perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN BANTUL
Oleh : Bangkit Joko Pamungkas D0109014
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si NIP. 19641123 198803 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN BANTUL Adalah karya asli dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di isntitusi lain. Saya bersedia menerima akibat dicabutnya gelar kesarjanaan apabila ternyata di kemudian hari terdapat bukti yang kuat bahwa karya tersebut ternyata bukan karya yang asli atau sebenarnya.
Surakarta,
Januari 2013
Bangkit Joko Pamungkas
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
” Sesungguhnya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan” ( QS. Al-Insyirah 6 ) ” Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka, namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup terlalu lama, hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka” ( Husein Tamara Ubay ) “ Hiduplah seperti kembang api, walaupun sebentar banyak yang mengagumi” ( Penulis )
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi sederhan penulis persembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibu atas segala kesabarannya membesarkan, mendoakan, membimbing, memberikan dukungan kepadaku sampai aku bisa sampai sekarang ini. 2. Mbak Umi yang jauh di Papua tapi tetap memberikan doa dan dukungannya. 3. Mas Yusuf dan Dek Fahmi atas dukungan, doa, dan pengertiannya selama ini. 4. Seluruh teman – temanku AN 2009 dan Kost Rama Sinta. 5. Seseorang yang terkasih, terima kasih atas doa, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya selama ini. 6. Almamaterku.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapar menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN BANTUL” tepat pada waktunya. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai suatu kelengkapan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana ( S1 ) dalam jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala bimbingan, bantuan, dukungan, saran, serta nasihat kepada pihak – pihak yang terkait dengan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi – tingginya penulis berikan kepada : 1. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si. selaku ketua jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si selaku pembimbing penulisan skripsi ini. 3. Bapak Drs. H.Marsudi, MS. selaku Pembimbing Akademik penulis. 4. Ibu Asal Wahyuni Erlin Mulyadi, S.Sos, MPA selaku dosen jurusan Ilmu Admisitrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surakarta yang telah memberikan saran, nasihat, maupun dukungannya dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Henry selaku staf bidang perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bantul yang telah membantu memberikan informasi dan data – data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Aris selaku Kasubbag Program Dinas Perijinan Kabupaten Bantul yang telah membantu memberikan informasi dan data – data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. 7. Bapak Arin selaku Kabid Perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul yang juga telah membantu memberikan informasi dan data – data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. 8. Lurah pasar Niten, pasar Bantul, dan pasar Imogiri yang telah bersedia memberikan data dan informasi. 9. Pedagang pasar tradisional, pemilik dan karyawan toko modern yang telah bersedia memberikan informasi. 10. Semua teman-teman AN angkatan 2009, terima kasih atas bantuan dan kebersamaanya selama ini. 11. Teman-teman
Kost
Rama
Shinta,
terima
kasih
atas
bantuan
dan
kebersamaanya selama ini. Semoga segala bantuan, bimbingan, dan nasihat yang telah diberikan menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan dari Allah Yang Maha Kuasa yang senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita. commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi yang telah disusun sesuai dengan kemampuan penulis yang terbatas ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian penulis berusaha dengan sebaik mungkin dengan harapan bahwa dari penulisan skripsi ini dapat diambil manfaat untuk masa yang akan datang. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca.
Surakarta, Januari 2013
Bangkit Joko Pamungkas
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………..… i HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………… iii PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………………………..
iv
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………………. v HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………. vi KATA PENGANTAR …………………………………………………………… vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...x DAFTAR TABEL ………………………………………………………………...xiii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xiv ABSTRAK ……………………………………………………………………….. xv ABSTRACT ………………………………………………………………………xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 7 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 8 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Analisis Kebijakan Publik………………………………………………... 10 B. Implementasi Kebijakan Publik…………………………………………... 15 commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Evaluasi Kebijakan Publik………………………………………………... 20 1. Evaluasi Kinerja Kebijakan………………………………………. 21 2. Evaluasi Dampak Kebijakan……………………………………… 23 D. Kebijakan Penataan Toko Modern……………………………………….. 30 E. Kerangka Pikir……………………………………………………………. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian…………………………………………………………
34
B. Lokasi Penelitian…………………………………………………………..35 C. Jenis Data…………………………………………………………………. 37 D. Teknik Penentuan Informan……………………………………………….38 E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………….. 39 F. Validitas Data…………………………………………………………….. 42 G. Teknik Analisis Data……………………………………………………... 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kebijakan Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul……………………………………………………… 47 1. Implementasi Secara Administratif………………………………. 47 2. Implementasi Secara Teknis……………………………………… 54 3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi……………………….. 68 B. Evaluasi Kinerja Kebijakan Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul……………………………………………………… 77 1. Tujuan atau Nilai Kebijakan……………………………………… 77 commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kinerja Aktor Kebijakan………………………………………….. 94 C. Evaluasi Dampak Kebijakan……………………………………………… 99 1. Dampak yang Diharapkan………………………………………... 100 2. Dampak yang Tidak Diharapkan…………………………………. 104 3. Dampak Bagi Unit – Unit Sosial Pedampak……………………… 109 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 114 B. Saran……………………………………………………………………… 116 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 118 LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel I.1. Data Jumlah Toko Modern di Indonesia…………………………………..2 Tabel I.2. Data Peningkatan/Penurunan Toko Modern di Indonesia…………………2 Tabel I.3. Data toko modern di Bantul tahun 2010…………………………………...4 Tabel IV. 1. Data toko modern yang jarak pendiriannya berdekatan dengan pasar tradisional……………………………………………………………………………55 Tabel IV.2. Data toko modern di Bantul di setiap kecamatan……..…………….…..60
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1. Bagan Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah……… .. 11 Gambar II. 2. Bagan Tahap – tahap proses kebijakan………………………. .…. 12 Gambar II.3. Proses Dasar Analisis Kebijakan Publik menurut Patton dan Savicky…………………….… ……………….13 Gambar II.4. Bagan dampak terhadap unit – unit sosial pedampak……………..…28 Gambar II.5. Kerangka Pikir……...………………………………….…………….32 Gambar III.1. Skema Model Analisis Interaktif…………………………………..45
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Bangkit Joko Pamungkas. D0109014. Kebijakan Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta.2013.120 halaman. Perkembangan ritel atau toko modern di Indonesia cukup pesat sejalan dengan perdagangan bebas dewasa ini. Sikap pemerintah terhadap perkembangan ini antara lain melalui Permendagri No.53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi, evaluasi kinerja, dan evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern di Kabupaten Bantul yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, studi dokumentasi, dan observasi. Teknik penentuan informan dilakukan dengan purposive dan validitas data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data dilakukan menggunakan model interaktif yang meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul sudah sesuai dengan ketentuan, namun juga ditemukan beberapa indikasi pelanggaran yaitu pemenuhan izin dan zonasi pendirian. Kinerja kebijakan penataan toko modern dari aspek peran dan kontribusi aktor kebijakan sudah baik, tetapi dari aspek pencapaian tujuan kebijakan belum sepenuhnya tercapai terutama dalam pemberdayaan pedagang kecil dan pasar tradisional. Dampak positif dari kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul yaitu terlindunginya pedagang kecil dan pasar tradisional dari ancaman banyaknya pendirian toko modern. Identifikasi dampak yang tidak diharapkan atau dampak negatif yaitu konflik antar pedagang pasar tradisional akibat persaingan harga serta keengganan investor untuk berpartisipasi membangun Kabupaten Bantul karena kebijakan ini. Dampak terhadap unit – unit sosial pedampak meliputi dampak positif bagi pedagang pasar tradisional, dampak negatif bagi pemerintah, dan dampak yang ambigu bagi koperasi dan masyrakat.
Kata kunci : Analisis kebijakan, Toko modern
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Bangkit Joko Pamungkas. D0109014. Policy Analysis of Modern Store Regulation in Bantul Regency. Thesis. Departement of Administration Science. Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2013. 120 pages. The development of modern stores in Indonesia grows rapidly in line with the free trade movement. The government regulates this growth through the Mendagri's rules numbered 53/M-DAG/PER/12/2008 about guideline of regulating and cultivating traditional market, shopping centre, and modern store in Indonesia. The primary goal of this research is to know the implementation, performance, and impact of the evaluation in regulating modern store in Bantul regency under the Regent's rules numbered 12/2010 about modern store regulation in Bantul regency. This research is a descriptive qualitative study, using interviews, documentation study, and observation for collecting the data. The informants were identified using purposive method, and data were validated through the method of source of triangulation. The data analysis was performed using interactive model which comprises data reduction, data display, and conclusion. The result of this study shows that the implementation of modern store regulation in Bantul regency has been performed as ruled. However, some indications of violations were found in the aspect of building permit and zoning. In terms of working performance, it was found that the role and contribution of policy actors are in the category of good performance, nevertheless it is not in the aspect of goal accomplishment as it has not been completely reached, especially in the empowerment of small merchants and traditional markets. The positive impact of modern store regulation in Bantul regency was a protection toward small merchants and traditional markets from the threat of the rapid growth of modern stores. The unexpected or negative impact of the policy found comprise the conflict among sellers in traditional markets on pricing competitiveness as well as the condition that some investors likely reluctant to invest in Bantul. Keywords : policy analysis, modern store
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perdagangan bebas yang saat ini di dominasi oleh Amerika dan Cina membawa dampak besar bagi pertumbuhan perekonomian dunia. Para pemilik modal menjadi bebas menanamkan modalnya. Hal itu juga dikarenakan keinginan dari Negara – Negara di dunia untuk memajukan perekonomiannya dengan menyerap investor asing untuk menanamkan modalnya. Model baru penanaman modal saat ini yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah dengan pasar modern. Salah satu Negara yang saat ini dipengaruhi oleh model pertumbuhan ekonomi dengan pasar modern adalah Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabakan para pemilik modal tertarik untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia dalam bentuk toko modern. Data dari Pilar Bisnis ( dalam Utami, 2007 ) menunjukkan bahwa ada kesenjangan rasio antara jumalah penduduk yang dikisaran 220 juta jiwa dengan jumlah toko modern di Indonesia, sehingga satu toko modern harus melayani 500.000 jiwa. Hal ini menyebabkan pertumbuhan toko modern menjadi sangat pesat karena dipandang peluang ke depan sangat tinggi. Faktor lain yang memepengaruhi berkembangnya toko modern di Indonesia adalah perubahan selera atau bahkan bisa dikatakan gaya hidup masyarakat. Masyarakat saat ini enggan berbelanja di tempat yang kurang bersih, kurang tertata, dan kurang bervariasi. Masyarakat lebih cenderung memilih tempat commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belanja yang nyaman, rapi, dan memilih tempat belanja yang sekaligus bisa digunakan untuk jalan – jalan atau rekreasi. Hasil penelitian AC Nielsen dalam Tempo ( 2003, dalam Utami, 2007 ) menunjukkan bahwa pemilihan konsumen berbelanja di supermarket dari tahun 1999 – 2002 meningkat sangat signifikan dari 3 % menjadi 20,1 %. Perkembangan toko modern di Indonesia berkembang pesat pada awal 1990-an ketika Sogo, salah satu ritel terbesar di Jepang beroperasi di Jakarta. Kemudian sikap pemerintah yang mengeluarkan Keppres No 99/1998 yang mencoret bisnis ritel dari daftar negatif investasi bagi penanaman modal asing menambah berkembang pesatnya bisnis ritel atau toko modern di Indonesia (Kaleka, 2011). Tabel I.1. Data Jumlah Toko Modern di Indonesia Tahun
Jumlah Toko Modern Hypermarket Supermarket Minimarket
2007
99
1.377
8.889
2010
154
1.320
15.538
Sumber : Indonesian Commercial Newsletter (2011) Tabel I.2. Data Peningkatan/Penurunan Toko Mdern Waktu
Presentase Peningkatan/Penurunan Hypermarket Supermarket Minimarket
2007 – 2010
Peningkatan
Penurunan
Peningkatan
6,1 %
4,1%
74,8%
Sumber : Indonesian Commercial Newsletter (2011) commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut data dari Indonesian Commercial Newsletter (2011) di atas terlihat dalam periode dari tahun 2007-2011 jumlah gerai usaha ritel/toko modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 17,57% per tahun. Pada 2007 jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebesar 10.365 gerai, kemudian pada 2011 diperkirakan akan mencapai 18.152 gerai yang tersebar di hampir seluruh kota-kota di Indonesia. Jumlah gerai hypermarket dari hanya 99 pada 2007 meningkat menjadi 154 pada 2010. Sementara hingga akhir 2011 diperkirakan akan bertambah menjadi 167 gerai. Sedangkan pertumbuhan jumlah supermarket relatif menurun. Jika pada 2007 tercatat 1.377 gerai maka pada 2010 mengalami penurunan menjadi sekitar 1.230. Penurunan tersebut disebabkan beberapa supermarket terpaksa tutup karena kalah bersaing dengan minimarket. Sementara sebagian gerai supermarket diubah menjadi gerai hypermarket. Kenaikan jumlah gerai ritel terutama dipicu oleh pertumbuhan gerai minimarket yang fenomenal. Jika pada 2007 total gerai minimarket hanya 8.889 maka pada 2010 melonjak pesat hingga mencapai sekitar 15.538 buah. Sedangkan pada 2011 diperkirakan minimarket akan meningkat menjadi 16.720 gerai. Pertumbuhan bisnis minimarket ini didominasi oleh pertumbuhan outlet Indomaret dan Alfamart, dengan frekuensi pertambahan jaringan relatif cepat dan penyebaran yang cukup luas, baik melalui pola pengelolaan sendiri (reguler) maupun melalui sistem waralaba (franchise). Selain itu, berdasarkan data dari Economic Review tahun 2009 (dalam Kaleka, 2011)
didapati informasi bahwa dalam periode 2004-2008, commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertumbuhan gerai hypermarket meningkat 39,8%, minimarket 16,4% dan supermarket 10,9% per tahun. Pada 2008 jumlah gerai pasar modern di seluruh Indonesia berjumlah 11.866, sebanyak 83% terdapat di Pulau Jawa. Melihat perkembangan toko modern di atas, pemerintah saat ini sudah berupaya untuk melindungi dan lebih memberdayakan pasar tradisional. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern yang kemudian diikuti oleh Permendagri No.53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat tersebut menjadi titik tolak berbagai daerah untuk membuat regulasi serupa yaitu tentang penataan toko modern yang lingkupnya di daerah masing – masing. Salah satu daerah yang juga mempunyai regulasi untuk toko modern adalah kabupaten Bantul. Hal itu disebabkan karena perkembangan toko modern di Bantul juga berkembang pesat. Tabel I.3. Data toko modern di Bantul tahun 2010 No
Jenis toko modern
Jumlah
1
Lokal
95
2
Jejaring nasional
21
Total
116
Sumber : Data dari Dinas Perijinan Kabupaten Bantul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
Menurut data di atas, saat ini jumlah toko modern yang ada di Kabupaten Bantul sebanyak 116 unit. Dari jumlah tersebut terdapat 95 unit toko modern local dan 21 unit toko modern berjejaring nasional. Jika dibandingkan dengan jumlah pasar tradisional yang saat ini ada sebanyak 56 pasar tradisional. Maka hal tersebut menjadi perbandingan yang sangat mencolok terkait dengan toko modern yang ada di Bantul. Melalui komitmennya, dengan melihat perkembangan toko modern di Bantul yang sangat pesat, bahkan jumlahnya melebihi jumlah pasar tradisional di Bantul, pemerintah Bantul mengeluarkan kebijakan penataan toko modern. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern yang kemudian diubah dengan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern. Di dalam kebijakan tersebut dijelaskan mengenai penataan toko modern, mulai dari letak, jarak toko dengan pasar tradisional sampai peraturan pelarangan pendirian mall. Bantul adalah satu-satunya wilayah kabupaten dan kota di Daaerah Istimewa Yogyakarta yang dengan tegas membatasi dan menata toko – toko modern dan melarang pendirian mall. Meski sampai saat ini pelarangan itu masih berupa peraturan bupati, akan tetapi hal ini akan menjadi target dan agenda besar yang harus terealisasikan guna menjadi peraturan daerah yang kekuatan hukumnya lebih kuat dan mengikat. Peraturan ini digagas oleh Bupati Bantul Periode 2006 – 2011, Idham Samawi, yang kemudian tetap dilanjutkan oleh Bupati Bantul sekarang ini, Sri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Widiyati. Pada tahun 2010, kebijakan ini sudah ditetapkan menjadi peraturan bupati yaitu Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern yang berlaku mulai 30 Januari 2010. Kemudian pada tanggal 26 Juli peraturan tersebut mengalami sedikit perubahan dengan berlakunya Peraturan Bupati Bantul Nomor 34 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern. Kebijakan penataan toko modern yang sudah diberlakukan mulai tahun 2010 atau dua tahun sudah diberlakukan tersebut dinilai berhasil oleh masyarakat. Ibu Is misalnya, salah satu pedagang di pasar Bantul, yang mengatakan bahwa kebijakan ini bagus dan berhasil, karena sampai saat ini tidak ada mall atau hypermarket berdiri di Bantul. Masyarakat menilai kebijakan ini berhasil dengan bukti bahwa sampai saat ini tidak ada satupun mall yang berdiri di Bantul. Selain itu, di sepanjang jalan protocol Bantul, tidak ada toko modern yang berdiri. Hal ini menjadi menarik untuk dilakukan analisis kebijakan mengenai penataan toko modern di Bantul ini. Analisis kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul ini bisa dilakukan dengan menganalisis secara keseluruhan proses kebijakan ini, maupun bisa menganalisis salah satu proses atau bagian dalam kebijakan. Dalam penelitian skripsi ini, analisis kebijakan dilakukan pada sebagian dari proses kebijakan, bukan secara keseluruhan. Hal yang ingin dikaji lebih lanjut dua bagian dari analisis kebijakan yaitu implemntasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Dalam kajian implemetasi, akan dikaji bagaimana implementasi kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari mulai diberlakukan sampai saat ini. Misalnya, mengenai pengaturan pendirian toko modern dengan jarak tertentu dari pasar tradisional yang diatur dalam pasal 5, dan lain sebagainya. Unit analisis dalam kajian implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul ini adalah implementor dari kebijakan ini sendiri, yaitu Pemerintah Kabupaten Bantul yang dalam hal ini adalah Dinas Perijinan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, dan Kantor Pengelolaan Pasar. Selain implementasi kebijakan, penelitian skripsi ini juga akan menganalisis tentang evaluasi kebijakan penataan toko modern. Dalam hal ini analisis evaluasi kebijakan difokuskan pada evaluasi kinerja dan evaluasi dampak. Evaluasi kinerja berkaitan dengan pencapaian tujuan dari kebijakan penataan toko modern. sedangkan evaluasi dampak tentunya berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan penataan toko modern di Bantul. Baik bagi pedagang pasar tradisional, bagi pedagang kios – kios kecil dan koperasi, bagi masyarakat, maupun bagi pemerintah. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana implementasi kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul ? 2. Bagaimana kinerja kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul ? 3. Apa saja dampak positif, dampak negatif, dan dampak terhadap unit – unit sosial kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul ?
