Diversifikasi Konsumsi Masyarakat Berdasarkan Menu Seimbang dan Skor Pola Pangan Harapan pada Keluarga Balita di Kabupaten Pacitan Sri Sumarmi*1 dan Lutfi Agus Salim** * Bagian Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ** Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C Unair Surabaya E-mail: 1
[email protected]
ABSTRACT The objective of this research was to study the quantity and quality of daily food menu consumed by families. Research was conducted at Pacitan District in East Java Province. The sample size ware 118 families that have children under five year old randomly selected from 4 sub district among 12 sub district in Pacitan. The observed variables were: 1) Nutrient intake, including energy and protein as well as micronutrient intake. It’s observed using 24 hours dietetic recall method. 2) Food consumption pattern, observed by food frequency method, 3) Food quality, analyzed using two parameters i.e well balance diet and score of Desirable Dietary Pattern. The result indicates that quantity of food consumed by families represented by nutrients intake were low if compared with the standard of Recommended Dietary Allowance (RDA). The average of energy intake was 73% of RDA, and protein intake was 76.45% of RDA. The quality of food consumption was categorized unbalance diet, because it was low protein and high carbohydrate. Score of Desirable Dietary Pattern was very good (89.19). The score was closed to national score, and it was categorized in golden triangle. Despite of good quality in score, but it’s still necessary to increase animal protein production in order to improve score of animal food. Key words: food consumption pattern, well balance diet, desirable dietary pattern pendahuluan
Diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan bukan merupakan isu baru, tetapi sudah dikumandangkan sejak dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR). Maksud dari instruksi ini adalah untuk menganekaragamkan jenis dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitas sebagai usaha penting bagi pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, material dan spiritual. Pelaksanaan Inpres No. 14 Tahun 1974 tersebut sampai akhir Pelita II nampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan, sehingga lima tahun setelah itu pemerintah mengeluarkan lagi Inpres No. 20 tahun 1979 juga tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat sebagai penyempurnaan Inpres Tahun 1974 yang disesuaikan dengan struktur kabinet pada waktu itu. Dalam tahap pembangunan nasional berikutnya, upaya diversifikasi pangan selalu tercantum di dalamnya (Suhardjo, 1998). Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan tercantum pula konsep tentang keragaman pangan. Namun demikian, apabila diperhatikan khususnya mengenai persepsi masyarakat terhadap istilah diversifikasi maka terdapat kecenderungan bahwa diversifikasi pangan umumnya hanya diartikan sebagai upaya untuk mengkonsumsi atau meningkatkan konsumsi pangan pokok selain beras. Konsep diversifikasi pangan meliputi diversifikasi ketersediaan pangan dan diversifikasi konsumsi pangan. 14
Implementasi dari konsep tersebut secara operasional dijabarkan dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) (Suhardjo, 1998). Pencapaian diversifikasi ketersediaan pangan nasional berdasarkan PPH 2002 diperkirakan secara kuantitas sudah memenuhi anjuran, namun kualitas masih jauh dari harapan (Budiyanto dkk, 1998). Berdasarkan hasil survei Pemantauan Konsumsi Gizi tahun 2001, konsumsi energi di Kabupaten Pacitan sebesar 2.279 kal/orang/hari. Jumlah energi tersebut sekitar 190,10 kal atau sekiatr 8,34% adalah sumbangan energi dari umbi-umbian (Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, 2001). Singkong dan berbagai hasil olahannya masih banyak dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti beras maupun sebagai campuran nasi (Haryanto, 2004). Dengan demikian di Kabupaten Pacitan memiliki potensi diversifikasi bahan pangan pokok. Diversifikasi bahan pangan sumber zat gizi lainnya perlu dikaji lebih dalam. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengkaji tentang pola konsumsi berdasarkan potensi diversifikasi menu yang ada di masyarakat Kabupaten Pacitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kuantitas dan kualitas menu pada pola konsumsi keluarga yang memiliki balita di wilayah Kabupaten Pacitan. Tujuan ini akan dijabarkan dengan manganalisis konsumsi zat gizi baik dari segi kuantitas yang dicerminkan oleh tingkat konsumsi zat gizi, maupun kualitasnya yang dicerminkan dari komposisi menu seimbang dan skor Pola Pangan Harapan.
metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan rancangan cross sectional, dengan lokasi di 4 kecamatan di Kabupaten Pacitan, yaitu Kecamatan Kebonagung, Sudimoro, Bandar, dan Donorojo. Sampel penelitian adalah rumah tangga yang memiliki balita sejumlah 118 sampel yang diambil secara acak di 4 kecamatan yang mewakili 4 wilayah bekas kawedanan di Kabupaten Pacitan. Setiap kecamatan diambil 3 desa secara acak, sehingga jumlah desa ada 12 desa. Di setiap desa diambil 6–10 keluarga yang diambil secara acak dengan menggunakan daftar balita di Posyandu terpilih sebagai kerangka sampel.
2. Sudimoro 3. Bandar 4. Donorojo Jumlah
Desa 1. Purwoasri 2. Karanganyar 3. Klesem 1. Sukorejo 2. Ketanggung 3. Klepu 1. Bandar 2. Ngunut 3. Bangunsari 1. Kalak 2. Sekar 3. Cemeng
hasil penelitian
Karakteristik Responden Karakeristik yang disajikan dalam penelitian ini adalah karaketristik responden maupun kepala keluarga (KK), meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga. Tabel 2. Karakteristik sosial ekonomi kepala keluarga
Tabel 1. Sebaran sampel penelitian per desa Kecamatan 1. Kebon Agung
berdasarkan kelompok pangan sebagai berikut: padipadian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah.
Variabel 1. Umur KK – < 20 tahun – 20–30 tahun – 31–40 tahun – 41–50 tahun – > 50 tahun 2. Pendidikan KK – Tidak tamat SD – Tamat SD – Tamat SLTP – Tamat SLTA – Tamat PT 3. Pekerjaan KK – Tidak bekerja – Petani – Nelayan – Buruh tani – Buruh harian – PNS/TNI – Pedagang – Wirausaha – Karyawan swasta – Lainnya 4. Jumlah anggota keluarga – £ 4 orang – 5–7 orang – > 7 orang
n 10 10 10 10 10 6 12 10 10 10 10 10 118
Variabel utama dalam kajian ini adalah: 1) Tingkat konsumsi berbagai zat gizi, data diambil dengan metode recall 24 jam. 2) Pola konsumsi makan yang diambil dengan metode food frequency. 3) Kualitas menu makanan dengan pendekatan menu seimbang dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yaitu memperhatikan komposisi pangan berdasarkan proporsi sumbangan energi dari karbohidrat, lemak dan protein sebagai berikut: karbohidrat sebesar 50–60% total energi, lemak sebesar 20–25% total energi, protein sebesar 10–15% total energi. 4) Diversifikasi berdasarkan skor Pola Pangan Harapan yang membedakan komposisi pangan
n = 118
%
1 39 53 21 4
0,8 33,1 44,9 17,8 3,4
7 43 34 30 4
5,9 36,4 28,8 25,4 3,4
5 56 1 9 11 5 3 4 10 14
4,2 47,5 0,8 7,6 9,3 4,2 2,5 3,4 8,5 11,9
48 67 3
40,7 56,8 2,5
Tabel 3. Rata-rata Asupan Berbagai Macam Zat Gizi pada Responden Asupan Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Zat besi (mg) Kalsium (mg) Vitamin C (mg)
Kebonagung (n = 30) 1,613,5 ± 686,9 37,9 ± 18,5 42,6 ± 29,6 226,5 ± 131,6 13,1 ± 7,5 389,5 ± 297,4 43,5 ± 38,2
Sudimoro (n = 26) 1.440,0 ± 721,9 32,2 ± 15,4 39,4 ± 24,7 236,2 ± 140,1 10,5 ± 5,8 387,2 ± 254,9 46,2 ± 55,6
Bandar (n = 32) 1.526,5 ± 453,6 35,7 ± 19,3 35,7 ± 21,4 266,3 ± 92,5 11,1 ± 7,1 317,7 ± 202,9 59,5 ± 66,8
Donorojo (n = 30) 1.683,4 ± 691,8 40,3 ± 19,0 52,2 ± 27,2 267,0 ± 122,7 12,6 ± 5,8 315,4 ± 142,2 48,6 ± 46,7
