Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
Desember 2012 : 114-125
EVALUASI PRODUK MODIS GROSS PRIMARY PRODUCTION PADA HUTAN RAWA GAMBUT TROPIS INDONESIA (MODIS GROSS PRIMARY PRODUCTION EVALUATION IN TROPICAL PEAT SWAMP FOREST OF INDONESIA) Yenni Vetrita*), Takashi Hirano**) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lapan **) Graduate School of Agriculture, Hokkaido University, Sapporo, Japan e-mail:
[email protected] *)
Diterima 9 Agustus 2012; Disetujui 5 November 2012
ABSTRACT Gross Primary Production (GPP) estimation method was developed as one approach for calculating the amount of carbon stored in vegetation. One of the GPP product which can be operationally downloaded free of charge from Terra/Aqua MODIS (NASA satellite) is MODIS GPP product (MOD17). The examination of this product needs to be performed in several ecosystem types due to its global properties. Recently, a new version of the product has been launched, however its examination on tropical forests particularly over Indonesia has not been implemented yet. In this study, new version of MODIS GPP (MOD17A2-51) was evaluated in tropical peat swamp forest, in Central Kalimantan Province using time series and statistical analysis of field data (GPP EC). The study results show that the time series of 8-daily MODIS GPP provide a similar pattern although it has low correlation. In general, MODIS GPP tend to be underestimate either on rainy or dry season. However, an overestimate result was found during the ENSO-caused long dry season in 2002. Nevertheless, the accumulated value of GPP with seasonal consideration (dry and rainy) shows good relationship (r=0.94, RMS= 17.47, and Efficiency score= 0.68). The 2nd dry season period (AugustOctober) shows better distribution than other periods. This study concludes that the MODIS GPP product version 51 can be used for biomass seasonal monitoring of tropical peat swamp forests in Indonesia. Keywords: MODIS GPP, Carbon, Peat swamp tropical forest, Degradation ABSTRAK Metode Gross Primary Production (GPP) dikembangkan sebagai salah satu pendekatan perhitungan cadangan karbon yang tersimpan dalam vegetasi. Salah satu produk GPP yang secara operasional dapat diunduh secara cuma-cuma adalah MOD17 yang diperoleh dari Satelit Terra/Aqua MODIS, NASA. Mengingat produk ini masih bersifat global, maka upaya pengujian perlu dilakukan di beberapa tipe ekosistem. Baru-baru ini, NASA telah meluncurkan produk versi baru yang pengujiannya belum banyak dilakukan di hutan tropis, khususnya di wilayah Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi MODIS GPP versi baru (MOD17A2-51) di hutan rawa gambut, Provinsi Kalimantan Tengah, menggunakan analisis time series dan uji statistik data lapangan (GPP_EC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa data 8-harian MODIS GPP memiliki pola time series yang hampir sama dengan MOD-EC meskipun secara statistik memberikan korelasi yang kurang baik. Secara umum, MODIS GPP cenderung memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan GPP_EC baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Sebaliknya, pada musim kemarau yang sangat panjang, seperti pada tahun 2002 akibat ENSO, nilai MODIS GPP cenderung overestimate dibandingkan GPP_EC. Walaupun demikian, nilai akumulasi GPP dengan 114
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
mempertimbangkan musim (kemarau dan hujan) menunjukkan hubungan yang baik (r=0.94, RMS= 17.47, and Efficiency score= 0.68). Periode musim kering ke-2 (AgustusOktober) menunjukkan distribusi nilai yang lebih baik dibandingkan periode musim lainnya. Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa MODIS GPP versi 51 dapat digunakan untuk pemantauan kandungan biomasa berdasarkan musim di hutan rawa gambut tropis Indonesia. Kata Kunci: MODIS GPP, Karbon, Hutan rawa gambut tropis, Degradasi 1
PENDAHULUAN
