imajinatif. Siapa yang telah melakukan kerja kreatif tidak terlalu banyak berfikir tentang pemberian label dibandingkan perhatiannya terhadap masalah bentuk dalam kaitannya dengan tempatruang, struktur dalam maupun wujud luar dari suatu obyek, dan merasakan kualitas-kualitas yang memperkuat pengalaman (Alma Hawkins, 2003:18). Seorang koreografer bebas mengamati, berfikir dan bertindak sesuai kehendaknya. Kebebasan tersebut dalam pengertian untuk mencari ide-ide gerak dan membiarkan transformasi imajinatif atas setiap pengalaman-pengalaman batin yang di wujudkan ke dalam suatu bentuk ungkapan, yaitu karya tari.
43
BAB III UNSUR-UNSUR PENDUKUNG KREATIVITAS BOBY ARI SETIAWAN YANG HADIR DARI WUJUD KARYA TARI HANACARAKA A. Gagasan Awal Terciptanya Karya Tari Hanacaraka Sebagai awal bahasan bab ini akan disampaikan alasan Boby menciptakan karya tari Hanacaraka. Salah satu contoh karya terdekat sebelum karya tari Hanacaraka yaitu Aksara Tubuh yang menjadi sebuah gagasan baru terciptanya karya tari Hanacaraka. Sebelum membuat karya tari Hanacaraka koreografer mempunyai gagasan kreatif tentang Aksara Tubuh. Artinya gagasan kreatif tersebut sudah tervisualkan pada karya sebelumnya yang berjudul tari Aksara Tubuh. Suatu bentuk karya tari merupakan hasil kerja kreatif seorang penata tari atau koreografer ketika mengungkapkan pengalaman jiwanya, kepada orang lain lewat garap gerak dan elemen-elemen pendukung yang lain. Daya dukung lainnya berupa kepekaan seniman dalam menangkap situasi atau fenomena perkembangan kehidupan di sekitarnya yang selalu berubah. Hal ini merupakan bekal yang penting dalam berekspresi. Perencanaan tari adalah kegiatan berpikir untuk merencanakan sebuah karya tari. Hasil kegiatan ini berupa gagasan tari. Gagasan adalah kehendak yang belum diwujudkan. Hal ini berkaitan dengan tema, bentuk, dan gaya tari yang akan dibuat. Rencana tari disebut pula dengan
44
istilah konsep tari pada sisi yang lain. Tradisi bukanlah sebuah identitas yang harus dipinggirkan, tetapi bisa dijadikan inspirasi dan pegangan berkarya. Boby Ari Setiawan menepis anggapan bahwa tradisi bersifat tertutup. Sebaliknya ia menunjukkan tradisi terbuka untuk dieksplorasi ke dalam suatu karya, terutama karya tari. Boby memandang proses kreatif dan inovasi sebagai dua hal yang tidak kalah penting dari hasil akhir atau karya itu sendiri. Proses kreatif inilah yang mematangkan karya-karyanya dari segi gerak, konsep, maupun ide kreatif. Keberhasilan seorang seniman tari ditentukan antara lain oleh teknik gerak, kepekaan rasa, kreativitas, dan inteligensia. Sejalan dengan pikiran ini, maka Boby mempraktikkannya sambil mengekspos permasalahan sosial. Dari tangannya seni tari menjadi instrumen kritis dan sarana reflektif masalah sosial moderen yang kental dengan kapitalisme. Namun dalam berkarya, Boby mengutamakan kebebasan untuk bergerak sekaligus bereksplorasi. Ia bahkan sering memanfaatkan karakter kuat tradisi Jawa yaitu olah rasa dalam karyanya. Selain itu tari tradisi juga memberikan kerangka sekaligus pegangan dalam penciptaan karya. Sisi inovatif Boby terletak pada penggarapan moderen dengan menggabungkan gerak teatrikal, kontemporer, moderen dan tradisional.
Karya Boby memang tidak selalu menawarkan
keindahan tetapi memiliki ciri khas baik dari segi pengolahan gerak maupun isi. Menyimak perkembangan tema-tema tari tampak sekali
45
bahwa seniman tari sangat dipengaruhi oleh latar belakang zaman dan sosial budaya dari masa ke masa. Waktu yang berjalan mengikuti aliran kehendak
masyarakat
merupakan
batu
asah
untuk
mengukur
kemampuannya. Perkembangan tari dapat tetap setia hadir dengan pembawaan pesan yang berbeda-beda. Ekspresi itu sendiri adalah proses ungkapan emosi atau perasaan di dalam proses penciptaan karya seni. Tujuan dari sebuah penciptaan sendiri yaitu guna merancang ungkapan sejauh mana kerja kreatif melalui ide, pemikiran cita rasa pengalaman
batin dalam melihat dan
mengkonfirasi fenomena zaman dapat dimanifestasikan ke dalam sebuah karya ( 2001:34-35). Usaha untuk meningkatkan kreativitas yang berjalan akan menimbulkan sebuah pembaruan yang sering disebut inovasi. Inovasi merupakan hal yang mengutamakan pembaruan dan penemuan tentang yang belum ada. Mencipta itu sendiri adalah sebuah kegiatan yang relatif sangat sulit khususnya di bidang seni pertunjukan seni tari. Mencipta artinya membuat atas buah pemikiran sendiri dan merupakan ide baru, dalam menangkap isu yang berkembang di masyarakat. Boby selain sebagai pencipta, penata atau penyusun, juga masih aktif sebagai penari. Kegiatan mencipta serta menyusun tidaklah mudah karena harus dibekali dengan penguasaan gerak tubuh dan kepekaan irinngan yang baik pula. Dengan
46
bekal penguasaan dan kemampuan yang kuat maka dalam mencipta suatu karya dapat sampai kepada penikmat maupun penghayat. Boby telah banyak melakukan proses penciptaan. Langkah persiapan yang dilakukan Boby dalam mempesiapkan karya ini adalah mencari referensi tentang aksara Jawa melalui Internet, Web Site, wawancara. Bersamaan dengan pengumpulan data, Boby juga melakukan kerja studio dengan beberapa penari. Bersama penarinya ia bernegoisasi, berdiskusi, dan juga berlatih fisik. Boby melakukan eksplorasi, yaitu dengan latihanlatihan fisik, berimprovisasi bersama penari. Pada setiap penggarapan karya tari dimulai dengan improvisasai untuk memperoleh gerakangerakan baru. Improvisasi di sini artinya menumbuhkan daya aktif, inisiatif dan kreatif para pelaku. Hal ini membutuhkan spontanitas, kreativitas daya cipta, daya khayal serta kepiawaian dalam menguasai keadaan. Penataan tari dimulai dengan eksplorasi atau penjelajahan gerak yang berpijak dari gerak tari tradisi. Selain itu untuk memperoleh gerak baru dengan cara mengembangkan dan mengolah ketiga elemen dasar gerak yaitu waktu, ruang dan tenaga agar bersifat sinergi. Hal ini berguna untuk mengintepretasikan ide, emosi serta bentuk ekspresi gerak yang dinamis. Tak ketinggalan pula Boby membayangkan juga tentang apa yang akan digarap , melalui simulasi bentuk-bentuk huruf Jawa, sketsa pola lantai, bentuk gerak tubuh penari, dan bentuk panggung. Pencarian
47
gerak dan penyusunan hingga terwujud karya tari memakan waktu untuk berproses selama berbulan-bulan. Metode latihan yang diterapkan Boby ini juga eksplorasi gerak dalam studio. Mula-mula ia mencari gerakan gerak yang bersumber dari aksara Jawa, kemudian bagaimana melakukan eksplorasi aksara Jawa dengan segmen tubuh sebagai media presentasi. Menggabungkan tehnik gerak tradisi Jawa, mengeksplorasi setiap huruf dalam aksara Jawa ke dalam gerak tubuh. Dalam hal ini ide mengenai aksara Jawa adalah sebagai salah satu usaha koreografer untuk mengenalkan aksara Jawa sebagai satu kekayaan budaya tradisi yang patut untuk dipertahankan keberadaannya sebagai bagian dari teks nenek moyang, melalui media gerak tubuh. Selain aspek itu diperlukan pendukung lain dalam karya ini yang nantinya bukan hanya gerakan tubuh, tetapi bagaimana teks menyatu dengan tubuh. Eksplorasi ini
bertujuan untuk mencapai kemungkinan gerak yang
diharapkan. Berangkat dari ketertarikan mempelajari tulisan aksara Jawa, kemudian menginspirasinya untuk mencari kemungkinan-kemungkinan tentang konsep yang ada dalam aksara Jawa. Untuk itu proses ini menjadi konsep eksplorasi gerak dalam penciptaan tarinya. Aksara tubuh menjadi istilah yang dipilih koreografer untuk menamai metode exsplorasi yang berangkat dari aksara Jawa ini. Aksara tubuh bisa diartikan sebagai tubuh yang beraksara, tubuh yang berbahasa, tubuh yang berekspresi, tubuh
48
yang bisa mengungkapkan banyak hal. Seperti halnya konsep dalam tari Jawa ada wiraga (olah tubuh), wirama (paham bagaimana menyatukan gerak tubuh dengan musik), wirasa (olah rasa). Melalui cara ini diharapkan
dapat
menginspirasi
penari
untuk
bisa
menciptakan
aksaranya sendiri. Koreografer
mencoba
explorasi
gerak
dengan
mengenalkan
beberapa huruf aksara Jawa kepada penari dan meminta mereka untuk menulis ulang hingga beberapa kali. Kemudian dari pola tulisan yang dibuat, koreografer mengarahkan penari membuat gerak sesuai dengan cara mereka menulis aksara Jawa sebelumnya. Dalam perkembanganya gerak dari teks aksara Jawa yaitu HaNaCaRaKa sudah diselesaikan dan mulai memberi beberapa ekstra bentuk posisi gerak tradisi dengan mempertimbangkan keseimbangan gerak yang sudah dibuat. Dalam eksplorasi gerak koreografi istilah ”insert” adalah ide gerak yang dieksplorasi seorang penari yang kemudian diinterpertasi koreografer menjadi materi dalam koreografi karya ini (Boby Ari Setiawan, 2 Agustus 2013). Penulisan aksara Jawa ternyata mempunyai keunikan, sama halnya dengan membuat tulisan kaligrafi Arab atau Cina. Penulisan aksara Jawa memerlukan teknik khusus yang harus dipelajari.
