STATUS POPULASI DIPTEROCARPACEAE DI HUTAN LINDUNG CAPAR, BREBES, JAWA TENGAH (Population Status of Dipterocarpaceae in Capar Protection Forest, Brebes, Central Java)* Oleh/By: Titi Kalima1 Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor; e-mail:
[email protected] *Diterima : 4 Desember 2009; Disetujui : 30 Agustus 2010
s
ABSTRACT This research was conducted in the Capar Protection Forest, Brebes, Central Java in July 2007. The aim of this research was to obtain information on the population status of Dipterocarpaceae species and the diversity of tree species in the study area. Data were collected from sample plots of 100 x 100 m where Dipterocarpaceae species were found (i.e. Mt. Bongkok and Cikadu blocks). The trees (more than 20 cm in diameter) within 10 x 10 m plots were inventoried, while seedlings (less than 20 cm in diameter) were inventoried at 5 x 5 mplots. Number of species and individuals, tree height and height to the first branch, diameter at breast height and crown diameter were recorded. The results showed that two species of Dipterocarpaceae (Dipterocarpus retusus Blume and Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten) were found in the two locations. In Mt.Bongkok 21 species of trees and 24 species of seedlings were recorded. In Cikadu 20 species of trees and 20 species of seedlings were recorded. The dominant tree species found in Mt. Bongkok was Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (IVI = 25.46%) and the dominant seedling species was D. retusus Blume (IVI = 24.93%) with the highest diameter distribution was foundat diameter of < 10 cm of the tree stage in Cikadu Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (IVI = 39.71%) was the dominant species while the seedling stage was dominated by Pterospermum javanicum Jungh. (IVI = 25.88%). The diameter distribution of D.retusus Blume in Cikadu was between 20 and 40 cm, and V.javanica sub sp.javanica V. Slooten was distributed mostly at the diameter class of 10 - 19.9 cm. The encroachment have caused a disturbance to alteration of micro ecosystem as a consequence of changes in stucture and composition to loss of vegetation such as population of Dipterocarps species. Protection forest area has an important function to protect the population of Dipterocarps species. An effort has been done on the sustainable natural resource management which is regulated in the Regional Regulation (Perda), i.e. smallholder plantation forest development involving local people. Keywords: Diversity, population, Dipterocarpaceae, Capar Protection Forest
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah pada bulan Juli 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi status populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae dan keragaman jenis pohon di hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah. Jalur berukuran panjang 100 m dan lebar 100 m dibuat pada tempat ditemukannya spesies dari famili Dipterocarpaceae (yaitu di Blok Gn. Bongkok dan Cikadu), kemudian dibuat 100 plot contoh berukuran 10 x 10 m untuk mendata semua spesies pohon yang berdiameter batang ≥ 20 cm, tingkat anakan pohon (diameter < 20 cm) pada plot berukuran 5 x 5 m. Jumlah spesies dan individu, tinggi bebas cabang dan total, diameter batang dan tajuk dicatat. Hasil penelitian di dua lokasi ditemukan spesies Dipterocarpus retusus Blume dan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten. Di blok Gn. Bongkok teridentifikasi 21 spesies tingkat pohon dan 24 spesies tingkat anakan pohon. Sedangkan di blok Cikadu ditemukan 20 spesies tingkat pohon dan 22 spesies tingkat anakan pohon. Spesies-spesies dominan untuk tingkat pohon di blok Gn. Bongkok adalah Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 25,46%), tingkat anakan pohon Dipterocarpus retusus Blume (INP = 24,93%) yang memiliki pola sebaran tertinggi pada diameter batang < 10 cm. Sedangkan di blok Cikadu untuk tingkat pohon didominasi oleh Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 39,71%), dan tingkat anakan pohon Pterospermum javanicum Jungh. (INP = 25,88%). Pola sebaran D.retusus Blume di blok Cikadu berkisar pada kelas diameter batang 20 - 40 cm, sedangkan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten memiliki pola sebaran pada kelas diameter batang 10– 19,9 cm. Perambahan menyebabkan berubahnya ekosistem mikro akibat berubahnya struktur dan komposisi sampai hilangnya suatu spesies dari famili Dipterocarpaceae.
341
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
Kawasan hutan lindung mempunyai fungsi penting bagi perlindungan spesies dari famili Dipterocarpaceae. Upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang diatur oleh Peraturaan Daerah (Perda) adalah pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan melibatkan masyarakat lokal. Kata kunci: Keragaman, populasi, Dipterocarpaceae, Hutan Lindung Capar
I. PENDAHULUAN Keanekaragaman sumberdaya hayati yang sangat tinggi di Pulau Jawa merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula termasuk spesies dari famili Dipterocarpaceae. Keberadaan famili Dipterocarpaceae ini membuktikan biogeografi tumbuhan dan sejarah kepulauan, yang menunjukkan bahwa Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera dahulu merupakan satukesatuan daratan, yang mana famili Dipterocarpaceae ini merupakan bagian akhir dari suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi yang rapat. Spesies dari famili Dipterocarpaceae tumbuh di hutan-hutan dari dataran rendah sampai kaki pegunungan diantaranya di kawasan hutan lindung Capar. Hutan Lindung Capar merupakan sumberdaya alam yang telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan semakin terusik dengan makin maraknya praktek pembalakan liar (illegal logging), terjadinya perambahan kawasan hutan yang selalu terjadi sepanjang tahun. Dampak dari pembalakan liar telah merubah struktur Hutan Lindung Capar sehingga terjadi bencana longsor dan banjir pada tahun 2006. Ini merupakan penyumbang yang besar terhadap penurunan populasi bahkan kepunahan suatu spesies. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan. 342
Kawasan Hutan Lindung di seluruh Jawa Tengah seluas kurang lebih 84.4530 hektar atau sekitar 2,59% dari luas daratan Provinsi Jawa Tengah, termasuk di dalamnya kawasan Hutan Lindung Capar dengan luas 528,05 hektar yang terletak di Kecamatan Salem dan dikelola oleh berbagai lembaga antara lain yaitu Dinas Kehutanan, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan Persero (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 359/Menhut–II/ 2004). Untuk wilayah Hutan Lindung Capar sendiri belum banyak informasi tentang struktur dan komposisi vegetasi yang terbentuk di kawasan itu. Masih dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut dalam rangka pengelolaan kawasan lindung ini. Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu untuk mengadakan penelitian tentang struktur dan komposisi vegetasi dalam rangka memperoleh informasi tentang status, populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae di kawasan Hutan Lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah.
