ALIRAN LINGUISTIK DALAM KURIKULUM BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS Kasno Atmo Sukarto Fakultas Sastra, Universitas Nasional Email:
[email protected] HP: 0817767736
ABSTRAK Penelitian yang berjudul Aliran Linguistik dalam kurikulum Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Tingkat Atas ini bertujuan untuk memaparkan penerapan aliran linguistik dalam pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Tingkat Atas kelas X, XI, dan XII. Acuan teoretis yang digunakan adalah kategori konstruksi bahasa mengacu pada konsep Jacobs et al., fungsi bahasa mengacu pada pandangan Holmes, pengajaran bahasa Indonesia, dan kurikulum berdasarkan Pusat kurikulum. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni mendeskripsikan dan memberikan gambaran secara deskripsi yang komprehensif tentang penggunaan aliran-aliran linguistikdi dalam kurikulum yang dipakai. Analisis data mencakup kosakata dan penerapannya, bentuk-bentuk, dan penyajian ketatabahasaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kurikulum bahasa Indonesia menerapkan alioran tata bahasa tradisional yang dilengkapi aliran-aliran tata bahasa yang lain demi keutuhan buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Kata kunci: kategori konstruksi bahasa, pengajaran kosakata, struktur, kurukulum
ABSTRACT The research is entitled linguistic stream of Bahasa Indonesia curriculum for High School Level. The purpose of the research is to explain the application of linguistic stream in teaching of Bahasa Indonesia for students at tenth, eleventh, and twelfth grade in Senior High School. There are theories are used in this research. First, theory refers to Jacobs et al’s concept about language construction category. Second, language function that refers to Holmes’ perspective, and third is Indonesian language teaching and its curriculum are based on Curriculum Centre. The reserach uses descriptive and qualitative methodologies that it will be described descriptively and comprehensively. Data analysis covers vocabulary and its application, forms, and grammatical presentation. The result of analysis showed that the cohesion of Bahasa Indonesia textbook for Senior High School can be obtained by applying a stream of traditional grammar which is equipped with another grammatical stream. Key words: a language construction category, a vocabulary teaching, structure, curriculum
PENDAHULUAN Bahasa sebagai alat komunikasi antarorang seorang dan antaranggota masyarakat, merupakan hal yang tidak asing lagi. Sehubungan dengan itu, telah jelas bahwa masyarakat tidaklah mungkin ada tanpa bahasa. Demikianlah dengan bahasa orang sudah menganggap biasa-biasa saja. Padahal, banyak orang, bahkan yang sudah berpendidikan sekali pun, kurang memahami hakikat bahasa yang sebenarnya ( Alwasilah, 1985: VII). Oleh karena itu, secara berangsur-angsur para ilmuwan bahasa semakin menghayati alat komunikasi yang ampuh ini. Pentingnya penghayatan akan bahasa ini banyak alasannya, di antranya sebagai berikut.
24
Banyak persoalan tentang bahasa sekarang ini, jika kita amati masalah pembelajaran Bahasa Indonesia di kalangan SMA kelas X, XI, dan XII kurikulumnya selalu mengalami perubahan. Misalnya Kurikulum tahun 1975, 1984, dan 1994 sampi pada Kurikulum Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Kurikulum KTSP. Perubahanperubahan kurikulkum itu sebenarnya semata-mata untuk tujuan kompetensi siswa agar tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat tercapai sesuai dengan tujuan dan sasarannya yaitu kompetensi siswa terhadap sikap bahasa Indonesia. Berdasarkan paparan di atas, bahwa kurikulum perlu adanya rancangan yang matang dan terarah, sehingga sasarannya khususnya pada siswa SMA akan jelas. Misalnya saja kita tengok pada Kurikulum Percepatan Belajar, dalam konsep kurikulum menurut Depdiknas dalam Munandar kurikulum yang diberlakukan sejak tahun 1994 adalah kurikulum 1994 