Pengurangan emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) merupakan upaya untuk menciptakan nilai finansial bagi karbon yang tersimpan di hutan, dengan menawarkan insentif bagi negaranegara berkembang untuk mengurangi emisi akibat kerusakan hutan. Isu ini menjadi penting mengingat hutan mampu menyimpan sejumlah biomassa, baik dalam bentuk biomasa di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Kegiatan penebangan merupakan salah satu proses yang menyebabkan terjadinya pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Salah satu tipe ekosistem hutan yang menjadi tampungan sejumlah karbon dalam volume di bawah tanah adalah hutan lahan gambut. Ketika hutan di lahan gambut terbakar atau mengalami kekeringan, maka emisi karbon tidak hanya terbatas berasal dari vegetasi di atas permukaan tanah, tetapi juga berasal bahan organik yang ada di dalam tanah. (CIFOR, 2010). Penggabungan pengukuran emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan perlu dilakukan melalui pendekatan cadangan biomasa (Yuan dan Liu, 2007). Brown (2001) mengelompokkan biomasa hutan ke dalam 3 tampungan (pool), yaitu biomasa di atas permukaan, bawah permukaan, maupun pohon yang mati. Guna pendugaannya, salah satu metode pendekatan yang paling realistik untuk pendugaan biomasa dalam luasan yang besar adalah menggunakan data penginderaan jauh dengan konsep Gross Primary Production (GPP). GPP merupakan komponen kunci
dari keseimbangan karbon antara biosfer dan atmosfer yang merupakan hasil dari proses fotosintesis yang menjadi salah satu komponen terbesar dari siklus karbon global. Gambaran posisinya dalam siklus karbon global pada ekosistem hutan dapat dilihat pada Gambar 1-1, dimana terlihat bahwa pertukaran CO2 di atmosfir dan ekosistem darat diperoleh dari keseimbangan antara respirasi (Re) dan GPP (Muraoka, 2009). GPP berbasis satelit penginderaan jauh telah banyak dikembangkan menggunakan model Light Use Efficiency (LUE) yang digunakan untuk estimasi perubahan karbon antara vegetasi dan atmosfer (McCallum et al., 2009; Ruimy et al., 1999; Sims et al., 2008. Model ini awalnya dikembangkan oleh Monteith (1972) yang menerangkan tentang hubungan antara LUE dengan radiasi dan GPP. Dalam model tersebut, GPP merupakan fungsi dari radiasi aktif yang diserap oleh vegetasi hijau dan efisiensi cahaya yang diserap dalam proses fiksasi karbon. Salah satu produk Terra/Aqua MODIS yang telah operasional yaitu MOD17 (MODIS GPP) memberikan informasi tentang GPP dan NPP, dengan menerapkan konsep yang berbasis model LUE. Beberapa penelitian yang menggunakan konsep sama sudah juga dilakukan oleh peneliti lainnya dengan perbedaan pada inputnya, seperti studi pengembangan alternatif lain untuk estimasi LUE (Propastin et al., 2012) dan substitusi nilai Leaf Area Index (LAI) dengan index vegetasi lain (Sims et al., 2006; Wu et al., 2011; Xiao et al., 2005). Sebagian besar hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa MODIS GPP tidak memberikan hasil yang lebih baik 115
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
Desember 2012 : 114-125
dibandingkan pendekatan yang mereka lakukan. Vetrita et al. (2010) telah menguji akurasi produk ini secara spesifik di lokasi yang sama dengan area studi ini. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pola sebaran jumlah GPP sepanjang tahun terlihat cukup baik dibandingkan dengan GPP hasil pengukuran lapangan (GPP_EC), meskipun secara statistik memiliki korelasi yang rendah. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Propastin et al. (2012) pada kasus di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi menggunakan MODIS GPP versi 4.5. Pada akhir tahun 2011 telah diluncurkan kembali MOD17A2 versi baru (versi 51) yang merupakan hasil validasi tahap 3 untuk produk tersebut. Hasil validasi dari produk ini yang telah dilakukan di hutan subtropis gugur daun (Xiao et al., 2004), dan di hutan campuran subtropis (Wu et al., 2009)
menunjukkan hasil relatif sama dengan MODIS GPP. Akan tetapi, pengujian di wilayah tropis, khususnya di wilayah Indonesia masih sangat jarang dilakukan (Propastin et al., 2012) Mengingat produknya yang bersifat global, maka perlu dilakukan validasi secara spesifik di wilayah-wilayah yang karakteristik setiap ekosistem berbeda. Saat ini data lapangan yang bersumber dari beberapa tower site telah tersedia melalui jaringan Fluxnet (2012), yang salah satunya berada di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Melalui jaringan ini, upaya validasi produk-produk penginderaan jauh, termasuk GPP, memungkinkan untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produk MODIS GPP versi 51 (MOD17A2_51) guna mengukur sampai sejauhmana produk ini dapat digunakan sebagai sumber acuan jumlah stok karbon di hutan rawa gambut tropis, khsususnya di Indonesia.
