KANDUNGAN TSP DAN PM-10 DI UDARA JAKARTA DAN SEKITARNYA The Content of TSP and PM-10 in Ambient Air of Jakarta and its Surrounding Areas Hendro Martono*, Bambang Sukana* dan Ninik Sulistiyani* * Abstract. A survey was performed to assess the quality of ambient air in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. Ambient air samples were collected from 33 sampling points at a distance of 0 meter and 120 meters from each main roads respectively. The highest average content of TSP in ambient air at 0 meter was found in West Jakarta (652.02 p.g/cu.m) and that of 120 meters from the main road was in Bekasi (445.46µg/cu.m ). The highest difference of the TSP content between the two sampling points was in Kebon Jeruk, West Jakarta (96.62 %), and the lowest one was in Cikarang, Bekasi (1.63 %). Furthermore, the highest difference of the PM-10 content between the two sampling points was in Jalan Raya Bogor, Depok (96.86 %), and the lowest one was in Cikarang, Bekasi (17.26 %). In the whole areas of study, the average content of TSP was 522.44.tg/cu.m (0 meter), and 178.09µg/cu.m (120 meters) , so the difference of the pollutant content between the two sampling points was 65.91 %. Meanwhile, the average content of PM-10 was 326.25µg/cu.m (0 meter), and 97.09µg/cu.m (120 meters), so the difference of the pollutant content between the two sampling points was 70.24 %. The difference of the means of both TSP and PM-10 content levels between the two sampling sites were significant. The percentages of sampling points complying with TSP level standard were 9.52 % (0 meter) and 75.76 % (120 meters from the road sides). While that of PM-10 were 18.18 % (road side sampling) and 78.79 % (120 meters from the road sides). Crusial measure for controlling the TSP and PM-10 pollution should also be addressed to mobile sources, such as reducing diesel motorized-vehicles and providing proper mass transportation. Keywords :TSP, PM-10, ambient air
PENDAHULUAN 2
Jakarta dengan luas 661,52 km dan jumlah kendaraan bermotor lebih dari 3 juta buah serta lebih dari dua ribu industri besar dan sedang berpotensi besar untuk terjadinya pencemaran udara akibat pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk kegiatan tranporasi dan industri (BPS DKI Jakarta, 2000). Pada tahun 2002 tercatat beban pencemaran udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta untuk cemaran debu sebesar 15.977,3 ton/ tahun, kontribusi terbesar berasal dari sepeda motor yang diikuti oleh mobil penumpang, dan terdapat kecenderungan yang terus meingkat sejak tahun tahun 2000.(BPS, 2003). Berdasarkan data Asian Development Bank 1997, Jakarta termasuk salah satu kota di Asia dengan cemaran Suspended Particulate Matter (SPM) yang serius (melebihi 100 % dari standar WHO) (Jusuf, Anwar, 2001). Hasil monitoring kualitas udara Jakarta menunjukkan bahwa selama setahun hanya terhitung 22 hari udara Jakarta berkualitas baik, 95 hari dinyatakan tidak sehat, dan selebihnya (223 hari) berkualitas sedang
(Shanty MF Syahril, 2003). Menurut WHO, setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu kematian akibat outdoor pollution yang menimpa daerah perkotaan, di mana sekitar 93% kasus terjadi di negara-negara berkemang (WHO, 1991). Wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) yang luasnya 6228,46 km2 diperkirakan akan berenduduk sekitar 20 juta pada tahun 2010, akan terus terkena dampak perkembangan Wilayah DKI Jakarta (Sutaryan, 1997). Ukuran partikel debu yang membahayakan bagi kesehatan ialah 0,1 — 10 mikron. Beberapa senyawa kimia berbahaya (misalnya Pb dan SO2) dapat melekat bergabung atau bereaksi dengan partikel debu, dan manusia terpajan melalui inhalasi. Di samping itu partikel debu juga dapat menyebabkan gangguan jarak pandang (Departemen Kesehatan, 2001). Untuk mengetahui kondisi pencemaran partikel debu, khususnya Total Suspended Particulate (TSP) dan Particulate Matter 0 < 10 mikron (PM-10) pada udara ambien di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, pada bulan Februari — April 2002 telah dilakukan survei kualitas udara ambien
* Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes ** Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta.