Pola tebal tipisnya
garis dan juga pemaknaan yang terkandung di dalam setiap huruf menjadi
pencermatan
yang
hendak
dipelajari
lebih
dalam
oleh
49
koreografer (Boby Ari Setiawan, Surakarta, 14 Januari 2014). Pola gerak tari Jawa mengandung unsur, bentuk dan kedalaman aksara Jawa dan filosofi Jawa, yang mengkristal menjadi sebuah karya adi luhung. Ungkapan bentuk alfabet lewat gerak tubuh dengan mencermati lekut tebal tipisnya aksara Jawa menjadi langkah selanjutnya. Hal ini untuk melengkapi ide gerak secara simbolis. Boby menyadari seorang penata tari tidak akan lepas dari simbol-simbol guna mengingkapkan ide kreatifnya. Seperti yang dipaparkan oleh Budiono Herusatoto bahwa alam seni merupakan salah satu aktivitas kelakuan berpola dari manusia yang dalam mengungkapkannya penuh dengan tindakan simbolis (Herusatoto, 1984:15). Ini berarti hubungan antara koreografer dan penari sangatlah dekat. Koreografer menyadari ketika menggunakan gerak untuk menggarap ide kreatif. Demikian juga seorang penari menggarap tubuhnya dalam bentuk gerak
untuk mengungkapkan rasa estetik pada sajiannya. Pada sisi
penonton tari, mereka mengamati bentuk dan menghayati gerak dalam kualitas keindahan (Tasman, 2008:1). Untuk mengawali gerak akan dimunculkan imajinasi dari koreografer dan juga penari. Pengembangan gerak-gerak tradisi dimaksudkan untuk tidak menghilangkan unsur tradisi dari karya ini. Gerakan demi gerakan dikemas dalam bentuk tari kontemporer untuk mengembangkan sesuatu yang barun menjadi karya tari multikarakter. Selama latihan-latihan berlangsung, maka badan
50
bergerak selaras mengikuti imajinasi pada lekuk tebal tipisnya huruf aksara Jawa. Koreografer mengambil aksara Jawa sebagai dasar penggarapan karya ini mempunyai maksud dan tujuan untuk mengenalkan sebuah alfabet yang bisa menjadi sebuah seni pertunjukan seni tari kontemporer. Berusaha menafsir huruf-huruf itu dengan gerakan tubuh yang adalah gabungan antara teknik gerak tari tradisional Jawa dan bahasa gerak tari moderen. Aksara Jawa bukanlah barang asing bagi kita. Aksara yang diciptakan oleh Ajisaka ini bukanlah benda mati tanpa makna. Aksara ini memiliki keunikan dari segi bentuk dan cara penulisannya. Akan tetapi Boby hanya menghendaki huruf Jawa rangsang visual, bukan yang lain.
B. Karya Tari Hanacaraka sebagai Karya Kreatif dan Inovatif. Ide penciptaan terdapat ide garap. Garap merupakan istilah Jawa yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari, seperti garap ladang, garap sawah, maupun garap pekerjaan yang sering dilakukanoleh masyarakat. Proses kerja melibatkan lebih dari satu orang, sedangkan istilah garap sangat lekat sekali dengan seni pertunjukan seperti yang dipaparkan oleh Rahayu Supanggah bahwa: Garap adalah suatu “sistem” atau rangkaian kegiatan dari seseorang dan/atauu berbagai pihak, terdiri dari beberapa tahapan, atau kegiatan yang berbeda, masing-masing mereka bekerja sama, dan bekerja bersama dalam satu kesatuan , untuk
51
menghasilkan sesuatu, sesuai dengan maksud, tujuan atau hasil yang ingin dicapai (Supanggah, 2007:3). Mengacu pada pendapat di atas karya tari merupakan wujud keseluruhan
dari
beberapa
elemen-elemen
garap.
Penuangannya
membentuk satu kesatuan yang utuh serta saling terkait sehingga elemenelemen yang disajikan akan terlihat menarik bila disajikan sebagai garap utuh. Garap isi merupakan bahan atau permasalahan tentang isi cerita yang melatar belakangi serta merupakan ide dalam menyampaikan pesan lewat tari, sedangkan garap bentuk merupakan wujud atau hasil penyaluran ide, isi dan permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan lewat indera penonton. Bentuk dan struktur memberi keteraturan dan keutuhan dalam karya tari. Menurut pengakuan Boby sendiri tidak terlalu banyak mendapatkan unsur garap isi tetapi Boby masih mengedepankan garap bentuk. Hal ini dibuktikan dari beberapa kali wawancara yang menyatakan pandangan Boby terhadap aksara Jawa itu unik. Proses garap di sini ditangkap Boby pada bentuk-bentuk yang ada pada aksara Jawa. Proses garap kreatif yang dilakukan Boby dalam menata karyanya ialah dengan menggabungkan elemen-elemen yang ada pada tari. Elemen-elemen tersebut adalah penari, gerak tari, pola lantai, musik tari, rias busana tari serta elemen artistik yang lain seperti elemen pencahayaan dan elemen visual yang dibutuhkan lainnya. Hal ini
52
diharapkan dapat mendukung, memperjelas dan meningkatkan daya tarik pada karya tari yang disajikan. 1) Penari Penggarapan karya tari di dalamnya terdapat beberapa bentuk penciptaan baik tunggal, duet maupun kelompok. Penari di sini bahwa Boby sebagai intrepetator aksara, sebagai intrepetator dalam garap tari moderen
ataupun
kontemporer.
Dalam
penggarapan
koreografi
kelompok antara penari satu dengan penari lainnya juga harus dapat bekerja sama, saling terkait satu dengan yang lain. Bentuk atau sifat koreografi seperti ini merupakan bentuk kerjasama bahwa manusia harus mempunyai kesadaran bagaimana kerja kelompok sebagai keutuhan kerja sama yang dijalin sebagai wahana komunikasi. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam koreografi kelompok adalah pertimbangan jumlah penari yaitu dengan menggunakan penari genap atau ganjil. Penentuan jumlah penari gasal tergantung kebutuhan dengan maksud tari atau kehendak si penata tari. Penari dalam posisi kelompok juga mempertimbangkan jenis kelamin putra maupun putri. Mempertimbangkan jenis kelamin dalam koreografinya juga harus mempertimbangkan kualitas kepenarian dalam kecerdasan tubuh, latar belakang dasar kepenarian serta postur tubuh yang dikehendaki agar dapat menunjang proses kreatif yang dilakukan.
53
Dalam garap Rahayu Supanggah juga memaparkan tentang garap adalah suatu tindakan yang menyangkut imajinasi, interpretasi, dan kreativitas. Kreativitas individu para pelaku atau penari sangat dibutuhkan untuk mendapat suatu hasil garap, sehingga karya tari bisa dinikmati oleh penonton maupun pelaku tari tersebut (Supanggah, 2007:40). Dalam koreografi ini Boby mempresentasikan karya tari Hanacaraka juga menentukan jumlah penari yang akan digarap dalam karyanya. Boby menggunakan jumlah penari ganjil yaitu lima penari dengan jenis kelamin dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Dalam pemilihan penarinya ia juga mengambil penari yang kuat dengan tradisi khususnya tradisi Jawa. Tapi pada karya ini, penari perempuan yang Boby gunakan dari penari yang dasarnya dari Banyumas, dan Boby menyamakan kedua vokabuler gaya tersebut pada penari perempuannya. Untuk ke tiga penari laki-laki, mereka sangat kuat dalam tari tradisi Jawanya. Kecerdasan tubuh para penari juga sangat penting dan menjadi tolak ukur pemilihan penari.
2) Gerak. Gerak merupakan salah satu media ungkap oleh seorang pelaku tari/ penari untuk menyampaikan maksud dan tujuan yang diinginkan oleh seorang koreografer. Mengungkapkan suatu bentuk gerak tidaklah mudah dan sederhana apabila kita tidak bisa mengetahui kemampuan
54
yang ada dalam diri pribadi terdahulu sebab gerak merupakan bentuk kesatuan unsur-unsur yang berakumulasi dalam kualitas, sehingga sangat sulit untuk memahami prosesnya karena itu perlu kepeaan dan kejelian seseorang (Tasman, 2008:3). Konsep pada proses gerak dalam karya ini masih tetap berpiak pada gerak-gerak tradisi Jawa yang sudah ada sebelumnya. Tetapi penekanan juga tidak hanya pada gerak tradisi Jawa melainkan juga pada penataan gerak yang sesuai dengan kepekaan dan kecerdasan
tubuh,
dimaksudkan
untuk
mencapai
suasana
yang
diinginkan serta nilai atau makna yang ingin diungkapkan dan tujuan visualisasi dari keseluruhan sajian. Pencapaian kualitas kepenarian di tempuh mulai proses terus menerus. Penari harus bisa menggunakan gerak dalam tubuhnya untuk menciptakan keselarasan yang ada dalam elemen tari, sebab gerak dapat memberi komunikasi dengan penonton. Konsep gerak kontemporer ialah tari tradisi Jawa Surakarta seperti gaya putri, gaya alus dan gaya gagah. Boby mengembangkan dan menambahkan vokabuler gerak baru tanpa menghilangkan rasa tradisi gerak Jawa yang ada. Gerak yang dimunculkan dalam berbagai variasi volume besar, kecil dan sedang serta pemakaian level atas, bawah dan tengah. Jenis tari tradisi Surakarta yang dipakai dalam karya ini antara lain kambeng, gedheg, gambul, jengkeng gagah, sindhet, ngrayung, jengkeng putri, nylekithing, srisig gagahan, tanjak dan masih banyak lagi.