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Capar yaitu di blok Gunung Bongkok dan blok Cikadu, secara administrasi pemerintahan termasuk Desa Capar, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 70 00’-7015’ LS dan 108030’-109000’ BT, termasuk hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah (Whitten et al., 1999) dengan ketinggian tempat 150-250 m di atas permukaan laut (dpl). Kawasan hutan lindung Capar mempunyai luas sekitar 528,05 hektar, termasuk dalam wila-
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
yah Pengelolaan Perhutani, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pekalongan Barat dan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Salem. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) lokasi penelitian termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.273 mm, suhu udara di lokasi penelitian antara 16°C sampai dengan 22°C. Jenis tanah dataran aluvial dan lembah aluvial, jenis tanah latosol dan grumusol, topografi datar sampai berbuki-bukit dengan kemiringan agak curam sampai curam (30-70%) (http://id.wikipedia.org /wiki/Kabupaten_Brebes). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007.
ting, parang, altimeter (pengukur ketinggian), thermohygrometer (pengukur suhu dan kelembaban), teropong, kamera, GPS (global position system), dan alat tulis. C. Pengumpulan Data Pengumpulan data populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Metode diskripsi kuantitatif dilakukan dalam beberapa tahap penelitian yaitu: penelitian lapangan, penelitian pustaka, laboratorium dan analisis data. Sedangkan metode diskripsi kualitatif adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kualitatif. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari lapangan. Data sekunder yaitu berupa data iklim, aksesibilitas dan data dari instansi terkait mengenai pengelolaan kawasan Hutan Lindung.
B. Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah spesies dari famili Dipterocarpaceae yang ada di kawasan Hutan Lindung Capar, Brebes. Sedangkan alat yang dipakai dalam penelitian di lapangan adalah pita meteran/roll, phi band, tali, blanko data, gunting ran-
SKALA : 1 : 500.000
U
20
0
20
40 Km
Keterangan (Remark): Batas kabupaten (District boundary) Batas kecamatan (Sub-district boundary) Kabupaten Brebes (Brebes district) Plot penelitian di Gunung Bongkok (Research plots in Mt. Bongkok)
JAWA TENGAH
Plot penelitian di Cikadu (Cikadu research plots) Sumber (Source): http://id.wikipedia.org/wiki /Kabupaten_Brebes. Diakses 7 Oktober 2007
Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian di Hutan Lindung Capar, Brebes (Map of the research location in Capar Protection Forest, Brebes)
343
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
Berdasarkan penelitian awal (penentuan cuplikan tegakan) di Hutan Lindung Capar pada ketinggian 0-250 m dpl telah ditemukan spesies pohon dari famili Dipterocarpaceae. Spesies tersebut ditemukan di blok Gunung Bongkok pada ketinggian 195 m dpl dengan kemiringan lahan antara 40-75% dan blok Cikadu pada ketinggian 180 m dpl, dengan kemiringan 60-80%. Di kedua lokasi ini kemudian dibuat jalur-jalur pengamatan dengan luas satu hektar atau disesuaikan dengan kondisi lapangan, sehingga kawasan yang diamati untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi sekitar dua hektar. Metode yang digunakan adalah gabungan metode jalur transek dan metode garis berpetak sehingga di dalam jalur-jalur tersebut dibuat petak-petak berukuran 100 m x 100 m, kemudian dibagi menjadi 100 anak petak berukuran 10 m x 10 m untuk mencatat tingkat pohon (diameter batang > 20 cm) dan 5 m x 5 m untuk tingkat anakan pohon (diameter batang 2-19,9 cm) (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Jarak antara blok Gn. Bongkok dan blok Cikadu adalah 1.000 m. Dalam setiap petak ukur dilakukan pengamatan terhadap tingkat pohon dan tingkat anakan pohon. Parameter yang diamati meliputi nama spesies, jumlah spesies, jumlah individu yang ada dan diameter untuk tingkat pohon dan tingkat anakan pohon. Untuk spesies-spesies tumbuhan yang belum dapat dikenali, bagian tumbuhan diambil untuk diidentifikasi di Herbarium Botani, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. D. Analisis Data Untuk memperkirakan kelimpahan populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae di wilayah penelitian, semua data yang diperoleh ditabulasikan dan selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan nilai dominansi, frekuensi, kerapatan dan luas bidang dasar setiap spesies yang diukur, 344