255
Jumal Ekologi Kesehatan Vol 2 No 3, Desember 2003: 255-262
dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta yang bekerja sama dengan JICA. Berbeda dengan penelitianpenelitian lain yang pernah dilakukan, selain meneliti kadar TSP dan PM-10 di tepi jalan raya, penelitian kali ini juga melakukan pengukuran pada jarak 120 meter dari jalan raya. Dengan demikian, melalui survei ini juga diperoleh data tingkat perbedaan kadar TSP dan PM-10 di tempat di mana intensitas kegiatan lalu lintas kendaraan bermotor tinggi dan tempat-tempat di mana intensitas kegiatan lalu lintas kendaraan bermotomya rendah. yang
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dan potong lintang. Sampel udara ambien diambil pada titik 0 meter dan 120 meter dari jalan raya pada 33 titik sampling yang tersebar di 9 wilayah yang tercakup dalam survei, yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kriteria pemilihan lokasi sampling ialah tempat-tempat yang dianggap tinggi intensitas lalu lintas kendaraan bermotomya. Kemudian dari titik-titik sampling terpilih tersebut, diambil ma-singmasing 1 sampel udara lagi pada jarak 120 meter dari titik terpilih tersebut. Jadi jumlah sampel udara ambien seluruhnya 66 buah, yang tersebar di daerah-daerah survei di atas. Di setiap titik sampel diukur dua kali masing-masing selama dua jam, dengan interval waktu istirahat 30 menit ( Pengukuran I = pk 09.°°- 11.°°, dan Pengukuran II = 11.3013.30). Pengambilan sampel udara dilakukan dengan mempergunakan alat Dust Sampler Equipment (TSP, PM-10) dengan filter paper, konsentrasi TSP dan PM-10 diukur dengan menimbang filter paper setelah dikeringkan (The University of Queensland, 1997). Penentuan konsentrasi TSP dan PM10 dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta. Evaluasi tingkat kandungan TSP dan PM-10 dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran kadar polutan-polutan tersebut dengan Baku Mutu 256
Udara Ambien seperti yang diatur dalam Keputusan Gubernur DK1 Jakarta No. 551/ 2001, yang a.l. menyebutkan baku mutu untuk PM-10 ialah 150 ug/Nm 3 (waktu pengukuran 24 jam), dan TSP: 230 gg/Nm3 (24 jam) dan 90 1.1.g/Nm3 (1 tahun). Analisis data dilakukan dengan mempergunakan pro-gram Epi Info ver 6, uji beda statistik (Epitable test). BASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kadar TSP dan PM10 pada jarak 0 meter dan 120 meter dari jalan raya tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan keadaan meteorologi lingkungan selama periode pengambilan sampel udara ambien adalah sebagai berikut: temperatur udara 26 — 33 ° C, kelembaban udara 65 — 83%, kecepatan angin 0,16 — 4,51 meter/ detik, arah angin dan keadaan cuaca berubahubah. Terjadinya fluktuasi keadaan meteorologi yang bervariasi tersebut dapat mempengaruhi terjadinya tingkat dispersi zat pencemar di atmosfir. Oleh karena itu keterbatasan penelitian ini ialah bahwa faktor cuaca dapat mempengaruhi tingkat ketepatan hasil pengukuran, artinya kadar polutan tersebut pada lokasi yang sama, mungkin akan berbeda apabila keadaan cuacanya berbeda. Hasil pengukuran kondisi cuaca dan perbedaan kadar TSP dan PM-10 antara hasil pengukuran di tepi jalan dan jarak 120 m dari tepi jalan dapat dilihat pada Tabel 2. Secara umum untuk seluruh Wilayah Jabodetabek dapat dikemukakan bahwa prosentase sampel yang memenuhi syarat (MS) baku mutu untuk cemaran TSP ialah 12,12 % (untuk titik di tepi jalan raya) dan 75,76 % (untuk titik dengan jarak 120 meter dari jalan raya). Sedangkan untuk cemaran PM-10 ialah 18,18 % (di tepi jalan raya), dan 78,79 % (120 meter dari jalan raya) yang MS. Seperti diketahui baku mutu TSP udara ambien adalah3 230 µg/m3 dan PM-10 sebesar 150 1..tg/m . Persentase sampel udara pada titik sampling di tepi jalan yang kadar TSP-nya
Kandungan TSP dan PM-10 ....(11endro Martono, eta!)