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul sejak diberlakukan sampai penelitian ini dilakukan. 2. Untuk mendeskripsikan pencapaian kinerja kebijakan terhadap nilai – nilai atau tujuan yang ada dalam kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. 3. Untuk mendeskripsikan dampak kebijakan terhadap pedagang pasar, koperasi, masyarakat, dan pemerintah. D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lain tentang kebijakan penataan toko modern. 2. Manfaat Praktis a. Menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu tahap atau lebih tahap proses kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini dikaji mengenai dua tahap dalam proses kebijakan penataan toko modern di Bantul, yaitu implementasi dan evaluasi, dengan fokus yaitu evaluasi kinerja dan evaluasi dampak. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis, pembaca, dan pihak pihak yang terkait dengan implementasi, kinerja kebijakan dan dampak kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Analisis Kebijakan Publik Menurut Dunn ( dalam Nugroho, 2011 : 270 – 271 ) analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Bisa kita lihat bahwa analisis kebijakan dilakukan terhadap proses kebijakan. Analisis kebijakan dilakukan tidak hanya tentang kebijakannya saja, tetapi juga proses di dalam sebuah kebijakan tersebut. Kemudian, untuk metodologi analisis kebijakan sendiri diambil dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu politik, sosiologi, ekonomi, dan lain sebagainya. Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif, yang diambil dari ilmu – ilmu tradisional ( misalnya, ilmu politik ) yang mencari sebab dan akibat dari suatu kebijakan public. Tetapi, analisis kebijakan juga bersifat normative, yang bertujuan untuk melakukan kritik terhdap nilai dari suatu kebijakan.
sehingga,
metodologi
analisis
kebijakan
bertujuan
untuk
menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. (Dunn, 2003 : 3 - 5). Metodologi analisis kebijakan menggunakan prosedur dimana prosedur tersebut lazim digunakan dalam pemecahan masalah manusia, seperti pendapat Dunn (2003 : 31) yaitu :
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Definisi : dalam analisis kebijakan digunakan nama perumusan masalah yang menghasilkan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. 2. Prediksi : dalam analisis kebijakan digunakan istilah peramalan yaitu menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternative kebijakan, termasuk jika tidak melakukan sesuatu. 3. Preskripsi
:
rekomendasi
dalam yaitu
analisis
kebijakan
menyediakan
digunakan
informasi
mengenai
istilah nilai
konsekuensi alternatif kebijakan di masa mendatang. 4. Deskripsi : dalam analisis kebijakan digunakan istilah pemantauan yaitu menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternative kebijakan. 5. Evaluasi : kegunaan alternative kebijakan dalam memecahkan masalah. Kelima prosedur yang dikemukanan oleh Dunn, dikembangkan dalam model analisis kebijakan ( yang berorientasi pada masalah kebijakan ), sebagai berikut ( Dunn, 2003 : 21 ) : Gambar II.1. Bagan Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah (Dunn, 2003 : 21).
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Dunn (2003 : 23 – 24) proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Kemudian aktivitas politis tersebut dijelaskan dan digambarkan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung dalam proses kebijakan yaitu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Berikut gambar kedekatan prosedur analsis kebijakan dengan tahap – tahap proses kebijakan (Dunn, 2003 : 25) : Gambar II.2 Bagan Tahap – tahap proses kebijakan
Perumusan Masalah
Penyusunan Agenda
Formulasi kebijakan Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
Dunn (2003:23)
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian kebijakan
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses analisis kebijakan juga disampaikan oleh Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2011:327) yang mengemukakan bahwa analisis kebijakan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan. Analisis kebijakan sesudah kebijakan biasanya berbentuk deskriptif. Sedangkan analisis yang dilakukan sebelum kebijakan biasanya disebut prospektif. Bentuk analisis kebijakan menurut Patton dan Savicky dibagi menjadi dua, yaitu prediktif dan preskriptif. Analisis prediktif menunjuk pada pada proyeksi kondisi masa mendatang sebagai hasil dari adopsi kebijakan. Analisis preskripstif merujuk pada rekomendasi kebijakan. Hampir sama dengan konsep dari Dunn, Patton dan Savicky mempromosikan enam langkah analisis kebijakan (dalam Nugroho, 2011:328). Gambar II.3. Proses Dasar Analisis Kebijakan Publik menurut Patton dan Savicky (1) Verify, define, and detail the problem
(6) Monitor the Implemented Policy
(2) Establish Evaluation criteria
(5) Display and distinguish among alternative policies
(3) Identify Alternative Policies
(4) Evaluate Alternative Policies
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Pada tahap pertama, analisis kebijakan dilakukan dengan verivikasi, mendefinisikan dan mendetailkan permasalahan karena terkadang tujuan yang hendak dicapai kurang jelas. Kemudian setelah permasalahan diketahui dengan detail, langkah yang dilakukan adalah menetapkan kriteria evaluasi. Hal ini dilakukan agar diperoleh kriteria yang tepat dalam melakukan evaluasi. Pada tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi alternatif. Setelah alternative kebijakan teridentifikasi, kemudian dilakukan evaluasi alternative kebijakan. Langkah ini diambil untuk mementukan bagaimana kebijakan selanjutnya akan diambil. Setelah dilakukan evaluasi alternative kebijakan, maka kemudian menyajikannya. Hal ini dilakukan agar apabila ditemui permasalahn atau tantangan bisa diselesaikan secara terbuka. Pemantauan dan evaluasi kebijakan yang diimplementasikan menjadi hal terakhir yang dilakukan. Pemantauan dan evaluasi harus secara cermat dilakukan karena menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho : 343) implementasi sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri. Sehingga kegagalan implementasi dianggap sama dengan kegagalan kebijakan. Dari pendapat dua ahli mengenai analisis kebijakan tersebut, bisa kita ketahui bahwa analisis kebijakan bisa dilakukan sebelum atau sesudah kebijakan. Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu tahap atau lebih tahap proses kebijakan ( Dunn, 2003:23). Artinya, analisis kebijakan disini bisa dilakukan pada satu tahap proses kebijakan atau lebih dari satu tahap, atau bahakan analisis pada semua proses kebijakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, analisis kebijakan dilakukan pada dua tahap, yaitu pada tahap implementasi kebijakan dan tahap evaluasi/penilaian kebijakan. Dimana dalam tahap evaluasi kebijakan difokuskan pada evaluasi kinerja kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan. B. Implementasi Kebijakan Publik Menurut Nugroho (2011 : 618), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Sedangkan Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2005 : 65) merumuskan implementasi kebijakan adalah tindakan – tindakan yang dilakukan baik oleh individu – individu/pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sebatier, menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskanmerupakan focus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian – kejadian dan kegiatan – kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman – pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha – usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian – kejadian . Wahab (2005 : 65) menyimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan – badan administrative yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan social yang langsung commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Kajian terori mengenai implementasi kebijakn publik yang selanjutnya adalah faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Ada banyak pendapat mengenai factor – factor yang mempengaruhi kebijakan public. Mulai dari pendapatnya
Mazmanian dan Sabatier, Hogwood dan
Gunn, Van Meter dan Van Horn sampai Edward. Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2005 : 81) berpendapat bahwa hal penting dalam implementasi kebijakan adalah mengidentifikasi variable – variable yang mempengaruhi tercapainya
tujuan
implementasi.
Mazamanian
dan
Sabatier
mmengklasifikasikan variable – variable tersebut dalam tiga kategori besar, yaitu : 1. Mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan 2. Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat implementasinya 3. Pengaruh langsung kondisi politik terhadap keseimbangan dukungan dalam pencapaian tujuan kebijakan Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2008 :155–173) memandang faktor yang mempengarui kebijakan public ke dalam variable – variable. Variable tersebut yaitu ukuran dasar dan tujuan kebijakan, sumber kebijakan, komunikasi antar organisasi, karakteristik badan pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Dari semua variable commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang diungkapkan oleh Van Meter dan Van Horn, peneliti mengambil satu variable sebagai dasar untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. Variabel tersebut adalah kondisi sosial, ekonomi dan politik. Hal ini dikarenakan, kebijakan pentaan toko modern di Bantul yang berlaku mulai tahun 2010 merupakan salah satu kebijakan yang timbul akibat dari kondisi sosial, ekonomi dan politik di Bantul pasca gempa 2006 yang kurang stabil. Kondisi politik juga mempengaruhi implementasi kebijakan public, seperti yang dikatakan Thomas Dye and others ( dalam Abelson, 2002 : 246 ), “ the political system is dominated by a select groups of individuals and organizations with common goals.” Dari kutipan jurnal tersebut terlihat bahwa sistem politik atau bisa dikatakan kondisi politik mendominasi dalam pencapaian tujuan. Dalam implementasi kebijakan, kondisi politik juga sangat mempengaruhi proses implementasi kebijakan untuk mencapai sebuah tujuan kebijakan. Selain satu variable dalam pandangan Van Meter dan Van Horn, peneliti menggunakan pendapat Erward (Winarno, 2008 : 174-203), yang mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi implementasi ada empat. Keempat faktor tersebut yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. 1. Komunikasi Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kejelasan.
Transmisi
berkaitan
dengan
pemahaman
impelementor tentang bagaimana kebijakan tersebut harus dilaksananakan. Kejelasan terkait dengan petunjuk pelaksanaan kebijakan harus diterima dengan jelas oleh pelaksana kebijakan. Hal ini dikarenalan seringkali instruksi-instruksi yang diteruskan kepada pelaksana-pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan. Hal penting ketiga adalah konsisitensi. Konsistensi terkait dengan perintah – perintah pelakasanaan yang harus berjalan konsisten. Perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang
sangat
longgar
dalam
menafsirkan
dan
mengimplementasikan kebijakan. 2. Sumberdaya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten,
tetapi
apabila
implementor
kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berujud sumber daya manusia yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usulusul diatas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan yang efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya akan menjadi dokumen saja. 3. Disposisi (tingkah laku) Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor,
seperti
komitmen,
kejujuran,
sifat
demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Demikian sebaliknya ketika implementor memiliki tingkah laku atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga tidak efektif. 4. Struktur birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering
bahkan
secara
keseluruhan
menjadi
pelaksana
kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah social dalam kehidupan modern. Struktur
organisasi
yang
bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisiasi adalah SOP (Standard Operating Procedure). SOP akan menjadi pedoman commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang
terlalu
panjang
akan
cenderung
melemahkan
pengawasan dan menimbulkan Red Tape. C. Evaluasi Kebijakan Publik Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan. Evaluasi kebijakan dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan dibuat telah mampu mencapai tujuannya ataupun meraih dampak yang dinginkan. Evaluasi dilakukan karena terkadang suatu kebijakan tidak dapat meraih hasil yang diinginkan. Dengan demikian, menurut Lester dan Stewart (dalam Winarno, 2008 : 226), evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab – sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah berjalan meraih dampak yang diinginkan. Menurut Lester dan Stewart (dalam Winarno, 2008 : 226) evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi – konsekuensi yang ditimbulkan oleh sebuah kebijakan dengan cara mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan. Kemudian tugas yang kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan kriteria atau nilai yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan sendiri terdiri dari beberapa tipe. Menurut Nugroho (2011 : 679 – 688) memperlihatkan beberapa tipe evaluasi kebijakan : 1. Evaluasi formulasi kebijakan 2. Evaluasi implementasi kebijakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
3. Evaluasi kinerja kebijakan 4. Evaluasi lingkungan kebijakan Menurut Wibawa dkk (1994:29), ada dua jenis kegiatan evaluasi. Kedua jenis kegiatan tersebut adalah evaluasi implementasi dan evaluasi dampak. Evaluasi implementasi yang berusaha melihat proses pelaksanaan/implementasi, yang terkait adalah pelaksana dan bagaimana pelaksanaannya. Evaluasi dampak kebijakan memberi perhatian lebih besar pada output dan dampak kebijakan dibandingkan kepada proses pelaksanaannya. Dalam kaitannya dengan dampak, evaluasi implementasi mengamati dampak jangka pendek atau dampak sementara, sedangkan evaluasi dampak mengamati dampak tetap atau dampak jangka panjang. Dalam penelitian ini jenis evaluasi yang akan dilakukan adalah evaluasi implementasi untuk mengamati evaluasi kinerja kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan. Evaluasi kinerja nantinya akan melihat bagaimana pencapaian kebijakan selama berlangsung terhadap tujuan atau nilai – nilai yang sudah ditentukan. Kemudian evaluasi dampak akan melihat seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan, baik dampak positif maupun dampak negatif. 1. Evaluasi Kinerja Kebijakan Analisis kebijakan tidak hanya berfokus pada proses pengambilan keputusan kebijakan saja, tetapi juga mencakup semua aktivitas dalam proses kebijakan. Seperti yang diungkapkan Dunn (2003:23) bahwa analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh proses kebijakan. Salah satu commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses kebijakan tersebut adalah evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Menurut Riant Nugroho (2003 : 183), evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Dunn (2003 : 133), kinerja kebijakan ( policy performance ) merupakan derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai – nilai yang ingin dicapai dalam sebuah kebijakan. Sehingga, melakukan evaluasi kinerja kebijakan adalah melakukan penilaian sejauh mana kontribusi dari hasil kebijakan selama berlangsung terhadap pencapaian nilai – nilai yang ditentukan dalam sebuah kebijakan. Nugroho (2011 : 463) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja
kebijakan
dilakukan
dengan
melakukan
penilaian
secara
komperehensif terhadap : a. Pencapaian target kebijakan b. Pencapaian tujuan kebijakan c. Kesenjangan antara target dan tujuan dengan pencapaian d. Pembandingan dengan kebijakan yang sama di tempat
lain yang
berhasil e. Identifikasi factor keberhasilan dan kegagalan Penilaian terhadap kinerja kebijakan menjadi isu yang penting dalam proses kebijakan publik. Hal itu dikarenakan suatu kebijakan dibuat atau diberlakukan bukan untuk kebijakan itu sendiri. Sehingga, kebijakan commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus dinilai sejauh mana ia mencapai tujuan atau nilai yang diharapkan dalam kebijakan tersebut. Selain itu, pengukuran kinerja kebijakan juga akan menentukan ke mana kebijakan tersebut akan dibawa (Hugroho, 2011: 685). Spitzer
(dalam
Nugroho,
2011
:
685)
secara
khusus
mengemukakan bahwa penilaian kinerja merupakan kunci keberhasilan organisasi atau actor – actor dalam kebijakan, karena menentukan apa yang harus dicapai oleh organisasi, sejauh mana pencapaiannya, dan apa yang belum dicapai. 2. Evaluasi Dampak Kebijakan Dalam kajian teori evaluasi dampak kebijakan, akan dijelaskan mengenai makna evaluasi dampak kebijakan, dimensi – dimensi dampak, dan unit – unit sosial pedampak. Ketiga elemen ini merupakan teori yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis terkait evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern di Bantul. Menurut Samodra Wibawa dkk dkk (1994:29), ada dua jenis kegiatan evaluasi, yaitu: 1. Evaluasi
implementasi
yang
berusaha
melihat
proses
pelaksanaan/implementasi, yang terkait adalah pelaksana dan bagaimana pelaksanaannya. 2. Evaluasi dampak kebijakan memberi perhatian lebih besar pada output dan dampak kebijakan dibandingkan kepada proses pelaksanaannya.
Dalam
kaitannya
dengan
dampak,
evaluasi
implementasi mengamati dampak jangka pendek atau dampak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
sementara, sedangkan evaluasi dampak mengamati dampak tetap atau dampak jangka panjang. Dalam penelitian ini jenis evaluasi yang akan dilakukan adalah evaluasi implementasi untuk mengamati dampak jangka pendek kebijakan. Dengan kata lain, evaluasi dampak kebijakan merupakan salah satu bagian dari proses analisis kebijakan. Hal ini juga dikemukakan oleh Rodolphe Gouin dalam Journal of Public Administration and Governance (2012, Vol. 2, No. 1) : “Policy analysis cannot focus only on decision-making, which is only one aspect of the policy-making process. But as policies are considered and implemented by people who have to make choices and adapt their behaviour, decision-making seems an important part of policy analysis. Cognitive science provides policy studies with a rich and scientifically grounded toolbox about the decision-making process ”
Analisis kebijakan public merupakan aspek dari proses pembuatan kebijakan, dan evaluasi dampak kebijakan merupakan bagian dari analisis kebijakan. Kebijakan public sangat erat kaitannya dengan manajemen resiko sehingga setiap pembuatan kebijakan public harus memasukkan proses analisis dengan tujuan menilai resiko yang akan terjadi jika kebijakan tersebut ditetapkan kemudian dilaksanakan. Namun demikian, pemahaman tentang unsure manajemen resiko masih belum menjadi agenda penting dalam pembuatan kebijakan di Indonesia. Akibatnya, banyak kebijakan yang kemudian menuai kegagalan, bahkan kemarahan public. Manajemen resiko dalam kebijakan public berkenaan dengan tiga commit to user hal. Pertama, menemukenali resiko kebijkan public. Kedua, menilai
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seberapa besar resiko tersebut dapat ditoleransi dan mengatasi resiko tersebut
yang
akan
muncul
pasca
–
implementasi.
Ketiga,
mengembangkan manajemen untuk mengantisipasi dan mengatasi resiko tersebut (Nugroho, 2011 : 566-567). Dari ketiga hal tersebut dapat kita garis bawahi bahwa untuk mengamati atau mencermati resiko yang akan muncul pasca implementasi kebijakan, perlu dilakukan studi tentang evaluasi dampak kebijakan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Hellmut Wollmann dalam Handbook of public policy analysis (capture 26 page 393-402). “ Ex-ante evaluation, preceding decision making, is meant to (hypothetically) anticipate and preassess the effects and consequences of planned or defined policies and actions in order to “feed” the information into the upcoming or ongoing decisionmaking process.”
