BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk menunjang kehidupan dan untuk menyesuaikan perkembangan dunia. Oleh sebab itu pemerintah membuat undang-undang tentang pendidikan guna memenuhi kebutuhan yang selalu berkembang. Untuk mengatasi perkembangan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberi arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian. Pada era otonomi sekarang ini, sekolah harus berubah kearah yang sesuai dengan tuntutan masa, agar tidak ketinggalan zaman. Jam’an Satori dalam Suhardan, H. Dadang (2006:8-9) menyatakan bahwa perubahan yang seharusnya terjadi di sekolah pada era otonomi pendidikan terletak pada : (1). Peningkatan kinerja staf, (2). Pengelolaan sekolah menjadi berbasis lokal, (3). Efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga, (4). Akuntabilitas, (5). Transparansi, (6).
1
2
Partisipasi masyarakat, (7) Profesionalisme pelayanan belajar, dan (8). Standarisasi. Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa sekolah kepada keunggulan mutu lembaga, sebab sekolah memiliki keleluasaan dalam melaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belum terjadi. Menurut Dadang Suhardan (2006:9) bahwa sekolah-sekolah kini belum mampu memberi layanan belajar bermutu karena belum mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya. Sistem kompensasi merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja inovatif guru ke arah yang lebih peroaktif, inovatif dan adaptif terhadap perubahan. Sistem kompensasi akan mendorong pegawai untuk tidak hanya bekerja dan berperan secara rutin namun juga berupaya melakukan perubahan melalui upaya mempengaruhi guru agar lebih kreatif, terbuka dan mau berubah berdasarkan visi yang jelas terhadap masa depan sehingga dapat mendorong pada implementasi hal-hal baru. Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana prasarana. Walaupun sempurnanya kurikulum, tersedianya fasilitas pengajaran yang memadai, tetapi jika kepala sekolah tidak mampu mengelola dengan baik, maka keberhasilan peningkatan mutu pendidikan pada level sekolah akan sulit terwujud. Untuk menjalankan fungsinya secara maksimal tentunya kepala sekolah harus memiliki kemampuan manajerial yang memadai sehingga potensi yang dimiliki sekolah dapat
3
diberdayakan kearah efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sementara itu, Mahmud Khalifah dan Usamah Quthub (2009: 63) menjelaskan bahwa guru harus mengatur materi pelajarannya dengan baik, menjelaskan dan menjabarkannya dengan cara yang tersusun rapi dan mudah dipahami siswa dan juga guru harus selalu berusaha memperbarui cara pengajarannya, tidak menoton, serta memahami urgensi perencanaan dalam pengajaran. Dengan kata lain guru berperan sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pemberi penasehat, pembaharu (innovator), teladan, sem,anagat (motivasi). Dengan demikian guru tidak cukup hanya menjalankan tugasnya secara rutin, namun pembaharuan/inovasi menjadi tuntutan yang harus terus menerus dikembangkan. Moh Surya (2004:5-6) berpendapat bahwa tantangan globalisasi dalam tingkatan
operasional pendidikan menuntut peningkatan kualitas guru
sebagai pelaku pendidikan yang berada di front terdepan melalui interaksinya dengan peserta didik. Untuk itu guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan profesionalisme guru akan tercermin dalam perwujudan yang secara ideal akan terlihat dalam lima hal berikut: 1) Guru yang memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanann dan ketaqwaan yang mantap 2) Guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek 3) Guru yang memiliki kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai disertai etos kerja yang kuat 4) Guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai 5) Guru yang kreatif dan berwawasan masa depan Pembelajaran bukan saja usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan , melainkan juga usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan
4
siswa secara optimal, karenanya guru dituntut untuk menguasai beberapa ketrampilan dalam mengajar yaitu ketrampilan bertanya, ketrampilan meemberi penguatan, ketrampilan mengadakan variasi, ketrampilan menjelaskan, ketrampilan menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok, mengelola kelas dan ketrampilan mengajar perorangan. (Sutikno, 2008: 73). Berdasarkan pada ketrampilan-ketrampilan yang harus dimilki oleh guru maka guru dituntut untuk memilki kemampuan profesional, kreatif dan inovatif serta peduli pada perubahan karena di zaman kemajuan menginginkan paradigma belajar
melalui
menemukan
dan
proyek-proyek
dan
penciptaan.