55
Adapun pengertian gerak-gerak yang digunakan dalam karya tari Hanacaraka antara adalah: Kambeng
: Posisi lengan tangan membuka di depan dada dengan kedua tangan mengepal.
Ngepel
: Posisi jari tangan ditekuk semua ke dalam telapak tangan, dengan ibu jari menempel di depan jari telunjuk digunakan pada tari putra gagah.
Jengkeng gagahan
: Posisi duduk di atas kaki, jengkeng pada ketiga jenis tari sangat berbeda. Pada tari putra, posisi kaki kanan sebagai tumpuan duduk sedangkan kaki kiri membuka kesamping kiri.
Jengkeng putri
: Pada tari putri posisi kaki kanan sebagai tumpuan duduk sedangkan posisi kaki kiri di depan kaki kanan, tangan kiri ngrayung diletakkan di atas lutut kaki kiri, tangan kanan nylekithing diletakkan di cethik kanan.
Jengkeng alus
: Posisi duduk sama seperti posisi duduk tari putra hanya saja volume lebar kaki kikurangi menjadi sedikit sempit.
Sila
: Adalah posisi duduk ke dua kaki ditekuk, kaki kanan di depan kaki kiri.
56
Ngrayung
: Bentuk gerak tangan dengan posisi ibu jari menempel pada telapak tangan, dan ke empat jari berdiri dengan posisi jari-jari rapat.
Nylekiting
: Juga disebut Ngithing yaitu posisi tangan dengan ibu jari menempel pada jari tengah, membentuk bulatan,
sedangkan
jari
yang
lain
ditekuk
(menekuk/ melengkung ke bawah). Ulap-ulap
: Posisi tangan seperti ngrayung dengan posisi pergelangan
tangan
ditekuk
lurus
pada
dahi/kening. Srisig
: Berpindah tempat ke kanan, ke kiri, maju dan mundur atau berputar dengan berlari jinjit tubuh agak merendah. Berjalan dengan kedua kaki rapat dan kedua tungkai lurus.
Tanjak
: Posisi kaki di mana letak telapak kaki kanan agak di depan telapak kaki kiri dan kaki kiri dibelakang kaki kanan. Pada tari putri tidak ada jarak antara telapak kaki kanan dan kaki kiri. Sedangkan pada tari putra alus berjarak satu telapak kaki dan pada tari putra gagah lebih lebar lagi dengan ukuran lebar kurang lebih 2X telapak kaki.
57
Ukel
: Gerakan tangan dengan memutar pergelangan tangan berlawanan arah jarum jam, dengan posisi tangan nylekithing.
Pencapaian kreativitas pada pembentukan gerak tari disusun dengan pertimbangan kemampuan dan kecerdasan tubuh serta kreativitas penari sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhinya tidak lepas dari semangat untuk berproses atau beraktivitas yang dilakukan secara kontinyu untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses yang di jalani selama satu tahun. Pada gilirannya penelitian ini menempatkan pemahaman “sistem” dalam pernyataan Rahayu Supanggah sangat relevan dengan hal “cara kerja” di wilayah kreativitas seorang seniman. Seperti dalam penjelasan tabel di bawah ini, maka suatu kreativitas dapat diimplementasikan dari capaian di dalam tabel berikut.
58
Tabel 1. Gambar dan deskripsi berikut adalah hasil presentasi data dari gagasan menjadi kreativitas visual. GAGASAN PENCIPTAAN
PROSES PENCIPTAAN
IDE GARAP
Menuliskan aksara dengan Dalam deskripsi gerak
( ha )
a
gerak tubuh, menggunakan kedua tangan nylekiting salah
satu
bagian
tubuh di depan puser. Badan
seperti tangan. Menginisiasi berdiri
tegak
tubuh menjadi tubuh aksara menghadap ke
dalam
tubuh
penari. dengan
lurus
ke
jarak
depan kira-kira
Penambahan bentuk gerak satu kepal antara ke dua dari tari tradisi Jawa. Inisiasi kaki. di
istilahkan
sebagai
Kaki
koreografer mundur,
pencarian
kanan
kaki
gerak mengikuti
dengan drowing on the space.
kiri
mundur
dengan posisi lutut di tekuk
ke
depan
dan
loncat secara bersamaan. Kaki kiri lurus sebagai tumpuan, kanan menyepak
lutut di
kaki tekuk
ke
kiri,
mundur tiga langkah.
59
Proses penciptaan yang di Langkah ke tiga kaki lakukan
( na )
n
pertama
dengan
masih kanan maju sedikit di
menggunakan tekuk
dan
menjadi
inisiasi pada dua anggota tumpuan saat kaki kiri tubuh yaitu kaki dan tangan menyepak ke belakang. serta
mengkomunikasikan Kaki kanan yang sebagai
dua bagian tubuh secara tumpuan kemudian ganti bersamaan.
Insert
pada menyepak ke samping
gerakan ini menggunakan sampai kebelakang dan gerak tradisi Jawa yaitu ukel akhirnya pada tangan kanan. Inisiasi
( ca )
kaki
kedua
sejajar. kanan Mundur
kaki
kanan,
menuliskan huruf ca dengan maju kaki kiri lutut di bertumpu pada kaki kiri dan tekuk.
Posisi
badan
ke
depan,
posisi tangan kanan ulap- doyong
c
kaki
ulap, tangan kiri kambeng. srimpet kaki kanan ke Melakukan eksplorasi yang samping kiri, kaki kiri artinya
proses
penjajagan beralih
yaitu sebagai pengalaman belakang unuk menanggapi objek dari srimpet luar
atau
aktivitasnya belakang
srimpet kaki
di
kanan,
lurus
ke
sampai
level
mendapat rangsangan dari bawah melantai, berjalan luar,
hingga
menemukan mengambil
proses
60
teknik dan vokabuler gerak berdiri baru.
dengan
tiga
langkah, kaki kiri lutut di tekuk
dan
sebagai
tumpuan untuk berdiri.
Proses perkembangan kreatif Setelah
( ra )
lebih
pada
berdiri
badan
180
derajat
penekanan memutar
komunikasi dan interaksi, hingga
r
proses
kreatif
melalui
proses lutut kaki kanan di tekuk interaksi. ke samping, berdiri jinjit.
Melakukan
sedikit Berjalan
kecil-kecil
perenungan, dalam imajinasi bersamaan Boby
kiri
terbentuk merentang ke samping ,
sebuah
komunikasi,
kaki
memperluas maju
bahu kanan
dengan
posisi
pendalaman dalam setiap tangan landai, kemudian pencarian gerak yang.
ditekuk memutar hingga menjadi
bentuk
gerak
tangan kanan kambeng di susul tangan kiri lurus ke samping
kiri
dengan
arah ke bawah. Posisi kaki tanjak kanan pada tari gagah.
61
Proses garap di sini bahwa Berjalan
( ka )
k
koreografer terlalu tertarik kanan. pada
huruf
Jawa
ke
samping
Tangan
jadi kambeng,
kanan
tangan
kiri
lahirlah
sebuah
cara mebuat lengkung dengan
memenuhi
kreativitas itu. posisi tangan ngrayung
Aktivitas
kreatif
untuk dan mbabat ke samping
membuat karya banyak di kanan lakukan dengan cara latihan lempar
kemudian lagi
di
kekiri
atau berproses
yang di dengan membuat bentuk
lakukan
bertahap garis tegas. Kaki kanan
secara
dengan eksplorasi, interaksi, lurus ke samping, lutut perenungan, evaluasi serta kaki kiri di tekuk ke komunikasi.
samping
kiri
dengan
posisi badan doyong ke kiri.
Berdasarkan penjelasan tabel, dapat diketahui keterkaitan garap sebagai sistem ada di dalam “cara kerja” sebuah kreativitas. Proses penciptaan yang dilakukan Boby ada beberapa langkah. Seniman bisa menggunakan ketrampilannya untuk mengembangkan lebih jauh dan menyelaraskan elemen gerak-gerak tari secara intuitif melalui sebuah proses. Mengembangkan daya khayal dan ungkapan pikiran serta mengintepretasikan ke dalam bentuk yang baru sebagai kebenaran bahwa
62
materi gerak tari yang sudah ada mampu berkembang serta mengalami perubahan. Langkah-langkah yang di lakukan Boby antara lain:
a) Eksplorasi Eksplorasi meliputi berpikir, berimajinasi, merasakan dan merespon (Y. Sumandya, 1990:19). Secara bentuk gerak, trdapat penambahan gerak tari Jawa yang di kembangkan seperti gerak dasar gaya tari Jawa. Boby melakukan tafsir sendiri untuk menemuukan gerakan dalam bentuk tari Jawa dengan mengkhayalkan huruf aksara Jawa dan eksplorasi sesuai kemampuan kreatif kepenarian yang dimiliki Boby. Dari hasil gerak yang dilakukan dan juga dari kekuatan kecerdasan yang dimiliki Boby serta kecerdasan tubuh saat menari sendiri.
b) Perenungan Perenungan dilakukan dengan tujuan merenungkan aktivitas yang akan di lalui serta sebelum dimulai. Boby mencari kemungkinankemungkinan yang akan dikerjakan pada karya ini, dengan mengkaitkan pengalaman pribadi yang di bentuk oleh kondisi-kondisi politik, sosial, dan budaya masa kini. Boby berusaha mencari nilai yang mencerminkan nilai-nilai yang akan dibawakan seperti cara pencapaian dalam nilai edukasi yang bermuatan pendidikan.
