BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Bagi Hasil 1. Pengertian Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan Profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan : distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan, hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.1 Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Prinsip bagi hasil dalam simpanan/tabungan tersebut menetapkan tingkat keuntungan/pendapatan bagi tiap-tiap pihak. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan rasio, bukan ditetapkan dalam jumlah yang pasti.2 Bagi Hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (Shahibul Mal) dan pengelola (Mudharib). Proses penentuan tingkat
1
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2004), h.26. 2 Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta : Erlangga, 2012), h. 105.
37
bagi hasil diperlukan kesepakatan kedua belah pihak, yang terungkap dalam nisbah bagi hasil.3 Secara syariah, prinsip bagi hasil berdasarkan kaidah almudharabah. Mudharabah merupakan kerja sama antara pemilik dana (shahibul mal) atau penanaman modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.4 Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib “pengelola”, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal “penyandang dana”. Antara keduanya diadakan akad Mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.5 Rasio pembagian keuntungan deposan/nasabah ditentukan diawal pembukaan tabungan. Untuk menghitung pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank maupun nasabah, dimana bank sebagai mudharib, sedangkan nasabah sebagai shahibul maal dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut :6
3
Viethzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking : sebuah teori, konsep dan aplikasi, Ed 2 Cet 1, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 799 - 800. 4 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Akad Syariah, (Jakarta : Mizan Media Utama, 2011), h.31 5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 137.
38
1. Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil. 2. Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan untuk bagi hasil. 3. Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil. 4. Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah. Pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank syariah dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga menyebabkan pendapatan bagi hasil selalu berubah tiap bulannya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:7 1. Faktor langsung (Direct Factor) Diantara
faktor-faktor
langsung
yang
mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). a. Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan.
6
Dana
tersebut
dapat
dihitung
dengan
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta : Salemba Empat, 2009), h.
370. 7
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 139-140.
39
menggunakan metode rata-rata saldo minimum bulanan dan ratarata total saldo harian. c. Nisbah (profit sharing ratio) merupakan angka perbandingan (porsi) pembagian pendapatan antara shahibul mal dengan mudharib. 1) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda 2) Nisbah dapat juga berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank. Misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. 3) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya. 2. Faktor tidak langsung Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah : a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah 1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. 2) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing. b. Kebijakan akuntansi (prinsip dan metode akuntansi)
40
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas
yang
diterapkan,
terutama
sehubungan
dengan
pengakuan pendapatan dan biaya. 3. Tabungan Mudharabah Tabungan mudharabah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana
yang
diinvestasikan
oleh
penabung
secara
produktif,
menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.8 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan dan Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah: 1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. a) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain. b) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
8
Ibid, h. 156.
41
c) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. d) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 2) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. 4. Contoh Perhitungan Bagi Hasil Berikut ini merupakan contoh perhitungan bagi hasil untuk tabungan:9 Bapak sugiyono membuka rekening tabungan INSANI pada tanggal 1 Maret 2015, selama satu bulan, dimana saldo bapak Sugiyono yang terdapat didalam rekening tabungan tersebut sebesar Rp. 500.000. Besar nisbah bagi hasil yang diberikan pihak BMT atas produk tabungan tersebut sebesar 55% untuk nasabah dan 45% untuk BMT. Diumpamakan diketahui pendapatan BMT pada bulan maret 2015 sebesar Rp. 8.000.000,- dan saldo rata-rata dana pihak ketiga (DPK) tabungan Insani sebesar 50.000.000. sehingga bagi hasil yang didapat adalah : Diketahui : Saldo rata-rata : Rp. 500.000, Saldo DPK : Rp. 50.000.000, Pendapatan BMT : Rp. 8.000.000,9
Safrizal, Direktur BMT Al-Hijrah, Wawancara, Salo tanggal 6 Mei 2015 pukul 10.15
WIB.
42
Nisbah 45% : 55% Jumlah hari dalam bulan Maret adalah 31 Jawaban : 1) Bagi hasil untuk BMT Al-Hijrah
Bagi Hasil =
x Nisbah x
=
.
.
.
.
.
x 45% x
.
.
.
,
= Rp. 1.161,2) Bagi hasil untuk Nasabah (Bapak Sugiyono) Bagi Hasil =
=
x Nisbah x
.
.
.
.
.
x 55% x
. .
.
,
= Rp. 1.419,Dari perhitungan bagi hasil diatas dapat dilihat bahwa bagi hasil yang diterima BMT Al-Hijrah adalah Rp. 1.161,- sedangkan bagi hasil yang diterima Bapak Sugiyono sebesar Rp. 1.419,-.
B. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior) Dalam mengenal konsumen diperlukan pemahaman mengenai perilaku konsumen yang merupakan perwujudan seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri.