Praktek
permasalahan-permasalahan, pembelajaran
abad
desain,
pengetahuan
memerlukan upaya perubahan/reformasi pembelajaran, melalui cara-cara baru pembelajaran yang akan lebih efektif. Praktek pembelajaran di abad pengetahuan (knowledge society) nampaknya lebih sesuai dengan arah yang diinginkan oleh sistem pendidikan nasional, meskipun bukan dengan mengganti cara yang positif yang sudah dijalankan dewasa ini, dan di sinilah peran kreativitas guru untuk dapat melaksanakan kinerja inovatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan amat menentukan bagi peningkatan kualitas pendidikan/pembelajaran. Kreativitas guru adalah tingkat kreativitas yang dimiliki oleh guru, setiap guru mempunyai kadar kreativitasnya sendiri sendiri, oleh karena itu pembicaraan tentang kreativitas guru bukan berbicara tentang guru kreatif dan tidak kreatif, namun melihat kreativitas guru dalam gradasi kreativitasnya. Keratifitas ditentukan oleh motivasi, lingkungan dan iklim kerja sehingga tingkatan
5
kreatifitas itu berbeda bagi setiap individu. Perbedaan tingkat dalam kreatifitas menunjukkan adanya perbedaan individu, dan perbedaan ini tidak terlepas dari perbedaan karakteristik individu itu sendiri, dalam lingkungan yang sama kreatifitas seseorang jelas tidak akan sama. Kreatifitas merupakan hasil interaksi antara faktor individu dalam lingkungan dan dalam konteks organisasi, maka linngkungan organisasipun dapat berpengaruh terhadap kreatifitas seseorang. Memang diakui bahwa pada abad dan masyarakat pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran cenderung banyak menggunakan piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi. Namun demikian, meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalisator yang penting yang membawa kita pada cara pembelajaran di abad pengetahuan, tapi yang perlu menjadi perhatian utama adalah bagaimana hasilnya dan bukan alatnya. Guru dapat melengkapi pelaksanaan proses pendidikan/pembelajaran dengan teknologi canggih tanpa sedikitpun membawa dampak pada hasil pendidikan yang diperoleh peserta didik, di sini yang penting adalah bagaimana pelaksanaan peran dan tugas guru dapat memberikan nuansa baru bagi pengembangan dan peningkatan proses pendidikan dengan atau tanpa bantuan teknologi modern, dan ini jelas memerlukan kreativitas yang dapat mendorong pada
kinerja
inovatif
dari
guru
dalam
upaya
peningkatan
kualitas
pendidikan/pembelajaran tersebut. Berdasarkan gambaran pembelajaran di abad pengetahuan di atas, nampak bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini, maka pengembangan profesionalisme guru merupakan suatu
6
tuntutan, sehingga dengan berlakunya UU No. 14 tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya untuk lebih meningkatkan profesionalisme pendidik serta memposisikan profesi pendidik/guru dalam status terhormat dan setara dengan profesi lainnya. Menurut para ahli profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah beserta strategi penerapannya. Sagala (2009: 2) mengemukakan bahwa profesionalisme adalah orang yang ”menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan akan membangkitkan diri mereka untuk tugas tersebut”. karena itu Alma, Buchari (2009: 133) mengemukakan bahwa ”Profsionalisme bukan sekedar menguasai teknologi dan menajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan”. Dewasa ini, sekolah tidak dapat mengabaikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan eksternal yang lebih luas, untuk itu hubungan/koneksi sadar dan konstruksi antara sekolah dengan lingkkungan eksternal tersebut perlu dilakukan karena Hargraeves dalam Fullan (1991:5) mengemukakan: 1) School can not shut their gates and leave the outside world on the doorstep 2) School share losing their monopoly on learning 3) School are one of our last hopes for rescuing and reinventing community 4) Teachers need a lot more help 5) Market competition, parental choice and individual self-management are already redefining how schools relate to their wider environments 6) Schools can no longer be indifferent to the working lives that await their students when they move into the adult world