Tabel 1: Kadar rata-rata TSP dan PM-10 dalam udara ambien di Jabodetabek pada jarak 0 meter dan 120 meter dari jalan raya dari 2 kali pengukuran (Pukul 09.00 - 11.00 & 11.30 - 13.30) No
Tanggal
Lokasi
Kadar TSP (µg/m 1 ) 0 meter 120 mtr 282,56 68,57*
1
18/2/02
Palmerah
2
19/2/02
Gn.Sahari
816,39
3
26/2/02
Salemba
300,05
4
14/3/02
Tn.Abang
257,19
5
22/3/02
Kb.Sirih
379,40
119,00*
6
13/2/02
Raya Bekasi
811,69
7
11/3/02
Kalimalang
537,34
8
19/3/02
Kr.Jati
9 10
20/3/02
Kadar PM-10 (µg/m3 ) 0 meter 120 mtr 220,91
45,13*
528,11
22,11*
183,20*
207,01
53,83*
222,48*
219,54
150,91
247,73
102,60*
161,09*
525,19
144,16*
372,04
321,17
142,96*
220,70*
138,69*
144,90*
91,10*
Cipinang
873,93
164,86*
416,70
14/2/02
147,53 *
Kedoya
113,03*
98,32*
63,06*
38,90*
11
15/2/02
Grogol
1251,37
125,13*
744,61
86,34*
12
20/2/02
Glodok
402,48
84,67*
340,63
29,19*
13
Kb. Jeruk Kl. Gading
841,22
28,38* 123,24*
419,57 173,48
22,29*
14
6/3/02 1/3/02
15
25/3/02
Kb.Bawang
237,05
537,81
174,26
16
11/2/02
Cilandak
650,95 630,19
558,56
49,80*
17 18
12/3/02
Manggarai
1025,44
82,09* 235,92
13/3/02
Kuningan
473,51
19
18/3/02
Keb. Baru
20 21
21/3/02
385,55
51,88*
123,24*
283,46
213,59
269,53
167,06
500,50
371,16 410,44
317,58
290,93
Pdk. Indah
434,47
179,44*
238,50
132,64*
2/4/02
Ps.Minggu
537,07
222,68*
233,22
106,20*
22
8/3/02
Pajajaran, Bgr
510,04
127,08*
153,92
48,60*
23
Pakuan Wr.Jambu
386,36 439,43
75,06*
209,09
24
7/3/02 28/2/02
281,80
25
1/4/02
Cibinong
142,02*
73,60*
353,56 92,72*
39,55* 116,28*
26 27
21/2/02
Margonda
491,83
30,90*
320,58
20,52*
26/3/02
Km 36 RayaBgr
532,74
60,06*
627,02
19,66*
28
25/2/02
Ciputat
147,15*
25,01*
96,81*
15,85*
29
4/3/02
Imam Bj,Tng
814,27
109,38*
464,71
63,91*
30
5/3/02
Balaraja
270,28
224,98*
103,49*
73,52*
31
27/2/02
Cikarang,Bks
1018,45
1001,82
350,32
32
27/2/02
273,10
88,23*
33
28/3/02
Tambun J1.Sudirman
572,19 522,44
246,33
139,45* 522,56 326,25
289,84 48,28*
Rata-rata
178,09
63,51*
176,06 97,09
i) = yang memenuhi syarat (MS) baku mutu
257
Jurnal Ekologi Kesehatan
Vol
2 No 3.
Desember 2003 255-262
MS sangat rendah, bahkan di wilayahwilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Depok, dan Bekasi, semua sampel udara yang diperiksa tidak ada yang MS. Hasil yang hampir serupa juga terlihat pada pemeriksaan kadar PM-10 pada tepi jalan di wilayah-wilayah tersebut. Di Bekasi sampel yang MS sebesar 33,33 %, sedangkan pada ke empat wilayah yang lain semuanya 0%. Hal ini berbeda dengan persentase sampel yang MS pada titik sampling 120 meter dari jalan raya. Di semua wilayah survey
persentase sampel yang kadar TSP-nya MS yang diambil pada titik 120 meter dari jalan raya Iebih besar dibandingkan dengan persentase sampel yang MS yang diambil di tepi jalan raya. Sedangkan untuk pemeriksaan kadar PM-10, pada 8 wilayah (88,88 %), persentase yang MS lebih besar dibandingkan dengan sampel yang diambil di tepi jalan, selebihnya, I wilayah, yaitu Bekasi, persentasenya sama. Rincian besarnya sampel yang MS per wilayah dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 2: Kondisi cuaca dan perbedaan kadar TSP dan PM-10 dalam udara ambien pada jarak 0 meter dan 120 meter dari jalan raya di Jabodetabek
