11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Teoritis 1. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan contextual teaching and learning disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.14 Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak bekerja dan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya.15 Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjeksubjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka.16 Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan menstransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran CTL ini, tugas 14
Syaiful Sagala, Loc.Cit. Kunandar, Loc.Cit. 16 Elaine Johnson, Contextual Teaching and Learning, Kaifa, Bandung, 2011, h. 67. 15
11
12
guru adalah memfasilitasi siswa dalam menemukan sesuatu yang baru melalui pembelajaran sendiri bukan apa kata guru. Siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri. Dengan demikian, siswa akan lebih produktif dan inovatif. Dipilihnya pembelajaran CTL sebagai pembelajaran yang dianggap mampu menciptakan siswa yang produktif inovatif adalah dengan alasan sebagai berikut: 1) Pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berpokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi mendorong siswa mengonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. 2) Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui CTL, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.17 b. Ciri-ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Ciri – ciri pembelajaran dengan kontekstual adalah: 1) Adanya kerja sama antar semua pihak. 2) Menekankan pentingnya pemecahan masalah. 3) Menyenangkan dan tidak membosankan. 4) Pembelajaran terintegrasi.
17
Kunandar, Op.Cit., h. 294.
13
5) Siswa aktif dan kritis 6) Guru kreatif 7) Menggunakan berbagai sumber. c. Komponen Pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL) Pembelajaran CTL menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan CTL harus menekan hal-hal sebagai berikut: 1) Belajar berbasis masalah, yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. 2) Pengajaran
autentik,
yaitu
pendekatan
pengajaran
yang
memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata. 3) Belajar
berbasis
inkuiri
mengikuti
metodologi
sains
dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. 4) Belajar
berbasis
proyek
atau
tugas.
Pendekatan
ini
memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengontruks (membentuk) pembelajarannya.
14
5) Belajar kooperatif yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.18 Menurut Nurhadi (2003) pendekatan CTL dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran efektif yakni: 1)
Konstruktivisme (Contructivism ) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak tibatiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan permasalahan, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa. b) Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi sendiri dalam belajar.
18
Ibid., h. 300-302.
15
2) Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: a) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademik. b) Melihat pemahaman siswa. c) Membangkitkan respon pada siswa. d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa. e) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa. f)
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 3) Menemukan (Inquiry) Menemukan
merupakan
bagian
inti
dari
kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat
seperangkat
fakta-fakta,
tetapi
menemukan sendiri. Siklus Inquiry adalah: a) Observasi b) Bertanya c) Mengajukan pertanyaan d) Pengumpulan data e) Penyimpulan
juga
hasil
dari
16
Kata kunci dari strategi inquiry adalah menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: a) Merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun. b) Mengamati atau melakukan observasi. c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan dan karya lainnya. d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberikan informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.19 5) Pemodelan (Modeling ) Pemodelan
artinya
dalam
sebuah
pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Model memberi peluang bagi guru untuk memberi contoh mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang
19
Syaiful Sagala, Loc.Cit.
17
bagaimana cara belajar. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satusatunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.20 6) Refleksi ( Reflection) Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga semakin berkembang. Guru perlu melaksanakan refleksi diakhir program pembelajaran. 7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment ) adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian. Karakteristik authentic assessment adalah: a) Penilaian
dilaksanakan
selama
dan
sesudah
proses
pembelajaran berlangsung. b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif. c) Keterampilan dan performansi merupakan ukuran, bukan hanya mengingat fakta. d) Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan terintegrasi. e) Hasil penilaian dapat digunakan sebagai umpan balik.21
20 21
Kunandar Op.Cit., h. 313. Syaiful Sagala, Op.Cit., h. 91-92.
18
d. Kelebihan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan CTL memiliki kelebihan antara lain: 1)
Meningkatkan akademik siswa.
2)
Siswa menjadi lebih aktif.
3)
Lebih mengutamakan praktik daripada hafalan.