Gambar 1-1: Model siklus karbon pada ekosistem hutan
116
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
2
METODE
2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian disesuaikan dengan data lapangan yang tersedia dari Asiaflux Network yang berada di Kalangpangan, Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah (2o 20’ 42’’ S, 114o 2’ 11’’ E) (Gambar 2-1). Areal penelitian adalah areal adalah hutan rawa gambut sekunder yang pernah mengalami kekeringan pada tahun 1990-an, berada di areal bekas proyek Mega Rice yang terletak di antara Sungai Sebangau dan Sungai Kahayan (Hirano et al., 2007). Areal ini mempunyai luas tutupan hutan mencapai lebih dari 50 km2, dengan konfigurasi lahan yang relatif datar serta berada pada elevasi sekitar 30 meter di atas permukaan laut. 2.2 Deskripsi Produk MODIS GPP Nilai GPP menggambarkan informasi tentang fenologi vegetasi serta penyerapan kanopi terhadap radiasi Photosynthetically Active Radiation (PAR) atau Fraction of Photosynthetically Active Radiation (FPAR). FPAR merupakan hasil produk MODIS yang lain yaitu
MOD15. Terminologi ini disebut sebagai Light Use Efficiency (LUE). Persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut: GPP = LUE*APAR
(0-1)
Bila APAR = FPAR*PAR
(0-2)
Maka persamaan sebagai:
2-1
GPP = LUE*FPAR*PAR
dapat
ditulis (0-3)
Algoritma yang digunakan MODIS GPP menggunakan data iklim dari pemodelan iklim NASA Data Assimilation Office (DAO). Data utama yang digunakan untuk mendapatkan nilai MODIS GPP dari DAO adalah data PAR. Nilai PAR idealnya memiliki resolusi spasial yang sama dengan data penginderaan jauhnya. Namun dalam hal ini, DAO hanya dapat memberikan resolusi spasial yang rendah yaitu 1° x 1.25° pada produk versi lama. Untuk perhitungan nilai LUE, diperoleh dari Biome Parameter Look-Up Table (BPLUT) yang mengandung parameter suhu, Vapor Pressure Deficit, spesifik luas daun, dan koefisien respirasi yang mewakili vegetasi pada tiap tipe biome.
Gambar 2-1: Lokasi penelitian
117
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
Desember 2012 : 114-125
Perbedaan utama antara produk MOD17A2-51 dengan versi sebelumnya terletak pada dua aspek. Aspek pertama adalah parameter yang digunakan dalam Biome Property Look-Up Table (BPLUT), dimana produk baru telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan GPP yang diperoleh dari berbagai Eddy Flux Tower. Aspek kedua adalah resolusi spasial data meteorologi yang sebelumnya 1° x 1.25° menjadi 1 km yang diperoleh dari interpolasi non linear, dengan sampling nearest neighbour untuk meningkatkan akurasi input data meteorologi pada tiap pixel (LPDAAC, 2011). Aspek kedua ini disebutkan sebagai kontributor utama sumber kesalahan dalam estimasi MODIS GPP pada versi sebelumnya (Heinsch et al., 2006). 2.3
Sumber dan Pengolahan Data
2.3.1 Data lapangan GPP (GPP_EC) Data GPP hasil pengukuran lapangan diperoleh dari data yang telah diolah sebelumnya oleh Hirano et al. (2007). Data tersebut merupakan data per jam yang kemudian dirata-ratakan menjadi data harian dan selanjutnya dijumlahkan menjadi 8 harian agar dapat dibandingkan dengan MODIS GPP. 2.3.2 Produk MODIS GPP Produk MODIS GPP yang digunakan adalah MOD17A2-51 tile H29V09 tahun 2002-2005 yang diunduh dari website Oak Ridge National Laboratory Distributed Active Archive Center's (DAAC)
