BAB III HIMPUNAN DAN FUNGSI
A. Konsep Dasar Himpunan dan Fungsi Himpunan dan fungsi merupakan obyek dasar dari semua obyek yang dipelajari dalam matematika. Pada saat seseorang belajar matematika, baik pada tingkat dasar maupun lanjut, disadari atau tidak, ia harus selalu berhadapan dengan himpunan dan fungsi. Sebagai contoh, jika seorang siswa belajar operasi penjumlahan bilangan bulat, maka dia sudah berhadapan dengan himpunan bilangan bulat, sehingga semua proses yang akan dilakukan harus berada dalam ruang lingkup himpunan ini; sedangkan operasi penjumlahan yang dipergunakan merupakan sebuah operasi biner, yakni suatu fungsi yang akan memetakan setiap pasang bilangan bulat (a,b) dengan suatu bilangan bulat a+b. Atau pada tingkat lanjut, jika seseorang belajar integral, maka umumnya dia akan berhadapan dengan himpunan bilangan riil; dan integral yang dipergunakan merupakan suatu fungsi yang akan memetakan sebuah fungsi riil kepada fungsi riil lain yang merupakan integrasinya. Dengan demikian himpunan dan fungsi merupakan hal mendasar yang perlu dipahami oleh seseorang yang belajar matematika sebelum dia mempelajari konsep-konsep lainnya.
82
83
1. Himpunan Tidak semua konsep dalam matematika dapat didefinisikan secara tepat, sehingga adakalanya suatu konsep dapat dipahami dengan mengidentifikasi sifatsifatnya. Hal serupa juga terjadi pada konsep himpunan. Seandainya himpunan didefinisikan sebagai "kumpulan dari obyek-obyek tertentu", maka akan timbul pertanyaan tentang apa pengertian dari kata kumpulan dalam definisi ini. Kemudian seandainya kumpulan didefinisikan sebagai "sebuah kesatuan dari benda-benda", maka akan timbul pertanyaan tentang apa pengertian dari kata kesatuan dalam definisi ini. Demikian seterusnya pertanyaan berantai ini tidak akan berhenti, atau kalau tidak memaksa kita untuk mengulang kata-kata dalam definisi sebelumnya. Oleh karenanya dalam bab ini, pengertian himpunan tidak akan didefinisikan, tetapi akan diidentifikasi dengan menampilkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengannya. Beberapa hal yang berkaitan dengan himpunan dapat disebutkan sebagai berikut. Sebuah himpunan S tersusun atas elemen-elemen, dan jika a merupakan salah satu elemennya, maka dapat dinotasikan a S . Ada tepat satu himpunan yang tidak memiliki elemen, yang disebut sebagai himpunan kosong, dan simbolnya adalah . Sebuah himpunan dapat dinyatakan dengan menyebutkan sifat-sifatnya, atau dengan mendaftar elemen-elemennya. Misalnya, himpunan bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan 5, dapat dinyatakan sebagai {2,3,5} atau {x|x bilangan prima 5 }.
84
Dalam matematika sebuah himpunan didefinisikan dengan tegas, artinya secara definitif dapat dinyatakan apakah suatu obyek merupakan elemen atau bukan elemen dari himpunan tersebut. Misalkan, tidak benar jika dinyatakan “S adalah himpunan beberapa bilangan asli”, sebab tidak dapat dinyatakan apakah 5 S ataukah 5 S . Berbeda jika dinyatakan “S adalah himpunan empat bilangan asli yang pertama”, maka elemenelemen S dapat disebutkan secara definitif, yakni 1,2,3,4. Beberapa hal yang seringkali diperlukan untuk menyatakan sebuah himpunan antara lain notasi himpunan, konsep himpunan semesta, diagram Venn, dan bilangan kardinal. Himpunan biasanya dinotasikan dengan huruf besar sedangkan elemen-elemen dari himpunan dinotasikan dengan huruf kecil. Dan untuk menyatakan sebuah himpunan ada tiga cara yang dapat digunakan, yakni 1. dengan menyebutkan sifat-sifat dari elemen-elemennya; Contoh: A = himpunan 10 bilangan asli yang pertama; B = himpunan warna yang ada dalam bendera negara Indonesia; C = himpunan kota-kota yang menjadi ibukota propinsi di pulau Jawa; D = himpunan bilangan prima antara 10 dan 20; E = himpunan penyelesaian riil untuk x 2 8x 12 0 . 2. dengan mendaftar semua elemennya; Contoh: A = {1,2,3,4,5,6,7,8,9,10};
85
B = {merah, putih}; C = {Tangerang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang, Surabaya}; D = {11, 13, 17, 19}; E = {2, 6}. 3. dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan; Contoh: A = { x | x bilangan asli dan x 10}; B = {x | x adalah warna yang ada dalam bendera negara Indonesia}; C = {x | x adalah ibukota propinsi di pulau Jawa}; D = {x | x bilangan prima dan 10 x 20 }; E = { x | x 2 8x 12 0 }. Seringkali dalam menyatakan sebuah himpunan, kita perlu memperhatikan pada batas mana himpunan tersebut dibicarakan. Ruang lingkup pembicaraan ini ditentukan oleh sebuah himpunan semesta. Himpunan semesta adalah himpunan yang elemennya meliputi semua obyek yang sedang dibicarakan. Himpunan semesta biasanya dinotasikan dengan S. Contoh: Himpunan semesta untuk C = {Tangerang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang, Surabaya} adalah S = himpunan kota-kota di pulau Jawa, atau bisa juga S = himpunan kota-kota di Indonesia;
86
Himpunan semesta untuk D = {11, 13, 17, 19} adalah S = {1, 2, 3, …, 20} atau S = himpunan bilangan asli atau S = himpuan bilangan cacah. Singkatnya, dalam sebuah semesta pembicaraan, setiap himpunan merupakan himpunan bagian dari himpunan semesta. Untuk memperjelas kedudukan sebuah himpunan dalam himpunan semesta atau untuk menggambarkan relasi antar himpunan, kita dapat menggunakan
diagram
Venn.
Berikut
contoh
diagram
Venn
yang
mempresentasikan kedudukan himpunan A (himpunan huruf hidup) dalam himpunan semesta S (himpunan huruf latin).
b
c
d
S
g
l A
a e
h
u
v j
i
k
o
f j
q t
m
n r
z
p s
x
y
Gambar 3.1 Kedudukan himpunan A dalam semesta S. Himpunan bisa diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yakni himpunan berhingga dan himpunan tak berhingga. Himpunan berhingga adalah himpunan yang memiliki sebanyak terbatas elemen-elemen yang berbeda. Sedangkan apabila suatu himpunan memuat sebanyak tak terbatas elemen-elemen yang berbeda maka himpunan itu disebut himpunan tak berhingga.
87
Contoh: Jika A = himpunan manusia penduduk bumi, maka A merupakan himpunan berhingga. B = himpunan bilangan asli yang tidak lebih besar daripada 1.000.000, merupakan himpunan berhingga; sedangkan C = himpunan bilangan asli yang tidak lebih kecil daripada 1.000.000,
merupakan himpunan tak
berhingga. E = himpunan bilangan asli kelipatan 5, merupakan himpunan tak berhingga; sedangkan F = himpunan bilangan asli faktor dari 5.000.000, merupakan himpunan berhingga. Banyaknya elemen yang berbeda di dalam suatu himpunan berhingga A disebut ordo A atau bilangan kardinal dari A, dan dinotasikan |A| atau n(A). Contoh: Jika D = himpunan bilangan asli ganjil yang tidak lebih besar dari 1.000 maka n(D) = 500; Jika G = himpunan bilangan asli kelipatan 5 yang kurang dari atau sama dengan 5.000.000, maka tentukan n(G) !
a. Relasi Antar Himpunan Bentuk-bentuk relasi antar himpunan yang akan dibahas di sini adalah himpunan bagian, himpunan sama, himpunan berpotongan, himpunan lepas, dan himpunan ekuivalen.
88
1) Himpunan Bagian Sebuah himpunan B merupakan himpunan bagian (subset) dari himpunan A dan dinotasikan " B A " atau " A B ", jika hanya jika setiap elemen B juga merupakan elemen A. Pengertian himpunan bagian tersebut dapat ditulis menggunakan simbol logika berikut: ( B A) (x B, x A)
(dibaca: Himpunan B subset pada himpunan A jika hanya jika untuk setiap x elemen B, x juga elemen A) Diagram Venn berikut menunjukkan relasi himpunan bagian ini.
S
A
B
Gambar 3.2 Himpunan B himpunan bagian dari himpunan A. Pada setiap himpunan A, A dan keduanya merupakan himpunan bagian pada A. A disebut sebagai himpunan bagian tak sejati (improper subset), sedangkan himpunan bagian lainnya disebut himpunan bagian sejati (proper subset).
89
Contoh : Misalkan P = {a,b,c}, maka P memiliki 8 macam himpunan bagian yakni , {a}, {b}, {c}, {a,b}, {a,c}, {b,c}, {a,b,c}. Dan himpunan dari semua himpunan bagian ini, yakni
,{a},{b},{c},{a, b},{a, c},{b, c},{a, b, c} disebut himpunan kuasa (atau power set) dari himpunan P, dan dinotasikan dengan 2 P .