63
c) Interaksi Proses interaksi yang mendorong seorang kreator untuk melihat dan merasakan bersama dengan perluasan sensitivitas.
Proses kreatif
terbentuk melalui proses komunikasi, interaksi serta partisipasi antar pendukung. Proses perkembangan kreatif lebih pada penekanan komunikasi dan interaksi agar dapat menghasilkan suatu yang lebih baik akan penafsiran-penapsiran. Oleh sebab itu Boby melakukan kerja individu dan kerja tim dalam pencapaian karjanya.
d) Evaluasi Penggarapan karya ini tidak lepas juga dari evaluasi yang dilakukan sesudah latihan-latihan rutin dilakukan. Dalam hal ini evaluasi menjadi sebuah kesempatan untuk mendiskusikan tanggapan-tanggapan dari penari lainnya. Diskus dilakukan secara intes sebelum dan sesudah latihan maupun pementasan, dilakukan selama berproses guna mendapat ide-ide baru dari setiap penari yang terlibat.
3) Tata Rias Busana dan Properti. Karya Tari Hanacaraka merupakan bentuk tarian kelompok yang menggunakan busana dan rias wajah sederhana. Sederhana di sini artinya tidat berlebih-lebihan. Dalam suatu penyajian karya tari selalu terkait dengan beberapa medium yang saling melengkapi termasuk tata rias dan busana. Penggarapan tata rias dan busana dalam tari sebagai medium
64
bantu yang bertujuan mendukung perwujudan suasana tari (Wahyudi, 1997:34). Pada karya tari ini, penari menggunakan busana yang sedikit berbeda antara penari laki-laki dan perempuan. Tata rias dalam sebuah seni tari meliputi rias wajah, rias rambut, dan rias pakaian atau busana (Sumandiyo, 2003:92). Rias yang di pakai dalam karya ini tidak mencerminkan suatu karakter yang diperankan tetapi hanya menggunakan lulur putih yang di ratakan ke seluruh bagian tubuh. Maksud dari riasan ini agar garis yang dihasilkan oleh gerak penari tampak, karena stage dan lighting menggunakan media warna gelap, jadi penggunaan lulur putih dari atas bagian wajah sampai kaki untuk memperjelas bentuk-bentuk yang dihasilkan oleh penari Selain itu pemakaian make up ini dimaksudkan agar saat melakukan gerak melantai kelihatan atau menempel dilantai menambah jelas bentuk tulisan yang dilukiskan pada lantai. Untuk penataan rambut hanya dibentuk motif jegul dinaikkan ke atas, dimaksudkan agar kepala lebih bersih tanpa rambut terurai.
Gambar 6. Motif rambut yang dijegul (Foto koleksi pribadi)
65
Busana yang di pakai pada karya ini adalah kain kaos bermotif lurik. Busana yang dikenakan berupa kain lurik yang ukurannya disetarakan pada ukuran jarik, celana pendek yang berbentuk short , body sport untuk atasan yang dikenakan penari perempuan, sabuk dan semua busana yang dikenakan bermotif lurik. Pemakaian bahan dari kaos dimaksudkan supaya penari bebas
bergerak dengan busana yang berbahan lentur.
Pakaian busana tersebut harus nyaman di pakai, tidak mengganggu gerak tari. Untuk semua penari putra busana yang dikenakan sama tetapi pada busana penari putri terdapat sedikit perbedaan dalam balutan atasan.
Gambar 7. Kain kaos yang bermotif lurik, di pakai untuk bawahan semua penari laki_laki dan perempuan. (Foto: Koleksi pribadi Fani)
66
Gambar 8. Celana pendek yang dipakai semua penari lakilaki dan perempuan. ( Foto: Koleksi pribadi Fani )
Gambar 9. Kain jarik lurik yang dipakai untuk sabuk para penari. (Foto: Koleksi pribadi Fani)
67
Gambar 10. Busana atasan berbentuk body sport yang digunakan oleh penari putri. (Foto: koleksi pribadi Fani)
Boby menggunakan tatanan rias dan busana yang sama, tidak menggunakan rias karakter karena lebih menonjolkan sifat alami jadi semua penari bisa menjadi tokoh. Karya ini lebih mengutamakan bentuk tubuh penari dan diharapkan gerakan yang disajikan dapat mengerti walaupun tanpa rias berlebih. Dalam karya ini tidak menggunakan properti yang begitu banyak. Properti yang digunakan hanya berupa kapur tulis berwarna putih. Pemakaian properti ini untuk menuliskan bentuk aksara Jawa pada lantai hitam,
setelah
dituliskan
kelantai
beberapa
penari
masuk
dan
mengeksplor bentuk-bentuk aksara Jawa yang sudah diluliskan dengan kapur tulis oleh koreografer.
68
4) Musik Tari. Musik tari sangatlah penting karena merupakan pendukung utama dalam sebuah karya tari. Musik tari yang digunakan adalah suatu gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat di laksanakan dengan musik tari. Musik juga bia sebagai ilustrasi yang dibutuhkan untuk membangun suasana tari. Musik tari yang berupa ilustrasi suara tau bunyi-bunyian. Sumber bunyi yang utama adalah dari manusia itu sendiri. Ide kreatif yang dituangkan ke dalam penggarapan musik tari berupa musik editing live. Proses penciptaannya
juga dari ide Boby sendiri dengan
mengutarakan musik yang dikehendaki kepada editor. Musik yang digunakan adalah musik editing. Pemilihan musik dengan techno atau editing dan masih menggunakan kesan musik Jawa. Tidak semua adegan menggunakan musik,ada kalanya namun esekali tempo juga terlepas dari tempo dan menggunakan suasana hening. Musik-musik yang dikerjakan banyak yang berupa ilustrasi-ilustrasi, pemotongan audio suara dan vokal dari para penari itu sendiri antara lain mantram yang berisi cakepan laval dari aksara Jawa itu sendiri, monggang kemudian tembang pocung. Penghadiran tembang pocong itu sendiri pada karya ini adalah tentang pembelajaran ilmu yang adi luhung.
69
Vokal-vokal yang diucapkan oleh penari juga sebagai pengiring suasana tari. Adapun vokal yang di lantunkan penari yang berupa laval dari 20 huruf aksara Jawa itu sendiri, dan lafal-lafalnya dibuat oleh para penari itu sendiri seperti: Ir ar ir ha ir ar na Ur ur ur ca ir ra ka Ir do ir tha ir so wo lo Ir ar mo go bo to ngo hoooooooo Lirik didapat sepulang dari pentas di malaysia, pada waktu itu penari cahwati mencoba rengeng-rengeng mencari kemungkinan bagaimana bisa membuat lirik lagu dari laval aksara Jawa dan akhirnya mendapatkannya juga. Terdapat pula tembang pocung yang digunakan dalam karya ini yang cakepannya seperti: Ngelmu iku Kalakone kanthi laku Lekase lawan kas Tegese kas nyantosani Setya budaya pangekese dur angkara Tembang pocung dengan syair/cakepan di atas mengandung nilai-nilai edukatif yang sangat luhur. ada pesan moral yang disampaikan. kita simak pada awal lagu pada kalimat/ gatra kapisan "ngelmu iku kalakone
70
kanthi laku", mengandung pesan bahwa ilmu itu diperoleh melalui satu perjuangan, sehingga ada kerata basa (akronim) "ngelemu" jare " angel yen durung ketemu". Warning sekaligus motivasi bahwa ilmu yang dimiliki seseorang tidaklah hasil warisan atau proses yang biasa-biasa saja, tetapi membutuhkan ketekunan/ laku yang melibatkan berbagai aspek secara komplementer (Wahyu Santosa Prabowo, Surakarta 13 Januari 2014). Dalam pemakaian tembang pocung tersebut merupakan adegan terakhir dari sajian Hanacaraka yang mengungkapkan nilai-nilai Aksara Jawa merupakan warisan nenek moyang yang adi luhung dan patut kita jaga serta lestarikan.
5) Setting Ruang Pentas atau Panggung Ruang penari adalah ruang yang batas imajinasi terjauh masih bisa dijangkau oleh kaki dan tangan penari tersebut tanpa berpindah tempat. Sedangkan ruang pentas adalah tempat atau arena yang digunakan oleh penari untuk penyajian tarinya. Setting panggung dalam karya ini menggunakan jenis panggung procenium, dengan menggunakan properti bancik berundak lima seperti Candi. Warna media panggung menggunakan warna hitam rata begitu pula dengn kain untuk keluar masuk penarinya dengan kain hitam dibagian kanan dan kiri. Maksud lain dari layar tersebut diharapkan bisa terhubung dengan layar yang dipasangkan agar tercipta sebuah ruang
71
yang luas dan juga untuk mendukung keberadaan gambar multimedia yang digunakan. 6) Pencahayaan Pencahayaan merupakan
hal
dalam yang
sebuah
sangat
proses
penting
karya dalam
atau
pementasan
mendukung
suatu
pementasan. Sinar pencahayaan dapat memberikan letak atau sumber kedudukan sinar beserta jarak atau sasarannya. Fungsi sinar pencahayaan dalam karya ini tergantung bagaimana cara menempatkan dalam sebuah pertunjukan. Tidak banyak lampu yang digunakn dalam penggarapan karya Hanacaraka ini, ruang imajiner dapat dicipta dengan cahaya tau bantuan lighting. Jnis-jenis lampu yang digunakan sebagian besar menggunaka lampu spot. Penggunaan lampu ini untuk mempertegaskan gerak penari agar lebih menonjol.
