Blind steganalysis pada Citra Digital dengan Metode Support Vector Machine Marcelinus Henry M
Rinaldi Munir
Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, Indonesia
[email protected]
Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak—Blind steganalysis adalah salah satu metode untuk mendeteksi adanya pesan rahasia pada media tanpa perlu mengetahui algoritme steganografi yang digunakan. Citra digital diubah menjadi fitur dengan algoritme ekstraksi fitur subtractive pixel adjacency matrix. Fitur yang sudah dihasilkan dibuat modelnya dengan metode pembelajaran mesin support vector machine. Metode support vector machine yang digunakan mempunyai perbedaan pada kernel yang digunakan, yaitu linear, polynomial, dan RBF. Model yang sudah dibangun diuji untuk mengukur kinerja akurasi pendeteksian pesan rahasia dan estimasi panjang pesan rahasia. Akurasi yang didapat dari pengujian model cukup baik untuk mendeteksi adanya pesan rahasia dalam citra digital, namun belum cukup baik untuk melakukan estimasi panjang pesan. Akurasi tertinggi didapat dengan penggunaan kernel polynomial. Kata kunci—blind steganalysis, support vector machine, citra digital, ekstraksi fitur.
I. PENDAHULUAN Steganografi adalah sebuah teknik untuk menyelipkan pesan rahasia pada sebuah media tertentu. Media yang umum digunakan yaitu gambar, video, suara, dan teks. Pesan rahasia yang disisipkan biasanya berupa teks, namun tidak menutup kemungkinan berupa media lain seperti gambar dan suara. Media yang sering digunakan dalam penyisipan pesan rahasia adalah gambar. Gambar terdiri dari pixel yang masing-masing memiliki bit warna. Teknik steganografi yang sering digunakan yaitu metode domain spasial, yaitu pada suatu gambar disembunyikan sebuah pesan dengan mengganti beberapa bit pada gambar tersebut. Metode ini cukup populer karena sedikit mengubah gambar aslinya dan pesan yang dapat disisipkan memiliki ukuran yang cukup besar [1]. Pada zaman sekarang steganografi semakin berkembang sehingga semakin banyak orang yang mulai berpikir bagaimana cara untuk membalikkan prosesnya. Teknik ini disebut steganalisis. Steganalisis dapat dibedakan menjadi 2, yaitu targeted steganalysis dan blind steganalysis [2]. Targeted steganalysis dilakukan dengan membalikkan algoritme steganografi sehingga dapat diketahui apakah ada pesan tersembunyi di dalam sebuah citra. Namun, targeted steganalysis membutuhkan informasi mengenai algoritme apa yang digunakan dalam penyisipan pesan rahasia ke dalam citra
tersebut. Blind steganalysis dikembangkan karena tidak setiap citra diketahui metode penyisipan pesan rahasianya. Metode ini tidak selalu akurat, namun sangat berguna apabila kita tidak memiliki informasi apapun mengenai algoritme steganografi yang digunakan. Selain mendeteksi adanya pesan rahasia, blind steganalysis juga dikembangkan untuk mendeteksi atributatribut penting dari pesan rahasia seperti panjang pesan rahasia dan algoritme yang digunakan untuk sampai kepada tujuan akhir dari steganalisis yaitu mengetahui isi pesan rahasia tersebut [3]. Teknik blind steganalysis bisa digabungkan dengan pembelajaran mesin untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Steganalisis memerlukan metode pembelajaran mesin yang berupa klasifikasi biner untuk menentukan apakah sebuah citra digital memiliki pesan rahasia atau tidak. Metode pembelajaran mesin yang berupa klasifikasi biner adalah Support Vector Machine [4]. Support vector machine juga sangat baik untuk klasifikasi dengan fitur yang banyak, yang pada sebuah citra digital, dapat diekstrak banyak fitur yang bisa digunakan untuk mengetahui pesan rahasia di dalam citra digital tersebut. II.
DASAR TEORI
A. Citra Digital Citra digital adalah salah satu media yang bisa disisipi pesan rahasia. Citra digital merupakan kumpulan pixel yang memiliki nilai intensitas yang menggambarkan keabuan atau warna dari pixel tersebut. Pada penyisipan pesan, citra digital tak terkompresi sangat mendukung penyisipan pesan karena nilainilai pixel bisa langsung diubah dan dimanipulasi sesuai pesan yang akan disisipkan. Citra tak terkompresi yang biasa digunakan untuk penyisipan pesan yaitu citra 24-bit seperti BMP. Pada citra digital, setiap pixel memiliki beberapa nilai yang menggambarkan intensitas. Pixel yang memiliki satu nilai disebut grayscale, atau citra hitam putih. Pixel yang memiliki tiga nilai menggambarkan red, green, dan blue, atau citra berwarna. Pixel yang memiliki empat nilai adalah citra berwarna dengan tambahan satu nilai yaitu nilai transparan. Setiap nilai yang ada pada pixel memiliki rentang dari 0 sampai 255.