2) Himpunan Sama Himpunan A dan B dikatakan sama (dinotasikan A=B) jika dan hanya jika
A B dan B A . Definisi ini dapat dinyatakan dalam simbol logika berikut: ( A B) [( A B) ( B A)]
(dibaca: Himpunan A sama dengan himpunan B jika hanya jika A subset pada B dan B subset pada A). Diagram Venn berikut menunjukkan relasi himpunan sama ini.
S
A
B
Gambar 3.3 Himpunan A sama dengan himpunan B. Contoh: Himpunan A = {1,2,3,4} dan B = {3,2,4,1} adalah himpunan yang sama. Himpunan P = {a,b,c} dan Q = {b,a,c,b,c} adalah himpunan yang sama.
90
Himpunan N = {x | x 2 8x 12 0} dan M = {2,6} adalah himpunan yang sama.
3) Himpunan Berpotongan Himpunan A dan B dikatakan berpotongan (dinotasikan A B) jika dan hanya jika ada elemen A yang menjadi elemen B. Menggunakan simbol logika, pengertian himpunan berpotongan ditulis ( A B) [x, ( x A) ( x B)]
(dibaca: Himpunan A berpotongan dengan himpunan B jika hanya jika ada x sedemikian hingga x elemen A dan x elemen B). Diagram Venn berikut menunjukkan relasi himpunan berpotongan ini. S
A
B
Gambar 3.4 Himpunan A dan himpunan B saling berpotongan. Contoh:
A {x | x 2 8x 12 0} dan B {x | x 2 4 0} berpotongan,
P {x | x 2 8x 12 0} dan Q {1,3,5} tidak berpotongan.
91
Berdasarkan pendefinisian di atas, dapatkah kita menyatakan bahwa setiap himpunan yang sama pasti berpotongan? Mengapa?
4) Himpunan Saling Lepas Himpunan A dan B dikatakan saling lepas (dinotasikan A || B) jika hanya jika kedua himpunan itu tak kosong dan tidak mempunyai elemen yang sama. Atau secara symbol logika, pengertian ini dinyatakan dengan ( A || B) [(( A ) ( B )) (x A, x B)]
(Dibaca: Himpunan A dan B saling lepas jika hanya jika A bukan himpunan kosong dan B bukan himpunan kosong dan untuk setiap x elemen A, x bukan elemen B). Diagram Venn berikut menunjukkan relasi himpunan saling lepas ini.
S
A
B
Gambar 3.5 Himpunan A dan himpunan B saling lepas. Contoh:
A {x | x 2 8x 12 0} dan B {x | x 2 4 0} tidak saling lepas,
P {x | x 2 8x 12 0} dan Q {1,3,5} saling lepas.
92
5) Himpunan Ekivalen Dua himpunan berhingga A dan B dikatakan ekivalen (dinotasikan A B ) jika hanya jika banyak elemen kedua himpunan tersebut adalah sama.
Atau secara simbol logika dinyatakan: ( A B) ( | A | | B | )
(Dibaca: Himpunan A ekivelen dengan himpunan B jika hanya jika banyaknya elemen A sama dengan banyaknya elemen B). Contoh: Himpunan A = {1,2,3,4} dan B = {a,b,c,d} adalah himpunan yang ekuivalen. Himpunan P = {a,b,c} dan Q = {p,q,r,s} adalah himpunan yang tidak ekuivalen. Himpunan P {x | x 2 8x 12 0} dan M = {5,10} adalah himpunan yang ekuivalen. Coba anda anda analisis, manakah di antara pernyataan berikut yang benar? (a) ( A B) ( A B) (b) ( A B) ( A B) (c) ( A B) ( A B) Sebutkan pula alasan anda!
93
b. Operasi Himpunan 1) Gabungan Gabungan himpunan A dan B (dinotasikan A B ) adalah himpunan semua elemen A atau semua elemen B atau elemen keduanya. Secara notasi operasi gabungan dapat ditulis A B {x | x A x B}
Contoh: Jika P = {a,b,c} dan Q = {1,2} maka P Q = {a,b,c,1,2} Jika P={a,b,c,d} dan Q = {c,d,e,f} maka P Q = {a,b,c,d,e,f}
P Q dan Q P merupakan dua himpunan yang sama. Buktikan!
Kedua himpunan A dan B masing-masing merupakan himpunan bagian pada A B . Buktikan! Hasil gabungan dari himpunan A dan B yang saling berpotongan ditunjukkan pada daerah yang diarsir dalam diagram Venn berikut ini. S
A
Gambar 3.6 A B pada relasi A B
B
94
Buatkanlah gambar diagram Venn dari A B pada relasi A B dan relasi A || B !
2) Irisan Irisan himpunan A dan B (dinotasikan A B ) adalah himpunan semua elemen persekutuan dari himpunan A dan B. Secara notasi operasi irisan dapat ditulis A B {x | x A x B}
Contoh: Jika P = {a,b,c} dan Q = {1,2} maka P Q Jika P={a,b,c,d} dan Q = {c,d,e,f} maka P Q = {c,d}
P Q dan Q P merupakan dua himpunan yang sama. Buktikan!
Kedua himpunan A dan B masing-masing memuat A B . Buktikan! Hasil irisan dari himpunan A dan B yang saling berpotongan ditunjukkan pada daerah yang diarsir dalam diagram Venn berikut ini. S
A
Gambar 3.7 A B pada relasi A B
B
95
Buatkanlah gambar diagram Venn dari A B pada relasi A B dan relasi A || B !
3) Komplemen Komplemen suatu himpunan A (dinotasikan A-1 atau Ac) adalah himpunan semua elemen dalam semesta pembicaraan tetapi bukan elemen A. Secara notasi operasi komplemen dapat ditulis Ac {x | x S x A}
Komplemen dari A ditunjukkan oleh daerah yang diarsir dalam diagram Venn berikut ini. S
A
Gambar 3.8 Komplemen dari A Contoh: Jika P = {a,b,c} dan S = {a,b,c,d,e,f,g,h} maka Pc = {d,e,f,g,h}
A Ac S dan A Ac
S c dan c S
( Ac ) c A .
96
4) Selisih Selisih dari himpunan A dan B (dinotasikan A B ) adalah himpunan semua elemen A yang bukan elemen B. Secara notasi operasi selisih dapat ditulis A B {x | x A x B}
Contoh: Jika P = {a,b,c} dan Q = {1,2} maka P Q P Jika P = {a,b,c,d} dan Q = {c,d,e,f} maka P Q {a, b}
A B dan A B c merupakan dua himpunan yang sama. Buktikan!
Hasil operasi A B dari himpunan A dan B yang saling berpotongan ditunjukkan pada daerah yang diarsir dalam diagram Venn berikut ini. S
A
B
Gambar 3.9 A B pada relasi A B Tunjukkan daerah yang harus diarsir dalam gambar di atas apabila operasinya adalah B A . Buatkanlah pula gambar diagram Venn baik untuk A B maupun
B A pada relasi A B , relasi B A dan relasi A || B !
97
5) Jumlah Jumlah himpunan A dan B (dinotasikan A + B) adalah himpunan semua elemen A atau semua elemen B tetapi bukan elemen keduanya. Secara notasi operasi jumlah dapat ditulis A B {x | ( x A x B) ( x A B)}
Contoh: Jika P = {a,b,c} dan Q = {1,2} maka P+Q = {a,b,c,1,2} Jika P = {a,b,c,d} dan Q = {c,d,e,f} maka P+Q = {a,b,e,f} Jika
A {x | x 2 8x 12 0}
dan
B {x | x 2 4 0}
maka
A B {2,6}
Jika P {x | x 2 8x 12 0} dan Q = {1,3,5} maka P+Q = {1,2,3,5,6}.
Jika N {x | x 2 8x 12 0} dan M = {2,6} maka M N . Hasil operasi A B dari himpunan A dan B yang saling berpotongan ditunjukkan pada daerah yang diarsir dalam diagram Venn berikut ini. S
A
Gambar 3.10 A B pada relasi A B
B
98
Buatkanlah pula gambar diagram Venn untuk A B pada relasi A B dan relasi A || B !
c. Penggunaan Himpunan Perhatikan permasalahan berikut. Di sebuah sekolah dasar ada 120 murid kelas 3 yang memesan buku pelajaran Matematika atau Sains melalui koperasi sekolah. Untuk buku pelajaran Matematika ada 85 pesanan, sedangkan untuk buku pelajaran Sains ada 67 pesanan. Setelah melakukan pembelian buku-buku tersebut,
petugas
koperasi
harus
menyiapkan
paket-paket
buku
untuk
didistribusikan kepada para murid. Untuk memudahkan pendistribusian ini maka ia harus mengetahui: (a) berapa murid yang memesan buku Matematika dan buku Sains?; (b) berapa murid yang memesan buku Matematika saja?; (c) berapa murid yang memesan buku Sains saja? Pengetahuan terhadap himpunan dan diagram Venn-nya akan sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Jika A = himpunan murid yang memesan buku Matematika dan B = himpunan murid yang memesan buku Sains, maka berdasarkan tinjauan terhadap persoalan di atas, himpunan A dan B merupakan himpunan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukkan dalam diagram Venn berikut.