4)
Melatih siswa berpikir kritis
5)
Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah.22
2. Mind Mapping a. Pengertian Mind Mapping Mind mapping atau peta pikiran merupakan suatu teknik pembuatan catatan-catatan yang dapat digunakan pada situasi dan kondisi tertentu, seperti dalam pembuatan perencanaan, penyelesaian masalah, membuat ringkasan, pengumpulan ide-ide, membuat catatan kuliah, catatan rapat dan catatan wawancara.23 Mind mapping adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan kita mengingat banyak informasi. Metode mencatat yang baik harus membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasi materi, dan memberikan wawasan baru, berwarna-warni dan menggunakan banyak simbol dan gambar dan tampak seperti karya seni.24 Konsep mind mapping dikategorikan
22
Siti Rochani, Penggunaan Pendekatan CTL Dilengkapi Media Poster Untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Pada Pokok Materi Sistem Periodik Unsur Kelas X Semester Gasal di SMA Negeri 1 Jakenan Pati Tahun Pelajaran 2009/2010, Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009, h. 41. 23 Asmuri, Loc.Cit. 24 Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Loc.Cit.
19
kedalam teknik mencatat kreatif, karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping, begitu pula dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping maka akan membuat siswa menjadi kreatif. Tabel II.1 Perbedaan Catatan Biasa dan Catatan Mind Mapping25 Catatan Biasa Catatan Mind mapping Berupa tulisan-tulisan biasa Untuk mereview ulang pembelajaran memerlukan waktu yang lama Hanya dalam satu warna Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama Siswa kurang kreatif
Berupa simbol dan gambar Untuk mereview ulang pembelajaran memerlukan waktu yang sedikit Berwarna-warni Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat Siswa menjadi lebih kreatif
Tabel II.2 Perbedaan Catatan Mind Mapping dan Peta Konsep26 Mind Mapping Peta Konsep Berupa kata/konsep, tetapi tidak terdapat kata hubung antar konsep. Konsep yang lebih inklusif diletakkan ditengah peta, konsep yang kurang inklusif diletakkan dicabang-cabang kata.
Berupa kata/konsep, tetapi terdapat kata hubung antar konsep. Konsep yang lebih inklusif diletakkan pada puncak peta, makin kebawah makin konsepkonsep menjadi konsep yang kurang inklusif, sehingga peta konsep disusun secara hierarki. Bentuk mind mapping disesuaikan Ada 4 macam peta konsep yaitu, dengan kreativitas pembuatnya. pohon jaring, rantai kejadian, siklus dan peta konsep laba-laba.
25
Asmuri, Op. Cit, h. 193-194. Sugesti Fitriani, Pengaruh Model Pembelajaran Aktif Menggunakan Mind Map Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Keanekaragaman Hayati. Skripsi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Hidayatullah, Jakarta, 2013, h. 22. 26
20
b. Langkah-Langkah Membuat Mind Mapping Pada umumnya semua mind mapping mempunyai kesamaan yaitu semuanya menggunakan warna, memiliki struktur alami yang memancar dari pusat, menggunakan garis lengkung, simbol, kata dan gambar yang sesuai dengan satu rangkaian aturan sederhana, mendasar, alami dan sesuai dengan cara kerja otak.27 Langkah-langkah dalam membuat mind mapping adalah: 1) Memulai dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar. Memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak menyebar kesegala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. 2) Gunakan gambar untuk ide sentral, karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu menggunakan imajinasi. 3) Gunakan warna, karena bagi otak warna sama menariknya dengan gambar. Warna membuat mind mapping lebih hidup, menambah energi pada pemikiran kreatif dan menyenangkan. 4) Hubungkan cabang-cabang utama kegambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ketingkat satu atau dua dan seterusnya, karena otak senang mengaitkan dua, tiga atau empat hal sekaligus. 5) Buatlah garis hubung yang melengkung, karena cabang-cabang yang melengkung dan organis jauh lebih menarik bagi mata.
27
Asmuri, Op.Cit., h. 195.