7
Lembaga pendidikan/sekolah dan pendidik/guru tidak bisa lagi melakukan respon yang biasa dalam menghadapi kenyataan tersebut, ini berarti diperlukan komitmen bersama bahwa mendidik dan membelajarkan memerlukan pendidik kompeten yang kreatif dan kondisi organisasi yang juga mampu mensinergikan pengetahuan yang ada di dalamnya dan mengintegrasikannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu upaya untuk melakukan reformasi pendidikan di sekolah (school reform) harus selalu memberikan perhatian khusus pada guru sebagai pendidik, karena guru itulah yang mengimplementasikan berbagai kebijakan pendidikan dalam tataran praktis, sehingga perannya bagi peningkatan kualitas pendidikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia jelas amat dominan. Berkaitan dengan berbagi kebijakan pendidikan guru sebagai pembentuk anak masa depan dituntut kerja yang kreatif dan inovatif, Suyatno (2009: 21) menjelaskan tanda kreatif sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keterbukaan terhadap pengalaman baru Kelenturan dalam berfikir Kebebasan dalam ungkapan diri Menghargai fantasi Minat terhadap kegiatan kreatif Kepercayaan terhadap gagasan sendiri Kemandirian dalam memberikan pertimbangan sendiri
Kondisi yang demikian, jelas menuntut guru sebagai fihak yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah untuk selalu berupaya menjalankan tugasnya secara dinamis dan inovatif sesuai dengan perkembangan dan tuntutan perubahan. Tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan selalu berimplikasi pada tuntutan
8
akan perlunya guru yang berkualitas istimewa yang dapat membantu memenuhi kebutuhan peserta didik dengan pengetahuan yang terus berkembang. Pelaksanaan peran dan tugas guru yang monoton sesuai dengan kebiasaan yang ada jelas akan menjadikan proses pendidikan selalu ketinggalan, sehingga peran institusi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang penting di masyarakat akan mengalami kemerosotan karena tidak memberi kepuasan pada stakeholder pendidikan yang tuntutannya cenderung makin meningkat. Keadaan tersebut menunjukkan pentingnya upaya-upaya untuk mengembangkan kinerja guru dari kinerja yang bersifat rutin ke arah kinerja yang inovatif. Secara umum, kajian para pakar pendidikan menunjukkan bahwa masalah guru/kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah masih perlu ditingkatkan mengingat kualitasnya masih rendah (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi. 2001). Hal ini akan semakin kompleks bila melihat pada kenyataan bahwa pengaruh faktor sekolah dan kualitas guru terhadap prestasi belajar siswa lebih besar dibandingkan pengaruh faktor-faktor luar sekolah. Kondisi ini jelas berakibat pada perlunya upaya-upaya untuk memeperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja guru agar makin berkualitas dan inovatif, sehingga tujuan pendidkan termasuk prestasi belajar siswa dapat semakin meningkat. Memang diakui bahwa banyak factor yang mempengaruhi efektifitas pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, namun jelas factor guru nampaknya menduduki posisi penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
9