yang secara teoretis merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengernai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggatraan kegiatan belajar mengajar baik regular maupun program khusus lainnya. Program Pembelajaran Pendidikan Pembelajaran SMA, selain menggunakan kurikulum 1994, juga membutuhkan pemadatan dan berdifrensiasi dalam aspek a) isi, b) proses, c) produk, d) lingkungan, dan e) kebutuhan. (Winnerbrener, 2001: 108). Pandangan-pandangan pakar linguistik dan ancangan yang terarah tentang aliran linguistik dalam kurikulum pengajaran Bahasa Indonesia akan meningkatakan kualitas bahasa Indonesia khususnya Tata Bahasa. Dengan demikian, dapat prediksi seberapa jauh penerapan aliran linguistik dalam kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA. Berdasarkan paparan di atas, fokus penelitian ini adalah aliran-aliran linguistik yang diterapkan dalam kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas X, XI, dan XII. Adapun Subfokus penelitian ini adalah kosakata, gramatikal, dan struktur. Berdasarkan fokus dan subfokus penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan umum yaitu bagaimanakah penerapan aliran linguistik dalam kurikulum bahasa Indonesia kelas X, XI, dan XII. Adapun pertanyaan khususnya adalah sebagai berikut. 1) Bentuk-bentuk seperti apa sajakah yang diterapkan dalam kurikulum bahasa Indonesia SMA? 2) Mengapa aliran-aliran linguistik diterapkan dalam kurikulum? 3) Bagaimana kategori aliran-aliran linguistik itu digunakan? Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap dua hal yaitu kontribusinya terhadap linguistik dan terhadap pengajaran bahasa. Terhadap linguistik hasil penelitian ini memberikan khasanah pengetahuan tentang bagaimana guru dan siswa dapat menerapkan atau menggunakan kontruksi-konstruksi bahasa yang beragam. Apabila memang hal ini memang demikian, hasil penelitian ini akan berimplikasi terhadap pengajaran bahasa perlu diarahkan pada fungsi-fungsi bahasa selain dari konstruksi-konstruksi bahasa karena kedua hal itu perlu diterapkan dalam proses belajar-mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori konstruksi bahasa, fungsi bahasa, pengajaran bahasa Indonesia, dan kurikulum.
25
Kategori Konstruksi Bahasa Kategori yang dimaksudkan menurut Jacobs et al. (1993: 109—110) berkaitan dengan klasifikasi kalimat berdasarkan fungsi, misalnyaa interogatif, imperatif deklaratif. Lebih lanjut dikatakan bahwa jika unit sintaksis terbesar adalah kalimat. Oleh karena itu, kata adalah unit sintaksis yang terkecil. Secara sintaktik, konstruksi ujaran dapat berbentuk kata, frasa, dan kalimat. Di sini kalimat merupakan konstruksi terbesar . Definisi tentang bentuk-bentuk kata itu memang sangat beragam. Hal ini seiring dengan semakin pesatnya kajian di bidang bahasa. Namun demikian, apa pun bentuk-bentuk definisi itu, kita harus mengetahuinya. Untuk mendefinisikan itu, peneliti mengacu pada Longman Dictionary of Applied Linguistics yang ditulis oleh Richards Clay. Pengacuan ini penting karena konsepkonsep yang dituliskan dalam kamus itu secara umum sudah dikenal. Menurut Richards et al. (1985: 331) Kata merupakan unit bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri baik dalam ragam lisan maupun tulis. Dalam ragam lisan, batasan kata ditandai oleh jeda-jeda (pauses). Sebaliknya, dalam ragam tulis, batasan kata ditandai oleh ruang-ruang atau spasi antara kata itu. Selain dari kata adalah frasa. Frasa adalah suatu kelompok kata yang membentuk suatu unit gramatikal. Kelompok kata ini tidak memiliki verba dan struktur subjek-predikat. Dengan kata lain, frasa adalah satuan bahasa yang terdiri atas satu kata atau lebih yang nonpredikatif dan merupakan calon klausa. Sementara itu, kalimat menurut Fries (1952: 9), ada lebih dari dua ratus definisi kalimat yang semuanya tidak menunjukkan adanya kesepakatan. Numun demikian, ada definisi kalimat yang telah banyak dikutip oleh