21
6) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis, karena setiap kata ini akan lebih bebas dan bisa memicu ide dan pikiran baru.28 Contoh bentuk mind mapping dengan tema utama, cabang dan diikuti dengan sub cabang-cabang.
Gambar II.1 Mind Mapping
Gambar II.2 Contoh Mind Mapping Sistem Koloid
28
h. 15-16.
Tony Buzan, Buku Pintar Mind Map, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006,
22
c. KriteriaPenilaian Mind Mapping Tabel II.3 Kriteria Penilaian Mind Mapping29 Kriteria Level 4 Level 3 Kata Penggunaan semua ide Kunci kata kunci ditulis dalam (x6)_/24 yang sangat bentuk kata efektif (semua kunci dan ide ditulis kalimat dalam bentuk kata kunci)
Hubungan cabang utama dengan cabang lainnya (x4)_/16 Desain (Warna dan gambar)
29
Level 2 Penggunaan kata kunci terbatas (semua ide ditulis dalam bentuk kalimat)
Menggunakan Menggunakan lebih dari 3 dari 3 cabang cabang
Menggunakan 2 cabang
Menggunakan warna berbeda disetiap cabang dan pemberian gambar/simbol pada ide sentral, cabang utama dan cabang lainnya
Menggunakan warna berbeda disetiap cabang dan pemberian gambar/simbol pada ide sentral
Menggunakan warna berbeda disetiap cabang dan pemberian gambar/simbol pada ide sentral, cabang utama
Level 1 Tidak ada atau sangat terbatas dalam pemilihan kata kunci (beberapa ide ditulis dalam bentuk paragraf) Hanya Mengguna kan 1 cabang
Tidak Mengguna kan warna dan gambar atau hanya mengguna kan satu warna
Suratmi dan Fivin Noviyanti. Penggunaan Mind Map sebagai Instrumen Penilaian Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Konsep Sistem Reproduksi di SMPN 1 Anyar. Prisiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013.
23
d. Kelebihan Mind Mapping Kelebihan mind mapping adalah: 1) Fleksibel, karena jika seorang pembicara menjelaskan suatu hal tentang pemikirannya, kita dapat dengan mudah menambahkannya ditempat sesuai dengan peta pikiran kita tanpa harus kebingungan. 2) Memusatkan perhatian, karena kita tidak perlu berpikir untuk menangkap setiap kata yang di bicarakan. Sebaliknya, kita dapat berkonsentrasi pada gagasan-gagasannya. 3) Meningkatkan pemahaman, karena ketika membaca suatu tulisan, peta pikiran akan meningkatkan pemahaman dan memberikan catatan tinjauan ulang yang sangat berarti. 4) Menyenangkan, karena imajinasi dan kreativitas tidak terbatas, dan hal ini menjadikan pembuatan dan peninjauan ulang catatan menjadi lebih menyenangkan.30 5) Dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan bekerja sama dengan teman lainnya. 6) Catatan lebih jelas dan padat. 7) Memberi kemudahan melihat keseluruhan materi. 8) Membantu otak mengatur, mengingat, membandingkan dan membuat hubungan. 9) Memudahkan menambahkan informasi baru dan review pembelajaran menjadi lebih cepat.31
30
Bobbi Deporter dan Mike Hernacki. Op.Cit., h. 172.
24
3. Hasil Belajar a.
Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.32 Jadi, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.33 Hasil belajar melibatkan pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). 1) Pemahaman Konsep Pemahaman diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman adalah seberapa
besar
siswa
mampu
menerima,
menyerap
dan
memahami pelajaran yang diberikan oleh guru, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang dibaca, dilihat, atau yang dirasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung. Menurut Dorothy J.Skeel yang dikutip dalam Nursid Sumaatmadja, konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam 31
Muhammad Ansori, Penerapan Model Mind Mapping Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Siswa Kelas V Madarasah Ibtidiyah Ma’arif Karangasem Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Tahun 2012/2013. Skripsi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2013, h. 58. 32 Ahmad Susanto, Loc.Cit. 33 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, h. 22.