Di dalam kutipan di atas dijelaskan bahwa evaluasi kebijakan bisa diartikan
(dihipotesiskan)
mengantisipasi
akan
efek/dampak
dan
konsekuensi dari rencana kebijakan atau definisi kebijakan dan aksi kebijakan. Disana terlihat bahwa dampak kebijakan tidak bisa terlepas dari studi evaluasi. Hal itu dikarenakan dalam setiap melakukan evaluasi, akan diprediksi dampak dan konsekuensi yang akan terjadi akibat dari suatu kebijakan. Bisa dikatakan, evaluasi dampak kebijakan tidak bisa terlepas dari studi tentang evaluasi implementasi kebijakan. Bisa dikatakan bahwa evaluasi implementasi dengan evaluasi dampak itu sasaran pengamatannya sama, tetapi penekanannya yang membedakan. Dapat pula dikatakan commitmengamati to user dampak jangka pendek atau bahwa evaluasi implementasi
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dampak sementara, sedangkan evaluasi dampak mencermati dampak tetap atau dampak jangka panjang. Evaluasi dampak memberikan perhatian yang lebih besar kepada output
dan
dampak
kebijakan
dibandingkan
kepada
proses
pelaksanaannya. Dalam kaitannya dengan dampak, perlu dipahami adanya dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang diharapkan mengandung pengertian bahwa ketika kebijakan dibuat, pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa saja yang akan terjadi. Di antara dampak – dampak yang diduga akan terjadi ini, ada dampak yang diharapkan dan ada dampak yang tak diharapkan. Lebih dari itu, pada akhir implementasi kebijakan muncul pula dampak – dampak yang tak terduga, yang diantaranya ada yang diharapkan dan tak diharapkan, atau yang dimaui dan tak dimaui (Wibawa dkk, 1994 : 29-30). Dampak tak diharapkan atau dampak negatif tersebut tetap bisa diminamilisir dengan langkah – langkah atau usaha – usaha dari pengelola kebijakan. Seperti yang dikatakan oleh Stewart ( dalam Evans : 263 ),” “ the negative effects of regulation can be minimized by taking into accounts costs of regulation as well as benafits; by regulations that specify outcomesrather than particular processes or technologies; by relying on market and prices rather than command and control.” Kajian teori yang selanjutnya terkait dengan dimensi – dimensi dampak kebijakan public. Langbein (1980) dalam Wibawa dkk (1994:38) mengatakan ada empat macam dimensi dampak yang penting untuk commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperhatikan, yaitu waktu, selisih dampak actual dan yang diharapkan, tingkat agregasi dampak, dan jenis dampak. 1. Dimensi yang pertama adalah waktu. Dimensi waktu berkaitan dengan dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Hal ini perlu diperhatikan karena terkadang dampak yang diperkirakan jangka panjang justru muncul segera setelah kebijakan dilaksanakan. 2. Dimensi dampak yang kedua adalah selisih antara dampak actual dan yang diharapkan. Dimensi ini terkait dengan dampak yang diharapkan dan tidak diharapkan. Dampak tidak diharapkan wajib diperhatikan karena terkadang dampak ini lebih banyak muncul dari pada dampak yang diharapkan. 3. Dimensi yang ketiga adalah tingkat agregasi dampak. Dampak kebijakan sifatnya agregatif yang artinya dampak kebijakan yang
dirasakan
kemungkinan
oleh
akan
suatu
individu,
berpengaruh
tidak
terhadap
menutup perubahan
masyarakat di suatu tempat. Seberapa besar perubahan tersebut adalah hal yang perlu diperhatikan. 4. Dimensi yang keempat adalah jenis dampak. Dimensi ini melihat bahwa dampak kebijakan tidak hanya meliputi dampak sosial saja, tetapi bisa meliputi dampak ekonomi, dampak politik, ataupun dampak yang lain. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kajian teori terkait dengan evaluasi dampak kebijakan adalah dampak terhadap unit – unit sosial. Dampak kebijakan terhadap unit – unit sosial tidak bisa dipisahkan satu sama lain. dampak terhadap individu akan berpengaruh terhadap kelompok, begitupun sebaliknya, dampak yang dialami oleh kelompok juga pasti akan berpengaruh terhadap individu. Gambar II.4. Bagan dampak terhadap unit – unit sosial pedampak Individu/ RT
organisasi/kelompok
masyarkat/kota
Lembaga dan System sosial Sumber : Fiensterbusch and Motz dalam Wibawa dkk, (1994 : 53) Wibawa dkk ( 1994 ) mengemukakan ada empat unit – unit sosial pedampak. Unit – unit sosial pedampak tersebut adalah dampak individual, dampak organisasional, dampak terhadap masyarakat, dan dampak terhadap lembaga/system sosial. 1. Dampak Individual Dampak terhadap individu dapat menyentuh berbagai aspek dari seorang individu. Mulai dari aspek fisik, psikis, ekonomi maupun sosial. Dampak fisik biasanya menyangkut kondisi tubuh dari individu, misalnya persoalan penyakit dan kurang gizi. Dampak psikis berkaitan dengan kondisi jiwa seorang individu, mislanya stress. Dampak ekonomi berkaitan dengan penghasilan seorang individu. Misalnya naik turunnya penghasilan pekerja. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Dampak Organisasional Dampak terhadap organisasi atau kelompok dapat berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung adalah terganggunya atau terbantunya organisasi atau kelompok dalam mencapai tujuannya. Sementara itu, dampak tak langsung misalnya melalui peningkatan semangat kerja anggota organisasi. 3. Dampak Terhadap Masyarakat Dampak suatu kebijakan terhadap masyarakat terlihat pada sejauh mana kebijakan tersebut mempengaruhi kapasitas masyarakat dalam melayani anggotanya. Analisis dampak terhadap masyarakat ini dapat menggunakan kerangka pikir sistematis. Masyarakat dilihat sebagai input yang menyediakan sumber daya tapi sekaligus menampung tuntutan,
sedangkan
kualitas
hidup
para
anggotanya
merupakan output. Sementara yang menjadi proses dalam system ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengolah sumber daya guna memenuhi kebutuhan anggotanya. 4. Dampak Terhadap Lembaga dan Sistem Sosial Kebijakan yang dimaksudkan mengintervensi suatu lembaga, tidak hanya akan mengubah bentuk lembaga itu, tetapi juga akan mengubah berbagai dimensi sosial yang lain. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di sisi lain, perubahan yang terjadi di dalam system sosial merupakan
akibat
dari
banyak
factor,
bukan
hanya
merupakan akibat atau dampak dari sebuah kebijakan. D. Kebijakan Penataan Toko Modern Perkembangan toko modern yang sangat pesat menjadikan pemerintah harus mengambil sikap untuk membuat regulasi mengenai penataan toko modern. regulasi itu oleh pemerintah pusat dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern yang kemudian diikuti oleh Permendagri No.53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Kedua regulasi tersebut berisi mengenai pedoman penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Kedua regulasi tersebut juga berisi terkait dengan ketentuan pendirian, ketentuan operasional, dan juga ketentuan dari aspek analisia kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sementara di kabupaten Bantul, kebijakan penataan toko modern dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern yang kemudian diubah menjadi Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 Tentang Penataan Toko Modern. Hampir sama dengan regulasi di tingkat pusat, Perbup ini juga berisi mengenai ketentuan – ketentuan dalam commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyelanggaraan
toko
modern,
seperti
perizinan,
pendirian
dan
penyelenggaraan. Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2007, PERMENDAGRI No.53/M-DAG/PER/12/2008, dan Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Sedangkan penataan menurut Peraturan Bupati Bantul nomor 12 tahun 2010 adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar modern di daerah agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, usaha kecil dan koperasi yang ada. Sehingga, kebijakan penataan toko modern adalah kebijakan yang bertujuan untuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian toko modern di daerah. Pada dasaranya Kebijakan penataan toko modern di Bantul mempunyai tujuan adalah untuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian toko modern di Bantul. Selain itu, tujuan utama dari kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul adalah untuk melindungi dam memberdayakan pedaganag kecil, baik pedagang pasar tradisional, pedagang kios, maupun koperasi.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Kerangka Pikir Gambar II.5. Bagan Kerangka Pikir PERMENDAGRI No.53/MDAG/PER/12/2008 Tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul
Merupakan kebijakan yang dinilai berhasil Perbandingan jumlah toko modern dan pasar tradisional yang tidak seimbang Kebijakan Pemda untuk peningkatan ekonomi pasaca gempa 2006
Analisis Kebijakan
Implementasi kebijakan
Administratif Teknis Faktor pendunkung dan penghambat
Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pencapaian tujuan Faktor pendukung dan penghambat Peran dan kontribusi aktor
commit to user
Evaluasi dampak kebijakan
Dampak yang diharapakn Dampak yang tidak
diharapkan Dampak terhadap unit – unit sosial pedampak
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkembangan ritel atau toko modern di Indonesia yang begitu cepat, mengharuskan pemerintah untuk membuat suatu regulasi yang tujuannya adalah mengatur pertumbuhan toko modern dan untuk melindungi pedagang kecil dan pasar tradisional. Maka dari itu, pemerintah melalui Menteri Perdagangan RI, mengeluarkan kebijakan yaitu
PERMENDAGRI No.53/M-DAG/PER/12/2008
Tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Berdasarkan PERMENDAGRI No.53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pemerintah Bantul membuat kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul yang tertuang dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul. Kebijakan ini lahir karena di Bantul sendiri jumlah toko modern dan pasar tradisional tidak seimbang. Toko modern di Bantul lebih banyak dari pada jumlah pasar tradisional. Selain itu, kebijakan ini dibuat dalam rangka sebagai upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan ekonomi Kabupaten Bantul pasca gempa 2006. Selama kurang lebih dua tahun berjalan, kebijakan ini dinilai sebagai sebuah kebijakan yang berhasil. Hal itu dilihat dari tidak adanya mall atau hypermarket yang berdiri di Bantul dan juga terbatasnya toko modern. Dari beberapa hal di atas, menarik untuk dilakukan analisis terhadap kebijakan penataan toko modern di Bantul. Dalam analisis ini, dilihat dari tiga aspek yaitu implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan, dan evaluasi dampak kebijakan. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sugiyono (2011:8) menyatakan bahwa, “metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting).” Kondisi alamiah ini bisa dialami ketika melakukan pengamatan dalam suatu penelitian kualitatif. Selain itu, kondisi alamiah ini juga bisa dilihat ketika peneliti berinteraksi dengan orang – orang di dalam objek penelitian. Penelitian deskriptif sendiri menurut Sugiyono (2011 : 11) adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari satu atau lebih variable mandiri, tanpa melakukan perbandingan. Artinya, variable – variable di dalam penelitian tidak untuk dibandingkan, tetapi untuk dinilai yang kemudian dideskripsikan. Bisa disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualtitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam kondisi alamiah dengan menilai satu atau lebih variable mandiri, tanpa melakukan suatu perbandingan. Dalam penelitian skripsi ini dilakukan analisis terhadap kebijakan penataan toko modern di Bantul. Analisis kebijakan khususnya dikaji mengenai implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. Untuk evaluasi kebijakan dalam penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
ini mengkaji mengenai evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul. Selain evaluasi kinerja, evaluasi juga dilakukan dengan evaluasi dampak kebijakan penataam toko modern di Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini digali informasi mengenai implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. Selain itu juga dilakukan evaluasi kinerja kebijakan penatan toko modern di kabupaten Bantul yang sudah berlaku sekitar dua tahun. Dalam penelitian ini digali bagaimana objek penelitian (pedagang pasar Bantul, pedagang kios di jalan Raya Bantul dan jalan Jend. Sudirman, pemerintah, serta masyarakat umum ) merasakan dampak yang ditimbulkan dengan adanya Peraturan Bupati Bantul Nomor 34 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan bupati nomor 12 tahun 2010 tentang penataan toko modern. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini bisa terlihat dengan adanya variable – variable yang tidak dibandingkan, tetapi digali dan dideskripsikan maknanya. Selain itu, penelitian ini juga penelitian dilakukan dalam kondisi alamiah, yaitu saat peneliti berinteraksi dengan objek – objek penelitian. B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terkait dengan analisis kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul adalah di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bantul, Dinas Perijinan Kabupaten Bantul, Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul, toko – toko modern di commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bantul, pasar tradisional Bantul serta kios – kios yang ada di Jalan Raya Bantul maupun Jalan Jenderal Sudirman. Selain itu juga kepada masyarakat umum di Bantul yang nanti akan diambil sampel secara acak untuk jumlah dan wilayahnya. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut; 1. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Dinas Perijinan, dan Kantor Pengelolaan Pasar Lokasi merupakan implementor dari kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. Selain itu, ketiga lembaga tersebut merupakan pengelola kebijakan sejak diformulasikan kebijakan sampai saat ini. Ketiga lembaga teresbut merupakan lokasi untuk analisis implementasi dan evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern. 2. Toko Modern, Pasar Tradisional Bantul dan kios di sekitar jalan Raya Bantul serta jalan Jend. Sudirman Bantul merupakan lokasi untuk analisis evaluasi kinerja dan evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern. Toko modern menjadi sasaran kebijakan penataan toko modern di Bantul, kemudian pedagang pasar dan pedagang kios adalah penerima dampak selain juga masyarakat. C. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan Sekunder.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Data Primer Data primer diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara dengan informan, dokumentasi, dan observasi. Dari hasil pengumpulan data, diperoleh data sebagai berikut : a. Data jumlah toko modern di kabupaten Bantul berdasarkan jenis toko modern dari dokumen Disperindagkop b. Data jumlah toko modern berdasarkan masing – masing kecamatan di kabupaten Bantul dari dokumen Dinas Perijinan c. Hasil wawancara dengan Staf Bidang Perdagangan Disperindagkop Bantul d. Hasil wawancara dengan Kasubbag Program Dinas Perijinan Bantul e. Hasil wawancara dengan Kabid Perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar Bantul f. Hasil wawancara dengan Lurah Pasar Niten, Lurah Pasar Bantul, dan Lurah Pasar Imogiri g. Hasil wawancara dengan 12 pedagang pasar di empat pasar ( 3 pedagang di masing – masing pasar ), yaitu pasar Bantul, Niten, Imogiri, dan Piyungan h. Hasil observasi di toko modern di Bantul
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui internet. Data sekunder ini digunakan untuk mendukung data terkait jumlah toko modern dan perkembangannya di Indonesia. Data tersebut adalah : a. Data jumlah toko modern tahun 2007 dan 2010 di Indonesia berdasarkan jenis toko modern b. Data persentase peningkatan/penurunan jumlah toko modern di Indonesia dari tahun 2007 – 2010 berdasarkan jenis toko modern. D. Teknik penenetuan informan Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive, dimana informan ditentukan dengan pemilihan informan yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi. Mereka dipilih karena dipercaya mengetahui informasi dan dapat mewakili satu popilasi tertentu. ( Silalahi, 2010 : 272 ). Adapun dalam penelitian ini yang dipercaya sebagai informan yang tepat dan digunakan sebagai sarana pengumpulan data dan informasi adalah : 1. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian kabupaten Bantul, Kepala Kantor Pengelolaan Pasar dan Kepala Dinas Perijinan kabupaten
Bantul
yang
mendisposisikan
kepada
staf
bidang
perdagangan. Informasi yang didapatkan dari informan ini mengenai implementasi dan evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kepala Dinas Perijinan kabupaten Bantul yang didisposisikan kepada Kasubbag program. Informasi yang didapatkan dari informan ini mengenai implementasi kebijakan terutama terkait dengan pemenuhan perizinan dan pelanggaran. Selain itu juga terkait dengan evaluasi kinerja kebijakan. 3. Kepala
Kantor
Pengelolaan
Pasar
kabupaten
Bantul
yang
didisposisikan kepada Kabid Perencanaan. Informasi yang didiapatkan dari informan ini adalah terkait dengan evaluasi kinerja kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern. 4. Lurah Pasar Bantul, Lurah Pasar Niten, dan Lurah Pasar Imogiri. Informasi yang didapatkan terkait dengan pencapaian tujuan kebijakan khsusunya tentang pemberdayaan pasar dan juga terkait dengan dampak kebijakan terhadap pasar tradisional. 5. Pedagang pasar tradisional sejumlah 12 pedagang ( 3 pedagang di setiap pasar ) yaitu di pasar Bantul, Niten, Imogiri, dan Piyungan. Dari pedagang ini diperoleh informasi mengenai program yang dilakukan oleh implementor dan dampak yang dirasakan. 6. Pemilik/karyawan toko modern sejumlah 4 toko modern di Bantul. Dari informan ini diperoleh informasi mengenai implementasi dan evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern. E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunkan tiga teknik pengumpulan data yaitu wawancara, dokumentasi, dan observasi. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Wawancara Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data atau informasi dengan melakukan interview langsung pada informan atau
narasumber. Menurut
wawancara
adalah
Lexy
J.
percakapan dengan
Moleong maksud
(2002 : 135), tertentu
yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada informan yang telah dipilih. Proses wawancara ini akan dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun kerangka atau pedoman wawancara yang kemudian digunakan sebagai acuan, sehingga memudahkan dalam melakukan kegiatan wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah : a. Staf Bidang Perdaganagn Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Bantul b. Kepala Sub Bagian Program Dinas Perijinan Bantul c. Kepala Bagian Perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar Bantul d. Lurah pasar Bantul, pasar Niten dan pasar Imogiri e. Pedagang pasar tradisional Bantul, pasar Niten, pasar Imogiri, dan pasar Piyungan f. Pemilik/karyawan di 4 toko modern di Bantul commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wawancara ini dimaksudkan untuk menggali data dan informasi sebanyak-banyaknya dan selengakap-lengkapnya terkait bagaimana implementasi kebijakan, bagaimana pencapaian kinerja kebijakan dan dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. Informasi yang didapatkan dari hasil wawancara adalah : a. Informasi terkait dengan implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul yang meliputi implementasi secara administratif dan secara teknis. b. Informasi terkait dengan evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern yang meliputi pencapaian tujuan kebijakan, kontribuksi aktor dan peran aktor. c. Informasi terkait dengan evaluasi dampak kebijakan yang meliputi pencapian dampak positif, identifikasi dampak negatif, dan dampak terhadap unit – unit sosial pedampak. 2. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan melalui pengambilan data-data yang berupa dokumen yang berhubungan dengan implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan dan juga mengenai evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul. Dokumen – dokumen tersebut diambil dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Perijinan, Kantor Pengelolaan Pasar di Kabupaten commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bantul. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang digunakan adalah data jumlah toko modern setiap kecamatan, jumlah toko modern menurut jenisnya, jumlah pedagang pasar di Bantul, dan buku program pengembangan pasar tradisional di Bantul. 3. Observasi Teknik observasi tidak terbatas pada orang, seperti halnya pada wawancara, tetapi juga obyek – obyek alam yang lain. Teknik observasi digunakan apabila apabila penelitian berhubungan dengan perilaku manusia, proses kerja, dan gejala – gejala alam. (Sugiyono, 2010 : 165 – 166 ). Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi langsung ke 5 toko modern. Empat pedagang di masing – masing pasar, yaitu pasar Bantul, pasar Nitem, pasar Piyungan, pasar Imogiri. Tiga Kios di Jalan Raya Bantul, dan kios di jalan Jend. Sudirman. F. Validitas Data Untuk meningkatkan validitas data, maka dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi. Pengertian teknik trianggulasi sendiri menurut Moloeng (2004:330), “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian”. Nasution (2003:115) mendefinisikan teknik trianggulasi data sebagai berikut: “Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif”. Denzin (dalam Moloeng, 2004 : 331), membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber data, metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi sumber. Menurut HB. Sutopo (2002:79) Trianggulasi sumber dilakukan dengan membandingkan data yang sama pada informan yang berbeda, artinya apa yang diperoleh dari narasumber satu, dapat lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh
dari narasumber
lain
sehingga
keakuratan
data
dapat
dipertanggungjawabkan. Trianggulasi sumber yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah
dengan menanyakan kembali
informasi yang
diperoleh dari sumber utama (informan) kepada sumber lain. G. Teknik Analisis Data Mengacu pada jenis penelitian dalam penelitian ini yang merupakan penelitian kualitatif, maka peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif menurut Miles & Huberman (Sutopo, 2002: 96). Adapun dalam teknik analisis data tersebut terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Reduksi data. Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (fieldnote) (Sutopo, 2002: 96). Proses reduksi berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan reduksi data bisa dinyatakan sudah diawali sebelum pengumpulan data di lapangan. Proses reduksi ini berlangsung terus menerus secara berkelanjutan sampai laporan akhir penelitian siap untuk disusun. 2. Sajian data. Sajian merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan (Sutopo, 2002: 96). Sajian data ini disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga akan mudah dipahami. 3. Penarikan simpulan. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari teknik analisis data interaktif. Pada tahap ini akan dilakukan generalisai mulai dari hasil reduksi data sampai sajian data. Agar mudah dipahami, kesimpulan disajikan dengan bahasa yang lugas dan sisitematis. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar III.1 Skema Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan/verifikasi Model Analisis Interaktif (H.B. Sutopo, 2002: 96) Dalam
penelitian
ini,
reduksi
data
dilakukan
sejak
pengumpulan data tentang fenomena toko modern di Indonesia. Setelah itu difokuskan untuk mengkaji mengenai sikap pemerintah dalam hal regulasi untuk keberadaan toko modern itu sendiri. Hal itu dikareanakan juga berhubungan erat dengan pemberdayaan pasar tradisional maupun kios – kios yang skala kecil. Dari hal itu kemudian dikaji mengenai kebijakan penataan toko modern, dimana pada penelitian ini mengambil lokus di kabupaten Bantul. Setelah mengumpulkan data dan informasi terkait dengan kebijakan
penataan
toko
modern,
yang
khusunya
tentang
implementasi, evaluasi kinerja, dan evaluasi dampak, maka kemudian data dan informasi tersebut disajikan dengan bentuk narasi yang didalamnya terdapat pokok – pokok temuan data dan informasi. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada penelitian ini, setelah dilakukan reduksi data mengenai kebijakan penataan toko modern di Bantul khususnya dalam implementasi, evaluasi kinerja, dan evaluasi dampak yang kemudian diolah dan disajikan, maka kemudian digeneralisasikan sehingga diperoleh kesimpulan.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul tidak membahas secara keseluruhan proses kebijakan. Analisis kebijakan dsini membahas tiga aspek, yaitu implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan, dan evaluasi dampak kebijakan. A. Implementasi Kebijakan Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul Dalam kajian mengenai implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul membahas mengenai pelaksanaan kebijakan penataan toko modern sejak diberlakukan sampai penelitian ini dilakukan yaitu mulai tahun 2010 – sekarang. Dalam kajian implementasi kebijakan ini akan dibagi menjadi dua jenis kajian, yaitu secara administrative dan secara teknis. 1. Implementasi Secara Administratif Di dalam draft kebijakan penataan toko modern di Bantul, ada beberapa peraturan mengenai administratif yang harus dipatuhi oleh sasaran kebijakan yaitu toko modern di Bantul. Peraturan administratif tersebut antara lain mengenai pemenuhan izin dan juga sanksi bagi toko modern yang melanggar kebijakan penataan toko modern. Peraturan terkait kewajiban perijinan toko modern tercantum dalam Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul dan juga ada di Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar di kabupaten Bantul. Berikut hasil penelitian mengenai commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul secara administratif. a. Pemenuhan izin toko modern Pendirian toko modern di kabupaten Bantul, tentunya harus memenuhi persyaratan izin yang sudah ditentukan oleh Dinas Perijinan dan Disperindagkop kabupaten Bantul. Ada beberapa izin yang Wajib dipenuhi jika ingin menidirikan dan mengoperasikan toko modern. Izin yang harus dipenuhi toko modern adalah Izin Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ), Izin Gangguan/HO, Surat Izin Usaha Perdagangan ( SIUP ), Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Dalam prakteknya nenurut keterangan dari dinas perijinan dan disperindagkop, hampir semua toko modern di Bantul yang berdoperasional saat ini sudah berijin. Seperti yang disampaikan oleh kepala bagian program dinas perijinan Bantul yang mengatakan bahwa : “Untuk toko modern di Bantu, hampir semua toko modern sudah berijin, tetapi masih ada beberapa kendala yang berhubungan dengan pemenuhannya. Toko modern terutama toko modern lokal dalam memenuhi semua izin tidak secara bersama, tetapi satu per satu, sehingga kita kesulitan untuk memperosesnya.”