258
No
Tgl
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
18/2/02 19/2/02 26/2/02 14/3/02 22/3/02 13/2/02 11/3/02 19/3/02 20/3/02 14/2/02 15/2/02 20/2/02 6/3/02 1/3/02 25/3/02 11/2/02 12/3/02 13/3/02 18/3/02 21/3/02 2/4/02 8/3/02 7/3/02 28/2/02 1/4/02 21/2/02 26/3/02 25/2/02 4/3/02 5/3/02 27/2/02 27/2/02 28/3/02
Lokasi Palmerah Gn.Sahari Salemba
Tn.Abang Kb.Sirih Raya Bks Kalimalang Kr.Jati Cipinang Kedoya Grogol Glodok Kb. Jeruk K1. Gading Kb.Bawang Cilandak Manggarai Kuningan Keb. Baru Pdk. Indah Ps. Minggu Pajajaran, B Pakuan Wr.Jambu Cibinong Margond Km 36 RyB Ciputat Imam Bj,T Balaraja Cikarang,Bks Tambun J1.Sudirman
Keadaan Cuaca Bwn-crh Cerah Cerah Cerah Cerah Bwn-crh Cerah Bwn-hjn Cerah Berawan Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Berawan Bwn-hjn Crh-hjn Crh-bwn Cerah Crh-bwn Cerah Cerah Cerah Cerah Crh-bwn Cerah Crh-bwn Cerah Cerah Crh-bwn Cerah Cerah
KelemBaban (%) 68-70 56-62 72-74 74-75 73-74 62-82 72-76 74-76 73-74 82 56-62 56-75 52-61 69-74 72-74 74-78 76-82 69-73 74-75 73-74 75 64-68 65-66 74-75 74 56-82 72-73 73-74 59-76 72-73 73-74 73-75 73-74
Hasil pengukuran Kecepat Beda an angin kadar TSP (m/det) pd 0& 120 m (%) 0,2-2,5 (75,73) 1,5-2,5 ( 93,64) 1,2-2,7 ( 38,94) 0,9-1,2 (13,49) 1,5-2,5 (68,63) 0,7-2,3 (80,15) 1,2-2,3 (30,76) 0,2-1,8 (37,16) 1,2-2,6 (81,13) 0,8-1,4 (13,01) 1,2-2,2 (90,00) 1,6-2,6 (78,96) 1,2-3,8 ( 96,62) 1,8-2,9 (68,03) 1,8-4,5 (63,58) 0,7-1,1 (86,97) 0,9-1,3 (76,99) 0,9-1,4 (21,61) 0,6-1,8 (17,99) 1,8-2,6 (58,70) 0,4-1,2 (58,54) 0,7-1,5 (75,08) 0,8-1,2 (80,57) 0,2-1,2 (35,87) 0,8-2,2 (48,17) 1,2-2,7 (93,71) 1,2-2,2 (88,72) 1,8-3,8 (83,00) 0,8-2,8 (86,57) 1,4-2,0 (16,76) 0,9-3,6 (1,63) 1,1-2,6 (67,69) 0,8-3,3 (56,95)
Beda kadar PM-10 pd & 120 m
(%) (79,57) (95,81) (73,99) (31,26) (58,58) (72,55) (55,48) (37,13) (64,59) (38,31) (88,40) (91,43) (94,68) (28,96) (67,59) (91,08) (24,65) (38,02) (8,39) (44,38) (54,46) (68,42) (81,08) (67,11) (31,50) (93,60) (96,86) (83,62) (86,24) (28,96) (17,26) (65,37) (66,31)
Kandungan TSP dan PM-I 0 ....(Hendro Martono, et al)
Tabel 3: Persentase sampel udara yang memenuhi syarat baku mutu kandungan TSP dan PM-10 No Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8
Jakpus Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Bogor Depok Tangeran g 9 Bekasi Jabodetabek Jakarta Bodetabek
Jumlah sampel A B 5 5 4 4 4 4 2 2 6 6 4 4 2 2 3 3 3 33 21 12
3 33 21 12
Persentase sampel yang memnuhi syarat TSP (%) PM-10 (%) A 0 25 25 0 0 25 0 33,33 0 12,12 9,52 16,66
Ket
A
B 100 75 100 50 50 75 100 100
0 25 25 0 0 25 0 66,66
80 100 100 50 50 100 100 100
33,33 75,76 76,19 75,00
33,33 18,18 9,52 33,33
33,33 78,79 76,19 83,33
Baku mutu ( 1g/m): TSP: 230 PM-10:150
Keterangan: A = Pada jarak 0 meter B = Pada jarak 120 meter.