25
pikiran, suatu pemikiran, gagasan atau suatu pengertian. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang telah melekat dalam hati seseorang dan tergambar dalam pikiran, gagasan atau suatu pengertian. 2) Keterampilan Proses Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Dalam
melatih
keterampilan
proses,
secara
bersamaan
dikembangkan pula sikap-sikap yang dikehendaki seperti kreativitas, kerjasama, tanggung jawab, dan disiplin sesuai dengan penekanan bidang studi yang bersangkutan. 3) Sikap Sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang. Dalam hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Dalam
26
pemahaman konsep, maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.34 Dalam
sistem
pendidikan
nasional
rumusan
tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruktusional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kaharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.35 Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Ranah kognitif merupakan yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
34 35
Ahmad Susanto, Op.Cit., h. 6-10. Nana Sudjana, Loc.Cit.
27
menguasai bahan pengajaran. Aspek kognitif terdiri dari enam jenjang proses berpikir yaitu: 1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. 2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. 3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dimengerti dengan baik. 5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk pola baru. 6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.36 b.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. 1) Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya.
36
27.
Dimiyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, h. 26-
28
Faktor internal meliputi kecerdasan, minat, perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2) Faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Faktor ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran disekolah sangat ditentukan oleh guru. Menurut Dunkin dalam Wina Sanjaya, terdapat sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru yaitu: 1) Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosialnya. 2) Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru. 3) Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru. Ruseffendi mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu:
29
1) Kecerdasan anak 2) Kesiapan atau kematangan 3) Bakat 4) Kemauan belajar 5) Model penyajian materi pembelajaran 6) Suasana pengajaran 7) Kompetensi guru 8) Masyarakat.37 4. Sistem Koloid a. Perbedaan Koloid, Suspensi dan Larutan Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat kedalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi. Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu larutan, koloid dan suspensi. Secara sepintas perbedaan antara suspensi dengan larutan akan tampak jelas dari homogenitasnya, tetapi akan sulit membedakan antara larutan dengan koloid atau antara koloid dengan suspensi. 1) Suspensi merupakan sistem dispersi dengan partikel yang berukuran
relatif besar, tersebar merata dalam medium
pendispersinya. 2) Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelpartikelnya
37
sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan
Ahmad Susanto, Op .Cit., h. 12-18.
30
(diamati)
antara
partikel
pendispersi
dengan
partikel
terdispersinya walaupun menggunakan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra). 3) Koloid merupakan sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari larutan tapi lebih kecil dari suspensi. 38 Koloid merupakan campuran yang kondisinya antara homogen dan heterogen. Koloid dapat diartikan sebagai fasa peralihan dari campuran homogen menjadi campuran heterogen. Perbedaan koloid, larutan dan suspensi dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel II.4 Perbedaan Larutan, Koloid dan Suspensi39 Ciri- Ciri Larutan Koloid Suspensi Fasa 1 fasa 2 fasa 2 fasa Bentuk Homogen Antara Heterogen Campuran homogen dan heterogen Diameter < 1 nm 1 nm -100 nm > 100 nm Jika Tidak dapat Tidak dapat dapat Disaring disaring disaring dengan disaring penyaring biasa Jika Tidak terpisah Sukar terpisah Terpisah Didiamkan
b. Jenis-jenis Koloid Sistem koloid tersusun atas dua komponen, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa merupakan bagian dari sistem campuran yang bersifat homogen tetapi berbeda sifat fisisnya dan terpisah dari bagian lainnya pada sistem itu oleh suatu bidang batas yang jelas.
38 39
Unggul Sudarmo, Op.Cit, h. 192-193. Sandri Justiana dan Muchtaridi, Kimia 2, Yudhistira, Yogyakarta, 2009, h. 219.