Dari data dinas perijinan, di Bantul per Februari 2012 ada 113 toko modern, mulai dari minimarket, toserba, dan minimarket jaringan. Toko modern tersebut tersebar di 16 kecamatan di Bantul. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari sejumlah toko modern tersebut, hampir semua sudah berijin, tetapi dalam pengurusan perijinannya, tidak semua berkas perijinan dipenuhi secara bersamaan. Contohnya izin lokasi dan IMB sudah dipenuhi, kemudian toko modern didirikan, tetapi setelah berdiri, izin gangguan dan IUP tidak segera dipenuhi. Dengan kata lain secara bangunan sudah berizin, tetapi secara operasional belum berijin. Hal ini menyebabkan sedikit menimbulkan konflik, misalnya kecemburuan sosial pihak toko modern lain, kemudian konflik dengan pedagang pasar dan masyarakt karena ijin belum dipenuhi semuanya tetapi bangunan sudah berdiri bahakan sudah beroperasi.
Hasil observasi peneliti menemukan contoh kasus
ditutupnya alfamart di daerah Sidomulyo, Sedayu, dikarenakan sampai batas waktu yang ditentukan, meskipun sudah memenuhi izin lokasi, IMB, dan HO, tetapi tidak memenuhi berkas perijianan IUP sehingga kemudian ditutup oleh SATPOL PP. Seperti yang dinungkapkan oleh salah satu SATPOLL PP yang menutup alfamart, “Alfamart ini sejak awal sudah diperingatkan, tetapi masih „nakal‟, sehingga sekarang kami tutup.” Selain alfamart yang ada di Sedayu, masih ada saat ini toko modern yang dalam pengawasan terkait dengan izin yang belum seluruhnya dipenuhi, tetapi sudah beroperasi. Alfamart di depan pasar Piyungan, kemudian Toserba commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selarong adalah toko modern yang saat ini dalam tahap peringatan karena belum memenuhi semua perijinan. Masalah yang muncul dalam hal perijinan toko modern adalah ada beberapa toko modern yang saat ini sudah beroperasi tetapi tidak sesuai dengan zonasi atau peraturan jarak yang tertera dalam Peraturan Bupati. Misalnya saja alfamart yang berdiri tepat di samping pasar Mangiran, Srandakan. Setelah peneliti amati dan peneliti melihat data dinas perijinan, ternyata toko modern tersebut berijin tahun 2008 dan pada tahun itu Peraturan Bupati mengenai penataan toko modern belum diberlakukan. Peraturan Bupati penataan toko modern diberlakukan tahun 2010, sehingga toko modern tersebut sampai saat ini masih berdiri dengan izin yang sudah semuanya dipenuhi. Tidak hanya alfamart yang di dekat pasar Mangiran, ada beberapa toko modern yang beroperasi dengan zonasi tidak sesuai dalam Peraturan Bupati. Seperti yang disampaikan oleh kasubbag program dinas Perijinanan, “ jika toko modern tersebut berijin sebelum tahun 2010 atau sebelum Peraturan Bupati penataan toko modern diberlakukan, maka saat ini toko modern tersebut hanya bisa diberi pembinaan, tidak bisa ditindaklanjuti dengan tindakan konkrit.”
Ditambahkan, untuk tindak lanjut baik untuk relokasi atau disesuaikan dengan Peraturan Bupati, menunggu izin yang sekarang dipegang oleh toko modern tersebut habis masa berlakunya. Jika commit to user sudah habis masa berlakunya, baru nanti akan disesuaikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Peraturan Bupati penataan toko modern yang berlaku saat ini, baik dengan tindakan relokasi atau yang lain. b. Penegakan larangan dan pemberian sanksi Di dalam draft kebijakan penataan toko modern di Bantul, juga terdapat mengenai larangan – larangan yang tidak boleh dilakukan oleh toko modern. Larangan – larangan tersebut tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan toko modern di kabupaten Bantul. Toko modern yang ditemukan melakukan tindakan larangan tersebut, akan diberikan sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut, diatur dalam Perda Nomor 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar pasal 24. Dalam implementasinya, toko modern terbilang sedikit yang melakukan kegiatan yang sudah dilarang di dalam Peraturan Bupati. Sebagian besar toko modern di Bantul mematuhi apa yang disampaikan dalam larangan di Peraturan Bupati. Dari hasil observasi peneliti, dari 113 toko modern yang ada di Bantul, hanya ada 3 yang saat ini terdentifikasi melanggar. Toko Selarong, yang diberi sanksi peringatan karena belum memenuhi izin usaha perdagangan. Seperti yang dikatakan oleh pemilik toko Selarong, “Iya benar, kami belum memenuhi usaha perdagangan, dan kita sudah diberi peringatan oleh dinas. Dalam waktu 3 bulan mulai dari bulan kemarin kami sudah mulai menngurus.“ Setelah diberikan peringatan, dalam jangka waktu 3 bulan harus sudah menyeselesaikan izin. Jika dalam jangka 3 bulan commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belum memenuhi izin, akan dikenakan sanksi selanjutnya yaitu penghentian jual beli. Hasil observasi peneliti mengenai toko modern yang teridentifikasi melanggar ada di dua lokasi. Toko modern yang terindikasi melanggar yang pertama adalah Indomaret di Argomulyo Sedayu, yang dikenakan sanksi penghentian kegiatan jual beli atau penghentian operasional toko modern. Indomaret di Argomulyo tersebut diberhentikan kegiatan jual belinya karena belu mendapatkan izin, baik IMB, HO, SIUP, maupun IUTM tetapi sudah beroperasi. Letaknya pun tidak sesuai dengan zonasi yang ada dalam Peraturan Bupati. Dengan kondisi seperti demikian
SATPOL PP sebagai eksekutor bertindak tegas
dengan memberhentikan kegiatan jual beli Indomaret diArgomulyo. Hasil observasi yang kedua kasus yang sampai dengan pemberian sanksi relokasi adalah alfamart di dekat pasar Imogiri. Ini disebabkan karena selain terlalu dekat dengan pasar, pedagang pasar Imogiri dan masyarakat sekitar menuntut secara besar – besaran agar keberadaan alfamart ini direlokasi. Setelah dilakukan perundingan, sekitar pertengahan tahun 2010, toko modern ini kemudian ditutup, dan bangunannyapun
juga
dialihfungsikan.
Meskipun
alfamart
ini
sebenarnya sudah berizin, dan pada waktu itu kebijakan penataan toko modern
belum
diberlakukan,
alfamart
tersebut
tetap
ditutup
operasionalnya akibat tuntutan pedagang pasar dan masyarakat sekitar. Pada situasi itu, pemerintah sebagai mediator dari pedagang dan toko commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
modern, melakukan koordinasi yang sangat intensif. Komunikasi yang dibangun dengan pedagang pasar, msyarakat, dan toko modern sangat efektif,
sehingga
pihak
toko
modernpun
bersedia
menutup
operasionalnya dan toko modern dipindah di tempat lain. Seperti yang diungkapakan salah satu asisten kepala toko alfamart di Bantul yang pada saat itu bekerja di cabang Imogiri, “ pada saat itu kami diprotes keras oleh warga dan pedagang meskipun kami berizin, tetapi kemudian pemerintah menjadi mediasi yang baik antara kami, warga dan pedagang, sehingga penutupan operasional toko kami terima dengan terbuka, dan tanpa ada pemaksaan.” Dalam mencegah konflik atau kasus berkaitan dengan toko modern, pemerintah melalui dinas – dinas yang berkepentingan melakukan beberapa tindakan baik pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Pembinaan disini dilakukan dengan secara berkala mengundang pihak – pihak yang berkepentingan seperti pemilik toko modern dan pedagang pasar untuk diberikan pembinaan mengenai penataan toko modern, kewajiban yang harus dipenuhi, serta sanksi – sanksi yang berlaku. Pembinaan ini dilakukan oleh Disperindagkop yang bekerjasama dengan Dinas perijinan, SATPOL PP, dan Kantor Pengelolaan Pasar. Selain pembinaan, pemerintah kabupaten Bantul juga secara rutin melakukan pengawasan terhadap keberadaan toko – toko modern. pengawasan
ini
dilakukan
terkait
dengan
pembaharuan
izin,
pengawasan barang dagangan, dan lainnya. Pengawasan ini dilakukan commit user oleh semua stakeholder yangto terlibat. Mulai dari Disperindagkop,
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dinas Perijinan, Kantor Pengelolaan Pasar, Dinas Kesehatan, dan juga SATPOL PP. Selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pengendalian. Pengendalian yang dimaksud di sini adalah mengendalikan keberadaan toko modern dengan mempertegas lagi perijinana pendirian toko modern. Pengendalian disini terkait dnegan jumlah toko modern di setiap kecamatan dan juga jarak terhadap pasar tradisional.
Melalui Dinas Perijinan, pengendalian dilakukan sejak
diberlakukannya kebijakan penataan toko modern ini. 2. Implementasi Secara Teknis Selain secara administrative, implementasi kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul juga bisa dilihat secara teknis. Implementasi secara teknis dalam hal kebijakan penataan toko modern terkait dengan pelaksanaan kebijakan atau implementasi kebijakan secara praktek di toko modern atau di lokasi lain sesuai dengan sasaran kebijakan. Berikut hasil kajian implementasi secara teknis kebijakan penataan toko modern. a. Penataan lokasi pendirian toko modern Lokasi pendirian toko modern menjadi hal yang paling menjadi konsen pemerintah kabupaten Bantul dalam kebijakan pentaan toko modern. Penataan lokasi pendirian toko modern ini terfokus pada jarak pendirian toko modern dengan pasar tradisional. Dalam implementasinya, diketahui bahwa dari 113 toko modern yang tercatat di dinas perijinan, terdapat 4 toko modern commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan 2 toko modern jenis waralaba yang lokasi pendiriannya tidak sesuai dengan yang ada di dalam Peraturan Bupati. “ Ada 6 toko modern yang lokasi pendiriannya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bupati, keenam toko modern tersebut terdiri dari 4 toko modern lokal atau milik pribadi dan 2 toko modern jenis waralaba atau jejaring” kata bagian program Dinas Perijinan kabupaten Bantul. Hasil observasi ke lokasi 6 toko modern tersebut membenarakan bahwa ternyata memang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Bupati terkait dengan lokasi pendirian. Keenam toko modern tersebut adalah : Tabel IV.1. Data toko modern yang jarak pendiriannya berdekatan dengan pasar tradisional No
Nama
Toko Jarak dengan Pasar tradisional
Modern 1
Purnama
sekitar 800 meter dari Pasar Bantul.
Toserba 2
Lestari
persis berada di depan pasar Bantul.
3
Mulia
750 meter dari pasar Bantul.
Toserba 4
Toko Bergan
500 meter dari pasar Pijenan
5
Alfamart
100 meter dari pasar Mangiran.
Mangiran 6
Indomart
1 km dari pasar Piyungan
Piyungan Sumber: Dinas Perijinan Kabupaten Bantul
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut keterangan dari Dinas Perijinan adanya 6 toko modern yang lokasinya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010, disebabkan karena beberapa hal : i) Toko modern berdiri di atas tanah pemiliknya sendiri sejak lama Toko Lestari dan Toko Bergan, adalah toko modern yang berdiri di atas tanah pemilik toko sendiri. Kedua toko modern itu satu atap dengan tempat tinggal pemilik. Sehingga, dari pihak pemerintah kesulitan untuk melakukan tindakan. Toko itu pun juga berdiri sejak lama, sekitar 20 tahunan, sebelum ada wacana tentang penataan toko modern. Hal itu dibenarkan juga oleh Kasi Perdagangan Disperindagkop kabupaten Bantul yang mengatakan, “ toko Lestari memang berdiri sudah 20 tahunan, toko Bergan berdiri sudah 10 tahunan dan kedua toko itu berdiri di atas tanah pemiliknya sendiri sehingga satu atap dengan rumah pemiliknya. “
ii) Toko modern berdiri dan berizin sebelum kebijakan penataan toko modern diberlakukan Permasalahan
ini
menjadi
pembahasan
sejak
dari
diberlakukannya kebijakan penataan toko modern. Di area Bantul kota, ada dua toko modern besar yang saat ini beroperasi dengan jarak dari pasar Bantul hanya sekitar 750 meter, yaitu Toserba Purnama dan Toserba Mulia. Toserba commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Purnama berdiri sejak tahun 2008, sehingga pada waktu itu belum
diberlakukan
kebijakan
penataan
toko
modern,
meskipun sudah diwacanakan. Kemudian untuk Toserba Mulia berdiri sejak tahun 2009, sama dengan Purnama, Toserba Mulia beroperasi
sebelum
kebijakan
penataan
toko
modern
diberlakukan. Menurut keterangan dari Dinas Perijinan, kedua tserba ini mempunyai izin operasi mulai tahun 2008 untuk Purnama, dan tahun 2009 untuk Mulia. Disperindagkop menambahkan, “Untuk penyesuaian dengan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010 masih menuggu sampai izin habis, dan untuk teknis penyesuaiannya saat ini masih dalam pembahasan dengan pihak – pihak yang terkait “.
Sedangkan 2 toko modern berjenis waralaba di Bantul yang belum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bupati adalah Alfamart Mangiran dan Indomart Piyungan. Alfamart Mangiran hanya berjarak 100 meter dari pasar Mangiran atau bisa dikatakan berdampingan. Indomart Piyungan berjarak sekitar 1 km dari pasar Piyungan. Permasalahan yang ada di kedua toko modern ini sama dengan yang ada di Toserba Purnama dan Mulia yaitu mempunyai izin operasional sebelum kebijakan penataan toko modern ditetapkan. Alfamart Mangiran berizin operasional tahun 2008, sedangkan Indomart di Piyungan berizin operasi sejak tahun 2009. Untuk Alfamat Mangiran commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sampai saat ini konflik dengan pedagang
pasar maupun
masyarakat tidak pernah muncul, karena pasar Mangiran senidri aktivitasnya mulai pukul 10 sudah sepi. Sedangkan Alfamart mulai beroperasi pukul 10 sehingga tidak menganggu aktivitas di pasar Mangiran. Sebaliknya, Indomart Piyungan sampai saat ini masih menjadi pembahasan hangat, karena ada protes keras dari pedagang pasar Piyungan. Pasar Piyungan sendiri termasuk kategori pasar Besar sehingga aktivitas pasar bisa sampai pukul 14.00, sedangkan Indomart beroperasi mulai pukul 10.00. Hal ini menyebabkan pedagang pasar Piyungan merasa terganggu, terutama penurunan penghasilan sejak adanya Indomart yang beroperasi di dekat pasar Piyungan. Menurut keterangan dari Lurah Pasar Piyungan, pedagang merasa resah dan gelisah dengan adanya Indomart yang beroperasi dekat dengan pasar Piyungan. Meskipun terjadi indikasi pelanggaran, pemerintah tidak diam begitu saja. Dengan strategi lain, pemerintah tetap berusaha untuk mengatur toko modern khusunya toko Lestari agar tidak mematikan pasar Bantul dan toko Bergan tidak mematikan pasar Pijenan. Sampai saat ini, usaha yang dilakukan pemerintah melalui Dinas Perijinan Bantul adalah mengatur jam buka operasional toko Lestari dan toko Bergan. Jam buka operasional toko saat ini diatur mulai jam 11.00 ketika aktivitas commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasar Bantul dan pasar Pijenan sudah mulai sepi, sehingga terjadi siklus perdagangan yang berjalan bersamaan antara pasar Bantul dan toko Lestari serta pasar Pijenan dan toko Bergan. Sedangkan usaha yang dilakukan pemerintah melalui Dinas Perijinan untuk melindungi pasar Bantul dari aktivitas Toserba Purnama dan Toserba Mulia sama dengan yang dilakukan terhadap toko Lestari. Sebelum tahun 2010 kedua toserba tersebut mulai beroperasi mulai pukul 08.00, kemudian mulai tahun 2010 jam operasional kedua toserba tersebut oleh dinas Perijinan diatur mulai pukul 11.00, seiring dengan mulai berkurangnya aktivitas di pasar Bantul. Hal itu bertujuan agar aktivitas di pasar Bantul tetap terlindungi dari toko modern. untuk kasus toko modern di Piyungan, berdasarkan informasi dari Dinas Perijinan dan Disperindagkop, saat ini masih terus dilakukan koordinasi antara pihak pedagang dengan pihak toko modern untuk mencari solusi terbaik. Tetapi, hampir berjala satu tahun perundingan tersebut, belum ada solusi terbaik, sehingga sampai saat ini Indomart di Piyungan juga masih beroperasi. b. Jumlah toko modern di setiap kecamatan Jumlah toko modern di setiap kecamatan juga menjadi salah satu fokus dari kebijakan penataan toko modern di Bantul. Menurut keterangan bagian program Dinas Perijinan, pembatasan jumlah maksimal toko modern ini didasarkan atas jumlah commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penduduk di setiap kecamatan, jumlah pasar tradisional di setiap kecamatan,
dan
tingkat
aktivitas
perekonomian
di
setiap
kecamatan. Kemudian ditambahkan oleh Kabid Perdagangan Disperindagkop bahwa pembatasan jumlah maksimal pendirian toko modern ini juga berdasarkan letak geografis dari setiap kecamatan, apakah berada dekat dengan kota, atau di pinggiran kota, atau di pegunungan. Tabel IV.2.Data toko modern di Bantul di setiap kecamatan No
Kecamatan
Jumlah toko modern
1
Banguntapan
19
2
Sewon
19
3
Kasihan
20
4
Imogiri
6
5
Kretek
1
6
Sanden
5
7
Bambanglipuro
5
8
Jetis
2
9
Pandak
3
10
Srandakan
3
11
Piyungan
5
12
Pleret
5
13
Bantul
11
14
Pundong
1
15
Sedayu
7
16
Pajangan
1
Sumber : Dinas Perijinan kabupaten Bantul commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan data jumlah toko modern di setiap kecamatan yang diperoleh dari Dinas Perijinan, saat ini dari 17 kecamatan di kabupaten Bantul, ada 8 kecamatan yang sudah terpenuhi jumlah maksimal toko modern. Kecamatan Banguntapan, Sewon, Kasihan, Sanden, Srandakan, Pleret, Bantul, dan Sedayu adalah kecamatan yang sudah terpenuhi jumlah maksimal pendirian toko modern. kemudian untuk 9 kecamatan yang masih bisa dilakukan pendirian toko modern adalah kecamatan Piyungan, Imogiri, Dlingo, Pajangan, Jetis, Kretek, Pandak, Pundong, dan Bambanglipuro. Kecamatan yang sudah penuh jumlah maksimal toko modern adalah kecamatan dengan letak – letak strategis. Misalnya Sewon yang terletak di jalan Prangtritis dan berdekatan dengan jalan lingkar Yogyakarta, sehingga aktivitas di kecamatan Sewon terbilang padat. Sebaliknya, kecamatan yang masih banyak tempat untuk didirikan toko modern letak geografisnya tidak strategis, sehingga aktivitasnya pun juga tidak padat. Contohnya kecamatan Pajangan, yang terletak di daerah pegunungan, dan konstruksi tanah yang naik turun, menyebabkan aktivitas perekonomian di sana cenderung lemah sehingga sampai saat ini baru berdiri 1 toko modern saja. Saat ini jika ada rencana pendirian toko modern, dari pihak pemerintah
dalam
hal
ini
adalah
dinas
perijinan
dan
disperindagkop secara tegas bersikap tidak memperbolehkan commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendirikan di kecamatan yang sudah penuh jumlah maksimal toko modern. Program dari pemerintah saat ini adalah sosialisasi kepada para investor atau pendiri toko modern yang ingin mendirikan di Bantul agar mendirikan di kecamatan yang belum terpenuhi jumlah maksimalnya. c. Batasan luas lantai toko modern Dalam implementasinya, peraturan mengenai luas lantai ini sudah
diimplementasikan
Disperindagkop
(
dengan
hasil
baik.
wawancara
Diungkapkan
terhadap
staf
oleh bidang
perdagangan ), bahwa sebelum toko modern itu mendapatkan izin operasional atau izin usaha toko modern, dari pihak pemerintah melakukan survey terlebih dahulu. Survey ini diantaranya mengenai luas lantai di toko modern. Apabila sudah sesuai dengan ketentuan luas bangunan, baru akan diberikan izin. Disperindagkop juga menambahkan bahwa kendala utama dari implementasi luas lantai toko
modern
ini
adalah
toko
modern
yang
memperluas
bangunannya, tetapi tidak mengajukan izin baru. Seperti contohnya toko Bergan, yang pada awalnya berdiri hanya dengan luas 200 m2 , tetapi setelah dua tahun berjalan, toko itu memperluas bangunannya hingga 500 m2. Sampai penelitian ini dilakukan, toko Bergan belum memperbaharui
izinnya.