C. Elemen-elemen Kreatif yang terdapat pada Karya Tari Hanacaraka. Kreativitas tidak hanya berhenti pada kerja secara teknis saja, melainkan harus dapat mengemukakan latar belakang secara argumentasi mengenai karya secara teori. Seorang seniman kreatif perlu mengadakan pendekatan-pendekatan pada masyarakat selaku objek
dari kreatif
tersebut. Dalam kreativitas perlu diberi kebebasan untuk mencari sesuatu yang lebih baik. Tetapi masih banyak seniman yang beranggapan bahwa kreativitas harus diartikan sebagai pengungkapan diri yang sebebas-
72
bebasnya atau sekehendak hatinya. Hal ini tidak benar, karena yang dimaksud kreativitas di sini adalah kreatif yang mengenal batas, karaena proses kreatif akan senantiasa bersinggungan dengan hukum komunikasi yaitu sebuah pertimbangan kemampuan orang lain untuk dapat mengerti dan menghargai hasil kreativitas seniman tersebut (Chandra, 1994:174). Untuk menemukan pemecahan dari sebuah kreativitas, kreator juga harus mempunyai potensi agar dapat melahirkan ide-ide yang unik, gagasan yang ilmiah ataupun seni yang bernilai tinggi, memerlukan studi, wawasan yang luas dan pengalaman penelitian yang mendalam serta ditunjang dengan fasilitas yang memadahi. Awal dari proses kreatif sebenarnya diawali dengan proses melihat suatu fakta suatu ketertarikan yang tidak tampak oleh orang lain, kemudian muncullah gagasan kreatif. Dalam kegiatan melihat akan timbul bermacam-macam penafsiran, pemikiran yang lebih tajam, sehingga mampu melahirkan ide-ide yang kreatif. Misalnya dalam karya tari Hanacaraka, Boby mengamati dengan jeli bentuk-bentuk yang ada pada huruf alfabet, dengan peka melihat di setiap bentuk garis tebal tipisnya sebuah aksara Jawa maka Boby berimajinasi melakukan proses pentransformasian bentuk aksara Jawa ke pada tubuh penari dengan sebuah garis imajiner dan objek tersebut mampu di lihat dari sisi menariknya. Kreativitas yang pertama ditentukan dengan cara melihat yang ditentukan dari “keluwesan pemikiran seseorang”.
73
Ungkapan
ini
dipakai
untuk
menekankan
kemampuan
mencari
penyesuaian yang tidak terpaku pada ide-ide klise (Chandra, 1994:28). Media ekspresi koreografi adalah sebuah gerak, gerak akan lahir dari pengolahan tubuh penari dan kemampuan daya kreativitasnya. Bagi seorang koreografer penari merupakan sebuah materi pokok yang berharga, sebab dengan penari yang cerdas, cemerlang atau dengan alat ekspresi yang baik maka ide seorang penata tari akan dapat diwujudkan secara gemilah pula, seperti yang dikemukakan oleh Julius Chandra sebagai berikut: Pengalamann-pengalaman kreatif tidak cukup dengan kegiatan membaca. Sesungguhnya penetahuan yang mereka serap baru berhenti pada pengetahuan umum yang bersifat pasif dan konsumtif. Maka segi langkah yang menonjol adalah keaktifan melaksanakan dan mencoba menggambarkan ide tersebut ke dalam dunia nyata buuan imajinatif. Setelah itu baru dapat dirasakan pengetahuan umum yang disrap dari membaca tersebut dapat memantu memperlancar pelaksanaan proses kreatif (Chandra, 1994:106). Hal ini yang mendorong Boby memilih peran pendukung/penarinya yang telah mempunyai kemampuan yang cukup dibidangnya. Hal ini di mksudkan agar ide-ide dalam imajinasinya dapat tervisualkan dengan baik. Boby mengambil penari yang cukup baik dibidangnya merupakan suatu hal penting pula agar pencapaian keberhasilan dalam karya yang dibuatnya. Julius Chandra mengatkan bahwa “kreativitas perlu diletakkan pada usaha adanya proses pembenihan gagasan baru yang orisinil, yang lebih
74
maju, dan sekaligus merupakan lompatan atau jenjang baru dalam alam pikiran si pencetus gagasan atau dalam alam pikiran orang lain yang memahaminya” (Chandra, 1994:14-15). Sebuah kreativitas akan senantiasa bersinggungn dengan hukum komunikasai yaitu sebuah kemampuan orang lain untunk mengerti dan menghargai hasil kreativitas seniman. Apabila seorang penghayat tidak memiliki kreativitas yang tinggi pula maka penghayat juga tidak akan dapat mengerti apa yang dilihat dan mencari suatu kerisauan. Dari diskusi atau briefing kelompok Independen Exspression seusai presentasi karyanya bahwa ada sedikit kesimpulan tari kontemporer tidak banyak mempunyai penonton bila dibandingkan bentuk tarian lain, dan harus diakui bahwa oarng yang mempunyai latar belakang yang cukup tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat menghayati maksud dari sebuah pertunjukan kontemporer (Boby, diskusi kelompok 15 April 2014, 17.30). Dalam kerja kreatif ini Boby juga termasuk kerja tim, karena kreator atau tim memungkinkan akan mendaptkan hasil yang lebih karena di dalamnya terdapat komitmen bersama dan saling mengontrol. Kebebasan ekspresi yang diberikan kepada penarinya dan prosesnya yang sangat terbuak memotivasai terbentuknya koreografi tari yang lebih baik. Penari sangat berperan besar dalam perwujudan sebuah koreografi karena ia bertanggung Jawab pada setiap gerak yang ia hasilkan. Ide-ide kreatif tersebut nantinya juga akan dikomunikasikan kepada masyarakat luas.
75
Seorang seniman dalam karyanya juga harus bersinggungan dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan demikian seniaman juga harus mempersiapakan diri dengan belajar dan mempelajari sesuatu dengan lebih mendalam juga karena di luar sana seniman harus bertahan menerima kritikan, cercaan makaian dari masyarakat yang belum bisa menerima kreativitas seniman yang diugkapnya melalui sebuah visual. Hal ini merupakan ujian mental bagi Boby dalam bentuk karya ini yang mengangkat aksara Jawa karaena aksara Jawa itu sendiri mempunyai beragam nilai yang sangat tinggi. Di sini akan membahas penuangan ide kreatif menjadi wujud karya. Pada pendeskripsian ini dibahas per adegan dengan menggunakan durasi waktu pada pertunjukan Karya tari Hanacaraka. Presentasi data yang lain akan difokuskan pada satu elemen yang sudah tertuang dalam penggarapan karya ini, yaitu elemen multimedia yang merupakan perpaduan dua cabang seni yang berbeda. a.
Berupa dunia gagasan, cara-cara penuangan dari gagasan kreatif menjadi wujud karya.
Tabel 2. Dalam wujud karya akan dideskripsikan pertunjukan menurut adegan. Desain Gambar dan Pola Lantai Adegan 1
Penjelasan Adegan ini merupakan adegan awal seperti maju beksan dalam sebuah tarian Jawa. Sebelum
76
menjadi bentuk pola lantai pajupat limo pancer ke lima penari masuk dari sisi kanan kiri panggung dengan media di atas bancik. Satu bancik terdapat satu penari, berjalan. Di sini penari juga melavalkan huruf aksara Jawa dari ha Gambar 11. Pose bersama pola lantai pajupat limo pancer. sampai na. Bentuk (Foto: Witjak) atau volume gerak yang di pakai bervolume sedang, tidak terlalu banyak gerak tetapi mengambil esensi dari masuknya sebuah penari ke dalam ruang pentas. Setelah itu kelima penari berkumpul pada poros panggung dengan menggunakn pola pajupat limo pancer bersila. Sebelum penari turun dari atas bancik, mereka membuat formasi pola lantai berundak di atas bancik/ urut kacang dengan gerak mengangkat tangan kanan ke atas secara bergantian di mulai dari penari paling bawah sampai paling atas, kemudian tangn turun ke depan pelan-pelan
77
dan di lanjutkan berjalan ke bawah turun dari bancik. Musik: detik pertama laval hanacaraka penari mengikuti ketukan musik editing, adegan ini di mulai dari menit 00:00 sampai menit 08:54. Urutan aksara Jawa diucapkan secara terbalik (dibaca dari belakang sampai depan) secara konstan dari Gambar 12. Pose bersama pola lantai urut kacang. menit 00:00 (Foto: Witjak) sampai 03:39 II: Nga tha ba ga ma nya ya ja dha pa la wa sa ta da ka ra ca na ha :II Suara detak jam secara konstan selama 17 ketukan. Pada ketukan ke 18 terdapat suara pukulan kendang “Dah”, sebagai ater dimulainya penari mengucapkan aksara Jawa secara urut.
78
Dari menit 03:39 sampai 04:36. 14 kali suara kendang dengan detak jam (sama seperti bagian 1b) Pengulangan Ke 15 sulukan honocoroko (pak Bono) masuk selama 3x pengulangan pola kendang Pengulangan Ke 18 (setelah sulukan Honocoroko selesai) vokal ilustratif masuk sampai pengulangan pola ke 22.