dianalisis dengan menggunakan perhitungan Indeks Nilai Penting (Soerianegara dan Indrawan, 1988).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Spesies Hasil penelitian terhadap kehadiran spesies tingkat pohon dan tingkat anakan pohon pada dua blok pengamatan adalah sebanyak 24 spesies dalam 23 genus dan 19 famili disajikan pada Lampiran 1. Total tingkat pohon yang ditemukan pada blok Gn.Bongkok adalah sebanyak 152 individu pohon per ha yang tergolong dalam 21 spesies, 20 genus dan 17 famili. Sedangkan untuk tingkat anakan pohon sebanyak 142 individu per ha, 24 spesies, 23 genus, dan 19 famili. Pengamatan di blok Cikadu diperoleh sekitar 131 individu pohon per ha yang tergolong dalam 20 spesies pohon, 20 genus, dan 18 famili. Untuk tingkat anakan pohon sebanyak 139 individu per ha yang tergolong dalam 22 spesies, 21 genus, dan 18 famili. Jumlah individu, spesies, dan luas bidang dasar pohon dan anakan yang ditemukan di kedua blok lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, blok Gn. Bongkok memiliki jumlah individu dan jumlah spesies pohon lebih besar daripada blok Cikadu, demikian pula untuk anakan pohonnya. Sedangkan untuk parameter luas bidang dasar, untuk kategori pohon pada blok Cikadu memiliki nilai sedikit lebih besar dibandingkan dengan blok Gn. Bongkok, namun tidak demikian untuk kategori anakan pohon yang memiliki nilai lebih kecil. Hal tersebut merupakan contoh kondisi Hutan Lindung Capar di Kabupaten Brebes yaitu meskipun kekayaan spesies pohon yang tercatat tidak terlalu tinggi, tetapi masih ada dalam kisaran jumlah spesies yang pernah tercatat di Hutan Lindung Jawa Tengah. Sedangkan famili yang dominan di blok Gn. Bongkok adalah Euphorbiaceae dan
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
Tabel (Table) 1. Jumlah individu, jumlah spesies dan luas bidang dasar pohon dan anakan pohon per hektar pada masing-masing petak penelitian (Number of individuals, species and basal area of tree and seedling stages per hectare at each research plot) Parameter (Parameters)
Pohon (Tree) Gunung Bongkok Cikadu
Semua spesies (All species): Jumlah individu (Number of individuals) Jumlah spesies (Number of species) Jumlah marga (Number of genera) Jumlah suku (Number of families) Luas bidang dasar (Basal areas) (m2) Dipterocarpaceae: Dipterocarpus retusus Blume Jumlah individu (Number of individuals) Jumlah pohon/ha (Number of trees/ha) Frekuensi (Frequency) (%) Nilai Penting (Importance value) (%) Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten Jumlah individu (Number of individuals) Jumlah pohon/ha (Number of trees/ha) Frekuensi (Frequency) (%) Nilai Penting (Importance value) (%)
Anakan pohon (Seedling) Gunung Bongkok Cikadu
152 21 20 17 25,38
131 20 20 18 26,07
142 24 23 19 1,39
139 22 21 18 0,93
11 11 4 23,27
4 4 1 17,11
14 56 9 24,93
6 24 5 13,53
-
8 8 9 12,42
-
8 32 6 20,63
Keterangan (Remark): - Tidak ditemukan (Not found)
Moraceae masing-masing terdiri dari tiga spesies. Demikian juga untuk blok Cikadu, famili yang dominan adalah Moraceae, Dipterocarpaceae dan Tiliaceae masing-masing dua spesies. Dilihat dari angka kerapatan populasi per hektar spesies dari suku Dipterocarpaceae seperti pada Tabel 1, di blok Gn. Bongkok hanya ditemukan satu spesies yaitu Dipterocarpus retusus Blume dengan jumlah individu pohon 11 batang/ha jauh lebih tinggi dibanding dengan blok Cikadu (4 batang/ha), demikian pula untuk jumlah anakan pohon per hektarnya. Sedangkan di blok Cikadu ditemukan dua spesies yaitu spesies D. retusus Blume dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten. Spesies V. javanica sub sp. javanica V. Slooten hanya ditemukan 8 batang pohon/ha (Gambar 2 dan Gambar 3). 1. Tingkat Pohon Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada blok Gn. Bongkok sesuai dengan Indeks Nilai Penting (INP) dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk mengetahui spesies-spesies yang dominan atau penguasan spesies, maka dilihat Indeks Nilai Penting (INP)
setiap spesies. Makin tinggi nilai pentingnya makin tinggi pula tingkat penguasaannya di dalam komunitas di mana spesies itu ada. Tabel 2 menunjukkan bahwa 21 spesies pohon yang tercatat di blok Gn. Bongkok, 10 di antaranya dengan Indeks Nilai Penting (INP) lebih dari 15%. Ke10 spesies pohon tersebut adalah spesies Macaranga rhizinoides (Blume) Muell.Arg. (INP = 25,46%), kemudian Dipterocarpus retusus Blume (INP = 23,33%), Ficus variegata Blume (INP = 23,27%), Artocarpus anisophyllus Miq. (INP = 22,84%), Castanopsis javanica (Blume) A.DC. (INP = 19,72%), Canarium hirsutum Willd. (INP = 17,23%), Pterospermum javanicum Jungh. (INP = 17,05%), Alstonia angustiloba Miq. (INP = 15,78%), Dysoxylum alliaceum (Blume) Blume (INP = 15,48%), dan Dillenia obovata (Blume) Hoogl. (INP = 15,15%). Berdasarkan indeks nilai penting tertinggi, maka hutan di lokasi penelitian dapat digolongkan ke dalam komunitas Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. Sebagian spesies dominan dalam komunitas ini termasuk spesies-spesies sekunder, di antaranya Macaranga 345
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
Gambar (Figure) 2. Habitus V. javanica subsp. javanica (Habitus of V. javanica subsp. javanica) (Foto: Titi)
Gambar (Figure) 3. Kondisi spesies D. retusus (Condition of D. retusus species) (Foto: Titi)
Tabel (Table) 2. Sepuluh spesies pohon dominan pada blok Gunung Bongkok (Ten dominant tree species at Mount Bongkok block)) No
Spesies (Species)
1
Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. Dipterocarpus retusus Blume Ficus variegata Blume Artocarpus anisophyllus Miq. Castanopsis javanica (Blume) A.DC. Canarium hirsutum Willd. Pterospermum javanicum Jungh. Alstonia angustiloba Miq. Dysoxylum alliaceum (Blume) Blume Dillenia obovata (Blume) Hoogl.