Hal
itu
dikuatkan
ketika
penulis
wawancara langsung ke pemilik toko Bergan. Beliau mengatakan, “kami memang belum memperbaharui izin yang semula commitminimarket, to user izinnya hanya sekarang kami menjadi
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
supermarket atau toserba, tetapi kami sudah mulai mengurus, saat ini kami dalam tahap mengumpulkan berkas – berkasnya“.
Kemudian menurut keterangan dari dinas perijinan, toko Bergan sudah diperingatkan untuk segera memperbaharui izinnya dan sudah diberi batas waktu selama 3 bulan. Sampai waktu penelitian dilakukan, kurang lebih batas waktu kurang 45 hari, toko Bergan belum juga memperbaharui izinnya. d. Penyelenggaraan toko modern Dalam implementasi ketentuan penyelenggaraan toko modern ini sebagian besar sudah dilaksanakan oleh toko modern di Bantul, tetapi masih ada yang memang belum memenuhi ketentuan. Dari Sembilan poin di dalam peraturan, penulis mengklasifikasikan menjadi lima bagian ketentuan penyelanggaraan toko modern. Pertama, dalam menjaga iklim usaha yang sehat antara toko modern dan pasar tradisional, memang sudah bisa berjalan dengan baik. Hal ini dikatakan oleh Disperindagkop yang mengatakan bahwa saat ini antara toko modern dan pasar tradisional sudah berjalan bersama dengan baik. Meskipun, masih ada beberapa pasar tradisional yang belum bisa menerima keberadaan toko modern, terutama yang berdekatan dengan pasar tradisional. Pasar Bantul dengan toko modern Lestari, Purnama, dan Mulia adalah contoh toko modern dan pasar tradisional yang sudah mencipatakan iklim to userdan ketiga toko modern tersebut usaha yang sehat. commit Pasar Bantul
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah berjalan bersama dengan baik. Iklim usaha yang sehat itu dikuatkan ketika peneliti melakukan observasi dan triangulasi ke pasar Bantul dan ketiga toko modern yang berdekatan dengan pasar Bantul. di sana, terlihat tidak ada konflik yang muncul. Aktivitas perdagangan berjalan dengan baik antara pasar Bantul dan ketiga toko modern yang ada di dekat pasar Bantul. Namun demikian, masih ada toko modern dan pasar tradisional yang belum bisa beriklim usaha yang sehat. Seperti yang terjadi di pasar Piyungan dan toko modern di dekat pasar Piyungan. Pedagang pasar Piyungan belum bisa menerima keberadaan toko modern di sana, dan terus melayangkan keberatan ke pengelola toko modern maupun ke pemerintah. Sampai penelitian ini dilakukan, masih terjadi protes pedagang pasar Piyungan karena keberadaan toko modern di dekat pasar Piyungan. Solusi dari masalah ini sampai saat ini juga belum didapatkan, masih dalam ranah koordinasi antar stakeholder yang terlibat. Kedua, ketentuan penyelenggaraan toko modern terkait dengan waktu operasional, semua toko modern sudah memenuhi yaitu pukul 08.00 – 21.00. Hal ini disampaikan oleh bagian program dinas perijinan, bahwa dari mulai diberlakukannya Peraturan Bupati sampai saat ini semua toko modern sudah memenuhi waktu operasionalnya.
Ditambahkan
Disperindagkop,
commit to user
oleh
bagian
perdagangan
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“ dalam perkembangannya, ada peraturan lanjut atau peraturan khusus untuk beberapa toko modern yang berdekatan dengan pasar tradisional, yaitu waktu buka di atas jam 10.00 atau menunggu aktivitas pasar mulai sepi, peraturan tersebut hanya semacam surat keterangan khusu atau perintah khusus.”
Seperti contohnya toko Lestari yang berada tepat di depan pasar Bantul. Toko Lestari dalam perkembangannya diberikan peraturan khusus untuk buka minimal jam 10.00 supaya pedagang di pasar Bantul tetap mendapatkan penghasilan yang cukup. Alfamart yang berada tepat di samping pasar Mangiran juga mendapatkan peraturan khusus untuk beroperasi minimal pukul 10.00. Ini merupakan salah satu langkah dari pemerintah untuk tetap melindungi pasar tradisional dari toko modern yang berdekatan dan toko modern tersebut belum disesuaikan dengan Peraturan Bupati Nomor 10 tahun 2010. Ketiga, peraturan penyelenggaraan toko modern terkait penyediaan fasilitas. Baik fasilitas area parkir, pemadam kebakaran, maupun fasilitas untuk difabel. Penyediaan fasilitas ini, menurut keterangan dari dinas perijinan, sebagian besar sudah dipenuhi. Area parkir dan alat pemadam kebakaran bisa dikatakan semua toko modern sudah memenuhi. Tetapi, fasilitas untuk difabel ini yang belum semuanya dipenuhi. Ditambahkan oleh dinas perijinan, hal ini disebabkan karena banyak toko modern berjenis minimarket beranggapan bahwa untuk difabel bisa dilayani khusus oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
karyawan minimarket, sehingga tidak perlu diberi fasilitas khusus, misalnya kursi roda, atau yang lainnya. Untuk toko modern jenis supermarket atau toserba, sudah semuanya menyediakan fasilitas untuk difabel. Seperti misalnya kursi roda, diberikan tangga khusus untuk kursi roda. Hal itu diperkuat ketika peneliti melakukan triangulasi data ke beberapa toko modern di Bantul. di minimarket Rini misalnya, menurut pemiliknya, untuk pelanggan difabel, bisa dilayani khusus oleh karyawannya. Di supermarket atau toserba, peneliti melakukan observasi langsung di Mulia, Purnama, dan WS. Di sana memang sudah terdapat fasilitas khusus untuk difabel. Bahkan di Mulia, sudah ada toilet khusus untuk difabel. Keempat, peraturan penyelenggaraan toko modern terkait dengan kemitraan dengan usaha kecil dan koperasi. Menurut keterangan bidang perdagangan disperindagkop, sampai saat ini masih sangat sulit untuk diwujudkan. Baru beberapa toko modern saja yang benar – benar bermitra dengan usaha kecil dan koperasi. Penyebab sulitnya kemitraan ini diwujudkan karena dari toko modern sendiri sudah mempunyai standar sendiri untuk barang dagangan yang dijual. Standar utama dari toko modern adalah SNI, padahal produk dari usaha kecil dan koperasi jarang yang sudah berSNI, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Menurut keterangan dari Disperindagkop, kesulitan utama dari sulitnya mewujudkan kemitraan antara toko modern dengan usaha kecil dan koperasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
adalah toko modern tidak mau menerima produk dari usaha kecil dan koperasi karena tidak sesuai dengan standar mereka. Pemerintah dalam hal ini disperindagkop, tetap berusaha supaya kemitraan ini bisa terwujud. Usaha yang dilakukan pemerintah saat ini baru sebatas melakukan pendekatan kepada toko modern agar mereka bersedia menampung produk dari usaha kecil dan koperasi, terutama toko modern yang kepemilikan sendiri, bukan toko modern jejaring. Hasilnya, saat ini ada beberapa toko modern yang bersedia menerima produk dari usaha kecil dan koperasi. Seperti toko Slarong yang menjual makanan ringan hasil produksi dari usaha kecil, kemudian toko Rini, dan toko Lestari. Untuk toko modern yang jejaring dan toko modern yang berjenis supermarket saat ini kemitraan dilakukan hanya sebatas menyewakan tempat di depan toko modern untuk usaha kecil atau koperasi menggelar barang dagangnnya, misalnya di depan Toserba Purnama ada penjual roti tradisional, penjual keripik singkong, dan yang lainnya. Ketentuan penyelenggaraan toko modern yang kelima adalah terkait dengan penggunaan tenaga kerja lokal. Toko modern di Bantul wajib menggunakan tenaga kerja lokal, yaitu lokal Bantul. Dalam implementasinya, ketentuan ini sudah semua dipenuhi oleh toko modern. Menurut keterangan Disperindagkop, tenaga kerja yang ada di toko modern di Bantul, semua adalah penduduk lokal Bantul. Hal ini diperkuat ketika peneliti melakukan survey ke toko commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
modern. Menurut HRD dari toko Mulia, dari 30 karyawan yang ada, semua merupakan warga Bantul, tidak ada satupun dari luar Bantul, baik OB, kasir, gudang, sampai manajer. Kemudian hal serupa juga diungkapkan oleh pemilik toko Selarong. “ semua karyawan di sini yang berjumlah 15 orang semua warga Bantul, bahkan 10 dari 15 karyawan merupakan warga sekitar.” 3. Faktor yang mempengaruhi implementasi Kebijakan penataan toko modern di Bantul, kurang lebih sudah dua tahun berjalan. Dalam implementasinya kebijakan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pendukung dan faktor penghamabat. Faktor pendukung meliputi komunikasi dan koordinasi, disposisi atau sikap pelaksana, dan kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Sedangkan faktor pneghambat meliputi sumber daya ( manusis dan financial ) dan sikap dari toko modern. a. Faktor Pendukung Implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul ditentukan oleh faktor yang mendukungnya. Faktor pendukung ini merupakan kunci penting dalam keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Berikut faktor – faktor pendukung implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. 1) Komunikasi dan koordinasi Dalam implementasi suatu kebijakan, tentunya melibatkan actor yang banyak. Terlebih kebijakan penataan toko modern di commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bantul ini, actor yang terlibat tidak hanya satu dua saja. Dari banyaknya actor yang terlibat tadi, berakibat pada banyaknya karakter dan peran dari masing – masing actor. Sehingga, dibutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik dan terus menerus. Di dalam kebijakan penataan toko modern di Bantul, komunikasi dan koordinasi ini dilakukan dengan baik. Dinas Perijinan, Disperindagkop, Dinas Kesehatan, SATPOL PP, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup, Kantor Pengelolaan Pasar, adalah actor yang berperan dalam implementasi kebijakan ini. Disperindagkop dan dinas perijinan sebagai coordinator dari para actor dalam implementasi, berkomunikasi dengan baik dengan semua actor dalam implementasi ini. Sehingga, koordinasi secara terus menerus dilaksanakan agar tidak terjadi miss komunikasi dan tidak terjadi konflik. Menurut keterangan dari dinas perijinan yang mengatakan, “ Setiap hari ada tim khusus yang ditugaskan mengelola kebijakan ini. Tim khusus ini terdiri dari perwakilan masing – masing actor kebijakan penataan toko modern ini. Koordinasi juga terus dilakukan antar dinas yang mengelola kebijakan ini.” Setiap hari komunikasi dilakukan tim khusus ini untuk selalu melakukan pengelolaan kebijakan penataan toko modern ini. Apabila ada indikasi permasalahan atau indikasi pelanggaran, maka segera dilakukan koordinasi. Seperti contohnya, ketika commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
survey atau operasi barang dagangan yang ada di toko modern, terkait dengan kelayakan, barang kadaularsa, dan lainnya. Apabila ada indikasi barang yang dijual ternyata tidak layak jual, maka dari actor kebijakan segera berkoordinasi dan kemudian langsung bertindak terhadap toko modern. Koordinasi juga dilakukan oleh semua stakeholder saat ini yang sedang hangat memebahas mengenai toko modern yang keberadaannya tidak diterima oleh pedagang pasar tradisional, yaitu indomart di dekat pasar Piyungan.
Melalui
DPRD,
pedagang
pasar
tradisional
menyampaikan aspirasinya. Kemudian dinas perijinan dan disperindagkop melakukan koordinasi dengan semua stakeholder termasuk dengan pedagang untuk mencarikan solusi. Sampai penelitian ini dilakukan, koordinasi masih terus dilakukan. Komunikasi dan koordinasi sedemikian rupa menjadi pendukung dari implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. komunikasi dan koordinasi yang selalu dilakukan oleh actor kebijakan maupun dengan satakeholder lain menjadikan sasaran – sasaran ( usaha kecil, pasar tradisional, dan koperasi ) kebijakan ini menjadi lebih paham, lebih terakomodasi, dan lebih terlindungi. 2) Disposisi atau Sikap Pelaksana Komunikasi dan koordinasi yang dilaksanakan dengan baik oleh actor dan stakeholder kebijakan penataan toko modern di commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bantul, maka bisa diketahui bagaimana disposisi atau sikap pelaksana kebijakan penataan toko modern di Bantul. Kasubbag program dinas perijinan mengatakan, “ Selama diberlakukan kebijakan ini, disposisi dari semua actor bisa dikatakan baik. Hal ini tidak lepas dari koordinasi yang selalu dilakukan oleh semua stakeholder. Apabila ada ketidakcermatan sedikit saja, bisa langsung terlihat dan segera diperbaiki.”
Kondisi demikian juga menghasilkan kepercayaan dari sasaran kebijakan yaitu usaha kecil, pasar tradisional, dan koperasi. Dengan sikap pelaksana kebijakan yang baik dan selalu berkoordinasi melibatkan semua stakeholder, sasaran kebijakan menilai dan percaya dengan disposisi dari pelaksana/implementor yang baik dan benar – benar melindungi pedagang kecil. Dengan disposisi yang baik dan kepercayaan dari pedagang kecil, dapat mendukung implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. 3) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik Selain dua faktor di atas, faktor pendukung implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul adalah kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi ekonomi masyarakat Bantul pasca gempa tahun 2006 yang jatuh, menyebabkan usaha kecil maupun pedagang
tradisional
menjadi
lumpuh.
Kondisi
ekonomi
masyarakat Bantul yang demikian menyebabkan pemerintah commit to user berusaha keras untuk memberdayakan pedagang kecil. Salah satu
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wujud nyata usaha pemerintah tersebut adalah dengan pengaturan keberadaan toko modern di Bantul. Pedagang kecil pasca gempa 2006 lumpuh, juga berharap besar kepada pemerintah untuk bisa memberdayakan mereka. Dimulai tahun 2008, akhirnya tahun 2010 kebijakan penataan toko modern bisa diberlakukan. Sehingga, dengan kondisi ekonomi masyarakat terutama pedagang kecil yang lumpuh pasca gempa, menjadikan semua pedagang kecil mengahrapkan adanya pemberdayaan dari pemerintah. Situasi ini menjadikan faktor pendukung dari implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. Kondisi sosial masyarakat Bantul, terutama kondisi sosial pasca gempa, juga menjadi faktor pendukung impelementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. Kondisi sosial masyarakat
Bantul
yang
terjadi
banyak
konflik,
banyak
perselisihan, menjadikan kekeluargaan antar pedagang kecil juga kerap terjadi perselisihan. Perselisihan itu dipicu dari adanya pembagian bantuan pasca gempa. Baik bantuan untuk mendirikan bangunan baru ataupun bantuan untuk membuka usaha baru. Pembagian bantuan ini menyebabkan kecemburuan sosial yang sangat besar, karena memang besar bantuan yang diberikan dari pemerintah berbeda, tergantung kriteria yang sudah ditentukan. Situasi seperti ini, menyebabkan pedagang kecil banyak yang mengeluhkan kepada pemerintah. Tetapi yang merekan keluhkan commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan persolan pembagian bantuan, tetapi persoalan kekeluargaan anatar pedagang kecil yang semakin renggang. Diberlakukannya kebijakan penataan toko modern di Bantul, yang tujuan utamanya adalah pemberdayaan usaha kecil, menjadikan pedagang kecil banyak berharap pada kebijakan ini. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah sangat diharapkan oleh pedagang kecil untuk merekatkan kembali rasa kekeluargaan diantara mereka. Hal ini menyebabkan kebijakan penataan toko modern di Bantul, sangat didukung oleh pedagang kecil. Dari uraian di atas, bisa dikatakan bahwa kondisi sosial masyarakat pasca gempa 2006 menajdi faktor pendukung implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul. Faktor lain yang mendukung implementasi kebijakan penataan toko modern adalah kondisi politik di Bantul. Kondisi politik di Bantul yang stabil, tidak pernah bergejolak, menjadikan implementor bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. b. Faktor Penghambat Tidak semua faktor yang mempengaruhi kebijakan penataan toko
modern
di
Bantul
adalah
faktor
pendukung.
Dalam
implementasinya, terdapat juga faktor – faktor penghambat. Faktor penghambat kebijakan penataan toko modern di Bantul yang selama ini dirasakan adalah sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya financial dan hambatan dari toko modernnya sendiri. commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Sumber daya manusia Faktor penghambat yang saat ini masih belum bisa teratasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia di sini terletak pada sasaran kebijakan, yaitu pedagang kecil, baik pedaganag tradisional maupun pedagang kecil lainnya. Kualitas SDM dari pelaku usaha kecil yang sebagian besar masih rendah, terkadang menjadikan pemahaman mereka mengenai kebijakan ini lemah. Hal ini menyebabkan implementor terkadang kesulitan untuk melakukan tindakan atau program terhadap sasaran kebijakan. Program
–
program
dari
pemerintah
untuk
mewujudkan
pemberdayaan terkadang sulit diterima oleh pedagang kecil karena kualitas SDM mereka yang rendah. 2) Sumber daya financial Sumber daya financial menjadi permasalahan klasik dalam implementasi kebijakan. Dalam hal ini, kebijakan penataan toko modern di Bantul. Konsekuensi dari diberlakukannya kebijakan penataan toko modern di Bantul, tentunya adalah harus membangun pasar tradisional dan sarprasnya. Untuk membangun atau merelokasi pasar tradisional menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan aman, memerlukan dana yang sangat besar. Sepeti yang disampaikan dari Kantor Pengelolaan Pasar, “ untuk membangun satu pasar tradisional dengan skala biasa itu minimal 3 miliar rupiah dan skala besar minimal 5 miliar rupiah, itu belum termasuk pembiayaan untuk commit to user program – programnya, baru sebatas bangunan fisiknya.”