31
Fasa terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan fasa pendispersinya bersifat kontinu. Pada campuran air dengan susu, fasa terdispersinya adalah susu, sedangkan medium dispersinya adalah air. Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, antara lain: 1) Aerosol, yaitu sistem koloid dari partikel zat padat atau cair yang terdispersi dalam gas. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat dan jika zat yang terdispersi zat cair disebut aerosol cair. 2) Sol, sistem koloid yang terdiri dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair yang disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri. 3) Emulsi, sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian yaitu, emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. 4) Buih, sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat kebakaran, dan lain-lain. Zat-zat yang dapat memecah atau mencegah buih, antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
32
5) Gel adalah koloid yang setengah kaku, terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersi, sehingga terjadi koloid yang agak padat. Tabel II.5 Jenis Fasa Terdispersi dan Fasa Pendispersi Koloid40 No. Fase Fase Nama Koloid Contoh Terdispersi Pendispersi 1 Padat Padat Sol padat Kaca bewarna, perunggu 2 Padat Cair Sol cair Tinta, cat, kanji, agaragar, jelli, sol emas 3 Padat Gas Aerosol padat Asap (smoke), debu 4 Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, (gel) mutiara 5 Cair Cair Emulsi Santan, susu, es krim, krik, lotion, mayonnaise 6 Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan 7 Gas Padat Buih padat Karet busa, batu apung 8 Gas Cair Buih Krim kocok, buih sabun
c. Sifat-Sifat Koloid Sistem koloid mempunyai sifat yang khas, diantaranya adalah: 1) Efek Tyndall Gejala penghamburan cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall. Berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping, walaupun partikel koloid sendiri tidak tampak. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall ini,antara lain: a) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.
40
Nana Sutresna, Advanced Learning Chemistry 2B, Grafindo Media Pratama, Bandung, 2012, h. 174.
33
b) Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu. 2) Gerak Brown Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya, jika diamati dengan mikroskop ultra, arah cahaya tegak lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid yang bergerak terusmenerus dengan gerak zig-zag. Gerakan zig-zag partikel-partikel koloid secara terus menerus dengan arah sembarang inilah yang disebut dengan gerak Brown. 3) Elektroforesis Elektroforesis adalah pergerakan pertikel koloid dalam medan listrik. Peristiwa elektroforesis ini dimanfaatkan untuk penyaring debu pabrik pada cerobong asap yang disebut pesawat Cotrell. 4) Koagulasi Apabila kestabilan suatu koloid berkurang maka dapat menyebabkan terjadinya koagulasi atau penggumpalan. Peristiwa koagulasi pada koloid dapat diakibatkan oleh peristiwa mekanis atau peristiwa kimia.41 Berikut beberapa peristiwa yang diakibatkan koagulasi dan industri yang memanfaatkan sifat koagulasi: a) Pembentukan delta dimuara sungai b) Industri karet alam
41
Unggul Sudarmo, Op.Cit., h. 195-198.
34
c) Penjernihan air 5) Adsorpsi Adsorpsi yaitu penyerapan partikel oleh permukaan zat. Hal itu dapat terjadi karena permukaan koloid mempunyai luas permukaan yang besar. Sifat adsorpsi partikel koloid dapat dimanfaatkan untuk: a) Pemutihan gula pasir b) Pewarna kain c) Penjernihan air 6) Koloid Pelindung Agar koloid stabil, kita dapat menambahkan suatu koloid yang dapat melindungi koloid sehingga tidak terkoagulasi. Koloid tersebut dikenal dengan koloid pelindung. Contoh emulgator yang sering digunakan adalah: a) Lesitin pada mayones b) Soybean pada margarin c) Kasein pada susu42 7) Dialisis Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion penggangu yang dapat menggangu kestabilan koloid. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dengan dialisis.
42
Sandri Justiana dan Muchtaridi, Op.Cit., h. 226-228.