2 3 4 5 6 7 8 9 10
rhizinoides (Blume) Muell. Arg., dan Ficus variegata Blume. Kedua spesies tersebut terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dan dengan persebaran yang cukup merata. Namun tercatat pula satu spesies Dipterocarpus retusus Blume, yang merupakan spesies primer, yang memiliki status populasinya kecil. Hal ini hampir serupa juga tercatat di blok Cikadu. Keberhasilan spesies tersebut kemung-kinan berkaitan dengan 346
FR (RF) (%)
KR (RD) (%)
DOR (RD) (%)
INP (IV) (%)
8,40 3,36 3,36 6,72 5,88 5,88 5,04 5,88 5,04 4.49
8,55 6,58 7,24 5,92 4,61 5,92 5,92 5,26 5,92 3,95
8,52 13,39 12,68 10,19 9,24 5,43 6,08 4,635 4,52 6,71
25,46 23,33 23,27 22,84 19,72 17,23 17,05 15,78 15,48 15,15
perilakunya yang seringkali menyerupai spesies sekunder (Wyatt-Smith, 1958), sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Analisis kerapatan dihitung dari jumlah pohon yang ditemukan per luas contoh dalam satuan hektar. Kerapatan tingkat pohon yang terbesar adalah Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (13 pohon per hektar). Kerapatan tertinggi penyusun tingkat pohon ini merupakan
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
spesies dari famili Euphorbiaceae. Sedangkan kerapatan terkecil adalah Dillenia obovata (Blume) Hoogl. (6 pohon per hektar). Dibandingkan dengan Hutan Lindung di blok Cikadu yang tercatat 20 spesies pohon, nampak bahwa 10 di antaranya mempunyai indeks nilai penting (INP) lebih dari 12,50% adalah spesies Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (INP = 39,71%), kemudian disusul oleh Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten (INP = 29,62%), Castanopsis javanica (Blume) A.DC. (INP = 23,36%), Artocarpus anisophyllus Miq. (INP = 22,34%), Dipterocarpus retusus Blume (INP = 19,35%), Canarium hirsutum Willd. (INP = 19,14%), Elaeocarpus angustifolius Blume (INP=18,87%), Lit-sea firma (Blume) Hook.f. (INP = 15,07%), Symplocos fasciculata Zoll. (INP = 14,76%), dan Cratoxylon sumatranum (Jack) Blume (INP = 12,95%) (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan bahwa kerapatan tingkat pohon yang terbesar adalah Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten. (11 pohon per hektar). Kerapatan tertinggi penyusun tingkat pohon ini merupakan spesies dari famili Dipterocarpaceae. Sedangkan kerapatan terkecil adalah Symplocos fasciculata Zoll. (3 pohon per hektar). Dari sejumlah spesies pohon yang tercatat di dua lokasi tersebut, sebagian besar merupakan spesiesspesies berpotensi untuk dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan alat-alat rumah tangga. Selain
itu juga dimanfaatkan buah, damar, dan kulitnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Hutan Lindung Capar, Salem, Kabupaten Brebes diperkirakan mengandung berbagai spesies pohon yang bernilai ekonomi, khususnya keberadaan spesies Dipterocarpus retusus Blume dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten yang menurut IUCN (2006) merupakan spesies pohon langka yang memiliki status keterancaman, yang berarti spesies ini menghadapi resiko kepunahan di alam yang sangat tinggi sehingga perlu mendapatkan prioritas perlindungan. Namun mengingat fungsi utamanya hutan lindung adalah melestarikan sumberdaya air dan juga sebagai stabilisator keseimbangan lingkungan di sekitarnya, maka keberadaannya beserta yang terkandung di dalamnya perlu dipertahankan. Di samping itu juga diharapkan sebagai daerah resapan sumberdaya air. Harapan tersebut di atas nampaknya belum terpenuhi, karena saat ini keberadaan Hutan Lindung Capar masih banyak mendapat tekanan baik dari berbagai aktivitas manusia maupun bencana alam. Beberapa diantaranya adalah adanya alih fungsi lahan dan bencana longsor. Kesemuanya itu merupakan tantangan bagi Kabupaten Brebes, yang perlu ditangani pengelolaannya secara terpadu. 2. Tingkat Anakan Pohon Hasil analisis vegetasi tingkat anakan pohon pada blok Gn. Bongkok menurut Indeks Nilai Penting (INP) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel (Table) 3. Sepuluh spesies pohon dominan pada blok Cikadu (Ten dominant treespecies block) FR (RF) KR (RD) DOR (RD) No Spesies (Species) (%) (%) (%) 1 Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. 1,85 10,53 27,34 2 Vatica javanica sub sp. .javanica V.Slooten. 5,56 14,47 9,59 3 Castanopsis javanica (Blume) A.DC. 8,33 5,26 9,76 4 Artocarpus anisophyllus Miq. 6,48 7,98 7,96 5 Dipterocarpus retusus Blume 10,19 5,26 3,90 6 Canarium hirsutum Willd. 0,93 5,26 12,95 7 Elaeocarpus angustifolius Blume 9,25 5,26 4,35 8 Litsea firma (Blume) Hook.f. 5,56 5,26 4,26 9 Symplocos fasciculata Zoll. 8,33 3,95 2,48 10 Cratoxylon sumatranum (Jack) Blume 3,70 5,26 3,99
at Cikadu INP (IV) (%) 39,71 29,62 23,36 22,34 19,35 19,14 18,87 15,07 14,76 12,95
347
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
Tabel (Table) 4. Sepuluh spesies anakan pohon dominan pada blok Gunung Bongkok (Ten dominant seedlings species at Mount Bongkok block) FR (RF) KR (RD) DOR (RD) INP (IV) No. Spesies (Species) (%) (%) (%) (%) 1. Dipterocarpus retusus Blume 6,87 9,86 8,20 24,93 2. Artocarpus anisophyllus Miq. 6,87 6,34 8,27 21,47 3. Pterospermum javanicum Jungh. 6,87 6,34 6,74 19,95 4. Castanopsis javanica (Blume) A. DC. 4,58 4,93 8,97 18,48 5. Symplocos fasciculata Zoll. 6,87 6,34 3,88 17,08 6. Ficus variegata Blume 4,58 4,93 7,01 16,52 7. Canarium hirsutum Willd. 5,34 4,93 5,57 15,84 8. Dysoxylum alliaceum (Blume) Blume 5,34 6,34 3,81 15,49 9. Alstonia angustiloba Miq. 5,34 4,.93 4,05 14,32 10. Cratoxylon sumatranum(Jack) Blume 5,34 4,93 3,16 13,43