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan kondisi tersebut, saat ini baru beberapa pasar tradisional yang bsia dibangun dnegan bagus. Masih banyak pasar tradisional di Bantul yang masih perlu dibangun maupun direlokasi. 3) Sikap Toko Modern Toko modern dalam memenuhi ijin tidak secara bersamaan. Ijin yang harus dipenuhi toko modern ada beberapa macam, yaitu IMB, HO, SIUP, dll. Toko modern dalam mengurus dan memenuhi ijinnya tidak langsung semua dipenuhi secara bersama. Toko modern banyak yang memenuhi ijinnya satu per satu, sehingga dari pihak Dinas Perijinan ataupun stakeholder lain kesulitan dalam melakukan control. Selain itu, belum adanya petunjuk pelaksanaan ataupun petunjuk teknis tentang bagaimana jika perijinan dipenuhi satu per satu. Ada toko modern yang berdiri dekat di pasar tradisional, tetapi sulit bahkan tidak bisa ditertibakan. Hal ini beralasan toko modern tersebut berdiri di atas tanah pemiliknya sendiri, dan di situ juga pemilik itu bertempat tinggal. Contohnya toko Mansyur yang tepat berada di depan pasar Bantul. Selain itu, ada toko modern yang dekat bahkan berdampingan dengan pasar tradisional tetapi toko modern tersebut berdiri dan berijin sebelum peraturan tentang penataan toko modern diberlakukan. Contohnya alfamart di dekat commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasar mangiran yang hanya berjarak 100m. Menurut Dinas Perijinan, Disperindagkop dan Kantor Pasar, penyesuaian untuk lokasi dan penertibannya menunggu ijin yang berlaku sekarang selesai. Tetapi hal untuk petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksanaannya, sampai saat ini masih digodok di dewan. Hasil observasi ke toko modern yang berdekatan dengan pasar tradisional, memang ternyata setelah melakukan wawancara pada karyawan di toko modern tersebut , ijin toko modern tersebut sejak tahun 2008, sedangkan Peraturan Bupati tentang penataan toko modern baru diberlakukan mulai tahun 2010. Tetapi, ada juga toko modern
yang
berdekatan
dengan
pasar
tradisional
sudah
disesuaikan atau direlokasi. Seperti contohnya alfamart yang berada di depan Pasar Imogiri. Akibat adanya tuntutan dari pedagang pasar Imogiri dan didukung oleh pengelola Pasar, akhirnya alfamart yang berada di dekat pasar Imogiri dicabut ijinnya. Dari pembahasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa implementasi kebijakan penataan toko modern di Bantul sudah cukup baik, meskipun masih ada beberapa indikasi pelanggaran. Hambatan yang muncul juga hanya sebatas timbul konflik kecil dan belum disesuaikannya peraturan terhadap toko modern yang berdiri sebelum peraturan diberlakukan. Implementasi kebijakan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pendukung
dan
faktor
penghambat. commit to user
Faktor
pendukung
meliputi
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunikasi dan koordinasi, disposisi, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Sedangkan faktor penghambat meliputi sumber daya manusia, sumber daya financial atau keuangan dan sikap toko modern itu sendiri. B. Evaluasi Kinerja Kebijakan Penataan Toko Modern Di Kabupaten Bantul Kajian yang selanjutnya dari penulisan ini adalah mengenai evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul. Dalam evaluasi kinerja ini, akan dilihat dalam dua pokok bahasan, yaitu tentang tujuan atau nilai kebijakan dan kinerja actor kebijakan. 1. Tujuan atau Nilai Kebijakan Sebuah kebijakan public pasti mempunyai tujuan. Tujuan tersebut adalah nilai yang ingin dicapai dalam sebuah kebijakan public. Begitu juga dengan kebijakan penataan toko modern di Bantul. kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul yang kemudian diubah beberapa pasalnya dengan Peraturan Bupati Nomor 34 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 10 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul, juga mempunyai tujuan kebijakan atau nilai kebijakan. Dalam pembahasan mengenai tujuan kebijakan penataan toko modern akan dibahas mengenai pencapaian tujuan saat ini, langkah yang sudah dilakukan untuk mencapai tujuan dan faktor yang mempengaruhi. commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Pencapaian tujuan kebijakan atau nilai kebijakan Tujuan kebijakan penataan toko modern terdapat di dalam draft Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2010 tentang Penataan Toko Modern di Kabupaten Bantul. 1) memberikan perlindungan kepada usaha kecil dan koperasi serta pasar tradisional; Pencapaian tujuan yang pertama ini, bisa dikatakan sudah ada peningkatan, tetapi belum bisa dikatakan sepenuhnya tercapai. Hal itu diungkapkan oleh Disperindagkop dan Kantor Pasar ( hasil wawancara dengan informan ) yang mengatakan bahwa saat ini usaha kecil dan pasar tradisional sudah terlindungi dari ancaman pendirian toko modern yang banyak dan mengancam eksistensi pasar tradisional. Saat ini, pasar tradisional di Bantul sebagaian besar sudah terlindungi dari toko modern, tinggal beberapa saja yang memang masih terganggu dengan adanya toko modern di sekitar pasar tradisional. Contohnya, alfmart di samping pasar Mangiran, toko – toko modern di depan Pasar Bantul, dan alfamart di dekat pasar Piyungan. 2) memberdayakan pelaku usaha kecil dan koperasi serta pasar tradisional pada umumnya, agar mampu berkembang, bersaing, tangguh, maju, mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraannya; Selain perlindungan, tujuan yang utama dari adanya kebijakan penataan toko modern adalah untuk melakukan commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemberdayaan usaha kecil dan pasar tradisional. Untuk pencapaian tujuan ini, bisa dibilang juga cukup baik, meskipun masih belum bisa
tercapai
sepenuhnya.
Pemberdayaan
disini
dalam
pencapaiannya saat ini baru sebatas untuk aktifitas pasar dan pedagang. Belum secara keseluruhan. Pemberdayaan baru sebatas pembangunan fisik, pembinaan pedagang pasar, dan pelatihan pelatihan bagi usaha kecil. Hal itu pun belum sepenuhnya dilakukan menyeluruh ke pedagang dan pelaku usaha kecil. Seperti yang disampaikan oleh salah satu pedagang pasar Niten,“ kondisi fisik pasar sudah baik, tapi kami pedagang masih perlu dibina dan dilatih.”
Tetapi,
paling tidak
pedagang sudah
merasakan
pemberdayaan yang dilakukan oleh stakeholder terkait. 3) mengatur dan menata keberadaan dan pendirian toko modern di Kabupaten Bantul agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, pengusaha kecil dan koperasi yang telah ada dan memiliki nilai historis dan dapat menjadi aset pariwisata; Ini merupakan tujuan dasar dari kebijakan penataan toko modern. sejauh ini, mulai dari 2010 diberlakukan, tujuan mengatur dan menata pendirian toko modern bisa dikatakan tercapai meskipun belum secara penuh. Belum secara penuh dikarenakan masih ada beberapa toko modern yang belum disesuaikan ijin pendirian dengan peraturan yang baru ini. Selain itu, masih ada toko modern yang ijin usaha tidak diperbaharui meskipun toko commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut berganti jenisnya. Contohnya dari minimarket menjadi toserba atau supermarket. Hal ini diungkapkan oleh ketiga stakeholder yang saya wawancarai, yang mengatakan bahwa, “ tujuan untuk mengatur dan menata keberadaan toko modern sudah sedikit tercapai, tetapi masih ada “pekerjaan rumah„ yang harus diselesaikan, misalnya penyesuaian ijin, penyesuaian zonasi, dan lainnya.”
Penyesuaian izin dan zonasi saat ini menjadi hal yang harus direncanakan dengan baik oleh implementor. Setelah nanti izin toko modern yang sudah habis, dan perlu penyesuaian zonasi dan yang lainnya, harus segera disesuaikan sesuai dengan peraturan. Hal ini supaya tujuan kebiajakn ini benar – benar bisa tercapai. 4) menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, pengusaha kecil dan koperasi dengan pelaku usaha toko modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan; Tujuan ini sampai saat ini masih dikatakan belum tercapai. Hal itu dikarenakan dari toko modern sendiri masih sulit untuk bermitra dengan pengusaha kecil maupun pasar tradisional. Toko modern sudah mempunyai pemasok sendiri dan standar kualitas sendiri. Tetapi juga sudah ada sedikit toko modern yang sudah bermitra dengan UMKM. Saat ini kemitraan dilakukan hanya sebatas menyewakan tempat di depan toko modern untuk UMKM menjual barang dagangannya. Dari pihak Disperindagkop sendiri commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga mengakui bahwa untuk mewujudkan kemitraan antara toko modern dengan usaha kecil dan pasar sangat sulit.
Dari toko
modern sendiri kurang bisa menerima produk dari UMKM karena memang kualitasnya belum terjamin. Kemudian dari UMKM sendiri juga kesulitan apabila harus memenuhi standar yang diberikan. Tetapi dari pihak Disperindagkop sampai saat ini masih mengusahakan agar kemitraan ini bisa terwujud. 5) mewujudkan sinergi yang saling memerlukan dan memperkuat antara toko modern dengan pasar tradisional, usaha kecil dan koperasi agar dapat tumbuh berkembang lebih cepat sebagai upaya terwujudnya tata niaga dan pola distribusi yang mantap, lancar, efisien dan berkelanjutan. Untuk tujuan yang kelima ini, hampir sama dengan tujuan – tujuan yang lain, belum bisa tercapai sepenuhnya. Antara toko modern, usaha kecil, dan pasar tradisional masih berjalan sendiri – sendiri, belum bisa bersinergi secara penuh. Untuk usaha kecil dan pasar tradisional sudah bersinergi dengan baik, tetapi apabila dengan toko modern, belum bisa bersinergi dengan baik. Hal itu dikarenakan juga sangat tertutupnya toko modern terhadap akses barang dagangan, maupun manajerialnya, terutama toko modern yang model jaringan, seperti alfamart dan indomaret. Menurut Dinas Perijinan, Disperindagkop, dan Kantor Pasar, untuk mewujudkan
ini, memang dibutuhkan commit to user
peran
dari
semua
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stakeholder. Mulai dari pihak pemerintah, pihak toko modern, dan dari pasar maupun usaha kecil, sehingga semuanya bisa bersinergi dengan baik dan bisa saliang memperkuat. b. Langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan kebijakan Banyak sekali langkah – langkah yang telah dilakukan untuk mewujudkan tujuan – tujuan dari kebijakan penataan toko modern ini. Baik yang dilakukan dari dinas perijinan, disperindagkop, maupun dari pihak pengelola pasar, begitu juga dnegan stakeholder lain. 1) Untuk mencapai tujuan melindungi pasar dan usaha kecil, tentunya langkah yang dilakukan adalah memperketat perijinan toko modern, pengawasan terhadap toko modern lebih digiatkan, dan juga tindakan terhadap toko modern yang melanggar ketentuan. Hal ini disampaikan oleh dinas perijinan yang mengatakan bahwa, “Sejak mulai diberlakukannya kebijakan ini, untuk pemberian ijin toko modern, tidak semudah sebelum adanya peraturan tentang penataan toko modern, pemberian ijin harus disesuaikan dengan yang ada di dalam Peraturan Bupati, untuk zonasi, jarak, dsb. Kalau memang ada toko modern yang „ ngeyel‟ maka juga akan ditindak.”
Seperti contoh di Argomulyo, Sedayu. Disana berdiri toko modern yang berdekatan dengan pasar tradisional, dan untuk ijin masih ditangguhkan, tetapi masih nekat mendirikan toko modern. Kemudian setelah beberapa waktu akhirnya toko modern tersebut digusur/ditutup oleh SATPOL PP. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Untuk tujuan pemberdayaan usaha kecil dan pasar tradisional, ada beberapa langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Disperindagkop dan Kantor Pengelolaan Pasar. a) Merelokasi pasar tradisional ke tempat yang lebih nyaman, luas, dan memadai. Saat ini, pasar tradisional di Bantul, terutama pasar tradisional yang tergolong besar, sudah direlokasi. Pasar Niten, pasar Imogiri, pasar Piyungan dan pasar Pijenan adalah contoh pasar yang sudah direlokasi ke tempat yang lebih luas, lebih nyaman, dan tentunya dengan bangunan yang lebih modern. Tetapi usaha ini juga menimbulkan masalah lain, yaitu penurunan tingkat penghasilan pedagang setelah di pindah di pasar yang baru. Pedagang Pasar Niten adalah contoh pedagang yang mengalami hal tersebut. pedagang pasar Niten mengalami penurunan penghasilan sejak dipindah ke tempat yang baru. Hal ini menjadi “ pekerjaan rumah “ tersendiri bagi pengelola pasar agar pedagang tetap merasa nyaman dan penghasilannya meningkat dengan berada di tempat yang baru. b) Memberikan pembinaan dan pelatihan terhadap pedagang pasar tradisional, dalam hal kemampuan manajerial. Disperindagkop
bekerjasama
dengan
Kantor
Pengelolaan Pasar mengadakan pembinaan dan pelatihan kepada
pedagang pasar tradisional commit to user
kaitannya
dengan
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manajerial. Hal ini dikarenakan kemampuan pedagang dalam manjerial masih sangat lemah. Keluar masuk barang dan keluar masuk uang sama sekali tidak ada pembukuan yang rinci, semuanya hanya seperti air mengalir. Sebagai contoh ketika saya wawancara dengan pedagang sembako di pasar Niten, beliau mencatat keluar masuk barang dagangan dan keluar masuk uang hanya sekadarnya saja, tidak secara rinci dan teratur. Hal ini yang menjadi perhatian dari pemerintah, sehingga pemerintah mencoba dengan memberikan pelatihan manajerial, meskipun juga harus dilakukan secara bertahap. c) Memberikan pendampingan dan pendekatan kepada pedagang agar tidak terjerat rentenir. Ketergantungan dari rentenir menjadi suatu fenomena yang sampai saat ini belum bisa dihilangkan. Pedagang pasar tradisional banyak sekali yang ketergantungan dengan rentenir, dari dulu sampai sekarang. Sehingga, terkadang pedagang sendiri laba berdagangnya hanya untuk membayar cicilan ke rentenir. Hal ini menjadi perhatian pemerintah terutama Kantor Pengelola Pasar untuk melakukan pendekatan kepada pedagang agar ketergantungan terhadap rentenir bisa dikurangi. Selain itu, pemerintah juga berusaha secara riil, tidak hanya sekedar pendekatan kepada pedagang. Usaha riil itu antara lain bekerjasama dengan bank – bank daerah untuk mendirikan commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kantor cabang di pasar tradisional. Di pasar Niten, ada bank BPD DIY yang mendirikan kantor cabang di pasar. Kemudian di pasar Imogiri, ada bank Bantul yang mendirikan kantor cabang di pasar. Hal itu dilakukan dengan harapan pedagang dalam melakukan pinjaman tidak bergantung pada rentenir yang bunganya tinggi, tetapi langsung ke bank – bank daerah yang sudah didirikan kantor cabang di pasar, agar bunga hutangnya bisa dijangkau dan tidak memberatkan. d) Melengkapi fasilitas yang ada di pasar tradisional. Untuk menghindari dampak negative dan tentunya sebagai upaya untuk mencapai tujuan pemberdayaan pasar tradisional, pemerintah dalam hal ini Kantor Pengelolaan Pasar bekerjasama dengan stakeholder lain berusaha memperbaiki fasilitas yang ada di pasar tradisional. Selain memperbaiki, pemerintah juga berusaha menambah fasilitas dan melakukan inovasi – inovasi yang tentunya bertujuan agar pasar tradisional lebih berdaya. Fasilitas yang diperbaiki antara lain, bentuk bangunan los maupun kios. Kemudian tempat ibadah dan toilet. Inovasi yang coba dilakukan pemerintah yang bekerjasma dengan stakeholder dalam hal ini adalah Unilever dengan membuat tempat cuci tangan di pojok – pojok strategis di dalam pasar tradisional. Program ini nantinya akan dilakukan commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di sebagian besar pasar tradisional Bantul, tetapi saat ini yang terealisasikan baru di pasar Imogiri. 3) Untuk tujuan yang ketiga, yaitu mengatur dan menata keberadaan dan pendirian toko modern di Kabupaten Bantul agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, pengusaha kecil dan koperasi yang telah ada dan memiliki nilai historis dan dapat menjadi aset pariwisata, pemerintah Bantul juga melakukan beberapa tindakan. Untuk tujuan yang ketiga ini, tindakan pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Perijinan dan Disperindagkop lebih kepada tindakan teknis terhadap toko modern di Bantul. Tindakan itu antara lain mengatur zonasi toko modern terkait dengan jumlah di setiap kecamatan. Selanjutnya para stakeholder melakukan pengawasan dan survey secara ketat terhadap toko modern, lebih ketat dan lebih sering dari seebelum peraturan penataan toko modern diberlakukan. Selain itu, Dinas Perijinan lebih memperketat lagi pemberian izin pendirian toko modern. Bagi toko modern yang terbukti melanggar ketentuan maupun tidak memenuhi ijin yang berlaku, apabila bangunan sudah berdiri, tetap tidak akan diberikan ijin operasi. Jika ada yang “ngeyel” beroperasi, toko modern tersebut tetap akan ditutup. Sebagai contoh, toko modern yang ada di dekat pasar Imogiri, karena jarak yang commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlalu dekat dengan pasar Imogiri, dan ijinnya ternyata tidak disesuaikan dengan peraturan yang berlaku saat ini, maka toko modern tersebut dicabut ijinnya dan ditutup operasionalnya. 4) Tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang keempat yaitu menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, pengusaha kecil dan koperasi dengan pelaku usaha toko modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang
perdagangan
yaitu : a) Memberikan pendampingan terhadap UMKM, dan koperasi agar produk yang diproduksi bisa berkualitas dan bisa dipasarkan di toko modern. Dalam hal ini pemerintah melakukan tindakan konkret antara lain bekerjasma dengan BLK mengadakan pelatihan produksi agar berkualitas dengan mengundang UMKM dan koperasi di Bantul. b) Melakukan pendekatan dan kerjasama terhadap toko – toko modern yang sekiranya terletak di sekitar UMKM dan koperasi, untuk lebih bisa menerima produk dari UMKM dan koperasi, meskipun barang yang diproduksi belum memenuhi standar nasional. Sebagai contoh, pendekatan yang dilakukan oleh Disperindagkop di Toko Selarong, dimana di sekitar toko banyak UMKM terutama produk pangan. Disperindagkop berusaha melakukan pendekatan commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ke toko modern agar bisa menerima produk UMKM meskipun kualitasnya masih rendah. 5) Untuk tujuan yang kelima yaitu mewujudkan sinergi yang saling memerlukan dan memperkuat antara toko modern dengan pasar tradisional, usaha kecil dan koperasi agar dapat tumbuh berkembang lebih cepat sebagai upaya terwujudnya tata niaga dan pola distribusi yang mantap, lancar, efisien dan berkelanjutan. Usaha pemerintah dalam mewujudkan sinergi di atas baru sebatas mengadakan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah sebagai pihak mediasi antara toko modern, pasar tradisional, usaha kecil, dan koperasi. Pemerintah secara rutin mengadakan koordinasi dan komunikasi dengan mengundang toko modern, pedagang pasar tradisional, usaha kecil, dan koperasi yang tentunya bertujuan agar tidak ada konflik diantara pelaku – pelaku usaha tersebut, dan bisa tercipta sinergi yang baik. c. Faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan 1) Faktor pendukung Dalam mencapai tujuannya, kebijakan tidak terlepas dari faktor – faktor yang mendukung. Begitu pula dengan kebijakan penataan toko modern di Bantul, yang tidak terlepas dari faktor – faktor yang mendukungnya. Faktor – faktor pendukung pencapaian commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan kebijakan penataan toko modern pada dasarnya hampir sama dengan faktor pendukung dari implementasi kebijakan. a) Kondisi sosial, politk, dan ekonomi Kebijakan tidak akan pernah lepas dari faktor sosial, politik, dan ekonomi. Akibat dari gempa 2006 yang melanda Bantul dan sekitarnya, usaha kecil dan pasar tradisional menjadi lumpuh. Pemerintah dengan usaha kerasnya berusaha melindungi dan memberdayakan pasar tradisional dan usaha kecil. Melalui kebijakan penataan toko modern ini, pemerintah mempunyai harapan besar agar usaha kecil dan pasar tradisional benar – benar bisa berdaya pasca gempa 2006. penataan toko modern bisa diberlakukan. Di sisi lain, kondisi ekonomi masyarakat terutama pedagang kecil yang lumpuh pasca gempa, menjadikan semua pedagang kecil juga mengahrapkan adanya pemberdayaan dari pemerintah. Situasi ini menjadikan faktor pendukung dari pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Kondisi sosial masyarakat Bantul, terutama kondisi sosial pasca gempa, juga menjadi faktor pendukung pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Kondisi sosial masyarakat Bantul yang terjadi banyak konflik, banyak perselisihan, menjadikan kekeluargaan antar pedagang kecil juga kerap terjadi perselisihan. Perselisihan itu dipicu dari commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adanya pembagian bantuan pasca gempa. Baik bantuan untuk mendirikan bangunan baru ataupun bantuan untuk membuka usaha baru. Pembagian bantuan ini menyebabkan kecemburuan sosial yang sangat besar, karena memang besar bantuan yang diberikan dari pemerintah berbeda, tergantung kriteria yang sudah ditentukan. Situasi seperti ini, menyebabkan pedagang kecil banyak yang mengeluhkan kepada pemerintah. Tetapi yang merekan keluhkan bukan persolan pembagian bantuan, tetapi persoalan kekeluargaan anatar pedagang kecil yang semakin renggang. Diberlakukannya kebijakan penataan toko modern di Bantul, yang tujuan utamanya adalah pemberdayaan usaha kecil, menjadikan pedagang kecil banyak berharap pada kebijakan ini. Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah sangat diharapkan oleh pedagang kecil untuk merekatkan kembali rasa kekeluargaan diantara mereka. Hal ini menyebabkan kebijakan penataan toko modern di Bantul, sangat didukung oleh pedagang kecil. Dari uraian di atas, bisa dikatakan bahwa kondisi sosial masyarakat pasca gempa 2006 menjadi faktor pendukung pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Faktor lain yang mendukung pencapaian kebijakan penataan toko modern adalah kondisi politik di Bantul. Kondisi commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
politik di Bantul yang stabil, tidak pernah bergejolak, menjadikan implementor bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. b) Komunikasi dan koordinasi Aktor yang terlibat dalam kebijakan penataan toko modern di Bantul cukup banyak. Sehingga komunikasi dan koordinasi menjadi faktor penting dalam mencapai tujuan kebijakan
ini.