Dalam perkembangan belakangan ini, nampaknya tuntutan pada kinerja guru tidak lagi hanya bersifat rutin melainkan perlu ditumbuhkan kinerja inovatif. Hal ini dikarenakan kompleksitas perubahan yang selalu menuntut respon baru, sebagaimana dikemukakan oleh Lampert dalam Hammond (2006:39) bahwa Teaching is never routin. Teachers must cope with changing situations, learning needs, challanges, questions, and dilemma. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya dalam konteks pelaksanaan kurikulum baru seperti KTSP, jelas memerlukan kreativitas serta kinerja inovatif dari para guru untuk dapat mengimplementasikannya, dan dalam hal ini kreativitas dan inovasi lembaga pendidikan menjadi hal yang perlu termasuk kreativitas dan keinovatifan guru dalam menjalankan tugasnya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah/kelas. Dengan demikian keberhasilan implementasi berbagai perubahan yang diarahkan untuk memperbaiki proses pendidikan/pembelajaran tidak dapat mengandalkan pada kinerja rutin saja, tetapi juga kinerja inovatif dan terus berupaya
untuk
mengimplementasikan
inovasi
dalam
proses
pendidikan/pembelajaran, dimana semua itu jelas memerlukan suatu sikap terbuka dan mau berubah serta dapat mengimplementasikannya dalam proses pendidikan/pembelajaran. Ini berarti bahwa diperlukan kinerja guru yang inovatif agar semua arah kebijakan pemerintah dan tuntutan masyarakat yang berubah dapat menjadi bagian yang inhern dalam proses pendidikan/pembelajaran. Jika hal ini dapat terwujud maka upaya untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa melalui pendidikan dapat menjadi suatu kenyataan yang mennggambarkan
10
kontribusi pendidikan dalam pembangunan
bangsa, dan hal ini tentu saja
memerlukan upaya untuk terus menerus memperbaiki kualitas pendidikan melalui perbaikan proses pendidikan/pembelajaran. Namun demikian kondisi yang ada secara umum masih belum menunjukkan tingkat kualitas yang diharapkan sesuai dengan tuntutan perubahan. Kinerja guru sebagai agen pembelajaran, harapan masa depan anak dalam melaksanakan
tugasnya
masih
cenderung
monoton.
Kondisi
ini
jelas
menunjukkan kurangnya sikap kreatif dan inovatif di kalangan guru dalam melaksanakan tugasnya, sehingga yang nampak adalah kinerja rutin dan bukan kinerja inovatif yang berdampak pada mutu lulusan. Data dari Badan Standar Nasional Pendidikan yang disampaikan kepada Kantor Wilayah Kementrian Agama Profinsi Sumatera Selatan hasil UN tahun pelajaran 2008/2009 jurusan IPA Madrasah Aliyah di Kota Palembang hasil yang tertinggi 8,14 diraih oleh MAN 2 Palembang, hal ini untuk tingkat Kota masih menduduki ranking ke 50 dari 100 SMA/MA, untuk tingkat Profinsi masih menduduki peringkat ke 135 dari 374 SMA/MA sedangkan tingkat Nasional masih menduduki urutan ke 1515. Untuk jurusan IPS hasil UN tahun 2008/2009 nilai rata-rata tertinggi untuk tingkat MA masih diraih oleh MAN 2 Palembang dengan rata-rata 7,86, namun masih berada pada urutan ke 38 dari 127 SMA/MA se Kota Palembang, dan urutan ke 135 dari 374 SMA/MA dan secara nasional masih berada pada urutan ke 1184, berarti masih jauh dibawah sekolah/madrasah lain. Berdasarkan gambaran di atas penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian
tentang:
Pengaruh
Sistem
Kompensasi
dan
Kemampuan
11
Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Inovatif Guru (Studi Tentang Pengaruh Sistem Kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Inovatif Guru pada Madrasah Aliyah Kota Palembang).
B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai keterkaitan antara system kompensasai dan kemampuan manajerial kepalaa sekolah dan kinerja inovatif guru, dengan dibatasi pada faktor system kompensasi dan kemampuan manajerial kepala sekolah. Adapun permasalahan yang ingin dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimana Sistem Kompensasi pada Madrasah Aliyah di Kota Palembang? 2) Bagaimana gambaran umum kemampuan Manajerial Kepala Madrasah Aliyah di Kota Palembang ? 3) Bagaiamana profil kinerja guru Madtasah Aliyah di Kota Palembang ? 4) Seberapa besar Sistem Kompensasi berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru? 5) Seberapa besar Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru? 6) Seberapa besar Sistem Kompensasi berpengaruh terhadap Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah?