B. Steganografi Steganografi adalah teknik untuk menyisipkan pesan rahasia ke dalam sebuah media tertentu sehingga tidak dicurigai keberadaan pesan rahasia tersebut. Steganografi dan kriptografi memiliki perbedaan. Kriptografi bertujuan agar pesan yang diterima tidak dapat dimengerti apabila orang tersebut tidak memiliki kunci yang dibutuhkan, sedangkan steganografi bertujuan untuk menyembunyikan pesan rahasia tersebut sehingga keberadaannya tidak diketahui dan tidak dicurigai oleh pihak yang tidak berkepentingan [1]. Proses penyisipan pesan dimulai dengan mempersiapkan cover image atau citra yang akan disisipi pesan. Citra ini sebisa mungkin tidak menimbulkan kecurigaan. Kemudian lakukan enkripsi terhadap pesan rahasia dengan menggunakan sebuah key tertentu. Hal ini dilakukan untuk mencegah diketahuinya pesan rahasia oleh pihak lain apabila steganografi gagal atau pihak lain mendeteksi adanya pesan rahasia. Kemudian, tahap terakhir yaitu menyisipkan pesan yang sudah dienkripsi dengan sebuah algoritme steganografi sehingga dihasilkan stego image atau citra yang sudah disisipi pesan rahasia. Proses penyisipan pesan rahasia dalam sebuah media disebut embedding, sedangkan proses untuk mendapatkan pesan rahasia dari sebuah stego image disebut extraction. Gambar 1 memperlihatkan proses penyisipan dan ekstraksi pesan rahasia dengan media citra digital. Tabel 1. Contoh pesan, cover-object, dan stego-object Embedded message “Siapkan pesawat tempur dan perlengkapan penyerangan sekarang”
Cover-object
Stego -object
Fourier Transform (DFT), dan Discrete Wavelet Transform (DWT). C. Steganalisis Steganalisis adalah teknik untuk mendeteksi adanya pesan rahasia dalam suatu media. Penyisipan suatu informasi pada suatu media tertentu akan mengubah karakteristik media tersebut sehingga bisa dideteksi melalui beberapa teknik. Metode steganalisis dibagi menjadi dua [2], yaitu sebagai berikut. 1. Specific Technique Steganalysis (Targeted Steganalysis) Steganalisis untuk metode steganografi tertentu seperti LSB (Least Significant Byte). Metode ini memiliki akurasi yang besar apabila metode yang digunakan dalam steganografi sama dengan metode steganalisis tersebut. 2. Blind steganalysis Metode steganalisis ini tidak menekankan pada suatu metode steganografi tertentu, tetapi untuk semua metode steganografi. Metode ini digunakan dengan menganalisis perubahan pada bit pixel ataupun dengan statistik. Proses steganalisis berawal dari sebuah stego-image yang dicurigai telah disisipi pesan rahasia. Dari stego-image, fitur diekstrak dengan metode ektstraksi fitur yang sudah didefinisikan. Kemudian, fitur-fitur yang sudah didapat dimasukkan ke dalam sebuah classifier untuk ditentukan apakah citra tersebut memiliki pesan rahasia atau tidak. Hasil lain dari classifier mungkin berupa panjang pesan, ataupun algoritme steganografi yang digunakan untuk menyisipkan pesan tersebut. Proses steganalisis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alur proses steganalisis
Gambar 1. Diagram alur penyisipan dan ekstraksi pesan
Teknik penyisipan pesan rahasia ke dalam sebuah media dapat dilakukan dalam dua ranah [1]. 1. Ranah spasial Teknik ini dilakukan dengan mengubah bit dari pixel citra yang merepresentasikan warna. Contoh metode ranah spasial adalah metode LSB. 2. Ranah transform Teknik ini dilakukan dengan mengubah frekuensi sinyal dengan suatu fungsi matematika. Sinyal dalam ranah spasial diubah menjadi ranah frekuensi dengan menggunakan transformasi Discrete Cosine Transform (DCT), Discrete
D. Support Vector Machine Support Vector Machine (SVM) adalah sebuah metode pembelajaran mesin yang didasarkan pada klasifikasi biner. Klasifikasi biner adalah metode untuk membagi data menjadi dua kelas (biner) dimana setiap data akan mempunyai nilai kelas +1 atau -1. Untuk setiap data ( xi , yi ) dengan i 1 N , xi R d , dan yi {1, 1} , klasifikasi biner f ( xi ) yang dihasilkan adalah sebagai berikut
1, yi 1,
f ( xi ) 0 f ( xi ) 0
(1)
xi adalah data latih ke-i yang adalah kumpulan bilangan real a sebagai atributnya dan k adalah jumlah atribut dalam data tersebut.