Sesuai INP tingkat anakan pohon pada Tabel 4, dapat dilihat kehadiran spesies-spesies pada petak pengamatan yang kehadirannya menempati 10 besar dominan yang ada pada blok Gn. Bongkok. Spesies D. retusus Blume merupakan spesies yang dominan di antara spesies anakan pohon yaitu dengan Indek Nilai Penting sebesar 24,93%. Dengan demikian dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa spesies tingkat anakan pohon D. retusus Blume memiliki kemampuan regenerasi cukup baik dibandingkan spesies lainnya. Dipterocarpaceae, Moraceae, Sterculiaceae dan Burseraceae merupakan famili-famili yang paling sering dijumpai di lokasi Gn. Bongkok. Berdasarkan pengamatan lapangan, bahwa tingkat anakan pohon D.retusus tersebut erat hubungannya dengan intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan. Anakan pohon D.retusus cenderung tumbuh berkelompok pada tempat-tempat yang agak terbuka bekas terkena longsor dan pohon-pohon tumbang. Di lokasi penelitian hanya ditemukan satu spesies dari genus Dipterocarpus yaitu D. retusus Blume. Sedangkan di Jawa, genus ini memiliki empat spesies yaitu D. hasseltii, D. retusus, D. gracilis, dan D. littoralis (Ashton, 1998). Menurut penelitian Kalima (2005; 2006; 2007; 2008; 2009), daerah sebaran D.retusus antara lain di Gn. Julang, Cipanas, Banten; CA Pringombo, Lumuk, Wonosobo; Hutan Lindung (HL) Capar, Salem, Brebes; Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede 348
Pangrango (TNGGP); Taman Nasiobal Gunung Halimun Salak (TNGHS); Situgunung, TNGGP. Keberadaan spesies ini tumbuh di hutan primer dataran rendah atau dataran tinggi, pada ketinggian 1001.000 m dpl. Selain anakan pohon spesies D.retusus Blume juga terdapat spesies lain dari famili Dipterocarpaceae, di antaranya anakan pohon spesies V. javanica sub sp. javanica V. Slooten yang tumbuh di wilayah hutan blok Cikadu. Di lokasi penelitian ini, spesies V. javanica sub sp. javanica V.Slooten termasuk dominan ketiga dengan nilai penting 20,63% (Tabel 5) dan juga memiliki wilayah sebaran yang sempit di Jawa atau endemik yaitu hanya terdapat di hutan lindung Capar, Salem, Brebes, Jawa Tengah (Kalima, 2007). Pada Tabel 5, kerapatan tingkat anakan pohon yang tertinggi adalah 44 anakan pohon per hektar. Kerapatan tertinggi penyusun tingkat anakan pohon ini merupakan jenis Pterospermum javanicum Jungh dari famili Sterculiaceae. Sedangkan kerapatan terkecil adalah 28 anakan pohon per hektar dari spesies Alstonia angustiloba Miq. (famili Apocynaceae) dan Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (famili Euphorbiaceae). Analisis vegetasi tingkat anakan pohon menunjukkan bahwa spesies-spesies yang mendominasi adalah Pterospermum javanicum Jungh. (INP = 25,88%), Ficus variegata Blume (INP = 21,52%), dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten. (INP = 20,63%).
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
Tabel (Table) 5. Sepuluh spesies anak pohon dominan pada blok Cikadu (Ten dominant seedling species at Cikadu block) No
Spesies (Species)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pterospermum javanicum Jungh. Ficus variegata Blume Vatica javanica sub sp..javanica V.Slooten. Macaranga rhizinoides Muell. Arg. Elaeocarpus angustifolius Blume Cratoxylon smatranum Blume Alstonia angustiloba Miq. Symplocos fasciculata Zoll. Artocarpus anisophyllus Miq. Dillenia obovata (Blume) Hoogl.
B. Struktur Tegakan Struktur tegakan D.retusus Blume dan V.javanica sub sp. javanica V.Slooten pada kawasan hutan lindung Capar dapat diketahui dengan pendekatan jumlah individu pohon yang ditemukan pada kawasan hutan tersebut. Pada tingkat pohon dan anakan pohon ke dua spesies tersebut dengan pendekatan kelas diameter batang pada masing-masing lokasi, dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil pengamatan persebaran kelas diameter batang pohon D. retusus Blume di blok Gn. Bongkok didomanasi oleh anakan pohon (Gambar 4). Berarti bahwa D.retusus Blume dari segi regenerasinya cukup baik karena persebaran spesies tersebut diameternya dijumpai pada kisaran kelas diameter kurang dari 10 cm. Struktur populasi tersebut terlihat bahwa tingkat anakan pohon sangat melimpah jika dibandingkan dengan tingkat pohon. Struktur populasi demikian menurut Ewusie (1990) disebabkan oleh faktor yang saling berkaitan yaitu strategi spesies tersebut untuk mempertahankan keberadaannya dan adanya faktor seleksi alam. Anakan pohon spesies V. javanica sub sp. javanica V. Slooten di lokasi Cikadu (Gambar 5) paling banyak tersebar pada kelas diameter batang 10-19,9 cm dan diikuti dengan jumlah individu yang menurun pada kisaran kelas diameter batang yang lebih tinggi. Sedangkan untuk spesies D.retusus Blume hanya memiliki po-
FR (RF) (%) 8,33 7,58 4,55 4,55 6,06 5,30 3,03 5,30 4,55 6,06
KR (RD) (%) 7,75 7,04 5,63 4,93 6,34 5,63 4,93 6,34 4,23 5,63
DOR (RD) (%) 9,80 6,90 10,45 7,76 3,56 4,55 7,13 3,01 5,78 2,79
INP (IV) (%) 25,88 21,52 20,63 17,24 15,96 15,49 15,09 14,65 14,55 14,49