12
7) Seberapa besar Sistem Kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan 1. Tujuan a). Tujuan Umum Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka
secara
umum
peneliti
bermaksud
ingin
mengidentifikasi,
mendiskripsikan, dan menganalisa pengaruh Sistem kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru. b).Tujuan Khusus.penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui bagaimana gambaran Sistem Kompensasi pada Madrasah 2).Untuk
Aliyah di Kota Palembang. mengetahui
Kemampuan
Manajerial
Kepala
Sekolah/Madrasah Aliyah di Kota Palembang. 3). Untuk mengetahui Profil Kinerja Guru pada Madrasah Aliyah di Kota Palembang. Kreativitas Guru dan Kinerja Inovatif Guru. 4). Untuk menganalisis seberapa besar Kompensasi berpengaruh terhadap Kinerja Inovarif Guru. 5). Untuk menganalisis seberapa besar Kemampuan Manajerial Kepala
Sekolah berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru.
13
6),
Untuk
menganalisis
seberapa
besar
Sistem
Kompensasi
berpengaruh terhadap Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah. 7). Untuk menganalisis seberapa besar Sistem Kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Inovatif Guru. 2) Kegunaan a) Dari segi akademik. Ingin mengungkap dan mengkaji secara empiris tentang sebagian faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, khusunya dalam proses pembelajaran di kelas, dimana hasil penelitiannya nanti diharapkan dapat berguna, baik dari seggi teoritis maupun dari segi praktis. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berdasarkan bukti-bukti empiris tentang bagaimana kinerja guru di sekolah dipengaruhi oleh faktor individu yang melatarbelakanginya dan juga dipengaruhi oleh faktor organisasi yang dalam penelitian ini terdiri dari Sistem Kompensasi dan Kemapuan Manajerial Kepala Sekolah. Dengan kenyataan ini diharapkan akan makin mendorong upaya-upaya pengkajian tentang Kinerja Guru khususnya dalam konteks perubahan yang makin menuntut perlunya inovasi. b) Dari segi praktis. Penelitian ini nanti diharapkan dapat memberi masukan bagi pihakpihak yang berwenang sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan
14
kebijakan dalam mengembangkan kinerja guru agar lebih inovatif melalui ketepatan dalam rekrutmen guru, serta pembinaannya dalam upaya mengembangkan kinerja guru agar terwujud kinerja inovatif, serta kebijakan manajemen sekolah untuk mendorong terciptanya budaya sekolah, kepemimpinan dan sistem/kebijakan yang kondusif bagi upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengembangan Kinerja Guru, sehingga inovasi pendidikan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi tuntutan dewasa ini, dapat terlaksana dalam tataran teknis pendidikan, yakni pembelajaran, dan dalam konteks tersebut. D. Kerangka Berfikir Proses pembelajaran di kelas bukan suatu kondisi dan kejadian yang terisolasi, berbagai faktor eksternal akan berpengaruh di dalamnya. Pengetahuan yang diperoleh guru dan siswa diluar proses pembelajaran melalui berbagai media akan memberikan warna pada pola interaksi dan komunikasi pembelajran. Pengetahuan yang dibawa dalam proses pembelajaran akan mengganggu atau mendorong kualitas pembelajran, dan ini akan ditentukan oleh kreativitas guru dalam memanfaatkan sumber pengetahuan tersebut bagi meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Sistem kompensasi merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kreativitas dan kinerja inovatif guru melalui iklim kerja di sekolah yang dapat mentransformasikan oraganisasi sekolah ke arah yang lebih peroaktif, inovatif dan adaptif terhadap perubahan. Sistem kompensasi akan mendorong pegawai
15