a1 a xi 2 ak
(2)
Metode SVM akan membentuk support vector berdasarkan data yang paling dekat dengan bidang pembagi sehingga akan dibentuk satu support vector untuk masing-masing kelas. Support vector ini akan membantu dalam melakukan klasifikasi dalam menentukan keyakinan. Apabila data terletak di antara support vector tersebut, maka data diklasifikasikan dengan keyakinan yang lebih rendah dibandingkan dengan data di bawah atau di atas support vector. Gambar 3 memperlihatkan representasi support vector yang digambarkan oleh garis putusputus.
Gambar 3. Representasi support vector
Berikut adalah tahap-tahap untuk mendapat fungsi pembagi dan support vector sehingga terbentuk model [5]. 1. Setiap data memiliki nilai α. Nilai tersebut merepresentasikan besar pengaruh data tersebut terhadap fungsi pembagi dan support vector. 2. Hitung nilai α untuk setiap data agar nilai LD maksimal dalam persamaan berikut. n
LD ( ) i i 1
n
Dengan syarat
y i 1
i
i
1 n i j yi y j k xi x j 2 i 1, j 1
Untuk menghitung nilai maksimal dari LD, bisa digunakan beberapa algoritme, salah satunya adalah algoritme modified sequential minimal optimization [6]. Support vector machine merupakan binary classifier, namun tidak menutup kemungkinan untuk membuat model multi-class dengan metode support vector machine. Model multi-class untuk support vector machine terdiri dari beberapa sub-model. Beberapa cara untuk membentuk model multi-class support vector machine yaitu one-against-all, one-against-one, dan directed acyclic graph [4]. III.
PENELITIAN TERKAIT
Metode steganalisis yang diajukan oleh Siwei dan Hany [7] menggunakan color wavelet statistics sebagai ekstraksi fitur dan support vector machine sebagai classifier. Metode ini bisa dilakukan di ranah spasial maupun ranah transform. Namun, akurasi pada ranah spasial lebih rendah dibandingkan ranah transform karena metode ekstraksi fitur yang sangat dekat dengan ranah transform. Metode steganalisis yang diajukan oleh Jiang [8] menggunakan campuran dari beberapa metode. Untuk ekstraksi fitur digunakan filter berupa shifting dan juga first order statistics. Untuk classifier, digunakan ensemble classifier dengan tambahan AdaBoost dan bagging. Metode steganalisis ini digunakan di dalam ranah spasial dan dibuat untuk mengatasi kecilnya akurasi di bagian penyisipan teks dalam ukuran kecil. Namun metode ekstraksi fitur yang dipakai memiliki dimensi yang cukup besar. Metode steganalisis yang diajukan oleh Tomas [9] ini menggunakan substractive pixel adjacency matrix sebagai metode ekstraksi fitur dan support vector machine sebagai classifier. Metode steganalisis ini dilakukan di ranah spasial. Metode ini lebih menekankan pada ekstraksi fitur dan deteksi terhadap pixel yang mencurigakan. Metode support vector machine yang digunakan hanya didasarkan pada kernel RBF.
(3)
0 dan c i 0 , dimana c adalah
suatu konstanta yang sudah ditentukan. Kernel yang digunakan
IV. ALUR KERJA Citra digital yang digunakan berasal dari internet dengan berbagai ukuran dan tipe. Kemudian akan digunakan alur kerja seperti pada Gambar 4.
yaitu linear k ( xi , x j ) xi x j , polynomial k ( xi , x j ) xi x j , 2
dan RBF k ( xi , x j ) xi x j
2
3. Setelah LD memiliki nilai yang maksimal, simpan setiap data yang memiliki nilai 0 . Data tersebut akan menjadi support vector. 4. Fungsi pembagi adalah: ns
f ( xd ) i yi xi xd b
(4)
i 1
5. Untuk melakukan klasifikasi terhadap sebuah data x, persamaan ( 4 ) digunakan untuk kalkulasi terlebih dahulu. Setelah itu, persamaan ( 1 ) digunakan untuk melakukan klasifikasi.