la sebaran pada kelas diameter batang 2040 cm (Gambar 5). Perubahan struktur tegakan hutan tersebut kemungkinan karena adanya perbedaan kemampuan pohon dalam memanfaatkan energi matahari, unsur hara dan air, serta sifat kompetisi. Oleh karena itu komposisi vegetasinya di dalam tegakan hutan akan membentuk sebaran kelas diameter yang bervariasi. Herwitz dan Young (1994) menyatakan bahwa pertumbuhan diameter banyak dipengaruhi oleh kemiringan lahan. Hal ini yang menyebabkan pohon mempunyai pertumbuhan diameter dan bentuk yang berbeda (Grubb dan Whitmore, 1996). C. Kondisi Hutan Lindung Dalam penelitian dijumpai bekas-bekas intervensi manusia di berbagai tempat di hutan lindung, seperti tempat untuk berladang dan berkebun oleh masyarakat sekitar sebagai aktivitas sehari-hari. Sebagian lokasi penelitian mendapat tekanan yang lebih besar sehingga telah berubah menjadi lahan pertanian untuk menanam umbi-umbian dan tanaman hortikultura oleh masyarakat. Menurut penuturan mereka, dahulunya daerah ini terdapat pohon-pohon dengan diameter lebih dari 100 cm, tetapi telah ditebang dan dibakar dijadikan lahan untuk berkebun untuk kehidupan sehari-hari. Menurut Anette et al. (2000) di daerah-daerah tropik, pemanfaatan lahan untuk pertanian dalam jangka waktu lebih dari lima tahun menyebabkan degradasi 349
Jumlah individu (Number of individu)
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
12 10 8 6 4 2 0 < 10
10-19,9
20-29,9
40-49,9
30-39,9
>50
Kelas diameter batang pohon (Diameter class of trees stem ) (cm)
Jumlah individu (Number of individuals)
49,9 10 19,9 29,9 39,9 0 Gambar (Figure) 4. Persebaran kelas diameter batang pohon di Gn. Bongkok (Diameter distribution of trees at Mount Bongkok)
7
D.retusus
6
V.javanica sub sp. javanica
5 4 3 2 1 0 <9,9
10-19,9
20-29,9
30-39,9
40-49,9
>50
Kelas diameter batang pohon (Diameter class of trees) (cm) Gambar (Figure) 5. Persebaran kelas diameter batang pohon di Cikadu (Diameter distribution of trees at Cikadu)
lahan yang berat. Permudaan dari banyak jenis pohon akan terhambat, karena potensi permudaan yang ada dirusak melalui pengolahan tanah, atau karena terjadinya perubahan radikal dari komposisi mycorrhiza yang sangat menentukan kemampuan pohon untuk berkompetisi. Bekas-bekas penebangan dan pembabatan rumput dapat ditemukan pada lokasi tersebut. Di blok Cikadu, hampir sama sekali tidak diketemukan anakan pohon Vatica javanica sub sp. javanica V. Slooten, hanya dijumpai beberapa tunas pohon Vatica javanica sub sp. javanica V. Slooten. Pada blok Gn. Bongkok banyak pohon-pohon tumbang yang diaki350
batkan tanah longsor sehingga banyak permudaan pohon hilang karena kondisi lahannya terlalu curam. Kemungkinan yang akan terjadi, hilangnya spesies dari suku Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar. Apabila penebangan, perladangan dan perkebunan terus berlangsung, dikhawatirkan keberadaan spesies dari famili Dipterocarpaceae dan spesies lain pun akan punah dari Hutan Lindung Capar. D. Kerusakan Hutan Lindung Kerusakan Hutan Lindung Capar disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusianya sendiri. Faktor manusia antara lain berladang berpindah untuk kebutuh-
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
an ekonomi sehari-hari. Sedangkan tingkat kelerengan hutan lindung sendiri sangat curam (> 45%) dan curah hujan 2.500-3.500 mm/thn, penggunaan lahan bagian atas (daerah tangkapan air) yang rusak akibat sebagian besar lokasi dijadikan lahan garapan karena perambahan hutan, ditambah dengan curah hujan yang tinggi, sementara jenis tanah mengandung lempung yang menjadi pemicu terjadinya tanah longsor dan banjir bandang (Gambar 6). Secara geografis letak perkampungan penduduk Capar yang terpencil ada di lereng Gunung Bongkok. Namun kondisi perkampungan itu tidak jauh berbeda dengan desa-desa lainnya, karena sudah didukung oleh sarana insfrastruktur yang memadai. Contohnya jalan desa yang sudah diaspal, bangunan SD, kantor kepala desa, penerangan listrik dan sarana lainnya. Kepala Desa Capar menyatakan bahwa Desa Capar berpenduduk 714 jiwa dalam 200 kepala keluarga (KK). Desa ini memiliki keunikan dimana masyarakat setempat menggunakan bahasa pengantar Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Kesenian yang ada juga berbasis pada budaya Sunda seperti calung, rebana, dan jaipong, karena desa Capar ini letaknya berbatasan dengan desa Ciangir, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penduduk desa Capar hidup dari bertani, berdagang, dan memanfaatkan hasil hutan nir kayu
yaitu mengambil madu dan memproduksi gula merah (gula aren). Hasil produk gula merah (gula aren) dan madu, mereka jual ke pasar Cibingbin, Kabupaten Kuningan. Biasanya mereka berjalan menelusuri hutan, karena dianggap lebih dekat dibanding harus ke pusat Kecamatan Salem. Selain itu, masyarakat sekitar hutan menggarap lahan hutan dan memanfaatkan hasil hutan kayu dengan menebang pohon untuk keperluan kayu bakar, baik itu dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual. Sebagian kecil penduduk memanfaatkan bambu yang terdapat di hutan untuk membuat kerajinan seperti tenggok tempat nasi, dan alat-alat yang terbuat dari anyaman bambu. Ini merupakan salah satu bentuk ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir ini, pembangunan sektor kehutanan terasa sangat signifikan baik dalam hal peningkatan penerimaan devisa negara maupun penyerapan tenaga kerja serta tidak kalah pentingnya dalam peranannya membuka aksesibilitas wilayah-wilayah terpencil. Sayangnya, penerapan paradigma tersebut masih didominasi oleh pertimbangan dan kepentingan ekonomi serta kurang memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan hutan secara lestari. Akibatnya telah menimbulkan dampak negatif yang selalu dikaitkan dengan kerusakan hutan dan lingkungan yang sangat tinggi.