(http://www.modis.ornl.gov/modis/index. cfm). MODIS GPP diperoleh dengan mengekstraksi nilai pixel pada lokasi tower site dari tiap citra. Untuk meminimalkan gangguan pada awan maka MODIS GPP disaring menggunakan program TIMESAT (Jönsson and Eklundh, 2004). Hal ini dapat dilakukan mengingat produk MODIS GPP menyediakan data kualitas (QC) pada tiap pixel yang selanjutnya digunakan sebagai penentu pembobotan pada tiap nilai pixel. Pixel yang berkualitas tinggi (bebas awan) diberikan pembobotan lebih tinggi (nilai bobot 3) sedangkan pixel berawan diberikan nilai bobot lebih rendah (nilai bobot 1). Disamping nilai QC pada citra, nilai Standar Deviasi (STD) pada tiap citra juga dijadikan sebagai dasar pertimbangan penentuan pembobotan. Nilai dalam kurung pada Tabel 2-1 menunjukkan pembobotan yang diberikan untuk tiap parameter. Data yang memiliki bobot rendah dalam prosedur smoothing akan memberikan pengaruh kecil dalam kurva yang terbentuk (Sjöströma et al., 2011). Dalam penelitian ini dipilih metode Filter weighted least square Savitsky–Golay mengingat kemampuannya menyaring data dan mempertahankan integritas sinyal yang berkaitan dengan lebar window (Jönsson and Eklundh, 2004), yang dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini diupayakan untuk mendapatkan window terbaik yang mendekati pola seri data GPP_EC.
Tabel 2-1: PENGKELASAN NILAI GPP BERDASARKAN NILAI STD DAN QC AWAN
Nilai standar deviasi 0 < STD ≤ 2 (5)
15
5
2 < STD ≤ 4 (3)
9
3
4 < STD ≤ 6 (2)
6
2
3
1
STD > 6 (1) 118
Berdasarkan data QC Bebas awan (3) Berawan (1)
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
Tiap pixel akan dikategorikan kembali menjadi 3 kelas (Tabel 2-2) yang diperoleh dari hasil pengalian bobot berdasarkan 2 parameter sebelumnya (Tabel 2-1). Pengkelasan ini menjadi penentu pembobotan dalam software TIMESAT. Hasil akhir dari prosedur ini untuk selanjutnya digunakan sebagai nilai MODIS GPP untuk pengujian selanjutnya. Tabel 2-2: PENGKELASAN BERDASARKAN PEMBOBOTAN
NILAI
r=
(2-4)
RMS=
(0-5)
Eff =
(0-6)
GPP
Kelas 1
Nilai kelas 11 - 15
Bobot 1
2
6 - 10
0.2
3
1-5
0.1
2.3.3 Analisis data Analisis statistik yang dilakukan mencakup analisis Koefisien Korelasi Pearson (r), Root-Mean-Square Error (RMS), dan Efficiency Score (Eff). Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara produk MODIS GPP dan GPP_EC yang diuji.
Disamping perhitungan statistik, kajian pola sebaran nilai GPP secara series akan dianalisis lebih lanjut. Analisis dilakukan dengan membandingkan total jumlah GPP dari series 8 harian berturut-turut selama 4 periode dan perbandingan antara total jumlah GPP pada musim kemarau (MeiOktober) dan hujan (November-April). Pembagian periode musim mengikuti Hirano et.al. (2007) menjadi 2 periode musim hujan yaitu R1 (November– January), R2 (Februari–April), dan 2 periode musim kemarau yaitu D1 (MeiJuli), dan D2 (Agustus-Oktober). Secara skematis, alur pengolahan dan analisis data disajikan pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2: Diagram alir pengolahan dan analisis data
119
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
3
Desember 2012 : 114-125
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, sebaran nilai MODIS GPP (MOD17_51) untuk tahun 2002 hingga 2005 memiliki pola yang mengikuti pola distribusi GPP_EC (Gambar 3-1). Namun, MODIS GPP memiliki kecenderungan underestimate dibandingkan GPP_EC. Citra hasil filtering dapat menghilangkan nilai-nilai ekstrim MODIS GPP MOD17_51 (PreSmooth) (perhatikan lingkaran hitam pada Gambar 3-1). Pada periode tertentu MODIS GPP cenderung memiliki pola yang terbalik (Gambar 3-1, perhatikan kotak persegi empat panjang dengan garis putus-putus), dimana GPP_EC menunjukkan pola meningkat namun MODIS GPP justru terlihat menurun.