Gambar 4. Diagram alur kerja
Pada tahap pembuatan data latih dan data uji akan dibuat data latih dan data uji untuk pembelajaran dan pengujian model. Data latih dan data uji merupakan cover-image dan stego-image dari citra digital yang dikumpulkan sebelumnya. Citra digital pada
data latih dan data uji dikonversi menjadi ukuran dan tipe yang sama yaitu 800x600 pixel dengan tipe bitmap. Untuk data latih, stego-image didapat dengan menyisipkan pesan dengan ukuran 0.05, 0.15, 0.25, 0.35, 0.45, 0.55, 0.65, 0.75, 0.85, dan 0.95 bpp. Untuk data uji stego-image didapat dengan menyisipkan pesan dengan ukuran yang acak antara 0.01 – 0.99 bpp. Penyisipan pesan ke dalam citra digital menggunakan kakas steganografi Steghide [10], Four Pixel [11], dan Nine Pixel [12]. Tahap ekstraksi fitur adalah proses mengambil fitur-fitur penting dari citra digital pada data latih dan data uji. Algoritme ekstraksi fitur yang digunakan yaitu substractive pixel adjacency matrix yang diajukan oleh Tomas [9]. Algoritme dari subtractive pixel adjacency matrix adalah sebagai berikut.
untuk menentukan apakah citra digital memiliki pesan rahasia, sedangkan model yang kedua digunakan untuk memperkirakan panjang pesan rahasia pada citra digital. Model pertama memiliki pilihan konfigurasi kernel linear, polynomial, dan RBF, sedangkan model kedua memiliki konfigurasi tambahan multi-class one-against-all, one-against-one, dan directed acyclic graph. Pembelajaran model dengan metode support vector machine ini menggunakan algoritme modified sequential minimal optimization yang diajukan oleh Cao [6]. Tahap pengujian membutuhkan masukan model yang telah dibuat. Model yang telah dibuat akan diuji dengan data latih dan data uji untuk mengukur kinerjanya. Setiap pengujian akan menghasilkan sebuah nilai akurasi.
1. Hitung nilai matriks selisih D pada citra digital berukuran mxn pada arah kanan dengan rumus
Di, j Ii , j Ii , j 1
(5)
dengan batasan i 1, , m dan j 1, , n 1 . I adalah nilai pixel yaitu nilai grayscale untuk citra digital grayscale dan nilai rata-rata red, green, dan blue untuk citra digital berwarna Contoh pembuatan matriks selisih pada citra berukuran 4x4 pixel dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Contoh pembuatan matriks selisih pada citra 4x4 pixel
2. Kemudian hitung nilai Markov chain dengan rumus
Markov chain pada Gambar M 0,0 Pr Di, j 1 0 | Di, j 0 1 M1,1 Pr Di, j 1 1| Di, j 1
Contoh
perhitungan
Gambar
5
adalah dan
Fk 1,
,2 k
1 M M M M 4
1 M 4
akurasi =
Kernel Linear Polynomial RBF
Kernel
4. Satukan fitur F dari delapan arah dengan rumus ,k
Pengujian dibagi menjadi empat bagian, yaitu pengujian untuk pendeteksian pesan pada citra digital grayscale, pengujian untuk estimasi panjang pesan pada citra digital grayscale, pengujian untuk pendeteksian pesan pada citra digital berwarna, dan pengujian untuk estimasi pesan pada citra digital berwarna. Akurasi pendeteksian pesan dan estimasi panjang pesan dihitung dengan menggunakan persamaan
M
jumlah citra digital yang berhasil ditebak (9) jumlah citra digital pada data uji
Akurasi dengan Data Latih 67.25% 75.25% 69.5%
Akurasi dengan Data Uji 63% 73% 59%
Tabel 3 Hasil pengujian pendeteksian pesan pada citra digital berwarna
2 . 3
3. Ulangi untuk arah lainnya
F1,
Proses pembelajaran dilakukan dengan iterasi maksimal 30000, konstanta c 100, dua kelas untuk pendeteksian pesan rahasia yaitu yes dan no, lima kelas untuk estimasi panjang pesan rahasia yaitu very low (<0.2 bpp), low (0.2 bpp – 0.4 bpp), medium (0.4 bpp – 0.6 bpp), high (0.6 bpp – 0.8 bpp), dan very high ( >0.8 bpp).