99
S
A
B I
III
II
Persoalannya adalah berapa banyak murid yang berada pada daerah I, daerah II dan daerah III. Misalkan n(A)=a, n(B)=b, dan n( A B) x , maka n ( A B)
= banyak elemen di I + banyak elemen di II + banyak elemen di III
n ( A B) n ( B A) n ( A B) (a x) (b x) x
ab x n ( A) n ( B) n ( A B)
Sehingga penyelesaian untuk contoh permasalahan di atas adalah: Diketahui : n ( A) 85; n ( B) 67; n ( A B) 120 , maka (a) n ( A B) n ( A) n ( B) n ( A B) 85 67 120 32 . Jadi banyaknya murid yang memesan buku Matematika dan buku Sains adalah 32 orang. (b) n ( A B) n ( A) n ( A B) 85 32 53 Jadi banyaknya murid yang memesan buku Matematika saja adalah 53 orang.
100
(c) n ( B A) n ( B) n ( A B) 67 32 35 Jadi banyaknya murid yang memesan buku Sains saja adalah 35 orang. Persoalan ini dapat dikembangkan untuk kasus yang melibatkan tiga himpunan A,B,C.
S
A
B I
IV
II
VII VI
V
III C
Jika n(A) = a, n(B) = b, n(C) = c, n( A B) x , n( B C ) y , n( A C ) z , dan n( A B C ) p , coba anda hitung n( A B C ) ! Kemudian
gunakan
rumus
yang
anda
dapatkan
tersebut
untuk
menyelesaikan soal cerita berikut ini. Dari survey terhadap 110 mahasiswa D-II PGSD untuk mengetahui kegiatan ekstrakurikuler apa yang mereka ikuti, diketahui bahwa 59 orang mengikuti kegiatan teater, 78 orang mengikuti kegiatan PMR, 63 orang mengikuti kegiatan pecinta alam, 43 orang mengikuti teater dan PMR, 34 orang mengikuti PMR dan pecinta alam, 38 orang mengikuti teater dan pecinta alam, dan 25 orang mengikuti ketiga kegiatan tersebut.
101
(a) Berapa orang yang hanya menjadi pecinta alam saja? (b) Berapa orang yang tidak mengikuti ketiga kegiatan tersebut? (c) Berapa orang yang mengikuti teater atau PMR? (d) Berapa orang yang mengikuti PMR dan pecinta alam tetapi tidak mengikuti kegiatan teater?
2. Fungsi Sebelum masuk pada bahasan tentang fungsi, maka terlebih dahulu harus dipahami konsep-konsep yang mendasari pembentukan konsep fungsi, yakni perkalian himpunan dan relasi. Pada dasarnya relasi merupakan himpunan bagian dari perkalian himpunan, sedangkan fungsi merupakan bentuk khusus dari relasi.
a. Perkalian Himpunan dan Relasi Pada himpunan bilangan bulat, dikenal sebuah operasi hitung yang disebut dengan perkalian. Misalnya, 5 x 9 = 45. 5 dan 9 merupakan bilangan yang dikalikan dan disebut faktor sedangkan 45 disebut hasilkali. Dalam hal ini baik faktor maupun hasilkali semua merupakan bilangan bulat. Lalu bagaimana hasilkali antar himpunan? Sebelum mempelajari perkalian himpunan maka perlu dipahami terlebih dahulu konsep tentang pasangan terurut. Dua buah unsur, a dan b, baik yang berasal dari sebuah himpunan maupun dari dua himpunan berbeda, dapat digunakan untuk membentuk pasangan terurut (a,b), dimana a disebut unsur pertama dan b disebut unsur kedua. Pada pasangan terurut, sifat urutan adalah penting, sehingga
102
jika a b maka (a, b) (b, a) ; (c,d)=(a,b) jika hanya jika c = a dan d = b. Contoh: Dalam lomba membuat kue di tingkat RT, seorang peserta diwajibkan untuk membuat salah satu dari 4 pilihan kue yang diberikan yaitu donat, roti kukus, onde-onde atau pisang goreng. Selanjutnya semua peserta juga harus mengikuti lomba yang sama di tingkat RW dan peserta wajib membuat salah satu dari 3 pilihan kue yang diberikan yakni onde-onde, donat atau getuk lindri. Alternatif pilihan peserta lomba tersebut dapat digambarkan sebagai pasangan terurut berikut ini: (donat,onde-onde); (donat, donat); (donat, getuk lindri); (roti kukus,onde-onde); (roti kukus, donat); (roti kukus, getuk lindri); (ondeonde,onde-onde); (onde-onde, donat); (onde-onde, getuk lindri); (pisang goreng,onde-onde); (pisang goreng, donat); (pisang goreng, getuk lindri); Perkalian dua himpunan A dan B adalah himpunan semua pasangan terurut yang unsur pertamanya adalah anggota A dan unsur keduanya adalah anggota B. Atau secara notasi, A B {( x, y) | x A y B}
Contoh: jika A = {d,s} dan B = {1,2,3}, maka A B = {(d,1),(d,2),(d,3),(s,1),(s,2),(s,3)} jika A = {2,3,4}, maka A A = {(2,2),(2,3),(2,4),(3,2),(3,3),(3,4),(4,2),(4,3),(4,4)}
103
Dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah relasi atau hubungan. Misalnya relasi "bersaudara dengan"; Totong bersaudara dengan Tatang, Miing bersaudara dengan Didin, dan sebagainya. Relasi ini merupakan relasi antar anggota suatu himpunan yakni himpunan manusia. Contoh lain dari relasi yang senada, misalnya relasi "teman"; Arief teman Aris, Yuyun teman Enny, Dwiono teman Fitriana, dan sebagainya. Atau relasi "anak"; Adi anak Pak Slamet, Gareng anak Semar, dan sebagainya. Ketiga contoh relasi tersebut merupakan relasi pada suatu himpunan. Ada juga relasi antar dua himpunan yang berbeda, misalnya relasi "gemar" yang menghubungkan himpunan manusia dengan himpunan cabang olah raga; Watik gemar voli, Ipung gemar sepak bola, Andri gemar tenis meja, dan sebagainya. Atau relasi "terletak di" antara himpunan kota dengan himpunan propinsi; Jember terletak di Jawa Timur, Klaten terletak di Jawa Tengah, Denpasar terletak di Bali, dan sebagainya. Relasi "suka" antara himpunan A yang terdiri dari 5 orang bersaudara, Komeng, Komang, Koming, Kimung, dan Kemeng, dengan himpunan minuman, B, yang terdiri dari teh, kopi, susu, es krim, dapat dinyatakan dalam himpunan pasangan terurut: R = {(Komeng,susu),(Komang,kopi),(Koming,teh),(Kimung,kopi)} ini berarti Komeng suka susu, Komang suka kopi, Koming suka teh, Kimung suka kopi, sedangkan Kemeng tidak suka satupun dari 4 jenis minuman yang diberikan. Dalam contoh ini didapatkan bahwa R A B . Dalam matematika banyak sekali dijumpai relasi, misalnya relasi "kuadrat
104
dari" antara himpunan C = {4,6,9,16,25,30} dengan D = {2,3,4,5,6}, dapat dinyatakan dalam himpunan pasangan terurut, R = {(4,2),(9,3),(16,4),(25,5)} Dalam contoh ini juga terlihat bahwa R C D . Contoh lain misalnya relasi "kurang dari" dalam sebuah himpunan E = {3,4,5,9}, dapat dinyatakan dalam himpunan pasangan terurut, R = {(3,4),(3,5),(3,9),(4,5),(4,9),(5,9)} yang juga menunjukkan bahwa R E E . Relasi R dari himpunan A ke himpunan B adalah himpunan bagian dari hasil perkalian himpunan A dan B, yaitu
R A B Perlu diingat bahwa relasi dari A ke B berbeda dengan relasi dari B ke A. Jika R adalah relasi dari A ke B, yakni R A B , maka domain (daerah asal) dari relasi R adalah A. Sedangkan range (daerah hasil), E, dari relasi R adalah E {b | b B, (a, b) R}
Setiap relasi R : A B mempunyai invers R 1 : B A , yakni R 1 {(b, a) | (a, b) R}
Coba anda deskripsikan hubungan antara domain dan range dari R dan domain serta range dari R 1 .
105
b. Relasi Ekivalensi dan Partisi Relasi-relasi tertentu pada suatu himpunan dapat memenuhi sifat-sifat refleksif, simetris, atau transitif.
1) Relasi Refleksif Suatu relasi R pada sebuah himpunan A dikatakan refleksif jika hanya jika (a, a) R, a A .
Contoh: relasi "=" pada himpunan bilangan bulat; relasi "sejenis kelamin dengan" pada himpunan manusia; relasi "himpunan bagian" pada keluarga himpunan.