Dinas
Perijinan,
Disperindagkop,
Dinas
Kesehatan, SATPOL PP, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup, Kantor Pengelolaan Pasar, adalah actor yang berperan dalam kebijakan ini. Disperindagkop dan dinas perijinan
sebagai
coordinator
dari
para
actor
dalam
implementasi, berkomunikasi dengan baik dengan semua actor dalam kebijakan ini. Sehingga, koordinasi secara terus menerus dilaksanakan agar tidak terjadi miss komunikasi dan tidak terjadi konflik. Menurut keterangan dari dinas perijinan, setiap hari ada tim khusus yang ditugaskan mengelola kebijakan ini. Tim khusus ini terdiri dari perwakilan masing – masing actor kebijakan penataan toko modern ini. Komunikasi dan koordinasi tim ini selalu dilakukan dalam
pengelolaan
kebijakan.
sehingga,
apabila
ada
permasalahan – permasalahan segera bisa diatasi. Komunikasi dan koordinas juga dilaksanakan dnegan baik oleh pedagang commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasar tradisional dan toko modern. Pedagang pasar tradisional selalu menyampaikan keluh kesahnya ke DPRD, yang kemudian dilakukan koordinasi dengan toko modern. Komunikasi dan koordinasi sedemikian rupa menjadi pendukung dari pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Komunikasi dan koordinasi yang selalu dilakukan oleh actor kebijakan maupun dengan satakeholder lain menjadikan sasaran – sasaran ( usaha kecil, pasar tradisional, dan koperasi ) kebijakan ini menjadi lebih paham, lebih terakomodasi, dan lebih terlindungi. c) Disposisi atau Sikap Pelaksana Komunikasi dan koordinasi yang dilaksanakan dengan baik oleh actor dan stakeholder kebijakan penataan toko modern di Bantul, maka bisa diketahui bagaimana disposisi atau sikap pelaksana kebijakan penataan toko modern di Bantul. Menurut keterangan bagian program dinas perijinan, selama diberlakukan kebijakan ini, disposisi dari semua actor bisa dikatakan baik. Ditambahakan, hal ini tidak lepas dari koordinasi yang selalu dilakukan oleh semua stakeholder. Sehingga, apabila ada ketidakcermatan sedikit saja, bisa langsung terlihat dan segera diperbaiki. Kondisi demikian juga menghasilkan kepercayaan dari sasaran kebijakan yaitu usaha kecil, pasar tradisional, dan koperasi. Dengan sikap pelaksana commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan yang baik dan selalu berkoordinasi melibatkan semua stakeholder, sasaran kebijakan menilai dan percaya dengan disposisi dari pelaksana/implementor yang baik dan benar – benar melindungi pedagang kecil. Dengan disposisi yang baik dan kepercayaan dari pedagang kecil, dapat mendukung pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern di Bantul. 2) Faktor penghambat Sumber daya menjadi faktor penghambat yang paling besar dalam pencapaian tujuan kebijakan penataan toko modern. Sumber daya terdiri dari sumber daya manusia dan sumber
daya
keuangan
atau
financial.
Ini
menjadi
permasalahan klasik yang sampai saat ini masih menjadi kendala. Kemampuan sumber daya manusia, baik dari implementor maupun objek kebijakan, menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan kebijakan ini. SDM implementor yang terkadang kurang mengetahui dan kurang paham mengenai perintah kebijakan, apa yang harus dilakukan dalam mengelola kebijakan, masih menjadi permasalahan. Kemudian dari objek kebijakan atau sasaran kebijakan, yaitu pedagang pasar tradisional, kemampuan SDM yang sangat rendah menjadikan program – program dari kebijakan ini sulit untuk commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipahami. Sehingga, penerapan program – program pun menjadi sulit terlaksana. Sumber
daya
keuangan
atau
financial
menjadi
penghambat klasik, selalu ada dalam setiap kebijakan. Dalam kebijakan penataan toko modern ini hal itu juga terjadi. Sumber daya keuangan menjadi pengahambat dalam pencapaian tujuan. Kebijakan penataan toko modern memberikan konsekuensi kepada pengelola kebijakan. Pembangunan pasar tradisional, pembuatan program untuk pedagang pasar, dan lainnya, adalah konsekuensi yang harus dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan kebijakan. konsekuensi yang harus dilakukan itu membutuhkan dana yang sangat besar sekali. Menurut keterangan Kantor Pengelolaan Pasar, untuk membangun pasar skala kecildibutuhkan minimal 2 miliar rupiah, dan skala bear minimal 5 miliar rupiah. Belum lagi untuk sarorasnya dan untuk program – program pemberdayaan pedaganga pasar. Hal ini menyebabbkan saat ini belum semua pasar tradisional di Bantul bisa dibangun dengan baik, baru sebagian saja. 2. Kinerja aktor kebijakan Aktor kebijakan dalam mengelola sebuah kebijakan tentunya dibutuhkan kinerja yang baik. Dalam kajian kinerja actor kebijakan penataan toko modern di Bantul, akan dilihat mengenai dua hal, yaitu peran actor dan kontribusi actor. commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Peran actor Masing – masing actor dalam kebijakan public, mempunyai peran masing – masing pula. Dalam kebijakan penataan toko modern di Bantul, setiap actor juga mempunyai peran masing – masing. Menurut keterangan dari Disperindagkop, peran dari setiap actor dalam kebijakan penataan toko modern di Bantul adalah : 1) Disperindagkop berperan sebagai coordinator dalam pengelolaan kebijakan penataan toko modern bersama dengan dinas perijinan. Disperindagkop juga berperan dalam hal implementasi dan monitoring kebijakan ini, khusunya dalam hal produk yang diperdagangkan. Selain itu, Disperindagkop juga berperan besar dalm mewujudkan sinergi yang baik antara toko modern, pasar tradisional, dan usaha kecil lainnya. 2) Dinas Perijinan berperan sebagai coordinator dalam pengelolaan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Dinas perijinan juga berperan sebagai pelayan dalam hal izin yang harus dipenuhi oleh toko modern. Terkait dengan pelayanan perijinan toko modern, dinas perijinan diberi peran khusu untuk benar – benar tegas dalam pemberian izin toko modern di Bantul. 3) Kantor Pengelolaan Pasar Kantor pengelolaan berperan dalam pencapian tujuan kebijakan penataan toko modern, yaitu pemberdayaan terhadap pasar tradisional. Kantor pengelolaan pasar menjadi salah satu commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
actor penting dalam mewujudkan pemberdayaan pasar tradisional. Tentu saja dalam melaksanakan peran ini juga bekerjasama dengan APPSI maupun dari Disperindagkop, dan stakeholder lainnya. 4) Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Pertanahan Dinas pekerjaan umum dan badan pertanahan berperan hampir sama. Keduanya berperan sebagai surveyor terkait dengan tanah dan bangunan toko modern yang akan berdiri, yan selanjutnya memerikan rekomendasi ke dinas perijinan. 5) Dinas Kesehatan Dinas keshatan berperan sebagai pengontrol barang yang dijual di toko modern. Dinas kesehatan mengontrol kelayakan barang yang dijual di toko modern. 6) Satuan Polisi Pamong Praja ( SATPOL PP ) SATPOL PP berperan sebagai eksekutor apabila toko modern melakukan pelanggaran. Toko modern yang melakukan penlanggaran terjadap kebijakan penataan toko modern, kemudian ditindaklanjuti oleh SATPOL PP. Mulai dari peringatan tertulis sampai dengan penutupan operasional toko modern. Untuk peran actor, sejak diberlakukan kebijakan sampai sekarang, secara umum sudah berperan sebagaimana mestinya. Tetapi masih ada komunikasi dan koordinasi yang kurang dan terkadang menimbulkan konflik sendiri diantara actor – actor. Misalnya, koordinasi yang kurang antara Dinas Perijianan dan SATPOL PP commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam menertibkan toko modern, sehingga terkadang terjadi perbedaan pendapat apakah toko modern tersebut harus dicabut ijinnya atau tidak. Maka untuk menanggulangi hal – hal demikian, dari pihak Dinas Perijinan dan Disperindagkop selaku coordinator dari actor kebijakan ini, secara intensif selalu mengadakan koordinasi, entah koordinasi di kantor, maupun koordnasi secara teknis di lapangan. b. Kontribusi actor Setelah dibahas mengenai peran masing – masing aktor, selanjutnya dilihatkontribusi dari masing – masing aktor. Dalam bahasan ini, akan dilihat mengenai pencapaian kontribusi dari masing – masing aktor dan tindak lanjut yang diberikan. 1) Pencapaian kontribusi Semua actor yang terlibat dalam kebijakan ini, pada dasarnya mempunyai porsi yang sama. Hanya saja untuk pihak yang mengkoordinir dari actor – actor dalam kebijakan ini ada di pihak Disperindagkop dan Dinas Perijinan. Sehingga, untuk kontribusi yang diberikan masing – masing actor hampir sama, hanya peran dan porsinya saja yang berbeda – beda. Meskipun
demikian,
menurut
keterangan
dari
Disperindagkop sebagai coordinator yang mengatakan bahwa, “ Masih kurangnya kemampuan SDM dari actor, menjadi permasalahan pokok. Kemampuan SDM yang kurang terkadang menyebabkan ada actor yang kurang mengetahui dan kurang paham dengan apa perannya, sehingga kontribusi yang diberikan pun juga terkadang kurang. commit to yang user terus dilakukan, permasalahan Dengan koordinasi
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SDM secara garis besar bisa diatasi meskipun belum bisa seluruhnya.”
Pihak coordinator aktor kebijakan yaitu Disperindagkop sampai saat ini terus berupaya agar seluruh pelaksana kebijakan ini memahami seluruh isi dan perintah dalam kebijakan. Hal ini agar kebijakan ini bisa mencapai tujuannya. 2) Tindak lanjut Untuk mencapai tujuan dari kebijakan penataan toko modern di Bantul, tidak bisa dilaksanakan hanya satu pihak saja. Semua pihak yang terlibat harus bersama – sama untuk melaksanakan kebijakan ini dengan sungguh – sungguh. Dinas Perijinan, Disperindagkop, Kantor Pengelolaan Pasar, Satpol PP, maupun stakeholder lain yang ikut terlibat dalam kebijakan ini harus selalu berkoordinasi. Selama kebijakan ini diberlakukan mulai tahun 2008, bisa dikatakan actor yang terlibat sudah berperan dan berkontribusi dengan baik. Artinya, stakeholder sudah berperan dan berkontribusi meskipun ada yang terkadang belum maksimal. Hal ini disampaikan oleh Disperindagkop dan Dinas Perijinan selaku coordinator dari actor – actor yang terlibat. Kedua Dinas mengatakan bahwa memang ada actor yang belum berkontribusi secara maksimal. Hal ini juga menjadi evaluasi bagi semua pihak agar nantinya bisa bekerja lebih giat lagi dalam melaksanakan kebijakan ini. Untuk tindak lanjut, dikatakan lebih commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lanjut oleh Disperindagkop bahwa saat ini belum ada, mungkin hanya sebatas teguran atau peringatan saja kepada stakeholder yang belum berkontribusi maksimal. Peringatan itu hanya sebatas untuk mengingatkan agar nantinya bisa koordinasi lebih lanjut lagi kepada
stakeholder
lain
untuk
bekerjasama
dalam
mengimplementasikan kebijakan penataan toko modern di Bantul. Dari pembahasan terkait dengan evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul di atas, bisa disimpulakan bahwa kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul sudah cukup baik. Dari pencapaian tujuan kebijakan, selama 4 tahun kebijakan berjalan sudah bisa mencapai sekitar 50% tujuan kebijakan. Meskipun belum sepenuhnya tercapai,
tetapi
tujuan
utama
kebijakan
yaitu
melindungi
dan
memberdayakan pedagang kecil dan pedagang pasar tradisional sudah 50% tercapai. Hal ini memperlihatkan bahwa sejauh ini kebijakan penataan toko modern sudah terlihat hasilnya. Selain itu, masing – masing aktor dalam kebijakan penataan toko modern ini juga sudah beperan dan berkontribusi dengan baik, meskipun masih ada juga hambatan – hambatan dari aktor, seperti contoh kemampuan SDM. C. Evaluasi Dampak Kebijakan Fokus pembahasan dari analisis kebijakan penataan toko modern yang selanjutnya adalah evaluasi dampak kebijakan. Evaluasi dampak disini membahas mengenai dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diharapkan. Selain itu, akan dibahas juga mengenai dampak kebijakan terhadap unit – unit sosial pedampak. 1. Dampak yang diharapkan Dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern merupakan turunan dari tujuan kebijakan. dalam pembahasan mengenai dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern di Bantul, akan diidentifikasi mengenai mascam – macam dampaknya, kemudian pencapaian saat ini dan langkah yang dilakukan untuk mencapai dampak yang diharapkan tersebut. a. Macam – macam dampak yang diharapkan Dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern ada beberapa jenis. Dampak yang diharapkan ini terdiri dari beberapa pandangan. Mulai dari pnadangan dinas perijinana, disperindagkop, sampai dari pandangan masyarakat.. 1) Menurut Dinas Perijinan, dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern adalah terlindunginya pasar tradisional dari pendirian toko modern. Dampak ini bisa terwujud apabila peraturan zonasi pendirian toko modern benar -
benar
diimplementasikan dengan baik. 2) Kemudian dari Disperindagkop mengatakan bahwa dampak yang diharapkan dengan adanya kebijakan penataan toko modern di Bantul adalah pasar tradisional dan usaha kecil benar – benar diberdayakan. Artinya, pemberdayaan pasar dan usaha kecil yang commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selama ini menjadi tujuan utama kebijakan ini bisa terwujud. Hal ini juga disampaikan oleh Kantor Pengelolaan Pasar, dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern ini adalah pasar tradisonal benar – benar berdaya. Sehingga, pasar tradisional bisa eksis dan aktifitas perekonomian di pasar tradisional bisa lebih maju dan meningkat. 3) Dampak yang diharapkan selanjutnya adalah masyarakat bisa lebih menghidupkan
lagi
pasar
tradisional,
artinya
masyarakat
melakukan aktifitas perdagangannya bisa terpusat di pasar tradisional. Sehingga masyarakat, pasar tradisional, usaha kecil, maupun toko modern bisa bersinergi dengan baik, hingga muncul rasa saling memerlukan dan saling menguatkan. b. Pencapaian dampak saat ini Untuk pencapaian dampak saat ini bisa dibilang masih belum tercapai dampak yang diharapkan, apabila dipersentase mungkin baru sekitar 40 % - 60 %. Hal ini disampaikan oleh ketiga Dinas yang penulis wawancarai. Seperti yang dikatakan oleh Kabid perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar Bantul, “ salah satu tujuan utama kebijakan yaitu pemberdayaan pasar belum spenuhnya bisa tercapai, jika dipresentase, baru sekitar 60%, masih perlu kerja keras lagi dari semua pihak untuk mencapai pemberdayaan yang diinginkan.”
Dampak yang diharapkan bisa dikatakan adalah tujuan jangka commit to user panjang dari kebijakan penataan toko modern ini. Untuk mencapai
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dampak yang diharapkan tersebut, masih banyak sekali usaha yang harus dilakukan, baik pemerintah maupun stakeholder lain. Bila dilihat dampak yang diharapkan satu per satu, mulai dari terlindunginya pasar tradisional dari pendirian toko modern, pencapaiannya bisa dibilang saat ini paling baik. Bisa dikatakan bahwa pencapaian untuk dampak ini 60%. Hal ini bisa tercapai karena peraturan mengenai zonasi pendirian toko modern benar benar ditegakkan, meskipun ada juga beberapa toko modern yang belum memenuhi. Pencapaian ini diperkuat ketika peneliti observasi langsung di beberapa pasar tradisional di Bantul, sebagian besar toko modern sudah memenuhi peraturan zonasi, tetapi tetap masih ada satu dua yang masih berdekatan dengan pasar tradisional. Kemudian pencapaian dampak diharapkan yang kedua, yaitu pemberdayaan pasar tradisional dan usaha kecil, menurut keterangan dari
Dsiperindagkop,
bisa
dipresentasekan
sekitar
50%.