Gambar (Figure) 6. Kondisi Hutan Lindung Capar longsor dan serasah D. retusus (Condition of Capar Protection Forest and D. retusus litter) (Foto: Titi)
351
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
E. Pengelolaan Hutan Lindung Berdasarkan hasil analisis vegetasi, diketahui bahwa Hutan Lindung Capar mengalami tekanan yang cukup serius dari pembalakan liar, perladangan, penyerobotan kawasan, bencana tanah longsor, dan pencurian hasil hutan lainnya. Tingginya intensitas tekanan tersebut kawasan Hutan Lindung Capar telah habis dikonversi, baik legal maupun illegal. Akibatnya telah merusak dan menghilangkan keanekaragaman spesies, terutama keberadaan hutan lindung khususnya spesies dari famili Dipterocarpaceae di alam. Hal ini salah satu penyebabnya karena tidak terlibatnya masyarakat sekitar hutan dalam mengelola kawasan. Melihat kompleknya permasalahan di kawasan Hutan Lindung Capar, maka perlu dilakukan pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem hutan dengan upaya penanganan terpadu (kolaboratif) antara masyarakat sekitar hutan dan pemerintah daerah selaku pengelola. Hasil wawancara dengan kepala desa dan warga masyarakat Desa Capar, bahwa pemerintah daerah mendorong konsep pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan Perum Perhutani dan masyarakat lokal/adat yang ada di daerah sekitar perbatasan kawasan lindung. Dengan adanya program ini, bertujuan meningkatkan produktifitas kawasan hutan yang perbatasan dengan hutan lindung yaitu hasil hutan kayu dan nir kayu, agar hutan lindung tetap lestari dan menjalankan fungsi pokoknya sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat luas lainnya. Apabila masyarakat telah memahami manfaat hutan dan menyadari pentingnya pengelolaan kawasan hutan secara kolaboratif sebagai lembaga yang menjamin kelestarian manfaat hutan serta mengetahui nilai keberadaan spesies tumbuhan langka maka mereka cenderung akan memberikan dukungan kepada upaya-upaya konservasi tumbuhan langka. Sebagai contoh upaya konservasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Capar adalah Hutan Ta352
naman Rakyat (HTR). Dalam HTR dikembangkan penanaman pohon untuk produksi kayu dan nir kayu, seperti pahlalar (D. retusus Blume), bayur (Pterospermum javanicum Jungh.), kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.), picung (Pangium edule Reinw.), duwet (Syzygium cumini L.), waru gunung (Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem.), sengon (Paraserianthes falcataria (L.)Nielson), pete (Parkia javanica (Lam) Merr.), kesambi (Schleichera oleosa Merr.), asam jawa (Tamarindus indica, Linn.), mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.), kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn), dan bambu. Selain itu ditanam pula pohon buah-buahan Sandoricum koetjape, nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), sukun (Artocarpus incisus (Thunb) L.f), pisang (Musa spp.), kelapa (Cocos spp.), dan tumbuhan rempah-rempah seperti kencur (Kaempferia galangal L.), kapulogo (Elettaria cardamomum), kayu manis (Cinnamomum burmanii (Nees.) Blume), ceng-keh (Syzygium aromaticum (Linn.) Merr.), dan jahe merah (Zingiber officinale Linn. var. rubrum). Melalui pola pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat lokal/adat tersebut di atas, di satu sisi hutan terlindungi dan sebaliknya masyarakat sekitar pun dapat turut menikmati hasil tanamannya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1.
Kawasan Hutan Lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah tercatat sebanyak 24 spesies baik pohon maupun anakan pohon yang termasuk ke dalam 23 genus dan 19 famili. Di Blok Gn. Bongkok tercatat 152 pohon/ha, 21 spesies pohon, 20 genus dan 17 famili, dengan tingkat anakan pohon sebanyak 142 batang/ha, 24 spesies, 23 genus dan 19 famili. Untuk blok Cika-du diperoleh tingkat pohon sebanyak 131 pohon/ha, 20 spesies, 20 genus dan 18 famili dengan tingkat anakan pohon sebanyak 139 indivi-
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
2.
3.
4.
5.
6.
du/ha, 22 spesies, 21 genus dan 18 famili. Kawasan Hutan Lindung Capar memiliki dua spesies dari famili Dipterocarpaceae yaitu di blok Gn. Bongkok terdapat spesies Dipterocarpus retusus Blume, sedangkan di blok Cikadu terdapat D.retusus Blume dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten. Keberhasilan spesies lain yang mendominasi Hutan Lindung Capar adalah Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (Euphorbiaceae) yang memiliki kemampuan beradaptasi tinggi terhadap lingkungan dan menduduki kanopi paling atas di hutan primer. Spesies pohon yang paling dominan atau berkuasa di blok Gn. Bongkok adalah Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (INP = 25,46%), Dipterocarpus retusus Blume (INP = 23,33%), dan Ficus variegata Blume (INP = 23,27%). Sedangkan tingkat anak pohonnya antara lain Dipterocarpus retusus Blume (INP = 24,93%), Artocarpus anisophyllus Miq. (INP = 21,47%), dan Pterospermum javanicum Jungh (INP = 19,45%). Spesies dominan untuk tingkat pohon di Blok Cikadu adalah Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. (INP = 39,71%), Vatica javanica sub sp. V.Slooten (INP = 29,62%), dan Castanopsis javanica (Blume) A.DC. (INP = 23,46%). Tingkat anakan pohon didominasi oleh Pterospermum javanicum Jungh. (INP= 25,88%), Ficus variegata Blume (INP = 21,52%), dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten (INP = 20,63%). Struktur tegakan Dipterocarpus retusus Blume di Hutan Lindung Capar untuk tingkat anakan pohon sangat melimpah (diameter batang < 10 cm) dan Vatica javanica sub sp. javanica V.Slooten pada diameter batang 1019,9 cm.