Perbedaan kadar TSP antara lokasi pada titik 0 meter dan 120 meter dari jalan raya yang tertinggi dijumpai di Jalan Raya Bogor Km 36, Depok (96,86%) dan yang terendah di Cikarang (17,26%). Hasil pengukuran kadar rata-rata TSP pada titk 0 meter di semua wilayah lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran pada titik 120 meter dari jalan raya. Besarnya perbedaan kadar TSP di kedua titik tersebut beragam antara wilayah satu dengan lainnya. Pada titik 0 meter, kadar rata-rata yang tertinggi dijumpai di Jakarta Barat (652,02 lig/m 3 ), dan yang terendah di Bogor (369,46 14/m3 ). Sedangkan pada jarak 120 meter dari jalan raya, yang tertinggi dijumpai di Bekasi (445,46 14/m3 ), dan terendah di Depok (45,48 µg/m3 ). Dengan uji F statistik ( Epitable test pada Program Epi Info ver 6), ternyata beda nilai rata-rata antara kadar ratarata pada titik 0 meter berbeda bemiakna dengan kadar rata-rata pada titik dengan jarak 120 dari jalan raya ( nilai F stat = 35,34 ; pvalue = 0,000 ).
Perbedaan kadar PM-10 antara pada titik 0 meter dan 120 meter dari jalan raya yang tertinggi dijumpai di Kebon Jeruk, Jakarta Barat (96,62%) dan yang terendah di Cikarang (1,63%). Hasil pengukuran kadar rata-rata PM-10 pada titk 0 meter di semua wilayah lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran pada titik 120 meter dari jalan raya. Besarnya perbedaan kadar PM-10 di kedua titik tersebut beragam antara wilayah satu dengan lainnya. Pada titik 0 meter, kadar rata-rata yang tertinggi dijumpai di Depok (473,80µg/m 3 ), dan yang terendah di Bogor (202,32 Rim). Sedangkan pada jarak 120 meter dari jalan raya, yang tertinggi dijumpai di Bekasi (171,39 .tg/m 3), dan terendah di Depok (20,09 pg/m3 ). Dengan uji F statistik ( Epitable test pada Program Epi Info ver 6), ternyata beda rata-rata antara kadar rata-rata pada titik 0 meter berbeda bermakna dengan kadar rata-rata pada titik dengan jarak 120 dari jalan raya ( nilai F stat = 44,27 ; p-value = 0,000 ). 259
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 2 No 3, Desember 2003 : 255-262
Survei yang dilakukan kali ini memang hanya dapat mengukur kadar TSP dan PM-10 saat itu. Penelitian cemaran TSP yang dilakukan selama kurun waktu tahun 1986 — 1995 ditemukan sampel udara dengan kadar TSP yang melampaui kriteria kualitas udara DKI Jakarta, terjadi di daerah Pulogadung, kadar rata-rata tahunan TSP dalam udara di daerah3 tersebut berkisar antara 168 — 270 lig/m , dengan persentase sampel yang menyimpang sebanyak 14 - 46% (Tri Tugaswati, et al, 1996). Evaluasi yang dilakukan oleh KPPL Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun 1997, dari 12 lokasi yang dipantau kandungan TSP-nya di DKI Jakarta, terdapat 6 lokasi (50 %) dinilai buruk (KPPL Jakarta, 1998). Kadar TSP pada udara ambien ini perlu diteliti lebih lanjut mengingat sumber utamanya, yaitu emisi kendaraan bermotor jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Kontribusi kendaraan bermotor terhadap pencemaran TSP di udara ambien Jakarta sekitar 44,1%, selebihnya dari rumah-tangga (33%), industri (14,6%), dan pembakaran sampah (8,4%) (Dephub, 1994). Faktor emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap pencemaran udara terlihat dari besarnya jumlah kandungan partikel debu yang dikeluarkannya. Kendaraan bermotor berbahan bakar bensin menghasilkan partikel debu 11 pon/1000 galon, sedangkan kendaraan bermotor bermesin diesel sebesar 110 pon/galon (Jusuf Anwar, 2001). Jadi di sini jelas bahwa mesin diesel mengeluarkan 10 kali lipat partikel debu dibandingkan dengan mesin berbahan bakar bensin. Hasil penelitian S. Suzuki dkk. (1998) yang dilakukan pada tahun 198,5 dan 1993 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara intensitas lalu lintas kendaraan bermotor dengan konsentrasi SPM.di udara Jakarta dan sekitarnya (Suzuki, 1998). Oleh karena itu upaya pengendalian cemaran TSP dan PM-10 melalui upaya pengurangan jumlah emisi kendaraan bermotor tetap perlu terus dila-kukan. Dampak kesehatan dapat terjadi, baik berupa naiknya kematian maupun kesakitan yang terutama disebabkan oleh pemajanan PM-10 yang kadarnya melebihi ambang 260