Disperindagkop juga menambhakan bahwa masih sangat perlu kerja keras untuk mewujudkan dampak pemberdayaan pasar ini, dan juga masih membutuhkan dukungan dari semua pihak yang lebih besar. Dampak diharapkan yang berikutnya yaitu masyarakat bisa lebih menghidupkan lagi pasar tradisional yang artinya masyarakat melakukan aktifitas perdagangannya bisa terpusat
di
pasar
tradisional. Dampak ini bila dipresentasekan menurut Dinas Perijinana, Disperindagkop, maupun Kantor Pasar, baru sekitar 40%. commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih lebih meimilih melakukan aktifitas perdaganagn di toko modern, baik swalayan, toserba, dan lain sebagainya. Masyarakat belum sepenuhnya tertarik untuk ke pasar tradisional, meskipun saat ini pasar – pasar besar di Bantul secara fisik sudah layak. 1) Usaha yang sudah dilakukan Untuk mencapai dampak yang diharapkan dari kebijakan penataan toko modern di Bantul, tentunya dilakukan usaha oleh para actor kebijakan. Pemerintah sebagai pengelola kebijakan merupakan actor utama dalam kebijakan ini. Sebagai cara untuk mencapai dampak yang diharapkan, pemerintah melakukan usaha atau langkah dalam berbagai bentuk. Usaha tersebut hampir sama dengan langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan kebijakan, seperti yang telah dibahas di poin sebelumnya. a) Memperketat
perijinan
toko
modern,
pengawasan
terhadap toko modern lebih digiatkan, dan juga tindakan terhadap toko modern yang melanggar ketentuan. b) Merelokasi pasar tradisional ke tempat yang lebih nyaman, luas, dan memadai. c) Memberikan pembinaan dan pelatihan terhadap pedagang pasar tradisional, dalam hal kemampuan manajerial. d) Memberikan pendampingan dan pendekatan kepada pedagang agar tidak terjerat rentenir. commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Melengkapi fasilitas yang ada di pasar tradisional. f) Mengatur zonasi toko modern terkait dengan jumlah di setiap
kecamatan,yang
selanjutnya
melakukan
pengawasan dan survey secara ketat terhadap toko modern, lebih ketat dan lebih sering dari sebelum peraturan penataan toko modern diberlakukan. g) Memberikan pendampingan terhadap UMKM, dan koperasi agar produk yang diproduksi bisa berkualitas dan bisa dipasarkan di toko modern. h) Melakukan pendekatan dan kerjasama terhadap toko – toko modern yang sekiranya terletak di sekitar UMKM dan koperasi, untuk lebih bisa menerima produk dari UMKM dan koperasi, meskipun barang yang diproduksi belum memenuhi standar nasional. i) Mengadakan koordinasi dan komunikasi secara rutin dengan pemerintah sebagai pihak mediasi antara toko modern, pasar tradisional, usaha kecil, dan koperasi. 2. Dampak yang tidak diharapkan Selain dampak yang diharapkan, kebijakan penataan penataan toko modern di Bantul juga tidak bisa terlepas dari dampak yang tidak diharapkan atau bisa dibilang dampak negatif.. Dalam pembahasan dampak negatif ini akan dikaji identifikasi dampak negatif dan langkah yang dilakukan untuk mengatasi dampak negatif tersebut. commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Identifikasi dampak negatif Dampak negative yang muncul dari adanya kebijakan penataan toko modern secara nyata mulai dari diberlakukan sejak 2008 belum ada. Dampak negative yang muncul hanya sebatas kejadian – kejadian kecil/ konflik – konflik kecil. Dampak tersebut antara lain : 1) Konflik antar pedagang pasar tradisional akibat dari persaingan harga Setelah toko modern ditata dan diatur pendiriannya, menjadikan pasar tradisional mengalami pnigkatan aktifitas, meskipun hanya sedikit. Dengan peningkatan aktifitas itu mengakibatkan persaingan antar pedagang lebih ketat, mulai dari persaingan
harga,
persaingan
konsumen,
dan
sebagainya.
Dikatakan oleh kabid perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar, “ konflik – konflik antar pedagang pasar tersebut terkadang muncul.” Hal ini diperkuat Lurah 4 pasar yang saya datangi, yang bahwa konflik antar pedagang dengan permasalahn persaingan harga terkadang muncul. Namun, hal itu hanya sebatas konflik kecil dan bisa diatasi antar pedagang sendiri. 2) Investor enggan berinvestasi dalam bentuk toko modern di Bantul Kebijakan penataan toko modern di Bantul otomatis membawa dampak pada investor. Banyak sekali investor yang ingin berinvestasi di Bantul, khusunya dalam kaitannya dengan commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
toko
modern.
Dikatakan
oleh
staf
bidang
perdagangan
Disperindagkop,” “ Dengan adanya kebijakan penataan toko modern ini, investor menjadi enggan berinvestasi dalam kaitannya dengan toko modern. Kondisi seperti ini pisitif untuk mengatur jumlah pendirian toko modern, tetapi juga berdampak negative saat investor enggan berinvestasi.
Dampak negative itu terasa saat pemerintah membutuhkan kerjasama dengan pihak investor dalam hal perdagangan selain toko modern. dikarenakan investor tidak bisa mengembangkan investasi di dalam toko modern, mereka cenderung menutup untuk bekerjasama dnegan pemerintah dalam hal perdagangan ( selain bentuk toko modern ). Hal ini menyebabkan pemerintah juga terhambat dalam mengembangkan perdagangan di
Bantul,
misalnya ekspor produk local, dan lainnya. 3) Masyarakat yang stagnan dalam perdagangan Dengan adanya kebijakan penataan toko modern ini, menjadikan laju gerak ekonomi masyarakat hanya stagnan di dalam pasar tradisional dan sedikit toko modern yang sudah berdiri. Masyarakat
sulit
mengmbangkan
aktifitas
perdagangan
di
daerahnya sendiri. Saat ini, laju gerak ekonomi masyarakat Bantul sebagian memilih untuk di Kota Yogyakarta.
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Langkah yang dilakukan untuk mengatasi dampak Melihat terjadi beberapa dampak negative akibat dari kebijakan penataan toko modern, pemerintah maupun stakeholder lain juga melakukan berbagi langlah, yaitu : 1) Mengatur lokasi berdagang berdasarkan jenis barang dagangan di pasar tradisional. Kantor Disperindagkop
Pengelolaan melakukan
Pasar
bekerjasama
pengatuiran
lokasi
dengan berdagang
berdasarkan jenis dagangan di pasar tradisional. Misalnya, untuk jenis dagangan basah seperi daging dan sayuran, dijadikan dalam satu blok atau satu los. Kemudian untuk jenisa barang kering, misalnya sembako, dijadikan dalam satu blok. Sehingga, konflik di pedagang bisa sedikit berkurang karena disitu nanti akan terjadi kesepakatan antar pedagang untuk standar harga. 2) Menentukan standarisasi timbangan di pasar tradisional Ukuran berat atau timbangan menjadi permasalahan yang terkadang juga memicu konflik. Untuk itu, Kantor Pengelolaan Pasar dan Dispeindagkop mengadakan suatu program standarisasi ukuran dan timbangan. Dimana tolak ukur timbangan yang standar sudah ditentukan dan timbangan yang menajdi ukuran tersebut ada di Kantor Pasar tersebut. Sehingga, apabila ada pembeli ataupun pedagang lain yang complain, bisa dicek atau diklarifikasi dengan timbangan standar yang diletakkan di Kantor Pasar tersebut. Hal commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini dibuktikan dengan hasil observasi di Pasar Imogiri, disana terdapat tempat pengaduan timbangan di Kantor Pasar Imogiri. Timbangan yang ada di tempat pengaduan tersebut sudah distandarkan dengan ukuran yang benar, sehingga menjadi patokan untuk pedagang – pedagang yang ada di pasar Imogiri. 3) Mengoptimalkan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia ( APPSI ) yang ada di Bantul Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh
Indonesia adalah
persatuan pedagang pasar yang ada di Indonesia dan setiap daerah memiliki kepengurusan. Di setiap pasar tradisional juga memiliki APPSI kepengurusan sendiri. Di Bantul, APPSI yang ada di pasar tradisional bisa dikatakan sebagian besar kurang aktif dalam kegiatan atau yang lain. Dari empat pasar tradisional yang saya survey, hanya ada satu pasar yang keberadaan APPSI ini aktif, yaitu APPSI pasar Imogiri. Sehingga, saat ini keberadaan APPSI yang seharusnya membantu permasalahan pedagang pasar justru pasif dan cenderung „ diam „ tidak bergerak. Maka dari itu, pemerintah saat ini sedang berusaha untuk mengaktifkan APPSI di Bantul. Mulai dari reorganisai kepengurusan, kemudian bersama – sama menyusun program, dan lainnya. Diharapkan nantinya APPSI ini bisa aktif di semua pasar tradisional, tidak hanya sekedar nama dan kepengurusan saja. commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Dampak bagi unit – unit sosial pedampak a. Dampak bagi pedagang pasar tradisional dan pedagang kios Berlakunya kebijakan penataan toko modern di Bantul, tentunya membawa dampak terutama bagi elemen – elemen perdagangan di Bantul, seperti pedagang pasar dan pedagang kios. Menurut keterangan Kantor Pengelolaan Pasar, sejak diberlakukannya kebijakan penataan toko modern dampak yang dirasakan oleh pedagang pasar adalah dampak positifnya. Dampak positif tersebut adalah dampak psikologis dan dampak ekonomi. Dampak psikologis disini adalah pedagang merasa terlindungi dari ancaman pendirian toko modern. Pedagang menjadi lebih semangat dan giat untuk melakukan aktifitas perdagangnnya karena merasa dilindungi. Selain itu, dengan adanya pembangunan fisik pasar dan pembangunan sarana pra sarana yang lebih memadai sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, pedagang menjadi lebih nyaman dan lebih senang berada di pasar. Hal itu dibenarakan oleh pedagang pasar tradisional. Di pasar Niten, pasar Imogiri, dan pasar Piyungan, pedagang mengatakan lebih merasa terlindungi dengan adanya kebijakan penataan toko modern ini. Pedagang juga merasakan saat ini lebih diberdayakan oleh pemerintah dengan adanya pelatihan dan pembinaan yang diadakan. Seperti yang dikatkan Bu Tuminem, pedagang kelontong di pasar Niten, “ Kami merasa terlindungi dengan pertauran ini, kami juga sekarang bnyak diberi program – program dan pelatihan, kami merasa lebih digatekke. Kami berharap pasar tradisional benar – commitdan to programnya user benar bisa diberdayakan terus menerus. “
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan pembangunan fisik dan sarpras yang ada, pedagang juga merasakan kenyamanan sehingga mereka menjadi giat untuk beraktifitas di pasar. Kemudian dampak ekonomi yang dirasakan oleh pedagang pasar adalah adanya peningkatan penghasilan sejak diberlakukannya kebijakan penataan toko modern. Meskipun peningkatan itu tidak seberapa, tetapi ada sedikit peningkatan yang paling tidak bisa untuk menutup pengeluran – pengeluaran kecil, semisal retribusi. Hal ini dibenarkan oleh pedagang pasar Niten, pasar Bantul, dan pasar Piyungan. Dari beberapa pedagang yang saya temui, mereka mengatakan bahwa ada sedikit peningkatan aktifitas di pasar
yang tentunya membawa ke sedikit peningkatan
penghasilan. Hal itu terjadi setelah toko modern diatur dan ditata zonasi pendiriannya. b. Dampak bagi koperasi Bagi koperasi, kebijakan penataan toko modern ini tidak terlalu dirasakan dampaknya. Hal itu disebabkan koperasi di Bantul sebagian besar di produk rumah tangga atau UMKM. Sehingga, pemasaran produknya atau kegiatannya jarang yang melibatkan toko modern. Sebagai contoh, koperasi Tahu-Tempe yang ada di Srandakan Bantul. Mereka memasarkan produknya ke pasar tradisional dan di warung – warung tradisional, dan terkadang lanngsung ke konsumen. commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dampak bagi pemerintah Pemerintah sebagai implementor tidak lepas dari dampak kebijakan penataan toko modern di Bantul. Dampak bagi pemerintah lebih kepada dampak ekonomi. Dengan memeberlakukan kebijakan penataan toko modern ini, sebagai konsekuensinya pemerintah harus memperbaiki dan memperbarui pasar tradisional yang ada di Bantul supaya pemeberdayaan pasar yang menjadi tujuan kebijakan ini bisa terwujud. Seperti yang dikatakan kabid perencanaan Kantor Pengelolaan Pasar, “ untuk membangun dan memperbaiki pasar tradisional rata – rata menghabiskan dana di atas 5 miliar setiap pasar. Itu kalau skala pasar standar, untuk pasar dalam skala pasar besar, seperti pasar Imogiri, pasar Piyungan, pasar Niten, dan pasar Bantul, untuk membangun dan memperbaiki fasilitas bisa menghabiskan dana 10 M per pasar. Itu baru untuk pembangunan fisik pasar tradisional, belum lagi untuk pembangunan kemampuan manajerial pedagang. “
Kemudian juga dikatakan meskipun mahal, konsekuensi ini harus dilaksanakan, karena memang tujuan utama dari kebijakan ini adalah pemberdayaan pasar dan usaha kecil. d. Dampak bagi masyarakat umum Masyarakat umum yang dalam kebijakan ini bukan menjadi sasaran kebijakan, juga merasakan dampak dari kebijakan penataan toko modern. Dampak terhadap masyarakat lebih kepada gaya hidup masyarakat yang hanya stagnan pada pasar tradisional dan toko modern
yang
commit to user sudah ada. Ada
sebagian
masyarakat
yang
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menginginkan toko modern berdiri, bahkan mall. Masyarakat tersebut menganggap dengan nantinya dibangun mall/supermarket bisa menambah iklim perdagangan di Bantul menjadi lebih maju. Mereka menganggap apabila toko modern diatur dan mall dilarang berdiri, maka masyarakat akan stagnan melakukan aktifitas perdagangan di pasar tradisional, dan masyarakat banyak yang lari untuk ke mall/supermarket yang ada di kota Yogyakarta. Seperti yang diungkapkan oleh Gamawan, warga dari Pundong Bantul, “ sebenarnya Bantul juga membutuhkan mall atau toko modern yang besar lainnya, agar masyarakat Bantul juga bisa merasakan perekonomian yang maju, bisa merasakan berbelanja di tempat modern, tidak hanya statis di pasar tradisional. “
Kemudian dari masyarakat yang beranggapan bahwa kebijakan penataan toko modern memang perlu dilakukan, mereka mengungkapkan bahwa dampak bagi masyarakat adalah dampak yang positif. Dampak positif itu adalah masyarakat akan lebih memusatkan
perdagangan
di
pasar
tradisional,
sehingga
persaudaraan dan toleransi di masyarakat lebih terbangun. Sehingga, konflik – konflik yang ada di masyarakat terutama akibat pasca gempa bumi 2006 bisa sedikit demi sedikit hilang. Dari pembahasan terkait dengan evaluasi dampak kebijakan penataan toko modern, bisa disimpulkan dalam beberapa poin pokok. Pencapaian dampak yang diharapkan/dampak positif belum sepenuhnya commit to usersekitar 50%. Seperti contohnya tercapai, tetapi sudah bisa mencapai
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemberdayaan pasar tradisional. Meskipun belum sepenuhnya bisa tercapai, saat ini pasar tradisional sudah meningakat pesat, baik fisik bangunan dan sarprasnya, maupun pedagangnya. Namun demikian, dampak negatif dari kebijakan ini juga teridentifikasi. Pemerintah Bantul sebagai pengelola kebijakan terus berupaya untuk mengatasi dampak negative tersebut. Selain pencapaian dampak poistif dan identifikasi dampak negative juga bisa dilihat dampak terhadap unit – unit sosial pedampak. Dampak terhadap pedagang pasar tradisional lebih kepada dampak positif, seperti contohnya pengahsilan pedagang yang meingkat. Dampak terhadap koperasi, tidak terlalu dirasakan. Hal ini karena produk dari koperasi jarang yang dijual di toko modern. Kemudian dampak terhadap pemerintah lebih kepada dampak ekonomi, untuk membangun fisik pasar tradisional dan program- program konkretnya. Dampak bagi masyarakat adalah adanya stagnasi masyarakat yang hanya berkutat di pasar tradisional saja, sehingga kegiatan perekonomian masyarakat cenderung stagnan, tidak ada kemajuan yang lebih modern.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Analisis kebijakan penataan toko modern di Bantul, dalam kajian ini berfokus pada tiga hal, yaitu implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan, dan evaluasi dampak kebijakan. Implementasi kebijakan pentaan toko modern di Bantul sudah sesuai harapan , meskipun masih ada beberapa indikasi pelanggaran. Hambatan yang muncul juga hanya sebatas timbul konflik kecil dan belum disesuaikannya peraturan terhadap toko modern yang berdiri sebelum peraturan diberlakukan. Implementasi kebijakan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung meliputi komunikasi dan koordinasi, disposisi, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Sedangkan faktor penghambat meliputi sumber daya manusia, sumber daya financial atau keuangan dan sikap toko modern itu sendiri. Dari sisi evaluasi kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul, bisa disimpulakan bahwa kinerja kebijakan penataan toko modern di Bantul sudah sesuai harapan. Dari pencapaian tujuan kebijakan, selama 4 tahun kebijakan berjalan sudah bisa mencapai sekitar 50% tujuan kebijakan. Meskipun belum sepenuhnya tercapai, tetapi tujuan utama kebijakan yaitu melindungi dan memberdayakan pedagang kecil dan pedagang pasar tradisional sudah 50% tercapai. Hal ini memperlihatkan bahwa sejauh ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
kebijakan penataan toko modern sudah terlihat hasilnya. Selain itu, masing – masing aktor dalam kebijakan penataan toko modern ini juga sudah beperan dan berkontribusi dengan baik, meskipun masih ada juga hambatan – hambatan dari aktor, seperti contoh kemampuan SDM. Dari sisi analisis kebijakan penataan toko modern di Bantul yang ketiga adalah evaluasi dampak kebijakan. Pencapaian dampak yang diharapkan/dampak positif belum sepenuhnya tercapai, tetapi sudah bisa mencapai sekitar 50%. Seperti contohnya pemberdayaan pasar tradisional. Meskipun belum sepenuhnya bisa tercapai, saat ini pasar tradisional sudah meningakat pesat, baik fisik bangunan dan sarprasnya, maupun pedagangnya. Namun demikian, dampak negatif dari kebijakan ini juga teridentifikasi. Pemerintah Bantul sebagai pengelola kebijakan terus berupaya untuk mengatasi dampak negative tersebut. Selain pencapaian dampak poistif dan identifikasi dampak negative juga bisa dilihat dampak terhadap unit – unit sosial pedampak. Dampak terhadap pedagang pasar tradisional lebih kepada dampak positif, seperti contohnya pengahsilan pedagang yang meingkat. Dampak terhadap koperasi, tidak terlalu dirasakan. Hal ini karena produk dari koperasi jarang yang dijual di toko modern. Kemudian dampak terhadap pemerintah lebih kepada dampak ekonomi, untuk membangun fisik pasar tradisional dan program- program konkretnya. Dampak bagi masyarakat adalah adanya stagnasi masyarakat yang hanya berkutat di pasar tradisional saja, sehingga kegiatan perekonomian masyarakat cenderung stagnan, tidak ada kemajuan yang lebih modern. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
B. Saran Setelah melihat hasil penelitian analisis kebijakan penataan toko modern di kabupaten Bantul, penulis mempunyai saran sebagai berikut : 1. Pemerintah melalui Dinas Perijinan lebih tegas lagi terhadap toko modern dalam hal pemenuhan perijinan, jika ada yang terindikasi melanggar segera diberi peringatan. Apabila peringatan sudah tidak dihiraukan, segera diambil tindakan yang tegas. Selain itu, Dinas Perzinan segera melakukan penyesuaian terhadap toko modern yang saat berdiri sebelum peraturan penataan toko modern diberlakukan, agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap toko modern lain dan mengurangi konflik. 2. Pemerintah melalui Disperindagkop diharapkan bisa melakukan control dan evaluasi kebijakan secara rutin dan terjadawal. Evaluasi ini terkait dengan operasional toko modern, barang yang dijual di toko modern, dan yang lainnya. 3. Untuk mencapai tujuan utama dari kebijakan ini, yaitu pemberdayaan pedagang kecil dan pasar tradisional, implementor melalui Kantor Pengelolaan Pasar maupun Disperindagkop, lebih banyak lagi memberikan program – program pelatihan atau program – program manajerial kepada pedagang. Hal itu dikarenakan saat ini masih banyak pedagang yang belum bisa melakukan manajemen yang baik terhadap keluar – masukya uang dan barang. 4. Implementor melalui Kantor Pengelolaan Pasar agar bisa lebih mengaktifkan lagi peran APPSI. Dari beberapa pasar yang penulis amatai, commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hanya sebagaian kecil yang APPSInya aktif, padahal APPSI berperan penting dalam melakukan koordinasi dengan pemerintah maupun dengan stakeholder lain. 5. Melakukan koordinasi secara rutin dan terjadwal dengan toko modern dan pedagang kecil agar suasana kondusif perekonomian di Bantul bisa terjaga. Selain itu, bisa terwujud sinergi yang baik antara toko modern, pedagang kecil, dan pemerintah. 6. Melihat hambatan – hambatan yang masih muncul dalam implementasi dan pencapaian tujuan kebijakan serta melihat perkembangan kota Bantul sebagai kota budaya dan sebagai pintu masuk ke kota Yogyakarta sebagai akibat dari rencana pembangunan bandara Internasional di Bantul, pemerintah bisa mempertimbangkan keberlangsungan kebijakan tersebut dengan tetap menjunjung kearifan lokal. Hal itu juga bisa dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan perkembangan kota Bantul dengan tetap menjaga kearifan lokal seiring dengan kebijakan penataan toko modern di Bantul.
commit to user