Adegan 2
Dalam adegan ini sebagian besar bentuk penyajiannya dilakukan secara duet (dua penari ) secara bergantian. Gerak yang di lakukan dalam adegan ini banyak menggunakan volume gerak lebar. Bentuk tari Jawa yang di gunakan
79
penari seperti jengkeng putri, jengkeng gagah, kambeng, srisig dan nylekithing. Pada adegan ini juga terdapat adegan gara-gara, salah satu penari putri mencari bentuk aksara tubuhnya sendiri dan ke empat penari lainnya melontarkan umpatan-umpatan. Gambar 13. Pose berpasangan. Adegan ini (Foto: Witjak) menggunakan bentuk pola lantai jejer wayang oleh empat penari dan satu penari menari di samping kiri depan ke empat penari lainnya. Musik yang di gunakan dalam adegan ini: Musik menggunakan penambahan ilustratif efeck dari slide gitar dan suara synthesizer untuk menghindari kesan monoton. Pada menit ke 11:00 sampai 11:49 beat dari instrument maracas berhenti, menyisakan
80
Gambar 14. Pose dalam adegan gara-gara. (Foto: Witjak)
suara gitar dan bass yang terus konstan memainkan pola diatas. Pada menit 11:49 sampai 12:45 kembali ke aransemen musik diatas dan diakiri dengan fade out. Menyisakan efeck bunyi dari slide gitar mengiringi vokal honocoroko pada penari sampai menit 13:50 Pola diatas dilakukan secara berulang ulang sampai menit ke 15:45 dan diakiri dengan fade out. Musik diatas terdapat penambahan ilustratif efeck dari slide gitar dan suara synthesizer untuk menghindari kesan monoton. Setelah musik
81
fade out masuk kembali efeck suara dari slide gitar seperti pada bagian 1 sampai menit ke 16:20. Pemusik menggunakan efeck suara dari slide gitar bermaksud untuk tafsir musikal dari efek penulisan huruf Jawa di lantai oleh penari. Dalam jumlah adegan ini di mulai dari menit 08:55 sampai menit 16:20.
Adegan 3
Dalam adegan ini koreografer keluar dengn membawakan pengantar dalam karya yang disajikan tersebut, Menyampaikan ide garap untuk pengantar terhadap apa yang dieksplor. Vokabuler gerak yang digunakan adalah tari gagah yang di perbesar volumenya tetap
82
menggunakan inisiasi huruf aksara Jawa dari ha sampai la. Fokus pola lantai selalu di arah center. Musik yang di gunakan adalah: 16:20 sampai 16:52 musik kosong (silent) 16:52 masuk gamelan Gambar 15. Pose gagahan yang dilakukan penari permainan tunggal. bonang yang (Foto: Witjak) biasa dipakai untuk tanda memulai suatu permainan gamelan (grambyangan). Disini musik bonang diatas berfungsi sebagai penanda dimulainya pengantar boby menari. Pada menit 20:15 masuk sound efeck untuk mengiringi gerakan penari Menit ke 23:00 sampai 24:49 penari mulai menyanyikan lagu Irr-Arr.
83
Pada bagian ini musik silent,…. Suara hanya dari vokal penari. 24:49 – 25:05 masuk sulukan dalang 25:0527:06 gamelan pakurmatan (carabalen) mengiringi boby menari solo. Adegan ini di mulai dari menit 16:20 sampai menit 27:06. Adegan 4 Semacam pertapa turun dari pertapaannya, maksud yang akan dimunculkan dalam adegan ini adalah orang mencari ke esaan orang akan mendekatkan diri pada penguasa. Dari tanah kembali ketanah, dari doa kembali ke tanah. Salah satu penari dengn tenang turun perlahan dengan Gambar 16. Pose dengan pola lantai jeblos. melantai. Kemudian (Foto: Witjak) ke empat penari mundur bersamaan dengan sembahan mundur. Adegan di sini sangat kuat dengan esensi yang di angkat yaitu
84
berupa “utusan”. Musik yang di pakai dalam karya ini adalah: Menit ke 27:06 –27:42 Droon gong (geteran gong) diakiri dengan jengglengan gamelan, Musik kosong menit 27:42 sampai 28:08 Pada menit 28:08 masuk musik gamelan Jawa dengan permainan bonang yang biasa dipakai untuk tanda memulai suatu permainan gamelan. Masuk sound efeck untuk pengiring gerakan penari (havid+agus mbendol) menit ke 28:18 Menit 28:28 salah satu penari lakilaki dan perempuan melafalkan huruf aksara
85
Jawa hanacaraka secara lantang, sebagai tanda sound efek masuk kembali. Sound efeck pada bagian ini dipadukan dengan pola kendang seperti pada bagian 1 dan diulang sebanyak 3x yaitu. Pada menit ke 29:08 sampai 40:07 musik droon masuk dan dipadukan dengan pola tabuhan gamelan. Selanjutnya disambung dengan pola gamelan pakurmatan carabalen lagi, tetapi pola yg dipakai pada bagian ini adalah pola carabalen yang garap tempo lambat (lombo). Adegan ini di mulai dari menit 27:06
86
sampai menit 40:07. Adegan 5 Dalam adegan ini penari menuliskan bentuk aksara Jawa dengan tangan dan menggunakan volume kecil, huruf yang di tulis dari hutuf ha sampai ka. Pola lanyai yang di gunakan tidak menunjukan maksud tertentu, hanya sebuah penataan ruang . Dalam alur ini “utusan” bisa Gambar 17. Pose bersama dengan 4 penari kelompok berarti siapa saja jadi dan dua penari tunggal. (Foto: Witjak) tidak di patokkan satu penari menjadi tokoh. Musik yang digunakan dalam adegan ini adalah: Adegan ini dimulai dengan perubahan jenis droon. Menit 40:07 sampai 41:48 ilustratif intrument cello masuk sampai akhir 42:54 masuk suara vokal tembang oleh pak Bono. Dalam aransemen ini, vokal Pak Bono sengaja di samar kan cakepannya
87
Adegan 6
dengan efek dari editing audio. Efeck yang dipakai adalah efeck reverce yaitu efeck untuk membalikkan bunyi dari belakang ke depan. Pemusik melakukan editing tersebut bermaksud hanya untuk mengambil efek bunyi dari suara vokal. Bukan bermaksud untuk memakai vokal sebagai suatu tembang atau syair yang mempunyai makna teks. Dalam adegan ini penari putri melantuntan tembang pocun, dengan isyarat seperti nuturi/ memberikan wejangan terhadap penari yang seperti adu kekuatan antar penari lainnya. Gerak yang digunakan dalam
88
adegan ini menggunakan gerak tari gagah yang di lakukan oleh penari putra dan putri. Penari yang melantunkan tembang seperi seseorang yang sedang melerai terhadap para penari lainnya, kemudian kelima penari turun Gambar 18. Pose gerak bersama pola lantainya. (Foto: Witjak) dengan level bawah duduk dan ending. Musik yang di gunakan adalah: Pada menit ke 47:16 menjadi tanda awal perubahan adegan dengan vokal ekspresif dari penari Cahwati. Disaat itu dronn dari bagian sebelomnya dilanjutkan pocong oleh cahwati sampai akhir komposisi menit ke 49:50.
89
Keterangan gambar pola lantai :
Penari laki-laki :
Penari perempuan :
b. Penuangan kreativitas berupa visual, Efek multimedia. Kemampuan kreativitas dalam mengungkapkan tema ke dalam bentuk visual. Berbekal kemampuan yang dimilikinya menggarap dan mereflesikan
tema
menjadi
sebuah
garapan
tari
yaitu
dengan
memprthatikan beberapa hal seperti: hubungan dengan gerak visual yang dilakukan dengan memakai pendukung berupa multimedia. Hubungan antar gerak dan musik serta hubungan antar ruang yang digarap dengan menggunakan ruang yang timbul dari tema yang di angkat yang dihadirkan seperti ruang dengan menggunakan pola berundak 5 seperti Candi dengan penempatan di belakang. Musik sangat mendukung dalam penca[aian suasana dan memberikan suatu tempo dan ketepatan rasa dalam melakukan gerak. Selain itu irama dapat dirasa memberikan intepretasi pada proses pembuatan karya dan selama melakkukan gerak dalam berbagai suasana, suasana yang penuh dengan konflik.
90
Sebenarya karya ini tidak sinkron dalam bentuknya, namun terdapat nilai kreatif yaitu, tubuh penari harus memvisualkan huruf alvabet, maka tingkat kesulitan kreativitasnya sangat tinggi dan menggunakan teknologi multimedia. Kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dari sebuah karya tari adalah tata cahaya atau lighting. Penggarapan tata cahaya secara tepat mampu mendukung setiap suasana yang dikehendaki, selain itu juga menguatkan kehadiran sebuah karya koreografi dalam panggung. Dalam penggarapan karya ini
lighting
sangat
berperan penting dalam
memberikan efef-efek khusus yang menunjang tercapainya suasana yang akan divisualisasaikan. Konsep penggarapan lampu adalah lebih pada bagaimana pencahayaan bisa menjadi bagian dari artistik koreografi.
91
Gambar 19. Pemakaian multimedia saat penari menlakukan gerak jengkeng. (Foto: Witjak)
Pemakaian multimedia ini sebagai pemertebal tema atu memperkuat tema aksara Jawa yangg diangkat. Menggunakan bentuk lingkaran pada titik poros tubuh penari melambangkan seperti lingkaran kehidupan, seperti masyarakat Jawa itu sendiri mempunyai nilai simbolik terhadap lingkaran kehidupan manusia.
92
Gambar 20. Multimedia yang dipakai saat penari berjalan rampak dan melafalkan huruf aksara Jawa. (Foto: Witjak)
Pemakaian multi media ini berbentuk garis lurus ke atas, dengan masih menggunakan bentuk/ huruf aksara Jawa. Adegan ini seperti sebuah perjalanan manusia, dan akhir dari perjalanan ini para penari menuju pola lantai keblat papat lima pancer. Multi media di visualkan pada tubuh penari dengan memunculkan huruf aksara Jawa satu persatu seperti detikan jarum jam, dan jalannya gambar tersebut dari bawah ke atas, menguatkan suasana perjalanan itu bisa di artikan sebagai waktu.