beberapa penulis buku, salah satunya adalah Fries untuk mengembangakan linguistik modern. Dalam pengembangan linguistik modern Fries mendefinisikan kalimat sebagaimana yang didefinisikan oleh Bloomfield, yaitu bahwa setiap kalimat merupakan suatu bentuk linguistik yang independen, tidak dilibatkan berdasarkan konstruksi gramatikal apa pun dalam bentuk linguistik yang lebih besar. Jadi menurut pandangan ini, setiap bentuk linguistik yang independen adalah kalimat. Isu ini juga mendapat “serangan” dari beberapa ahli linguistik karena sulitnya untuk diterapkan dalam situasi-situasi tertentu. Selain dari Bloomfield adalah Richards et al. (1985) Bagi mereka, kalimat merupakan unit pengorganisasian gramatikal yang terbesar yang di dalamnya parts of speech (seperti nomina, verba, adjektiva, adverbial) dan klasifikasi gramatikal (seperti kata, frasa dan klausa) itu difungsikan. Fungsi Bahasa Banyak pendapat yang menyatakan bahwa manusia dalam berbicara tidak dapat terlepas dari bentuk-bentuk bahasa dan fungsinya. Menurtut Lubis (1991: 3) fungsi bahasa yang digunakan didasarkan atas tujuan. Sehubungan dengan itu, para pakar bahasa membagi fungsi bahasa itu secara berbeda-beda ada yang empat, lima, enam dan ada pula yang tujuh. Finochiaro dalam Lubis membagi fungsi bahasa menjadi lima bagian, personal, interpersonal, direktif, referensia, dan imajinatif. Apabila diperhatikan secara seksama, kelima fungsi itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama saja yaitu fungsi personal dan fungsi interpersonal: fungsi direktif, referensial dan imajinatif digunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Berbeda dengan Finochiaro. Jacobson membagi fungsi bahasa menjadi enamm bagian, yaitu fungsi emotif/ekspresif, puisti, fatik, konatif/persuasif, refernsial dan situasional/kontekstual. Selain dari Finochiaro, Lubis dan Jacobson adalah Holmes. Klasifikasi fungsi-fungsi bahasa berdasarkan kajian sosiolinguistik menurut Holmes (1992: 286) dibagi dalam enam fungsi yaitu a) fungsi ekspresif: untuk mengekspresikan perasaan pembicara, b) fungsi 26
direktif: untuk meminta seseorang untuk melakukan sesuatu, c) fungsi referensi: untuk menyediakan informasi, d) fungsi metalinguistik untuk mengomentari tentang bahasa itu sendiri, e) fungsi puitis: untuk memfokuskan karakteristik bahasa yang estetik, misalnya puisi dan ritme, dan f) fungsi fatis: untuk mengekspresikan suatu solidaritas dan empati kepada orang lain. Fungsi fatis ini digunakan untuk memulai dan mempertahankan komunikasi. Tiga fungsi pertama diakui oleh banyak linguis meskipun nama yang diberikannya dapat berbeda menurut Holmes (1994: 287) ketiga fungsi itu tampaknya merupakan fungsi bahasa yang sangat fundamental karena fungsi-fungsi itu berasal dari komponenkomponen interaksi yang mendasar. Akan tetapi, fungsi fatis sama pentingnuya dari sebuah perspetif sosiolinguistik. Komunikasi fatis menyampaikan pesan afektif atau pesan sosial daripada pesan referensial. Bahasa tidak semata-mata digunakan untuk menyampaikan informasi referensial, melainkan juga untuk menyampaikan informasi tentang hubungan sosial. Kategori fungsi-fungsi bahasa berguna sebagai pedoman analisis, tetapi kategorikategori tidaklah ekslusif secara bersamaan. Terlepas dari perbedaan para pakar bahasa dalam mengklasifikasikan fungsi-fungsi bahasa, kesimpulan yang harus kita akui adalah setiap ujaran bahasa memiliki fungsi masing-masing yang tidak terlepas dari tujuannya. Pengajaran Bahasa Indonesia Dalam dunia pendidikan pengajaran bahasa Indonesia menduduki tempat yang istimewa yaitu sebagai bahasa pengantar untuk semua mata pelajaran dan salah satu mata pelajaran di sekolah. Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan sebab untuk menerima pelajaran apa pun, siswa harus menguasai bahasa yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran itu, baik secara lisan maupun secara tertulis. Sebagai mata pelajaran pokok, bahasa Indonesia juga menduduki fungsi yang berbeda dengan mata pelajaran lain. Prestasi siswa minimal yang dituntut dalam mata pelajaran ini lebih tingggi daripada yang dituntut dalam mata perlajaran lain. Nilai siswa pada akhir semester sekurang-kurangnya harus tujuh, apabila kurang dari itu, siswa yang bersangkutan tidak naik kelas atau bahkan tidak lulus. Sayang sekali ketentuan semacam itu di lapangan oleh beberapa guru diartikan “ Nilai bahasa Indonesia tidak boleh kurang dari tujuh, kalau kurang dari tujuh harus dijadikan tujuh”. Padahal, maksudnya adalah tidak demikian, tetapi agar penguasaan bahasa Indonesia minimal di atas mata pelajaran lain. Jumlah jam pelajaran per minggu pun di atas rata-rata tiap mata pelajaran. Sebagi mata pelajaran, bahasa Indonesia juga dipelajari seperti halnya mata pelajaran lain. Artinya, siswa mempelajari tidak hanya agar dapat menggunakannya, tetapi juga untuk mengetahui hakikat bahasa Indonesia dengan seluk-beluknya. Meskipun digunakan pendekatan komunikatif dalam pelaksanaan pengajarannya, hal itu tidak berarti bahwa pengetahuan tentang bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari. Pengetahuan tentang satu bahasa tentu sangat membantu untuk mengembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, pengetahuan atau teori tentang bahasa itu banyak diberikan, sedangkan penggunaanya kurang mendapat perhatian. Pengajaran Kosakata Pengajaran kosakata merupakan bagian dari pokok dari pengajaran bahasa yang melibatkan beberapa komponen. Dari pengajaran kosakata ini, proses pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikembangkan menjadi bentuk-bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Oleh 27
karena itu, pengajaran kosakata merupakan bagian pokok dari pengajaran bahasa di samping tata bahasa, segala metode yang digunakan berlaku untuk pengajaran kosakata. Sehubungan dengan itu, pengajaran kosakata menurut Mackey (1971: 139), perbedaan metode merupakan hasil dari teori tentang bahasa, deskripsi bahasa yang bebeda, dan gagasan yang berbeda tentang bahasa. Oleh karena itu, semua pengajaran, baik atau buruk tentu melipuiti beberapa macam seleksi, gradasi, persentasi, dan repetisi. Selain itu, menurut Hadley 1993: 490—491) bahwa secara tradisional ada dua pendekatan dalam pengajaran tata bahasa yang disarankan oleh berbagai ahli dan ahli teori 1) pendekatan induktif yang mendorong pelajar untuk menarik kesimpulan tentang kaidah pokok dari banyak contoh yang mereka jumpai dan mereka praktikkan, dan 2) pendekatan deduktif yang bergerak dari pernyataan kaidah kepada aplikasinya dalam contoh –contoh. Biarpun para praktisi dan metodologis telah berdebat mengenai kedua pendekatan itu, tampaknya merupakan paduan dari keduanya membuat makna yang paling baik. Pertama para pelajar menanggapi paling baik pendekatan induktif, sedang yang lain belajar lebih baik dari presentasi deduktif. Kedua, beberapa butir gramatikal lebih kompleks daripada yang lain dan mungkin paling baik diajarkan secara deduktif, setidak-tidaknya pada para pelajar yang lebih dewasa. Sebalinya, struktur yang sederhana mungkin sekali dapat dipahamkan lebih cepat melalui pendekatan induktif. Apa pun tipe presentasi yang dipilih untuk suatu kelas, ‘pelajaran tata bahasa formal’ harus tetap dan sesingkat dan sesederhana mungkin untuk memastikan bahwa sebagaian besar waktu pelajaran digunakan untuk praktik berbahasa secara aktif dan kreatif Selain hal di atas, Masalah urutan tidak sama untuk setiap kelas kata. Oleh karena itu, perlu dibedakan pengurutan kata benda konkret, kata benda abstrak, kata kerja, dan modifiers. Aturan yang di dalamnya kata benda konkret diperkenalkan dapat juga karena penggunaannya untuk membuat urutan tata bahasa secara jelas. Pengajaran Struktur Untuk mengawali bagian ini baiklah kita kembali mengingat bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Jadi fungsi utama bahasa tentu saja sebagai