2) Relasi Simetris Suatu relasi R pada sebuah himpunan A dikatakan simetris jika hanya jika
(a.b) R (b, a) R . Contoh: relasi "teman dari" pada himpunan manusia; relasi "tegak lurus pada" pada himpunan garis dalam geometri merupakan relasi-relasi simetris, sedangkan relasi "suami dari" pada himpunan manusia; relasi "lebih dari" pada himpunan bilangan bulat; relasi "akar kuadrat dari" pada himpunan bilangan asli, bukan merupakan relasi simetris.
3) Relasi Transitif Suatu relasi R pada sebuah himpunan A dikatakan transitif jika hanya jika (a, b) R, (b, c) R (a, c) R
Contoh: relasi "saudara kandung dari" pada himpunan manusia; relasi "=" pada himpunan bilangan riil, merupakan relasi-relasi transitif, sedangkan relasi "ayah
106
dari" pada himpunan manusia; relasi "dua kali dari" pada himpunan bilangan bulat, bukan merupakan relasi transitif. Pada himpunan mahasiswa FKIP, relasi "sekelas dengan" merupakan relasi refleksif, yang juga simetris dan sekaligus transitif. Relasi semacam ini disebut dengan relasi ekivalen, yakni relasi pada sebuah himpunan yang bersifat refleksif, simetris dan transitif. Contoh lain dari relasi ekivalen adalah relasi "sama dengan" pada himpunan bilangan riil; relasi "kongruen dengan" pada himpunan bilangan bulat modulo 5; relasi "sebangun dengan" pada himpunan bangun-bangun geometri; dan sebagainya. Tentukan apakah relasi R = {(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2),(2,3),(3,1),(3,2),(3,3)} pada A = {1,2,3} merupakan relasi ekivalen? Beberapa contoh lagi: Relasi "kesamaan" pada himpunan bilangan riil, , merupakan sebuah relasi ekivalensi. Misalkan pada himpunan bilangan rasional, Q, didefinisikansebuah relasi: a/b ~ c/d jika hanya jika ad = bc, maka relasi "~" merupakan relasi ekivalensi. Jika pada himpunan bilangan bulat, Z, didefinisikan relasi:x ~ y jika hanya jika xy 0, maka ~ bukan merupakan relasi ekivalensi. Tunjukkan! Jika Z dibagi menjadi kelas-kelas yang masing-masing kelas mempunyai sifat jika dibagi lima menghasilkan sisa yang sama, maka relasi "sekelas dengan" merupakan sebuah relasi ekivalensi pada Z.
107
Misalkan ~ merupakan relasi ekivalensi pada himpunan A, dan x adalah suatu elemen dalam A. Himpunan semua elemen yang ekuivalen dengan x disebut kelas ekivalensi dari x, dan dinotasikan dengan [x]. Secara simbolik ditulis [ x] {a A | a ~ x}
Teorema 3.1: Jika x ~ y maka [x] = [y]. Bukti Teorema 3.1: Jika diketahui bahwa
x~ y
maka untuk membuktikan [ x] [ y] , harus
ditunjukkan bahwa [ x] [ y] [ y] [ x] .
Ambil sebarang a [x] a~ x (dari pengertian kelas ekuivalensi) (karena x ~ y dan ~ bersifat transitif) a~ y (dari pengertian kelas ekuivalensi) a [ y] a [ x], a [ y] Terbukti bahwa [ x] [ y]
Dengan cara yang analog, dapat dibuktikan bahwa [ y] [ x]
Dengan demikian akan terbukti bahwa [ x] [ y]
4) Partisi Suatu partisi dari
sebuah himpunan A merupakan sebuah keluarga
himpunan yang terdiri dari himpunan-himpunan bagian tak kosong dari A yang saling asing (disjoint) satu sama lain dan gabungan dari semua himpunan bagian tersebut akan kembali membentuk himpunan A Contoh : {{a,b},{c}} merupakan salah satu bentuk partisi terhadap himpunan S={a,b,c}. Bentuk partisi yang lain dari himpunan S tersebut ditunjukkan dalam diagram-diagram berikut.
108
a a
a
b
a
b
b
b
c
c c
c
Gambar 3.11 Bentuk-bentuk partisi pada himpunan S {a, b, c} Berdasarkan definisi tersebut, maka untuk menunjukkan bahwa sebuah keluarga himpunan {A1, A2, A3, ... , An} merupakan partisi dari himpunan A, maka harus dibuktikan bahwa :
i, j {1,2,3,..., n}, i j Ai A j ;
Ai A
n
i 1
Contoh : Himpunan bilangan bulat, Z, dapat dipartisi menjadi himpunan bilangan bulat genap dan himpunan bilangan bulat ganjil. Z dapat juga dipartisi menjadi kelas-kelas yang masing-masing mempunyai sifat jika dibagi tiga menghasilkan sisa yang sama, sehingga _ _ _
_
partisi yang terjadi adalah {0, 1, 2} , dengan 0 = {...,-9,-6,-3,0,3,6,9,...}; _
_
1 = {...,-8,-5,-2,1,7,10,...}; 2 = {...,-7,-4,-1,2,8,11,...}. Konsep partisi erat kaitannya dengan konsep relasi ekuivalensi. Maksudnya, jika sebuah himpunan dipartisi maka akan ada relasi ekuivalensi yang dapat ditemukan pada himpunan tersebut. Demikian pula sebaliknya, apabila pada suatu himpunan didefinisikan sebuah relasi ekuivalensi, maka himpunan semua kelas ekuivalensi akan merupakan sebuah partisi untuk himpunan tersebut.
109
Teorema 3.2: Jika ~ merupakan suatu relasi ekuivalensi pada A, maka himpunan semua kelas ekuivalensi, yakni {[x] | x A} merupakan partisi pada A.
Bukti Teorema 3.2:
Ambil sebarang dua kelas ekuivalensi dalam A, misalnya [a] dan [b] . Jika [a] [b] ada suatu x sedemikian hingga x [a] x [b] x [a] berarti x ~ a dan x [b] berarti x ~ b karena ~ bersifat transitif maka a ~ b [a] [b] Didapat implikasi [a] [b] [a] [b] . Dan ini ekivalen dengan kontrapositifnya yakni [a] [b] [a] [b] , yang berarti bahwa setiap dua kelas ekivalensi yang berbeda akan saling asing.
Untuk setiap x A pastilah x ~ x , yang berarti x termuat di salah satu kelas ekivalensi. Akibatnya semua kelas ekivalensi yang terjadi apabila digabungkan akan kembali membentuk himpunan A.
Dari dua pembuktian tersebut maka terbukti bahwa himpunan semua kelas ekivalensi dalam A merupakan partisi dari A. Teorema 3.2 menyatakan bahwa jika didefinisikan sebuah relasi ekivalensi
pada A maka setiap elemen dalam A akan menjadi elemen pada salah satu kelas ekuivalensi yang terjadi, sehingga akan didapatkan sebuah partisi untuk A. Dengan demikian oleh sebuah relasi ekivalensi, A akan dipartisi ke dalam kelaskelas ekivalensi.