Total (n = 118) 1.569,4 ± 639,9 36,7 ± 18,2 42,5 ± 26,3 259,9 ± 121,0 11,8 ± 6,7 350,7 ± 230,3 49,7 ± 52,8
Diversifikasi Konsumsi Masyarakat Berdasarkan Menu Seimbang Sri Sumarmi, Lutfi Agus Salim
15
Tingkat Konsumsi Zat Gizi Ibu Tingkat konsumsi zat gizi dapat dilihat pada tabel 3. Rata-rata asupan energi pada responden (ibu) sebesar 1.569,4 kkal per hari dengan simpangan baku 639,9 kkal. Asupan energi tertinggi ditemukan pada responden di Kecamatan Donorojo, sedangkan asupan paling rendah adalah di Kecamatan Sudimoro. Rata-rata asupan protein sebesar 36,7 gram per hari dengan simpangan baku sebesar 18,2 gram. Asupan protein paling tinggi adalah pada responden di Kecamatan Donorojo dan asupan paling rendah juga di Kecamatan Sudimoro. Asupan zat besi berkisar 10,5 mg sampai dengan 13,1 mg per hari, dengan konsumsi tertinggi adalah pada responden di Kecamatan Kebonagung dan konsumsi paling rendah di Kecamatan Sudimoro. Asupan kalsium berkisar 317,7 mg sampai dengan 389,5 mg per hari, sedangkan konsumsi vitamin C sebesar 43,5 mg sampai dengan 59,5 mg per hari. Bila dibandingkan dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, dapat dinilai tingkat kecukupan dari masing-masing zat gizi. (lihat tabel 4 dan 5).
Tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar responden masih tergolong kurang (< 80% AKG) dan bahkan sangat kurang (< 60% AKG). Hanya sekitar 28% responden telah terpenuhi kebutuhan energinya (³ 80% AKG) dan hanya 35% responden telah tercukupi kebutuhan proteinnya (³ 80% AKG). Hal yang tidak jauh berbeda adalah tingkat kecukupan zat gizi mikro yaitu vitamin C, dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. Tingkat kecukupan beberapa zat gizi mikro pada sebagian besar responden masih tergolong kurang. Tabel 5 menyajikan data tingkat kecukupan beberapa zat gizi mikro. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Balita Tingkat konsumsi zat gizi balita hanya dihitung dari makanan, sedangkan konsumsi zat gizi dari ASI tidak diperhitungkan. Tingkat kecukupan energi dan protein balita dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 4. Tingkat kecukupan energi dan protein responden Tingkat Kecukupan ENERGI: - Cukup - Kurang - Sangat kurang Jumlah PROTEIN: - Cukup - Kurang - Sangat kurang Jumlah
Kebonagung n %
Sudimoro n %
Bandar n
%
Donorojo n %
Jumlah n
%
9 10 11 30
30,0 33,3 36,7 100
6 6 14 26
23,1 23,1 53,8 100
8 11 13 32
25,0 34,4 40,6 100
10 9 11 30
33,3 30,0 36,7 100
33 36 49 118
28,0 30,5 41,5 100,0
11 8 11
36,7 26,7 36,7
8 5 13
30,8 19,2 50,0
9 10 13
28,1 31,3 40,6
14 6 10
46,7 20,0 33,3
42 29 47
35,6 24,6 39,8
30
100
26
100
32
100
30
100
118
100,0
Tabel 5. Tingkat kecukupan zat besi, kalsium dan vitamin C Tingkat Kecukupan
Kebonagung n %
Sudimoro n %
Bandar n %
Donorojo n %
n
%
6,7 93,3 100,0
7 111 118
5,9 94,1 100,0
3 27 30
10,0 90,0 100,0
15 103 118
12,7 87,3 100,0
9 21 30
30,0 70,0 100,0
35 83 118
29,7 70,3 100,0
ZAT BESI: - Cukup - Kurang Jumlah
4 26 30
13,3 86,7 100,0
0 26 26