alat komunikasi. Sebagai sistem, bahasa terdiri atas beberapa komponen dan sebagai lambang, bunyi itu pastilah mengandung makna. Untuk dapat menggunakan bahasa sebagai alat, orang harus mempelajarinya karena kecakapan menggunakan bahasa, walaupun bahasa ibu itu tidak dibawa sejak lahir. Hal itu sejalan dengan pandangan Nababan (1993: 2) yang menyatakan bahwa proses belajar bahasa adalah berlangsung terus-menerus sampai anak benar-benar mampu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang-orang di masyarakatnya. Selain paparan tentang pembelajaran bahasa di atas, untuk pembelajaran tata bahasa terutama mengenai seleksi dan dan gradasi. Akan tetapi, yang perlu perlu diingat lagi bahwa tujuan belajar tata bahasa bukan hanya untuk mengetahui kaidah, melainkan untuk dapat menggunakan dalam berbahasa. Mengenai hal ini, Samsuri (1981: 44) mengatakan bahwa kita hendaklah tahu benar arti “mengetahui tata bahasa” itu, “mengetahui tata bahasa” tidak lain ialah kepadandaian membuat kalimat-kalimat yang gramatikal, baik lisan maupun tertulis dan bukan mengetahui tentang “tata bahasa “ itu. Menurut Hadley 1993: 490—491), secara tradisional ada dua pendekatan dalam pengajaran tata bahasa yang disarankan oleh berbagai ahli metodologi dan ahli teori. 1) pendekatan induktif yang mendorong pelajar untuk menarik kesimpulan tentang kaidah pokok dari banyak contoh yang mereka jumpai dan mereka praktikkan dan 2) pendekatan deduktif yang bergerak dari pernyataan kaidah kepada aplikasinya dalam contoh-contoh. 28
Biarpun para praktisi dan metodologis telah berdebat mengenai kedua pendekatan itu, para pelajar menanggapi paling baik pendekatan deduktif, sedang yang lain belajar lebih baik dari persentasi deduktif. Kedua, beberpa butir gramatikal lebih kompleks daripada yang lain mungkin paling baik diajarkan secara deduktif, setidak-tidaknya pada para pelajar yang lebih dewasa. Sebaliknya, struktur yang sederhana mungkin sekali dapat dipahamkan lebih cepat melalui pendekatan induktif. Apa pun persentasinya yang dipilih untuk suatu kelas “pelajaran tata bahasa formal” harus tetap sesingkat dan sesederhana mungkin. Kurikulum Berbicara masalah kurikulum memang luas mulai kurikulummtahun 1975, 1984, 1994 , kurikulum berbasis kompetensi, dan KTSP. Berkaitan dengan paparan sebelumnya, penulis akan memaparkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan itu secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Secara teoretis menurut Puskur (2000: 1—15), didefinisikan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah seperangkat rancangan dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar yang harus dicapai siswa , penilaian kegiatan belajar-mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam rangka pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Dasar pemikiran dalam menggunakan kompetensi di sekolah didasari oleh beberapa pemikiran seperti berikut. 1) Kompetensi berkenaan dengan belajar siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. 2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten. 3) Kompetensi merupakan hasil belajar, (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran. 4) Keandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada 1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada ciri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan 2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan. Rumusan kompetensi dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan oleh siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Kurikulum berbasis kompetensi memiliki cirri-ciri sebagai berikut. 1) Menekankan pada pencapaian kompetensi siswa baik secara individu maupun klasikal. 2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 3) Penyampaiannya menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. 5) Penilaian penekanan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapain suatu kompetensi.