93
Gambar 20. Salah satu penari laki-laki yang menggunakan aksen multimedia. (Foto: Witjak)
Adanya desain lighting menadakan karya/garapan itu, ada kesadaran pencahayaan terhadap gerak penari, menguatkan letak pola lantai terhadap koreografi tersebut.
94
Gambar 21.Penggunaan lighting yang difokuskan pada penari. (Foto: Witjak)
Penggunaan cahaya lampu samping dan siklorama, menguatkan telak pola lantai dan gerak-gerak yang dibawakan penarinya. Semua isi dalam multimedia berupa huruf aksara Jawa yang di bentuk dengan pola-pola yang ada seperti lingkaran, garis lurus, garis-garis lengkung bahkan broken. Penggunaan multimedia dalam karya ini tentunya sangat membantu sekali seperti halnya yang sudah dituliskan dalam jurnal Jan Ayre. “Dancing with Technology,” yaitu: Lifeforms makhluk hidup merupakan program animasi, yang memungkinkan orang untuk mengakses komposisi melalui media tari virtual. Manusia belajar untuk membuat gerakan dari bentuk. Mereka kemudian dapat memanipulasi tingkat , arah, jalur dan kecepatan dalam ruang virtual. Gerakan dapat
95
dilihat dari semua perspektif, dan mereka dapat menggali potensi gerakan tersedia bagi mereka yang mungkin tidak dapat dilakukan pada tubuh nyata. Kegiatan ini
dapat menggunakan perangkat lunak untuk,
menciptakan gerakan dalam ruang nyata dan menerjemahkan gerakan ini ke dalam media maya, mengeksplorasi manipulasi motif di ruang virtual, bekerja dari stimulus untuk mengembangkan bentuk motif, membuat frase gerakan yang berkaitan dengan motif, kemudian memotong dan menempelkan ke angka tambahan, membuat frase gerakan dalam ruang virtual
dan
kemudian
meniru
ini
dalam
ruang
nyata
atau
memanipulasinya menggunakan elemen ruang, waktu dan dinamika. Kegunaan multimedia ini sudah tervisualkan dalam bentuk karya tari Hanacaraka. Penggunaan teknologi adalah alat yang berharga dalam mengeksplorasi unsur-unsur tari melalui perspektif yang berbeda. Kinerja, komposisi dan apresiasi dapat saling dengan mengakses alat-alat teknologi , yang akan meningkatkan strategi dalam bentuk karya garapan seperti karya tari Hanacaraka.
96
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian yang berjudul “Kreativitas Boby Ari Setiawan dalam Karya Tari Hanacaraka” pada akhirnya telah menghasilkan beberapa kesimpulan elemen-elemen kreatif yang terdapat pada karya tari Hanacaraka, terdapat elemen-elemen keatif itu sudah dituangkan secara visual. Maka yang tampak sangat menonjol adalah aspek koreografinya yang berangkat dari bentuk aksara Jawa yang diduplikat dengan bermacam-macam bentuk dan volume oleh penari. Gerak dapat diperoleh melalui eksplorasi dan penjelajahan dengan melalui proses yang intensif. Eksplorasi merupakan prosees berfikir, berimajinasi serta merasakan dan merespon suatu objek yang diperoleh melalui panca indera. Penciptaan karya-karya
kontemporer
memerlukan
sumber-sumber
daya
dan
inspirasi dari manapun. Boby mencoba mengusung kebudayaan yang ada pada lingkungannya dari ketertarikan sebuah objek menjadi penuangan sebuah karya. Dalam sebuah kreativitas tentunya juga dilatar belakangi dari kehidupan dan pengalaman si kreator itu sendiri. Kreativitas sangat berkaitan dengan imajinasi karena kreativitas mengembangkan daya pikir seseorang. Boby mengembangkan kreativitas pada setiap bakat yang sudah dikantonginya. Faktor yang mendorong dari kreativitas seorang Boby tidak lepas dari faktor keluarga, sekolah dan
97
masyarakat pada lingkungannya. Kreativitas Boby menggabungkan gagasan dan informasi dalam cara baru yang berbeda. Proses yang dilakukan boby pertama kali berupa pikiran atau imajinasi yang kemudian dituangkan menggunakan media dan teknik tertentu. Karya ini menggunakan gerak-gerak lengkung distilisasai dari kenyataan
alami
memberikan
rangsangan
estetis
yang,
sehingga
menjadikan penonton dapat mengembangkan intepretasi bermacammacam. Nilai simbolik yang menjadi rangsangan suatu kehidupan tersendiri sehingga tari menjadi hidup karena jiwa penonton yang hidup. Tentunya untuk menonjolkan aspek kreatif akan menyertai lewat elemen kreatif teknologi multimedia yang di gunakan pula dalam penggarapan karya ini. Kegiatan ini
menggunakan perangkat lunak untuk,
menciptakan gerakan dalam ruang nyata dan menerjemahkan gerakan ini ke dalam media maya, mengeksplorasi manipulasi motif di ruang virtual, bekerja dari stimulus untuk mengembangkan bentuk motif, membuat frase gerakan yang berkaitan dengan motif, kemudian memotong dan menempelkan ke angka tambahan, membuat frase gerakan dalam ruang virtual,
dan
kemudian
mewujudkandengan
meniru
ini
dalam
ruang
nyata
atau
menggunakan elemen ruang, waktu, tempo dan
dinamika.Kegunaan multimedia ini sudah tervisualkan dalam bentuk karya tari Hanacaraka. Penggunaan teknologi adalah alat yang berharga dalam mengeksplorasi unsur-unsur tari melalui perspektif yang berbeda.
98
Kinerja, komposisi dan apresiasi dapat saling dengan mengakses alat-alat teknologi, yang akan meningkatkan strategi dalam bentuk karya garapan seperti karya tari Hanacaraka. Kreativitas atau daya cipta memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi. Elemenelemen yang telah ada menghasilkan sesuatu yang baru.
B. Saran Dari hasil penelitian ini, ternyata penggunaan dua cabang seni yang berbeda yaitu tentang seni media efek multimedia yang dibenturkan dengan penciptaan karya tari, meggunakan ukuran eksperimen tertentu. Jika kedua cabang seni yang berbeda ini dilakukan secara spontan tidak menutup kemungkinan mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu sebelum karya ini dipentaskan, koreografer banyak melakukan percobaan secara berulang
setiap kali melakukan latihan untuk
menyatukan kedua cabang seni ini agar dapat menyatu berjalan selaras dan hasilnya seperti yang diharapkan. Media efek harus melalui pengujian oleh koreografer dengan banyak mengalami exsperimentasi, akhirnya akan melahirkan sebuah estetika baru. Karya ini merupakan karya baru yang menggunakan gagasan huruf aksara Jawa tapi penuangannya, Boby tidak mengeksplorasi esensi dari makna utusan di dalam karya ini. Karya Hanacaraka ini sebaiknya selain mampu mengungkap secara visual keunikan bentuk huruf juga mampu
99
mengungkap keunikan yang dihasilkan dari esensi pemaknaan utusan yang terkandung dalam arti Hanacaraka itu sendiri.
100
DAFTAR PUSTAKA
Alma M. Hawkins, Mencipta Lewat Tari. Terj Yogyakarta: ISI Yogyakarta, 1990.
Y Sumandiyo Hadi.
________________ Bergerak Menurut Kata Hati. Terj. Prof. Dr. I Wayan Dibia. Jakarta: Ford Fondation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003. Ayre, Jan. “Dancing with Technology,” dalam Journal of Dance Educasion, Vol. 8 No. 1 (2003): 1-2. Bernadetta Dylla Asteria. Kreativitas Wirasyuti Sulistyaningtyas Sebagai Penari Dalam Ramayana Kontemporer Karya Nuryanto”. Skripsi. Surakarta: ISI, 20112. Boby Ari Setiawan. “Pe-Thoi”. Kertas Karya Tugas Akhir Karya Tari untuk Mencapai Derajat S1. Surakarta: ISI Surakarta, 2008. Caturwati, Endang. Tradisi sebagai Tumpuan Kreativitas Seni. Bandung: Sunan Ambu, 2008. Chandra, Julius. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun dan Mengembangkannya. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Febriyanti Setyowati. “Prang Buto Karya Eko Supriyanto Sebuah Proses Kreatif Koreografi”. Skripsi. Surakarta: ISI Surakarta, 2012. Hadikoesoemo, Soenandar. Filsafat Ke-Jawan Ungkapan Ilmu Gaib dalam Seni-Budaya Peninggalan Leluhur Jaman Purba. Jakarta Barat: YUDHAGAMA CORPORATION, 1985. Hadi, Sumandiyo. Aspek-aspek Kkoreografi Kelompok. Yogyakarta, 2003. Herusatoto, Budi. Simbolisme dalam Budaya Jawa. 1984. “EKSPRESI,” Jurnal Lembaga Penelitian Institut Seni Yogyakarta. Volume 3, Tahun 1, 2001 ISSN: 1411-4305.