(6)
,4 . Jika Pr Di, j v 0 maka
M u,v Pr Di, j 1 u | Di, j v 0 .
EKSPERIMEN
Tabel 2. Hasil pengujian pendeteksian pesan pada citra digital grayscale
M u,v Pr Di, j 1 u | Di, j v
dengan batasan u, v 4,
V.
M
M
(7) (8)
sehingga dihasilkan 162 fitur untuk setiap citra digital. Tahap pembelajaran dengan support vector machine membutuhkan masukan fitur data latih. Dari kumpulan fitur akan dibuat dua buah model. Model yang pertama digunakan
linear polynomial RBF
Akurasi dengan Data Latih 54.75% 64.25% 51.5%
Akurasi dengan Data Uji 57% 61% 50%
Tabel 4 Hasil pengujian estimasi panjang pesan pada citra digital grayscale
Kernel
linear linear linear
polynomial polynomial polynomial
RBF RBF RBF
Multi-class
one-againstall one-againstone directed acyclic graph one-againstall one-againstone directed acyclic graph one-againstall one-againstone directed acyclic graph
Akurasi dengan Data Latih 5.2%
Akurasi dengan Data Uji 4%
28.5%
24.8%
29.15%
24.8%
6.45%
6.8%
39.4%
33.6%
38.15%
30%
7.95%
6%
30.95%
25.2%
30.55%
24.4%
Hasil pengujian pendeteksian pesan rahasia pada citra digital grayscale menunjukkan konfigurasi dengan kernel polynomial memiliki akurasi yang paling tinggi baik dengan data latih maupun data uji. Konfigurasi kernel polynomial memang lebih baik karena polynomial lebih fleksibel dibandingkan linear dan lebih kaku dari RBF. Bidang pembatas yang dibuat polynomial bukanlah bidang datar, melainkan bergelombang menyesuaikan dengan data, sedangkan bidang pembatas yang dibuat linear lebih kaku sehingga tidak terlalu menyesuaikan dengan data. Bidang pembatas yang dibuat dengan kernel terlalu fleksibel sehingga membuat model menjadi overfit. Overfit adalah keadaan saat model yang dihasilkan terlalu bergantung pada data latihnya sehingga tidak tercipta model yang lebih umum. Hasil pengujian pendeteksian pesan rahasia pada citra digital berwarna juga menujukkan konfigurasi dengan kernel polynomial memiliki akurasi yang paling tinggi. Model yang umum diperlukan agar noise pada data tidak mempengaruhi model. Hasil pengujian estimasi panjang pesan rahasia pada citra digital grayscale menunjukkan konfigurasi dengan kernel polynomial memiliki akurasi yang paling tinggi saat diuji dengan data latih dan konfigurasi dengan kernel polynomial dan multi-class one-against-one memiliki akurasi yang paling tinggi saat diuji dengan data uji. Hasil pengujian estimasi panjang pesan rahasia pada citra digital berwarna juga menunjukkan hasil yang sama. Untuk perbandingan akurasi pengujian citra digital grayscale dan citra digital berwarna dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 5 Hasil pengujian estimasi panjang pesan pada citra digital berwarna
linear linear linear
polynomial polynomial polynomial
RBF RBF RBF
Multi-class
one-againstall one-againstone directed acyclic graph one-againstall one-againstone directed acyclic graph one-againstall one-againstone directed acyclic graph
Akurasi dengan Data Latih 3.15%
Akurasi dengan Data Uji 2%
21.35%
23.6%
22.3%
21.6%
0%
0%
26.35%
23.6%
26.05%
22%
5.25%
4%
20.9%
20.8%
21.05%
20.8%
Akurasi (%)
Kernel
Perbandingan Akurasi Citra Digital Grayscale dan Berwarna 100 80 60 40 20 0
Konfigurasi Pengujian Grayscale
Berwarna
Gambar 6 Perbandingan akurasi citra digital grayscale dan berwarna
Perbandingan akurasi menunjukkan bahwa akurasi pengujian citra digital grayscale secara umum lebih tinggi dari akurasi pengujian citra digital berwarna. Hal ini disebabkan perbedaan dalam ekstraksi fitur untuk citra digital grayscale dan