29
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat Komponen yaitu, 1) kurikulum dari hasil belajar, yang berisi perencanaan pengembangan dan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai dengan 18 tahun, dan memuat kompetensi hasil belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan kelas XII, 2) penilaian berbasis kelas, yang memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan, 3) kegiatan belajar mengajar, memuat gagasan-gagasan pokok tentang proses belajar mengajar untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik dan 4) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum, pengembangan perangkat kurikulkum, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum. Kurikulum berbasis kmpetensi ini mempunyai tujuan penyelenggaraan pada setiap jenjang sekolah seperti: Taman Kanak-Kanak—Sekolah Dasar—Sekolah dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut dengan tujuan memberikan kemampuan minimal bagi lulusan untuk melanjutkan pendidikan dan hidup dalam masyarakat, menyiapkan sebagaian besar memberikan kemampuan minimal bagi lulusan untuk melanjutkan pendidikan dan hidup dalam masyarakat, menyiapkan sebagain besar warga negara menuju masyarakat belajar pada masa yang akan datang, dan menyiapkan lulusan menjadi anggota masyarakat yang memahami dan menginternalisasi perangkat gagasan dan nilai masyarakat beradab dan cerdas, Kurikulum Berbasis Kompetensi ( 2000). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggugunakan metode deskriptif kualitatif atau naturalistic study. Hal itu sesuai dengan pandangan Bogdan dan Taylor dalam Moleong yang menyatakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang, menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, Moeleong (2004: 3). Data dan Sumber Data Data penelitian ini diambil dari buku-buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas X, XI, dan XII. Data yang diperoleh merupakan data primer yang langsung diambil dari bukubuku bahasa Indonesia. Adapun sumber datanya adalah masalah bahasa Indonesia khususnya yang menyangkut pelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan tata bahasa Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik observasi dan pengumpulan. Teknik observasi ini, peneliti mengamati dan mencari buku-buku pelajaran bahasa Indonesia untuk SMA. Selain itu, untuk memperoleh data yang andal, peneliti mengikuti pandangan Moeleong yang menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik
30
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu, Moeleong (2004: 178). Teknik Analisis Data Sebagaimana dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk bahasa khususnya tata bahasa yang digunakan di dalam buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X, XI, dan XII. Selain itu, dalam menganalisis data yang diperoleh adalah secara sampel yang menunjukkan adanya kosakata dan terapannya, dan bentuk-bentuk dan penyajian ketatabahasaan dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam analisis ini, seperti apa yang dikatakan Schiffrin yakni suatu ancangan terhadap wacana yang didasari oleh bidang antropologi dan linguistik. Ancangan ini mengkui adanya keberagaman kemungkinan dan kebiasaan-kebiasaan komunikasi dan fakta masing-masing kebiasaan merupakan bagian yang terintegrasi dengan hal yang diketahui dan dilakukan peserta tutur sebagai anggota suatu budaya tertentu. Deskripsi penemuan secara komprehensip ini, disesuaikan dengan tujuan penelitian ini Schiffrin ( 1994: 137). Dengan kata lain, data yang diperolehdengan cara membaca, menandai, memilahmilah, mengelompokkan, sesuai dengan ancangan penulis yaitu ingin mengetahui seberapa jauh aliran-aliran linguistik diterapkan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Tata Bahasa Tradisional, Alwasilah (1985: 35) menurunkan penggolongan kata ke dalam delapan jenis kata yaitu: noun, pronoun, verb, adjective, adverb, proposition, dan interjection. Walaupun kedelapan jenis kata tersebut tidak sistematis, tetapi hal itu tidak dipermasalahkan oleh kalangan pakar-pakar pendidikan bahasa khususnya yang membuat buku ajar yang sesuai dengan kurikulum KBK. Juga telah dipaparkan oleh Allen dan Corder, 1975: 49) yakni bahwa tata bahasa tradisional dalam kenyataannya dapat digunakan untuk menganalisis struktural. dalam buku pelajaran bahasa Indonesia tanpa mempermasalahkan mengacu ke kurikulumm mana buku ajar berikut ini. Contoh 1: Anda dapat menemukan kata atau istilah di bawah ini. Carilah arti kata atau istilah tersebut di dalam kamus atau sumber lain, kemudian buatlah kalimat dengan menggunakan kata atau istilah tersebut. Detergen, produk, sintesis, polusi,organism, instalasi, karsinogenetik, toksiologi Toksikologi, surfaktan, mikroorganisme, indicator, pH, benzene, antiseptik,komunis Feudal, imajinasi, sastra (BI/ /X/2005/ 7) Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata. Akan tetepi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teri aliran linguistik. Dengan kata lain eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber. Dalam hal ini bermacammacam aliran-aliran linguistik yang diterapkan dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia, baik kelas X, XI , maupun XII.