untuk tidak hanya bekerja dan berperan secara rutin namun juga berupaya melakukan peruabahan melalui upaya mempengaruhi guru agar lebih kreatif, terbuka dan mau berubah berdasarkan visi yang jelas terhadap masa depan sehingga dapat mendorong pada implementasi hal-hal baru. Dalam kondisi sekarang ini guru sebagai praktisi pendidikan akan menentukan berjalannya suatu perubahan atau reformasi dalam bidang pendidikan, namun tanpa diimplementasikan oleh guru melalui kinerja yang inovatif, maka semua perubahan itu akan terhambat Kreativitas akan mendorong suatu kinerja yang berorientasi pada perubahan dan inovasi dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pendidik. Hal ini tentu saja memerlukan berbagai kondisi yang dapat mewujudkan hal tersebut. Dalam konteks perkembangan dan perubahan yang cepat, berbagai pengaruh sudah barang tentu tidak bisa dihindari sehingga respon yang tepat dan kemampuan untuk berubah serta beradaptasi suatu tuntutan bagi setiap orang termasuk guru sebagai pendidik/pengajar. Interaksi yang terus menerus dengan peserta didik dalam proses pembelajaran menjadikan suasana pembelajaran akan lebih menuntut perubahan yang terus menerus, untuk itu guru dituntut untuk kreatif serta dapat mewujudkannya dalam suatu kinerja yang inovatif sehingga proses pembelajaran akan memberi sumbangan yang signifikan bagi tumbuhnya output pendidikan yang kreatif dan inovatif. Kreatifitas guru pada dasarnya akan menjadi dasar dan pengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan guru tersebut sebagai pendidik/pengajar, tingkat kretifitas yang bervariasi di kalangan guru akan berdampak pada variasi dalam
16
kinerja berkaitan dengan penyikapan terhadap tuntutan perubahan yang terus berkembang dan makin meningkat sebagai dampak globalisasi. Pada dasarnya, perubahan kinerja guru ke arah yang
inovatif akan
ditentukan oleh para guru itu sendiri, karena dalam tataran teknis, perubahan pendidikan sangat tergantung pada guru, seperti dinyatakan Fullan (1991:117) bahwa educational change depends on what teachers do and think. Guru dapat memveto apakah inovasi pendidikan/pembelajaran dilaksanakan atau tidak, meskipun begitu dorongan dari luar tetap merupakan hal yang penting. Dalam hubungan ini Hargreaves dalam Fullan (1991:3) bahwa faktor guru dan factor eksternal perlu dilihat secara parallel meski perbaikan secara internal dimana guru menjalankan tugasnya lebih penting. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidik baik dalam tataran makro maupun mikro, kebijakan nasional dalam upaya meningkatkan pendidikan makin kokoh dengan terbitnnya peraturan pemerintah No 19 tahun 2005, dimana di dalamnya mengatur tentang standar nasional pendidikan. PP 19 itu sendiri merupakan upaya penyetandaran secara minimal, oleh karena itu upaya untuk dapat memenuhi dan atau melampaui standar tersebut sangat dimungkinkan, bahkan didorong melalui otonomi pendidikan pada tingkatan sekolah melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) pada tataran manajerial, serta diberlakukannya KBK dan KTSP pada tataran teknis, yang semua itu pada dasarnya memberikan otonomi pada sekolah dan guru untuk mengembangkan kreativitasnya dalam melakukan aktivitas pendidikan khususnya pada tataran proses pembelajaran.
17
Kinerja inovatif seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik factor individu maupun faktor oganisasi. Kinerja inovatif individu dipengaruhi daya tarik sistem kompensasi serta persepsi atas keinginan organisasi dalam mendukung kerja inovatif. Dengan demikian faktor kepemimpinan (pengaruh pemimpin) serta sistem reward/kompensasi serta dukungan organisasi merupakan faktor yang penting dalam menentukan kinerja inovatif pegawai. Sementara itu Wayan Bagja (2005) dalam penilitiannya memperoleh temuan bahwa kreatifitas berpengaruh langsung pada inovasi pelayanan serta berperan sebagai perantara (variabel intervening) dari modal intelektual dan kepuasan kerja, inovasi pelayanan menunjukkan suatu pelaksanaan pekerjaaan pegawai yang inovatif sehingga hal tersebut dapat menggambarkan kinerja pegawai yang inovatif dalam melaksanakan fungsi pelayanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana instrumen penelitian dalam bentuk angket/skala sikap sangat dominan ditambah dengan instrument lain yang dapat membantu mempertajam analisis. Teknik analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis) yang dimaksudkan untuk mengetahui jalur-jalur yang berpengaruh dari variable-variable yang diteliti. Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir penelitian dapat ditunjukkan pada bagan berikut.