c. Fungsi dan Operasi Biner Sama halnya dengan relasi, suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B merupakan subset dalam perkalian himpunan A B . Hanya saja untuk fungsi ada
110
aturan yang lebih ketat. Suatu fungsi atau pemetaan, f, dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu aturan yang memasangkan setiap elemen dari A dengan tepat satu elemen dari B.. Secara notasi dapat dinyatakan bahwa f : A B merupakan
sebuah
fungsi
jika a A, !b B, f (a) b . Sehingga
untuk
menunjukkan bahwa suatu aturan merupakan suatu fungsi maka perlu dibuktikan bahwa
x, y A, ( x y) ( f ( x) f ( y)) Atau apabila dinyatakan sebagai himpunan pasangan berurut maka fungsi f : A B dapat ditulis f {(a, b) | a A, b B, a A muncul tepat satu kali}
Contoh: Jika A {1,2,3,4,5} dan B {0,1,2,3,4,5,6} maka a. {(1,3),(3,5),(5,3)} bukan merupakan fungsi f : A B b. {(1,3),(2,5),(3,5),(5,1),(4,1)} merupakan fungsi f : A B c. {(2,3),(1,2),(5,4),(3,4),(4,5)} merupakan fungsi f : A B d. {(2,1),(1,3),(3,4),(4,2),(2,5),(5,2)} bukan merupakan fungsi f : A B e. {(1,1),(2,1),(3,1),(4,1),(5,1)} merupakan fungsi f : A B Ambil sebuah fungsi dari contoh di atas, misalnya fungsi pada poin c. Fungsi ini dapat dinyatakan menggunakan diagram berikut:
111
f A
B
0 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5
Gambar 3.12 Contoh fungsi dari A ke B Berkenaan dengan konsep fungsi, ada beberapa istilah yang kita pergunakan, yakni domain (atau daerah asal, dinotasikan dengan D( f ) ), kodomain (atau daerah kawan, dinotasikan dengan Cod ( f ) ), dan range (atau daerah hasil, dinotasikan dengan R( f ) ). Dari diagram di atas didapat bahwa D( f ) A , Cod ( f ) B , dan R( f ) {2,3,4,5}
Suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B dikatakan satu-satu jika setiap elemen di B memiliki paling banyak satu elemen dari A yang dipetakan kepadanya; dan onto jika setiap elemen di B memiliki paling sedikit satu elemen dari A yang dipetakan kepadanya. Dengan demikian teknis untuk menunjukkan kedua predikat fungsi tersebut adalah sebagai berikut. Untuk menunjukkan f adalah satu-satu, harus ditunjukkan bahwa ( f ( x) f ( y)) ( x y)
Untuk
menunjukkan
f
b B, a A, f (a) b
adalah
onto,
harus
ditunjukkan
bahwa
112
Fungsi yang sekaligus merupakan fungsi satu-satu (injektif) dan onto (surjektif), disebut korespondensi satu-satu (bijektif). Perhatikan ilustrasi berikut. A
B
A
B
A
B
(i)
(ii)
(iii)
Gambar 3.13 Jenis-jenis fungsi Dalam ilustrasi di atas, diagram (i) menunjukkan fungsi yang satu-satu tetapi tidak onto, diagram (ii) menunjukkan fungsi yang onto tetapi tidak satu-satu, dan diagram (iii) menunjukkan fungsi yang satu-satu dan onto (korespondensi satusatu). Untuk himpunan A dan B yang berhingga, maka ada suatu implikasi yang menarik antara jenis fungsi yang memetakan A ke B dengan relasi bilangan kardinal kedua himpunan: 1. Jika f : A B satu-satu, maka n ( A) n ( B) 2. Jika f : A B onto, maka n ( A) n ( B) 3. Jika f : A B korespondensi satu-satu, maka n ( A) n ( B) Jenis fungsi dari A ke B juga berimplikasi pada ada atau tidaknya fungsi invers dari suatu fungsi. Perhatikan kembali contoh fungsi
f : AB =
{(2,3),(1,2),(5,4),(3,4),(4,5)} dengan A {1,2,3,4,5} dan B {0,1,2,3,4,5,6} , yang diagramnya terlihat pada gambar 3.12 di atas. Invers dari fungsi f merupakan
113
relasi dari B ke A dengan arah anak panah berlawanan dengan arah anak panah pada f. Jika f : A B dan b B maka invers dari f yang dinyatakan dengan f 1 (b) adalah {a A | f (a) b} . Dari contoh fungsi di atas maka f 1 (0) f 1 (1) f 1 (6) , f 1 (2) {1} , f 1 (3) {2} , f 1 (4) {3 , 5} , dan f 1 (5) {4} . Dalam contoh ini, f
1
bukan
merupakan sebuah fungsi karena ada elemen B yang tidak punya kawan di A dan ada juga elemen di B yang memiliki lebih dari satu kawan di A. Lalu, apa syaratnya agar sebuah invers dari suatu fungsi juga merupakan sebuah fungsi? Sekarang coba anda perhatikan kembali ilustrasi jenis-jenis fungsi pada gambar 3.13. Dari ketiga jenis fungsi tersebut maka hanya fungsi pada gambar 3.13 (iii) yang inversnya juga merupakan sebuah fungsi. Mengapa? Dalam ilustrasi ini f 1 : B A merupakan fungsi invers dari fungsi f : A B . Jadi f 1 : B A merupakan fungsi invers dari f jika dan hanya jika f : A B merupakan korespondensi satu-satu.
a. Fungsi Riil dan Grafiknya Fungsi riil f dimaksudkan sebagai fungsi yang diterapkan pada himpunan bilangan riil, baik sebagai domain maupun kodomainnya. Grafik suatu fungsi dapat digambarkan pada bidang kartesius dengan sumbu horizontal memuat domain dan sumbu vertikal menyatakan kodomain. Jika sumbu horizontal dinamai sumbu X dan sumbu vertikal dinamai sumbu Y, maka sebuah fungsi dapat dinyatakan dengan y = f(x) (dibaca y fungsi dari x). Dengan persyaratan bahwa
114
pada sebuah fungsi setiap anggota domain berpasangan dengan tepat satu anggota kodomain maka untuk menentukan apakah sebuah grafik menyatakan suatu fungsi atau tidak, dapat dipergunakan uji garis vertikal. Jika tak ada garis vertikal yang memotong grafik pada lebih dari satu titik maka grafik tersebut menyatakan sebuah fungsi. Y
Y
X
(i)
X
(ii)
Gambar 3.14 Ilustrasi fungsi dan bukan fungsi Pada ilustrasi di atas, grafik (i) merupakan grafik suatu fungsi karena jika sebuah garis vertikal dijalankan dari kiri ke kanan maka setiap kali garis tersebut hanya akan memotong grafik di satu titik, sedangkan grafik (ii) bukan merupakan grafik suatu fungsi karena pada uji garis vertikal, garis tersebut pernah memotong grafik di lebih satu titik. Untuk menggambarkan grafik suatu fungsi, pertama dicari lebih dahulu pasangan-pasangan terurut dari fungsi tersebut, kemudian pasangan-pasangan tadi digambar sebagai titik-titik pada suatu sistem koordinat, dan selanjutnya titik-titik tersebut dihubungkan. Oleh karena itu semakin banyak pasangan yang digambar semakin baik grafik yang diperoleh.
115
Contoh:
y x 2 , kita bisa memulainya dengan
Untuk menggambar grafik fungsi menetukan titik-titik yang dilaluinya. x
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
y
25
16
9
4
1
0
1
4
9
16
25
Y 25
16
9
4 1 X -5
-4
-3
-2
-1 0
1
2
3
4
5
Gambar 3.15 Grafik fungsi y x 2 Grafik tersebut merupakan grafik fungsi kuadrat dan merupakan garis lengkung yang berbentuk parabola. Semakin banyak titik yang diidentifikasikan maka semakin halus kurva yang dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit titik yang diidentifikasi maka kurva yang dihasilkan juga akan semakin patah-patah. Dalam bab ini kita akan fokuskan bahasan pada grafik fungsi linier.
116
Fungsi linear merupakan fungsi yang dihasilkan dari persamaan linear dengan dua variabel, x dan y. Grafik dari fungsi linear berupa garis lurus, sehingga untuk menggambar grafik suatu fungsi linear, cukup menentukan dua titik kemudian menarik garis lurus dari kedua titik tersebut. Contoh: gambarlah grafik untuk fungsi 2 x y 3 0 Fungsi tersebut merupakan fungsi linier sehingga untuk menggambar grafiknya kita cukup mengidentifikasikan 2 titik yang dilaluinya dan kemudian menghubungkannya. x
1
3
y
-1
3
3
(3,3)
1 -1
3 (1,-1)
Gambar 3.16 Grafik fungsi 2 x y 3 0 Jika grafik suatu fungsi memotong sumbu y di suatu titik maka kordinat pertama dari titik tersebut adalah 0 (Mengapa?). Oleh karena itu koordinat titik potong grafik dengan sumbu y selalu berbentuk (0,f(0)). Jadi kordinat kedua dari titik tersebut merupakan nilai fungsi y = f(x) untuk x = 0.
117
Demikian juga jika suatu fungsi memotong sumbu x di suatu titik maka kordinat kedua dari titik tersebut adalah 0 (Mengapa?). Oleh karena itu koordinat titik potong grafik dengan sumbu x selalu berbentuk (k,0), dimana k merupakan sebuah nilai yang menjadikan fungsi y = f(x) bernilai 0 atau f(k) = 0. Contoh: Tentukan titik potong antara grafik fungsi y = 3x + 5 dengan sumbu x, sumbu y dan garis y = 4, kemudian gambarlah grafiknya.