31
Contoh 2: Bentuklah kata dasar di bawah ini menjadi kata berimbuhan memper-i atau memper-kan. Kemudian , buatlah kalimat dengan menggunakan kata bentukan tersebut dan tentukan konsep maknanya. a) sembah, b) hitung, b) hitung, c) tunjuk) d) dagang, e) salah, f) kira, g) juang, h)gunjingi, i) soal, j) tahan. (BI/X/2005/51) Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata. Akan teteapi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teori aliran linguistik. Dengan kata lain, eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber. Dalam hal ini bermacam-macam aliran-aliran linguistik yang diterapkan dalam buku ajar Bahasa Indonesia. Contoh 3: 1. Bualtlah lima contoh kalimat koordiinatif dan tentukan sifat relasi Antarklausanya. 2. Bualtah lima contoh kalimat subordinatif dan tentukan sifat relasi antarklausanya. 3. Buatlah lima contoh kalimat korelatif. 4. Buatlah lima contoh kalimat majemuk campuran koordinatif dan subordinatif. 5. a. Buatlah tiga contoh kalimat yang antarklausanya mempunyai relasi subjektif.( BI/X/2005/ 192) Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata. Akan tetapi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teori aliran linguistik. Degan kata lain, eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber. Dalam hal ini bermacam– macam aliran-aliran linguistic yang diterapkan dalam buku ajar Bahasa Indonesia. Hal itu dilakkukan dengan pertimbangan bahwa buku pelajran bahasa Indonesia untuk SLTA sifatnya masih umum. Contoh 4: Buatlah kalimat untuk setiap kata di bawah ini. Emosional isu, intelektual, rasional, demonstrasi, historis, kulturalmistis artificial, kurupsi, kolusi, nepotisme, aksi, reaksi, dominan, mendeskreditkan, teroris duta besar, hak asasi (BI/XI/2005/33) Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X I ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata. Akan tetapi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teori aliran linguistik. Degan kata lain, eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber. Contoh 5: Perluaslah frasa di bawah ini dengan berbagi kemungkinan kemudian terapkanlah dalam kalimat secra tepat. 1. daerah kawasan industri 32
2. industri rumah tangga 3. tenaga kerja paro waktu 4. industri garmen 5. revolusi industri 6. para buruh bangunan 7. pembanguna nasional 8. pedagang asongan 9. pertumbuhan bidang industri 10. departemen perdagangan dan perindustrian (BI/XI/2005/150). Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X I ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata dalam sebuah kalimat. Akan tetapi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teori aliran linguistik, dengan cara eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber untuk memudahkan siswa menerapkannya. Contoh 6: Perhatikan penggunaan kata yang ditulis miring dalam kalimat berikut. 1. Pengendalian rokok/ harus memerlukan/ strategi yang tepat. 2. Lingkungan bersih/baru digalakkan/di lingkungan kami 3. Dinas pertamanan kota/ sedang menanam/ pohon penghijau. 4. Penduduk kampung/ akan membersihkan/selokan. 5. Ayah saya/masih merokok/sampai sekarang. 6. Kami/ tidak datang/ke pesta ulang tahun. Kata-kata yang dicetak miring pada contoh kalimat tersebut menerangkan verba, Kata-kata tersebut menjadi satu kesatuan kelompok kata yang memiliki satu fungsi dalam kalmat terebut. Yaitu predikat, kesatuan (kelompok kata) yang menduduki satu fungsi (jabatan) dalam sebuah kalimat disebut frasa. Oleh karena jenis katanya tergolong kata kerja, frasa tersebut disebut frasa verbal.(MKBBI/2006/XII/53) Dalam teks di atas, menunjukkan bahwa buku pelajaran bahasa Indonesia kelas X II ini telah menerapkan teori tata bahasa tradisional, dalam hal menerapkan kata-kata. Akan teteapi, jika ditinjau dari sisi lain, buku ini menerapkan beberapa teori aliran linguistik ya ng menerapkan eklektik yakni memilih yang terbaik dari berbagai sumber; dalam hal ini bermacam –macam aliran-aliran linguistik yang diterapkan dengan tujuan tidak menyulitkan siswa untuk mempelajari karena sifatnya masih umum. 33