18
Kerangka Pikir Penelitian
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
Sumber Daya Manusia
feedback
FENOMENA - Sistem kompensasi tidak berkembang dengan baik - Pola kepemimpianan kepala sekolah tidak jelas - Visi dan misi tidak jelas - Perlakuan kepala sekolah tidak adil - Adanya friksi dalam organisasi sekolah - Kinerja inovatif guru kurang terpacu
Sistem Kompensasi (X1)
Kinerja Inovatif Guru (Y)
Kemampuan Manejerial Kepala Sekolah (X2)
Pendidikan yang berkualitas
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
19
E. Asumsi Dalam penelitian ini asumsi yang mendasari dari kerangka penelitian dapat dikemukakan sebagai beriktu: 1) Sistem Kompensasi atau imbalan yang baik akan mampu menjamin kepuasan anggota otganisasi yang pada gilirannya akan bersikap, berperilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi, (Siagian, 2008: 253).. 2) Dale Yoder dalam Hasibuan (3007: 118) menyebutkan: The payment made to member of work team for their partiscipation, artnya balas jasa mebuat anggota tim kerja dapat bekerja sama dan berprestasi, 3) Kompensasi yang bervariasi akan cukup menarik bagi karyawan, karena mereka merasa dihargai oleh perusahaan.(Buchari Alma, 2009: 220).. 4) Kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan akan membuat organisasi
menjadi
lebih
efektif
dan
kompetitif
menghadapi
kompetitornya, (Wahab, 2008: 100). 5) .Inovasi (Innovation) ialah suatu ide barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi sesorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri, (Udin S. Saud dan Ayi Suherman 2006: 2)
F. Hipotesis Penelitian
20
Sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2008: 96) ”hipotesis merpakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian”, sementara berarti baru berdasarkan teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui data hasil penelitian, karena itu ”hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian” (Sugiyono,2008: 96).. Berdasarkan pengertian hipotesis dan rumusan masalah yang ada, dapat dirancang hipotesis sebagai berikut: 1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Sistem Kompensasi terhadap Kreativitas Guru. 2) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru. 3) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Sistem Kompensasi terhadap Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah. 4) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Sistem Kompensasi dan Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Inovatif Guru.
G. Metode Penelitian 1) Jenis Penelitian Karena menggunakan data yang tidak mengalami perlakuan khusus dalam pengumpulan data (bersifat alamiah, bukan buatan), maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian survey (Sugiyono, 2008:12). Metode survey menurut Kerlinger dalam Ridwan (2008: 49) adalah “Penelitian yang dilakukan pada
21
populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif distribusi dan hubungan antar variabel, sosiologis, maupun psikologis”. .Menurut Alreck dan Settle (1995:456) suvey adalah: A research technique where information requirement are specified, a population is identified, a sample selected and systematically questioned, and the results analyzed, generalized to the population, and reported to meet the information needs Servey adalah merupakan teknik/metode penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari suatu sample dalam suatu populasi untuk kemudian dianalisis guna memperoleh generalisasi atas populai dimana sample itu diambil/ditarik.
2) Desain Penelitian Desain atau rencana penelitian (research design) pada dasarnya merupakan rencana studi/penelitian yang menggambarkan prosedur dalam menjawab pertanyaan masalah penelitian. Stoner (1999:87) menyatakan bahwa The design of research generally follows the statement of a research problem and the specification of one or more empirically testable hypothesis. A research design is simply a plan for conducting research in such a way as to allow the results of a study to be interpreted with a minimum degree of equivocality.
Dengan mengacu pada masalah penelitian serta jenis desain penelitian, maka desain penelitian ini adalah desain kausal, dimana kajiannya dimaksudkan untuk menganalisis hubungan/pengaruh antar variabel yaitu
Kinerja Inovatif
Guru (Y), Sistem Kompensasi (X1) dan Kemampuan Manajerial Kepala
22
Sekolah(X2). Pengaruh yang dikaji/dianalisis dalam penelitian ini mencakup pengaruh langsung antar variabel maupun pengaruh tidak langsung yang analisisnya menggunakan analisis jalur (path analysis). Secara sederhana desain penelitin ini dapat ditunjukkan seperti gambar berikut:
X1 Y
X2
X1 : Sistem Kompensasi X2 : Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Y : Kinerja Inovatif guru
H. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diperlajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2008:117).