35
d. Koloid Liofil dan Liofob Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya. Peristiwa ini disebabkan gaya tarik menarik antar partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersinya kuat. Koloid liofob adalah sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka dengan menarik medium pendispersinya. Jika medium pendispersinya adalah air maka disebut disebut koloid hidrofil dan hidrofob. Pemanfaatan sifat hidrofob dan hidrofil terlihat pada penggunaan deterjen atau sabun dalam proses pencucian pakaian. Deterjen mempunyai kemampuan menarik lemak atau minyak yang tidak larut dalam air, kemampuan deterjen ini disebabkan pada molekul deterjen terdapat ujung-ujung liofil yang larut dalam air dan ujung liofob yang menarik minyak. Perbedaan koloid hidrofil dan hidrofob dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel II.6 Perbedaan Sifat Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob No Sifat Sol Liofob Sol Liofil 1. Daya Kuat, mudah mengadsorpsi Tidak adsorpsi mediumnya sehingga mengadsorpsi terhadap ukuran partikelnya dapat mediumnya medium semakin besar 2. 3.
Efek Tyndall Viskositas
4.
Koagulasi
5.
Sifat
6.
Contoh
Kurang jelas
Sangat jelas
Lebih besar mediumnya
daripada Hampir sama dengan mediumnya Sukar terkoagulasi Mudah terkoagulasi Bersifat reversibel Irreversibel Sabun, agar-agar, kanji dan Sol gelatin. darah.
logam,
36
e.
Pembuatan Sistem Koloid 1)
Cara Kondensasi Cara kondensasi dilakukan dengan mengubah suatu larutan menjadi koloid. Proses ini umumnya melibatkan reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan zat yang menjadi partikel-partikel terdispersi. a) Reaksi redoks, yaitu reaksi yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi. Contoh: Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2). 2 H2S(g) + SO2(aq)
2 H2O(l) + 3 S(koloid)
b) Reaksi hidrolisis, umumnya digunakan untuk membuat koloidkoloid basa dari suatu garam yang dihidrolisis (direaksikan dengan air). Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dengan cara memanaskan larutan FeCl3. FeCl3(aq) + 3H2O(l)
Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c) Pertukaran ion, umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut yang dihasilkan pada reaksi kimia. Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan mengalirkan gas H2S kedalam larutan As2O3. 3H2S(g) + As2O3(aq)
As2S3(s) + 3H2O(l)
37
2) Cara Dispersi Cara ini melibatkan pengubahan ukuran partikel besar (suspensi atau padatan) menjadi ukuran partikel koloid. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu: a) Cara mekanik, cara ini dilakukan dengan memperkecil zat terdispersi
sebelum
didispersikan
kedalam
medium
pendispersi. Untuk memperkecil ukuran partikel dapat dilakukan dengan menggiling atau menggerus partikel sampai ukuran tertentu. b) Homogenisasi, yaitu pembuatan sistem koloid menggunakan mesin homogenisasi. Emulsi obat pada pabrik obat dilakukan dengan
proses
homogenisasi
menggunakan
mesin
homogenisasi. c) Peptisasi yaitu dilakukan dengan cara memecah partikelpartikel besar misalnya suspensi, gumpalan atau endapan dengan menambahkan zat pemecah tertentu. d) Busur Bredig adalah suatu alat khusus yang digunakan untuk membentuk koloid logam. Proses ini dilakukan dengan cara meletakkan logam yang dikoloidkan pada kedua ujung elektrode kemudian diberikan arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Suhu tinggi akibat adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan logam akan
38
menguap dan selanjutnya terdispersi kedalam air membentuk suatu koloid logam. Selain dengan cara-cara kondensasi dan dispersi, koloid dapat terbentuk secara alamiah, misalnya lumpur, getah pohon nangka dan getah karet.43 f.
Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari 1) Industri Kosmetik Bahan kosmetik seperti pembersih wajah dan pelembap badan umumnya berbentuk koloid emulsi. 2) Industri Tekstil Pewarna tekstil berbentuk koloid karena mempunyai daya serap yang tinggi, sehingga dapat melekat pada tekstil. 3) Industri Farmasi Banyak obat-obat yang dikemas dalam bentuk koloid agar stabil dan tidak mudah rusak. 4) Industri Sabun dan Deterjen Sabun dan deterjen merupakan emulgator untuk membentuk emulsi antara minyak dengan air, sehingga dapat digunakan untuk membersihkan kotoran lemak dan minyak. 5) Industri Makanan Banyak makanan dikemas dalam bentuk koloid untuk kestabilan dalam jangka waktu yang cukup lama.44
43
Unggul Sudarmo, Op.Cit., h. 200-205.