Pada musim kemarau, GPP_EC terlihat meningkat di sekitar pertengahan. Hal ini dapat dipahami karena terkait tingginya proses fotosintesis akibat kecukupan radiasi yang dibutuhkan vegetasi selama proses tersebut. Gambar 3-2 secara lebih detail menjelaskan hubungan antara curah hujan (PPT), GPP_EC dan MODIS GPP. Kotak segi empat panjang dengan garis putusputus berwarna hijau merupakan kondisi pada curah hujan rendah sedangkan kotak dengan garis berwarna biru menunjukkan kondisi pada curah hujan tinggi.
Gambar 3-1: Sebaran nilai GPP_EC dan MODIS GPP tahun 2002-2005
Overestimate (masa ENSO)
Gambar 3-1: Hubungan antara nilai GPP_EC, MODIS GPP dan curah hujan
120
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
Dari Gambar 3-2 tersebut terdapat beberapa fenomena yang menarik. Di areal studi ini ditemukan nilai GPP yang secara umum cenderung underestimate, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Hal ini agak berbeda dengan kesimpulan penelitian Propastin et al. (2012) bahwa pada musim kemarau nilai MODIS GPP cenderung overestimate, sebaliknya underestimate pada musim hujan. Di lokasi ini hanya ditemukan beberapa nilai overestimate pada musim yang sangat kering akibat ENSO pada tahun 2002, Nilai yang mendekati GPP_EC justru terletak pada masa peralihan antara musim hujan dan musim kemarau (ditunjukkan oleh lingkaran merah pada Gambar 3-2). Dari hasil perhitungan statistik
data 8-harian menunjukkan korelasi yang kurang baik (Tabel 3-1). Namun, hasil perhitungan akumulasi 8 harian berdasarkan pertimbangkan perbedaan musim (hujan dan kemarau) menunjukkan korelasi yang sangat baik (Tabel 3-2) dengan nilai r=0.94, RMS=17.47%, dan Eff=0.68. Nilai Eff yang positif menunjukkan kemampuan relatif MODIS GPP sangat baik untuk estimasi data referensinya (GPP_EC). Berdasarkan data runut waktu, dapat dilihat bahwa periode D2 memiliki nilai yang lebih mendekati GPP_EC dengan nilai standar deviasi (STD) yang paling kecil dibandingkan periode musim lainnya (Gambar 3-3). Secara umum, nilai GPP MODIS masih terlihat underestimate terhadap GPP_EC.
Tabel 3-1: HASIL PERHITUNGAN STATISTIK EVALUASI PRODUK 8 HARIAN MODIS GPP
n=184 r RMS (%) Eff
MOD17A2-51 0.028 25.85 -0.67
Tabel 3-2: HASIL PERHITUNGAN STATISTIK EVALUASI PRODUK MODIS GPP BERDASARKAN PERBEDAAN MUSIM
n=17 r RMS (%) Eff
MOD17A2-51 0.944184 17.47254 0.685807
Gambar 3-3: Perbandingan distribusi total jumlah 8 harian pada musim kemarau (D1 dan D2) serta musim hujan (R1 dan R2) antara GPP_EC dengan MODIS GPP
121
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
Desember 2012 : 114-125
Persamaan linier antara MODIS GPP dan GPP_EC (Gambar 3-4) juga menunjukkan korelasi yang lebih baik (R2=0.891) dengan bentuk persamaan y =1.202x-35.35, dimana x adalah nilai MOD17A2_51 (g C/m2). Estimasi GPP berbasiskan tower Flux telah dilakukan pada beberapa tipe ekosistem. Namun, faktor ketidakpastiannya masih relatif tinggi terutama pada hubungannya dengan estimasi respirasi ekosistem pada siang hari (Turner et al., 2005). Pada lokasi studi ini dari data respirasi (Re) siang hari diperoleh dengan hubungan empiris antara Net CO2 Exchange Ecosystem (NEE) dengan suhu pada malam hari pada kondisi turbulensi yang memadai (Goulden et al., 1996). Estimasi Tower GPP dapat digunakan sebagai model validasi (Aber et al., 1996; Cienciala et al., 1998) namun biasanya tidak dikaitkan dengan perubahan atau keragaman spasial dalam tipe tutupan dan LAI dari suatu areal. . Beberapa tower site telah memperlihatkan dengan jelas adanya perbedaan pola NEE yang tergantung pada arah angin (Aubinet et al., 2002).
