BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus menerus berkembang. Dalam peningkatan dan pembangunan nasional pemerintah memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan perpajakan sebagai pengadaan dana yang merupakan perwujudan peran aktif masyarakat. Maka kegiatan pembangunan negara tergantung pada jumlah dari penerimaan negara itu sendiri (Nurmantu : 2005). Awalnya, sumber penerimaan negara didominasi oleh sektor minyak dan gas bumi (migas), tetapi sekarang beralih ke sektor non migas yang diharapkan mampu berperan sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Salah satu penerimaan utama non-migas adalah sektor pajak. Tiap tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menetapkan persentase yang cukup besar dan selalu meningkat setiap tahun. Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang penting supaya negara mampu memenuhi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan (Libarti : 2008). Menurut Rochmat Soemitro (2008), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
2
Sejak tahun 1983, dilakukan amandemen undang undang perpajakan sehingga memberikan dampak banyak perubahan dan dengan tujuan supaya penerimaan pajak negara lebih baik setiap tahunnya. Tujuan utama dari setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya penerimaan pajak yang optimal, maksudnya adalah berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial. Atau dengan kata lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial yang biasa disebut dengan tax gap (Muljono : 2010). Menurut James (2003), besarnya tax gap mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax compliance). Secara umum, kinerja penerimaan pajak yang juga mencermikan tingkat kepatuhan pajak masyarakat menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal ini tercermin dari tax ratio. Tax ratio atau rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Tax ratio menunjukkan sejauh mana kemampuan pemerintah mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali produk domestik bruto dari masyarakat dalam bentuk pajak. Logikanya, semakin tinggi tax ratio suatu negara, maka akan semakin baik kinerja pemungutan pajak negara tersebut. Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Negara Tahun
Penerimaan Pajak Tax ratio (%) (Rp triliun)
2006
304,28
13.58
2007
474,5
13.92
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
3
2008
566,2
13.50
2009
565,77
12.30
2010
649,042
13.30
Sumber : siaran pers dirjen pajak dan RAPBN Ada dua implikasi utama berkaitan dengan rendahnya angka rasio. Pertama, pada satu sisi mencerminkan rendahnya tax compliance masyarakat. Yang kedua relatif rendahnya jumlah pajak yang dikumpulkan dibandingkan dengan basis pajak yang ada. Maka, masih tersedia ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak (James : 2003). Undang undang perpajakan indonesia saat ini telah menganut self assesment system yang menggantikan official asessment system. Tidak seperti sistem perpajakan yang lama, Pada self assesment system, wajib pajak diberikan wewenang untuk menghitung besarnya pajak. Sepanjang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tidak menemukan adanya salah atau error dari perhitungan pajak, maka perhitungan pajak tersebut dianggap benar. Dengan kebebasan seperti ini, bukan berarti wajib pajak punya kebebasan penuh untuk memenuhi kewajiban dengan semaunya. Jadi penerapan sistem harus seimbang dengan tindakan penegakan hukum, kesadaran serta pengetahuan masyarakat akan pajak (Muljono : 2010). Pemeriksaan dilakukan untuk menguji besarnya pajak yang dihitung oleh wajib pajak. Jika terdapat kesalahan dalam perhitungan pajak yang dilakukan wajib pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak harus menjelaskan koreksinya sesuai perundang undangan yang berlaku (Waluyo : 2008). Pemeriksaan ini ditujukan agar kepatuhan wajib pajak semakin meningkat, dengan melakukan fungsi pengawasan. Prinsipnya, semua wajib pajak tanpa
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
4