0,0 100,0 100,0
1 31 32
3,1 96,9 100,0
2 28 30
KALSIUM: - Cukup - Kurang Jumlah
5 25 30
16,7 83,3 100,0
3 23 26
11,5 88,5 100,0
4 28 32
12,5 87,5 100,0
VITAMIN C: - Cukup - Kurang Jumlah
8 22 30
26,7 73,3 100,0
7 19 26
26,9 73,1 100,0
11 21 32
34,4 65,6 100,0
16
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 1, Juli 2007: 14-20
Jumlah
Tabel 6. Tingkat kecukupan energi protein pada balita Kebonagung
Tingkat Kecukupan
Sudimoro
n
%
ENERGI: - Cukup - Kurang - Sangat kurang Jumlah
n
10 5 14 29
34,5 17,2 48,3 100,0
PROTEIN: - Cukup - Kurang - Sangat kurang Jumlah
17 5 7 29
58,6 17,2 24,1 100,0
Bandar
Donorojo
Jumlah
%
n
%
n
%
n
%
7 8 9 24
29,2 33,3 37,5 100,0
6 10 16 32
18,8 31,3 50,0 100,0
15 5 10 30
50,0 16,7 33,3 100,0
38 28 49 115
33,0 24,3 42,6 100,0
14 3 7 24
58,3 12,5 29,2 100,0
17 3 12 32
53,1 9,4 37,5 100,0
21 2 7 30
70,0 6,7 23,3 100,0
69 13 33 115
60,0 11,3 28,7 100,0
Proporsi balita yang mengkonsumsi energi dengan jumlah cukup adalah sebesar 33%, proporsi terbesar balita dengan konsumsi energi cukup adalah di Kecamatan Donorojo, sedangkan proporsi terrendah adalah di Kecamatan Bandar. Proporsi balita dengan konsumsi protein cukup adalah sebesar 60%. Konsumsi protein paling baik adalah balita di Kecamatan Donorojo, sedangkan paling rendah adalah di Kecamatan Bandar.
dari luar. Adapun frekuensi untuk membeli makanan tersebut sebagian besar (48,3%) dilakukan seminggu sekali, 27,6% dilakukan seminggu 2 kali, 15,5% sebulan sekali dan sebulan 2 kali hanya 8,6%. Adapun jenis makanan yang sering dikonsumsi meliputi bakso, soto, mie ayam, pecel, jajanan tradisional, dan gorengan.
Pola Konsumsi Makan Keluarga Sebagian besar keluarga makan dengan frekuensi 3 kali sehari. Namun masih ditemukan 3,4% keluarga yang makan dengan frekuensi 2 kali sehari. Data kebiasaan makan keluarga disajikan pada tabel 7. Frekuensi makan sehari, mayoritas responden makan 3 kali dalam sehari sebanyak 94,9%, 2 kali dalam sehari 3,4%, dan yang makan lebih dari 3 kali dalam sehari sebanyak 1,7%. Kebiasaan antara responden yang sering membeli makanan matang dari luar dan yang tidak pernah membeli makanan matang dari luar tidak terdapat perbedaan jauh. Hal ini dapat dilihat bahwa 50,8% responden tidak pernah membeli makanan matang dari luar dan 49,2% responden sering membeli makanan matang
49.2, 49% 50.8, 51%
Gambar 2. Kebiasaan membeli makanan matang
Persentase
48.3
50 45 40 35 30 25 20 15
27.6 15.5 8.6
10 5 0
100 90 80 70 60 Persentase 50 40 30 20 10 0
94.9
Sebulan sekali
Sebulan 2 kali
Seminggu sekali
Seminggu 2 kali
Frekuensi membeli makanan matang
Gambar 3. Frekuensi membeli makanan matang
Kualitas Menu Berdasarkan Menu Seimbang 3.4 2 kali
1.7 3 kali
> 3 kali
Frekuensi makan per hari
Gambar 1. Frekuensi makan responden dalam sehari
Berdasarkan hasil penghitungan terhadap data food recall dapat dianalisis apakah komposisi makanan responden seimbang bila dilihat dari proporsi sumbangan energi dari karbohidrat, lemak dan protein. Tabel 8 menyajikan data mengenai menu seimbang.