Di wilayah dengan vegetasi rendah seperti padang rumput atau wilayah pertanian, permasalahan ini tidak terlalu berarti (Turner et al., 2005). GPP sebagai salah satu parameter dalam siklus karbon sangat dipengaruhi oleh variasi parameter iklim. Suhu memberikan efek penting pada fotosintesis melalui aktivitas enzim dan konduktans stomatal, sedangkan heterotrof dan autotrof melalui suhu memberikan efek pada respirasi. Adapun curah hujan mempengaruhi fotosintesis, heterotrof mempengaruhi melalui kelembaban tanah dan radiasi matahari secara langsung mempengaruhi fotosintesis. Sedangkan Vapor Pressure Deficit (VPD) memberikan efek pada fotosintesis melalui konduktans stomatal (Ichii et al., 2007). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perbedaan musim sangat berpengaruh besar terhadap akurasi MODIS GPP. Perbedaan musim ini menjadi penyebab besarnya perbedaan antara MODIS GPP dan GPP lapangan, yang dapat mempengaruhi parameter iklim.
Gambar 3-4: Hubungan antara MODIS GPP dan GPP_EC
122
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
Parameter lain yang digunakan dalam algoritma MODIS GPP adalah FPAR. Dari hasil penelitian yang dilakukan Propastin et al. (2012), ditemukan bahwa nilai MODIS GPP cenderung underestimate pada fase fotosintesis rendah, yang sangat ditentukan oleh validnya nilai FPAR. Sayangnya, menurut Propastin et al. (2012) parameter ini masih jarang dilakukan validasinya untuk hutan tropis. Sebaliknya nilai GPP akan overestimate pada kondisi bebas awan, yang sangat dipengaruhi oleh nilai LUE maksimum (εg) serta tidak mempertimbangkan saturasi nilai GPP pada saat radiasi matahari yang tinggi. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan estimasi MODIS GPP menjadi overestimate pada kondisi sangat kering di musim kemarau panjang tahun 2002. Beberapa penelitian ilmiah yang dilakukan dalam dekade terakhir ini menemukan bahwa hutan dengan volume biomasa yang besar dan LAI yang tinggi seperti hutan tropis, umumnya memiliki sensitivitas reflektansi kanopi yang rendah terhadap LAI data penginderaan jauh (Foody et al., 2001, 2003; Huete et al., 2008). Dengan demikian, algoritma MODIS masih memiliki kelemahan dan keterbatasan untuk diterapkan secara luas di hutan tropis. Salah satu akibat dari ketidaksensitifan reflektasi MODIS GPP adalah hasil estimasi yang cenderung lebih kecil dibandingkan nilai sebenarnya (underestimate), khususnya pada hutanhutan lebat yang tingkat produktivitasnya tinggi di wilayah tropis. (Heinsch et al., 2006; Turner et al., 2005). 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Produk MODIS berbasis data 8harian cukup baik digunakan untuk mengestimasi GPP. Namun, estimasi dengan akumulasi GPP periode musiman dapat menghasilkan estimasi yang lebih baik. Musim kemarau ke-2 sekitar bulan Agustus-Oktober merupakan waktu estimasi paling baik. Studi ini menemu-
kan bahwa produk MODIS versi baru ini juga sangat baik bila digunakan untuk kegiatan monitoring perubahan hutan tropis di Indonesia. Dalam menggunakan data MODIS, perlu dipertimbangkan beberapa hal: (1) nilai MODIS GPP akan overestimate pada musim kemarau panjang; (2) akan underestimate pada musim hujan; dan (3) masa peralihan antara musim kemarau dan hujan adalah waktu paling baik untuk estimasi GPP dibandingkan dengan periode lainnya; serta (4) perlu dipertimbangkan pendekatan LUE pada kondisi bebas awan dimana fotosintesis kanopi mengalami saturasi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya (Institut Pertanian Bogor) dan Dr. Wu Chaoyang (University of Toronto), atas masukan dan komentar yang sangat berguna dalam pembuatan makalah ini DAFTAR RUJUKAN Aber J.D., Reich P.B., and M.L. Goulden, 1996, “Extrapolating Leaf CO2 Exchange to The Canopy: a Generalized Model of Forest Photosynthesis Validated by Eddy