batas. Dampak terhadap kesakitan antara lain berupa naiknya: angka risiko penyakit bronchitis, angka hari serangan penyakit asthma, dan jumlah hari dengan aktifitas terganggu (Restricted Activity Days/RAD) akibat pajanan PM-10. Apabila kadar rata-rata PM-10 pada titik 120 m dari jalan raya sebesar 97,09p.g/m3 dan jumlah penduduk Jabodetabek pada tahun 2000 sebesar 30, 4 juta jiwa (Sutaryan, 1997), maka dengan mempergunakan metoda dose-effect relationships sesuai formula dalam pedoman WHO AQG dan URBAIR Guidebook, secara kasar dapat diestimasikan besarnya dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pemajanan PM-10 tersebut adalah sebagai berikut (Nagpal, 1997): 1. Besarnya angka kenaikan RAD per orang per tahun: 0,0575 x (97,09 — 41) = 3,22 hari per orang per tahun, atau jumlah total hari yang terganggu untuk penduduk Jabodetabek sebesar 97, 8 jt hari per tahun. (Angka benchmark PM10 = 41, besaran angka kenaikan RAD setiap kelebihan kadar PM-10 per ug/m 3 = 0,0575). 2. Kenaikan angka risiko bronchitis anak < 18 tahun (yang diperkirakan meliputi 35% dari seluruh penduduk (Achmadi, 1994) , diestimasikan = 0,00169 x (97,09 — 41) x 35% x 30,4 jt kasus = 1,006 jt kasus (Angka besaran kenaikan risiko bronchitis per tahun = 0,00169). 3. Kenaikan angka hari serangan penyakit asthma yang diperkirakan meliputi 7% dari seluruh penduduk (Achmadi, 1994) diestimasikan = 0,0326 x(97,09 — 41) x 7 x 30,4 jt kasus = 3,939 jt hari serangan penyakit asthma (Angka besaran kenaikan risiko serangan asthma per penderita = 0,0326). Perhitungan tersebut di atas mempergunakan angka mean kadar PM-10 pada jarak 120 m dari jalan raga, yaitu yang diasumsikan sebagai daerah pemukiman (diasumsikan seluruh penduduk sebagai population at risk). Estimasi dampak tersebut akan menjadi lebih besar apabila yang dipakai dasar
Kandungan TSP dan PM-10 . ..(Ilendro Martono, et al)
perhitungan mean kadar PM-10 di tepi jalan raya. KESIMPULAN Kadar TSP pada udara ambien tertinggi pada titik 0 meter terjadi di Grogol (1251,37 1.1g/m 3) dan terendah di Cibinong (142,02 µg/m3) dengan rata-rata sebesar 522,44 µg/m 3, sedangkan pada 120 meter dari jalan raya kadar TSP tertinggi di Cikarang (1001,82 µg/m 3 ) dan terendah di Ciputat (25,01 µg/m3) dengan rata-rata sebesar 178,09 µg/m 3. Kadar tertinggi PM-10 pada titik 0 3 meter terjadi di Grogol (744,614m ) dan 3 terendah di Cibinong (92,72 1.1g/m ) dengan 3 rata-rata sebesar 326,25 µg/m , sedangkan pada 120 meter dari jalan raya kadar PM-10 3 tertinggi di Kebayoran Baru (290,93 µg/m ) 3 dan terendah di Ciputat (15,85 µg/m ) dengan rata-rata sebesar 97,094m3. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar rata-rata TSP dan PM-10 pada udara ambien pada titik 0 dan kadar rata-rata pada jarak 120 m dari jalan raya. Prosentase sampel yang MS baku mutu kadar TSP untuk seluruh Wilayah Jabodetabek ialah 12,12% (pada tepi jalan) dan 75,76% (pada 120 m dari jalan raya), sedangkan yang MS baku mutu PM-10: 18,18% (di tepi jalan raya) dan 78,79% (120 m dari jalan raya). SARAN Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka secara singkat dapat dikemukakan bahwa untuk mengendalikan pencemaran TSP dan PM-10 yang bersumber dari kendaraan bermotor dapat diupayakan langkahlangkah sebagai berikut : a) Pengurangan jumlah emisi TSP dan PM-10 kendaraan bermotor dengan mengurangi jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi, antara lain dengan menyediakan prasarana dan sarana transportasi massal yang memadai, b) 2.