39
B. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian Putu Yasa, Ketut Ardana dan Nengah Suadnyana, Jurusan PGSD
Universitas
Pendidikan
Ganesha
dengan
judul
Pengaruh,
Pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL) Berbantuan Media Animasi Komputer Terhadap Hasil Belajar IPA SD Gugus 1 Tampak siring. Hasil dari penelitian ini menunjukkan rata-rata nilai postest
hasil
belajar IPA dengan pendekatan CTL yaitu 80,10 hasil ini lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata posttest kelompok kontrol yaitu 70,65.45 2. Penelitian
HRA
Mulyani,
jurusan
Biologi
FKIP
Universitas
Muhammadiyah Metro dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Metro. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran dengan metode ceramah. Pengaruh tersebut terlihat dari nilai postest dan gain ternormalisasi. Nilai postest dan Gain ternormalisasi pada kelas eksperimen untuk tes penguasaan konsep adalah 80,8 dan 0,78 sedangkan pada kelas kontrol adalah 64,11 dan 0,55. Untuk hasil tes berpikir kritis pada kelas eksperimen adalah 7,68 dan 0,72 sedangkan pada kelas kontrol adalah 5,51 dan 0,42.46
44
Budi Utami, dkk, Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI Program Ilmu Alam, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, h. 232. 45 Putu Yasa, Ketut A dan Nengah S. Loc.Cit. 46 HRA Mulyani, Loc.Cit
40
3. Penelitian Dodi Apriyanto, Sri Mulyani, dan Elfi Susanti VH Program Studi pendidikan Kimia, jurusan PMIPA, FKIP, Uns Surakarta dengan judul Pengaruh Metode Pembelajaran Mind Mapping dan Kemampuan Memori Siswa Terhadap Prestasi Belajar Kimia Pada Pokok Bahasan Hukum-Hukum Dasar Kimia Pada Siswa Kelas X Semester Gasal di SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar kognitif dan apektif siswa yang diberi metode mind mapping adalah 73,134 dan 188,746 sedangkan siswa yang diberi metode ceramah adalah 55,176 dan 176. Disimpulkan bahwa prestasi siswa yang diberi metode mind mapping lebih baik dibandingkan siswa yang diberikan metode ceramah.47 Penelitian yang peneliti lakukan hampir sama dengan penelitian terdahulu yaitu menggunakan pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa, namun
perbedaannya
adalah
peneliti
memadukan
antara
pendekatan CTL dengan mind mapping, materi yang diteliti adalah sistem koloid dan subjek yang peneliti teliti adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tambang Kabupaten Kampar.
47
Dodi Apriyanto, Sri M, dan Elfi S, Loc.Cit.
41
C. Konsep Operasional 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua variabel, yaitu: a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan contextual teaching
and
learning
(CTL)
dengan
mind
mapping
yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. b. Variabel Terikat Hasil belajar siswa merupakan variabel terikat dalam penelitian ini. 2. Prosedur Penelitian Prosedur dari penelitian ini adalah: a.
Tahap Persiapan 1) Menetapkan kelas penelitian yaitu kelas XI IPA Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tambang Kabupaten Kampar tahun ajaran 2014/2015 sebagai subjek penelitian. 2) Mempersiapkan pokok bahasan yang akan disajikan dalam penelitian yaitu pokok bahasan sistem koloid. 3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus, program semester, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa), mind mapping, soal kuis, soal uji homogenitas, soal pretest postest dan Lembar observasi. 4) Melakukan uji homogenitas untuk kedua kelas sampel dan memilih kelas eksperimen dan kelas kontrol.
42
b.