Diversifikasi Konsumsi Masyarakat Berdasarkan Menu Seimbang Sri Sumarmi, Lutfi Agus Salim
17
Hasil analisis terhadap susunan menu menunjukkan sebagian besar responden mengkonsumsi menu yang tidak seimbang rendah protein, dengan sumbangan energi dari karbohidrat cenderung tinggi. Hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi menu yang ideal yaitu cukup protein dan karbohidrat.
sementara sumbangan dari kacang-kacangan dua kali lipat standar PPH, begitu juga sumbangan energi dari minyak dan lemak.
Skor Pola Pangan Harapan
Kuantitas Zat Gizi yang Dikonsumsi
Kualitas menu makan responden dapat pula dianalisis berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Analisis ini didasarkan pada persentase (%) sumbangan energi dari berbagai jenis atau kelompok bahan pangan yang konsumsi, seperti kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, serta sayur dan buah. Skor PPH menu keluarga dapat dilihat pada tabel 9. Persentase sumbangan energi dari padi-padian lebih kecil dibandingkan standar PPH, tetapi sumbangan energi dari umbi-umbian lebih dari dua kali lipat standar PPH. Sumbangan energi dari pangan hewani lebih kecil,
Rata-rata asupan energi pada responden (ibu) masih kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). Bila anjuran konsumsi energi pada wanita usia produktif antara 2.100 sampai 2.200 kkal per orang per hari atau diambil nilai rata-rata 2.150 kkal per orang per hari (Muhilal dkk, 1998), maka rata-rata asupan energi pada responden baru memenuhi sekitar 73% dari AKG. Dengan demikian kekurangan konsumsi energi pada responden adalah sekitar 581 kkal per orang per hari atau sekitar 27% dari AKG. Kekurangan sebesar itu dapat dipenuhi dengan menambah makan satu porsi makan lengkap atau dengan menambah makan selingan (makanan kudapan) padat
pembahasan
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan komposisi menu seimbang Komposisi menu Rendah Protein dan Karbohidrat Rendah Protein, cukup Karbohidrat Rendah Protein, tinggi Karbohidrat Cukup Protein, rendah karbohidrat Cukup Protein, tinggi Karbohidrat Cukup Protein dan Karbohidrat Jumlah
Kebonagung n % 2 6,7
Sudimoro n % 2 7,7
Bandar % 6,3
Donorojo n % 4 13,3
n 2
13
43,3
12
46,2
11
36,7
8
1
3,3
2
Jumlah n 10
% 8,5
10
31,3
16
53,3
51
43,2
30,8
18
56,3
9
30,0
46
39,0
1
3,8
0
0,0
0
0,0
2
1,7
6,7
2
7,7
1
3,1
0
0,0
5
4,2
1
3,3
1
3,8
1
3,1
1
3,3
4
3,4
30
100,0
26
100,0
32
100,0
30
100,0
118
100,0
Tabel 8. Komposisi Menu berdasarkan Pola Pangan Harapan Kelompok bahan pangan 1 Total Energi Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak & Lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Jumlah 18
5
Skor nasional 4×5
Skor daerah 3×5
50,0 5,0 15,3 10,0 3,0 5,0 6,7 5,0
0,5 0,5 2,0 1,0 0,5 2,0 0,5 2,0
25 2,5 30,6 10 1,5 10 3,4 10
22,75 6,53 8,84 17,20 0 21,18 1,93 10,76
100
9,5
93
89,19
Rata-rata energi
% energi
PPH
Bobot
2 1.530,37 ± 618,21 696,39 ± 442,89 199,76 ± 356,16 67,75 ± 82,23 262,85 ± 201,87 0 162,15 ± 161,46 59,02 ± 56,92 82,44 ± 106,31
3
4
45,50 13,05 4,42 17,20 0 10,59 3,86 5,38 100
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 1, Juli 2007: 14-20