Contoh 1—5 menunjukkan adanya penerapan bermacam-macam aliran linguistik yang dikemas oleh para penulis buku pelajaran secara sederhana yang sesuai dengan kebutuhan siwa kelasw X, XI, dan XII. Misalnya saja dalam tata bahasa struktural yang dikembangkan oleh Edwar Sapir dan Leonard Bloomfield telah melebarkan sayapnya dengan istilah linguistik struktural Amerika. Walaupun dalam kenyataannya, aliran seperti ini banyak dikembangkan dalam-buku-buku ajar dikemas secara sederhana. Di sisi lain, misalnya aliran Tata bahasa Generatif Transformasi (TGT) aliran ini cenderung mengartikan bahasa sebagai seperangkat kalimat yang apabila ditinjau dari pola struktur dasarnya bersifat terbatas, dan sekaligus bersifat takterbatas, jika ditinjau dari perwujudannya dalam bahasa keseharian (Samsuri, 1988: 102). Dengan demikian, adanya terapan berbagai aliran di dalam buku pelajaran SMA kelas X XI, dan XII itu telah menyikapi kurikulum KBK, yang pada kenyataannya kurikulum hanya sebagai suatu garis-garis besar ancangan studi kebahasan yang diselaraskan dengan kebutuhan siswa. PENUTUP Simpulan Setelah dipaparkan secara sederhana masalah aliran-aliran linguistik di dalam kenyataannya, bermacam-macam alirtan linguistik telah dipakai di dalam kurikulum buku ajar Bahasa Indonesia. Namun demikian, bukan berarti buku ajar tersebut menganut kepada salah satu aliran, melainkan menerapkan berbagai aliran yang dikemas sedemikian rupa, sehingga sajiannya tidak menyulitkan siswa. Selain itu, misalnya saja pada pelajaran yang menyangkut masalah kata. Masalah kata ini dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dari kata-kata tersebut dapat dikembangkan (kata kerja, kata benda, dan kata sifat) menjadi sebuah kalimat. Lebih lanjut dengan adanya pengembangan kata menjadi sebuah kalimat, dikembangkan lagi dari kata-kata atau bahkan istilah menjadi kalimat sederhana, kalimat majemuk setara, kalimat majemuk tidak setara, dan bahkan kalimat majemuk campuran. Dalam proses ini juga tidak cenderung menampakkan adanya aliran mana yang diterapkan, tetapi cenderung menerapkan aliran yang eklektik. Saran Penerapan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas hendaknya menerapkan aliran-aliran linguistik secara jelas. Dengan demikain, siswa akan dapat mengerti dan memahami bagaimana cara membedakan struktur kalimat, misalnya secara struktur menandai kalimat secara fungsi; subjek, predikat, objek, keterangan dan pelengkap atau dengan menandai secara kategori, fungsi, dan peran dalam satu kalimat, baik kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk kompleks.
34
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa Allen, J.P.B. ;Corder, S. Pit.1975. Papers in Applied Linguistics. London: Oxford University Press. Fries, C. Charle. 1952. The Structure of English: An Introduction to the Construction of Englkish Sentences. New York: Harcout, Bruce and Company. Hatikah, Tika; Mulyanis; Kissumi Dwiyananingsih. 2006. Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia. Kelas XII. Jakarta: Grasindo Media Pratama. Hadley, Alice Omaggio.1993. Teaching Language in Context. Ed. Ke-2. Boston: Heinle& Heinle. Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman Group UK Limited. Jacobs, Joachim et al. 1993. Syntax: An International Handbook of Contemporary Research. Berlin: Water de Gruyter. Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2000. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Lubis,.1991. Analisis Wacana Pragmatik. Yogyakarta: Kanisius. Mackey, William Francis. 1971. Language Teching Analysis. Fourth imp. London: Langman Group Ltd. Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nababan, Sri Utari Subyakto.1993. Pustaka Utama.
Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia
Richards, Jack et al. 1985. Longman Dictionary of Applied Linguistics. Great Britain: Ricahars Clay, The Caucer Press Ltd. Samsuri. 1981. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga. ----------.1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX . Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Schiffrin, Deborah. 1994. Approaches to Discourse. Cambridge: Balckwell Publisher. Sukasworo, Ign; R. Suwignyo; C Sartini. 2005. Bahasa Indonesia: Mutiara Gramatika Bahasa dan Sastra Indonesia. Kelas X dan XI. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama. Winnerbrener, H.G. 2001. Teaching Giffed Kids in the Regular Classroom. Minnaapolis: Free Spirit. 35