Tahap Pelaksanaan 1) Memberikan pretest kepada kedua kelas sampel mengenai pokok bahasan sistem koloid. Nilai pretest ini digunakan untuk pengolahan data akhir. 2) Kelas eksperimen diberikan perlakuan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan mind mapping, sedangkan kelas kontrol tanpa pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan mind mapping. Adapun
langkah-langkah
pelaksanaannya
adalah
sebagai
berikut: 1) Kelas Eksperimen a) Pendahuluan (1) Kontruktivisme Pengetahuan (Contructivism) (a) Guru mengucapkan salam pembuka, memimpin doa dan mengabsen siswa. (b) Guru menanyakan kabar siswa. (c) Guru
menjelaskan
bahwa
proses
pembelajaran
menggunakan pendekatan CTL dengan mind mapping. (d) Guru mengkondisikan kelas sesuai dengan proses pembelajaran menggunakan pendekatan CTL dengan mind mapping dan memperlihatkan contoh mind mapping.
43
(e) Guru memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan materi yang akan dipelajari. (f) Guru menggunakan jawaban dan gagasan siswa untuk menuntun pembelajaran. (g) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. b) Kegiatan Inti (1) Masyarakat Belajar (Learning Community) (a) Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 6 orang siswa. (b) Guru membagikan LKS yang berisi permasalahan terkait dengan materi yang dipelajari. (2) Bertanya (Questioning ) (a) Guru
membimbing
siswa
merumuskan
permasalahan. (b) Siswa saling bekerja sama, bertukar pikiran, berdiskusi untuk merumuskan masalah. (3) Menemukan (Inquiry) (a) Guru membimbing siswa mengumpulkan data melalui pengamatan dan membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung. (b) Guru membimbing siswa menjawab soal LKS.
44
(4) Pemodelan (modeling) (a) Guru memilih (secara acak) salah satu kelompok diskusi untuk mempresentasikan hasil diskusi LKS kedepan kelas. (b) Kelompok yang terpilih mempresentasikan hasil diskusi LKS kedepan kelas. (c) Guru membimbing siswa melakukan tanya jawab. c) Penutup (1) Refleksi (Reflection). (a) Guru membimbing siswa menyimpulkan materi yang sudah dipelajari. (b) Guru memberikan penguatan terhadap materi yang telah dipelajari. (c) Guru meminta siswa mengumpulkan LKS. (d) Guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan materi
dalam
bentuk
mind
mapping
dan
dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. (e) Guru memberikan tes tertulis (kuis). (f) Guru menyampaikan informasi materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya dan menutup proses pembelajaran.
45
2) Kelas Kontrol a) Pendahuluan (1) Guru mengucapkan salam pembuka, memimpin doa dan mengabsen siswa. (2) Guru menanyakan kabar siswa. (3) Guru
memberikan
apersepsi
dengan
mengajukan
pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan. (4) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. b) Kegiatan inti (1) Guru membagikan LKS kepada masing-masing siswa. (2) Guru menjelaskan materi pembelajaran. (3) Guru meminta siswa mengerjakan soal LKS. (4) Guru dan siswa bersama-sama membahas LKS. c) Penutup (a) Guru membimbing siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. (b) Guru memberikan tes tertulis (kuis). (c) Guru menyampaikan informasi materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. (d) Guru menutup proses pembelajaran.
46
c. Tahap akhir 1) Setelah semua materi sistem koloid selesai diajarkan, selanjutnya pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan tes akhir yaitu postest untuk melihat pengaruh penerapan pendekatan CTL dengan mind mapping terhadap hasil belajar siswa pada kelas eksperimen. 2) Data akhir yaitu selisih dari hasil pretest dan postest dihitung dengan menggunakan rumus statistik. 3) Pelaporan D. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan secara teoritis dan masih perlu diuji kebenarannya melalui fakta-fakta.48 Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha : Ada pengaruh penerapan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan mind mapping terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA pada materi sistem koloid di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tambang Kabupaten Kampar. H0: Tidak ada pengaruh penerapan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan mind mapping terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA pada materi sistem koloid di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tambang Kabupaten Kampar.
48
Agus Irianto, Statistik konsep Dasar dan Aplikasinya, Kencana, Jakarta, 2009, h. 97.
47