Titik potong grafik dengan sumbu x memiliki koordinat kedua y 0 , 5 sehingga 3x 5 0 , dan didapat x . Jadi titik potong grafik dengan 3 5 sumbu x adalah , 0 3 Titik potong grafik dengan sumbu y memiliki koordinat pertama x 0 , sehingga didapat y 5 . Jadi titik potong grafik dengan sumbu y adalah (0 , 5) Titik potong grafik dengan garis y 4 memiliki koordinat kedua 4, 1 sehingga 3x 5 4 , dan diperoleh x . Jadi titik potong grafik 3 1 dengan garis y 4 adalah , 4 3 Y y = 3x + 5
(0,5) y=4 4
(-5/3 , 0)
X 0
Gambar 3.17 Grafik fungsi y 3x 5
118
Perhatikan kembali grafik fungsi y 3x 5 di atas. Grafik ini akan melalui titik-titik yang berkoordinat (a , 3a 5) , dengan a bilangan riil. Dengan demikian titik-titik seperti A(1,8), B(2,11), C(3,14) dan D(4,17) pasti terletak pada grafik tersebut. Ambil sepasang titik A dan B dari grafik dan perhatikan koordinatnya. Perbandingan antara selisih koordinat kedua titik A dan B dengan selisih koordinat pertama titik A dan B adalah
11 8 3 . Demikian juga untuk 2 1
pasangan titik C dan D, perbandingan antara selisih kordinat kedua titik C dan D dengan selisih kordinat pertama titik C dan D adalah
17 14 3 . Secara umum 43
untuk setiap pasang titik (a1 , 3a1 5) dan (a2 , 3a2 5) pada grafik y 3x 5 tersebut, maka perbandingan antara selisih koordinat kedua dengan selisih koordinat pertama adalah sama yakni
3a 2 5 3a1 5 3(a 2 a1 ) 3 a 2 a1 a 2 a1 Dengan demikian perbandingan semacam ini dapat dijadikan ukuran kemiringan grafik fungsi linear. Selanjutnya karena grafik fungsi linear selalu berupa garis lurus, maka konsep di atas dapat diterapkan untuk mendefinisikan kemiringan sebuah garis lurus yang disebut dengan gradien. Misalkan sebuah garis melalui titik A(x1,y1) dan B(x2,y2). Maka gradien garis tersebut (dinotasikan dengan m) adalah
m
y 2 y1 x 2 x1
dengan x2 x1
119
Dengan pengertian gradien ini, maka dapat diturunkan beberapa hal berikut: jika garis naik dari kiri ke kanan, maka m positif; jika garis turun dari kiri ke kanan, maka m negatif; jika garis sejajar dengan sumbu x, maka m = 0; jika garis sejajar dengan sumbu y, maka m tidak terdefinisikan. Dengan menggunakan ilustrasi, coba anda selidiki kebenaran pernyataanpernyataan tersebut. Telah dibahas tentang kemiringan suatu garis yang diketahui melalui dua titik, lalu bagaimana kemiringan suatu garis yang diketahui persamaannya? Persamaan umum sebuah garis lurus adalah
y ax b dengan a, b bilangan riil. Untuk menentukan kemiringannya maka perlu diambil sebarang dua titik yang terletak pada garis tersebut. Misalkan kedua titik tersebut adalah A(x1,y1) dan B(x2,y2), maka y1 = a x1 + b dan y2 = a x2 + b Sehingga m
y 2 y1 ax2 b ax1 b a x2 x1 x2 x1
Jadi kemiringan (gradien) dari garis y ax b adalah a. Contoh: Gradien dari garis 4 x 2 y 10 adalah 2 , karena (4 x 2 y 10) (2 y 4 x 10) ( y 2 x 5)
120
Gradien dari garis y 7 0 adalah 0, karena ( y 7 0) ( y 7) , dan merupakan garis yang sejajar sumbu x. Gradien dari garis x 5 0 tidak terdefinisikan karena garis ini sejajar dengan sumbu y. Setelah anda memahami bagaimana menentukan gradien suatu garis yang telah diketahui persamaannya, sekarang sebaliknya, bagaimana menetukan persamaan suatu garis yang telah diketahui gradiennya. Permasalahan: Tentukan persamaan garis yang melalui titik ( x1 , y1 ) dan bergradien m! Karena bergradien m maka persamaan garis tersebut adalah y mx b ; dan karena melalui ( x1 , y1 ) , maka y1 mx1 b , sehingga
b y1 mx1 dan
y mx y1 mx1
Jadi persamaan garis yang melalui titik ( x1 , y1 ) dan bergradien m adalah
y y1 m( x x1 ) Contoh: Persamaan garis yang melalui (2 , 3) dan bergradien 7 adalah y 7 x 11 Persamaan garis yang melalui (2 , 3) dan bergradien 0 adalah y 3 Persamaan garis yang melalui (2 , 3) dan gradiennya tak terdefinisikan adalah x 2 Sekarang sebagai latihan, tentukan persamaan umum sebuah garis yang melalui dua titik ( x1 , y1 ) dan ( x2 , y 2 ) !
121
2) Operasi pada Fungsi Fungsi bukanlah bilangan, tetapi seperti halnya dua bilangan a dan b, maka kita dapat menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan, membagi, dan memangkatkan fungsi. Operasi-operasi jumlah, kurang, kali, bagi, pangkat pada fungsi f dan g diperkenalkan dengan cara analog dengan operasi serupa pada bilangan. Berikut ini aturan operasi jumlah, kurang, kali dan bagi pada fungsi.
( f g )( x) f ( x) g ( x)
( f g )( x) f ( x) g ( x)
( fg )( x) f ( x) g ( x)
f f ( x) ( x) , asalkan g ( x) 0 g ( x) g
Kita juga bisa memangkatkan suatu fungsi, dengan f n dimaksudkan sebagai fungsi yang menetapkan nilai [f(x)]
n
pada x. Satu-satunya pengecualian pada aturan
pemangkatan ini untuk n dalam f n adalah n = -1. Operasi fungsi berikutnya adalah komposisi fungsi. Dengan pengertian bahwa g o f berarti fungsi f dilanjutkan dengan fungsi g, maka ( g o f )( x) g ( f ( x))
Sebagai contoh jika f ( x)
x3 dan g ( x) x , maka 2
x 3 x 3 ( g o f )( x) g ( f ( x) g 2 2 dan ( f o g )( x) f ( g ( x)) f
x
x 3 2
122
3) Operasi Biner Operasi biner pada suatu himpunan, S, adalah sebuah aturan yang memasangkan setiap pasangan terurut elemen-elemen S, (a,b) dengan suatu elemen dalam S. Definisi ini menunjukkan bahwa himpunan S harus tertutup di bawah sebuah operasi biner. Artinya, jika a, b S dan * merupakan sebuah operasi biner pada S sedemikian hingga a * b = c maka haruslah c S . Selain itu istilah pasangan terurut di sini memegang peranan yang penting, sebab elemen yang dipasangkan dengan (a,b) belum tentu sama dengan elemen yang dipasangkan dengan (b,a). Contoh : Operasi penjumlahan dan perkalian pada himpunan bilangan riil , pada himpunan bilangan bulat Z, pada himpunan bilangan kompleks C, atau pada himpunan bilangan rasional Q merupakan suatu operasi biner. Misalkan M( ) merupakan himpunan semua matriks dengan entri-entri riil, maka operasi penjumlahan matriks biasa bukan merupakan operasi biner. Mengapa? Operasi penjumlahan juga bukan merupakan operasi biner pada * {0} . Mengapa?
Untuk mendefinisikan atau mengidentifikasikan sebuah operasi biner * pada sebuah himpunan S, ada dua hal yang perlu anda perhatikan, yakni sifat tertutup dan tunggal hasil. Sehingga untuk setiap pasangan terurut (a,b) dalam S, ada dengan tunggal c, sedemikian hingga a * b c dan c S .
123
Operasi biner * pada himpunan S adalah komutatif jika dan hanya jika a*b=b*a, a, b S ; dan asosiatif jika dan hanya jika (a*b)*c=a*(b*c), a, b, c S .
Contoh : Operasi penjumlahan dan perkalian pada himpunan bilangan riil, pada himpunan bilangan bulat, pada himpunan bilangan kompleks, atau pada himpunan bilangan rasional merupakan suatu operasi biner yang asosiatif dan juga komutatif. Misalkan M2x2( ) merupakan himpunan semua matriks berordo 2 x 2 dengan entri-entri riil, maka operasi perkalian matriks pada M2x2( ) merupakan operasi biner yang asosiatif tetapi tidak komutatif. Coba anda selidiki hal ini! Operasi pengurangan pada juga merupakan operasi biner tetapi tidak asosiatif juga tidak komutatif. Mengapa?
d. Pemanfaatan Fungsi Apa perlunya kita mempelajari fungsi? Fungsi memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Di bidang kependudukan, misalnya, pertumbuhan penduduk dinyatakan dalam fungsi jumlah penduduk terhadap waktu. Penambahan atau pengurangan jumlah penduduk di suatu daerah dapat dilihat dengan jelas dalam grafik fungsi ini. Bidang ekonomi juga memanfaatkan fungsi dalam mengekspresikan kajiannya. Analisis permintaan dan penawaran suatu produk, fluktuasi nilai tukar rupiah dan indeks harga saham, semuanya dinyatakan
124
dalam suatu fungsi. Melalui grafik fungsi ini dapat dilihat kondisi masing-masing obyek kajian tersebut dari waktu ke waktu. Dalam bidang Fisika, kecepatan dari suatu benda yang bergerak dinyatakan dalam fungsi jarak terhadap waktu, atau lintasan dari bola yang dilambungkan dapat dinyatakan sebagai fungsi ketinggian bola terhadap jarak. Di bidang kedokteran, kondisi kesehatan jantung seseorang dapat dipantau melalui grafik fungsi jumlah detak jantung terhadap satuan waktu. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa fungsi sangat diperlukan untuk melakukan deskripsi dan analisis dalam sebuah bidang kajian. Bidang lain yang banyak memanfaatkan fungsi adalah teknologi informasi.
Data
yang
diekspresikan
dalam
bahasa
manusia
dikorespondensikan dalam kode-kode elektronik agar dapat diproses
harus oleh
komputer. Transfer informasi antara dua orang melalui sebuah jaringan komunikasi juga harus dilakukan menggunakan sandi-sandi agar tidak mudah diketahui oleh orang lain yang tidak berkepentingan. Ilmu untuk mempelajari teknik-teknik sandi semacam ini adalah kriptografi. Saat ini teknik-teknik kriptografi sudah berkembang pesat dan sangat rumit dengan tujuan agar informasi yang dikomunikasikan tidak mudah untuk dipecahkan oleh orang lain yang tidak berkepentingan. Namun demikian, untuk memberikan gambaran yang jelas dalam kriptografi ini, berikut disajikan salah satu contoh teknik kriptografi sederhana. Salah satu teknik kriptografi sederhana adalah shift chipher. Pertamatama, teknik ini mengkorespondensikan alfabet A, B, C, …, Z dengan bilangan bulat modulo 26: 0, 1, 2, …, 25.