Mengembangkan pemakaian kendaraan bermotor serta bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, antara lain dengan mengurangi kendaraan bermotor bermesin diesel. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada para Pimpinan dan Staf Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Jakarta, terutama kepada Sdr. Ir. JB. Budi Harsanto, Ma'aruf, SKM, MM, Ir. Suharnoto, Drs. Prabowo, Drs. Warmo Sudrajad, M.kes, Budiyanto, Sulianto, Sunarno, Widodo, Kurniawan, dan teman-teman lain di BTKL Jakarta yang tak dapat saya sebutkan satu per satu, yang membantu memfasilitasi penulisan artikel ini serta dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Achmadi,
UF., 1994, "An Assessment of the Environmental Impact of Air Pollution" Report Prepared for the URBAIR project, Faculty of Public Health, University of Indonesia, Jakarta. BPS DKI Jakarta., 2000, Jakarta Dalam Angka 1998, Edisi Penyesuaian Tahun Data, Jakarta (hal 243). BPS., 2003, Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2002, PT Relindo Jaya, Jakarta. Departemen Kesehatan, Ditjen PPM & PL., 2001, Parameter Pencemar Udara Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan,, Jakarta, (hal. 18). Departemen Perhubungan Republik Indonesia., 1994, Final Report of First Jabotabek Urban Development Project, Jakarta. Jusuf, Anwar dan Wahyu Aniwidianingsih., Pengaruh Polusi Udara Terhadap Kesehatan, Makalah disampaikan pada Lokakarya Strategi Penurunan Emisi Kendaraan Terintegrasi, Jakarta, 16 — 18 Oktober 2001. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) Jakarta., 1998, lnformasi Kualitas Lingkung. an DKI Jakarta Tahun 1997, Jakarta. Nagpal, Jitendra J.Shah Tanvi., 1997, 'Urban Air Quality Management Strategy in Asia', Jakarta Report URBAIR, World Bank Technical Paper No. 379, The World bank, Washington, D.C. Shanty MF Syahril, 2003., 'Kualitas Udara Sepuluh Kota di Indonesia Mengkhawatirkan', Dialog Publik "Udara Bersih, Hak Kita Bersama",
261
Jurnal Lkologi Kesehatan Vol 2 No 3, Desember 2003: 255-262"
30 Juli 2003, Jakarta , K, 31/7/2003 No. 034 Tahun ke 39 hal. 9. Sutaryan, Drs., Ukman 1997, • Kebijakan Pengembangan Daerah Botabek Sebagai Buffer Ibukota.. Himpunan Karangan Ilmiah Di Bidang Perkotaan dan Lingkungan, KPPL — DKI Jakarta, Jakarta. SUZUKI, Shosuke, A Tri Tugaswati, MI Zulkarnain Duki, Sigit Sudarmadi, dan Tomoyuki Kawada, Sustainable Agriculture and Health Problems in Modem Cities of Indonesia, Gunma University School of Medicine, Japan, 1998.
262
The University of Queenland, 1997, Source Emission Training Manual H — 43, Regional Environmental Health Laboratory Development Project, Technical Training, Australia. Tri Tugaswati, A. , Sukar, Athena Anwar, dan sri Soewasti Soesanto, 1996. Pemantauan Kualitas Udara Di Daerah Rawasari dan Pulo Gadung, Jakarta. B.Penelitian Kesehatan, vol. 24 No. I — 1996 (hal.2). World Health Organization 1991, Health and Environment in Sustainable Development, Five Year After the Earth Summit, Geneva, Switzerland, (hal.87).