terkecuali memiliki hak dan kewajiban yang sama, maka semua wajib pajak memiliki kemungkinan yang sama untuk diperiksa. Suksesnya self assesment system tidak terlepas dari kerja sama wajib pajak dan aparat perpajakan (Waluyo : 2008). Kepatuhan pajak diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu mengadakan investigasi seksama, pemeriksaan, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi (James, 2003). Maka jika semua wajib pajak mentaati peraturan perpajakan, selisih penerimaan pajak potensial dan penerimaan pajak aktual menjadi 0 (nol). Yang artinya masyarakat sudah paham sepenuhnya tentang pajak dan patuh terhadap pembayaran pajak. Salah satu unsur penting dari Kantor Pelayanan Pajak adalah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) . Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan tiap-tiap jalur faktor produksi perusahaan dalam menyiapkan, menyalurkan serta memperdagangkan barang atau jasa ke konsumen (Hakim : 2007). Sedangkan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam tahun pajak (Mardiasmo : 2009). Kantor Pelayanan Pajak melakukan pemeriksaan khususnya pemeriksaan kantor atas pajak dengan tujuan untuk menguji kebenaran secara material pengisiannya dalam rangka menentukan besarnya pajak yang terutang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wajib pajak seringkali melakukan kesalahan baik disengaja atau tidak dalam menghitung pajak. Masalah dalam perpajakan yaitu ketidakpatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya sangat memengaruhi tercapainya target penerimaan negara dari sektor pajak. Maka, pemeriksaan kantor
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
5
memiliki peran yang penting untuk proses pengamanan serta peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak (Waluyo : 2008) Menurut Harian Kontan, 20 Oktober 2009 Penerimaan pajak selalu menjadi penopang anggaran negara . Namun, turunnya asumsi harga minyak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) 2009 juga menyusutkan penerimaan pajak. Kesepakatan terbaru, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurunkan asumsi harga minyak dari US$ 95 per barel menjadi US$ 80 per barel. Konsekuensinya, penerimaan pajak, khususnya dari Pajak Penghasilan (PPh) sektor minyak dan gas (migas), susut hingga Rp 8,33 triliun dari kesepakatan Panitia Anggaran (Pangar) 24 September 2009. Maka, Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak mulai lebih memperhitungkan potensi penerimaan pajak lain. Mulai 2009, aparat pajak di seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun Kantor Wilayah (Kanwil) harus menyisir kepatuhan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menyatakan, kantornya akan fokus memetakan penerimaan PPN. "Sekarang kami fokus pada PPN, terkait pembayaran PPN-nya sudah betul atau belum," kata Darmin, akhir pekan lalu. Ditjen Pajak akan membuat daftar pembayar pajak PPN terbesar di suatu KPP atau Kanwil. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara merupakan modernisasi dan penggabungan antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor, Kantor Pemeriksa Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan Kantor Pajak Bumi dan Bangunan di lingkungan kantor wilayah Pajak Jawa Barat 1 yang dibentuk pada tahun 2007. Awalnya KPP ini terletak di Jalan Asia Afrika no 114 Bandung. Adanya perbedaan regional dan umur
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
6
KPP yang tergolong masih baru, membuatnya menarik untuk dijadikan objek penelitian. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih
TERHADAP
lanjut,
TINGKAT
dengan
judul
”PENGARUH
PENERIMAAN
PAJAK
PEMERIKSAAN PADA
KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA BOJONAGARA BANDUNG”
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
7
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pemeriksaan atas pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung 2. Bagaimana tingkat penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung 3. Bagaimana pengaruh pemeriksaan terhadap tingkat penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, dapat dikemukakan bahwa tujuan dan maksud penulis sebagai berikut : 1. Mengetahui dan menganalisis bagaimana pelaksanaan pemeriksaan atas pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung 2. Mengetahui tingkat penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung 3. Mengetahui pengaruh sederhana kantor terhadap tingkat penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonagara Bandung
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
8
1.4 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan sejumlah manfaat bagi : 1. Akademisi Sebagai dasar pemahaman yang lebih lanjut terhadap teori yang diperoleh, sehingga dapat lebih mengerti dan memahami bagaimana pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak. 2. Kantor Pelayanan Pajak bandung Sebagai masukan informasi yang berguna dan dijadikan bahan analisis pertimbangan untuk menilai kinerja maupun perbaikan bagi pemasukan pajak bagi negara. 3. Masyarakat Sebagai pembelajaran mengenai proses pemeriksaan pajak yang sebetulnya terjadi di Kantor Pelayanan Pajak dan tingkat penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak.
Universitas Kristen Maranatha