energi. Dari analisis data recall, diketahui bahwa sebagian besar asupan energi responden tergolong kurang (konsumsi antara 60–80% AKG) dan sangat kurang (< 60% AKG), hanya 28% yang tergolong cukup (³ 80% AKG). Rata-rata asupan protein pada ibu masih dibawah angka kecukupan protein yang dianjurkan. Bila angka kecukupan protein yang dianjurkan untuk wanita usia produktif adalah sebesar 48 gram per orang per hari (Muhilal dkk, 1998), maka asupan protein responden memenuhi 76,45% dari AKG. Dengan demikian konsumsi protein responden masih kurang sekitar 12 gram per orang per hari atau kurang 23,5% dari AKG. Berdasarkan analisis data recall terhadap AKG, diketahui bahwa hanya sekitar 35,6% responden yang telah mamenuhi kecukupan proteinnya (konsumsi (³ 80% AKG), sedangkan sebagian besar besar tergolong kurang (konsumsi antara 60–80% AKG) dan sangat kurang (< 60% AKG), hanya 28% yang tergolong cukup (³ 80% AKG). Dari empat kecamatan yang diteliti, diketahui bahwa tingkat konsumsi energi dan protein yang paling rendah adalah responden di Kecamatan Sudimoro, sedangkan konsumsi paling tinggi adalah di Kecamatan Donorojo. Asupan vitamin C masih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Bila rata-rata asupan vitamin C yang berasal dari makanan sebesar 49,7 mg per hari, dan angka kecukupan vitamin C sebesar 60 mg per orang per hari, maka responden masih kekurangan asupan vitamin C sekitar 11 mg per hari. Atau dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi vitamin C memenuhi 82% dari AKG. Asupan vitamin C tertinggi adalah di Kecamatan Bandar (59,5 mg per hari) atau hampir memenuhi AKG, sedangkan konsumsi paling rendah adalah di Kecamatan Kebonagung. Asupan zat besi (Fe) dan Kalsium (Ca) juga dibawah angka yang dianjurkan. Rata-rata asupan zat besi sebesar 11,8 mg per hari bila dibadingkan dengan angka kecukupan yang dianjurkan untuk wanita usia produktif (usia subur) sebesar 26–26 mg per orang per hari, maka konsumsi zat besi dari makanan hanya memenuhi 45% dari AKG. Sementara rata-rata asupan Kalsium sebesar 350,7 mg per hari, bila dibandingkan dengan angka kecukupan Kalsium untuk wanita usia subur sebesar 800 mg per hari, maka asupan mereka baru memenuhi sekitar 43,75% AKG. Menilai tingkat konsumsi gizi balita tidaklah mudah, karena sebagian zat gizi yang dikonsumsi berasal dari Air Susu Ibu (ASI), sehingga sulit untuk diperkirakan berapa jumlah ASI yang dikonsumsi balita. Asupan zat gizi yang dianalisis adalah hanya zat gizi yang berasal dari makanan. Balita lebih sering kekurangan energi dibandingkan kekurangan protein. Hal ini terbukti dari hasil analisis yang disajikan pada tabel 6, bahwa balita dengan konsumsi energi dalam kategori cukup sebesar 33%, sedangkan jumlah balita dengan konsumsi protein dalam kategori cukup sebesar 60%. Keadaan ini dimungkinkan karena balita dapat memenuhi kebutuhan protein dari susu (formula). Belum lagi protein yang berasal dari Air Susu Ibu (ASI) yang belum diperhitungkan. Meskipun konsumsi
protein telah cukup, namun bila asupan energi masih kurang dari yang dianjurkan, maka protein digunakan sebagai sumber energi untuk menggantikan kekurangan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Hal ini sangat disayangkan sebab protein tidak dapat digunakan secara maksimal untuk fungsi yang lebih penting seperti untuk pembentukan sel (pertumbuhan) dan fungsi lainnya (Sri Sumarmi, 2000; Insel P, et al., 2001). Kualitas Menu berdasarkan Menu Seimbang Dilihat dari komposisi menu seimbang, maka dapat disimpulkan bahwa menu makan sebagian besar responden tidak seimbang. Keseimbangan menu ini dilihat dari sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Menu seimbang adalah susunan menu atau hidangan sebagai berikut: prosentase konsumsi karbohidrat sebesar 55–75% total energi, protein sebesar 10–15% total energi, dan lemak sebesar 15–30% dari total energi (WHO, 1990). Hasil analisis terhadap susunan menu menunjukkan sebagian besar responden mengkonsumsi menu yang tidak seimbang rendah protein, dengan