Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
ADAB MEMBACA AL-QURAN Dikutip dari www.muslim.or.id
ABSTRAK
Al Qur'anul Karim adalah firman Alloh yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al Qur'an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta'ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur'an. Sebagaimana sabda Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam, “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Ketika membaca Al-Qur'an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca AlQur'an: 1. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang. Dalam membaca Al-Qur'an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59) Adab Membaca Al-Qur’an
288
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
2. Dianjurkan agar, membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur'an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan). Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur'an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah SAW telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur'an setiap satu minggu (HR.Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur'an sekali dalam seminggu. 3. Membaca Al-Qur'an dengan khusyu', dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan. Alloh Ta'ala menjelaskan sebagian dari sifatsifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.” (QS:Al-Isra':109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuatbuat. 4. Membaguskan suara ketika membacanya. Sabda Rasulullah SAW,“Hiasilah Al-Qur'an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan AlHakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan AlQur'an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur'an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan
Adab Membaca Al-Qur’an
289
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggoklenggokkan suara di luar kemampuannya. 5. Membaca Al-Qur'an dimulai dengan isti'adzah. Allah berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur'an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS.An-Nahl:98). Membaca Al-Qur'an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu'. Rasulullah SAW bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur'an).” (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Baihaqi dan Hakim). Wallohu a'lam.
Adab Membaca Al-Qur’an
290
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
KESYIRIKAN DIZAMAN SEKARANG LEBIH PARAH Para pembaca yang budiman, diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan. Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia, sebagaimana yang dikisahkan Alloh tentang sumpah iblis, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Al-A'raf: 16). Bahkan kesyirikan hasil tipudaya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW…!! Kenapa bisa demikian ? KEMUSYRIKAN ZAMAN DAHULU HANYA DI WAKTU LAPANG Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Allah, hanya berdo'a kepada Allah saja dan melupakan segala sesembahan selain Allah. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Allah tentang keadaan mereka, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al-Isra': 67). “Dan apabila manusia itu ditimpa Adab Membaca Al-Qur’an
291
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Alloh) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengadaadakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah :'Bersenangsenanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka'.” (AzZumar: 8). Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata lebih parah lagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit tetap saja mereka menjadikan bagi Allah sekutu. Dalam keadaan senang, tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Sebaliknya dalam keadaan susahpun, seperti ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Alloh yang amat nyata di zaman sekarang ini. Allah berfirman, “Hanya bagi Allahlah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Ar-Ra'du: 14)
Adab Membaca Al-Qur’an
292
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.41 – Dzulqa’dah 1431H/Oktober 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - IV
SESEMBAHAN MUSYRIKIN DULU LEBIH MENDING SHOLEHNYA Orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah SAW menjadikan sekutu bagi Allah dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Allah yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita ? Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang yang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul, jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapat berkah di sana, harus dengan berselingkuh dulu…!! Na’udzubillah !
Adab Membaca Al-Qur’an
293