Correlation”, Oecologia, Vol.106, pp.267–275. Aubinet M, Heinesch B, and B. Longdoz, 2002, “Estimation of The Carbon Sequestration by a Heterogeneous Forest, Night Flux Corrections heterogeneity of the site and interannual variability”, Global Change Biology, Vol.8, pp.1053–1071. Brown, S., 2001, “Measuring Carbon in Forests: Current Status and Future Challenges”, Environ. Pollution, Vol.116, pp.363-372. Cienciala, E., Running S.W., and A. Lindroth, 1998, “Analysis Of Carbon And Water Fluxes From The NOPEX Boreal Forest: Comparison Of Measurements With FOREST-BGC Simulations”, 123
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 2
Desember 2012 : 114-125
Journal of Hydrology, Vol.212– 213, pp.62–78. CIFOR, 2010. REDD: Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang Hutan, Perubahan Iklim dan REDD. Bogor, Indonesia. Fluxnet, Introduction, http://fluxnet.ornl. gov/introduction, download Mei 2012. Foody, G. M., Boyd, D. S., and M.E.Cutler, 2003, “Predictive Relations of Tropical Forest Biomass From Landsat TM Data and Their Transferability Between Regions”, Remote Sensing of Environment, Vol.85, pp.463–474. Foody, G. M., Cutler M.E., Mcmorrow J., Pelz D., Tangki H., Boyd D.S., 2001, “Mapping The Biomass of Bornean Tropical Rain Forest From Remotely Sensed Data”, Global Ecology and Biogeography, 10, 379–387. Goulden, M.L., Munger J.W., and S. Fan, 1996, “Measurements of Carbon Sequestration by LongTerm Eddy Covariance: Methods and a Critical Evaluation of Accuracy”, Global Change Biology, Vol.2, pp.169–182. Heinsch, F. A., Zhao M., Running S.W., Kimball J.S., Nemani R.R., and K.J. Davis, 2006, “Evaluation o Remote Sensing Based Terrestrial Produc-tivity From MODIS Using Regional Tower Eddyflux Network Observations”, IEEE Transactions onGeoscience and Remote Sensing, Vol.44, pp.1908–1925. Hirano, T., Segah H., Harada T., Limin S., June T., Hirata R., and M. Osaki, 2007, “Carbon Dioxide Balance of a Tropical Peat Swamp Forest in Kalimantan, Indonesia”, Global Change Biology, Vol.13, pp.412–425. Huete, A. R., Restrepo-Coupe N., Ratana P., Didan K., Saleska S.R., and K. Ichii, 2008, “Multiple Site Towerflux and Remote Sensing Comparisons of Tropical Forest Dynamics In Monsoon Asia”, 124
Agricultural and Forest Meteorology, Vol.148, pp.748–760. Ichii, K., Hashimoto H., White M.A., Potters C., Hutyra L.R., Huete A.R., Myneni R.B., and R.R. Nemani, 2007, “Constraining Rooting Depths in Tropical Rainforests using Satellite Data and Ecosystem Modeling for Accurate Simulation of Gross Primary Production Seasonality”, Global Change Biology, Vol.13, pp.67-77. JÖnsson, P. and L. Eklundh, 2004, “TIMESAT-A Program for Analysing Time-Series of Satellite Sensor Data”, Computers and Geosciences, Vol.30, pp.833-845. LPDAAC, 2011. https://lpdaac.usgs.gov/ about/news_archive/monday_aug ust_22_2011. McCallum, I., W. Wagner, C. Schmullius, A. Shvidenko, M. Obersteiner, S. Fritz and S. Nilsson, 2009, “Satellite-based Terrestrial Production Efficiency Modeling”, Carbon Balance and Management, Vol.4, No.8. Monteith, J.L., 1972, “Solar Radiation and Productivity in Tropical Ecosystems”, Journal Application. Ecology, Vol.9, pp.747-766. Muraoka, H., 2009, “Satellite Ecology (SATECO)-Linking Ecology, Remote Sensing and Micrometeorology, from Plot to Regional Scale, for The Study of Ecosystem Structure and Function”, Journal of Plant Research, Vol. 122, Issue 1, Publisher Springer. Propastin, P., A. Ibrom, A. Knohl, S. Erasmi, 2012, “Effects of Canopy Photosynthesis Saturation on The Estimation of Gross Primary Productivity From MODIS Data in a Tropical Forest”, Remote Sensing of Environment, Vol.121, pp.252–260. Ruimy, A., Saugier B., and G. Dedieu, 1999, “Methodology for The Estimation of Terrestrial Net
Evaluasi Produk MODIS Gross Primary...... (Yenni Vetrita et al.)