B. Saran 1. Kondisi populasi spesies dari suku Dipterocarpaceae di kawasan hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah terus menurun karena adanya alih fungsi lahan, sehingga pengamanan terhadap kawasan hutan lindung Capar perlu lebih ditingkatkan. Pengelolaan hutan secara kolaboratif dengan masyarakat, salah satu solusi untuk pelestarian Hutan Lindung dan kelestarian hutan di sekitarnya. 2. Upaya pendekatan konservasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Capar adalah Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sebagai model yang perlu ditingkatkan dan hasilnya dievaluasi, sehingga dampaknya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat cukup signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Anette, E., B. Pokorny, and C. Sepp. 2000. Relevansi Pengelolaan Hutan Se-kunder dalam Kebijakan Pembangunan (Penelitian Hutan Tropika). Deutsche Gesellschaft Für Technische Zusammenarbeit (Gtz) Gmbh Postfach 5180 D-65726 Eschborn. Ashton, P. 1998. Dipterocarpus littoralis. In: IUCN 2006. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. Diakses 02 Mei 2007. Ewusie, Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Grubb, P.J. and T.C. Whitmore. 1996. A Comparison of Mountain and Lowland Forest in Equador II the Climate and its Effect on the Distribution and Physiognomy of the Forest. Journal of Ecology 54: 303. Herwitz, S.R. and S.S. Young. 1994. Mortality, Recruitment and Growth Rates of Mountane Tropical Rain Forest Canopy Trees on Mount 353
Vol. VII No. 4 : 341-355, 2010
Bellenden-Ker Queensland. Northeast Queensland, Australia. Biotropica 26 (4): 350-361. IUCN. 2006. Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org .Threatened Species. Diakses 28 Maret 2007. Kalima, T. 2005. Sebaran Spesies Pohon Dipterocarpaceae di Gunung Julang, Cipanas, Banten. Laporan Perjalanan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Belum dipublikasi. Kalima, T. 2006. Keberadaan Spesies Dipterocarpaceae di Jawa dan Ancaman Kepunahannya. Wana Tropika 1(4). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Kalima, T. 2007. Sebaran Spesies Pohon Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah. Laporan Perjalanan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Belum dipublikasi. Kalima, T. 2008. Sebaran Spesies Pohon Dipterocarpaceae di Ciptarasa, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi, Jawa Barat. Laporan Perjalanan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Belum dipublikasi. Kalima, T. 2009. Sebaran Spesies Pohon Dipterocarpaceae di Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede
354
Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat. Laporan Perjalanan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Belum dipublikasi. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 359/Menhut-II/2004 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Jawa Tengah. Jakarta. Peta Administrasi Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah (http://id .wikipedia. org/wiki/Kabupaten _Brebes). Diakses 7 Oktober 2007. Schmidt, F.H. and J.F. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verhand. No. 42. Kementerian Perhubungan Djawatan metereologi dan Geofisika. Jakarta. Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Whitten T., R.E. Soeriaatmadja, S.A. Afiff, S.N. Kartikasari, T.B. Utami, dan A. Widyantoro. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Prenhallindo, Jakarta. Wyatt-Smith, J. 1958. Seedling and Sapling Survival of S.leprosula Miq., S.parvifolia Dyer and Koompassia malaccensis Maing.. Malayan Forester XXI (3): 185-192.
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar,…(T. Kalima)
Lampiran (Appendix) 1. Daftar spesies tumbuhan di dua blok penelitian Gn. Bongkok dan Cikadu (List of plant species found in the two research blocks of Mount Bongkok and Cikadu) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama daerah (Local name) Wuru Pulai Nangka Jirek Gintungan Terentang Kenari Urang Simpur Keruing Jawa Kedoyo Ganitri Salam Kopeng Gondang Mangir Klapen Awu Walang Walikukun Jirek Winong Kruing laki Endog
Nama botani (Botanical name) Acer caesium (Reinw.et Blume) Kosterm. Alstonia angustiloba Miq. Artocarpus anisophyllus Miq. Baccaurea javanica (Blume) Muell.Arg. Bischofia javanica Blume Castanopsis javanica (Blume) A. DC. Canarium hirsutum Willd. Cratoxylum sumatranum (Jack) Blume Dillenia obovata (Blume) Hoogl. Dipterocarpus retusus Blume Dysoxylum alliaceum (Blume) Blume Elaeocarpus angustifolius Blume Syzygium polyanthum (Wight) Walp. Ficus hispida Linn.f. Ficus variegata Blume Ganophyllum falcatum Blume Litsea firma (Blume) Hook.f. Macaranga rhizinoides (Blume) Muell. Arg. Pterospermum javanicum Jungh. Schoutenia kunstleri King Symplocos fasciculata Zoll. Tetrameles nudiflora R.Br. Vatica javanica sub.sp.javanica V.Slooten Xanthophyllum excelsum (Blume) Miq.
Suku (Family) Aceraceae Apocynaceae Moraceae Euphorbiaceae Staphyleaceae Fagaceae Burseraceae Hypericaceae Dilleniaceae Dipterocarpaceae Meliaceae Elaeocarpaceae Myrtaceae Moraceae Moraceae Sapindaceae Lauraceae Euphorbiaceae Sterculiaceae Tiliaceae Symplocaceae Datiscaceae Dipterocarpaceae Polygalaceae
355