125
A 0
B 1
C 2
D 3
E 4
F 5
G 6
H 7
I 8
J 9
K 10
L 11
M 12
N 13
O 14
P 15
Q 16
R 17
S 18
T 19
U 20
V 21
W 22
X 23
Y 24
Z 25
Misalnya untuk merubah pesan ke sandi menggunakan fungsi
f ( x) x 7 mod 26 sehingga untuk mengembalikan dari sandi ke pesan asli menggunakan inversnya f 1 ( x) x 7 mod 26
Fungsi tersebut merupakan kunci rahasia yang hanya diketahui oleh dua pihak yang sedang berkomunikasi. Sebagai ilustrasi, misalnya Deni akan mengirimkan pesan kepada Dina yang isinya UANGNYASUDAHDIKIRIM Pesan ini berkorespondensi dengan barisan bilangan 20 0 13 6 13 24 0 18 20 3 0 7 3 8 10 8 17 8 12 Menggunakan fungsi f ( x) x 7 mod 26 , barisan tersebut diubah menjadi 1 7 20 13 20 5 7 25 1 10 7 14 10 15 17 15 24 15 19 Barisan ini kemudian dikorespondensikan dengan alpabet yang bersesuaian sehingga menghasilkan sandi BHUNUFHZBKHOKPRPYPT Sandi inilah yang dikirim kepada Dina. Setelah menerima sandi ini, Dina akan mengkorespondensikannya dengan bilangan yang sesuai dan menerapkan invers fungsi untuk dapat mengetahui pesan asli yang dikirimkan Deni. Semua teknik kriptografi selalu memuat tahap enkripsi, yakni proses transfer pesan ke sandi, dan tahap dekripsi, yakni transfer sandi ke pesan. Oleh
126
karenanya sebuah aturan fungsi dan inversnya sangat berperan dalam keberhasilan pekerjaan ini.
B. Penggunaan Konsep Himpunan dalam Pembelajaran Matematika di SD Materi tentang konsep himpunan secara formal, seperti karakteristik himpunan, relasi antar himpunan dan operasi himpunan, memang belum diberikan kepada siswa SD. Hal ini mengingat bahwa standar kompetensi mata pelajaran matematika SD difokuskan pada tiga bidang materi, yakni bilangan, pengukuran dan geometri, dan pengelolaan data. Namun demikian sebagaimana telah disebutkan di depan bahwa himpunan dan fungsi merupakan obyek dasar dari semua obyek yang dipelajari dalam matematika, maka konsep-konsep himpunan dipergunakan secara praktis dalam mendukung pencapaian kompetensi pada ketiga bidang di atas. Satu hal yang perlu diingat bahwa penggunaan ilustrasi himpunan dalam menjelaskan konsep lain dalam matematika tentu saja tidak boleh mengubah konsep asli himpunan itu sendiri. Misalnya, guru dapat menggunakan konsep operasi penjumlahan atau operasi gabungan himpunan sebagai ilustrasi untuk menjelaskan materi penjumlahan pada bilangan bulat. A
B
C
127
9
+
6
=
15
Gambar 3.18 Ilustrasi penjumlahan bilangan bulat Penekanan pada ilustrasi di atas adalah banyaknya anggota dalam setiap himpunan, yakni 9 bintang ditambah 6 bintang sama dengan 15 bintang. Ilustrasi ini bisa didasarkan pada konsep operasi penjumlahan himpunan A B C atau operasi gabungan A B C , dengan asumsi bahwa semua bintang yang ada baik pada himpunan A maupun pada himpunan B adalah berbeda. Sebab jika dipandang ada beberapa bintang yang sama dalam kedua himpunan, maka hasilnya akan berbeda. Misalnya ada 3 bintang pada himpunan A yang sama dengan bintang yang ada dalam himpunan B: jika A B C , maka pada C akan ada 9 bintang; jika A B C maka pada C akan ada 12 bintang; dan jelas hal ini tidak dapat dipergunakan sebagai ilustrasi penjumlahan bilangan bulat 9 6 15 . Penggunaan konsep himpunan dalam menjelaskan konsep lain dalam matematika di SD pada prinsipnya merupakan penggunaan praktis, artinya siswa tidak harus memahami terlebih dahulu konsep formal secara teoritis tentang himpunan, tetapi justru penggunaan ilustrasi himpunan ini hendaknya bisa mempermudah siswa memahami suatu konsep. Misalnya untuk mengawali pengenalan terhadap macam-macam bangun datar dalam geometri, guru bisa menggunakan ilustrasi berikut:
128
Gambar 3.19 Kumpulan beberapa bangun datar Dari ilustrasi tersebut, guru bisa meminta siswa untuk mengelompokkan bangunbangun yang sejenis. Dengan penugasan ini, siswa akan mengamati mana bangunbangun yang memiliki karakteristik yang sama untuk dikelompokkan menjadi satu himpunan. Sambil mengenali karakteristik dari bangun-bangun tersebut, maka secara tidak langsung siswa akan mempergunakan pemikiran bahwa elemen-elemen dalam sebuah himpunan harus memiliki suatu karakteristik yang sama, walaupun teori tentang karakteristik himpunan belum mereka dapatkan. Pengamatan ini akan mengarahkan mereka untuk menghasilkan 3 himpuann bangun datar berikut.
129
Gambar 3.20 Contoh pengelompokan bangun-bangun datar Dengan pengelompokan ini selanjutnya guru bisa memulai memberikan penjelasan tentang masing-masing kelompok bangun datar tersebut, yakni kelompok segi-4, kelompok lingkaran dan kelompok segi-3. Selain prinsip kebenaran konsep asli himpunan dan penggunaan praktis, pemanfaatan ilustrasi himpunan dalam hal ini juga bertujuan agar materi yang disajikan lebih menarik. Oleh karena itu selain untuk mempermudah pemahaman siswa dalam memahami suatu konsep, penggunaan ilustrasi himpunan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, misalnya dengan pemberian warna yang menarik atau penggunaan contoh himpunan yang sudah dikenal oleh siswa.
C. Penggunaan Konsep Fungsi dalam Pembelajaran Matematika di SD Sebagaimana konsep himpunan, materi tentang konsep fungsi secara formal, seperti pengertian, unsur-unsur dan jenis-jenis fungsi, memang belum diberikan kepada siswa SD. Namun demikian konsep-konsep fungsi juga dipergunakan secara praktis dalam mendukung pencapaian kompetensi utama mata pelajaran matematika di SD.
130
Salah satu standar kompetensi dalam kelompok bilangan adalah melakukan operasi hitung bilangan dalam memecahkan masalah. Tentu saja sebelum memulai pembahasan tentang operasi hitung ini, pada kelas awal guru harus mengenalkan konsep bilangan dan lambangnya. Ilustrasi himpunan dan fungsi secara bersama-sama seringkali dipergunakan untuk menjelaskan konsep bilangan, yakni dengan memetakan suatu himpunan ke sebuah bilangan yang menyatakan banyaknya elemen dalam himpunan tersebut, karena ilustrasi semacam inilah yang paling dekat dengan penjelasan hakekat bilangan. Bilangan merupakan sebuah konsep abstrak tentang sifat suatu himpunan yang terkait dengan banyaknya elemennya. Misalnya, A = {angsa, itik, burung}, B = {merah, kuning, hijau}, C = {x, y, z}, D = {becak, sepeda, delman}, E = {matematika, IPA, IPS}, semua himpunan tersebut dapat dikorespondensikan satu-satu dengan himpunan {a, b, c} dan dikatakan memiliki sifat tigaan.
131
dan seterusnya … Gambar 3.21 Contoh ilustrasi himpunan dan fungsi untuk konsep bilangan Bilangan yang diajarkan di SD diawali dengan bilangan-bilangan yang berada pada semesta pembicaraan himpunan bilangan cacah, {0,1,2,3,4,5,} , karena bilangan cacah merupakan bilangan yang paling awal dikenal oleh anak setelah bilangan asli, {1,2,3,4,5,} . Konsep fungsi dalam kaitannya dengan suatu himpunan bilangan yang diajarkan pada siswa SD lebih difokuskan pada operasi hitung bilangan yang memetakan setiap pasang bilangan dengan sebuah bilangan pada himpunan tersebut. Operasi-operasi dasar yang dikenakan pada bilangan cacah adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Operasi penjumlahan pada bilangan cacah merupakan suatu operasi biner, yakni sebuah fungsi yang memetakan setiap pasang bilangan cacah, (a, b) , ke sebuah bilangan cacah c, sedemikian hingga c a b . Beberapa sifat operasi penjumlahan pada bilangan cacah adalah: Komutatif, yakni a, b bilangan cacah, a b b a . Identitas, yakni a bilangan cacah, a 0 0 a a . Asosiatif, yakni a, b, c bilangan cacah, a (b c) (a b) c . Operasi pengurangan pada bilangan cacah pada dasarnya merupakan kebalikan dari operasi penjumlahan. Jika a b c maka c a b dan c b a .