43
Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini10. Beberapa pendapat tentang definisi perilaku konsumen, yaitu: a. Perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan, baik individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya (Prasetijo dan Ihalaw, 2005:9) b. Perilaku konsumen adalah perilaku yang melibatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi serta menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Suwarman, 2003:25). c. Perilaku konsumen adalah tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut (Mangkunegara, 2002:3). Jadi bisa diartikan bahwa Perilaku konsumen merupakan kegiatankegiatan individu yang langsung terlibat dalam jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan. Terdapat dua elemen penting dari arti perilaku konsumen, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan, (2) kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa ekonomis. 10
Tatik Suryani, Perilaku Konsumen : Implikasi pada Strategi Pemasaran, Ed.1, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 5-6.
44
Keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan itu menyelami persepsi para pembeli atau konsumen, hal inilah yang disebut dengan perilaku konsumen.11 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tediri dari faktor budaya, sosial, pribadi perseorangan, dan psikologi.12 1. Faktor Budaya,yaitu kebiasaan yang biasa ditanamkan oleh lingkungan sekitar, misalnya guru yang mengarahkan anak didiknya untuk rajin menabung. 2. Faktor Sosial, yaitu kebutuhan seseorang untuk lebih maju agar dapat diterima oleh lingkungannya dapat ditempuh melalui pendidikan, penampilan fisik, yang semuanya membutuhkan biaya yang akan lebih mudah dipenuhi bila ia menabung. 3. Faktor Pribadi perseorangan, yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari siklus kehidupan, umur konsumen, pekerjaan, keadaan ekonomi, cara hidup, kepribadian, dan konsep diri sendiri. 4. Faktor psikologi, termasuk juga motivasi, persepsi, proses belajar dari pengalamannya serta kepercayaan diri dan sikap seseorang. C. Pengertian Pengambilan Keputusan Keputusan adalah pilihan-pilihan yang dibuat dari dua alternatif atau lebih.13 Pembuatan keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perjalanan hidup. Tetapi bagaimana para individu membuat
11
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, Ed.1, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), h. 132 Ibid, h. 137-138 13 Stephen Robbin, Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Salemba Empat, 2008), Cet.12, h. 187. 12
45
berbagai keputusan dan kualitas dari pilihan-pilihan akhir sangat dipengaruhi oleh persepsi–persepsi mereka terhadap sesuatu. Ada beberapa tahapan seseorang dalam membuat sebuah keputusan, tahapantahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Mendefinisikan Masalah Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah mengenali (mengidentifikasi)
dan
menentukan
(mendefinisikan)
masalah.
Pembuatan keputusan muncul sebagai reaksi atau sebuah masalah (problem), artinya ada ketidaksesuaian antara perkara saat ini dan keadaan yang diinginkan yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternatif.14 b. Mengidentifikasi Kriteria Keputusan Kriteria keputusan adalah ukuran dasar yang digunakan untuk menuntun pertimbangan dan keputusan.15 Biasanya semakin banyak ditemukan kriteria yang memungkinkan untuk memecahkan masalah, maka akan semakin baik pemecahan masalahnya. Mengidentifikasi kriteria keputusan atau menginterpretasikan dari membuat keputusan memiliki hubungan yang besar dengan hasil akhir pembuat keputusan. Dari keseluruhan proses keputusan, seringkali muncul berbagai penyimpangan penginterpretasian yang berpotensi mempengaruhi analisis dan kesimpulan.
14 15
Ibid, h. 188. Chuck Williams, Manajemen, (Jakarta : Salemba Empat, 2001), cet.1, h. 194.