23
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin memperlajari semua yang ada pada pupulasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulan akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif atau mewakili (Sugiyono, 2008:118). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh guru dan Kepala Madarasah Aliyah (MA) di Kota Palembang yang terdiri dari 3 Madrasah Aliyah Negeri dan 10 Madrasah Aliyah Swasta, gurunya berjumlah 365 orang terdiri dari guru PNS 187 orang dan non PNS 178 orang sedangkan sampel diambil secara random, dan penentuan besar sampel sebagiamana disarankan Roscore dalam (Sugiyono, 2008: 131) ”bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate, maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel” maka dalam sampel dari penelitian ini adalah 10 x 3 = 30, karena itu sampel ditetapkan sejumlah 50 orang guru dan 5 Madrasah Aliyah.
24
DAFTAR PUSTAKA
Akdon, 2008), Aplikasi Statistika dan Metode penelitian untuk Administrasi & Manajemen, Bandung: Dewa Ruchi.
Alma B, (2009), Pengantar Bisnis, Bandung: Alfabeta.
………..(2009), Guru Profesional, Bandung: Alfabeta
Anwar, Moch Idochi (2004), Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Arikunto Suharsimi, (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Danim Sudarwan., (2007). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Davis, Rusel G (1980). Planning Education for Devlopment, Cambridge: Massachusetts
Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2004). Pedoman Pengembangan Sekolah Standar Nasional.
25
Depdiknas
Dirjen
Dikti
Direktorat
Ketenagakerjaan.
(2007).
Pedoman
Penyusunan Usulan dan Laporan Pengembangan Inovasi Pembelajaran di Sekolah Tahun 2007.
Depdiknas
Dirjen
Dikti
Direktorat
Ketenagakerjaan.
(2007).
Pedoman
Penyusunan Usulan dan Laporan Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran LPTK (PPKP) Tahun Anggaran 2007.
Engkoswara (2001). Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah, Bandung Yayasan Amal Keluarga,..
Engkoswara dan Denny Meleawan, (2007), Revitalisasi Bangsa Menuju Indonesia Moderen da Sejahtera 2020, Bandung: Jurusan Kurikulum UPI
Fattah, Nanag.(2008). Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya
Fullan, Michael, & Suzanne Stiegelbaver (1991). The New Meaning of Educational Change, New York: Teahcer College Press.
Hasibuan, H. Malayu S.P. (2007) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.
26
Hammond, Linda Darling, & Gary Sykes. (1999). Teaching as the Learning Profession, Handbook of Policy and Practice. San Francisco : Jossey – Bass.
Hoy, Wayne K., Cecil G. Miskel, (2001). Educational Administration, New York: McGraw Hill co.
Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi, (2002), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adi Cita
Mathis, Robert L., & John H. Jackson. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Terj. Jilid 1 dan 2, Jakarta: Salemba Empat.
McCall, Jack. (1994). The Principal’s Edge. Princeston Junction, New Jersey, Eye on Education Inc.
Moekijat, (1995), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Bandung: Mandar Maju
Mulyasa, E .(2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya
27
Panggabean, Mutiara S. (2004), Manajemen Sumber Daya manusia, Bogor: Galia Indonesia.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Razik, Taher A dan Austin D.S, (1995), Fundamental Concepts of Educational Leadership and Management, Englewood Cliffs, Newn Jersey: PrenticeHall
Riduan, (2008), Metode Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta
Rivai, Veithzal (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sagala, Syaiful (2009), Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta
.............., (2009), Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta
28
Sallis, Edward, (2998), Total Quality Management in Wducation Manajemen Mutu Pendidikan, (terjemahan), Jokjakarta: IRCSoD
Sanjaya, Wina, (2006), Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.
Suhardan, H .Dadang ,(2006). Supervisi Bantuan Profesional,. Bandung. Mutiara Ilmu.
Surya M. (2003). Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.
Suter, Meister, Robert A. (1976), People and Productivity, New York: McGraw Hill
Suyatno, (2009), Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, (2008), Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan UPI
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
29
Wahab, Abdul Azis (2008), Anatomi Organisasi Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Alfabeta