sumbangan energi dari karbohidrat cenderung tinggi. Hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi menu yang ideal yaitu cukup protein dan karbohidrat. Kualitas Menu berdasarkan Skor Pola Pangan Harapan Penghitungan skor mutu pangan di Kabupaten Pacitan sebesar 89,19, dan angka ini sedikit dibawah skor PPH standar yang ditetapkan tingkat nasional. Skor mutu ini telah melampaui target skor mutu nasional yang ditetapkan pada tahun 2000, dan termasuk dalam kategori segitiga emas. Segitiga emas dicapai bila skor mutu pangan di atas 88, dengan ciri-ciri antara lain: energi dari padi-padian sedikit diatas norma PPH atau relatif sama dengan norma PPH, energi dari pangan hewani di atas 12% atau relatif sama dengan norma PPH, energi dari kelompok pangan lain relatif memenuhi norma PPH (Suhardjo, 1998). Kebijakan nasional mengenai diversifikasi konsumsi pangan diharapkan dapat mencapai kategori segitiga perak dengan skor mutu PPH sebesar 78. Dengan demikian kualitas pangan di Kabupaten Pacitan bila dilihat dari skor PPH telah melampaui target nasional. Atau dapat dikatakan bahwa program diversifikasi pangan telah tercapai. kesimpulan
1. Kuantitas konsumsi zat gizi pada masyarakat Kabupaten Pacitan masih tergolong kurang, maka perlu adanya upaya peningkatan konsumsi zat melalui pendidikan gizi kepada masyarakat melalui media pendidikan, terutama untuk menambah jumlah porsi makan. 2. Dilihat dari kualitas pangan dengan komposisi menu seimbang, menu makan masyarakat Kabupaten Pacitan pada umumnya tinggi karbohidrat rendah protein, Diversifikasi Konsumsi Masyarakat Berdasarkan Menu Seimbang Sri Sumarmi, Lutfi Agus Salim
19
terutama protein hewani, maka pendidikan gizi yang disampaikan kepada masyarakat adalah meningkatkan konsumsi protein hewani. 3. Dilihat dari kualitas menu dengan skor Pola Pangan Harapan yang cukup baik, maka keragaman atau diversifikasi pangan di Kabupaten Pacitan cukup baik, dan sudah masuk kategori segitiga emas, namun masih kurang pada konsumsi pangan hewani dan berlebihan konsumsi umbi-umbian. Peningkatan produksi pangan hewani dengan program budidaya ternak, atau sosialisasi konsumsi ikan laut sebagai salah satu potensi pangan di Kabupaten Pacitan perlu ditingkatkan. daftar pustaka Budianto J, Hardinsyah A, Widodo DH, Anwar. 1998. Strategi menunju perilaku Makan Sehat dan Implikasinya pada Perencanaan Ketersediaan Pangan. Risalah Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
20
Haryanto, Trisno. 2004. Pola Konsumsi Tiwul pada Masyarakat di daerah Endemik Gondok Kabupaten Pacitan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya. Insel P, Turner RE, Don Ross. 2002. Nutrition Up Date. Jones and Bartlet Publishers. Massachusetts. Muhilal F. Jalal, Idrus Jusat, Husaini MA. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Risalah Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Nutrition and Health Surveillance System (NSS). Helen keller Indonesia. 2004. Nutrition and Health Surveillance in Rural and Urban Slums Area in Indonesia. Indonesia Crisis Bulletin. Year 5, Issue 1, January 2004. Sri Sumarmi, Melaniani S, Puspitasari N, dan Sri Adiningsih. 2004. Indikator Rawan Pangan untuk Daerah Perkotaan di Jawa Timur. Laporan Penelitian. Kerja sama antara Badan Ketahanan pangan Propinsi Jawa Timur dan Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. Suhardjo. 1998. Diversifikasi Menu menuju Pola Pangan Harapan di Indonesia. Risalah Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Jakarta.
The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 1, Juli 2007: 14-20