46
c. Menimbang Kriteria Selanjutnya
setelah
mengenali
kriteria
keputusan,
langkah
berikutnya adalah memutuskan kriteria mana yang lebih penting atau kurang penting.16 Banyak hal yang bisa dijadikan pilihan untuk menimbang kriteria keputusan, semuanya memerlukan pengambilan keputusan untuk menentukan peringkat awal kriteria keputusan. d. Membuat Alternatif Pilihan Tindakan Setelah mengenali dan menimbang kriteria keputusan yang akan menuntun proses pengambilan keputusan, langkah berikutnya adalah mengenali pilihan tindakan yang mungkin dapat memecahkan masalah.17 Secara umum, pada langkah ini pemikirnya adalah untuk menyusun sebanyak mungkin alternatif pilihan. e. Mengevaluasi Setiap Alternatif Langkah berikutnya adalah secara sistematis mengevaluasi tiaptiap alternatif terhadap masing-masing patokan. Setiap keputusan membutuhkan interpretasi dan evaluasi informasi. Biasanya data diperoleh dari banyak sumber dan data-data tersebut harus disaring, diproses, dan diinterpretasikan. Karena sejumlah informasi harus dikumpulkan, langkah ini memakan waktu jauh lebih lama dan lebih mahal dari langkah lain dalam proses pengambilan keputusan. 18 Pada saat informasi telah terkumpul, dapat dipergunakan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap setiap patokan. 16
Ibid, h. 195. Ibid, h. 197. 18 Ibid. h.199. 17
47
f. Memperkirakan Keputusan yang Paling Optimal Langkah
terakhir
dalam
pengambilan
keputusan
adalah
memperkirakan keputusan yang paling optimal dengan menentukan nilai optimal setiap alternatif. Jika keseluruhan tahapan dapat dilalui dengan baik dan benar, akan dicapai pengambilan keputusan yang baik pula. Seorang individu yang dengan tekun menyelesaikan keenam tahapan proses pengambilan keputusan diatas akan membuat keputusan yang lebih baik dibanding mereka yang tidak melakukannya. Begitu pula dengan seorang nasabah yang hendak melakukan proses pengambilan keputusan untuk menabung. Mereka juga melalui berbagai tahapan proses pengambilan keputusan diatas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keputusan nasabah adalah hal yang diputuskan konsumen untuk memutuskan pilihan atau tindakan pembelian barang atau jasa. Atau suatu keputusan setelah melalui beberapa proses yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, dan melakukan evaluasi alternatif yang menyebabkan timbulnya keputusan yakni keputusan konsumen untuk menjadi nasabah atau tidak pada BMT Al-Hijrah Salo. D. Konsep Menabung dalam Islam Menurut Syafi’i Antonio (2001), menabung adalah tindakan dianjurkan oleh Islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim
48
mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.19 Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara baik. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ (4) ayat 9:20
Artinya: “Dan, hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.“
Ayat diatas menjelaskan bahwa kita diperintahkan untuk bersiapsiap dan mengantisipasi masa depan keturunan, baik secara rohani (iman/takwa) maupun secara ekonomi harus dipikirkan langkah-langkah perencanaannya. Salah satu langkah perencanaan adalah dengan menabung atau berinvestasi.21 Firman Allah dalam surat Al-Hasyr (59) ayat 18:22
19
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h. 153 20 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Pustaka Alfatih, 2009), h. 78. 21 Op.cit, h. 154. 22 Op.cit, h. 548.
49
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap
diri
memperhatikan
apa
yang
telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18). Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan akhir umat Islam adalah akhirat yang harus dipersiapkan dari sekarang melalui aktivitasnya (bisnis), uang dan harta benda berperan dalam memfasilitasi ibadah dan amaliah kehidupan manusia sebagai persiapan mencapai tujuan akhirat, itulah salah satu alasan Islam mendorong setiap muslim untuk berusaha memperoleh kekayaan
dan
tidak
melarang
perangkat-perangkat
usaha
untuk
mendapatkan dan mengembangkan hartanya.23 Menabung mengajarkan kita pada sikap hemat. Sebab sikap hemat ini dapat dijadikan sebagai kiat untuk mengantisipasi kekurangan yang dialami oleh seseorang pada suatu waktu. Hal yang perlu diperhatikan bahwa bersikap hemat tidak berarti harus kikir dan bakhil. Ada perbedaan mendasar antara hemat dan kikir atau bakhil. Hemat berarti membeli untuk keperluan tertentu secukupnya dan tidak berlebihan. Adapun kikir dan bakhil adalah sikap yang terlalu menahan dari belanja sehingga untuk keperluan sendiri yang pokok pun 23
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah : Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2009), h. 297-298.
50
sedapat mungkin ia hindari, apa lagi memberikan pada orang lain. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar uang yang dimilikinya tidak dikeluarkannya, tetapi berupaya agar orang lain memberikan uang kepadanya. Ia akan terus menyimpan dan memupuknya. 24 Hal ini merupakan sikap yang harus dihindari oleh setiap diri seorang muslim. Oleh karena itu hendaklah seorang muslim itu mempersiapkan kebutuhan dimasa akan datang. Hal ini bisa dilakukan melalui investasi atau menabung. Investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan return yang tidak pasti dimasa akan datang. Sebagai imbalan dari simpanan/tabungan nasabah, koperasi syariah atau BMT menggunakan sistem bagi hasil dalam memberikan imbalan dari sebuah simpanan. Tingkat bagi hasil inilah yang menjadi insentif masyarakat untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan syariah (khususnya BMT). Oleh karena itu menabung di lembaga keuangan syariah (khususnya BMT) relatif lebih aman ditinjau dari perspektif Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari bisnis yang halal, serta tidak hanya keuntungan didunia melainkan juga keuntungan di akhirat.
24
Loc.cit, h. 154-155.
51