citra digital berwarna. Dalam citra digital grayscale, selisih antar pixel dapat dihitung dengan mudah karena setiap pixel hanya mengandung satu nilai pada kisaran 0 – 255, sedangkan untuk citra digital berwarna, setiap pixel mengandung tiga nilai masing-masing untuk red, green, dan blue. Perubahan nilai pixel terhadap nilai pixel di sekitarnya menjadi lebih sulit dideteksi karena perbedaan jumlah nilai yang dikandung tiap pixel, Misalkan, nilai pixel pada cover-image adalah 12, 15, dan 120 sedangkan pada stego-image 13, 12, dan 122. Jika dihitung perbedaan nilai pixel pada cover-image dan pada stego-image didapat nilai nol, hal tersebut karena nilai grayscale dari dua pixel tersebut adalah sama. Akurasi estimasi panjang pesan tidak cukup baik dikarenakan metode ekstraksi fitur yang digunakan tidak cocok. Subtractive pixel adjacency matrix tidak hanya menunjukkan nilai probabilitas yang berubah. Sebagai akibatnya, apabila ada pesan rahasia, pesan rahasia tersebut bisa diketahui dengan metode support vector machine. Subtractive pixel adjacency matrix tidak menunjukkan seberapa besar perubahan pixel yang terjadi sehingga tidak cocok untuk estimasi panjang pesan rahasia. VI.
SIMPULAN
Blind steganalysis dengan metode support vector machine dapat diimplementasikan untuk mendeteksi pesan rahasia dan melakukan estimasi panjang pesan rahasia pada citra digital. Model pembelajaran dengan metode support vector machine yang dibangun memiliki hasil yang cukup baik dalam mendeteksi pesan rahasia dengan akurasi sebesar 73% untuk citra digital grayscale dan 61% untuk citra digital berwarna. Estimasi panjang pesan rahasia pada citra digital memiliki hasil yang kurang baik. Akurasi paling tinggi yang dicapai yaitu sebesar 33.6% untuk citra digital grayscale dan 23.6% untuk citra digital berwarna. Konfigurasi dengan kernel polynomial lebih baik dibandingkan dua kernel lainnya yaitu linear dan RBF.
ACKNOWLEDGMENT Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rinaldi Munir, M.T. selaku dosen pembimbing karena telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga selama penelitian. REFERENCES [1]
Hussain, M., & Hussain, M. (2013). A survey of image steganography techniques. [2] Chandramouli, R., Kharrazi, M., & Memon, N. (2003, October). Image steganography and steganalysis: Concepts and practice. In International Workshop on Digital Watermarking (pp. 35-49). Springer Berlin Heidelberg. [3] Fridrich, J., Goljan, M., Hogea, D., & Soukal, D. (2003). Quantitative steganalysis of digital images: estimating the secret message length. Multimedia systems, 9(3), 288-302. [4] Hsu, C. W., & Lin, C. J. (2002). A comparison of methods for multiclass support vector machines. IEEE transactions on Neural Networks, 13(2), 415-425. [5] Schölkopf, B., & Smola, A. J. (2002). Learning with kernels: support vector machines, regularization, optimization, and beyond. MIT press. [6] Cao, L. J., Keerthi, S. S., Ong, C. J., Zhang, J. Q., Periyathamby, U., Fu, X. J., & Lee, H. P. (2006). Parallel sequential minimal optimization for the training of support vector machines. IEEE Transactions on Neural Networks, 17(4), 1039-1049. [7] Lyu, S., & Farid, H. (2004, June). Steganalysis using color wavelet statistics and one-class support vector machines. In Electronic Imaging 2004 (pp. 35-45). International Society for Optics and Photonics. [8] Yu, J., Zhang, X., & Li, F. (2015). Spatial steganalysis using redistributed residuals and diverse ensemble classifier. Multimedia Tools and Applications, 1-13. [9] Pevny, T., Bas, P., & Fridrich, J. (2010). Steganalysis by subtractive pixel adjacency matrix. IEEE Transactions on Information Forensics and Security, 5(2), 215-224. [10] http://steghide.sourceforge.net/ [11] Liao, X., Wen, Q. Y., & Zhang, J. (2011). A steganographic method for digital images with four-pixel differencing and modified LSB substitution. Journal of Visual Communication and Image Representation, 22(1), 1-8. [12] Swain, G. (2014). Digital image steganography using nine-pixel differencing and modified LSB substitution. Indian Journal of Science and Technology, 7(9), 1444-1450.