Primary Production From Remotely Sensed Data”, Journal of Geophysics Research, Vol.99D3, pp.5263–5383. Sims, D. A., Rahman A.F., Cordova V.D., El-Masri B. Z., Baldocchi B. Z, D.D., and L.B. Flanagan, 2006, “On The use of MODIS EVI to Assess Gross Primary Productivity o North American Ecosystems”, Journal of Geophysical Research-Biogeosciences, Vol.111. Sjöström, M., Ardö J., Arneth A., Boulain N., Cappelaere B., Eklundh L., de Grandcourt A., Kutsche W.L., Merbold L., Nouvellon Y.,. Scholes R.J, Schubert P., Seaquist J., and E.M. Veenendaal, 2011, “Exploring The Potential of MODIS EVI for Modeling Gross Primary Production Across African Ecosystems”, Remote Sensing of Environment, Vol.115, pp.1081– 1089. Turner, D.P., Ritts W.D., Cohen W.B., Maeirsperger T.K., Gower S.T., Kirschbaum Al A., Running S.W., Zhao M., Wofsy S.C., Dunn A.L., Law B.E., Campbell J.L., Oechel W.C., Kwon H.J., Meyers T.P., Small E.E., Kurc S.A., and J.A. Gamon, 2005, “Site-Level Evaluation of Satellite-Based Global Terrestrial Gross Primary Production and Net Primary Production Monitoring”, Global Change Biology, Vol.11, pp.666– 684. Vetrita, Y., Wu C., and T. Hirano, 2010, “Evaluasi Produk Modis GPP di Hutan Tropis Indonesia”, Jurnal
Inderaja & Lahta Citra Digital, Vol 7. Wu, C., Chen J.M., and N. Huang, 2011, “Predicting Gross Primary Production From The Enhanced Vegetation Index and Photosynthetically Active Radiation: Evaluation and Calibration”, Remote sensing of Environment, Vol. 115, No. 12, pp. 3424–3435. Wu, J. B., Xiao, X. M., Guan, D. X., Shi, T. T., Jin, C. J., and S. J. Han, 2009, “Estimation of The Gross Primary Production of an OldGrowth Temperate Mixed Forest using Eddy Covariance and Remote Sensing”, Int. Journal of Remote Sensing, Vol.30, pp.463– 479. Xiao, X., Hollinger D., Aber J., Goltz M., Davidson E.A., and Q. Zhang, 2004, “Satellite-Based Modelling of Gross Primary Production in an Evergreen Needleaf Forest”, Remote Sensing of Environment, Vol.89, pp.519–534. Xiao, X., Zhang Q., Saleska S., Hutyra L., De Camargo P., and S. Wolfsy, 2005, “Satellite-Based Modelling of Gross Primary Production in a Seasonally Moist Tropical Evergreen Forest”, Remote Sensing of Environment, Vol.94, pp.105–122. Yuan, W., and S. Liu, 2007, “Deriving a Light use Efficiency Model From Eddy Covariance flux Data For Predicting Daily Gross Primary Production Across Biomes”-Agricultural and Forest Meteorology, Vol.143, pp.189–207.
125