Indonesia
101
Kriiger, Simone. Etnography of Performing Art. LiverPool: Unity King Down, 2008. Murgiyanto, Sal. Ketika Cahaya Merah Memudar. Jakarta: Devigiri Ganan PT Anema Kosong Anem, 1993 Supanggah, Rahayu. Bothekan Karawitan II Garap. Surakarta: ISI Press, 2007. Supriadi, Dedi. Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan IPTEK, Bandung: ALFABETA, 1994. Tasman, Agus. Analisa Gerak dan Karakter, Surakarta: ISI Press Solo, 2008. Wahyudi, Didik Bambang. “ Tari Srimpi Jayaningsih (tinjauan tentang garap bentuk sajian)”. Laporan penelitian, Surakarta: ISI Surakarta, 1997. Widya Ayu Kusumawardani. “Proses Kreatif Retno Sulistyorini dalam Karya Tari Samparan The Moving Space” . Skripsi. Surakarta: ISI Surakarta, 2009
102
DAFTAR NARA SUMBER Boby Ari Setiawan S,Sn ( 31 tahun), koreografer/kreator, penari pada karya tari Hanacaraka. Surakarta. Bagus Tri Wahyu Utomo (31 tahun), editor dan musik director pada karya tari Hanacaraka. Surakarta. Wahyu Santoso Prabowo (61 tahun), Dosen seni tari Institut Seni Indonesia Surakarta.
Diskografi RCD, Boby: Karya Tari Hanacaraka, Jakarta:Salihara, 2012.
Website www.solopos.com www.indonesiakarya.com http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:gAI45O1MLfkJ: www.satulingkar.com/detail/read/8/1931/memaknai-aksara-Jawadalam-gerak-tari%20 http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Uu8G82J_2E0J: www.cekricek.co.id/seni-budaya/item/4895-pementasan-hanacaraka-ditheater-salihara.html%20 http://kamusbahasaindonesia.org/moderen/mirip#ixzz347iSI0mi http://satulingkar.com/tentangkami#sthash.jKCgWeDg.dpuf
103
GLOSARIUM
Adi Luhung Bancik
: Seni budaya yg bernilai -- wajib dipelihara. : Kursi lebar dari kayu untuk pijakan.
Blarak
: Daun kelapa yang sudah tua dan kering
Briefing
: pengarahan.
Clubbers
: Clubbers adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Sebutan buat para pengunjung Diskotik dan di Cafe house music. Atau orang-orang yang senang clubbing disebut dengan clubbers.
Clubbing
: Clubbing merupakan istilah prokem khas anak muda yang berarti suatu dunia malam yang
bernuansa
kebebasan,
ekspresif,
moderen, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sasaat.
104
Engklek
: Engklek merupakan permainan tadisional lompat-lompatan pada bidang-bidang datar yang digambar di atas tanah. Permainan ini berbentuk
kotak-kotak
yang
menyerupai
tanda tambah namun memiliki kotak-kotak. Nah kita harus loncat dengan menggunakan satu kaki dari kotak satu ke kotak. Hanacaraka
: Abjad bahasa Jawa dan Sunda yg berjumlah 20 lambang.
Jegul
: Alat untuk menembok bagian bidang yang lebar dibuat ditangkai yang dibalut kain.
Lighting
: Penerangan.
Mucang kanginan
: Tubuh mengayun lembut ke kanan dan ke kiri, kedua lengan diam.
Pocung
: Salah satu judul tembang macapat.
Postomoderen
: Postmoderenisme merupakan suatu ikhtiar yang tidak pernah berhenti untuk mencari kebenaran,
eksperimental
dan
revolusi
kehidupan secara terus-menerus. Procenium
:Merupakan panggung konvensional yang memiliki ruang prosenium atau suatu bingkai
105
gambar melalui mana penonton menyaksikan pertunjukan. Tembang
: Istilah untuk menyebut lagu tradisional Jawa.
Showcase
: Bentuk pertunjukan yang telah mengalami pemotongan, pertunjukan pendek.
Spot
: lampu spot yaitu lampu yang mempunyai sumber sinar dengan intensif memberikan sinar
pada
satu
Fungsinya
untuk
permainan
dan
titik
bidang
menonjolkan sekaligus
tertentu. arena
membangun
suasana permainan. Stimulus
: Perangsang organisme bagian tubuh atau reseptor lain untuk menjadi aktif.
Stage
: Panggung, pentas.
Wiraga
: Olah tubuh.
Wirama
: Paham bagaimana menyatukan gerak tubuh dengan musik.
Wirasa
: Olah rasa.
106
Lampiran transkip musik Musik Karya Tari Hanacaraka (Penulis: Bagus Tri Wahyu Utomo) Adegan 1a Urutan aksara Jawa diucapkan secara terbalik (dibaca dari belakang sampai depan) secara konstan dari menit 00:00 sampai 03:39 II: Nga tha ba ga ma nya ya ja dha pa la wa sa ta da ka ra ca na ha :II
Adegan 1b Suara detak jam secara konstan selama 17 ketukan. Pada ketukan ke 18 terdapat suara pukulan kendang “Dah”, sebagai ater dimulainya penari mengucapkan aksara Jawa secara urut. Dari menit 03:39 sampai 04:36.
Adegan 1c 04:36 sampai 08:54
14 kali suara kendang dengan detak jam (sama seperti bagian 1b) Pengulangan Ke 15 sulukan honocoroko (pak Bono) masuk selama 3x pengulangan pola kendang
107
Pengulangan Ke 18 (setelah sulukan Honocoroko selesai) vokal ilustratif masuk sampai pengulangan pola ke 22. Adegan 2a Menit ke 08:54 sampai 13:50
Musik diatas terdapat penambahan ilustratif efeck dari slide gitar dan suara synthesizer untuk menghindari kesan monoton.
108
Pada menit ke 11:00 sampai 11:49 beat dari instrument maracas berhenti, menyisakan suara gitar dan bass yang terus konstan memainkan pola diatas. Pada menit 11:49 sampai 12:45 kembali ke aransemen musik diatas dan diakiri dengan fade out. Menyisakan efeck bunyi dari slide gitar mengiringi vokal honocoroko pada penari sampai menit 13:50 Adegan 2b (gara-gara) Menit ke 13:50 sampai 15:45 (Fade out)
Pola diatas dilakukan secara berulang ulang sampai menit ke 15:45 dan diakiri dengan fade out. Musik diatas terdapat penambahan ilustratif efeck dari slide gitar dan suara synthesizer untuk menghindari kesan monoton. Setelah musik fade out masuk kembali efeck suara dari slide gitar seperti pada bagian 1 sampai menit ke 16:20. Pemusik menggunakan efeck suara
109
dari slide gitar bermaksud untuk tafsir musikal dari efek penulisan huruf Jawa di lantai oleh penari. Adegan 3a 16:20 sampai 16:52 musik kosong (silent) 16:52 masuk gamelan
permainan boning yang biasa dipakai untuk tanda
memulai suatu permainan gamelan. Disini musik bonang diatas berfungsi sebagai penanda dimulainya pengantar Boby Pada menit 20:15 masuk sound efeck untuk mengiringi gerakan penari Adegan 3b Menit ke 23:00 sampai 24:49 penari mulai menyanyikan lagu Irr-Arr Ir ar ir ha ir ar na Ur ur ur ca ir ra ka Ir do ir tha ir so wo lo Ir ar mo go bo to ngo hoooooooo Pada bagian ini musik silent,…. Suara hanya dari vokal penari.
110
Adegan 3c 24:49 – 25:05 masuk sulukan dalang 5:05-27:06 gamelan pakurmatan (carabalen) mengiringi boby solo Adegan 4a Menit ke 27:06 –27:42 Droon gong (geteran gong) diakiri dengan jengglengan gamelan Adegan 4b Musik kosong menit 27:42 sampai 28:08 Pada menit 28:08 masuk gamelan
permainan bonang yang biasa dipakai
untuk tanda memulai suatu permainan gamelan. Masuk sound efeck untuk pengiring gerakan penari (havid+agus mbendol) menit ke 28:18
111
Menit 28:28 cahwati+sandy melafalkan honocoroko secara lantang, sebagai tanda sound efek masuk kembali. Sound efeck pada bagian ini dipadukan dengan pola kendang seperti pada bagian 1 dan diulang sebanyak 3x yaitu
Pada menit ke 29:08 sampai 40:07 musik droon masuk dan dipadukan dengan pola tabuhan gamelan. Selanjutnya disambung dengan pola gamelan pakurmatan carabalen lagi, tetapi pola yg dipakai pada bagian ini adalah pola carabalen yang garap tempo lambat (lombo). Adegan 5a Adegan ini dimulai dengan perubahan jenis droon. Menit 40:07 sampa 41:48 ilustratif intrument cello masuk sampai akhir 42:54 masuk suara vokal tembang oleh pak Bono. Dalam aransemen ini, vokal Pak Bono sengaja di samar kan cakepannya dengan efek dari editing audio. Efeck yang dipakai adalah efeck reverce yaitu efeck untuk membalikkan bunyi dari belakang ke depan. Pemusik melakukan editing tersebut bermaksud hanya untuk mengambil efek bunyi dari suara vokal. Bukan bermaksud untuk memakai vokal sebagai suatu tembang atau syair yang mempunyai makna teks.
112
Adegan 6 Pada menit ke 47:16 menjadi tanda awal perubahan adegan dengan vokal ekspresif dari penari Cahwati. Disaat itu dronn dari bagian sebelomnya dilanjutkan pocung oleh cahwati sampai akhir komposisi menit ke 49:50. Bentuk cakepan tembang sebagai berikut: Ngelmu iku Kalakone kanthi laku Lekase lawan kas Tegese kas nyantosani Setya budaya pangekese dur angkara
113
BIODATA PENULIS
NAMA
: Fani Dwi Hapsari
TTL
: Surakarta, 24 Januari 1991
ALAMAT
: Purwosari Brengosan RT02 RW 14 Laweyan Surakarta.
No. Tlp
: 085647219617
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan TK Baiturrohman
1998
SD Sayangan NO.244 Surakarta
2004
SMP 25 Surakarta
2007
SMK 8 Surakarta (SMKI)
2010
ISI Surakarta
2014