132
Namun demikian operasi pengurangan ini tidak memenuhi sifat-sifat yang ada pada operasi penjumlahan. Operasi pengurangan tidak komutatif, karena a, b bilangan cacah, a b b a . Sifat a b b a hanya dipenuhi jika a b .
Operasi pengurangan tidak memenuhi sifat identitas, karena a, b bilangan cacah, a 0 0 a . Sifat a 0 0 a hanya dipenuhi jika a 0.
Operasi pengurangan tidak asosiatif, karena a, b, c bilangan cacah , sedemikian hingga a (b c) (a b) c . Contohnya 10 (6 2) 6 , sedangkan (10 6) 2 2 , sehingga 10 (6 2) (10 6) 2 . Operasi perkalian pada bilangan cacah merupakan sebuah penjumlahan berulang, artinya a b b b b b b (sebanyak a kali). Contohnya 5 3 3 3 3 3 3
dan
3 5 5 5 5 . Operasi perkalian juga memiliki
sifat yang sama dengan operasi penjumlahan: Komutatif, yakni a, b bilangan cacah, a b b a . Identitas, yakni a bilangan cacah, a 1 1 a a . Asosiatif, yakni a, b, c bilangan cacah, a (b c) (a b) c . Satu lagi sifat yang dipenuhi oleh operasi perkalian dalam kaitannya dengan operasi penjumlahan yakni sifat distributif, yakni a, b, c bilangan cacah , berlaku a (b c) (a b) (a c) dan (a b) c (a c) (b c)
Operasi pembagian bilangan cacah pada dasarnya merupakan kebalikan dari operasi perkalian. Jika a b c
maka c : a b dan c : b a . Namun
133
demikian operasi pembagian tidak memenuhi semua sifat yang dimiliki oleh operasi perkalian, baik komutatif, identitas, asosiatif, maupun distributif. Pada kelas-kelas yang lebih tinggi, semesta pembicaraan untuk operasioperasi hitung tersebut diperluas ke dalam himpunan bilangan bulat, {,3,2,1,0,1,2,3,} , yakni dengan dikenalkannya operasi hitung yang
melibatkan bilangan bulat negatif. Satu hal yang perlu diingat dalam pembelajaran operasi hitung bilangan ini adalah bahwa dalam belajar matematika ada dua macam pengetahuan yang berbeda: pengetahuan prosedural dan pengetahuan konseptual. Pengetahuan prosedural berkaitan dengan simbul, bahasa, dan aturan operasi hitung pada bilangan cacah. Sedangkan pengetahuan konseptual berkaitan dengan pemahaman terhadap konsep dasar dari operasi tersebut. Seorang anak yang sudah mampu menyebutkan nama bilangan, menulis lambang bilangan dan mampu melakukan operasi hitung menggunakan algoritma yang benar dan mendapatkan hasil yang benar, maka anak tersebut dikatakan sudah memiliki pengetahuan prosedural. Misalnya dalam menghitung 345 23 , pekerjaan siswa adalah 345 23 --------- 1035 690 ---------- + 7935 maka siswa tersebut dapat dikatakan sudah memiliki prosedural dalam operasi perkalian. Namun demikian, hal ini tidak menjamin bahwa siswa yang bersangkutan juga telah memiliki pengetahuan konseptual. Dia baru dikatakan
134
telah memiliki pengetahuan konseptual jika mampu menjelaskan dengan benar latar belakang pekerjaannya tersebut, misalnya mengapa 345 harus dikalikan dengan 3 dulu baru dengan 2, mengapa hasil perkalian dengan 2 diletakkan lebih menjorok ke kiri, dan mengapa dua hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan? Apa pengertian dari 345 x 23? Apabila anak tersebut dapat memberikan penjelasan secara tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut maka dapat dikatakan dia telah memiliki pengetahuan konseptual pada operasi perkalian tersebut. Oleh karenanya dalam memberikan materi tentang operasi hitung,
selain
mengajarkan
teknik-teknik
operasinya,
guru
juga
perlu
menanamkan konsep dasar dari operasi tersebut. Berkenaan dengan pentingnya dua macam pengetahuan tersebut, maka urutan penyajian untuk suatu operasi hitung merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Dalam mengajarkan sebuah operasi hitung bilangan, guru dapat mengikuti alur penyajian berikut: 1. penanaman konsep operasi; 2. pengenalan dan latihan pada fakta dasar operasi; 3. pemberian algoritma operasi; 4. penguatan ketrampilan operasi. Penanaman konsep sebuah operasi hitung dimaksudkan agar siswa memahami apa pengertian dan latar belakang dari operasi hitung yang bersangkutan. Pemahaman terhadap konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian akan memberikan pengetahuan pada siswa tentang landasan dan keterkaitan antar
135
operasi yang pada akhirnya siswa mampu untuk menggunakannya dalam pemecahan masalah. Fakta dasar sebuah operasi hitung adalah operasi-operasi hitung yang melibatkan bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pengenalan dan penguasaan terhadap fakta dasar operasi hitung, misalnya penjumlahan dan perkalian antara setiap dua bilangan dari 0 sampai dengan 9, sangat diperlukan karena akan terus dipergunakan dalam operasi hitung pada bilangan-bilangan selanjutnya yang melibatkan bilangan dua angka, tiga angka, empat angka dan seterusnya. Untuk operasi pengurangan dan pembagian, fakta dasar operasinya mengikuti fakta dasar pada penjumlahan dan pengurangan, karena masing-masing secara berturut-turut merupakan kebalikan dari operasi penjumlahan dan pengurangan. Latihan-latihan untuk mencapai penguasaan terhadap fakta dasar ini sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang dalam suasana yang menyenangkan baik melalui drill, permainan seperti domino yang dimodifikasi, maupun kerja kelompok untuk mengisi sekaligus mengamati pola-pola dalam sebuah tabel operasi hitung berikut.
+ 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
X 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
136
Setelah siswa menguasai fakta dasar suatu operasi hitung, guru dapat melanjutkannya dengan penyajian algoritma operasi. Algoritma ini merupakan prosedur dan aturan dalam melakukan operasi hitung yang melibatkan bilangan dua angka atau lebih. Dengan menggunakan algoritma dan sifat-sifat operasi hitung yang sudah dikenalkan pada siswa, guru bisa mengajak siswa untuk melakukan latihan-latihan untuk meningkatkan ketrampilan dan penguasaan konsep mereka pada operasi hitung bilangan. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa sebuah operasi hitung merupakan suatu fungsi, maka dalam mempelajarinya, secara tidak langsung siswa dilatih untuk melakukan pemetaan atau juga sebaliknya menggunakan pemetaan tersebut untuk menajamkan kemampuannya dalam berhitung. Suatu contoh, pada operasi penjumlahan dalam himpunan bilangan bulat, ada fakta 2 7 9 . Namun ini bukan merupakan satu-satunya fakta penjumlahan yang
menghasilkan 9, sehingga diperlukan suatu pemetaan untuk mengidentifikasi pasangan-pasangan bilangan bulat yang hasil penjumlahannya menghasilkan 9.
Z Z
Z
(-2,11) (-1,10) (0,9) (1,8)
(2,7)
9
(3,6)
(4,5)
137
Gambar 3.22 Pemetaan fakta penjumlahan yang menghasilkan 9 Pemetaan semacam ini dapat menunjang peningkatan ketrampilan siswa dalam operasi penjumlahan dan bermanfaat
dalam kaitannya dengan operasi
pengurangan, sebab dengan memiliki pemetaan seperti ini, siswa dapat lebih cepat menemukan fakta 9 (1) 10 , 9 8 1, 9 2 7 , 9 6 3 , 9 4 5 , dan seterusnya. Untuk lebih menarik perhatian siswa, pemetaan serupa seringkali juga disajikan dalam bentuk mesin fungsi seperti contoh berikut.
59
23 _
+ 34
…..
53
…..
41
…..
47
…..
…..
23
…..
11
138
…..
17
…..
30
…..
…..
…..
…..
(i)
(ii)
Pada gambar (i) siswa diminta untuk mencari pasangan bilangan yang tepat sedemikian hingga jika ditambahkan akan menghasilkan 59, sedangkan pada gambar (ii) siswa diminta untuk mencari pasangan bilangan yang tepat sedemikian hingga jika bilangan pertama dikurangi bilangan kedua akan menghasilkan 23. Model-model pemetaan di atas juga banyak sekali manfaatnya dalam operasi perkalian dan dalam kaitannya dengan operasi pembagian, sebab dengan memiliki pemetaan tersebut akan memudahkan siswa dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian, pemfaktoran, menentukan faktor persekutuan dan faktor persekutuan terbesar (FPB), atau dalam menentukan suatu kelipatan, kelipatan persekutuan dan kelipatan persekutuan terkecil (KPK).